Oleh:
Muhammad Harits Abyan
1019101
Proposal ini diajukan guna memperoleh kesempatan, tempat, dan bimbingan pelaksanaan
skripsi mahasiswa Strata 1 Program Studi Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Mineral
Indonesia, Bandung.
Tahun Akademik 2021/2022
Diajukan Oleh:
Muhammad Harits Abyan
1019101
Bandung, Februari 2022
Mahasiswa,
Menyetujui,
Pembimbing Akademik I Pembimbing Akademik II
Mengetahui,
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN – LAMPIRAN
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Peta Fisiografi daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur.......................................... 10
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Tabel 1.1. Data Kejadian Bencana Tanah Longsor Kabupaten Bantul Tahun 2017 – 2020
Sumber: (https://gis.bnpb.go.id/#tabel)
Banyaknya wisata yang mulai tumbuh akan berdampak pula pada meningkatnya
wisatawan yang datang berkunjung, baik wisatawan dari daerah sekitar maupun dari luar
Provinsi Yogyakarta. Banyaknya wisatawan yang datang serta pertambahan penduduk yang
cukup pesat sekarang ini akan mengakibatkan meningkatnya pembangunan di daerah telitian.
Pembangunan tersebut dapat berupa pemukiman, tempat penginapan, hotel, dan atau fasilitas
umum lainnya. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi dan mengganggu pemanfaatan lahan
dan keseimbangan ekosistem di daerah itu sendiri. Akibat selanjutnya adalah terjadinya
dampak yang sering bersifat negatif seperti bencana alam berupa erosi maupun tanah longsor.
Berikut salah satu kejadian tanah longsor di Kecamatan Dlingo yang menimpa pemukiman
warga (Gambar 1.1).
2
Gambar 1.1. Kejadian Tanah Longsor di Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul,
19 Januari 2021.
Sumber: (https://yogya.inews.id/berita/dua-rumah-warga-di-dlingo-bantul-rusak-tertimpa-tanah-
longsor)
Dari data tersebut diketahui bahwa diperlukan suatu informasi geologi yang berkaitan
mengenai mitigasi bencana gerakan tanah untuk diketahui apakah daerah tersebut memiliki
zona kerentanan gerakan tanah intensitas tinggi atau rendah, terutama di daerah-daerah yang
mempunyai lereng curam. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jatuhnya korban jiwa akibat
tanah longsor.
Berlatar belakang hal tersebut di atas, maka penelitian tentang mitigasi bencana
gerakan tanah menjadi sangat penting untuk memberikan informasi mengenai daerah atau
lokasi-lokasi yang berpotensi terjadinya gerakan tanah menggunakan analisis kestabilan
lereng berdasarkan kenampakan-kenampakan alam yang ada sehingga kita bisa melakukan
berbagai macam cara pencegahan sebelum gerakan tanah menjadi bencana yang tidak kita
harapkan.
4
Jan-22 Feb-22 Mar-22 Apr-22
Keterangan
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
Studi Pustaka
Proposal
Perencanaan Lapangan
Lapangan
Observasi
Pengambilan Data
Laboratorium
Petrografi
Geologi Teknik
Mikropaleontologi
Laporan Penelitian
Analisa
Peta
Isi Laporan
5
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan untuk memberikan data geologi dan data geologi teknik
yang dapat digunakan dalam rencana pembangunan dan pengembangan wilayah. Penelitian
ini diharapkan seacara ideal dapat bermanfaat bagi semua pihak.
1.6.1. Manfaat Bagi Keilmuan
1. Memberikan informasi terbaru data geologi serta temuan baru jika ditemukan
di daerah penelitian.
2. Mengetahui hubungan kondisi geologi dan lahan wilayah dengan terjadinya
gerakan tanah di wilayah.
3. Memperbanyak ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kestabilan lereng
dalam hal hubungan teori dengan aplikasi di lapangan.
1.6.2. Manfaat Bagi Institusi
1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi di Jurusan Teknik Geologi,
Sekolah Tinggi Teknologi Mineral Indonesia Bandung.
1.6.3. Manfaat Bagi Masyarakat
1. Mengetahui tanda-tanda atau gejala awal akan terjadinya gerakan tanah,
sehingga masyarakat dapat melakukan antisipasi secara dini.
2. Mengetahui lokasi rawan gerakan tanah yang berada di sekitar lingkugan
masyarakat setempat.
3. Mengetahui tingkat kerentanan wilayahnya untuk terjadi gerakan tanah.
4. Memberikan dorongan kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan
mengenai mitigasi bencana gerakan tanah sesuai rujukan BNPB dan atau BPBD
yang selanjutnya diterapkan di lingkungan sekitar.
1.6.4. Bagi Pemerintah
1. Sebagai bahan acuan membangun sistem informasi bencana gerakan tanah,
yaitu sebagai pusat data dan informasi bagi masyarakat yang ingin
mengembangkan pembangunan fisik yang berada di daerah penelitian.
2. Memberikan informasi kondisi geologi terbaru mengenai lokasi-lokasi rawan
bencana gerakan tanah sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam upaya
pencegahan serta mengurangi resiko bencana gerakan tanah pada daerah
penelitian.
6
BAB II
METODOLOGI DAN TAHAPAN PENELITIAN
Pengambilan Data
Penyajian Data
Analisis Laboratorium
Petrografi (Sayatan Tipis)
Mikropalentologi (Umur dan Lingkungan
Pengendapan)
Geologi Teknik (Sifat Fisik dan Sifat
Mekanik Tanah).
Peta Lintasan
Peta Geologi
Peta Geomorfologi
Peta Kemiringan Lereng
Peta Zonasi Kerentanan Gerakan Tanah
Penyusunan Laporan
7
2.1.1. Tahap Persiapan
Merupakan tahapan sebelum melakukan pemetaan pada daerah telitian, meliputi
studi literatur teoritis yang berhubungan dengan analisa kestabilan lereng dan kondisi
geologi pada umumnya, penentuan daerah telitian, pembuatan proposal serta jadwal
kegiatan. Pada tahap ini peneliti melakukan studi tentang geologi regional dan lokal daerah
yang akan diteliti, menyangkut geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, dsb.
8
Hasil dari analisis di laboratorium dengan contoh sayatan tipis batuan didapatkan
nama batuannya.
3. Analisis Mikropalentologi
Hasil dari analisis di laboratorium dengan contoh batuan yang dihaluskan
didapatkan umur dan lingkungan pengendapan.
4. Analisis Geologi Teknik
Hasil dari analisis laboratorium akan mendapatkan sifat fisik dan sifat mekanik tanah
yang diperlukan dalam penentuan daya dukung tanah dan kestabilan lereng.
9
BAB III
GEOLOGI REGIONAL
Gambar 3.1. Peta Fisiografi daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur (Van Bemmelen, 1949).
12
3.2.2. Periode Vulkanisme
Pada periode Eosen Akhir – Miosen Awal kegiatan vulkanisme meningkat pesat dan
menghasilkan batuan gunungapi yang cukup tebal pada daerah penelitian. Sebaran batuan
gunungapi ini membentuk Pegunungan Baturagung, dan Gajahmungkur.
Lava Bantal Nampurejo
Batuan tertua Pegunungan Baturagung dan Gajahmungkur adalah lava bantal yang
disebut Lava Bantal Nampurejo yang berkomposisi basal, dan berselingan dengan
batupasir vulkanis berwarna hitam pekat.
Berdasarkan hasil penarikan K/Ar, satuan ini berumur Eosen Tengah – Oligosen
Awal (Surono drr., 2006, dalam Surono, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan
vulkanisme telah mulai pada Eosen Tengah, yang umumnya berupa lava bantal. Lava
Bantal Nampurejo ditindih atas Formasi Kebo dan Formasi Butak.
Kelompok Kebo-Butak
Formasi Kebo-Butak, yang terdiri atas Formasi Kebo dan Formasi Butak, melapar
luas di lereng utara Pegunungan Baturagung. Formasi Kebo terdiri atas perselingan antara
batupasir dan batupasir kerikilan, dengan sisipan batulanau, batulempung, tuf, dan serpih.
Formasi Butak disusun oleh breksi polimik dengan selingan batupasir, batupasir kerikilan,
batulempung, dan batulanau/serpih.
Bothe (1929, dalam Surono, 2009) menduga Formasi Kebo dan Formasi Butak
berumur Miosen Awal – Miosen Tengah. Sumarso dan Ismoyowati (1975, dalam Surono,
2009) menganalisis foraminifera dalam Formasi Kebo dan Formasi Butak, dan
mendapatkan umur N2 – N5 atau Oligosen Akhir – Miosen Awal. Kemudian Rahardjo
(2007, dalam Surono, 2009) mengulangi melakukan analisis foraminifera pada tiga
percontoh dari Gunung Pegat, Watugajah dan Pututputri, dan menemukan Globigerina
ciperoensis, Catapsydrax dissimilis dan Globigerinoides primordius, yang menunjukkan
umur P22 – N4 (Oligosen Akhir – Miosen Awal). Surono drr. (2006, dalam Surono, 2009)
menganalisis kandungan fosil nano dalam percontoh dari Perbukitan Jiwo Timur, yang
diduga merupakan bagian dari Formasi Kebo atau Formasi Butak. Fosil nano tersebut
terdiri atas Sphenolithus moriformis, S. heteromorphus, S. conicus, S. belemnos,
Coccolithus miopelagicus, Helicosphaera carteri dan H. euphratis. Himpunan spesies
nano tersebut menunjukan umur Miosen Awal (NN3). Penarikan umur mutlak Formasi
Kebo telah dilakukan oleh beberapa penulis, hasil penarikan menunjukkan bahwa Formasi
13
Kebo dan Formasi Butak berumur 33,5 – 21,0 juta tahun lalu atau Oligosen Akhir –
Miosen Awal.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa umur Kelompok Kebo-Butak adalah
Oligosen Akhir – Miosen Awal. Kelompok ini diendapkan di laut yang dipengaruhi oleh
kegiatan gunungapi. Ketebalan Formasi Kebo sekitar 550 meter, sedangkan Formasi
Butak sekitar 334 meter (Surono, 2008a). Kelompok Kebo-Butak ditindih selaras oleh
Formasi Semilir.
Formasi Mandalika
Formasi Mandalika tersebar luas di Pegunungan Gajahmungkur dengan ketebalan
>300 meter (Surono drr., 1992, dalam Surono, 2006) terdiri atas lava dasit-andesit, tuf
dasitan dan setempat retas diorite. Hasil penarikan K/Ar lava dasit di Nawangan
menunjukkan umur Miosen Awal (Surono, 2008a, dalam Surono, 2009).
Formasi Semilir
Formasi ini berlokasi tipe di G. Semilir, sebelah selatan Klaten. Litologi
penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan serpih.
Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga dasit. Di bagian
bawah satuan batuan ini, yaitu di K. Opak, Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Kec. Berbah,
Kab. Sleman, terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal (Bronto dan Hartono, 2001).
Penyebaran lateral Formasi Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan,
yaitu di daerah Pleret-Imogiri, di sebelah barat G. Sudimoro, Piyungan-Prambanan, di
bagian tengah pada G. Baturagung dan sekitarnya, hingga ujung timur pada tinggian G.
Gajahmungkur, Wonogiri.
Surono (2008a, dalam Surono, 2009) melakukan analisis nannofossil dari dua
percontoh di bagian bawah Formasi Semilir. Satu percontoh mengandung Discoaster
deflandrei, D. druggii, D. variabilis, Cyclicargolithus floridanus, Calcidiscus macintyrei,
Helicosphaera ampliaperta, H. euphratis, H. Carteri, Sphenolithus conicus, Coccolithus
miopelagicus, Sphenolithus moriformis, dan S. belemnos. Sedangkan percontoh lain
menunjukkan adanya Sphenolithus moriformis, S. hetemorphus, S. belemnos,
Cyclicargolithus floridanus, Calcidiscus macintyrei, Helicosphaera euphratis, H.
ampliaperta, H. carteri, H. mediterranea, Coccolithus miopelagicus, dan Discoaster
deflandrei. Kumpulan nanofosil kedua percontoh batuan tersebut masing-masing
menunjukkan umur Miosen Awal bagian akhir atau Zona NN3. Surono (2008a, dalam
14
Surono, 2009) juga melaporkan hasil penarikan umur mutlak Formasi Semilir dengan
metode jejak belah (fission track) zircon pada dua percontoh tuf, yang menghasilkan umur
17,0 ± 1,1 dan 16,0 ± 1,0 juta tahun lalu atau akhir Miosen Awal.
Berdasarkan uraian di atas, umur Formasi Semilir adalah 20 – 16 juta tahun yang
lalu atau Miosen Awal (Burdigalian). Umumnya Formasi Semilir bawah ini diendapkan
pada laut yang kemudian berubah menjadi darat pada pengendapan Formasi Semilir atas
(Surono, 2008a, dalam Surono, 2009). ketebalan seluruh Formasi Semilir bawah dan atas
diduga 460 meter (Surono drr., 1992, dalam Surono, 2009). Formasi Semilir ditindih
selaras oleh Formasi Nglanggeran.
Formasi Nglanggeran
Lokasi tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa Semilir.
Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran lava andesit-
basal dan lava andesit. Breksi gunungapi dan aglomerat yang mendominasi formasi ini
umumnya tidak berlapis. Fragmennya terdiri dari andesit dan sedikit basal, berukuran 2 –
50 cm. Di bagian tengah formasi ini, yaitu pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping
terumbu yang membentuk lensa atau berupa fragmen. Secara setempat, formasi ini disisipi
oleh batupasir gunungapi epiklastika dan tuf yang berlapis baik (Bronto dan Hatono,
2001).
Formasi ini juga tersebar luas dan memanjang dari Parangtritis di sebelah barat
hingga tinggian G. Panggung di sebelah timur. Ketebalan formasi ini di dekat Nglipar
sekitar 530 meter. Dengan banyaknya fragmen andesit dan batuan beku luar berlubang
serta mengalami oksidasi kuat berwarna merah bata maka diperkirakan lingkungan asal
batuan gunungapi ini adalah darat hingga laut dangkal. Sementara itu, dengan
ditemukannya fragmen batugamping terumbu, maka lingkungan pengendapan Formasi
Nglanggran ini diperkirakan di dalam laut (Bronto dan Hartono, 2001).
Fosil jarang ditemukan dalam formasi ini, Rahardjo (2007, dalam Surono, 2009)
menentukan umurnya berdasarkan penemuan foraminifera yakni N5 – N6 atau Miosen
Awal.
Formasi Wonolelo
Bronto drr. (2008b, dalam Surono, 2009) mengusulkan suatu nama Formasi
Wonolelo untuk satuan batuan yang tersingkap di Desa Wonolelo, Pleret, Bantul, terdiri
atas lava, breksi dan konglomerat. Surono (2009) mendapatkan satuan batuan ini juga
15
tersingkap di Desa Candisari (utara Piyungan) yang kedudukan stratigrafinya berada di
bawah Formasi Semilir. Umur satuan ini belum diketahui dengan pasti, diduga seumur
dengan Formasi Semilir bawah atau bagian atas Kelompok Kebo-Butak, yakni Oligosen
Akhir. Formasi ini diduga terbentuk di laut dan mempunyai ketebalan sekita 60 meter.
Formasi Sindet
Formasi ini didominasi oleh tuf pasiran berwarna hitam, tersingkap luas di Desa
Sindet, di utara Desa Wonolelo. Satuan yang mungkin berada di bawah Formasi
Wonolelo, terdiri atas tuf lapilli dan tuf yang berwarna hitam, yang sebagian terbentuk di
bawah laut. Umur satuan belum diketahui, mungkin sama dengan bagian bawah Formasi
Semilir Bawah. Ketebalannya diduga kurang dari 75 meter.
Anggota Buyutan
Novian drr. (2007, dalam Surono, 2009) mengusulkan satu anggota baru pada
Formasi Semilir, yang tersingkap di Dusun Boyo, Gunung Kidul. Anggota Buyutan ini
disusun oleh perselingan batulanau, batupasir tufaan, dengan sisipan breksi lapilli dan
batubara. Lepidocyclina sp. ditemukan pada anggota ini, sehingga mempunyai umur sama
dengan bagian atas Formasi Semilir, yakni akhir Miosen Awal. Anggota ini boleh jadi
terendapkan di daerah transisi dan mempunyai ketebalan satuan yang diduga 360 meter.
19
Geologi dan Studi Mitigasi Bencana Gerakan Tanah Daerah Dlingo dan Sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bronto, S. dan Hartono, H.G., 2001. Panduan Ekskursi Geologi Kuliah Lapangan 2, STTNAS:
Yogyakarta.
Geoportal Data Bencana Indonesia, (https://gis.bnpb.go.id/#tabel), diakses pada tanggal 31
Januari 2022.
InewsYogya.id, 2021. (https://yogya.inews.id/berita/dua-rumah-warga-di-dlingo-bantul-
rusak-tertimpa-tanah-longsor), diakses pada tanggal 31 Januari 2022.
Surono, 2009. Litostrtigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Jawa Tengah. JSDG Vol. 19. Pusat Survei Geologi, Bandung.
Van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of Indonesia, Volume I-A, Government Printing
Office, Martinus Nijhoff, The Hague.
Wartono Rahardjo, Sukandarrumidi dan H.M.D Rosidi, 1995. Peta Geologi Lembar
Yogyakarta Skala 1:100000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.