Anda di halaman 1dari 5

Nama : Iyaka Aufa Ahdi

NIM : 1507114
Landasan Hukum Perburuhan Bangunan

 
1. Undang-Undang No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
   

Pasal 2,
1. Serikat Pekerja/Serikat Buruh, federasi dan konfederasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh
menerima Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai
Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Serikat Pekerja atau Serikat Buruh, federasi dan konfederasi Serikat Pekerja/Serikat
Buruh mempunyai asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Pasal 5,
1. Setiap pekerja /buruh berhak membentuk dan menjadi anggota Serikat Pekerja/Serikat
Buruh.
2. Serikat Pekerja/Serikat Buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang
pekerja/buruh.
Pasal 28,
"Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk
atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota
atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat
pekerja /serikat buruh dengan cara:
a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan
jabatan, atau melakukan mutasi;
b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
d. melakukan kampanye anti pembentukan SP/SB.
Pasal 43,
1. Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
  kejahatan.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP-16/MEN/2001
a.
Tahun 2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat Pekerja/ Serikat Buruh
Pasal 2 ayat (1)
Pengurus suatu serikat pekerja yang telah terbentuk (baik pada tingkat pimpinan unit
kerja, PUK / serikat pekerja tingkat perusahaan SPTP, maupun Federasi atau
Konfederasi) harus memberitahukan secara tertulis kepada instansi di bidang
ketenagakerjaan di Kabupaten / Kota setempat sesuai domisilinya untuk dilakukan
  pencatatan.
2. Undang-Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Pasal 7, ayat (1): "Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif
dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung."

Pasal 7, ayat (2): "Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan
gedung, dan izin mendirikan bangunan."
Pasal 8, ayat (1): "Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif
  yang meliputi:
a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. izin mendirikan bangunan gedung; sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku."
Pasal 8, ayat (4): "Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung, kepemilikan,
dan pendataan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah."
Peraturan Pemerintah No.36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
a.
Undang No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
Pasal 1: "Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
6. Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan
administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
7. Permohonan izin mendirikan bangunan gedung adalah permohonan yang dilakukan
  pemilik bangunan gedung kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan izin mendirikan
bangunan gedung.
Pasal 112, ayat (1): "Pemerintah daerah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
penerapan peraturan daerah di bidang bangunan gedung melalui mekanisme penerbitan
izin mendirikan bangunan gedung dan sertifikasi kelaikan fungsi bangunan gedung, serta
surat persetujuan dan penetapan pembongkaran bangunan gedung."
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor
i.
27/PRT/M/2018 Tahun 2018 tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung
3 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 1 angka 14
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
Pasal 56 ayat (1)
Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
Pasal 56 ayat (2)
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan
atas:
a. jangka waktu; atau
  b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Pasal 52 ayat (1)
Perjanjian kerja dibuat atas dasar:
a. kesepakatan kedua belah pihak;
b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan,
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 52 ayat (2)
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan

Pasal 54 ayat (1)


Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat:
a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
c. jabatan atau jenis pekerjaan;
d. tempat pekerjaan;
e. besarnya upah dan cara pembayarannya;
f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Pasal 54 ayat (2)
Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f,
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 58 ayat (1)
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan
kerja.
Pasal 58 ayat (2)
Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.
Pasal 60 ayat (1)
Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja
paling lama 3 (tiga) bulan.
Pasal 60 ayat (2)
Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang
membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
Pasal 62
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu
yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja
bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang
mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya
sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian
kerja.

Pasal 61 ayat (1)


Perjanjian kerja berakhir apabila:
a. pekerja meninggal dunia;
b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.
Pasal 53
Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja
dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.
a. Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
b. Peraturan Presiden No.21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.10 Tahun 2018 tentang Tata Cara
c.
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.1 Tahun 2017 tentang Struktur dan Skala
d.
Upah
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.3 Tahun 2016 tentang Tata Cara
e.
Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.17 Tahun 2016 tentang Tata Cara
f.
Perizinan dan Pendaftaran Lembaga Pelatihan Kerja
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-
g. 100/MEN/VI/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu
Undang-Undang No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
4
Industrial
Pasal 1 Angka 1
Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan
pertentangan antara Pengusaha atau gabungan Pengusaha dengan Pekerja/Buruh atau
Serikat Pekerja/Serikat Buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan
kepentingan,perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat
pekerja/serikat Buruh dalam satu perusahaan.
Pasal 3 Ayat (1)
Perundingan bipartit adalah perundingan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dan
pekerja atau serikat pekerja / serikat buruh atau antara serikat pekerja / serikat buruh dan
serikat pekerja / serikat buruh yang lain dalam satu perusahaan yang berselisih.
Perundingan Bipartit adalah perundingan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
Pasal 56
Pengadilan Hubungan Industrial mempunyai kompetensi absolut untuk memeriksa dan
memutus :
 Ditingkat pertama mengenai perselisihan hak
 Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan
 Ditingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja
 Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh dalam satu perusahaan
5 Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

Peraturan Presiden No.64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres
a.
No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan
6 Undang-Undang No.29 Tahun 2009 tentang Ketransmigrasian
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2014 tentang
a.
Pelatihan Calon Transmigran dan Masyarakat Transmigrasi
7 Undang-Undang No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Badan
a.
Penyelenggara Jaminan Sosial
8 Undang-Undang No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
a.
Undang No.2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor
b. 21/PRT/M/2019 Tahun 2019 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan
Konstruksi
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor
c. 08/PRT/M/2019 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelayanan Perizinan Usaha Jasa
Konstruksi Nasional

Sumber : hukumonline.com

Anda mungkin juga menyukai