Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

GEODESI SATELIT I

Sistem Koordinat Geodetik, Sistem Koordinat Toposentrik, Sistem Koordinat


Proyeksi, Sistem Koordinat Geosentrik, Dan Sistem Koordinat Astronomis

Diajukan untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Geodesi Satelit I

Raden Gumilar, S.T., M.T.

Oleh :
Yayan Gunawan
4122.3.19.13.0011

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEODESI


FAKULTAS TEKNIK PERENCANAAN DAN ARSITEKTUR
UNIVERSITAS WINAYA MUKTI
BANGDUNG
2020
1. Sistem Koordinat Geodetik

Sistem koordinat geodetik pada dasarnya mirip atau sama dengan sistem koordinat
geodesi yang menyatakan bahwa suatu system yang menunjukan posisi atau letak suatu titik di
permukaan bumi, akan tetapi bedannya dengan sistem koordinat geografik yaitu pada bidang
referensi atau model yang digunakan yaitu ellipsoid.

Pada gambar sketsa sistem koordinat di atas, diketahui posisi suatu titik R dalam
koordinat geodetic (ϕR, λR, HR) dan system koordinat kartesi(3D)(XR, YR, ZR).

Dalam bidang geodesi ataupun pengukuran dan pemetaan permukaan bumi dikenal
bidang geod dan ellipsoida yang merupakan bentuk bumi dalam pengertian fisik dan pengertian
geometrik. Geoid adalah bidang nivo (level surface) atau bidang ekuipotensial gaya berat yang
terletak pada ketinggian muka air rata-rata. Arah gaya berat di setiap titik pada geoid adalah
tegak lurus. Karena arah-arah gaya berat menuju pusat bumi, bidang geoid merupakan
permukaan tertutup yang melingkupi bumi dan bentuknya tidak teratur. Secara teoritis,
permukaan geoid pada umumnya tidak berhimpit dengan muka air laut rata-rata, karena
penyimpangannya relatif kecil, maka secara praktis, geoid berhimpit dengan miuka air laut
rata-rata. Dalam praktik geodesi,geoid digunakan sebagai referensI ketinggian.
Karena bidang geoid bentuknya tidak teratur maka bidang geoid tidak dapat digunakan
untuk keperluan hitungan-hitungan geodesi terkait dengan bentuk bumi. Diperlukan suatu
model bidang yang dapat digunakan untuk memecahkan persoalan pokok geodesi dengan
mudah. Untuk itu digunakan model ellipsoid sebagai pengganti geoid secara geometrik.
Ellipsoida yang mempunyai bentuk dan ukuran mendekati geoid menyatakan bentuk bumi
dalam arti geometrik/matematik, dimana pusat ellipsoida didefinisikan berhimpit dengan
sumbu rotasi bumi. Dalam pratik geodesi, bidang ellpsoida merupakan bidang referensi
hitungan di dalam rangka penentuan koordinat titik dipermukaan bumi, serta bidang perantara
di dalam proses pemetaan.

Adapun hubungan antar sistem koordinat GEODETIK dan sistem koordinat kartesian
3 dimensi, dapat ditunjukan dalam persamaan matematis berikut ini : Tranformasi koordinat
Geodetik ke kartesi:

X = (R+H) cos φ . cos λ ,

Y= (R + H) cos φ . sin λ ,

Z= (R + H)sin φ

Transformasi koordinat Kartesi ke Geodetik:

λ = arctan (Y/X)

1.menghitung lintang pendekatan dengan rumus

φ= arctan [(1/(1- e2)).(Z/√(X2+Y2))]

2. Menghitung nilai N dengan lintang pendekatan

3. Menghitung lintang dengan rumus

φ=arctan[(Z + e2Nsinφ) / √(X2+Y2) ]

H= (√(X2+Y2)/cosφ)-N
2. Sistem Koordinat Toposentrik

Selain sistem koordinat geodetik dan geosentrik terdapat pula sistem koordinat
toposentrik. Sistem koordinat toposentrik merupakan sistem koordinat yang bersifat lokal,
dengan n (northing) mengacu ke utara geodetik, e (east), u (up) tegak lurus n dan titik nolnya
mengacu pada garis gaya berat bumi. Seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini, dengan
memanfaatkan data sudut jurusan (α ) , sudut miring (m), dan jarak ruang (d), maka dapat
dihitung nilai koordinat toposentrik menggunakan persamaan.

Sistem koordinat toposentrik Persamaan untuk menghitung koordinat toposentrik :

Konversi koordinat toposentrik ke koordinat geodetik dapat dilakukan menggunakan minimal


dua koordinat toposentrik (misalnya: titik 1 dan titik 2). Konversi koordinat ini dilakukan
dengan cara mengasumsikan salah satu kordinat toposentrik bernilai nol relatif terhadap salah
satu koordinat geodetik yang diketahui nilainya.
3. Sistem Proyeksi Peta

Sistem Proyeksi Peta merupakan model matematik untuk mengkonversi posisi


tigadimensi suatu titik di permukaan bumi ke representasi posisi dua-dimensi di bidang peta
(bidang datar) [Kosasih Prijatna,2005].Gambar berikut ini merupakan ilustrasinya :

Konversi ke bidang datar [Kosasih Prijatna,2005].

Dalam melakukan konversi posisi geodetik di permukaan bumi ke bidang proyeksi


akan menghasilkan distorsi. Setiap model proyeksi peta mempunyai kelemahan dan kelebihan.
Apabila satu atau dua jenis distorsi diminimalkan, maka distorsi lainnya akan membesar.
Sehingga pemilihan model proyeksi peta disesuaikan dengan kebutuhan. Pemilihan model
proyeksi peta biasanya didasarkan pada :

• Posisi daerah, bentuk dan ukuran daerah yang akandipetakan.

• Kegunaan peta bersangkutan.

Pekerjaan pemetaan untuk keperluan pembuatan peta dasar Indonesia saat ini
menggunakan Transverse Mercator (TM). Proyeksi Transverse Mercator adalah proyeksi
silinder transversal yang bersifat konform. Pada proyeksi ini secara geometris silindernya
menyinggung bola bumi pada sebuah meridian yang disebut meridian sentral (meridian
tengah).
Proyeksi Transverse Mercator [Kosasih Prijatna, 2005].

Pada meridian sentral, faktor skala = 1 (tidak ada distorsi), perbesaran sepanjang
meridian akan menjadi lebih besar bila meridian-meridian tersebut makin jauh ke Barat atau
ke Timur dari meridian tengah. Perbesaran sepanjang paralel akan menjadi lebih besar jika
lingkaran-lingkaran paralel tersebut mendekati ekuator. Dengan adanya distorsi yang makin
membesar menjauhi meridian sentral, maka pada proyeksi TM diusahakan suatu cara untuk
memperkecil distorsi tersebut, yaitu dengan cara membagi daerahdaerah dalam zone-zone
(daerah pada permukaan bumi yang dibatasi oleh dua buah meridian) yang sempit dan lebar
zone yang lebih kecil. Untuk memperkecil distorsi pada bidang proyeksi TM maka
digunakanlah sistem proyeksi UTM. Sistem proyeksi UTM sebenarnya merupakan bidang
proyeksi TM yang dibagi tiap zonanya sebesar 6 derajat, dengan ketentuan yang sifatnya
universal. Sistem grid dan proyeksi ini dapat digunakan baik untuk pekerjaan pemetaan
topografi, referensi untuk citra satelit dan aplikasi lainnya yang memerlukan ketelitian untuk
penentuan posisi. Di Indonesia sistem proyeksi UTM digunakan oleh instansi Bakosurtanal,
biasanya untuk keperluan pemetaan skala sedang. Selain sistem proyeksi UTM digunakan pula
sistem proyeksi TM3. Serupa halnya dengan sistem proyeksi UTM, sistem proyeksi TM3 pun
merupakan sistem proyeksi UTM yang dibagi tiap zonanya menjadi lebih kecil dari 6 derajat
menjadi 3 derajat setiap zonanya, sehingga distorsi yang dihasilkan akan semakin kecil. Di
Indonesia sistem proyeksi TM3 digunakan oleh instansi BPN, biasanya untuk keperluan peta
skala besar dalam pendaftaran tanah.
4. Sistem Koordinat Geosentrik

Serupa dengan sistem koordinat geodetik, posisi suatu titik dalam sistem koordinat
geosentrik orientasi sumbu-sumbu koordinatnya terikat ke bumi. Lokasi titik nol dari sistem
koordinat geosentrik berada pada pusat ellipsoid. Sistem koordinat geosentrik ditetapkan relatif
terhadap tiga sumbu koordinat X,Y,Z dengan ketentuan sebagai berikut :

• Sumbu Z adalah garis dalam arah kutub menengah (Conventional International Origin).

• Sumbu X adalah arah perpotongan meridian Greenwich atau meridian nol CZM
(Conventional Zero Meridian) yang ditetapkan oleh BIH (Berau International de l’Heureu) dan
bidang ekuator.

• Sumbu Y adalah garis pada bidang ekuator yang tegak lurus terhadap sumbu X dan Z yang
sesuai dengan sistem tangan kanan.

Besaran yang digunakan untuk menyatakan posisi suatu titik dalam sistem koordinat
geosentrik adalah jarak (meter). Gambar.II.1 berikut ini menjelaskan hubungan antara sistem
koordinat geosentrik dan geodetik :

Sistem koordinat geodetik dan geosentrik . [Kosasih Prijatna, 2005].


Seperti yang ditunjukan pada gambar di atas, bahwa titik Q yang berada di permukaan
bumi dapat direpresentasikan dalam sistem koordinat geodetik dan sistem koordinat
geosentrik. Kedua sistem koordinat terebut, titik pusat sistem koordinatnya terletak pada pusat
ellipsoid referensi, sehingga sistem koordinat geodetik dan geosentrik dapat dihubungkan
antara satu dengan yang lain.

5. Sistem Koordinat Langit

Dalam astronomi , sistem koordinat langit (atau sistem referensi langit ) adalah sistem
untuk menentukan posisi satelit , planet , bintang , galaksi , dan benda langit lainnya yang
berhubungan dengan titik referensi fisik yang tersedia bagi pengamat yang berada (misalnya
cakrawala sejati dan mata angin utara. arah ke pengamat yang terletak di permukaan bumi).
Sistem koordinat dapat menentukan posisi suatu benda dalam ruang tiga dimensi atau hanya
memetakan arahnya pada bola langit , jika jarak benda tersebut tidak diketahui atau sepele.

Orientasi koordinat astronomi:

Bintang galaksi , ekliptika , dan koordinat ekuator , seperti yang diproyeksikan pada bola
langit . Koordinat ekliptika dan ekuator berbagi Equinox Maret sebagai arah utama , dan
koordinat galaksi disebut pusat galaksi. Asal muasal koordinat ("pusat bola") tidak
jelas; lihat bola langit untuk informasi lebih lanjut.
Sistem koordinat diimplementasikan dalam koordinat bola atau persegi
panjang . Koordinat bola, yang diproyeksikan pada bola langit , dianalogikan dengan sistem
koordinat geografis yang digunakan di permukaan bumi . Ini berbeda dalam pilihan bidang
fundamental mereka , yang membagi bola langit menjadi dua belahan yang sama di
sepanjang lingkaran besar . Koordinat persegi panjang, dalam satuan yang sesuai, hanyalah
ekuivalen kartesian dari koordinat bola , dengan bidang dasar ( x, y ) dan arah primer
(sumbu x ) yang sama . Setiap sistem koordinat diberi nama sesuai dengan pilihan bidang
dasarnya.

Tabel berikut mencantumkan sistem koordinat umum yang digunakan oleh komunitas
astronomi. Bidang fundamental membagi bola langit menjadi dua belahan yang sama dan
menentukan garis dasar untuk koordinat lintang, mirip dengan ekuator dalam sistem koordinat
geografis . Kutub terletak pada ± 90 ° dari bidang fundamental. Arah utama adalah titik awal
dari koordinat longitudinal. Asalnya adalah titik jarak nol, "pusat bola langit", meskipun
definisi bola langit masih ambigu tentang definisi titik pusatnya.
5.1. Sistem Horizontal

Sistem horizontal , atau altitude-azimuth , didasarkan pada posisi pengamat di Bumi,


yang berputar di sekitar porosnya sendiri sekali per hari sidereal (23 jam, 56 menit, dan 4,091
detik) dalam kaitannya dengan latar belakang bintang. Penempatan benda langit menurut
sistem horizontal bervariasi menurut waktu, tetapi merupakan sistem koordinat yang berguna
untuk menemukan dan melacak benda bagi pengamat di Bumi. Ini didasarkan pada posisi
bintang relatif terhadap cakrawala ideal pengamat.

5.2. Sistem Koordinat Ekuator

Sistem koordinat ekuator berpusat di pusat bumi, tetapi tetap relatif terhadap kutub
langit dan ekuinoks bulan Maret . Koordinat didasarkan pada lokasi bintang relatif terhadap
ekuator Bumi jika diproyeksikan ke jarak tak terhingga. Garis khatulistiwa menggambarkan
langit seperti yang terlihat dari Tata Surya , dan peta bintang modern hampir secara eksklusif
menggunakan koordinat ekuator.

Sistem ekuator adalah sistem koordinat normal bagi sebagian besar astronom
profesional dan banyak astronom amatir yang memiliki tunggangan ekuator yang mengikuti
pergerakan langit pada malam hari. Benda langit ditemukan dengan menyesuaikan skala
teleskop atau instrumen lain sehingga cocok dengan koordinat ekuator dari benda yang dipilih
untuk diamati.

Pilihan kutub dan ekuator yang populer adalah sistem B1950 yang lebih tua dan sistem
J2000 modern, tetapi kutub dan ekuator "tanggal" juga dapat digunakan, yang berarti yang
sesuai dengan tanggal yang sedang dipertimbangkan, seperti saat mengukur posisi planet atau
pesawat ruang angkasa dibuat. Ada juga subdivisi menjadi koordinat "mean of date", yang
menghitung rata-rata atau mengabaikan nutation , dan "true of date", yang mencakup nutation.
5.3. Sistem Ekliptika

Bidang fundamental adalah bidang orbit bumi yang disebut bidang ekliptika. Ada dua
varian utama dari sistem koordinat ekliptika: koordinat ekliptika geosentris yang berpusat di
bumi dan koordinat ekliptika heliosentris yang berpusat pada pusat massa Tata Surya.

Sistem ekliptika geosentris adalah sistem koordinat utama untuk astronomi kuno dan
masih berguna untuk menghitung pergerakan Matahari, Bulan, dan planet. [2]

Sistem ekliptika heliosentris menggambarkan pergerakan orbit planet-planet


mengelilingi Matahari, dan berpusat pada barycenter Tata Surya (yaitu sangat dekat dengan
pusat Matahari). Sistem ini terutama digunakan untuk menghitung posisi planet dan benda Tata
Surya lainnya, serta menentukan elemen orbitnya .

5.4. Sistem Koordinat Galaksi

Sistem koordinat galaksi menggunakan bidang perkiraan galaksi kita sebagai bidang
dasarnya. Tata surya masih merupakan pusat dari sistem koordinat, dan titik nol didefinisikan
sebagai arah menuju pusat galaksi. Garis lintang galaksi menyerupai ketinggian di atas bidang
galaksi dan garis bujur galaksi menentukan arah relatif ke pusat galaksi.

5.5. Sistem Koordinat Supergalaktik

Sistem koordinat supergalaktik sesuai dengan bidang fundamental yang berisi lebih dari
rata-rata jumlah galaksi lokal di langit seperti yang terlihat dari Bumi.

Anda mungkin juga menyukai