Anda di halaman 1dari 139

“ Add your company slogan ”

Dasar Survey dan


Pemetaan
Dr. Ir. Andri Hernandi, MSP

LOGO
What is the Map ?

Gambaran :
suatu bentuk grafik yang tidak mungkin lepas dari
aspek seni.
Sebagian besar / kecil unsur muka bumi :
suatu peta tidak mampu memuat seluruh informasi
permukaan bumi sehingga akan terbagi dalam
jenis peta yang berbeda (peta garis, peta foto, dll).
Bidang datar :
semua informasi kuantitatif, dinyatakan dalam
besaran bidang datar, sehingga untuk penerapan
kembali di bumi memerlukan “penterjemahan”
sendiri.
Skala :
perbandingan dalam bentuk numerik, sehingga
semua informasi kuantitatif pada peta, baru
digambarkan melalui proses matematis
Definisi Peta

 Peta adalah gambaran sebagian besar / kecil


unsur permukaan bumi pada bidang datar
(bentuk 2 dimensi), dengan skala tertentu.
 Peta (map) adalah salah satu bentuk alat
komunikasi yang didasarkan pada bentuk
grafik.
Unsur pada Peta

Lokasi dan
Grafik Sistem
Referensi
Simbolisasi

Skala

Proyeksi

UTM 53N
Projection
Fungsi Peta

…… Maps have many function and many faces, and each of us sees
them with different eyes (R.A Skelton, 1972)……
Klasifikasi Peta

 Berdasarkan Skala
Klasifikasi Peta

 Klasifikasi berdasarkan fungsi

 Peta Topografi
 Peta Tematik
 Peta Navigasi (Chart)
Peta Topografi
Peta Tematik
Peta Navigasi (Chart)
Peta Kadaster
Perkembangan Teknologi Pemetaan
TEKNOLOGI AKUISISI DATA PADA
PEMETAAN

 Teretris
 Meteran, Rantai
 Theodolit
 Theodolit Dijital
 Elektronik Total Station
 Foto
 Terestrial Photogrametry
 Small Format Aerial Photography
 Aerial Photogrametry
 Aerial Imaging & Side-looking Radar
 Ekstra Terestrial
 Global Positioning System (GPS)
 Thematic Mapper Sattelite atau Satelit Inventarisasi SDA
 Satelite Aparature Radar (SAR)
 Bathymetry
 Echosounding
 Multibeam
 Integrasi
 ETS & GPS
 Foto Udara & GPS
“ Add your company slogan ”

Dasar-dasar Geodesi
(Basic of Geodesy)

Andri Hernandi

LOGO
BENTUK DAN UKURAN BUMI

 Bola Bumi
 Phytagoras (6 abad SM)
dan Aristoteles (4 abad
SM).
 Erathosthenes (250 SM),
Alexandria-Syene.
 Authlic sphere (R=6.371
km ; Keliling = 40.030,2
km)
BENTUK DAN UKURAN BUMI

 Ellipsoid Bumi
 Sejak awal abad 16,
persepsi mengenai bentuk
bumi adalah elipsoid makin
kuat.
 Pada 1670, Isaac Newton
berdasarkan teori
gravitasinya
mengemukakan bahwa
bentuk bumi adalah elipsoid
 Prediksi Newton, dibuktikan
dengan mengirim ekspedisi
ke Ekuador dan Finland.
Dari hasil ekspedisi
diketahui bahwa jarak pada
arah kutub lebih kecil
dibandingkan pada jarak
pada arah ekuator, yang
disebabkan oleh adanya
penggepengan.
BENTUK DAN UKURAN BUMI
 Geoid Bumi
 Geoid identik dengan bumi.
 Geoid adalah salah satu medan equipotensial bumi yang hampir
sama dengan bidang permukaan laut rata-rata (mean sea-level).
 Medan equipotensial adalah suatu bidang yang memiliki nilai
gravitasi yang sama.
BENTUK DAN UKURAN BUMI

 Hubungan antara Elipsoid


dan Geoid
 Undulasi adalah
perbedaan antara tinggi
elipsoid dengan tinggi
geoid.
 Persamaan matematika :

 N=H-h
BESARAN ELLIPSOID DAN DATUM

Dimana : flattening (f) = (a-b) / a


a = jari-jari di ekuator
b = jari-jari di kutub
Pertanyaan

1. Apakah referensi tinggi dari data GPS


secara langsung (online) ?
2. Apakah referensi tinggi dari Peta ?
3. Jadi referensi tinggi GPS …………..
Dengan referensi tinggi Peta
“ Add your company slogan ”

Proyeksi Peta
(Map Projection)

Andri Hernandi

LOGO
Pertanyaan ?

 Kenapa perlu proyeksi ?


 Kapan Proyeksi itu digunakan ?
PROYEKSI PETA

 Proyeksi Peta adalah


sebuah representasi
secara sistematik untuk
seluruh atau sebagian
permukaan bumi pada
sebuah bidang datar.
 Ada dua proses
transfromasi dalam
proyeksi peta:
 Transformasi dari
permukaan bumi ke
bidang elipsoid.
 Transformasi dari
bidang elipsoid ke
bidang datar.
Prinsip Proyeksi

 Pernahkah lihat jeruk bali di potong-potong


menjadi kecil ?
Prinsip Proyeksi

 Bayangkan apabila kita punya suatu globe yang


diberikan lampu pada pusat globe (dalam) akan
memberikan bayangan hasil proyeksi sinar ?
PROYEKSI PETA

LETAK & BIDANG


PROYEKSI PETA
THD BUMI

 Proyeksi Azimutal
(pada bidang datar)

 Proyeksi Silinder

 Proyeksi Kerucut
PROYEKSI PETA
PROYEKSI PETA

SISTEM PROYEKSI PETA YANG BANYAK DIKENAL

Proyeksi Lambert : Proyeksi ini menggunakan bidang kerucut normal konform. Proyeksi ini dapat
digunakan untuk memetakan daerah kutub dengan menmepatkan 2 kerucut, yaitu belahan bumi selatan dan
belahan bumi utara, walaupun masih terdapat kesulitan untuk memetakan seluruh bumi dan juga distrosi
jarak masih cukup besar untuk pemetaan skala sedang.
Proyeksi Polyeder : merupakan kelanjutan dari proyeksi lambert, dimana proyeksi ini menerapkan
kerusut sebagai bidang proyeksi. Untuk mengatasi distorsi besar, maka diterapkan kerucut yang banyak yaitu
dengan cara menyinggung kerucut-kerucut tersebut pada garis paralel (garis sejajar ekuator) bumi yang
berbeda-beda. Besar daerah yang dipetakan adalah sebesar 20’ x 20‘ (lebar meridian dan lebar paralel) yang
disebut dengan zona proyeksi. Untuk daerah di luar kawasan tersebut, digunakan kerucut lain yang
disinggungkan pada paralel yang berbeda.
PROYEKSI PETA

SISTEM PROYEKSI PETA YANG BANYAK DIKENAL

Proyeksi Mercator : Proyeksi ini


menggunakan bidang silinder normal
konform dimana ekuator dinyatakan sebagai
garis equidistance. Oleh karena itu karena itu
daerah yang diproyeksikan semakin jauh dari
ekuator, baik itu ke arah kutub utara maupun
selatan, semakin besar pengaruh distorsinya.
Oleh karena itu sistem proyeksi ini tidak cocok
untuk negara di daerah kutub, namun lebih
cocok di negara yang di daerah ekuator.
Proyeksi Transverse Mercator (TM) :
Proyeksi ini menggunakan bidang silinder
transversal konform yang memanjang kearah
Barat – Utara ( diputar 90o dari posisi bidang
pada proyeksi mercator). Sayangnya, sistem
proyeksi ini tidak membatasi zona proyeksi,
sehingga untuk beberapa daerah walaupun
sepajang ekuator, distori geometriknya masih
dirasakan besar.
PROYEKSI PETA

SISTEM PROYEKSI PETA YANG BANYAK DIKENAL

Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) :

Proyeksi ini merupakan pengembangan baru dari proyeksi Transverse Mercator


(TM) yang berusaha membuat seluas mungkin daerah dalam satu peta dengan
distori sekecil mungkin. Proyeksi ini sangat populer dan umum digunakan
hampir di seluruh negara, termasuk Indonesia. Untuk tujuan itu, UTM
menerapkan beberapa aturan / prinsip sbb :
Silinder di “tembuskan” ke bumi, dengan meridian potong tertentu (simetrik
terhadap merdian sentral).
Silinder ini menembus juga bumi pada paralel tertentu, baik di utara
maupun di selatan.
Lebar zona proyeksi sebesar 6o meridian.
Faktor skala pada meridian sentral = 0,9996
Faktor skala pada meridian batas zona = 1,00158
PROYEKSI PETA

SISTEM PROYEKSI PETA YANG BANYAK DIKENAL

Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) :

 Meliputi permukaan bumi antara lintang 84N s/d 80S, terbagi atas
60 zone yang tiap zone memiliki lebar 6 derajat bujur.
 Faktor skala pada Meridian Central = 0,99960 dan pada batas
zone sebesar 1,00158 (sekitar 363 km dari meridian central).
Proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) :
PROYEKSI PETA

SISTEM PROYEKSI PETA YANG BANYAK DIKENAL

Proyeksi Transverse Mercator 3o (TM 3o ) :

Pengembangan selanjutnya dari proyeksi TM dan UTM


adalah proyeksi TM 3o, Sistem ini diterapkan di
Indonesia oleh Badan Pertanahan Nasional. Sistem ini
memberikan ketelitian yang lebih tinggi, karena
ditujukan untuk pemetaan BPN dalam skala besar.
Untuk tujuan itu, proyeksi ini menerapkan beberapa
aturan / prinsip sbb :
Silinder di “tembuskan” ke bumi, dengan meridian
potong tertentu (simetrik terhadap merdian sentral).
Lebar zona proyeksi sebesar 3o meridian.
Faktor skala pada meridian sentral = 0,9999
Faktor skala pada meridian batas zona = 1,0001
Pertanyaan

 Apa bedanya antara bidang proyeksi itu


disinggungkan dengan ditembuskan ?
Hitunglah ?

a’
a
R = 6370 km
 1,1.5,3,6

 R
p
PROYEKSI PETA

KARAKTERISTIK PROYEKSI YANG MENGAKIBATKAN


DISTORI
Equidistance Projections : yaitu jarak pada muka bumi dijaga sama
dengan jarak pada proyeksi. Pengertian ini hanya berlaku pada garis singgung
bidang proyeksi dengan bumi, artinya faktor skala sepanjang garis singgung
pada bidang proyeksi sebesar (1) satu.
Equal-Area Projections (Equivalent) : yatu luas suatu daerah di
muka bumi dijaga tetap pada bidang proyeksi, untuk itu dapat terjadi prubahan
bentuk maupun perubahan panjang.
Conformal Projections (Konform) : yaitu besarnya sudut yang
dibentuk antar dua arah dipertahankan sama besar baik pada muka bumi
maupun pada bidang proyeksi. Pengertian lain konform ini adalah bentuk suatu
daerah dipertahankan sama, walaupun besarnya (luas) mungkin berbeda.

Dalam proyeksi peta suatu daerah, ketiga masalah tersebut di


atas tidak dapat secara bersamaan dipertahankan tetap. Hal
ini merupakan karakteristik proyeksi yang dapat
mengakibatkan distori geometri yaitu perbedaan besaran di
muka bumi dengan di bidang proyeksi akibat dari persamaan
matematika yang diterapkan untuk memproyeksikan unsur
bumi (titik, garis, luas)
CAKUPAN DAERAH PEMETAAN

Cakupan daerah pemetaan dapat dianggap sebagai bidang datar


jika suatu daerah dengan jarak terpanjang lebih kecil dari 55 km
( < 55 km). Perbedaan jarak di muka bumi dengan proyeksinya pada
bidang datar diabaikan, sehingga muka bumi dapat dianggap
sebagai bidang datar.
Cakupan daerah pemetaan dapat dianggap sebagai bidang bola
jika suatu daerah dengan jarak terpanjang antara 55 km s/d 110
km, dimana jari-jari bumi dianggap sama dengan di semua tempat
dan hitungan yang digunakan disini merupakan hitungan matematik
bidang lengkung bola degan besaran dasarnya adalah besaran
sudut.
Cakupan daerah pemetaan dapat dianggap sebagai bidang
ellipsoida jika suatu daerah dengan jarak terpanjang lebih besar
dari 110 km (>110 km), dimana jari-jari bumi di equator tidak sama
dengan jari-jari bumi di kutub
“ Add your company slogan ”

Skala Peta
(Map Scale)

Andri Hernandi

LOGO
SKALA DAN FAKTOR SKALA

SKALA DAN FAKTOR SKALA

 Skala
 Perbandingan besaran (jarak) objek yang ada peta dengan besaran
(jarak) objek tersebut pada permukaan bola bumi.
 Rumus matematika:

Skala = jarak di peta / jarak di bola bumi

 Faktor Skala (Faktor perbesaran)


 Perbandingan antara jarak sesungguhnya di permukaan bumi
dengan jarak sesungguhnya yang tertera pada peta, perbedaan ini
diakibatkan adanya reduksi yang dilakukan pada saat dilakukan
proyeksi peta.
 Rumus matematika:

Faktor Skala = jarak sesungguhnya pada peta / jarak di bola bumi


Hitunglah ?

 Dari peta skala 1 : 5.000 terdapat sebuah rumah


yang berbentuk kotak dengan ukuran sbb :
3 cm

 Berapa ukuran rumah


4 cm tersebut di lapangan
(meter) ?
 Berapa luas rumah
tersebut (meter)
Hitunglah ?

 Dari lapangan sebuah pabrik yang


berbentuk kotak diukuran sbb :
30 m

 Berapa ukuran pabrik


40 m tersebut pada peta
skala 1 : 5.000
 Bisakah tergambar
pabrik tersebut pada
skala 1 : 100.000 ?
Hitunglah ?

 Berapakah skala Peta tersebut ?

30 m 1.5 cm

Lapangan 40 m Peta 2 cm
Hitunglah ?

 Berapakah skala Peta tersebut ?

10 ha 10 cm persegi

Lapangan Peta
Hitunglah ?

 Pada skala 1 : 10.000

? 10 cm persegi

Lapangan Peta
SKALA DAN FAKTOR SKALA

Pengertian Skala berdasarkan pendekatan Kartografi

 Pengertian Geometrik
Skala dapat menyatakan ketelitian geometrik
dari suatu gambar.
 Pengertian Ketelitian Informasi
Skala dapat menyatakan ketelitian informasi
yang kita peroleh dari peta tersebut
Pertanyaan
 Bagaimana kaitan antara skala dengan ketelitian peta ?
 Adakah posisi absolut di lapangan yang diturunkan dari peta ?
 Bagaimana kaitannya skala dengan obyek yang akan digambarkan dalam peta ?
SKALA DAN FAKTOR SKALA

1 : 10.000

0.1 mm
1 meter

Di Peta

Di Lapangan
SKALA DAN FAKTOR SKALA
Cara menyatakan Skala

 Skala Numeris
Yang memberikan perbandingan antara panjang suatu jarak diatas peta
dengan jarak yang bersangkutan di atas bumi.
1 : 20.000
 Skala Verbal (Verbal Statement)
Yang menyatakan 1 cm di atas peta sama dengan beberapa kilometer di
atas permukaan bumi.
1 mm di peta mewakili 20 meter di lapangan
 Skala Grafis
Yang menunjukan ukran km pada suatu garis dengan pembagian interval
yang sama.
Pertanyaan

 Apa keuntungan dan kerugian dan


masing-masing dalam perbedaan
menyatakan skala dan Bagaimana
implikasinya pada peta ?
“ Add your company slogan ”

Sistem Koordinat Peta


(Coordinate System)

Andri Hernandi

LOGO
SISTEM KOORDINAT
SISTEM KOORDINAT

Sistem koordinat adalah sebuah sistem yang digunakan untuk


merepresentasikan lokasi dari sebuah titik.

Jenis sistem koordinat yang sering digunakan dalam pemetaan :


Sistem Koordinat Cartesian (2D & 3D)
Sistem Koordinat Polar
Sistem Koordinat Bola
Sistem Koordinat Elipsoid
Sistem Koordinat Geografi

PERPETAAN
SISTEM KOORDINAT
 Sistem Koordinat  Sistem Koordinat
Cartesian Polar
SISTEM KOORDINAT
SISTEM KOORDINAT

 Sistem Koordinat Bola  Sistem Koordinat Elipsoid


SISTEM KOORDINAT
SISTEM KOORDINAT

 Sistem Koordinat Geografi


“ Add your company slogan ”

Dasar-dasar Pemetaan
Terestris
(Basic of Surveying)
Andri Hernandi

LOGO
Pemetaan : - Terrestris
- Non Terrestris
Terrestris : - objek didatangi secara langsung
- hasilnya berupa peta garis
- tidak tergantung pada non terrestris
Peta garis : objeknya dinyatakan dalam bentuk garis

Non Terrestris : - objek tidak didatangi secara langsung


( umumnya ) ; contoh : fotogrametris
- hasilnya bisa berupa peta garis dan
bisa berupa peta foto
- tidak terlepas dari terrestris

Tahapan : Pengambilan , Pengolahan , Penyajian


( D A T A )
SISTEMATIKA PEMETAAN SECARA TERRESTRIS

1. PEMBUATAN KERANGKA DASAR


2. PENGUKURAN DETAIL
3. PENGGAMBARAN

KERANGKA DASAR ADALAH :

SEKUMPULAN TITIK DENGAN PENYEBARAN TERTENTU


YANG MEMPUNYAI NILAI KOORDINAT DAN TINGGI

GUNANYA : SEBAGAI KONTROL DAN PENGIKAT


MACAMNYA : HORISONTAL DAN VERTIKAL

KERANGKA DASAR DINYATAKAN DALAM POSISI


Posisi Horizontal

Posisi Horizontal dinyatakan dalam Koordinat Horizontal


Kegunaan Koordinat Horizontal :

1. Untuk mendiskripsikan lokasi / letak suatu titik / garis / bidang

2. Untuk merekonstruksi lokasi / letak titik / garis / bidang

3. Untuk menghitung :
- jarak antara dua titik
- arah antara dua titik
- luas suatu daerah yang dibatasi oleh beberapa titik

Posisi Horisontal : - Relatif(Lokal/Khusus)

- Absolut (Global/Umum)
Arti Jarak

s = jarak ruang d = jarak datar


Arti arah :
Arah ; menunjukkan lokasi suatu titik , relatif terhadap titik lainnya

Secara kuantitatif , suatu arah biasanya dinyatakan dalam besaran


sudut , yang dihitung searah dengan perputaran jarum jam dari /
terhadap suatu arah acuan ( arah nol ) yang dipilih / ditentukan

Arti sudut :
Sudut adalah selisih antara dua arah yaitu arah kanan dikurang
arah kiri
A Catatan :
 Pengertian sudut mendatar,
arah acuan
adalah sudut pada bidang
atau  mendatar ( lihat pengertian
arah nol =- jarak )

P B
Sistem Koordinat Kartesian Dua Dimensi
Sumbu Y

XA A

YA

Sumbu X

Titik Nol Koordinat

A ( XA ; YA )

Absis Ordinat
Perjanjian kuadran dan tanda :

X: - X: +
Y: + IV I Y: +

X: - X: +
Y: - III II Y: -
Sistem Koordinat Dalam Ilmu Ukur Tanah :

1. Sistem Kartesian Y

XA A

A ( XA ; YA )
YA

2. Sistem Polar Y
A

A ( d ;  )  d

Hubungan kedua sistem :X = d sin 


Y = d cos 
SUDUT JURUSAN

Sudut Jurusan suatu sisi adalah sudut yang dimulai


dari arah yang sejajar sumbu Y positip searah dengan
perputaran jarum jam sampai ke sisi yang bersangkutan .

αBA = αAB + 180o

Arah sejajar sumbu Y positip

αAB

αAB B

αBA
A
AZIMUT

Azimut suatu sisi adalah sudut yang dimulai dari


arah utara searah dengan perputaran jarum jam
sampai ke sisi yang bersangkutan .
Karena terdapat beberapa macam arah utara maka
dikenal juga beberapa macam azimut yaitu :

terhadap
Azimut astronomis Utara astronomis
Azimut magnetis Utara magnetis

Azimut geodetis Utara geodetis


U

U AAB

ABA
AAB B

ABA = AAB + 180o + 

 = konvergensi meredian ; terjadi akibat meredian konvergen ke kutub


 B = |  B sin LR |
METODA PENENTUAN
POSISI HORISONTAL

SATU TITIK : Polar


Ikatan ke Muka
Ikatan ke Belakang

BANYAK TITIK : Poligon


Triangulasi

Trilaterasi
PRINSIP DASAR HITUNGAN KOORDINAT

dAB sin αAB

dAB cos αAB


αAB dAB

XB = XA + dAB sin αAB

YB = YA + dAB cos αAB


SOAL KEBALIKAN

BILA DIKETAHUI KOORDINAT 2 TITIK MAKA


DAPAT DIHITUNG JARAK MENDATAR SERTA
SUDUT JURUSAN ANTARA KEDUA TITIK ITU .
DAB = { ( XB - XA )2 + ( YB - YA )2 }1/2

αAB = arc tan { ( XB - XA ) / ( YB - YA ) }


Ketentuan :
1. Bila pembilang dan penyebut positip maka sudut jurusan AB = αAB

2. Bila pembilang positip dan penyebut negatip maka sudut jurusan AB = αAB + 180o

3. Bila pembilang dan penyebut negatip maka sudut jurusan AB = αAB + 180o

4. Bila pembilang negatip dan penyebut positip maka sudut jurusan AB = αAB + 360o
Quadrants and tan function
N
+ +

 negative  positive
add 360o okay
 +
 + E

 positive  negative
add 180o   add 180o
Sistem Satuan Sudut

1. Sistem Seksagesimal ( Sistem Derajat / Degree System)


2. Sistem Sentisimal ( Sistem Gon / Grade System)
3. Sistem Radial

a s

1. a = 1o bila s = 2 r / 360 1o = 60’ 1’ = 60”

2. a = 1g bila s = 2 r / 400 1g = 100c 1c = 100cc

Bilangan radial biasa ditulis : ρ


3. a = 1 rad bila s = r
 o menyatakan hubungan sistem radial dan sistem derajat , diperoleh dari
180o /  = 57,29577951o dan ’ = 3437,746771’ ; ” = 206264,8062”
SOAL UNTUK LATIHAN

357o 26’ 08”


1.

 = ?

25o 08’ 03”

2. Gambarkan posisi titik berikut : A ( + 25 ; - 30 ) m


B ( - 25 ; + 40 ) m
C ( + 25 ; 0 ) m
D( 0 ; + 20 ) m
dengan skala 1 : 500
Bila : A ( + 2608,203 ; - 2808,203 ) m dan B ( + 2105,195 ; - 2211,195 ) m ;
tentukan sudut jurusan AB dalam satuan gon dan satuan derajat
serta tentukan jarak AB
. Bila : A ( - 2604,198 ; - 1210,381 ) m dan jarak AB = 198,381 m serta
sudut jurusan dari B ke A = 198g 83c 98cc ;
tentukanlah koordinat titik B
Metoda Penentuan Posisi Horizontal

1. Polar

αAB Diketahui : A ( XA ; YA )
DAB
DAB

αAB
A
Dicari : B ( XB ; YB )

Dengan prinsip dasar hitungan koordinat maka titik B dapat dicari :

XB = XA + DAB sin αAB dan YB = YA + DAB cos αAB


Ikatan Kemuka

C Diketahui : A ( XA ; YA )
B ( XB ; YB )

Diukur :  dan 

 Ditanya : C
A 
B

Penyelesaian :

Koordinat C dapat dihitung dari A dan B dengan rumus :

Dihitung dari A : XC = XA + dAC sin  AC

YC = YA + dAC cos  AC
Dihitung dari B : XC = XB + dBC sin  BC

YC = YB + dBC cos  BC
Langkah hitungan :

1. Hitung jarak AB : dAB = = { ( XB - XA )2 + ( YB - YA )2 }1/2

2. Hitung jarak AC dan atau BC dengan rumus sinus :

dAC = dAB { sin  / sin (  +  ) }

dBC = dAB { sin  / sin (  +  ) }

3. Hitung sudut jurusan AB dengan rumus dasar :  AB = arc tan { XAB / YAB }

4. Hitung sudut jurusan AC dan atau BC yang dalam hal ini :  AC =  AB - 

 BC =  AB + 180o + 

5. Hitung koordinat titik C : Dihitung dari A : XC = XA + dAC sin  AC

YC = YA + dAC cos  AC
Dihitung dari B : XC = XB + dBC sin  BC

YC = YB + dBC cos  BC
SOAL UNTUK LATIHAN

1. Bila pada segitiga sama kaki ABP, koordinat titik alas segitiga
tersebut adalah :
A ( - 59,27 ; + 71,63 ) meter dan B ( + 11,98 ; + 60,04 ) meter
Besarnya sudut di titik puncak segitiga tersebut (P) adalah :
66o 32’ 23”
Tentukan koordinat titik puncak segitiga tersebut bila P di utara AB

2. Pada sebuah segitiga sama sisi ABC, koordinat titik A & B adalah :
A ( - 12,34 ; + 43,21 ) meter dan B ( + 21,45 ; - 15,48 ) meter
Tentukanlah koordinat titik C bila C terletak di Timur garis AB

3. Pada segitiga ABP, diketahui koordinat titik A & B sebagai berikut :


A ( + 21,05 ; - 22,11 ) meter dan B ( - 26,04 ; - 12,10 ) meter
Jarak AP = 65,19 meter dan jarak BP = 73,88 ) meter
Tentukan koordinat titik P bila P terletak di Selatan garis AB
Ikatan Ke belakang :

B Diketahui : A ( XA ; YA )
B ( XB ; YB )
A
C ( XC ; YC )
Diukur :  dan 

Ditanya : koordinat titik P

Penyelesaian :
Karena banyak metoda peyelesaian cara ke
belakang ini maka tidak dapat diberikan
semuanya .

 C Salah satu cara adalah dengan metoda
Collins
P

Collins dalam penyelesaiannya pertama-tama membuat lingkaran luar dari segitiga yang melalui 2 titik
yang diketahui koordinatnya dan titik yang ditanyakan . Ingat : titik pusat lingkaran luar dari sebuah
segitiga adalah perpotongan sumbu dari sisi segitiga tersebut ( cukup diambil dari 2 sisi saja ) .
Kemudian dari titik yang ditanyakan ditarik garis ke titik ketiga yang diketahui dan perpotongannya
dengan lingkaran tersebut merupakan titik penolong Collins .

Titik penolong Collins ditentukan dengan cara kemuka dan setelah itu titik yang ditanyakan ditentukan
dengan cara kemuka juga .
{ 180o - (  +  ) }
{ 180o - (  +  ) }
A
 Menghitung koordinat H ( lihat cara
B kemuka )
 1. Tentukan jarak AB
2. Tentukan jarak AH dan atau BH
dengan rumus sinus
3. Tentukan sudut jurusan AB

4. Tentukan sudut jurusan AH dan


atau BH
 5. Tentukan koordinat H

P   HB
 HC
 Untuk menghitung koordinat P dari
 titik A dan B diperlukan sudut di A
dan di B .
H

C
 =  HC -  HB ;  HB dan  HC dapat ditentukan karena koordinat H telah diketahui

Menghitung P : 1. Tentukan jarak AP dan atau BP dengan rumus sinus

2. Tentukan sudut jurusan AP dan atau BP

3. Tentukan koordinat P
Cara lain : t =  BA -  BC

A BP / sin a = AB / sin  BP = AB ( sin a / sin  )

a BP / sin b = BC / sin  BP = BC ( sin b / sin  )

AB ( sin a / sin  ) = BC ( sin b / sin  )

sin a = ( BC / AB ) ( sin  / sin  ) sin b



P sin a = A sin b ……………. 1
 t B
a + b = 360o -  -  - t

a+b = 
a = -b
sin a = sin ( - b ) = sin  cos b - sin b cos  ……. 2
b
A sin b = sin  cos b - sin b cos 
C sin  cos b = A sin b + sin b cos 
sin  cos b = ( A + cos  ) sin b
b = arctan { sin  / A + cos  }
a = -b
Dengan diperolehnya harga a dan b maka sisi AP , BP dan CP dapat ditentukan dengan rumus sinus
serta sudut jurusan AP , BP dan CP juga dapat ditentukan , sehingga koordinat titik P sudah dapat
ditentukan baik dari titik A , B ataupun C
POLIGON

Pengukuran : - Jarak Mendatar


- Sudut Mendatar

Bentuk Geometrik Poligon : - Terbuka


- Tertutup

Poligon tertutup selalu mempunyai kontrol baik


untuk sudut maupun untuk koordinat .
Poligon terbuka :
Mempunyai kontrol sudut bila diketahui sudut
jurusan awal & sudut jurusan akhirnya serta
mempunyai kontrol koordinat bila diketahui
koordinat awal dan koordinat akhirnya .
HITUNGAN POLIGON
Hitungan koordinat titik-titik poligon menggunakan prinsip dasar hitungan
koordinat yang dilakukan secara berangkai .

α23

3 α34
α12 
1
α23 α12 3
( X1 ; Y1 ) d12 β2 d34
d23 4

2

 = 180o -  2 ; α23 = α12 -  α23 = α12 +  2 - 180o

 = β3 - 180o ; α34 = α23 +  α34 = α23 +  3 - 180o

JADI , PERSOALAN UTAMA PADA HITUNGAN POLIGON


ADALAH MENGHITUNG SUDUT JURUSAN SISI POLIGON
HITUNGAN SUDUT JURUSAN SISI POLIGON
( RUMUS UMUM )

αij
i
αjk k
βj

Untuk sudut kiri : αjk = αij + βj - 180o

Bila sudut kanan : αjk = αij + 180o - βj


SYARAT GEOMETRIS POLIGON

A αA1 B αBQ
A
α1B B

αPA β1
Q

1
P

αA1 = αPA +  A - 180o

α1B = αA1 +  1 - 180o α1B = αPA +  A +  1 - 2 . 180o

αBQ = α1B + B - 180o αBQ = αPA +  A +  1 +  B - 3 . 180o

αBQ - αPA =  A +  1 +  B - 3 . 180o

αakh - αaw =   - n . 180o ; dimana n adalah bilangan asli


Persamaan terakhir disebut syarat geometris pertama poligon ( poligon terbuka dengan ukuran sudut kiri )
SYARAT GEOMETRIS POLIGON

αA1 2 α2B
A
α12 2
dA1 β1 d2B
d12
B

1
Berdasarkan prinsip dasar hitungan koordinat maka dapat ditentukan :
X1 = XA + dA1 sin αA1
X2 = X1 + d12 sin α12 X2 = XA + dA1 sin αA1 + d12 sin α12
XB = X2 + d2B sin α2B XB = XA + dA1 sin αA1 + d12 sin α12 + d2B sin α2B
XB - XA =  ( d sin α )
Xakh - Xaw =  ( d sin α )
Persamaan terakhir disebut syarat geometris kedua poligon
Analog , akan diperoleh syarat geometris ketiga poligon yaitu : Yakh - Yaw =  ( d cos α )
Karena pengukuran tidak lepas dari kesalahan maka
timbul koreksi yang diperoleh dari hubungan :

αAkh - αAw = Σβ - n.180o + f Jumlah koreksi sudut

Xakh - Xaw = Σ ( d sin α ) + fx Jumlah koreksi absis

Yakh - Yaw = Σ ( d cos α ) + fy Jumlah koreksi ordinat


PEMBAGIAN KOREKSI

KOREKSI SUDUT DIBAGI RATA :

fβ’ = fβ / n
KOREKSI ABSIS DAN ORDINAT

METODA BOWDITCH : fx’ = fx ( di / Σd )

fy’ = fy ( di / Σd )

Bila koreksi tidak habis dibagi maka prinsip yang digunakan :


Untuk sudut : berbanding terbalik dengan jarak
Untuk absis dan ordinat : berbanding lurus dengan jarak
Pada jalur poligon : P-A-1-2-3-4-5-B-Q , diketahui :
- sudut jurusan PA = 249o 27’ 52”
- sudut jurusan BQ = 106o 57’ 30”
Hasil ukuran sudut di titik : A = 293o 27’ 40”
1 = 59o 21’ 00”
2 = 236o 38’ 56”
3 = 179o 35’ 18”
4 = 179o 29’ 11”
5 = 139o 02’ 21”
B = 29o 56’ 02”
Hasil ukuran jarak : A1 = 99,94 meter
12 = 73,83 meter
23 = 75,70 meter
34 = 67,04 meter
45 = 72,20 meter
5B = 81,19 meter
Tentukan koordinat titik 1 s/d 5 , bila koordinat :
A ( - 32789,54 ; + 20228,94 ) meter
B ( - 33117,68 ; + 20378,67 ) meter
Catatan : untuk mempermudah dan mempersingkat hitungan sebaiknya
dilakukan dalam bentuk tabel
Langkah hitungan poligon yang mempunyai kontrol sudut
dan kontrol koordinat (berkaitan dengan contoh soal)
1. Tentukan jumlah koreksi sudut
Rumus : αakhir – αawal = Σβ – n.180o + fβ
2. Koreksikan masing-masing sudut
Rumus : fβ’ = fβ/n
3. Hitung sudut jurusan sisi poligon
Rumus : αjk = αij + βj – 180o
4. Hitung semua nilai d sin α dan semua nilai d cos α
5. Tentukan jumlah koreksi absis & jumlah koreksi ordinat
Rumus : Xakhir – Xawal = Σ(dsinα) + fX
Yakhir – Yawal = Σ(dcosα) + fY
6. Koreksikan semua selisih absis & semua selisih ordinat
Rumus : (di / Σd ) x fX dan ( di / Σd ) x fY
7. Hitung koordinat yang dicari
Rumus : Xj = Xi + dij sin αij : Yj = Yi + dij cos αij
Posisi Vertikal
ZAB
Bidang Nivo
melalui A Grs/Bd Mendatar melalui A
A mAB
Beda Tinggi AB Permukaan Topografi
Bidang Nivo
Bd/Grs Vertikal melalui B
melalui B
Tinggi A
B
Tinggi B
Geoid

Garis
Vertikal MSL
Garis
Vertikal
POSISI VERTIKAL

Maksud : Menentukan tinggi titik dengan mengukur


beda tinggi
Tinggi : Jarak terhadap acuan tertentu
Beda Tinggi : Jarak antar bidang nivo
Bidang Nivo : Bidang dengan potensial yang sama
Acuan Tinggi : Bidang Nivo melalui muka laut
rata-rata
Bidang / Garis Mendatar :
Bidang / Garis yang menyinggung bidang nivo
Bidang / Garis Vertikal :
Bidang / Garis normal pada bidang nivo
Sudut Vertikal : Sudut pada bidang vertikal
Sudut Zenit Sudut Miring
METODA PENENTUAN BEDA TINGGI

1. Cara Barometrik Kasar Gunung

2. Cara Trigonometrik Sedang Bukit


3. Cara Sipat Datar Teliti “Datar”

Prinsip Barometrik : Hubungan Tinggi & Tekanan Udara


Prinsip Trigonometrik :
x = d tan m
s
x
x = d cotan z
z m
x = s sin m
d
x = s cos z
Rumus berlaku bila tinggi alat ( i ) sama dengan tinggi
target ( t )

t x

i B Δh

A
X = Δh

Bila tinggi alat tidak sama dengan tinggi target

s
t x

m
B
i Δh

A
Dari gambar terakhir terlihat bahwa :
x + i = t + Δh
atau : Δh = x + i - t

Bila diperhatikan , nilai x akan sama dengan yang sebelumnya .

Jadi , rumus sebelumnya diberi tambahan di kanan


dengan nilai i - t
Prinsip Cara Sipat Datar :

a b

Δh
B
A
Pada daerah yang relatip kecil , bidang nivo dapat
dianggap sebagai bidang mendatar .

Bila pada titik A dan B ditegakkan mistar dan ditarik


garis sembarang yang sejajar bidang nivo maka garis
tersebut akan memotong mistar misalnya pada bacaan
a dan b .

Beda tinggi antara A dan B adalah : ΔhAB = a - b .

Garis sembarang tersebut akan diwakili oleh garis


bidik alat sipat datar ( yang dalam keadaan baik )
atau dengan perkataan lain garis bidik alat sipat
datar dapat merealisir garis mendatar setelah alat
tersebut diatur sesuai dengan ketentuannya .
Penentuan beda tinggi dengan alat sipat datar
berdasarkan penempatan alat sipat datar .

1. Alat ditempatkan di atas titik


BT
ta

ΔhAB ΔhAB = ta - BT
A

b a
2. Alat di luar titik

ΔhAB A
ΔhAB = a - b
B
3. Alat di antara kedua titik

b m

ΔhAB B

ΔhAB = b - m
Beda tinggi didefinisikan sebagai selisih bacaan benang tengah ke rambu belakang dengan
bacaan benang tengah ke rambu muka.

Δh = BTb - BTm

Beda tinggi mempunyai nilai :

1. Positif, artinya titik yang di belakang lebih rendah dari titik yang di muka

2. Negatif, artinya titik yang di belakang lebih tinggi dari titik yang di muka

3. Nol, artinya kedua titik sama tinggi


s

Mistar yang digunakan panjangnya biasanya


3 ( tiga ) meter dan dipasang vertikal dan s
yang diukur / dibaca pada mistar .
BA = 0,219

BT = 0,270

BB = 0,321
SIPAT DATAR MEMANJANG

dst

1
2

Slag 2
Slag 1

Bentuk geometris , terbuka dan tertutup ( ingat poligon )


Langkah Hitungan Sipat Datar Memanjang Dengan Kontrol

1. Tentukan jumlah koreksi beda tinggi dengan rumus :

Hakh - Haw = ΣΔh + fΔh berasal dari syarat geometris beda tinggi

2. Koreksikan setiap beda tinggi dengan membagi rata


( koreksi berbanding lurus dengan jarak )

3. Tentukan tinggi titik dengan rumus :

Hj = Hi + Δ hij + koreksinya
Nomor Jarak Beda Tinggi Koreksi Tinggi Titik Nomor
Titik (meter) ( meter ) ( meter ) ( meter ) Titik
Nomor Jarak Beda Tinggi Koreksi Tinggi Titik Nomor
Titik (meter) ( meter ) ( meter ) ( meter ) Titik
A 573,216 A
98,1 - 0,307
1 1
110,5 - 0,257
2 2
105,4 + 0,409
3 3
102,5 + 0,426
B 573,480 B
Nomor Jarak Beda Tinggi Koreksi Tinggi Titik Nomor
Titik (meter) ( meter ) ( meter ) ( meter ) Titik
A 573,216 A
98,1 - 0,307
1 1
110,5 - 0,257
2 2
105,4 + 0,409
3 3
102,5 + 0,426
B 573,480 B
Σ + 0,271
Koreksi - 0,007
Akh - Aw + 0,264
Nomor Jarak Beda Tinggi Koreksi Tinggi Titik Nomor
Titik (meter) ( meter ) ( meter ) ( meter ) Titik
A 573,216 A
98,1 - 0,307 - 0,001
1 1
110,5 - 0,257 - 0,002
2 2
105,4 + 0,409 - 0,002
3 3
102,5 + 0,426 - 0,002
B 573,480 B
Σ + 0,271
Koreksi - 0,007
Akh - Aw + 0,264
Nomor Jarak Beda Tinggi Koreksi Tinggi Titik Nomor
Titik (meter) ( meter ) ( meter ) ( meter ) Titik
A 573,216 A
98,1 - 0,307 - 0,001
1 572,908 1
110,5 - 0,257 - 0,002
2 572,649 2
105,4 + 0,409 - 0,002
3 573,056 3
102,5 + 0,426 - 0,002
B 573,480 B
Σ + 0,271
Koreksi - 0,007
Akh - Aw + 0,264
PROFIL

Gambaran irisan permukaan tanah.

Profil : memanjang dan melintang


Tinggi titik profil ditentukan dengan cara / metoda
tinggi garis bidik ( tgb )

Tinggi garis bidik dapat dilakukan dengan cara :


1. Alat diletakkan di atas titik yang diketahui
tingginya
2. Alat diletakkan di luar titik yang diketahui
tingginya
Alat di atas titik yang diketahui tingginya

Garis bidik
BTB
ta
A

B
tgb
TA
TB

msl

tgb = TA + ta TB = tgb - BTB


Alat di luar titik yang diketahui tingginya

Garis bidik
BTB BTA

B
tgb
TA
TB

msl

tgb = TA + BTA TB = tgb - BTB


Secara umum : Ti = tgb - BTi

Beberapa hal yang harus diperhatikan :

1. Rambu diletakkan pada as profil dan pada


setiap perubahan permukaan tanah
2. Jarak antar profil dapat ditentukan dengan
bacaan benang diafragma bila alat pada as
profil yang bersangkutan
Penggambaran profil menggunakan skala untuk
tinggi dan jarak

Dalam penggambaran digunakan bidangpersamaan


untuk tinggi titik profil
Penggambaran profil memanjang dan melintang
prinsipnya sama tetapi caranya berbeda.
Profil memanjang digambar dari kiri ke kanan
sedangkan profil melintang dimulai dari tengah
dan setiap profil melintang digambar terpisah.
Kegunaan profil antara lain :

Pembuatan garis garis tinggi

Perhitungan galian dan timbunan

Perencanaan disain proyek seperti jalan , irigasi dll


Contoh profil memanjang dengan menggunakan metoda alat diluar titik yang diketahui tingginya
Perhatikan sketsa pada gambar sebelumnya

Bacaan Benang Tengah Tinggi


Titik Jarak
Belakang Rincikan Muka Titik Patok

A 0,653 0,000 756,035 0,25

1 0,432 11,3 756,256

2 1,227 25,8 755,461

3 1,378 40,0 755,310

4 1,855 60,6 754,833

B 1,935 71,3 754,753 0,25

Catatan :
Semua satuan dinyatakan dalam meter.
Pertama ditentukan terlebih dahulu tinggi garis bidik dan diperoleh : TGB = 756,035 + 0,653 = 756,688
Kemudian tinggi titik profil ditentukan dari : T i = TGB – BTi
Contoh : profil melintang menggunakan alat diatas titik /as profil

Benang Atas
Benang Tengah Tinggi Titik Jarak
Titik Benang Bawah
Kiri Kanan Kiri Kanan Titik Alat
A 756,035 1,456
a 0,637 0,709 756,854 14,4
0,565
b 0,950 1,100 756,541 30,0
0,800
c 1,932 1,977 755,559 9,0
1,887
d 1,172 1,272 756,319 20,0
1,072
e 1,861 2,036 755,630 35,0
1,686
Pada gambar : - jarak A1 = 2,26 cm Tinggi A di atas bidang persamaan = 6,035 cm
- jarak 12 = 2,90 cm Tinggi 1 di atas bidang persamaan = 6,256 cm
- jarak 23 = 2,84 cm Tinggi 2 di atas bidang persamaan = 5,461 cm
- jarak 34 = 4,12 cm Tinggi 3 di atas bidang persamaan = 5,310 cm
- jarak 4B = 2,14 cm Tinggi 4 di atas bidang persamaan = 4,833 cm
Tinggi B di atas bidang persamaan = 4,753 cm
Pada gambar : - jarak Aa = 2,88 cm Tinggi A di atas bidang persamaan = 2,070 cm
- jarak ab = 3,12 cm Tinggi a di atas bidang persamaan = 3,708 cm
- jarak Ac = 1,80 cm Tinggi b di atas bidang persamaan = 3,082 cm
- jarak cd = 2,20 cm Tinggi c di atas bidang persamaan = 1,118 cm
- jarak de = 3,00 cm Tinggi d di atas bidang persamaan = 2,638 cm
Tinggi e di atas bidang persamaan = 1,260 cm
PEMETAAN SITUASI
SISTEMATIKA PEMETAAN (TERRESTRIS) :

1. PEMBUATAN KERANGKA DASAR


HORISONTAL DAN VERTIKAL

2. PENGUKURAN DETAIL

3. PENGGAMBARAN

PENGUKURAN DETAIL METODA TACIMETRI

PERALATAN : - TEODOLIT KOMPAS


( UTAMA ) - RAMBU
PRINSIP PENGUKURAN
Z
Um

zPa APa

detail
ta
a

P
Alat pada titik kerangka dasar

Titik Kerangka Dasar

Di a ditegakkan rambu dan dicatat


bacaan
ketiga benang diafragma alat
Pada alat selain dicatat asimut ke titik detail juga
dicatat bacaan sudut tegaknya serta tinggi alat .
PRINSIP PENGUKURAN
Z
Um

zTa ATa
zTP
detail
ATP
a
T
Alat di luar titik kerangka dasar

P
Di a ditegakkan rambu dan dicatat bacaan
ketiga benang diafragma alat .
Titik Kerangka Dasar Selain itu hal yang sama juga dilakukan ke
titik kerangka dasar .
Pada alat selain dicatat asimut ke titik detail dan
titik kerangka dasar , juga dicatat bacaan sudut
tegaknya serta tinggi alat .
PRINSIP TACIMETRI
a
a’

d’ b b’ t
x

m
h
i

A
d
PRINSIP TACIMETRI
d’ = 100 ( a’ - b’ )
karena : ( a’ - b’ ) = ( a - b ) cos m maka : d’ = 100 ( a - b ) cos m
sedangkan : d = d’ cos m
sehingga : d = 100 ( a - b ) cos2m atau : d = 100 ( a - b ) sin2z

karena : ( m + z ) = 90o

i+x = h+t atau : h = x + ( i - t )

karena : x = d’ sin m maka : h = 100 ( a - b ) cos m sin m + ( i - t )

atau : h = 50 ( a - b ) sin 2m + ( i - t )

atau : h = 50 ( a - b ) sin 2z + ( i - t )

ingat bahwa ( m + z ) = 90o


Ttk Ttk Tinggi Bacaan Benang Bacaan Sudut

( Asimut Magnit )
Tempat
Alat

Alat di atas

Horisontal
( meter )

( meter )

( meter )

( meter )

Vertikal
( Zenit )
Bidikan

Tengah

Bawah
Atas
B A titik
1,51 1,735 2,347 1,123 25000’ 9000’
C 1,500 1,840 1,160 9121’ 8901’

D C 1,56 1,600 1,900 1,300 25010’ 9429’


E 0,900 1,258 0,744 8634’ 9818’
1 1,600 1,810 1,393 11744’ 9355’
2 1,000 1,340 0,662 14553’ 9517’
3 1,500 1,745 1,255 17046 9443’

F E 1,55 1,624 2,020 1,228 29551’ 9000’


Pematokan

Titik A dan B diketahui koordinatnya


Titik A masih ada di lapangan tetapi titik B telah hilang
Untuk menentukan titik B di lapangan , caranya adalah :
Tentukan jarak AB ( D ) dan sudut jurusan AB (  )
Tempatkan teodolit kompas di titik A & arahkan teropong
pada bacaan sebesar  , kemudian tarik pita ukur dari titik
A sebesar D . Dengan demikian diperoleh posisi titik B .

B
 D
A
( X A ; YA )
Cara yang lebih baik / lebih teliti
Titik A , P dan B diketahui koordinatnya
Titik A dan P masih ada di lapangan tetapi titik B telah
hilang
Untuk menentukan titik B di lapangan , caranya adalah :
Tentukan jarak AB ( D ) dan sudut jurusan AB (  AB ) serta
sudut jurusan AP ( AP )
Tempatkan teodolit di titik A & arahkan teropong ke titik P
serta catat bacaan skala mendatarnya ( mis. X ) , kemudian
tentukan besar { X + ( AB -  AP ) } ; mis. Y .
Gerakkan teropong sampai skala mendatarnya menunjukkan
bacaan sebesar Y dan tarik pita ukur dari titik A sampai
menunjukkan bacaan sebesar D .
Dengan demikian diperoleh posisi titik B .
P
B

Y
A
Hitungan Luas : - grafis mekanis
- numeris
Grafis mekanis untuk daerah yang tidak beraturan
( menggunakan planimeter )
Numeris untuk daerah yang beraturan / berbentuk segi
banyak ( menggunakan koordinat )
Contoh :
XA YA
A B
XB YB
YA.XB XA.YB
XD YD
YB.XD XB.YD
XC YC
YD.XC XD.YC
C D XA YA
Luas =  kanan -  kiri : 2 YC.XA XC.YA
 kiri  kanan
Volume

A D

V = { D x ( L A + LB ) } : 2

Bisa untuk kontur juga

Anda mungkin juga menyukai