Anda di halaman 1dari 11

Sistem referensi koordinat

Sistem referensi koordinat adalah sistem (termasuk teori, konsep, deskripsi fisis dan
geometris, serta standar dan parameter) yang digunakan dalam pendefinisian koordinat dari
suatu atau beberapa titik dalam ruang. Sistem referensi digunakan sebagai acuan untuk
menyatakan nilai suatu titik. Realisasi praktis dari sistem referensi adalah kerangka
referensi. Kerangka referensi digunakan untuk pendeskripsian secara kuantitatif posisi dan
pergerakan titik titik. Kerangka referensi biasanya direalisasikan dengan melakukan
pengamatan-pengamatan geodetik, dan umumnya direpresentasikan dengan menggunakan
suatu set koordinat dari sekumpulan titik maupun objek [Abidin, 2001]. Berikut merupakan
jenis-jenis sistem referensi yang biasa dipakai dalam pendeskripsian posisi :
1. CIS (Conventional Inertial System) ialah sistem referansi koordinat yang biasa
digunakan untuk pendeskripsian posisi dan pergerakan satelit. Sifatnya geosentrik
dan terikat langit.
2. CTS (Conventional Terestrial System) ialah sistem referansi koordinat yang biasa
digunakan untuk menyatakan posisi di permukaan bumi. Sifatnya geosentrik dan
terikat bumi.
Salah satu realisasi dari CTS adalah WGS 84 (World Geodetic System 84). WGS 84 adalah
sistem yang saat ini digunakan oleh sistem navigasi GPS. WGS 84 pada prinsipnya adalah
sistem koordinat CTS yang didefinisikan, direalisasikan dan dipantau oleh NIMA
(National Imaery and Mapping) Amerika Serikat. Berikut merupakan parameter WGS 84
:
b = 6356752,3142;
f = 1/298,257223563;

5
e 2 = 0,00669437999013.
Dengan memanfaatkan teknologi GPS dalam melakukan penentuan posisi, maka secara
tidak langsung posisi titik-titik yang ditentukan nilainya tersebut akan berada pada satu
sistem referensi WGS 84.

II.2 Sistem koordinat


Sistem koordinat merupakan suatu sistem yang digunakan untuk merepresentasikan nilai
suatu titik. Sistem koordinat didefinisikan dengan menspesifikasikan tiga parameter
berikut [Abidin, 2001].:
1. Lokasi titik nol dari sistem koordinat (Geosentrik atau Toposentrik)
2. Orientasi dari sumbu-sumbu koordinat (Terikat ke bumi atau ke langit)
3. Besaran yang digunakan untuk menyatakan posisi suatu titik dalam sistem
koordinat tersebut (Jarak atau sudut jarak)
Berikutnya akan dijelaskan mengenai beberapa jenis sistem koordinat :

II.2.1 Sistem Koordinat Geodetik


Sistem koordinat geodetik mengacu pada ellipsoid referensi tertentu yang dipakai untuk
mendekati model permukaan bumi dimana nilainya bergantung pada ukuran, bentuk dan
orientasi ellipsoid. Lokasi titik nol dari sistem koordinat geodetik berada pada pusat
ellipsoid. Orientasi dari sumbu-sumbu koordinat geodetik terikat ke bumi. Posisi suatu titik
dalam sistem koordinat geodetik dinyatakan dalam basaran sudut dan jarak, seperti yang
di jelaskan sebagai berikut :
 (Lintang ) = sudut yang dibentuk oleh normal ellipsoid yang melalui titik

tersebut dengan bidang ekuator, yang nilainya berkisar  90o    90o .

  (Bujur) = sudut yang dibentuk antara meridian suatu titik, pusat ellipsoid dan
meridian referensi (yaitu meridian yang melalui Greenwich), yang nilainya berkisar
0o    180o E dan  180o W    0o .
 h (Tinggi) = tinggi suatu titik di atas ellipsoid(h) dihitung sepanjang normal
ellipsoid yang melalui titik tersebut.

6
II.2.2 Sistem Koordinat Geosentrik
Serupa dengan sistem koordinat geodetik, posisi suatu titik dalam sistem koordinat
geosentrik orientasi sumbu-sumbu koordinatnya terikat ke bumi. Lokasi titik nol dari
sistem koordinat geosentrik berada pada pusat ellipsoid. Sistem koordinat geosentrik
ditetapkan relatif terhadap tiga sumbu koordinat X,Y,Z dengan ketentuan sebagai berikut :
 Sumbu Z adalah garis dalam arah kutub menengah (Conventional International
Origin).
 Sumbu X adalah arah perpotongan meridian Greenwich atau meridian nol CZM
(Conventional Zero Meridian) yang ditetapkan oleh BIH (Berau International de
l’Heureu) dan bidang ekuator.
 Sumbu Y adalah garis pada bidang ekuator yang tegak lurus terhadap sumbu X dan
Z yang sesuai dengan sistem tangan kanan.
Besaran yang digunakan untuk menyatakan posisi suatu titik dalam sistem koordinat
geosentrik adalah jarak (meter). Gambar.II.1 berikut ini menjelaskan hubungan antara
sistem koordinat geosentrik dan geodetik :

Gambar.II.1 Sistem koordinat geodetik dan geosentrik .


[Kosasih Prijatna, 2005].

Seperti yang ditunjukan pada gambar di atas, bahwa titik Q yang berada di permukaan
bumi dapat direpresentasikan dalam sistem koordinat geodetik dan sistem koordinat
geosentrik. Kedua sistem koordinat terebut, titik pusat sistem koordinatnya terletak pada
pusat ellipsoid referensi, sehingga sistem koordinat geodetik dan geosentrik dapat
dihubungkan antara satu dengan yang lain. Konversi koordinat geodetik ke koordinat
geosentrik dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini.

7
Dimana : N = Jari jari irisan normal
a dan b = setengah sumbu panjang dan pendek ellipsoid
e2 = eksentrisitas pertama
Sedangkan konversi koordinat geosentrik ke geodetik, dapat dilakukan menggunakan

berbagai macam cara, diantaranya metode Bowring sebagai berikut:

Dimana :
, , h = Lintang, bujur dan tinggi geodetik

X,Y,Z = Nilai koordinat geosentrik

II.2.3 Sistem Koordinat Toposentrik


Selain sistem koordinat geodetik dan geosentrik terdapat pula sistem koordinat toposentrik.
Sistem koordinat toposentrik merupakan sistem koordinat yang bersifat lokal, dengan n
(northing) mengacu ke utara geodetik, e (east), u (up) tegak lurus n dan titik nolnya
mengacu pada garis gaya berat bumi. Seperti yang terlihat pada gambar. II.2,
dengan memanfaatkan data sudut jurusan ( ), sudut miring (m), dan jarak ruang (d),

8
maka dapat dihitung nilai koordinat toposentrik menggunakan persamaan (2.3).

K

Gambar.II.2. Sistem koordinat toposentrik

Persamaan untuk menghitung koordinat toposentrik :


n  d  cos(m )  cos( )
e  d  cos(m )  sin( ) (2.3)
u  d  sin(m )

Konversi koordinat toposentrik ke koordinat geodetik dapat dilakukan menggunakan


minimal dua koordinat toposentrik (misalnya: titik 1 dan titik 2). Konversi koordinat ini
dilakukan dengan cara mengasumsikan salah satu kordinat toposentrik bernilai nol relatif
terhadap salah satu koordinat geodetik yang diketahui nilainya. Dibawah ini akan
dijelaskan mengenai tahapan konversi koordinat toposentrik ke koordinat geodetik :
1. Mencari delta koordinat geosentrik titik 1 dan titik 2

2. Konversi koordinat geodetik titik 1 ke koordinat geosentrik menggunakan persamaan


(2.1)
3. Jumlahkan delta koordinat geosentrik titik 1 dan titik 2 dengan koordinat geosentrik titik
1.
9
3. Konversikan koordinat geosentrik titik 1 dan titik 2 ke koordinat geodetik
menggunakan metode bowring pada persamaan (2.2)
Konversi koordinat geodetik ke koordinat toposentrik juga dapat dilakukan dengan cara
mengasumsikan salah satu koordinat geodetik berada relatif terhadap nol sistem
koordinat toposentrik (misalnya : titik 1 bernilai (0,0,0))
1.Konversi koordinat geodetik titik 1 dan titik 2 ke koordinat geosentrik menggunakan
persamaan (2.1)
2.Hitung delta koordinat geosentrik titik 1 dan titik 2 :

3.Hitung koordinat toposentrik titik 2 :

Dari penjelasan diatas, maka dapat dikatakan bahwa sistem koordinat geodetik dan
toposentrik memiliki keterkaitan erat. Selain dapat dilakukan konversi koordinat satu
sama lain, keterkaitan lainnya adalah n(north) pada sistem toposentrik mengacu pada
utara geodetik dan u(up) yang tegak lurus n(north) titik nolnya mengacu pada garis gaya
berat bumi, maka penentuan posisi geodetik yang dilakukan di sistem koordinat
toposentrik pun dapat dilakukan dengan sederhana.

10
HUBUNGAN

Proyeksi peta merupakan model matematik untuk mengkonversi posisi tiga-dimensi suatu
titik di permukaan bumi ke representasi posisi dua-dimensi di bidang peta (bidang datar)
Gambar berikut ini merupakan ilustrasinya :

Gambar.II.3. Konversi ke bidang datar


[Kosasih Prijatna,2005].

Dalam melakukan konversi posisi geodetik di permukaan bumi ke bidang proyeksi akan
menghasilkan distorsi. Setiap model proyeksi peta mempunyai kelemahan dan kelebihan.
Apabila satu atau dua jenis distorsi diminimalkan, maka distorsi lainnya akan membesar.
Sehingga pemilihan model proyeksi peta disesuaikan dengan kebutuhan. Pemilihan
model proyeksi peta biasanya didasarkan pada :
 Posisi daerah, bentuk dan ukuran daerah yang akan dipetakan.
 Kegunaan peta bersangkutan.
Pekerjaan pemetaan untuk keperluan pembuatan peta dasar Indonesia saat ini
menggunakan Transverse Mercator (TM). Proyeksi Transverse Mercator adalah proyeksi
silinder transversal yang bersifat konform. Pada proyeksi ini secara geometris silindernya
menyinggung bola bumi pada sebuah meridian yang disebut meridian sentral (meridian
tengah).

Gambar.II.4 Proyeksi Transverse Mercator [Kosasih Prijatna, 2005].

11
Pada meridian sentral, faktor skala = 1 (tidak ada distorsi), perbesaran sepanjang meridian
akan menjadi lebih besar bila meridian-meridian tersebut makin jauh ke Barat atau ke
Timur dari meridian tengah. Perbesaran sepanjang paralel akan menjadi lebih besar jika
lingkaran-lingkaran paralel tersebut mendekati ekuator. Dengan adanya distorsi yang
makin membesar menjauhi meridian sentral, maka pada proyeksi TM diusahakan suatu
cara untuk memperkecil distorsi tersebut, yaitu dengan cara membagi daerah-daerah dalam
zone-zone (daerah pada permukaan bumi yang dibatasi oleh dua buah meridian) yang
sempit dan lebar zone yang lebih kecil. Untuk memperkecil distorsi pada bidang proyeksi
TM maka digunakanlah sistem proyeksi UTM. Sistem proyeksi UTM sebenarnya
merupakan bidang proyeksi TM yang dibagi tiap zonanya sebesar 6 derajat, dengan
ketentuan yang sifatnya universal. Sistem grid dan proyeksi ini dapat digunakan baik untuk
pekerjaan pemetaan topografi, referensi untuk citra satelit dan aplikasi lainnya yang
memerlukan ketelitian untuk penentuan posisi. Di Indonesia sistem proyeksi UTM
digunakan oleh instansi Bakosurtanal, biasanya untuk keperluan pemetaan skala sedang.

Selain sistem proyeksi UTM digunakan pula sistem proyeksi TM3. Serupa halnya dengan
sistem proyeksi UTM, sistem proyeksi TM3 pun merupakan sistem proyeksi UTM yang
dibagi tiap zonanya menjadi lebih kecil dari 6 derajat menjadi 3 derajat setiap zonanya,
sehingga distorsi yang dihasilkan akan semakin kecil. Di Indonesia sistem proyeksi TM3
digunakan oleh instansi BPN, biasanya untuk keperluan peta skala besar dalam pendaftaran
tanah..

12
Koordinat geodetik Data sudut
min 2 titik hasil horizontal dan
pengamatan GPS jarak ruang

Konversi Reduksi ke
koordinat bidang Proyeksi

Koordinat Data di bidang


proyeksi (2D) Proyeksi

Proses
hitungan

Koordinat
Konversi
Proyeksi (2D) koordinat

Koordinat
Geodetik

Gambar.II.5 Penghitungan koordinat keodetik


di sistem koordinat proyeksi
Untuk melakukan penghitungan koordinat geodetik di sistem koordinat proyeksi, langkah
pertama yang dilakukan adalah terlebih dahulu melakukan reduksi data sudut horizontal
dan jarak ruang hasil pengukuran terestris menggunakan Total Station di permukaan bumi
ke bidang ellipsoid , kemudian data sudut horizontal dan jarak di bidang ellipsoid tersebut
direduksi lagi ke bidang proyeksi. Selain di sistem koordinat proyeksi, penentuan koordinat
geodetik dengan memanfaatkan data kombinasi metode GPS dn Total Station juga dapat
dilakukan di sistem koordinat toposentrik..Gambar.III.10 di berikut merupakan algoritma
penghitungan koordinat geodetik di sistem koordinat toposentrik :

13
Koordinat geodetik
min 2 titik hasil
pengamatan GPS

Konversi
koordinat

Data sudut
miring, sudut
Koordinat horizontal dan
toposentrik jarak ruang

Proses
hitungan

Koordinat
Toposentrik

Konversi
koordinat

Koordinat
Geodetik

Gambar.II.13 Penghitungan koordinat geodetik


di sistem koordinat toposentrik

Penentuan koordinat geodetik di sistem koordinat toposentrik dapat dilakukan dengan


mengkombinasikan data hasil pengamatan GPS untuk mendapatkan minimal dua koordinat
awal sebagai acuan dan data hasil pengukuran terestris menggunakan instrument Total
Station untuk mendapatkan data jarak, sudut horizontal dan sudut vertikal. Langkah
pertama yang dilakukan adalah melakukan konversi koordinat geodetik hasil pengukuran
menggunakan GPS ke dalam sistem koordinat toposentrik. Konversi koordinat geodetik ke
koordinat toposentrik dilakukan dengan cara mengasumsikan salah

satu koordinat geodetik berada relatif terhadap nol sistem koordinat toposentrik (misalnya
: titik 1 bernilai (0,0,0) dan titik 2 (n,e,u)).

Untuk mendapatkan sudut jurusan titik-titik lainnya, dapat dilakukan penghitungan cara
geometris menggunakan sudut horizontal hasil pengukuran Total Station. Lalu
penghitungan koordinat toposentrik dapat dilakukan dengan mengkombinasikan data sudut

14
jurusan dengan data sudut horizontal, sudut miring dan jarak hasil pengukuran terestris
menggunakan instrumen Total Station, adapun penghitungannya dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan (2.3).

15

Anda mungkin juga menyukai