Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGINDERAAN JAUH SENSOR AKTIF

EKSTRAKSI DEM DARI CITRA SENTINEL-1 & UJI AKURASINYA TERHADAP


DEMNAS

Oleh:
Labisa Wafdan
18/431137/TK/47730

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK GEODESI


DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Mata Acara Kegiatan

Ekstraksi DEM dari citra Sentinel-1 & uji akurasinya terhadap DEMNAS

I.2 Tujuan Kegiatan

1. Mahasiswa mampu melakukan koreksi dari data SAR (Synthetic Aperture Radar)
2. Mahasiswa mampu membuat DEM dari data SAR
3. Mahasiswa mampu melakukan uji ketelitian horizontal DEM berdasarkan Perka BIG
No. 15 tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peta Dasar

I.3 Manfaat Kegiatan

1. Mahasiswa mampu mengetahui beberapa langkah pre-processing citra SAR untuk


pembuatan DEM dan menguji ketelitian hasilnya berdasarkan Perka BIG No. 15
tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peta Dasar
2. Mahasiswa dapat memperoleh kompetensi baru yang berguna dalam dunia kerja

I.4 Landasan Teori

Data satelit sistem radar merupakan data yang dapat mengambil informasi spasial di
bumi dan tidak dipengaruhi oleh keadaan cuaca karena Syntetic Aperture Radar (SAR)
merupakan penginderaan jauh sistem aktif yang menggunakan gelombang mikro. Gelombang
mikro lebih panjang dari gelombang cahaya yang digunakan satelit sistem optis pada
umumnya. Semakin panjang gelombang maka kemampuan untuk menembus awan semakin
besar. Citra SAR juga memiliki kelebihan, seperti SAR mampu menembus awan di mana
sensor pasif pada umumnya tidak mampu menembus awan, SAR juga merupakan sensor aktif
yang berarti tidak dipengaruhi oleh keadaan siang atau malam, akuisisi data SAR yang cepat
dan ini bisa diaplikasikan untuk pemantauan yang memerlukan temporal yang cepat, mampu
menghasilkan tampilan sinoptik (Damanik, 2018).

InSAR (Interferometric Synthetic Aperture Radar) merupakan teknik pengindraan jauh yang
menggunakan citra satelit radar. Sorotan gelombang radar dikirimkan dengan konstan ke muka
bumi, dan citra dihasilkan berdasarkan gelombang yang kembali. Intensitas gelombang yang
dipantulkan mencerminkan komposisi permukaan bumi, tetapi fase gelombang yang telah
menyentuh permukaan bumi dan terpantul juga direkam. Membandingkan fase gelombang
memungkinkan kita untuk memantau ketinggian dan geometri permukaan hingga skala
milimeter, yang mencerminkan gerakan tektonik aktif yang berhubungan dengan gempa.
Sebagai tambahan, DEM (Digital Elevation Model) yang akurat dapat dihasilkan dari metode
ini. Data SAR yang digunakan dalam metode penginderaan jauh memiliki banyak kelebihan,
seperti SAR mampu menembus awan di mana sensor pasif pada umumnya tidak mampu
menembus awan, SAR juga merupakan sensor aktif yang berarti tidak dipengaruhi oleh
keadaan siang atau malam, akuisisi data SAR yang cepat dan ini bisa diaplikasikan untuk
pemantauan yang memerlukan temporal yang cepat, mampu menghasilkan tampilan sinoptik
(Suni, Yuwono, & Suprayogi, 2019).

Meskipun sistem akuisisi data penginderaan jauh dengan sensor SAR memiliki
banyak kelebihan, namun secara operasional, pemanfaatan data SAR masih menemui banyak
kendala dibandingkan dengan data penginderaan jauh sistem optik, terutama dalam
permasalahan geometrik dan radiometrik (Septiana, Wijaya, & Suprayogi, 2017). Suatu alur
kerja pre-processing dibutuhkan bertujuan untuk menerapkan serangkaian koreksi standar, dan
tepat dengan menerapkan orbit akuisisi yang tepat, menghilangkan noise termal, koreksi
radiometrik, kalibrasi, multilook, koreksi terrain untuk menyediakan informasi yang andal
(Filipponi, 2019).

Satelit SAR mengorbit Bumi pada ketinggian sekitar 500-800 km dan mengunjungi
kembali pada lokasi di Bumi yang sama pada kurun waktu tertentu. Jangka waktu antara dua
kunjungan berturut-turut disebut baseline temporal. Namun, satelit mungkin tidak berada di
lokasi yang sama selama akuisisi citra radar berikutnya karena keterbatasan dalam kendali
orbit. Jarak antara dua titik akuisisi yang tegak lurus dengan arah pengamatan satelit disebut
perpendicular baseline. Jarak ini menyebabkan efek 3D yang dapat digunakan untuk pemetaan
topografi (Li et.al, 2010).

Satelit SAR memancarkan gelombang radar dan mengukur amplitudo dan fase dari
gelombang yang dipantulkan untuk setiap piksel dalam gambar. Informasi fase dapat diukur
dengan sangat tepat oleh satelit dan membentuk dasar untuk interferometri radar. InSAR
menggabungkan dua citra SAR dari pemandangan yang sama ke dalam 'interferogram' dengan
menghitung perbedaan fase gelombang radar. Interferogram yang dihasilkan berdasarkan
perbedaan fase antara dua citra ditampilkan secara berwarna-warni. Siklus perbedaan fasa
dalam interferogram disebut 'fringes' yang disebabkan oleh phase wrapping karena fraksi
gelombang yang diamati tidak pernah lebih dari satu siklus gelombang. Bergantung pada arah
tampilan satelit, setiap pinggiran sesuai dengan penurunan atau peningkatan jangkauan
setengah panjang gelombang SAR di sepanjang garis pandang satelit (Li et.al, 2010).
BAB II
PELAKSANAAN

II.1 Persiapan

II.1.1 Alat

1. Laptop untuk menjalankan software


2. SNAP untuk membuat DEM dari Sentinel-1 GRD.
3. QGIS untuk melakukan sampling dan menampilkan DEM.
4. ArcMap untuk melakukan Elevation Void Fill Function
5. Microsoft Word untuk mengolah laporan
6. Microsoft Excel untuk perhitungan statistik

II.1.2 Bahan

1. Dua buah citra SAR Sentinel-1 GRD


2. Sebuah DEMNAS dengan area yang sama dengan DEM Sentinel-1

II.2 Pelaksanaan

II.2.1 Diagram Alir


Data citra SAR Sentinel-1 GRD diperoleh dari pemberian asisten. Data citra tersebut kemudian
melalui berbagai pre-processing dan fungsinya secara singkat sebagai berikut:

1) Back Geocodding: menggabungkan dua produk terpisah berdasarkan informasi orbit


yang ditambahkan pada langkah sebelumnya dan informasi DEM.
2) S-1 Enhanced Spectal Diversity (ESD): meningkatkan kualitas citra hasil Back
Geocoding dengan mengkoreksi range dan pergeseran azimuth ke citra master.
3) Interferometric Formation: mengoreksi citra akibat variasi fase gelombang dari
beberapa faktor, yaitu kelengkungan gelombang, topografi, kondisi atmosfer,
perbedaan suhu dan perubahan tekanan pada dua tanggal akuisisi citra yang berbeda,
deformasi permukaan di antara dua tanggal akuisisi citra yang berbeda, dan noise
lainnya (perubahan hamburan, sudut pandang yang berbeda, dan volume hamburan).
4) S-1 Tops Deburst: menghapus seemlines antara bacscatter tunggal.
5) Goldstein Phase Filtering: mengoreksi signal-to-noise akibat noise yang disebabkan
oleh hubungan temporal dan geometris, volume hamburan, dan kesalahan pemrosesan
lainnya.
6) Subset: memotong area piksel kosong pada tepi interferogram yang mungkin telah
dimasukkan.
7) Snaphu Export: mengubah interferogram (sebagai wrapped phse) ke dalam format
yang dapat dibaca oleh snaphu. Selanjutnya, beberapa parameter dapat dipilih yang
mempengaruhi proses unwrapping dan disimpan dalam file konfigurasi yang diakses
oleh snaphu.
8) Snaphu unwrapping: memecah raster menjadi potongan yang lebih kecil yang
membaginya dengan standar menjadi 10 baris dan 10 kolom, sehingga total 100 tiles
akan dibuka. Tiles ini akan digabungkan setelahnya berdasarkan piksel yang saling
overlap (di sini 200 piksel).
9) Snaphu Import: mengimpor memiliki metadata atau geocoding
10) Phase ToElevation DEM Generation: mengubah satuan radian menjadi ketinggian
absolut dalam satuan meter di atas permukaan laut menggunakan DEM untuk
menempatkan nilai elevasi pada level yang benar.
11) Range dopler Terrain Correction: mengoreksi distorsi geometrik SAR menggunakan DEM
untuk mengubah slant range menjadi sistem koordinat peta.

Hasil proses 11 akan diperoleh DEM dan lalu melalui proses Elevation Void Fill Function ntuk
membuat piksel di mana ada lubang. Setelah itu dilakukan sampling terhadap DEM Sentinel-
1 dan DEMNAS menggunakan 484.890 titik, sehingga diperoleh nilai elevasi dari kedua citra
tersebut. Kedua nilai elevasi tersebut kemudian melalui uji ketelitian vertikal sesuai Perka BIG
No. 15 tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peta Dasar.

II.2.2 Langkah Kerja

1. S-1 Back Geocoding


2. S-1 Enhanced Spectal Diversity (ESD).
3. Interferometric Formation & Coherence Estimation
4. S-1 TOPS Deburst

5. Goldstein Phase Filtering


6. Subset

Masukkan koordinat yang ingin disubset


Simpan hasil Subset
7. Snaphu Export

Pilih direktori file yang akan diekspor pada kolom Traget Folder serta pilih TOPO
dan MCF sebagai metode perhitungan statistik.

Salin file hasil folder


Cari tempat tujuan paste.

Tekan pada jendela berikut

Pada menu System Variables, tujuan paste berada pada USERPROFILE


8. Snaphu unwrapping
9. Snaphu Import
10. Phase ToElevation DEM Generation
11. Range Dopler Terrain Correction
12. Export
Fill DEM

1. Pada menu Image Analysis klik citra yang akan di-fill dan . Akan muncul jendela
berikut dan pilih menu Elevation Void Fill Function.

2. Akan muncul jendela berikut dan isikan sesuai gambar.


Short Range IDW Radius digunakan untuk mengisi kekosongan. Kekosongan yang jauh
dari piksel nilai ambang ini akan tetap kosong. Jika nilai parameter ini kosong, 0 , atau -1 ,
parameter ini tidak akan digunakan. Max Void Width digunakan untuk menentukan ukuran
rongga terbesar yang akan diisi. Jika lebar atau tinggi bounding box di sekitar rongga lebih
besar dari nilai lebar rongga maksimum, maka rongga tidak terisi. Jika parameter ini kosong
atau memiliki nilai 0 , tidak ada lebar maksimum yang akan digunakan, dan semua rongga
akan terisi. Nilai -1 berarti tidak akan terjadi pengisian rongga.
Sampling

1. Masukkan shapefile batas area yang akan disampling, DEM Sentinel-1, dan DEMNAS ke
dalam QGIS. Pilih menu berikut untuk membuat titik sampling.

Akan muncul jendela Random points inside polygon dan lakukan pengaturan sebagai
berikut.

2. Akan dihasilkan titik sampling. Gunakan plugin Point Sampling Tool untuk melakukan
sampling nilai elevasi pada DEM Sentinel-1 dan DEMNAS, sehingga menghasilkan file
csv yang siap dilakukan perhitungan statistik dalam bentuk file xcls.
BAB III
HASIL & PEMBAHASAN

Data citra Sentinel-1 yang telah diperoleh terlebih dahulu melalui proses Apply Orbit
Information atau suatu proses orbital refinement untuk mengoreksi transformasi dari nilai fase
ke nilai ketinggian karena kesalahan horizontal dan vertikal. Setelah itu citra akan melalui
proses lainnya beserta hasilnya sebagai berikut:

1. Back Geocoding & S-1 Enhanced Spectal Diversity

Dari kedua gambar di atas dapat dikatakan proses coregristration berhasil atau tidak ada
perubahan tutupan lahan atau mekanisme hamburan yang terjadi antara akuisisi citra
pertama. Hal-hal tersebut diketahui karena tidak ada semacam kenampakan warna RGB.
2. Interferometric Formation & Coherence Estimation
Interferogram ditampilkan dalam skala warna pelangi mulai dari -π hingga + π yang berisi
variasi dari topografi, atmosfer, dan potensi deformasi permukaan (dianggap nol). Pola-pola
warna yang terbentuk disebut fringes yang mewakili siklus 2π penuh dan muncul dalam
interferogram sebagai siklus warna acak, dengan setiap siklus mewakili setengah panjang
gelombang sensor. Untuk mendapatkan DEM dengan kualitas yang memadai, fringes ini
harus terlihat di seluruh citra. Namun, interferogram yang dihasilkan terlihat buruk karena
fringe kurang begitu terlihat. Hal ini disebabkan dekorelasi fase yang mungkin disebabkan
perubahan permukaan antara kedua akuisisi (tutupan vegetasi).

Koherensi menunjukkan seberapa mirip setiap piksel antara citra slave dan master dalam
skala dari 0 hingga 1. Area dengan koherensi tinggi akan tampak cerah. Area dengan
koherensi yang buruk akan menjadi gelap. Koherensi menunjukkan area di mana informasi
fase koheren untuk mengetahui tingkat pengukuran topografi atau deformasi (termasuk
penghilangan fase topografi). Informasi fase pada area dengan koherensi rendah tidak akan
menghasilkan ukuran elevasi dengan baik. Jika area koherensi rendah terlalu dominan pada
citra, proses unwrapping akan didapatkan hasil yang buruk.

Dari citra koherensi tersebut diambil 5 sampel pada area vegetasi dan bangunan, sehingga
diperoleh rerata koherensi pada area bangunan sebesar 0,81, sedangkan pada area vegetasi
sebesar 0,33. Hal itu terjadi karena vegetasi lebih sensitif terhadap perubahan atmosfer
dibandingkan bangunan, sehingga fase gelombang yang diterima akan berbeda dari dua citra
dan koherensi pada area bangunan akan kecil atau pada area bangunan.
3. S-1 TOPS Deburst
Proses ini bertujuan menggabungkan beberapa burst menjadi satu citra utuh, sehingga area
yang terlihat hitam di tengah citra akan hilang.

4. Goldstein Phase Filtering


Fase interferometri dapat dirusak oleh noise akibat perbedaan baseline temporal dan
geometris, hamburan volume, dan kesalahan pemrosesan lainnya. Informasi fase di area
terkait dekorelasi tidak dapat dipulihkan, tetapi kualitas fringes yang ada di interferogram
dapat ditingkatkan dengan menerapkan proses filtering tersebut. Filtering ini diperlukan
pula untuk menghasilkan proses unwrapping yang baik pula.

Terdapat fase gelombang yang terlihat melompat pada interferogram. Beberapa lereng
mungkin terlalu curam untuk panjang gelombang tertentu. Hal ini dapat diperbaiki melalui
pergantian citra yang memiliki arah penerbangan berbeda dengan mengganti arah
ascending dengan descending atau sebaliknya atau menggunakan perpendicular baseline
yang lebih besar.
5. Subset
Subset untuk memotong area tertentu pada citra serta meringankan kinerja komputer.
6. Phase Unwrapping
Proses phase unwrapping mengubah fase relatif menjadi fase absolut yang hasilnya dapat
dilakukan pengubahan dari fase ke nilai ketinggian. Selain itu, proses unwrapping untuk
memecah raster menjadi potongan yang lebih kecil, snaphu membaginya menjadi 10 baris
dan 10 kolom, sehingga total 100 tile akan dibuka. Tile ini digabungkan setelahnya
berdasarkan piksel yang saling overlap (di sini 200 piksel). Hasil Unwrapping juga melalui
proses geocoding yang dibantu dengan DEM dan menghasilkan nilai ketinggian yang sudah
terkoreksi secara geometrik.

7. Phase ToElevation DEM Generation


Proses Phase to Elevation untuk mengubah satuan radian menjadi ketinggian absolut dalam
satuan meter di atas permukaan laut me\nggunakan DEM SRTM 1Sec HGT untuk
menempatkan nilai elevasi pada level yang benar. Proses ini mengubah nilai fase menjadi
nilai elevasi di sepanjang line-of-sight (LOS) dalam meter. LOS adalah garis antara sensor
dan piksel. DEM digunakan untuk menempatkan nilai elevasi pada level yang benar.
Koreksi terrain akan melakukan geocode pada citra dengan mengoreksi distorsi geometrik
SAR menggunakan DEM untuk mengoreksi distorsi geometrik SAR menggunakan DEM untuk
mengubah slant range menjadi sistem koordinat proyeksi peta. Geocoding medan melibatkan
penggunaan DEM untuk mengoreksi distorsi geometris yang melekat, seperti
foreshortening, layover, dan shadow.

Hasil akhir dari praktikum ini adalah DEM Sentinel-1 dengan resolusi spasial 14
meter.

Dari gambar di atas merupakan metadata hasil stacking Perpendicular baseline yang dihasilkan
sebesar 112,6718 meter, sedangkan temporal baseline menunjukkan sekitar 12 hari. Hal itulah
yang menyebabkan DEM Sentinel-1 tampak berbeda dengan DEMNAS (kanan). Elevasi
minimum dan maksimum DEMNAS pada lokasi kajian yang dipilih berturut-turut sebesar -5
dan 113 m, sedangkan DEM Sentinel-1 masing-masing sebesar 0 dan 623,969 m.

Dari kedua gambar di atas dapat diketahui bila semakin putih warna yang ditampikan, maka
semakin tinggi elevasi DEM yang ditampilkan dan sebaliknya. Dari gambar di atas dapat
diketahui bila DEM Sentinel-1 pada area pegunungan tampak tidak setinggi seperti yang
ditampilkan oleh DEMNAS. Hal ini disebabkan gelombang C-Band yang dibawa oleh satelit
Sentinel-1 tidak dapat dipantulkan dengan baik di daerah dengan vegetasi tinggi. Ada beberapa
yang mempengaruhi rendahnya akurasi DEM lain dari citra Sentinel-1 antara lain:

1. Baseline temporal yang terlalu panjang


Waktu akuisisi gambar pertama dan kedua yang terlalu panjang dapat meningkatkan risiko
dekorelasi temporal fase, terutama pada area yang rentan mengalami perubahan kelembaban
karena pendeknya panjang gelombang yang diterima. Uap air di atmosfer menyebabkan
penundaan fase dan berpotensi menurunkan kualitas pengukuran. Peningkatan uap air akan
menurunkan proses fotosintesis, sehingga kadar air dan nutrisi yang dihasilkan oleh tanaman
akan berkurang dan akan mengurangi konstanta dielektrik pula yang pada akhirnya
mengurangi reflektivitas gelombang radar pada permukaan tanaman. Oleh karena itu,
disarankan untuk memilih citra yang diperoleh pada musim kemarau, tidak ada curah hujan
yang terjadi selama akuisisi kedua citra, akuisisi data pada rentang waktu yang memiliki
perubahan cuaca yang ekstrem, atau bisa mengumpulkan data pada malam hari karena
biasanya tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi atmosfer.
2. Perpendicular baseline yang kurang sesuai
Jarak antara satelit pada saat pengambilan citra paling optimal berada di antara 150 dan 300
meter, sehingga membentuk sudut yang optimal pada kedua posisi satelit yang akan
memperlihatkan variasi topografi dari efek paralaks yang optimal pula. Jika perpendicular
baseline terlalu kecil, efek topografi pada fase diferensial ini tidak cukup terlihat, sedangkan
jika terlalu besar, fase koheren semakin berbeda, juga mengarah pada hubungan dekorasi.
Namun, peningkatan baseline dapat meningkatkan akurasi pengukuran elevasi tetapi
menurunkan korelasi antara sinyal master dan slave.

Untuk mengisi kekosongan piksel DEM melalui Elevation Void Fill untuk membuat
piksel pada ada lubang. Kekosongan terjadi ketika tidak ada titik pada DEM raster yang
dihasilkan. Kekosongan bisa terjadi karena lemahnya ketelitian data atau pantulan gelombang
yang kurang baik. Fungsi ini menggunakan metode pengisian kekosongan Plane Fitting/IDW.
Pertama, akan dihitung rata-rata dari delapan nilai tetangga untuk mengisi rongga kecil;
kemudian metode Plane Fitting diterapkan. Jika kesalahan metode Plane Fitting terlalu besar,
algoritma Inverse Distance Weighted (IDW) diterapkan.

DEM Sentinel-1 kemudian dicek ketelitiannya dengan DEM pembanding lain yang
diketahui nilai absolutnya dan dianggap benar, yaitu DEMNAS. Dari DSM Sentinel-1 dan
DEMNAS, dapat diketahui RMSE (Root Mean Square Error) dengan rumus:

∑𝑛𝑖=1(ℎ𝑖 − ℎ𝑗 )2
𝑅𝑀𝑆𝐸𝑧 = √
𝑛

di mana

hi = nilai elevasi dari DEM Sentinel-1

hј = nilai elevasi dari DEMNAs

n = jumlah titik sampel

Ada 484.890 titik sampel elevasi yang diambil secara acak dan terletak pada masing-masing
dari kedua DEM tersebut. Titik sampel dipilih pada daerah daratan karena bila area perairan
diikutkan bisa saja perbedaan elevasi antara DEM Sentinel-1 dan DEMNAS yang ditunjukkan
akan terlalu besar dan akan menjadi bias

Dari sampling tersebut diperoleh nilai RMSE sebesar 39,8871 meter yang mana dapat
dikatakan kesalahan elevasi DEM Sentinel-1 terhadap DEMNAS cukup besar. Rerata elevasi
sampel DEM Sentinel-1 dan DEMNAS masing-masing sebesar 47,0758 m dan 14,5808 m.
Nilai kesalahan maksimum dan minimum masing-masing sebesar 335,1431 meter dan -
83,0899 m. Sedangkan korelasi nilai elevasi dari DEMNAS dengan DEM Sentinel-1 sebesar
0,5016 yang mana menurut Yuliandany dkk. (2015) kualitas korelasinya adalah kuat. Nilai
LE90 dengan persamaan:

𝐿𝐸90 = 1,6449 × 𝑅𝑀𝑆𝐸𝑧

Nilai LE90 yang dihasilkan adalah 65,0989 m. Berdasarkan Perka BIG No. 15 tahun 2014
tentang Pedoman Teknis Peta Dasar, DEM Sentinel-1 ini kemungkinan dapat menjadi peta RBI
dengan skala:

1. 1:500.000 kelas 1 dengan ketelitian vertikal sebesar 100 meter. Artinya, sedikitnya 90%
kesalahan atau pergeseran posisi objek pada Peta RBI Skala 1:500.000 tersebut tidak
lebih dari 100 meter untuk posisi vertikal.
2. 1:250.000 kelas 2 dengan ketelitian vertikal sebesar 75 meter. Artinya, sedikitnya 90%
kesalahan atau pergeseran posisi objek pada Peta RBI Skala 1:250.000 tersebut tidak
lebih dari 75 meter untuk posisi vertikal.
3. 1:250.000 kelas 3 dengan ketelitian vertikal sebesar 125 meter. Artinya, sedikitnya 90%
kesalahan atau pergeseran posisi objek pada Peta RBI Skala 1:250.000 tersebut tidak
lebih dari 125 meter untuk posisi vertikal.
BAB IV
KESIMPULAN & SARAN
I. KESIMPULAN

Dari praktikum ini dapat disimpulkan bahwa ketelitian pengolahan Citra Sentinel-
1 sangat dipengaruhi oleh nilai perpendicular baseline, temporal baseline, dan efek
atmosfer. Semakin panjang perpendicular baseline yang optimal, semakin pendek
temporal baseline, dan semakin rendah efek atmosfer, maka semakin baik DEM
yang dihasilkan. Nilai LE90 yang dihasilkan adalah 65,0989 m. Berdasarkan Perka
BIG No. 15 tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peta Dasar, DEM Sentinel-1 ini
kemungkinan dapat menjadi peta RBI dengan skala:

1. 1:500.000 kelas 1 dengan ketelitian vertikal sebesar 100 meter. Artinya,


sedikitnya 90% kesalahan atau pergeseran posisi objek pada Peta RBI Skala
1:500.000 tersebut tidak lebih dari 100 meter untuk posisi vertikal.
2. 1:250.000 kelas 2 dengan ketelitian vertikal sebesar 75 meter. Artinya,
sedikitnya 90% kesalahan atau pergeseran posisi objek pada Peta RBI Skala
1:250.000 tersebut tidak lebih dari 75 meter untuk posisi vertikal.
3. 1:250.000 kelas 3 dengan ketelitian vertikal sebesar 125 meter. Artinya,
sedikitnya 90% kesalahan atau pergeseran posisi objek pada Peta RBI Skala
1:250.000 tersebut tidak lebih dari 125 meter untuk posisi vertikal.

II. SARAN
1. Mahasiswa seharusnya mempelajari fungsi dari tools software pada masing-
masing modul yang digunakan agar lebih memahami tujuan masing-masing
langkah praktikum yang sedang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Damanik, Y. V. (2018). Penggunaan Citra Radar Sentinel-1 Untuk Identifikasi Tutupan Lahan
di Kabupaten Pakpak Bharat. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Universitas Sumatera
Utara, Sumatera Utara.
Filipponi, F. (2019). Sentinel-1 GRD preprocessing workflow. In Multidisciplinary Digital
Publishing Institute Proceedings. 18(1), 11.
Li, S., Zhang, S., Li, T., Gao, Y., Chen, Q., & Zhang, X. (2020). Modeling The Optimal
Baseline For A Spaceborne Bistatic Sar System To Generate DEMs. ISPRS
International Journal of Geo-Information, 9(2), 108.
Suni, H. A., Yuwono, B. D., & Suprayogi, A. (2019). Analisis Ketelitian DSM Kota Semarang
Dengan Metode InSAR Menggunakan Citra Sentinel-1. Jurnal Geodesi Undip, 8(3),
17-26.
Yuliandany, E., Sabri, L. M., & Awwaluddin, M. (2019). Analisis Peramalan Data Kosong
Bulanan Pasut Menggunakan Metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System
(ANFIS) (Studi Kasus: Stasiun Pasut Surabaya). Jurnal Geodesi Undip, 9(1), 57-66.

Anda mungkin juga menyukai