Anda di halaman 1dari 20

Program Studi Magister Teknik Geomatika Departemen Teknik Geodesi

Departemen Geodesi Fakultas Teknik Fakultas Teknik – UGM


Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2 Yogyakarta 55281
Yogyakarta Telp. 649-2121, 520226 Fax. 0274-
520226
Email : s2geomatika@ugm.ac.id

LEMBAR JAWABAN TAKE HOME EXAM


UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP
TAHUN AKADEMIK 2017/2018

HARI : SELASA
TANGGAL : 31 MEI 2018
MATAKULIAH : INTEGRASI SENSOR
KODE : TKD7114
DOSEN : Dr. Catur Aries Rokhmana, S.T., M.T.

NAMA : MUHAMMAD ULIN NUHA


NIM : MAHASISWA FASTRACK 2017

TANDA TANGAN :
INTEGRASI TEKNOLOGI AIRBORNE LASER SCANNER (LIDAR) DAN
PHOTOGRAMMETRY UAV UNTUK PEMETAAN BATAS BANGUNAN

DOSEN : Dr. CATUR ARIES ROKHMANA, S.T., M.T.

Dikerjakan Oleh :

MUHAMMAD ULIN NUHA


MAHASISWA FASTRACK 2017

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK GEOMATIKA


DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
1

I. Latar Belakang
Pekerjaan 3D city modelling merupakan proses rekonstruksi bangunan 3D untuk
mendapatkan informasi struktur bangunan 3D yang digunakan dalam aplikasi
telekomunikasi, perencanaan kota, simulasi lingkungan, kartografi, pariwisata, dan
sistem navigasi seluler. Hal tersebut telah menjadi topik utama fotogrametri,
penginderaan jauh, visi komputer, pengenalan pola, survei dan pemetaan. Kebutuhan
building boundary dalam 3D city modelling sangat diperlukan untuk proses
rekonstruksi. Pekerjaan ekstraksi building boundary telah memanfaatkan beberapa
data seperti data foto udara atau LIDAR tetapi masih terdapat kekurangan dari
penggunaan data-data tersebut.
Pekerjaan ekstraksi building boundary dengan menggunakan data foto udara
sulit untuk mendapatkan poin 3D yang padat di permukaan bangunan karena masalah
proses matching di tempat yang homogen. Juga karena masalah matching, sulit untuk
menghasilkan model bangunan 3D secara otomatis oleh fotogrametri (Zhang et al.,
2012). Dengan demikian, model 3D bangunan yang direkonstruksi tidak terlalu akurat
(akurasi tergantung pada kerapatan poin), bukan hanya bentuk tetapi juga posisi
bangunan. Pemetaan foto udara masih belum dapat menjangkau otomatisasi dari
ekstraksi building boundary. Hasil orthofoto dari foto udara masih terdapat relief
displacement pada bangunan yang tinggi sehingga teknik ekstraksi building boundary
dari data foto udara untuk data yang presisi masih menggunakan teknik digitizing on
screen.
Belum adanya data DTM (Digital Terrain Models) yang teliti juga memengaruhi
teknik ekstraksi building boundary. DTM yang kurang teliti dapat memengaruhi hasil
orthofoto yang diproduksi. Perkembangan teknologi LIDAR (Light Detection And
Ranging) sekarang dapat memproduksi data terrain atau surface yang cukup teliti.
Tetapi, ekstraksi building boundary dari data LIDAR saja belum dapat berdiri sendiri.
Proses pekerjaan masih diperlukan data orthofoto untuk meningkatkan kualitas data
boundary yang didapatkan (Zhang, Yan dan Shu-Ching, 2006).
Tulisan ini akan membahas tentang integrasi antara LIDAR dan foto udara untuk
menghasilkan building boundary yang akurat dan presisi. Kelebihan hasil data LIDAR
pada nilai ketinggian akan dimanfaatkan dalam produksi data digital building models
(DBM) untuk proses produksi orthofoto. Produksi true ortophoto mengelak dari
2

masalah pemetaan ganda dengan melakukan prosedur analisis visibilitas untuk


mengidentifikasi daerah yang tertutup di ruang objek sebelum proses rektifikasi
(Habib et al., 2008). Kualitas true ortophoto yang dihasilkan dikendalikan oleh
kualitas parameter georeferensi dari model permukaan LIDAR. Pemanfaatan fitur
LIDAR yang diturunkan untuk georeferensi citra memastikan keselarasan optimal dari
LIDAR dan data gambar dari foto udara.

II. Teknologi
Bahasan tulisan ini memilih dua teknologi dasar untuk produksi data yang
digunakan yaitu :
1. LIDAR
LIDAR adalah metode dalam penginderaan jauh yang menggunakan cahaya dalam
bentuk laser untuk mengukur jarak ke objek di permukaan bumi. Pulsa-pulsa
cahaya digabungkan dengan data lain yang direkam oleh sistem udara
menghasilkan informasi tiga dimensi yang tepat tentang bentuk bumi dan
karakteristik permukaannya. Instrumen LIDAR pada dasarnya terdiri dari laser,
scanner, dan penerima GPS khusus. Pesawat terbang dan helikopter adalah
platform yang paling sering digunakan untuk memperoleh data LIDAR di area
yang luas. LIDAR dapat memberikan 3D point clouds dengan kepadatan tinggi
dalam waktu yang sangat singkat dengan akurasi horisontal dan vertikal tinggi
yang sebanding dengan metode fotogrametrik tradisional.
2. UAV
UAV (Unmaned Aerial Vehicle) adalah sebuah pesawat atau wahana terbang tanpa
pilot manusia dalam wahana tersebut (Salazar dkk., 2008). UAV dikendalikan
secara otomatis oleh perangkat autopilot yang dipasang dalam sistemnya. Autopilot
menghubungkan komunikasi antara penerbang UAV dan misi penerbangan dalam
UAV. Akuisisi data fotogrametri dengan UAV telah dimanfaatkan untuk
memperoleh data foto udara dengan biaya yang cukup rendah. Ukuran UAV yang
lebih kecil dibandingkan dengan pesawat konvensional menjadikan teknologi
UAV berkembang pesat untuk pemetaan fotogrametri yang lebih praktis
(Everaerts, 2008). Penggunaan UAV dapat menekan biaya dan waktu dalam proses
3

akuisisi data fotogrametri. UAV yang digunakan sebagai wahana terbang untuk
integrasi LIDAR, kamera, INS, dan GNSS.
Dua teknologi dasar tersebut dilakukan proses integrasi untuk memeroleh data yang
diperlukan dalam proses otomatisasi ekstraksi building boundary. Kedua sensor dapat
dipasang dalam satu sistem dengan teknologi pendukung yang digunakan. Namun,
perkembangan teknologi sensor jauh lebih besar daripada skala dalam ekstraksi objek
otomatis atau semi otomatis. Selain itu masih ada kesenjangan besar antara pekerjaan
teoritis pada ekstraksi objek otomatis sepenuhnya dan aplikasi praktis yang sama
(Mumtaz dan Mooney, 2008). Teknologi pendukung dari sistem integrasi LIDAR
dengan UAV yaitu :
1. Kamera
Kamera digunakan untuk akuisisi data foto udara. Kamera dipasang pada sistem
UAV yang telah diintegrasikan dengan LIDAR. Sensor udara modern seperti
kamera digital dan LIDAR mampu menangkap data pada resolusi yang sangat
tinggi.
2. IMU/INS dan GNSS
GNSS (Global Navigation Satellite System) bersama dengan IMU (Inertial
Measurement Unit) digunakan untuk georeferensi langsung LIDAR dan foto udara
memiliki frekuensi yang lebih kecil (hingga 500Hz) untuk menangkap posisi
sensor dan interpolasi diperlukan untuk posisi menengah terutama dengan sensor
LIDAR frekuensi tinggi . Hal ini menyebabkan integrasi LIDAR dan foto udara
secara keseluruhan memiliki akurasi yang terletak pada kisaran horizontal 8 cm
dan vertikal 5 cm (Mumtaz dan Mooney, 2008). Integrasi IMU dan GNSS
digunakan untuk meningkatkan akurasi pada data yang dihasilkan dari integrasi
LIDAR dan kamera pada UAV.

III. Landasan Teori


1. Arsitektur Sistem
UAV lidar dan aplikasi pencitraan fotogrametri meningkat dengan cepat. Ini tidak
mengherankan karena menggunakan GNSS yang diaktifkan UAV untuk survei
udara sangat hemat biaya dibandingkan dengan menyewa pesawat dengan
peralatan fotogrametri. Karena UAV relatif tidak mahal, banyak organisasi akan
4

memiliki armada sendiri, memungkinkan dilakukannya survei cepat atas lahan


yang luas jika diperlukan. Dengan dilengkapi laser scanner, GNSS, kamera digital,
dan komputer canggih, survei dengan akurasi hingga 1 hingga 2 cm sangat
mungkin. Fotogrametri LiDAR adalah prinsip, metodologi dan teknik
menggunakan sistem LiDAR dan pencitraan terintegrasi untuk memperoleh dan
memproses titik awan dan citra untuk mengekstraksi dan mengembalikan
informasi geospasial dari pemandangan secara lebih efisien dan akurat daripada
menggunakan satu sistem sensor.
Dasar pemikiran fotogrametri LIDAR adalah menggunakan pencitraan yang
ditangkap dengan kamera terintegrasi untuk memperoleh informasi geospasial
yang lebih akurat dan efisien: (1). Dari titik awan LIDAR sulit untuk
mengidentifikasi objek atau fitur darat yang sesuai sehingga lebih sulit untuk
memastikan akurasi geometrik dari data daripada fotogrametri. (2). Informasi
spektral dari citra juga dapat mengimbangi LIDAR untuk menggambarkan secara
akurat, merekonstruksi objek 3D dan visualisasi. Arsitektur sistem fotogrametri
LIDAR mengacu pada kalibrasi level arm yang digunakan pada alat. Proses
penghubung antara IMU, GNSS, laser, dan kamera dalam satu kerangka pemetaan
(Hu et al., 2011). Gambar 1 menyajikan tentang arsitektur sistem fotogrametri
LIDAR.

Gambar 1. Arsitektur sistem fotogrametri LIDAR (Hu et al., 2011)


L1, L2, L3 adalah lengan pengungkit antara IMU (Inertial Measurement Unit),
titik api dari sinar laser, antena GPS, dan pusat kamera memotret. Sistem kopling
tinggi berbagi satu POS yang menawarkan referensi geografis langsung untuk
sistem LiDAR dan kamera. Ini memungkinkan pengumpulan data dari titik awan
5

dan citra secara bersamaan dan membuka pintu untuk integrasi teknologi yang
efisien dan nyaman dari LiDAR dan fotogrametri (Hu et al., 2011).
Integrasi model dan fusi data terdiri dari semua langkah yang diperlukan untuk
mengekstrak hasil yang diinginkan dari gambar bergeoreferensi. Jika tujuannya
adalah untuk mengekstrak koordinat 3-D objek dalam gambar, maka penerapan
batasan geometrik, penanganan gambar berlebihan dari objek yang sama, dan fusi
data dari berbagai jenis dan kualitas merupakan pertimbangan penting.
Penggabungan data secara umum berarti bahwa data dari berbagai sumber dan
sifat yang berbeda digabungkan bersama untuk menyediakan sumber daya
serbaguna untuk aplikasi pemetaan (El-Sheimy, 2005). Berikut flow data dari
integrasi fotogrametri LIDAR :
1. Point cloud LIDAR dengan koordinat 3D ;
2. Foto udara dengan geotagging dan direct georeferencing dari data GNSS dan
INS ;
3. Dari data 1 dan 2 dilakukan integrasi menjadi data true orthophoto.
Ilustrasi disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Flow data dari integrasi (Hu et al., 2011)


6

2. Proses Produksi
Melalui penggunaan fotogrametri UAV dan pemetaan lidar, ada banyak produk
yang dapat diekstrak dari citra udara. Produk-produk ini termasuk:
1. DEM / DTM / DSM /DBM
2. True Orthophoto
3. 3D building models
4. Peta Kontur
5. Fitur-fitur planemetri (tepi-tepi jalan, ketinggian, landmark, footprint, dll)
6. Survei Volumetrik
Dalam kaitan dengan tulisan ini, integrasi antara UAV, lidar, kamera digital, dan
INS serta GNSS digunakan untuk produksi DBM dan true orthophoto yang
nantinya digunakan untuk ekstraksi building boundary. True orthophoto
diproduksi berdasarkan diagram alir gambar 1. Data hasil integrasi berupa data foto
udara dan data LIDAR. Kedua data digunakan untuk proses produksi true
orthophoto. Hasil yang diperoleh terkoreksi oleh bayangan yang menutupi area
bangunan. Hal ini karena digunakannya DBM dari data LIDAR untuk produksi
orthofoto. Gambar 3 menyajikan diagram alir produksi data true orthophoto.

Gambar 3. Diagram alir proses produksi data masukan ekstrkasi building boundary
7

Prosedur pembetulan diferensial yang digunakan secara tradisional untuk generasi


ortofoto menghasilkan artefak yang serius dalam bentuk daerah yang dipetakan
ganda pada lokasi ruang objek dengan variasi bantuan tiba-tiba. Area yang
dipetakan ganda merupakan degradasi dalam kualitas ortofoto dan merupakan
hambatan utama bagi interpretasi ortofoto yang dihasilkan. Artefak seperti itu dapat
dihindari oleh penggunaan metodologi generasi true ortophoto yang didasarkan
pada identifikasi bagian-bagian yang terhalang dari ruang objek dalam citra yang
terlibat (Habib et al., 2008).
Teknik generasi true ortophoto berdasarkan sudut akan digunakan. Dalam
pendekatan ini, kehadiran oklusi dideteksi dengan secara berurutan memeriksa
sudut off-nadir α dari garis penglihatan yang menghubungkan pusat perspektif ke
titik DSM sepanjang arah radial mulai dari titik nadir ruang objek. Karena tidak ada
perpindahan pemindahan yang terkait dengan titik nadir ruang objek, dapat
dipastikan bahwa titik ini akan selalu terlihat pada gambar yang diperoleh. Ketika
seseorang bergerak menjauh dari titik nadir ruang objek, diharapkan bahwa sudut
α akan meningkat. Selama ada peningkatan sudut α saat seseorang bergerak
menjauh dari titik nadir, sambil mempertimbangkan sel DSM sepanjang arah radial,
sel-sel ini akan terlihat pada gambar itu. Di sisi lain, oklusi akan terjadi setiap kali
ada penurunan yang jelas dalam sudut α saat melanjutkan menjauh dari titik nadir.
Oklusi ini akan bertahan sampai sudut α melebihi sudut yang terkait dengan titik
yang terlihat terakhir. Meskipun efisiensi metodologi ini, masalah yang terkait
dengan sifat tidak teratur dari DSM LiDAR akan mempengaruhi kualitas akhir dari
ortofoto sepanjang garis batas (Habib et al., 2008).

3. Kalibrasi Sistem
Kalibrasi sistem yang digunakan mengacu pada proses direct georeferencing dari
dasar arsitektur sistem yang digunakan. Berikut kalibrasi yang digunakan :
1. Kalibrasi Boresight
Prosedur kalibrasi boresight angle diterapkan untuk mendapatkan matriks
rotasi antara kamera, LIDAR dan IMU dengan menggunakan matriks rotasi
yang disediakan oleh IMU dan matriks rotasi yang disediakan oleh
penyandingan konvensional selama prosedur kalibrasi (Chiang, Tsai dan Chu,
8

2012). Kalibrasi ini digunakan untuk melihat cakupan antara data lidar dan data
foto udara dalam setiap jalur terbang di trajectory.
2. Kalibrasi Level Arm
Level arm antara pusat fase GPS dan pusat IMU ditentukan melalui proses
survei. Level arm antara kamera, LIDAR dan pusat IMU ditentukan melalui
prosedur dua langkah yang membandingkan output dari penyesuaian bundel
konvensional dan solusi POS terintegrasi INS / GNSS selama proses kalibrasi
(Chiang, Tsai dan Chu, 2012). Gambar 4 merupakan kalibrasi level arm pada
sistem lidar fotogrametri.

Gambar 4. Level arm integration (Hu et al., 2011)


3. Kalibrasi Kamera
Dalam foto udara, orientasi interior ditentukan di laboratorium dengan kondisi
suhu konstan dan homogen. Dalam kondisi penerbangan yang sebenarnya,
focal length kamera akan berubah dengan suhu dan tekanan atmosfer.
Kesalahan elevasi koordinat titik-titik Z disebabkan oleh perubahan focal
length yang tidak dapat diabaikan dalam direct georeferencing. Jika bidang
kalibrasi berada dalam bidang penerbangan yang sebenarnya, maka tidak perlu
membedakannya karena kalibrasi pergeseran GPS dapat mengkompensasi
kesalahan focal length (Yuan dan Zhang, 2008).

IV. Diagram Alir


Fotogrametri atau point clouds LIDAR tidak bisa berdiri sendiri dalam proses
ekstraksi building boundary. Mengacu pada pemaparan diatas dalam tulisan ini,
teknologi LIDAR dan fotogrametri diintegrasikan untuk didapatkan data dasar dalam
building boundary extraction. Pekerjaan 3D city modelling, untuk menghasilkan
model bangunan 3D yang akurat digunakan integrasi antara points cloud LiDAR
9

dengan fotogrametri untuk pendefinisian batas-batas yang akurat. Berikut diagram alir
dalam integrasi GNSS, INS, LIDAR, dan kamera yang disajikan pada gambar 5.
GNSS INS Data frames Image
Data Data and time tag LIDAR

Fusi data GNSS


Frame georeferencing
dan INS
and attitude module

Data frame yang terorientasi


Optimal Estimasi
dan tergeoreferensi :
attitude dan posisi
DATA FOTO
DATA LIDAR

Gambar 5. Skema integrasi pada GNSS, INS, LIDAR, dan kamera


Selanjutnya, data foto dibuat true orthophoto mengacu diagram alir pada
Gambar 3. Data true orthophoto dan lidar yang terorientasi dan tergeoreferensi
digunakan sebagai data masukan sebagai proses building boundary extraction. Konsep
yang digunakan mengacu pada paper yang ditulis oleh Li et al. pada tahun 2013
tentang “An improved building boundary extraction algorithm based on fusion of
optical imagery and LIDAR data”.

Gambar 6. Diagram alir building boundary extraction (Li et al., 2013)


10

V. Pelaksanaan
Pelaksanaan ekstraksi building boundary mengacu jurnal yang ditulis oleh Li et
al. pada tahun 2013 tentang “An improved building boundary extraction algorithm
based on fusion of optical imagery and LIDAR data”.
1. Ekstraksi Bidang Atap dari Data LiDAR
Data point cloud LiDAR terbagi atas point cloud terrain dan non-terrain.
Pembagian jenis point cloud tersebut dilakukan dengan proses yang disebut dengan
filtering. Dalam penelitian tersebut, digunakan metode filtering berdasarkan
gradien morfologi. Filtering ditujukan untuk menghilangkan objek-objek yang
menempel pada bangunan dimana data point cloud akan dihapus jika memiliki
perbedaan tinggi terhadap tinggi terrain sekitar kurang dari threshold yang
didefinisikan (misal 2 meter).
Titik bangunan dianggap sebagai titik tembok jika terdapat sebuag titik yang jauh
lebih tinggi atau lebih rendah dan beberapa titik yang memiliki tinggi yang sama
dengan titik-titik di sekitarnya. Bidang atap selanjutnya dapat diekstrak dengan
menghilangkan titik tembok tersebut.
2. Ekstraksi Batas Awal Bangunan dari Foto Udara
Dalam proses ini digunakan Canny detector yang terdiri dari empat langkah utama
yaitu (1) penghalusan foto dengan konvolusi Gaussian, (2) perhitungan nilai
gradien dan arah dengan operator turunan pertama 2D, (3) proses non-maximal
suppression (NMS) dan (4) proses edge tracking yang dikontrol oleh dua
threshold. NMS dan edge tracking merupakan kunci utama dari keberhasilan
Canny detector.

Gambar 7. Informasi titik tepi dari dari data LiDAR


11

Untuk meminimalisir ekstraksi tepi yang acak dari foto udara, maka digunakan
informasi lokasi tepi dari data LiDAR (Gambar 7) untuk menspesifikasi area kerja
pada preses NMS dan edge tracking. Titik yang berada di luar bidang atas akan di
tandai sebagai peripheral point. Sementara titik yang berada di dalam bidang atap
ditandai sebagai edge point. Akibat diskontinuitas pulsa LiDAR, lokasi tepi
bangunan sesungguhnya berada di antara dua jenis titik yang merupakan overlay
dari dua area buffer (Gambar 8a).

Gambar 8. Pembentukan area buffer


Area buffer 1 terbentu di sekitar titik-titik tepi (Gambar 8b) dan area buffer 2
terbentuk disekitar titik-titik batas (peripheral points) (Gambar 8c). Lebar area
buffer merupakan rerata dari spacing point (Gambar 8d). Are buffer 3 yang
berupakan area perpotongan buffer 1 dan 2 merupakan tepi bangunan yang
sesungguhnya. NMS kemudian dilakukan pada area buffer 1 karena terjadi
kekurangan pada buffer 2 akibat sudut pulsa laser yang tidak tepat, adanya
obstruksi atau ketidakstabilan pemantulan pulsa oleh objek. Selanjutnya edge
tracking dilakukan pada area buffer 3 dan dapat diperluas ke buffer 1.
3. Pembentukan Batas Bangunan Secara Utuh
Pembentukan batas bangunan secara utuh dilakukan dengan melakukan fusi antara
bidang atap yang diekstraksi dari LiDAR dan tepi awal bangunan yang diekstraksi
dari foto udara. Pertama, dilakukan seleksi batas awal bangunan dan bidang atap
12

yang akan difusi. Kedua, dilakukan operasi penutupan morfologi yang melibatkan
kombinasi operasi perluasan (dilation) atau penyempitan (erosion).

Gambar 9. Ekstraksi batas lengkap dengan fusi bidang atap dan tepi bangunan

Area yang berbayang pada Gambar 4 merupakan hasil dari operasi dilation dan
erosion. Dua jenis fitur yang diekstrak dari data berbeda kemudian terintegrasi
sebagai entitas tunggal. Selanjutnya batas utuh bangunan ditentukan dengan metode
ekstraksi batas morfologi matematis dengan rumus :

Dimana A merupakan entitas yang diperoleh dari operasi penutupan morfologi


yang mengintegrasikan bidang atap dan batas bangunan (Gambar 4e) dan B
merupakan elemen struktur dengan ukuran 3x3 piksel. Gambar 4e menunjukan
hasil operasi erosion oleh elemen struktur B.
Metode tersebut memanfaatkan sepenuhnya keunggulan komplementer data
LIDAR dan gambar optik. Fitur bangunan yang berbeda diekstraksi masing-masing
dari dua sumber data dan menyatu untuk membentuk batas bangunan akhir yang
lengkap. Seluruh prosedur tidak memaksakan batasan pada bentuk bangunan.
Metode tersebut sepenuhnya berbasis data dan adaptif terhadap beragam bentuk
bangunan. Ujung awal diekstraksi dari gambar menggunakan detektor Canny yang
13

yang dibatasi oleh informasi lokasi tepi. Strategi umum yang inovatif berdasarkan
morfologi matematis untuk memadukan fitur dari sumber data yang berbeda untuk
mendapatkan batas bangunan yang lengkap dengan informasi rinci yang tinggi.
Batas akhir ditutup dan satu piksel lebarnya, yang kemudian dapat digunakan untuk
kartografi skala besar atau pemodelan tiga dimensi dengan informasi tinggi data
LIDAR. Hasil yang disajikan dalam gambar 10.

Gambar 10. (a) Distribusi titik cek dalam data LIDAR ; (b) zoom lokal dari Gambar
9 (a); (c) distribusi titik cek pada gambar ; (d) batas akhir yang lengkap.

VI. Kontrol Kualitas Hasil


Kontrol kualitas hasil dilakukan pada data dasar yang digunakan yaitu data true
orthophoto. Generasi true orthophoto didasarkan pada penggunaan Model Permukaan
Digital (DSM) bukan DTM untuk mengoreksi posisi planimetrik setiap piksel. Ketika
proses orthorectifying dibuat menggunakan DSM, setiap pixel dari orthoimagery yang
dihasilkan memiliki nomor digital yang diambil dari sudut pandang nyata dari sensor.
Kemudian, setiap elemen terletak pada posisi ortogonal yang benar. Prosedur
mosaicking mengisi area tersembunyi ini dari gambar lain. Analisis visibilitas
mendefinisikan kualitas setiap piksel dari kemiringan relatif terhadap sudut pandang,
jarak ke pusat proyeksi dan jarak ke titik buta. Oleh karena itu, parameter penerbangan
sangat penting dalam meningkatkan kualitas proses ini, karena tumpang tindih yang
14

lebih baik akan meningkatkan kualitas setiap piksel dan mengurangi kemungkinan
menemukan area yang benar-benar tersembunyi di semua gambar (Valbuena et al.,
2008).
Puncak pohon diamati dari true-orthophoto juga dibandingkan dengan posisi
referensi dari basis yang sesuai mereka. Pergeseran planimetrik berkurang secara
signifikan dibandingkan dengan orthophoto tradisional. True-orthophoto telah
diverifikasi sebagai metodologi yang dapat diandalkan untuk meningkatkan akurasi
geometri dari informasi udara. Kesalahan didistribusikan secara acak dan tidak
menunjukkan pola spasial, sehingga mereka dapat diasumsikan tergantung pada
faktor-faktor lain selain jarak Euclidean ke pusat proyeksi gambar (Valbuena et al.,
2008).

Gambar 11. Hasil uji titik dalam orthophoto (kiri) dan true orthophoto (kanan)
(Valbuena et al., 2008)

Untuk uji akurasi pada data ekstraksi building boundary digunakan parameter
penentu kualitas deteksi. Dalam paper yang ditulis oleh (Satyawati, Tampubolon, &
Santosa, 2016) bahwa penentuan kualitas deteksi tepi dipengaruhi oleh ukuran kernel
dan variansi dari hasil smoothing.
Dalam paper (Zhang, Yan, & Chen, 2006) dijelaskan bahwa kualitas dari data
lidar untuk ekstraksi fitur 2D dari bangunan memiliki eror komisi dan omisi sekitar
12%. Pada paper (Sohn & Dowman, 2007) dengan menggunakan data citra satelit dan
data lidar, bangunan data diekstraksi secara otomatis dan memberikan ketelitian 89%
15

bangunan benar saat dilakukan peninjauan. Pengujian posisi digunakan teknik check
point yang dibandingkan dengan data lidar yang digunakan. Data lidar digunakan
sebagai data yang dianggap benar untuk dibandingkan dengan titik-titik uji sampel.
Hasil dalam data ekstraksi juga dipengaruhi selain oleh algoritma ekstraksi yang
digunakan juga oleh ketelitian dari proses integrasi antara kedua data yaitu data lidar
dan data foto udara.

VII. Kesimpulan
Dari proses studi literatur yang dilakukan mengenai integrasi antara fotogrametri
dan LIDAR untuk ekstraksi batas bangunan, dapat disimpulkan :
1. Proses integrasi menghubungkan kerangka pemetaan dari teknologi yang
digunakan yaitu LIDAR, fotogrametri (UAV), GNSS, dan INS ;
2. Proses ekstraksi batas bangunan dapat menggunakan data dasar berupa true
orthophoto yang diproduksi dari integrasi data proses akuisisi fotogrametri LIDAR
dengan DSM diproduksi dari data LIDAR ;
3. Wahana UAV digunakan untuk integrasi teknologi untuk menghemat biaya dan
efisiensi waktu yang digunakan selama proses akuisisi ;
4. Bangunan yang terekstrak tepinya dapat digunakan untuk perkembangan
pengolahan 3D city modelling dengan data LIDAR ;
5. Kontrol kualitas dilakukan terhadap data point clouds LIDAR itu sendiri dari titik
cek pojok bangunan yang terekstraksi
16

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Chiang, K. W., Tsai, M. L. dan Chu, C. H. (2012) “The development of an UAV borne
direct georeferenced photogrammetric platform for ground control point free
applications,” Sensors (Switzerland), 12(7), hal. 9161–9180. doi:
10.3390/s120709161.
El-Sheimy, N. (2005) “An overview of mobile mapping systems,” FIG Working Week,
hal. 1–24.
Everaerts, J. (2008) “The use of unmanned aerial vehicles (uavs) for remote sensing
and mapping,” The International Archives of the Photogrammetry, Remote
Sensing and Spatial Information Sciences, XXXVII(Part B1), hal. 1187–1192.
Habib, a F. et al. (2008) “Integration of lidar and airborne imagery for realistic
visualization of 3D urban environments,” Proceedings of the International
Society for Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information
Sciences,(ISPRS Congress), hal. 617–623.
Hu, X. et al. (2011) “Lidar photogrammetry and its data organization,”
XXXVIII(August), hal. 29–31.
Li, Y. et al. (2013) “An improved building boundary extraction algorithm based on
fusion of optical imagery and LIDAR data,” Optik, 124(22), hal. 5357–5362.
doi: 10.1016/j.ijleo.2013.03.045.
Mumtaz, S. A. dan Mooney, K. (2008) “Fusion of high resolution lidar and aerial
images for object extraction,” ICAST 2008: Proceedings of 2nd International
Conference on Advances in Space Technologies - Space in the Service of
Mankind, 2, hal. 137–142. doi: 10.1109/ICAST.2008.4747701.
Salazar, S. et al. (2008) “Modeling and Real-Time Stabilization of an Aircraft Having
Eight Rotors,” Journal of Intelligent and Robotic Systems, 54, hal. 455–470.
Valbuena, R. et al. (2008) “Lidar and true-orthorectification of infrared aerial imagery
of high Pinus sylvestris forest in mountainous relief,” SilviLaser, hal. 596–605.
Yuan, X. dan Zhang, X. (2008) “Theoretical accuracy of direct georeferencing with
position and orientation system in aerial photogrammetry,” The International
Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information
Sciences, 37, hal. 617–622.
Zhang, K., Yan, J. dan Shu-Ching (2006) “Automatic construction of building
footpoints from airborne LIDAR data,” Ieee Transactions on Geoscience and
Remote Sensing, VOL. 44(9), hal. 2523–2533. doi:
10.1109/TGRS.2006.874137.
Zhang, W. et al. (2012) “Primitive-based 3D building reconstruction method tested by
reference airborne data,” International Archives of Photogrammetry and Remote
Sensing, 39(September), hal. 373–378. doi: 10.5194/isprsarchives-XXXIX-B3-
373-2012.
17

IX. LAMPIRAN
TEKNOLOGI MASA SEKARANG YANG BERPOTENSI UNTUK
PHOTOGRAMMETRY LIDAR DENGAN UAV

https://www.phoenixlidar.com/terrahawk-cw-20/
18

Arsitektur sistem fotogrametri LIDAR :

https://www.phoenixlidar.com/terrahawk-cw-30/

Anda mungkin juga menyukai