Anda di halaman 1dari 52

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK MAHASISWA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

TENTANG

OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN

BADAN LEGISLASI

DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA REPUBLIK MAHASISWA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2017
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim….

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat dan salam
semoga tetap tercurah limpahkan kepada suri tauladan umat Rasulullah
Muhammad SAW, kepada para keluarganya, para sahabatnya, tabi’it
tabi’in, dan semoga sampailah kepada kita semua syafaatul uzmannya di
dunia hingga di akhirat kelak nanti.

Atas karunia Allah SWT Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan


Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Republik Mahasiswa
Universitas Pendidikan Indonesia Tentang Otonomi Organisasi
Kemahasiswaan sebagai bagian tak terpisahkan dari rancangan undang -
undang tersebut. Penyusunan Naskah Akademik ini juga menjadi salah
satu langkah dalam menyelesaikan RUU tersebut yang sebagaimana
dimaksud dalam Program Legislasi Rema UPI Tahun 2017.

Penyusunan Naskah Akademik ini dilakukan untuk memberikan


pembenaran secara akademis dan sebagai landasan pemikiran atas materi
pokok Rancangan Undang-Undang yang dimaksud, didasarkan pada hasil
kajian dan diskusi terhadap substansi materi muatan yang terdapat di
berbagai peraturan perundang-undangan, serta kebutuhan hukum akan
otonomi organisasi kemahasiswaan di Rema UPI. Adapun penyusunannya
dilakukan berdasarkan pengolahan dari studi kepustakaan atau literatur
dan pendalaman berupa Forum Group Discussion (FGD) dan wawancara
dengan organisasi kemahasiswaan di lingkungan Rema UPI.

Kelancaran proses penyusunan Naskah Akademik ini tentunya tidak


terlepas dari keterlibatan dan peran DPM Rema UPI yang telah dengan
penuh kesabaran, ketekunan, dan tanggung jawab menyelesaikan apa
yang menjadi tugasnya, serta partisipasi dari seluruh organisasi
kemahasiswaan tingkat Departemen/Program Studi, Kampus Daerah, dan
Universitas. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih atas kerja
samanya.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN i


Kami menyadari bahwa Naskah Akademik ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami menerima segala kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan dan kemajuan bersama. Kami berharap,
semoga Naskah Akademik ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Semoga
bermanfaat.

Hidup Mahasiswa!

Viva Legislativa!

Bandung, November 2017

Badan Legislasi

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN ii


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 3
C. Tujuan dan Kegunaan .................................................................. 4
D. Metode.......................................................................................... 4
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS ................................... 6
A. Kajian Teoretis ............................................................................. 6
B. Praktik Empiris .......................................................................... 15
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT .................................................................................................. 32
A. Undang-Undang Dasar Republik Mahasiswa Universitas
Pendidikan Indonesia ................................................................. 32
B. Undang-Undang Rema UPI No. 1 Tahun 2012 Tentang
Pengaderan ................................................................................ 32
C. Undang-Undang Rema UPI No. 4 Tahun 2012 Tentang
Pengabdian Pada Masyarakat .................................................... 33
D. Undang-Undang Rema UPI No. 1 Tahun 2016 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ......................... 33
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS................. 34
A. Landasan Filosofis...................................................................... 34
B. Landasan Sosiologis ................................................................... 35
C. Landasan Yuridis ....................................................................... 36
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP
MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG..................................................... 37
A. Jangkauan Dan Arah Pengaturan .............................................. 37
B. Ruang Lingkup Pengaturan Undang-Undang............................. 37
BAB VI PENUTUP .................................................................................... 44
A. Kesimpulan ................................................................................ 44
B. Saran ......................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 47

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN iii


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan yang menuju
pemerintahan yang baik (good governance), maka diperlukan rule of law
sebagai salah satu karakteristik good governance lebih mengarah pada
keseimbangan kewenangan sesungguhnya juga merupakan ciri dari
demokrasi (Makhfudz, tanpa tahun). Menurut Irwan (2008) pelaksanaan
pemerintah daerah yang melibatkan masyarakat luas memungkinkan
terciptanya pemerintah daerah yang demokratis dalam rangka menuju
pada pemerintah yang baik (good governance). Moh. Hatta (Irwan, 2008)
menyatakan bahwa otonomisasi tidak hanya melaksanakan demokrasi,
tetapi mendorong berkembangnya prakarsa sendiri, yang berarti
pengambilan keputusan sendiri dan melaksanakan sendiri kepentingan
masyarakat setempat. Dalam pelaksanaan pemerintahan mahasiswa
yang baik maka hal ini juga berlaku, tidak terkecuali Rema UPI yang
mewadahi seluruh organisasi kemahasiswaan di Universitas Pendidikan
Indonesia, sebagai wujud demokrasi berorganisasi.

Organisasi Kemahasiswaan Rema UPI adalah organisasi


mahasiswa yang dibentuk dari, oleh, dan untuk mahasiswa pada
tingkat universitas, fakultas, sekolah pascasarjana, jurusan atau
program studi, dan kampus daerah, yang merupakan sarana
pengembangan penelaran keilmuan, kewirausahawan, minat dan
bakat, pengembangan kesejahteraan mahasiswa, dan pengabdian
kepada masyarakat (Peraturan Rektor tentang Organisasi
Kemahasiswaan UPI, 2010). UUD Rema UPI Pasal 1 ayat (2) menyatakan
bahwa Rema UPI adalah satu– satunya organisasi kemahasiswaan yang
ada di UPI yang sah, berdaulat, dan merupakan kelengkapan non
struktural di lingkungan UPI, pada Pasal 2 menyatakan bahwa
kelengkapan Rema terdiri atas: Majelis Permusyawaratan Rakyat;
Lembaga Legislatif Tingkat Universitas; Lembaga Eksekutif Tingkat

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 1


Universitas; Lembaga Legislatif Tingkat Departemen atau Program
Studi; Lembaga Eksekutif Tingkat Departemen atau Program Studi; Unit
Kegiatan Mahasiswa Tingkat Universitas; Lembaga Legislatif Kampus
Daerah; Lembaga Eksekutif Kampus Daerah; Unit Kegiatan Mahasiswa
Kampus Daerah. Dalam UUD Rema UPI secara eksplisit disebutkan
bahwa Organisasi Kemahasiswaan tingkat departemen/program studi,
tingkat kampus daerah, dan Unit Kegiatan Mahasiswa memiliki hak
otonom dalam hal pengaderan, pengabdian pada masyarakat, dan
keuangan.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Rema UPI


secara tidak langsung menggambarkan bahwa di kampus Universitas
Pendidikan Indonesia hanya ada satu pemerintahan (organisasi)
mahasiswa yang mempunyai kekuasaan dan wewenang tertinggi dalam
bidang pemerintahan (organisasi) mahasiswa. Berdasarkan hal
tersebut, dapat ditafsirkan bahwa Rema UPI menganut bentuk negara
kesatuan yang menurut Soehino (2000) dalam negara kesatuan hanya
ada satu pemerintah, yaitu Pemerintah Pusat yang mempunyai
kekuasaan dan wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan negara,
menetapkan kebijakan pemerintah dan melaksanakan pemerintahan
negara baik di pusat maupun di daerah. Tim peneliti Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa bersama dengan DPRD RI setempat (2009)
menyebutkan ciri dari negara kesatuan yaitu: (1) adanya supremasi dari
parlemen atau lembaga perwakilan rakyat pusat; (2) tidak adanya
badan-badan dibawahnya yang mempunyai kedaulatan (the absencee of
subsidiary soveriegn bodies). Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam
suatu negara kesatuan, kedaulatan tidak boleh bagi-bagi. Adapun
bentuk pemerintahan desentralisasi bertujuan untuk mewujudkan
demokrasi dan mengefektifkan pemberdayaan kemaslahatan rakyat.
Hal ini diperkuat dalam lembar penjelas UUD Rema UPI yang
menyatakan bahwa Republik Mahasiswa UPI berbentuk kesatuan,
namun didalamnya tetap memberikan otoritas kepada setiap Ormawa.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 2


Desentralisasi merupakan salah satu asas dalam penyelenggaraan
pemerintah selain dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Kristiono
(2015) menyatakan dalam asas desentralisasi terjadi penyerahan
wewenang sepenuhnya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah
tentang urusan tertentu sehingga pemerintah daerah dapat mengambil
prakarsa sepenuhnya baik yang menyangkut policy, perencanaan,
pelaksanaan, maupun pembiayaannya. Kristiono (2015) juga
menyebutkan asas desentralisasi sebagai pelaksanaan otonomi daerah
di atas didasarkan pada pengertian yang ada di konstitusi, yaitu
berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 (Tentang Pemerintahan
Daerah).

Rema UPI sendiri merupakan miniatur pemerintahan Indonesia,


dari pandangan tersebut kita dapat melihat urgensi dari kebutuhan akan
pelimpahan ataupun penyerahan sebagian kewenangan di lingkungan
Rema UPI yaitu Organisasi Kemahasiswaan. Bentuk pelimpahan atau
penyerahan sebagian wewenang tersebut dapat diatur dalam undang-
undang Rema UPI atas kesepakatan bersama oleh lembaga legislatif dan
ketua lembaga eksekutif tingkat universitas. Dalam hal ini adalah DPM
Rema UPI bersama dengan Presiden BEM Rema UPI.

Perlunya pembuatan rancangan undang-undang tentang Otonomi


Organisasi Kemahasiswaan ini yaitu untuk mewujudkan adanya keadaan
yang sinergi dan sistematis di lingkungan Rema UPI. Organisasi
Kemahasiswaan yang berdiri di Rema UPI yakni tingkat
departemen/program studi, kampus daerah, dan universitas.

Mengingat terdapatnya pula kekosongan hukum akan hal yang


mengatur otonomi, maka rancangan undang-undang ini merupakan
solusi dari hal tersebut.

B. Identifikasi M asalah
1. Bagaimana penyelenggaraan Organisasi Kemahasiswaan di Rema
UPI?

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 3


2. Mengapa perlu disusun Rancangan Undang-Undang tentang
Otonomi Organisasi Kemahasiswaan?
3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis,
dan yuridis pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang
Otonomi Organisasi Kemahasiswaan?
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan RUU dari Otonomi Organisasi
Kemahasiswaan?

C. Tujuan dan Kegunaan


Sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah yang
dikemukakan di atas, maka penyusunan Naskah Akademik memiliki
tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan penyelenggaraan organisasi kemahasiswaan
di lingkungan Rema UPI.
2. Untuk mewujudkan tata peraturan otonomi organisasi
kemahasiswaan Rema UPI yang berdasarkan atas kebutuhan.
3. Untuk merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, dan yuridis pembentukan Rancangan Undang-Undang
tentang Otonomi Organisasi Kemahasiswaan.
4. Untuk merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan, arah pengaturan, dan materi muatan dalam
Rancangan Undang-Undang tentang Otonomi Organisasi
Kemahasiswaan.
Selanjutnya kegunaan penyusunan Naskah Akademik RUU tentang
Otonomi Organisasi Kemahasiswaan adalah sebagai acuan atau
referensi penyusunan dan pembahasan RUU tentang Otonomi
Organisasi Kemahasiswaan.

D. M etode
Metode pendekatan dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-
Undang tentang Otonomi Organisasi Kemahasiswaan menggunakan

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 4


metode deskriptif-analitis, yaitu metode menggambarkan dan
menganalisis data, fakta, dan informasi serta ketentuan yang ada dalam
berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
pengaturan Otonomi Organisasi Kemahasiswaan. Adapun data yang
digunakan berupa data primer dan data sekunder hasil pengumpulan
data yang dilakukan melalui studi kepustakaan, konsultasi publik, dan
penelitian lapangan.

Studi kepustakaan sebagai salah satu pendekatan dalam


pengumpulan bahan, data, dan informasi yang berkaitan dengan
organisasi kemahasiswaan di lingkungan Rema UPI. Materi studi
pustaka berupa kajian dan review terhadap buku-buku, peraturan-
peraturan mengenai organisasi kemahasiswaan, hasil penelitian, dan
data lainnya yang terkait dengan pengaturan organisasi kemahasiswaan.
Pengumpulan dan penelitian lapangan (fact finding) yang dilakukan
dengan menghimpun pendapat dan persepsi dari organisasi
kemahasiswaan terkait. Organisasi kemahasiswaan terkait adalah
Ormawa di lingkungan Rema UPI mulai dari tingkat
departemen/program Studi, kampus daerah, dan universitas.

Pada pengumpulan data mengenai pengaturan otonomi organisasi


kemahasiswaan ini informasi dan pendapat didapatkan dari para
narasumber yaitu: Ketua Ormawa tingkat Departemen/Prodi, kampus
daerah, dan universitas. Badan legislasi juga melakukan kajian terhadap
bahan-bahan tertulis, juga melalui pengumpulan bahan informasi
dengan cara brainstorming, kompilasi pendapat dan pemikiran para
stakeholder Ormawa di Rema UPI dalam masalah otonomi organisasi
kemahasiswaan.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 5


BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EM PIRIS

A. Kajian Teoretis
1. Asas Penyelenggaran Pemerintahan

UU No. 32 tahun 200 4 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 20


ayat (2) menyebutkan: Dalam penyelenggaraan pemerintah,
pemerintah menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan,
dan asas dekonsentasi sesuai dengan peraturan perundang
undangan, dan ayat (3) menyebutkan dalam menyelenggarakan
pemerintah daerah, pemerintah daerah menggunakan asas otonomi
dan tugas pembantuan. Rema UPI yang merupakan miniatur Negara
Republik Indonesia, mencoba mengaplikasikan asas
penyelenggaraan pemerintah itu untuk penyelenggaraan organisasi
di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia. Dari mulai bentuk
pemerintahan yang sama-sama berbentuk negara kesatuan, Moh.
Kusnardi dan Bintan R. Saragih (Tim peneliti universitas Sultan
Ageng Tirtayasa, 2015), menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
negara kesatuan adalah: “Disebut negara kesatuan apabila
kekuasaan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah tidak
sama dan tidak sederajat. Kekuasaan Pemerintahan Pusat
merupakan kekuasaan yang menonjol dalam negara dan tidak ada
saingannya dari Badan Legislatif Pusat dalam membentuk undang-
undang. Kekuasaan yang di daerah bersifat derivatif (tidak langsung)
dan sering dalam bentuk otonomi yang luas”.

Otonomi yang luas tersebut dipraktikan dalam pelimpahan


kekuasan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam
melaksakan penyelenggaraan pemerintah daerah. Otonomi ini
terlahir sebagai wujud penyelenggaraan pemerintah.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 6


a. Desentralisasi

Barama (2016) menyebutkan pemahaman asas desentralisasi


dapat diklasifikasikan menjadi empat hal yaitu: (1) Desentralisasi
penyerahan kewenang kekuasaan, merupakan penyerahan urusan
pemerintah pusat atau daerah tingkat atasnya ke daerah kepada
daerah yang menjadi urusan rumah tangganya; (2) Desentralisasi
sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan, di bidang
pemerintahan diartikan sebagai pelimpahan wewenang pemerintah
pusat kepada satuan-satuan organisasi setempat untuk
menyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari kelompok
yang mendiami tempat tersebut; (3) Desentralisasi sebagai
pembagian, penyebaran, pemencaran, dan pemberian kekuasaan
dan kewenangan. Soehino berpendapat desentralisasi kedaerahan
memberikan ruang kepada perlengkapan lembaga hukum untuk
membentuk hukum in abstracto dan pemberian delegasi kepada alat
perlengkapan lembaga hukum publik untuk membentuk aturan
hukum in-concreto; (4) Desentralisasi sebagai sarana dalam
pembagian dan pembentukan daerah pemerintahan, yang berarti
desentralisasi adalah pembentukan daerah otonom dengan
kekuasaan-kekuasaan tertentu dan bidang-bidang kegiatan tertentu
yang diselenggarakan berdasarkan pertimbangan, inisiatif, dan
administratif sendiri.

Hukum in abstracto adalah suatu peraturan hukum yang telah


diberlakukan di negara dan belum diterapkan terhadap suatu kasus
oleh pengadilan. Berbeda dengan hukum in concreto yang
merupakan peraturan hukum yang telah diberlakukan dalam suatu
negara dan telah diterapkan pada suatu kasus di masyarakat.
Hukum in abstracto berlaku umum dan merupakan peraturan
perundang-undangan, sedangkan hukum in concreto hanya berlaku
kepada pihak-pihak yang berperkara dan termuat dalam putusan
pengadilan.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 7


Mengutip tulisan Kristiono (2015) dalam buku ajar otonomi
daerah jurusan politik dan kewarganegaraan Universitas Negeri
Semarang, tentang tujuan desentralisasi berdasakan kepentingan
nasional (pemerintah pusat) dan kepentingan pemerintah daerah
sebagai berikut:

Bila dilihat dari sisi kepentingan pemerintah pusat, tulis Smith (1985),
sedikitnya ada tiga tujuan utama desentralisasi. Pertama, political
education (pendidikan politik), maksudnya adalah, melalui praktik
desentralisasi diharapkan masyarakat belajar mengenali dan
memahami berbagai persoalan sosial, ekonomi, dan politik yang
mereka hadapi; menghindari atau bahkan menolak untuk memilih
calon anggota legislatif yang tidak memiliki kualifikasi kemampuan
politik; dan belajar mengkritisi berbagai kebijakan peme rintah,
termasuk masalah penerimaan dan belanja daerah (Maddick, 1963).
Tujuan kedua desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintah pusat
adalah to provide training in political leadership (untuk latihan
kepemimpinan). Tujuan desentralisasi yang kedua ini berangkat dari
asumsi dasar bahwa pemerintah daerah merupakan wadah yang
paling tepat untuk training bagi para politisi dan birokrat sebelum
mereka menduduki berbagai posisi penting di tingkat nasional.
Kebijakan desentralisasi diharapkan akan memotivasi dan
melahirkan calon-calon pimpinan pada level nasional. Tujuan ketiga
desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintah pusat adalah to create
political stability (untuk menciptakan stabilitas politik).

Dari sisi kepentingan pemerintah daerah, tujuan pertama


desentralisasi adalah untuk mewujudkan political equality. Melalui
pelaksanaan desentralisasi diharapkan akan lebih membuka
kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai
aktivitas politik di tingkat lokal. Masyarakat di daerah, tulis Smith
(1985: 24), dapat dengan elegan mempraktikkan bentuk-bentuk
partisipasi politik, misalnya menjadi anggota partai politik dan
kelompok kepentingan, mendapatkan kebebasan mengekspresikan
kepentingan, dan aktif dalam proses pengambilan kebijakan. Tujuan
kedua desentralisasi dari sisi kepentingan pemerintah daerah adalah

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 8


local accountability. Melalui pelaksanaan desentralisasi diharapkan
dapat tercipta peningkatan kemampuan pemerintah daerah dalam
memperhatikan hak-hak komunitasnya, yang meliputi hak untuk
ikut serta dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi
kebijakan di daerah, serta hak untuk me ngontrol pelaksanaan
pemerintahan daerah. Tujuan ketiga desentralisasi dari sisi
kepentingan pemerintah daerah adalah local responsiveness. Asumsi
dasar dari tujuan desentralisasi yang ketiga ini adalah: karena
pemerintah daerah dianggap lebih mengetahui berbagai masalah yang
dihadapi komunitasnya, pelaksanaan desentralisasi akan menjadi
jalan terbaik untuk mengatasi masalah dan sekaligus meningkatkan
akselerasi pembangunan sosial dan ekonomi di daerah.

Berdasarkan pemaparan tersebut, asas desentralisasi ini dapat


diaplikasikan dalam sistem Rema dengan pemerintah daerah
merupakan organisasi kemahasiswaan yang menjadi alat
kelengkapan Rema UPI.

b. Dekonsentrasi

Barama (2016) berpandangan konsep pelaksanaan


desentralisasi bisa bersifat administratif dan politik, dimana sifat
administratif tersebut adalah dekonsentrasi. Dekonsentrasi
merupakan delegasi wewenang pelaksanaan kepada tingkat-tingkat
lokal dan sifat politik merupakan devolusi, yang berarti bahwa
wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap
sumber-sumber daya diberikan kepada pejabat-pejabat regional dan
lokal. Pitono (2012) juga berpandangan bahwa dekonsentrasi
merupakan bagian-bagian kewenangan dan tanggung jawab
administratif antara departemen pusat dengan pejabat pusat di
lapangan.

Pitono (2012) memaparkan ciri-ciri utama dari kebijakan


dekonsentrasi diantaranya: (1) Dekonsentrasi tidak lebih dari

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 9


kepanjangan tangan dari pemerintah pusat yang dilaksanakan di
daerah melalui pejabat-pejabat pusat di daerah tersebut; (2) Pejabat
dekonsentrasi hanya mempertanggung jawabkan pelaksanaan
kegiatan kepada pemerintah pusat, tidak kepada rakyat. Ketika
kebijakan pusat tidak cocok dengan daerah maka pejabat
dekonsentrasi tidak berkewenangan untuk merubah kebijakan
tersebut. Pejabat dekonsentrasi hanya bertanggung jawab atas
keterlaksanaannya kebijakan pusat; (3) Kebijakan, jenis kegiatan,
sasaran, sarana, prasarana, dan biaya pelaksanaan tugas tersebut
disiapkan oleh pemerintah pusat. Semua anggaran dari pemerintah
pusat sehingga akuntabilitas pemanfaatan anggaran dilaporkan
kepada pemerintah pusat.

Pitono (2012) juga mengemukakan tujuan administrasi dari


kebijakan dekonsentrasi diantaranya:

1. Pejabat dekonsentrasi diharapkan mampu mengetahui apa yang


menjadi kebutuhan orang daerah, sehingga mampu menyusun
program-program pembangunan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat lokal;
2. Dengan menempatkan pejabatnya di daerah, pusat akan dapat
menugaskan mereka untuk mengetahui potensi daerah guna
dikembangkan bagi kepentingan nasional dan daerah tersebut;
3. Pusat dapat memerintahkan pejabat-pejabatnya di daerah untuk
membantu pelaksanaan program pusat yang ada di daerah, cara
ini akan jauh lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan
pengelolannya secara keseluruhan dari pusat;
4. Kebijakan dekonsentrasi akan lebih menjamin terjadi “speed of
action” atas suatu kebijakan atau program pusat.

c. Tugas pembantuan

Mengutip dari Tim Peneliti Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


yang memberikan pemaknaan tentang tugas pembantuan sebagai
berikut:

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 10


Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah
dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota
dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa
untuk melaksanakan tugas tertentu.

Tugas pembantuan diselenggarakan karena ada beberapa


wewenang dan tugas pemerintahan yang tidak dapat dilaksanakan
dengan asas desentralisasi dan dekonsentrasi. Tujuan pemberian
tugas pembantuan untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan
penyelesaian permasalahan, membantu penyelenggaraan
pemerintahan, dan pengembangan pembangunan bagi daerah dan
desa (Pitono, 2012).

Bramana (2016): “Kaitan tugas antara tugas pembantuan


dengan desentralisasi dalam melihat hubungan pemerintah pusat
dan pemerintah daerah, seharusnya bertolak dari: (1) tugas
pembantuan adalah bagian dari desentralisasi. Jadi, pertanggung
jawaban mengenai penyelenggaraan tugas pembantuan adalah
tanggung jawab daerah yang bersangkutan; (2) tidak ada perbedaan
pokok antara otonomi dan tugas pembantuan karena dalam tugas
pembantuan terkandung unsur otonomi, daerah punya cara-cara
sendiri melaksanakan tugas pembantuan; serta (3) tugas
pembantuan sama halnya dengan otonomi, yang mengandung unsur
penyerahan, bukan penugasan. Yang dapat dibedakan secara
mendasar bahwa kalau otonomi adalah penyerahan penuh, maka
tugas pembantuan adalah penyerahan tidak penuh”.

2. Otonomi
a. Pengertian otonomi organisasi kemahasiswaan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), otonomi
adalah pola pemerintahan sendiri. Secara etimologi berasal dari kata
Yunani, auto yang artinya sendiri dan nomos yang berarti peraturan
atau undang undang, dapat juga dikatakan "berdiri sendiri" atau

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 11


"dengan pemerintahan sendiri" (Tim Peneliti Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa, 2015). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat
(6), UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
menyebutkan bahwa daerah otonom adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Menurut Fernandez (Tim Peneliti Universitas Sultan Ageng


Tirtayasa , 2015) otonomi daerah dalah pemberian hak, wewenang,
dan kewajiban kepada daerah yang memungkinkan daerah tersebut
dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan
pelaksanaan pembangunan. Rondinelli dan Nellis (Syafrudin, 2000)
berpendapat otonomi daerah merupakan pelimpahan tanggung
jawab untuk merencanakan, memajemen pertumbuhan serta alokasi
sumber-sumber dari pemerintah pusat kepada unit-unit departemen
pemerintah pusat, unit-unit sasaran dibawahnya, kewenangan
publik yang semi otonom, luas area, kewenangan regional dan
fungsional, lembaga non departemen atau organisasi sukarela. UU
RI Nomor 12 Tahun 2008 tentang pemerintah daerah: “Otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang–undangan.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
otonomi organisasi kemahasiswaan adalah hak, kewenangan,
kewajiban organisasi untuk mengatur dan mengurus sendiri
organisasinya sesuai dengan peraturan perundang–undangan yang
berlaku.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 12


b. Syarat suatu organisasi untuk berotonomi
Smith dan Hilhorst (Syafrudin, 2000), mengemukan beberapa
prasyarat sah harus dipenuhi oleh suatu daerah agar dapat
berotonomi dengan baik, yaitu aspek pemerintahan, menejerial, dan
potensi daerah. Smith (Syafrudin, 2000), menyatakan aspek
pemerintahan meliputi: mampu menerima wewenang yang
dilimpahkan; melaksanakan fungsi dan tugas pemerintahan;
melaksanakan tugas administrasi; dan mengumpulkan sumber
pendapatan dari daerah. Hilhorst (Syafrudin, 2000) memperinci
aspek menejerial menjadi : mampu merencanakan produksi barang
dan jasa; mampu mengawasi produksi dari barang dan jasa; dan
mampu mendorong pembangunan daerah sesuai dengan sumber
daya yang tersedia. Smith (Syafrudin, 2000) kembali memperjelas
aspek potensi daerah yang harus terpenuhi adalah: kondisi wilayah
yang mendukung; besar anggaran belanja memadai; tidak ada
ketergantungan keuangan dari luar; dan potensi serta kualitas
personil memadai.

Organisasi yang berada di Rema UPI amat beragam dengan


berbagai karakter dan budaya. Hal tersebut merupakan potensi yang
dapat dikembangkan untuk memajukan organisasi tersebut. Seperti
yang diungkapkan oleh Smith (Syafrudin, 2000) bahwa daerah
otonom harus memiliki potensi dalam hal kewilayahan yang
mendukung, anggaran dan personil yang memadai. Melihat potensi
yang dimiliki oleh organisasi kemahasiswaan di Rema UPI, masing
masing organisasi kemahasiswaan telah memiliki dan melaksanakan
hal tersebut, namun mereka belum memiliki landasan yuridis yang
mengatur secara rinci mekanisme pelaksanaan otonomi tersebut,
sehingga perlu dibuat undang undang yang mengakomodasi perihal
masalah tersebut.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 13


c. Prinsip pelaksanaan otonomi organisasi kemahasiswaan

Otonomi organisasi melibatkan partisipasi anggota Rema UPI


secara luas dan memungkinkan terciptanya good governance yang
merujuk pada pengelolaan pemerintah melalui keterlibatan
stakeholders yang luas dalam berbagai bidang dengan prinsip prinsip
keadilan, kejujuran, persamaan, efisiensi, transparansi, dan
akuntabilitas (Irwan, 2008). Organisasi mahasiswa dalam
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi
organisasi kemahasiswaan perlu memperhatikan hubungan antar
susunan organisasi kemahasiswaan tingkat universitas dan
organisasi kemahasiswaan di bawahnya. Aspek hubungan wewenang
memperlihatkan kekhususan dan keragaman organisasi
kemahasiswaan di Rema UPI. Aspek hubungan keuangan, pelayanan
umum, dan sumber daya manusia dilaksanakan secara adil dan
selaras (Makhfudz, tanpa tahun). Agar mampu menjalankan peran
tersebut, maka organisasi kemahasiswaan diberikan kewenangan
seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
penyelenggaraan otonomi organisasi dalam penyelenggaraan suatu
sistem Rema UPI.

Habibi (2015) menyebutkan kebijakan tentang otonomi daerah,


memberikan otonomi yang sangat luas kepada daerah. Mahfud MD
(Habibi, 2015), menegaskan bahwa implikasi adanya kewenangan
urusan pemerintahan yang cukup luas bagi daerah dalam rangka
otonomi daerah, dapat merupakan berkah bagi daerah, tapi
sekaligus menjadi beban yang menuntut kesiapan daerah untuk
melaksanakannya, karena akan semakin banyaknya urusan
kepemerintahan yang menjadi tanggungjawab pemerintah. Hal ini
menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan otonomi organisasi
kemahasiswaan yang seluas-luasnya dengan masih berpegang pada
perundang-undangan yang ada. Seperti pengaderan anggota Rema
UPI meskipun menjadi hak otonom dari masing-masing organisasi
kemahasiswaan tetapi harus memenuhi tahapan dan muatan materi

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 14


yang sama guna menyelaraskan kualitas anggota Rema UPI.
Begitupun dalam penarikan Iuran kemahasiswaan yang menjadi
sumber pendapatan utama organisasi diatur nominal dan
regulasinya dalam perundang-undangan. Pengabdian pada
masyarakat merupakan kewajiban dari setiap mahasiswa dalam
rangka menjunjung tinggi tri dharma perguruan tinggi, di mana
dalam pelaksanaannya menjadi hak otonom dari setiap organisasi
kemahasiswaan sebagai wadah bagi mahasiswa untuk
mengembangkan dirinya.

B. Praktik Empiris
Praktik empiris disusun berdasarkan pengumpulan data dalam
rangka penyusunan naskah akademik dan draf RUU tentang pengaturan
otonomi organisasi kemahasiswaan yang dilakukan di Rema UPI.
Dilakukan beberapa pertemuan dengan Ormawa di Rema UPI.

Beberapa hal penting yang menjadi target pengumpulan data yaitu


untuk memperoleh informasi dan masukan, memperdalam
permasalahan yang terjadi selama ini, serta terkait dengan implementasi
kebijakan. Berdasarkan pengumpulan data yang dilakukan diperoleh
data sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan Keorganisasian di Rema UPI


a. Organ Kelembagaan Rema UPI
Dalam kondisi kehidupan berorganisasi di lingkungan UPI ini,
terdapat beberapa lembaga kemahasiswaan yang sah dan diakui
sebagai kelengkapan dari organisasi kemahasiswaan di
lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yaitu Rema
UPI, sebagaimana dimaksud pada UUD Rema UPI sebagai berikut:

1) M ajelis Permusyawaratan M ahasiswa

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 15


Gambar 1. Majelis Permusyawaratan Mahasiswa
Republik Mahasiswa UPI (MPM Rema UPI)

Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Republik Mahasiswa UPI


yang biasa disingkat MPM Rema UPI, merupakan lembaga
permusyawaratan tingkat universitas. MPM Rema UPI adalah
suatu lembaga yang memiliki kedaulatan tertinggi organisasi
kemahasiswaan UPI. Forum musyawarah tertinggi di Rema UPI
diwujudkan dalam Sidang Umum atau Sidang Istimewa MPM
Rema UPI. Dalam kegiatan persidangan tersebut, terdapat
serangkaian sidang pleno dan sidang paripurna sebagai wadah
MPM Rema UPI melaksanakan tugas dan wewenang, hak, dan
kewajiban. Selain itu, dalam mekanisme persidangan juga MPM
Rema UPI mengubah UUD Rema UPI serta membentuk dan
menetapkan ketetapan MPM Rema UPI, pimpinan MPM Rema
UPI, Ketua DPM Rema UPI, serta Presiden dan Wakil Presiden
BEM Rema UPI.
MPM Rema UPI berfungsi sebagai lembaga yang menegakkan
konstitusi Rema UPI dan sebagai wakil mahasiswa yang
bertanggung jawab. MPM Rema UPI terdiri dari pimpinan dan
Anggota. Pimpinan terdiri dari satu orang ketua dan dua orang
wakil ketua, yang beranggotakan seluruh ketua lembaga legislatif
dan eksekutif tingkat departemen/program studi serta tingkat
kampus daerah, juga seluruh ketua UKM tingkat universitas.
Pimpinan dibantu oleh sekretaris dan bendahara untuk
mendukung sistem administrasi. Sebagai lembaga yang
mempunyai posisi yang strategis di Rema UPI dalam menentukan
sistem penyelenggaraan keorganisasian, MPM Rema UPI juga
mempunyai wewenang dalam memberikan dan menetapkan
sanksi kepada anggota Rema UPI yang tidak melaksanakan

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 16


kewajiban, mencabut hak keanggotaan, dan menetapkan hal-hal
yang dianggap perlu.
Dalam menjalankan segala tugas dan wewenangnya juga, MPM
Rema UPI mempunyai hak untuk menerima laporan pengawasan
dari ketua DPM Rema UPI, menerima atau menolak
pertanggungjawaban Presiden dan Wakil Presiden BEM Rema
UPI, menerima laporan dari UKM tentang transparansi
penggunaaan dana IUK secara langsung atau melalui BEM Rema
UPI, serta menerima ketetapan dan aturan perundangan Rema
UPI. Hak dari MPM Rema UPI tersebut biasa dilaksanakan ketika
Sidang Umum.

2) Lembaga Legislatif
Pelaksanaan fungsi legislatif yaitu fungsi legislasi,
penganggaran, dan pengawasan dilaksanakan oleh lembaga
legislatif. Dalam penyelenggaraannya di tingkat universitas,
kampus daerah dan departemen/program studi terdapat lembaga
legislatif sebagai check and balance lembaga eksekutif pada
tingkat tersebut. Sehingga masing-masing lembaga, baik
eksekutif dan legislatif tidak dapat membubarkan dan
mendoktrinasi kekuasaan lembaga lain dikarenakan adanya
check and balance yang saling mengawasi dan menyeimbangkan
antar sesamanya.

Gambar 2. Dewan Perwakilan Mahasiswa


Republik Mahasiswa UPI (DPM Rema UPI)

Dewan Perwakilan Mahasiswa Republik Mahasiswa UPI yang


biasa disingkat DPM Rema UPI merupakan lembaga legislatif
tingkat universitas. DPM Rema UPI memiliki kedudukan yang
sejajar dengan lembaga eksekutif tingkat universitas yaitu BEM

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 17


Rema UPI. DPM Rema UPI mempunyai tugas untuk mengawasi
kinerja, program kerja, dan kebijakan BEM Rema UPI. Selain itu
melakukan penganggaran pada RAPBO (Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Orgnisasi) BEM Rema UPI yang
ditetapkan oleh DPM Rema UPI menjadi APBO. Kemudian fungsi
legislasi, DPM Rema UPI membuat undang-undang Rema UPI
yang disahkan bersama dengan Presiden BEM Rema UPI.
DPM Rema UPI dipimpin oleh seorang ketua yang dipilih dan
ditetapkan pada Sidang Umum MPM Rema UPI. Anggota DPM
Rema UPI terdiri atas delegasi dan non delegasi yang harus
melewati mekanisme perekrutan anggota. Dalam menjalankan
mekanisme kerjanya, DPM Rema UPI membentuk ketetapan,
keputusan, peraturan, dan SOP.
Di tingkat departemen/program studi hadir juga lembaga
legislatif yang menjadi penyeimbang kekuasaan lembaga
eksekutif di tingkatnya. Fungsi, tugas, dan wewenang lembaga
legislatif tertera dalam peraturan dasar atau AD/ART
himpunannya. Secara umum, lembaga legislatif memiliki tugas
dan wewenangnya dalam pelaksanaan fungsi legislasi,
pengawasan, dan penganggaran. Serta aspirasi menjadi jiwanya
perwakilan mahasiswa. Di tingkat ini, mayoritas ketua atau
anggota dipilih dalam musyawarah mahasiswa
departemen/program studi. Ada juga yang melakukan perekrutan
anggota lembaga legislatif dengan jumlah yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan menitik beratkan asas keterwakilan.
Di lima kampus daerah juga memiliki lembaga legislatif untuk
mengawasi lembaga eksekutif di tingkatnya. Mekanisme kerjanya
diatur dalam AD/ART kampus daerahnya masing-masing yang
menjadi peraturan dasarnya. Pemilihan ketua dan anggota diatur
dalam peraturan perundang-undangan di kampus daerah.
Kurang lebih untuk struktur organ kelembagaan disesuaikan
dengan tugas dan wewenangnya. Tugas dan wewenang yang

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 18


dimaksud masih dalam ruang lingkup legislasi, pengawasan,
penganggaran, dan aspirasi.

3) Lembaga Eksekutif
Lembaga eksekutif merupakan lembaga yang berfungsi
sebagai lembaga pelaksana keorganisasian (kegiatan
kemahasiswaan). Sebagai lembaga pelaksana, eksekutif
menyelenggarakan program kerja, menetapkan kebijakan, dan
melaksanakan aturan-aturan yang berlaku. Lembaga eksekutif di
Rema UPI terdiri dari lembaga eksekutif tingkat universitas,
departemen/program studi, dan kampus daerah.

Gambar 3. Badan Eksekutif Mahasiswa


Republik Mahasiswa UPI (BEM Rema UPI)

Pada tingkat universitas, lembaga eksekutif bernama Badan


Eksekutif Mahasiswa (BEM Rema UPI). BEM Rema UPI ini
merupakan lembaga eksekutif pusat yang berkedudukan sejajar
dengan lembaga legislatif di tingkat universitas yaitu DPM Rema
UPI. BEM Rema UPI dipimpin oleh Presiden dan Wakil Presiden,
dibantu oleh kementrian. Presiden dan wakil presiden tersebut
dipilih melalui mekanisme Pemilu Rema UPI dan dilantik di
Sidang Umum MPM Rema UPI. Untuk mewujudkkan visi misinya,
BEM Rema UPI bergerak pada bidang administrasi, keuangan,
pengembangan sumber daya organisasi, pengabdian,
pengembangan mahasiswa, pendidikan, hubungan dalam
kampus, hubungan luar kampus, komunikasi dan informasi
dalam ruang lingkup universitas. Hubungan dalam kampus, BEM
Rema UPI bergerak terdepan untuk mengawal isu kampus dan
memperjuangkan hak mahasiswa. Berbeda dengan hubungan
luar kampus yang mengawal isu-isu luar kampus yang paling

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 19


utama adalah isu nasional dan terus memperjuangkan hak-hak
rakyat.
Dalam menjalankan fungsi organisasinya, BEM Rema UPI
mempunyai tugas dan wewenang yaitu membuat keputusan-
keputusan yang dianggap perlu dalam melaksanakan Garis-garis
Besar Program Kerja (GBPK) Rema UPI, sebagai lembaga yang
mewakili mahasiswa UPI baik ke dalam maupun ke luar kampus,
melakukan pembentukan panitia penyelenggara pemilu bersama
DPM Rema UPI, memiliki komando terpusat dengan lembaga
eksekutif dan UKM, dan membuat surat keputusan BEM Rema
UPI.
Kewajiban dari BEM Rema UPI adalah menjunjung tinggi
peraturan dasar Rema UPI, mengordinasikan setiap kebijakan
kepada DPM Rema UPI, mensosialisasikan segala kebijakan
kepada Ormawa UPI, bertanggung jawab kepada MPM Rema UPI,
mengoptimalkan pelayanan, dan menjalankan peraturan
perundang-undangan. Selain kewajiban, BEM Rema UPI
mempunyai hak untuk mengajukan rancangan undang-undang.
Pada tingkat departemen/program studi, lembaga eksekutif
mempunyai fungsi yang tidak jauh berbeda dengan tingkat
universitas. Ruang lingkupnya paling kecil yaitu pada
departemen/program studi. Tugas dan wewenangnya diatur pada
AD/ART atau peraturan dasar di himpunannya masing-masing.
Mekanisme pemilihan ketua ada yang melalui pemilu dan
musyawarah mufakat. Beragam mekanisme pemilihan ketua
disesuaikan dengan kebutuhan di masing-masing himpunan.
Di lima kampus daerah juga terdapat keberadaan lembaga
eksekutif. Ruang lingkupnya hanya pada tingkat kampus daerah
saja. Lembaga ini juga diawasi oleh lembaga legislatif. Fungsi
lembaga eksekutif ini tidak jauh berbeda dengan lembaga
eksekutif di tingkat lainnya. Tugas dan wewenangnya disesuaikan

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 20


dengan AD/ART. Pemilihan ketua dan wakil sudah menggunakan
sistem pemilu.

4) Unit Kegiatan M ahasiswa


Unit Kegiatan Mahasiswa yang biasanya disingkat UKM
merupakan suatu wadah pengembangan potensi diri bagi
mahasiswa UPI. UKM ini terbagi menjadi enam bidang yaitu
keagamaan, penalaran, seni dan budaya, olahraga permainan,
dan olahraga bela diri. Jumlah UKM tingkat universitas kurang
lebih 63 Ormawa. UKM yang ada di lingkungan UPI terdiri dari
UKM di tingkat universitas dan tingkat kampus daerah (UKM
Kamda).
Selain itu, di tingkat departemen/program studi juga terdapat
wadah mengembangkan minat dan bakat mahasiswa. Istilahnya
bermacam-macam yaitu Unit Kegiatan Khusus (UKK) atau Badan
Semi Otonom (BSO), dan lain-lain. Minat dan bakat yang
dikembangkan bermacam-macam sesuai dengan kultur
akademik di departemen/program studinya masing-masing.
Salah satu contoh di Himpunan Mahasiswa Fisika terdapat UKK
Komunitas Hijau Fisika (Khauf) dan Cakrawala (minat bidang
astronomi), dan terdapat komunitas pecinta seni yang diwadahi
oleh Sanggar Seni Fisika (Sasefi) serta terdapat juga klub
olahraga. Keberadaan unit kegiatan ini memberikan dampak baik
bagi mahasiswa yang mengembangkan minat dan bakatnya serta
untuk terus berprestasi di luar lingkup akademik.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 21


b. M ekanisme Hubungan

Gambar 4. Struktur Ormawa Rema UPI

Berdasarkan UUD Rema UPI pada Gambar 4. mendeskripsikan


struktur Ormawa di Rema UPI yang berbentuk kesatuan. Terdapat
garis komunikasi komando dan koordinasi. BEM Rema UPI dalam
hal Presiden dan Wakil Presiden serta DPM Rema UPI dalam hal
Ketuanya merupakan mandataris dari forum tertinggi di Rema UPI
yaitu Sidang Umum MPM Rema UPI. Maka, mereka bertangggung
jawab kepada MPM Rema UPI. Dalam hal ini ditunjukkan dengan
garis a.
Lembaga legislatif tingkat universitas yaitu DPM Rema UPI dan
eksekutif BEM Rema UPI memiliki jalur koordinatif yang ditunjukkan
dengan garis b.
Dalam melaksanakan keorganisasiannya, BEM Rema UPI memiliki
jalur komando terhadap kepada seluruh lembaga eksekutif pada
tingkat departemen/program studi dan tingkat kampus daerah.
Begitu juga UKM menjadi Ormawa yang berada dalam naungan BEM
Rema UPI dan berlaku juga jalur komando kepada setiap UKM yang
ada di UPI. Dalam hal ini ditunjukkan dengan garis c.
Sebagaimana sudah dipahami sebelumnya UKM di tingkat
kampus universitas berhubungan langsung kepada BEM Rema UPI,

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 22


sedangkan UKM yang ada di kampus daerah universitas
berhubungan langsung dalam hal komando dengan BEM tingkat
kampus daerah.
Garis yang ditunjukkan oleh garis d merupakan garis koordinatif
antara DPM Rema UPI dengan lembaga legislatif tingkat
departemen/program studi dan tingkat kampus daerah. UKM tingkat
universitas juga mempunyai jalur koordinatif juga de ngan DPM
Rema UPI.
Di tingkat departemen/program studi lembaga eksekutif memiliki
jalur koordinatif dengan lembaga legislatif di tingkatnya yang
digambarkan dengan garis e. Begitu juga berlaku pada tingkat
kampus daerah untuk lembaga eksekutif dan lembaga legislatifnya
yang digambarkan dengan garis f.

c. Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Perundang-undangan digunakan sebagai pedoman
pelaksanaan penyelenggaraan organisasi. Peraturan dasar di Rema
UPI adalah UUD Rema UPI. Sebagaimana dimaksud pada UUD Rema
UPI hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai
berikut:

UUD Rema UPI

Ketetapan MPM Rema UPI

UU Rema UPI

Peraturan Lembaga Eksekutif


Mahasiswa

Peraturan Presiden

Peraturan Organisasi Tingkat Dep/Prodi,


UKM, Kampus daerah

Gambar 5. Hierarki peraturan perundang-undangan Rema UPI

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 23


UUD Rema UPI menjadi peraturan dasar keberjalanan Rema UPI.
Kekuatan hukumnya berdasarkan hierarkinya. Di setiap jenisnya
mempunyai pejabat-pejabat berwenang. Seperti UUD Rema UPI pejabat
yang berwenang untuk merubahnya adalah MPM Rema UPI serta
mempunyai wewenang juga untuk membentuk ketetapan MPM Rema
UPI. Menurut UUD Rema UPI, ketetapan MPM Rema UPI adalah
ketetapan sidang umum MPM Rema UPI. Sehingga, forum sah untuk
mengeluarkan ketetapan tersebut harus melalui mekanisme sidang
umum. Mekanisme pembentukan ketetapan MPM Rema UPI juga harus
dibentuk dalam bentuk peraturan lagi. Sehingga mekanisme dan
legitimasinya jelas.
DPM Rema UPI dan Presiden BEM Rema UPI mempunyai
kewenangan untuk membentuk undang-undang Rema UPI.
Pembahasan dan pengesahannya juga harus melalui persetujuan
bersama. Sehingga bisa disahkan menjadi UU Rema UPI. Materi
muatan dalam UU Rema UPI merupakan pengaturan lebih lanjut dari
UUD Rema UPI, perintah dari UU Rema UPI lainnya, ketetapan dari
Sidang Umum MPM Rema UPI, dan pemenuhan kebutuhan hukum.
Dalam pemenuhan kebutuhan hukum, di Rema UPI ini sudah
mempunyai UU Rema UPI tentang pengabdian pada masyarakat,
pengaderan, pengelolaan dana iuran kemahasiswaan, pemilihan
presiden dan wakil presiden BEM Rema UPI, dan pembentukan
peraturan perundang-undangan. Masih akan ada undang-undang
yang dibentuk sesuai dengan materi muatan yang seharusnya.
Pejabat yang berwenang dalam membentuk peraturan lembaga
eksekutif mahasiswa adalah BEM Rema UPI. Materi muatannya harus
berisi untuk mengatur dan melaksanakan kekuasaan pemerintahan di
tingkat Rema UPI dan tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi. Sampai saat ini, peraturan lembaga eksekutif belum ada.
Berbeda dengan peraturan presiden yang lebih khusus pejabat yang
berwenangnya, yaitu Presiden BEM Rema UPI. Muatan materi yang
harus diatur dalam peraturan ini adalah apa yang diperintahkan oleh

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 24


peraturan yang ada di atasnya. Sama seperti peraturan lembaga
eksekutif, peraturan presiden juga belum ada.
Peraturan Organisasi tingkat departemen/program studi dan
kampus daerah tidak jauh berbeda jenisnya. Di tingkatnya mempunyai
peraturan dasar yang biasa disebut AD/ART. Begitu juga lembaga
legislatif dan lembaga eksekutifnya mempunyai wewenang untuk
membentuk peraturan di tingkatnya atas persetujuan bersama. Begitu
juga di UKM mempunyai peraturan dasar yang umum sebutannya juga
AD/ART.

d. Ormawa di Kampus Daerah


Universitas Pendidikan Indonesia memiliki lima kampus daerah
diantaranya kampus daerah Cibiru, Purwakarta, Sumedang,
Tasikmalaya, dan Serang. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
bahwa di tingkat kampus daerah memiliki Ormawa untuk menunjang
kegiatan mahasiswa. Keberadaan lembaga legislatif, lembaga eksekutif,
dan UKM memfasilitasi mahasiswa di kampus daerah untuk tetap
berkarya.
Semua kampus daerah memiliki lembaga legislatif dan eksekutif.
Dalam penyelenggaraannya jalur komunikasi yang digunakan adalah
jalur koordinatif. AD/ART menjadi landasan keberlangsungan sistem
Ormawa di kampus daerah. Setiap kampus daerah mempunyai kultur
khas masing-masing.
Dinamika yang terjadi di kampus daerah beragam. Kampus daerah
Tasikmalaya memiliki lembaga kemahasiswaan Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa untuk memfasilitasi pelaksanaan forum
tertinggi mahasiswanya. Dalam hal ini, pembentukannya untuk
mengakomodasi kebutuhan mahasiswa. Namun, yang menjadi sorotan
adalah masih terjadinya kebimbangan di tubuh Rema UPI atas
keberadaannya, dianggap tidak sejalan dengan peraturan yang ada.
Berbeda dengan kondisi hari ini di kampus daerah Cibiru, Sumedang,
Purwakarta, dan Serang yang tidak terdapat lembaga tersebut.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 25


Selain itu, mahasiswa di tingkat departemen/program studi kampus
daerah juga membentuk himpunan selayaknya di kampus Bumi
Siliwangi. Pembentukannya atas dasar kebutuhan. Dari lima kampus
daerah, hanya Sumedang yang tidak membentuknya. Eksistensi
pembentukan himpunan juga menjadi sorotan di tubuh Rema UPI,
karena belum ada landasannya yang kuat. Keotonomian Ormawa
kampus daerah di Rema UPI masih belum tegas dan jelas. Seperti
untuk hal eksistensi Himpunan Departemen/Prodi di Kampus daerah,
hubungan UKM tingkat universitas dengan UKM Kampus Daerah,
kedudukan kampus daerah, dan lembaga MPM di kampus daerah yang
masih menunggu kejelasan akan seperti apa.
Namun, di Sumedang juga mempunyai dinamika sendiri yaitu
bergabungnya STIKES dengan Sumedang. Penggabungan ini menjadi
dilema atas organisasi kemahasiswaannya akan seperti apa serta
menjadi batu loncatan kampus daerah ini untuk menata kembali
sistem Ormawanya.

e. Eksistensi Ormawa tingkat Fakultas


Untuk sampai saat ini Rema UPI masih belum satu suara bulat
membutuhkan atau tidak membutuhkan Ormawa tingkat fakultas. Hal
ini dibuktikan dengan adanya Ormawa tersebut yang hanya di
beberapa fakultas seperti FPIPS, FPOK, FPBS, FPSD, dan FPTK.
Sisanya, seperti FPMIPA, FPEB, dan FIP hanya mengandalkan Forum
Komunikasi atau yang biasa mereka sebut Forkom.
Eksistensi Ormawa tingkat fakultas menjadi sorotan karena tidak
diakuinya di konstitusi tertinggi di Rema UPI yaitu UUD Rema UPI. Jika
eksistensinya diakui oleh Rema UPI maka akan muncul beberapa
kekhawatiran dari Ormawa tingkat Departemen/Program Studi, yaitu
dalam hal keuangan, ranah kegiatan, SDM, orientasi arah pergerakan,
dan kesiapan.
Selain itu, mereka yang menyetujui adanya Ormawa tingkat fakultas
berpikiran bahwa kedudukannya menjadi penting dalam hal

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 26


koordinasi. Koordinasi yang dijalankan yaitu koordinasi antar
himpunan departemen/prodi begitu juga dengan pihak jajaran
fakultas. Dengan eksistensinya di fakultas, sehingga akan menjaga
kebersamaan antar himpunan di fakultas sendiri. Serta dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan fakultas. Namun, pada fakultas-
fakultas yang belum ada, mereka merasa masih merasa terkoordinir
baik dengan jajaran fakultas dan antar himpunan melalui Forkom tiap
fakultas yang beranggotakan setiap ketua himpunan yang ada di
fakultas tersebut.
Pengaderan yang berjenjang pun menjadi alasan utama supaya
seseorang mengalami kematangan dalam berorganisasi di lingkungan
Rema UPI. Berjenjang dari departemen/prodi, fakultas, kemudian
universitas. Sehingga ketika seseorang tersebut terjun ke tingkat
universitas menjadi matang dalam segi apapun, terutama emosional.
Dalam hal ini, tidak bisa dipungkiri bahwa harus ada orang-orang
yang rela berkorban untuk mengurusi tingkat fakultas dan harus
diperjelas dan dipertegas kualifikasi orang tersebut.
Sejauh ini, fakultas-fakultas yang sudah terdapatnya Ormawa
tingkat fakultas merasa lebih terkoordinir dengan baik dan terasa
banyak keuntungannya dalam memenuhi setiap kebutuhan Ormawa
tingkat Departemen/Prodi di fakultasnya masing-masing. Kegiatan-
kegiatan tingkat fakultas yang bekerja sama dengan petinggi UPI
tingkat fakultas pun terkoordinir dengan baik. Begitu juga dengan
fakultas-fakultas yang sejauh ini tidak terdapatnya Ormawa tingkat
fakultas, mereka masih menikmati baiknya koordinasi dengan
himpunan satu fakultasnya dan petinggi tingkat fakultas meskipun
hanya berwadah forum komunikasi.
Masih perlu diadakannya kajian lebih dalam lagi mengenai
eksistensi Ormawa tingkat fakultas di lingkungan Rema UPI dengan
memperhatikan banyak aspek. Tidak cukup dengan hanyak melihat
aspek kepentingan dan kebutuhan saja. Apalagi hanya kepentingan
dan kebutuhan segelintir orang. Begitu juga harus dikaji juga terkait

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 27


Otonomi setiap Ormawa harus seperti apa. Karena ada tidaknya,
sistem Rema UPI harus diperjelas lagi sehingga tidak ada miss
konsepsi. Isu Eksistensi Ormawa tingkat fakultas merupakan hal yang
harus dilihat substansinya, harus dicari titik temunya.
Berdasarkan hasil kajian tim panitia khusus lokakarya Rema UPI
2016 rekomendasinya adalah menganggap bahwa kebutuhan
mahasiswa merupakan komponen pertimbangan yang paling penting
untuk dibentuk atau tidaknya Ormawa tingkat fakultas. Apabila
kebutuhan dari Ormawa-ormawa yang ada di UPI setelah ditinjau
berdasarkan pemikiran dan kajian rasional diperlukan untuk adanya
ormawa tingkat fakultas, maka perlu diadakannya fasilitasi dari Rema
UPI yang berkedudukan di tingkat universitas untuk memfasilitasinya
melalui pembentukan suatu tim khusus untuk berperan sebagai
pembimbing, penilai dan pengarah terbentuknya Ormawa di tingkat
fakultas yang diterapkan dalam kurun waktu tertentu.

f. Otonomi Organisasi Kemahasiswaan


Dalam penyelenggaraan Organisasi Kemahasiswaan di Rema UPI
terdapat kewenangan yang diberikan kepada Ormawa masing-masing
untuk melaksanakan kegiatannya. Pada penyerapan aspirasi yang
dilakukan pembahasan mengenai:

1) Pembentukan Organisasi Kemahasiswaan


Berdasarkan diskusi dengan Ormawa yang hadir dalam
penyerapan aspirasi perlu diperjelas kembali tentang proses
pembentukan Ormawa di bawah koordinasi lembaga yang
bersangkutan. Harus disebutkan lembaga mana yang dimaksud
dan bagaimana detail mekanisme pembentukan dan
pembubarannya.

2) Mekanisme Hubungan
Mengkutip pernyataan dari HIMAGRIN yang menyatakan
bahwa: “Proses pengambilan keputusan atau kebijakan BEM Rema

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 28


UPI harus berasal dari mahasiswa”. Pernyataan ini keluar ketika
pembahasan garis komunikasi antara BEM Rema UPI dengan
lembaga eksekutif Kampus Daerah, Departemen atau Program Studi,
dan UKM. Para Ormawa yang hadir pada tanggal 31 September 2017
menyatakan belum merasakan komando yang diberikan oleh BEM
Rema UPI, sehingga mereka meminta untuk dikaji kembali jalur
komandonya. Sementara itu HMK mengusulkan untuk
menambahkan kata “terpusat” pada jalur komunikasi antara BEM
Rema UPI dengan Ormawa, karena tidak jelas jika kata komando
berdiri sendiri di siapa komando itu dipegang, maka dari itu lebih
baik ditambahkan menjadi komando terpusat. Selain itu, Ormawa
yang hadir dalam penyerapan aspirasi meminta untuk diperje lasnya
alur birokrasi di Rema.
Setiap Ormawa mempunyai otonomi seluas-luasnya, yang
menjadi permasalahan pemberian otonomi yang seluas luasnya
untuk pengaderan, PPM, dan keuangan Ormawa dimana dalam
proses pelaksanaannya masih membutuhkan landasan yuridis di
Rema UPI. Oleh karena itu diperlukan pengkajian kembali te rhadap
pemberian otonomi seluas-luasnya.

3) Penyerlenggaraan Organisasi
Harus dijabarkan kembali tentang penamaan lembaga
eksekutif atau legislatif yang tidak bertentangan dengan UUD Rema
UPI. Ormawa di tingkat Departemen/Program Studi mendapatkan
advokasi dari BEM Rema UPI, hal ini dirasa perlu oleh semua
ormawa yang hadir dalam penyerapan aspirasi untuk mendukung
kebutuhan Ormawa. Lembaga eksekutif setiap Ormawa harus
berkewajiban untuk memberikan salinan laporan
pertanggungjawaban mengenai keorganisasian selama satu periode
kepengurusan kepada BEM Rema UPI. HME memberikan penjelasan
hal tersebut sudah sewajarnya dilakukan karena jalur komunikasi
BEM Rema UPI dengan lembaga eksekutif tingkat departemen atau

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 29


prodi adalah jalur komando. Tetapi Ormawa lain memberikan
pandangan hal ini tidak harus dilakukan karena urgensi dari hal
tersebut belum terjawab. Kecuali laporan pertanggungjawaban
kegiatan bersama dengan BEM Rema UPI itu harus ada laporan
pertanggungjawabannya.
Timbul juga pertanyaan dari peserta penyerapan aspirasi
tentang kedudukan dari BEM Fakultas atau senat fakultas di Rema
UPI. Terkait hal ini, kami tidak membahas lebih lanjut, tetapi ada
beberapa Himpunan yang menyatakan membutuhkan Ormawa
Fakultas seperti HIMA IKOR, HIMA PJKR, HIMAPER (FPOK
membutuhkan), PIPS, dan IPAI (FPIPS dibutuhkan). HIMAGRIN
meminta untuk diakomodasi terkait Ormawa tingkat Fakultas, dan
FPTK membutuhkan hal tersebut.
Ada beberapa UKM yang belum menyadari bahwa mereka
merupakan bagian dari Rema UPI. Karena UKM merasa peran Rema
UPI tidak terasa. Peran Rema UPI hanya terasa saat mencairkan
dana atau terkait keuangan saja. Untuk pergerakan kurang
merasakan. Mereka lebih merasakan peran dari FK UKM daripada
dari BEM Rema UPI. Harapannya kontrol terhadap UKM harus
diperbaiki lagi, keotonomiannya juga harus jelas diatur dalam
sebuah peraturan supaya tidak abu-abu.
Untuk UKM tingkat fakultas dan UKM tingkat Universitas yang
selaras harapannya dapat akomodasikan atau dipertegas lagi. Pun
juga dengan status dan kedudukan UKM di kampus daerah yang
masih dipertanyakan. Baiknya, ada koordinasi juga dari UKM yang
di kampus bumi siliwangi dengan UKM yang selaras di kampus
daerah. Begitu juga dengan ketegasan apakah UKM ada di bawah
naungan kementrian BEM Rema UPI atau tidak.

4) Produk Hukum
Perlu adanya perincian Peraturan organisasi untuk
departemen atau prodi, begitu pun dengan Kampus Daerah. Selain

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 30


itu, Kampus Daerah memerlukan peraturan yang mengikat bahwa
penyebutan ketua lembaga eksekutif dan legislatif seharusnya ketua
BEM dan DPM Kampus Daerah.

5) Sanksi
Lembaga yang berhak mengeluarkan sanksi sesuai UUD Rema
UPI adalah MPM Rema UPI. Namun, praktiknya sampai saat ini MPM
Rema UPI sebagai lembaga yang berwenang belum mempunyai
ketentuan mengenai sanksi dan mekanisme pemberian sanksi.
Sehingga, dalam pembentukan peraturan di Rema UPI ini mengalami
kesulitan dalam menentukan materi muatan sanksi yang sesuai
dengan ranahnya. Dalam hal ini, ketika sudah terdapat ketentuan
tersebut akan ada ketentuan sanksi dan mekanisme pemberian
sanksi yang diatur sesuai dengan peraturan organisasi tingkat
Departemen atau program studi maupun Kampus daerah karena ini
termasuk ke dalam otonomi dari ormawa tersebut.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 31


BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


TERKAIT

Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan otonomi


organisasi kemahasiswaan, antara lain:

A. Undang-Undang Dasar Republik M ahasiswa Universitas Pendidikan


Indonesia
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 UUD Rema UPI ayat (1)
tentang tentang pembentukan organisasi kemahasiswaan tingkat
departemen atau prodi yang proses pembentukannya di bawah
koordinasi BEM Rema UPI, dan ayat (2) pemilihan dan bentuk ormawa
merupakan otonomi musyawarah mahasiswa departemen atau prodi
yang bersangkutan, selama tidak bertentangan dengan konstitusi Rema
UPI. Selanjutnya lebih jelas disebutkan dalam bab XI pasal 33 ayat (1)
seluruh urusan kelengkapan organisasi selain MPM Rema UPI, BEM
Rema UPI, dan DPM Rema UPI diatur dalam lembaga masing-masing
yang disesuaikan dengan Undang-Undang Dasar, GBPK, dan MKO Rema
UPI. Ayat (2)-nya memuat: “Adapun yang diatur oleh masing-masing
kecuali MPM Rema UPI, BEM Rema UPI, dan DPM Rema UPI adalah
Kaderisasi, PPM, dan Keuangan.

B. Undang-Undang Rema UP I No. 1 Tahun 2012 Tentang Pengaderan


Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Undang-Undang Rema UPI
No. 1 Tahun 2012 tentang Pengkaderan menyatakan bahwa jenjang
kaderisasi di Rema UPI terdiri dari beberapa tingkatan. Pelaksanaan
masing-masing tingkat tersebut menurut Undang-Undang tersebut
dimandatkan kepada beberapa Ormawa, yaitu terdiri dari MOKA yang
pelaksanaannya oleh panitia bersama Rema UPI, MABIM dan LKM
pelaksanaannya di bawah tanggung jawab lembaga eksekutif tingkat
Departemen/Program Studi, dan PLKM pelaksanaannya oleh lembaga
eksekutif tingkat universitas.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 32


Dalam Undang-Undang tersebut juga menyebutkan bahwa
pelaksanaan jenjang pengaderan itu dilakukan oleh Ormawa yang
dimandatkan dengan otonomi dalam pelaksanaannya dari segi
kepanitiaan, waktu pelaksanaan, sampai teknis pelaksanaannya.
Namun, harus disesuaikan juga dengan peraturan yang berlaku.

C. Undang-Undang Rema UPI No. 4 Tahun 2012 Tentang Pengabdian


Pada M asyarakat
Menurut Undang-Undang Rema UPI No. 4 Tahun 2012 tentang
Pengabdian Pada Masyarakat menyatakan bahwa memberikan
kewenangan kepada Ormawa di Rema UPI dalam pelaksanaan
pengabdian pada masyarakat seperti sasaran wilayah atau masyarakat,
waktu pelaksanaan, ranah kegiatan, dan kepanitiaan serta teknis
pendukung kegiatan.

D. Undang-Undang Rema UPI No. 1 Tahun 2016 Tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang Rema UPI
No. 1 Tahun 2016 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan menyatakan bahwa “Materi muatan peraturan
HMD/Prodi/Kamda/UKM berisi materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi HMD/Prodi/Kamda/UKM dan tugas
pembantuan serta menampung kondisi khusus dan penjabaran lebih
lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”.
Penyelenggaraan otonomi harus berlandaskan aturan yang dibuat.

Dalam hal ini, Ormawa mempunyai wewenang untuk membuat


peraturannya sendiri, namun tidak bertentangan dengan peraturan
perundangan-undangan yang ada sesuai dengan hierarkinya pada UUD
Rema UPI.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 33


BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis
Dalam UUD Rema UPI pada Bab I Bentuk dan Kedaulatan Pasal 1 ayat
(1), organisasi ini bernama Republik Mahasiswa Universitas Pendidikan
Indonesia atau disingkat Rema UPI yang berbentuk Kesatuan. Salah satu
ciri negara kesatuan adalah adanya otonomi yang terlahir dari asas
penyelenggaraan pemerintahan yaitu desentralisasi. Bentuk negara
(organisasi) kesatuan tidak menghalalkan adanya pembagian kedaulatan,
artinya di negara tersebut hanya ada satu kedaulatan, adapun untuk
menunjang semua urusan organisasi untuk lebih efektif dan efisien dalam
pelaksanaannya maka dimandatkanlah wewenang oleh pemerintah pusat
ke pemerintah di bawahnya untuk mengatur urusan rumah tangganya
yang sering disebut dengan otonomi.

Republik Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia merupakan


organisasi yang mewadahi organisasi organisasi mahasiswa di dalamnya
baik di tingkat departemen/prodi, kampus daerah, dan UKM. Tujuan dari
Rema UPI adalah menjamin kualitas diri anggotanya, mengembangkan
ilmu pendidikan dan keprofesian, memperkokoh kesatuan dan kesatuan
serta ikut berpartisipasi aktif dalam pengabdian pada masyarakat. Hal itu
tidak dapat dilakukan sendiri oleh Rema UPI, sehingga Rema UPI
memberikan hak otonom kepada organisasi mahasiswa di dalamnya untuk
mewujudkan tujuan dari Rema UPI tersebut. Maka dari itu diperlukanlah
sebuah UU yang mengatur tentang pelimpahan kekuasaan atau wewenang
kepada organisasi organisasi di dalamnya.

Undang-undang ini harus memuat kekuasaan atau wewenang yang


seperti apa yang dapat dilakukan secara mandiri oleh organisasi
mahasiswa di dalam Rema UPI, selain itu diperjelas tentang apa saja hal-
hal yang berikatan dengan otonomi organisasi kemahasiswaan.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 34


B. Landasan Sosiologis
Kemandirian organisasi kemahasiswaan telah berbentuk sebelum
Rema UPI didirikan. Hadirnya Rema UPI sebagai wadah pemersatu seluruh
organisasi mahasiswa di lingkungan UPI, mempunyai power tersendiri
untuk mengatur organisasi mahasiswa yang menjadi anggotanya.
Berdirinya Rema UPI tidak dapat menghilangkan kultur dan karakter dari
masing masing organisasi kemahasiswaan yang memperkaya Rema UPI itu
sendiri. Dengan demikian kemandirian organisasi-organisasi mahasiswa
masih dibutuhkan oleh Rema UPI untuk mempertahankan hal tersebut.

Berdasarkan hasil penyerapan aspirasi untuk mengetahui kebutuhan


organisasi mahasiswa dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai
anggota Rema UPI didapatkan beberapa hal berikut:

Pertama, terkait kelengkapan Rema UPI, dimana pada saat ini telah
muncul beberapa organisasi tingkat fakultas. Hal ini sudah cukup lama
menjadi polemik dalam organisasi kampus, sehingga pada 17 September
2016 diselenggarakan Lokakarya Rema UPI untuk memperjelas bentuk
Rema UPI dan eksistensi ormawa tingkat fakultas. Berdasarkan kajian
pansus Lokakarya dapat disimpulkan bahwa organisasi tingkat fakultas
diperlukan karena dibutuhkan oleh beberapa elemen, seperti dekan yang
merasa terbantu dengan adanya organisasi tingkat fakultas.

Kedua, dalam mekanisme pendirian organisasi perlu adanya


penjelasan lebih lanjut tentang pembentukan organisasi di bawah
koordinasi BEM Rema UPI sebagaimana termaktub dalam UUD Rema UPI
2015, dimana penjelasan tersebut dapat dituangkan dalam UU otonomi
organisasi mahasiswa. Bengitupun dengan mekanisme hubungan antara
BEM Rema UPI atau DPM Rema UPI dengan organisasi mahasiswa di dalam
Rema UPI, dan pembubaran organisasi yang hanya dapat dilakukan dalam
Sidang Umum atau Sidang Istimewa MPM Rema UPI. Kebutuhan tersebut
disampaikan oleh para pimpinan himpunan baik dari departemen/prodi
dan juga kampus daerah pada penyerapan aspirasi terkait RUU otonomi

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 35


organisasi kemahasiswaan yang diadakan pada 29 Oktober sampai 5
November 2015.

Ketiga, perihal perundangan khususnya di kampus daerah yang


memiliki permasalahan dalam penamaan perundangan dan alat
kelengkapan, sehingga hierarki dari perudangan dan alat kelengkapan
tersebut harus dicantumkan dalam suatu perundangan yang lebih tinggi
sebagai acuan untuk penyamaan nama perundangan dan alat kelengkapan
di kampus daerah.

C. Landasan Yuridis
Berdasarkan evaluasi dan analisis peraturan perundangan undangan
pada Bab III, terdapat beberapa peraturan perundang undangan yang
mengatur dan relevan untuk menerapkan otonomi organisasi mahasiswa.
Berdasarkan UUD Rema UPI Bab XI tentang otonomi organisasi
kemahasiswaan di Rema UPI ayat (1) dan (2) yang menyebutkan
keotonoman masing-masing ormawa Rema UPI. Namun, dalam
perundangan tersebut belum secara rinci memuat hak-hak otonom
organisasi mahasiswa di Rema UPI. Maka dari itu diperlukan suatu UU
yang mengatur keberlangsungan otonomi organisasi mahasiswa untuk
mewujudkan Rema UPI yang berbentuk kesatuan.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 36


BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP M ATERI


M UATAN UNDANG-UNDANG

A. Jangkauan Dan Arah Pengaturan


RUU tentang Otonomi Organisasi Kemahasiswaan disusun
dimaksudkan untuk mengembangkan sistem otonomi organisasi
mahasiswa dengan menggunakan undang-undang untuk beberapa hal
berikut:

1. memperjelas kewenangan dari masing-masing organisasi mahasiswa


dalam mengurus urusan rumah tangganya;
2. mengatur hal-hal yang belum jelas terkait mekanisme hubungan
antara organisasi pusat dengan organisasi di bawah naungannya, serta
hak-hak alat kelengkapan Rema UPI;
3. khusus untuk organisasi mahasiswa di kampus daerah akan diatur
terkait penamaan perundangan dan juga penamaan alat kelengkapan.
Hal ini dilakukan untuk menyamakan tingkatan peraturan dan alat
kelengkapan sehingga tidak bertentangan dengan perundangan
diatasnya; dan
4. mengatur lebih rinci tentang pembentukan dan pembubaran organisasi
kemahasiswaan di lingkungan Rema UPI. Pembentukan dan
pembubaran organisasi mahasiswa di UPI berada dalam koordinasi
Rema UPI di mana nantinya organisasi tersebut dapat langsung diakui
secara legal sebagai bagian dari Rema UPI.

B. Ruang Lingkup Pengaturan Undang-Undang


1. Ketentuan Umum
Beberapa ketentuan umum disesuaikan dengan undang-undang
terkait, adapun penambahan pengertiannya sebagai berikut:
a. Otonomi organisasi mahasiswa adalah hak, wewenang, dan
kewajiban eksekutif dan legislatif kampus daerah, departemen

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 37


atau program studi, Unit Kegiatan Mahasiswa untuk mengatur
kehidupan keorganisasian di lingkungan masing masing;
b. Ketua BEM dan DPM kampus daerah beserta departemen atau
program studi adalah pimpinan tertinggi di organisasi tingkat
kampus daerah dan departemen atau program studi;
c. Ketua UKM adalah pimpinan tertinggi di lingkungan UKM
tersebut.
d. Otonomi khusus adalah kewenangan khusus yang diberikan
kepada kampus daerah, departemen atau program studi, dan
UKM untuk mengatur kepentingan anggotanya sesuai dengan
kondisi kekhasan dari lingkungan masing-masing; dan
e. Musyawarah mahasiswa atau kegiatan sejenis di kampus daerah,
departemen atau program studi, dan unit kegiatan mahasiswa
merupakan kegiatan yang ditur dalam bentuk persidangan dan
fungsinya diatur oleh masing masing ormawa.

2. Pembentukan dan pembubaran organisasi kemahasiswaan


Pada undang undang ini akan diatur tentang pembentukan
organisasi sesuai dengan peraturan diatasnya hanya diuraikan
secara lebih rinci. Dimulai dari pemenuhan persyaratan seperti yang
tertuang dalam Peraturan Rektor Nomor 8052/H40/HK/2010
Tentang Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan UPI, kemudian
ditambah koordinasi dengan organisasi Rema UPI dalam hal ini MPM
Rema UPI yang lebih berhak untuk mengeluarkan ketetapan bahwa
organisasi yang baru didirikan tersebut masuk sebagai alat
kelengkapan Rema UPI dan berhak mendapatkan hak dan
kewenanganya. Begitupun dalam pembubaran organisasi tingkat
departemen atau program studi, kampus daerah, dan UKM yang
menurut UUD Rema UPI dibubarkan di Sidang Umum atau Sidang
Istimewa MPM Rema UPI.

Jika Pembentukan dan pembubaran organisasi mahasiswa


tersebut ada dalam Ketetapan MPM Rema UPI sebagai lembaga yang

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 38


memegang kedaulatan tertinggi dengan anggotanya yang merupakan
petinggi di organisasi kemahasiswaan, maka secara otomatis
organisasi tersebut dapat langsung diakui oleh segenap warga Rema
UPI sebagai alat kelengkapan Rema UPI. Dengan demikian BEM
Rema UPI dan DPM Rema UPI berhak untuk memberikan bantuan
kepada organisasi tersebut untuk membentuk badan eksekutif
maupun legislatifnya, dan hal-hal lain yang menunjuang terhadap
berkembangnya organisasi tersebut.

Hal ini belum diatur dalam UUD Rema UPI, adapun ayat yang
menyebutkan bahwa pembentukan organisasi adalah di bawah
koordinasi BEM Rema UPI. Isi dalam ayat ini bisa saja diterima
apabila yang didirikan adalah badan eksekutifnya saja, lalu
bagaimana dengan badan legislatifnya? Hal ini menjadi
pertimbangan mengapa yang berhak untuk melegalkan organisasi di
Rema UPI adalah MPM Rema UPI. Sehingga hal ini perlu pengkajian
lebih lanjut karena berkaitan dengan muatan UUD Rema UPI.

Organisasi mahasiswa tingkat kampus daerah, depatemen atau


program studi memiliki kewenangan tersendiri dalam pembentukan
alat kelengkapan organisasi dan peraturan organisasi yang tidak
bertentangan dengan peraturan di atasnya. Pembentukan dan
pembubaran alat kelengkapan tersebut mekanismenya diserahkan
kepada ormawa tingkat kampus daerah dan departemen atau
program studi.

3. Mekanisme hubungan
Mekanisme hubungan yang akan dibahas dalam undang-
undang ini mencakup mekanisme hubungan antara ormawa-
ormawa yang ada di Rema UPI, baik antara organisasi tertinggi
dengan organisasi di bawahnya maupun sebaliknya. Mekanisme
hubungan ini perlu diatur untuk mempertegas kedudukan dan
peran dari ormawa yang ada di Rema UPI. Dari mekanisme

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 39


hubungan ini dapat dilihat hierarki keorganisasian yang ada di Rema
UPI yang disesuaikan dengan fungsinya dalam struktur Rema UPI.

Dalam UUD Rema UPI Pasal 34 telah disebutkan bahwa BEM


Rema UPI mempunyai jalur komando terpusat terhadap lembaga
eksekutif baik kampus daerah, departemen atau program studi, dan
UKM. Begitupun dengan DPM Rema UPI yang disebutkan memiliki
jalur koordinasi dengan lembaga legislatif kampus daerah,
departemen atau prgram studi, dan UKM. Hal yang perlu diperjelas
di sini adalah mekanisme hubungan yang dilakukan antar ormawa
di bawah Rema UPI dan juga memperjelas kata “komando terpusat”
yang disesuaikan dengan keadaan dan hubungan BEM Rema UPI
dengan organisasi di bawahnya, sebagaimana yang termaktub dalam
Pasal 34 ayat (1) UUD Rema UPI.

Komando terpusat merupakan intruksi dari BEM Rema UPI


yang harus dilakukan oleh setiap badan eksekutif ormawa.
Berdasarkan penuturan dari perwakilan ormawa yang hadir ketika
penyerapan aspirasi RUU Otmawa, mereka mengutarakan bahwa
komando terpusat tersebut kurang dirasakan oleh ormawa dan
seakan mereka berjalan sendiri. Ketika jalar komando terpusat
diterapkan, dengan demikian jika ada yang tidak tunduk pada
instruksi yang mengomando maka ormawa tersebut harus
mendapatkan sanksi, sejauh ini belum ada peraturan yang
menyatakan sanksi terhadap ormawa yang tidak tunduk pada
komando tersebut.

Sanksi terhadap hal tersebut memang diperlukan, tetapi dalam


undang-undang ini hanya akan menyatakan mekanisme
hubungannya dan terkait sanksi akan diadakan suatu pernyataan
yang memberikan mandat kepada Presiden BEM Rema UPI untuk
membuat peraturan lembaga eksekutif atau peraturan presiden
terkait sanksi terhadap ormawa yang tidak mengikuti arahan dari
BEM Rema UPI.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 40


4. Penyelenggaraan keorganisasian
Pada undang-undang ini akan diatur tentang penyelenggaraan
organisasi kemahasiswaan yang mencakup: pembagian urusan
pemerintahan yang terbagi menjadi ranah organisasi tingkat
universitas dan ranah organisasi tingkat departemen atau program
studi, kampus daerah, dan UKM; partisipasi anggota Rema UPI
dalam ormawa; pembinaan anggota ormawa; penyelenggaraan
pengabdian pada masyarakat; dan keuangan ormawa. Khusus untuk
ormawa di kampus daerah diatur kelengkapan organisasinya, seperti
penamaan dan fungsinya.

Pembagian urusan pemerintahan ini untuk memperjelas


batasan antara ranah kerja organisasi tingkat universitas, tingkat
departemen atau program studi, dan tingkat kampus daerah. Hal ini
perlu dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam
pelaksanaan tugas maupun wewenang dari masing-masing ormawa.

Partisipasi anggota Rema UPI dalam ormawa mengatur tentang


siapa saja yang berhak untuk menjadi pengurus dari masing masing
ormawa, baik itu untuk organisasi tingkat universitas, kampus
daerah, departemen atau program studi, dan juga UKM.

Pembinaan anggota ormawa, hal ini berkaitan dengan


pengaderan yang diterapkan di Rema UPI. Untuk mencapai tujuan
Rema UPI maka ormawa Rema UPI harus mampu menyelenggarakan
pengaderan yang menyamaratakan kemampuan dari anggotanya
tanpa menghilangkan keberagaman karakter dan budaya di
organisasi masing-masing. Dalam hal ini maka yang disamakan
dalam sistem pengaderannya adalah materi yang harus diterima oleh
anggota Rema UPI, dan tahapan pengaderannya. Untuk konsep
pelaksanaan pengaderannya sendiri diserahkan sepenuhnya kepada
ormawa masing-masing.

Penyelenggaraan pengabdian pada masyarakat dimasukan ke


dalam muatan undang undang ini, mengingat salah satu landasan

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 41


Rema UPI adalah Tri Dharma Perguruan Tinggi yang termaktub
dalam Pembukaan UUD Rema UPI. Hal ini diperjelas dalam Pasal 33
ayat (2) yang secara tidak langsung menyebutkan salah satu hak
otonom dari masing masing ormawa adalah PPM (Pengabdian pada
Masyarakat). Dalam UU ini hanya akan ditegaskan bahwa PPM
adalah hak otonom dari masing masing ormawa dalam
pelaksanaannya.

Keuangan ormawa, dalam hal ini akan disesuaikan dengan UUD


Rema UPI dan juga pengelolaannya diserahkan seluruhnya kepada
ormawa tersebut.

Untuk ormawa di kampus daerah, mengingat adanya aspirasi


tentang persamaan alat kelengkapan agar tidak bertentangan
dengan UUD Rema UPI 2015. Sebelumnya tidak ada aturan yang
lebih atas yang mengatur terkait hal tersebut, sehingga diperlukan
suatu pijakan hukum yang lebih tinggi dari UU untuk memasukan
perkara tersebut dalam UU ini. Dengan demikian, sangat diharapkan
pihak yang berwenang dalam mengeluarkan kebijakan tersebut
dapat segera mengeluarkannya dikarenakan kebutuhan yang
mendesak dari ormawa di kampus daerah. Pijakan hukum yang lebih
tinggi adalah UUD Rema UPI atau Ketetapan MPM Rema UPI. Serta
pihak yang berwenang adalah MPM Rema UPI.

5. Peraturan Organisasi

Perihal peraturan organisasi yang akan dibahas dalam undang


undang ini adalah hierarki perundang-undangan, dan juga
klasifikasi dari peraturan organisasi tingkat departemen atau prodi,
kampus daerah dan UKM. Hal ini untuk memperjelas penamaan dan
jenis peraturan yang dapat dikeluarkan oleh masing-masing ormawa
Rema UPI.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 42


6. Musyawarah mahasiswa

Musyawarah mahasiswa merupakan forum tertinggi mahasiswa


tingkat kampus daerah, departemen atau program studi, dan UKM
untuk memutuskan hal hal penting terkait organisasi mereka. Dalam
UU ini akan dibahas tentang fungsi dan kedudukan dari
musyawarah mahasiswa ini dan pelaksanaannya yang diserahkan
kepada organisasi mahasiswa terkait.

7. Sanksi

Sanksi terhadap pelanggaran UU akan diberikan sanksi oleh


MPM Rema UPI sebagai pemegang kedaulatan tertinggi yang
anggotanya merupakan petinggi ormawa di kampus daerah,
departemen atau program studi, dan UKM. Sanksi tersebut dapat
berupa peringatan baik lisan ataupun tulisan; pencabutan hak
sementara; dan/atau pencabutan hak permanen. Pengklasifikasian
pelanggaran terkait UU ini sehingga mendapatkan sanksi
sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, alangkah lebih
baiknya jika diatur dalam aturan yang lebih tinggi, dalam hal ini
adalah Ketetapan MPM Rema UPI. Sanksi terhadap pelanggaran
peraturan organisasi di tingkatnya diserahkan sepenuhnya kepada
ormawa di kampus daerah, departemen atau program studi, dan
UKM.

8. Penutup dan ketentuan lain

Pada bagian penutup undang undang ini akan menyatakan


bahwa hal hal yang belum diatur akan diatur kemudian, dan
menetapkan bahwa undang undang ini diberlakukan sejak
ditetapkan.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 43


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan
beberapa hal berikut:

1. Penyelenggaran organisasi kemahasiswaan di Rema UPI sudah


berjalan dengan baik, namun terdapat beberapa hal yang perlu
diperjelas lebih lanjut terkait mekanisme hubungan antar ormawa,
pembagian ranah kerja ormawa, pelaksanaan pelimpahan
kekuasaan atau wewenang dari organisasi tingkat universitas
kepada organisasi tingkat departemen atau program studi, kampus
daerah, dan UKM.
2. Kondisi peraturan di Rema UPI belum ada yang mencakup
pelimpahan kekuasan atau kewenangan dari pemegang organisasi
tingkat universitas ke organisasi di bawahnya. Pembuatan RUU
otonomi organisasi kemahasiswaan ini untuk memperjelas hal yang
belum dijelaskan secara rinci dalam peraturan di atasnya terkait
pelaksanaan otonomi organisasi kemahasiswaan di Rema UPI.
3. Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis RUU tentang Otonomi
Organisasi Kemahasiswaan Rema UPI.
a. Landasan filosofis
Untuk mewujudkan tujuan Rema UPI yang termaktub dalam UUD
Rema UPI maka Rema UPI tidak bisa menjaminnya hanya dengan
menggunakan kekuasaan yang tersentralisasi. Banyaknya
organisasi kemahasiswaan di Rema UPI yang mempunyai ciri
khas sendiri merupakan kekayaan tersendiri bagi Rema UPI yang
perlu dijaga. Pelimpahan kekuasaan atau wewenang dalam
mengatur rumah tangga sendiri bagi ormawa dibawah naungan
ormawa tingkat universitas akan mempermudah Rema UPI untuk
mewujudkan tujuannya.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 44


b. Landasan sosiologis
Berdasarkan hasil lokakarya Rema UPI 2016 dan hasil
penghimpunan aspirasi RUU Otmawa ditemukan beberapa hal
yang berkaitan dengan alat kelengkapan Rema UPI, di mana
dibutuhkannya organisasi tingkat fakultas, penjelasan lebih
lanjut tentang mekanisme hubungan ormawa, dan khusus untuk
ormawa di kampus daerah membutuhkan pijakan hukum yang
memperjelas alat kelengkapan ormawa dan penamaan peraturan
organisasinya.
c. Landasan Yuridis
Adanya beberapa peraturan terkait untuk membuat UU otonomi
ormawa yaitu UUD Rema UPI, dimana pembahasan mengenai
otmawa belum secara rinci dibahas, sehingga perlu peraturan lain
yang dapat memperjelasnya.
4. Materi muatan dari RUU tentang otonomi organisasi kemahasiswaan
Dalam RUU ini ditegaskan kembali hak-hak otonom dari masing-
masing ormawa, mekanisme hubungan, mekanisme pembentukan
dan pembubaran organisasi, penyelenggaraan ormawa khusunya di
kampus daerah terkait peraturan organisasi dan penamaan
kelengkapan ormawa. Dimana RUU ini dapat membantu ormawa
dalam memecahkan permasalahan yang muncul terkait hubungan
ormawa dan hal lainnya.

B. Saran
Mengingat hal tersebut di atas dapat disampaikan beberapa saran
sebagai berikut:

1. Pembentukan Undang-Undang tentang Otonomi Organisasi


Kemahasiswaan belum segera diwujudkan.
2. Perlu adanya pengkajian dan penyelarasan antara UUD Rema UPI
dengan kebutuhan anggotanya, karena banyaknya temuan yang
menunjukan kebutuhan anggota yang belum selaras dengan
peraturan tersebut seperti yang telah diuraikan sebelumnya.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 45


3. Banyaknya substansi-substansi dari UUD Rema UPI yang belum
ditafsirkan dalam perundangan di bawahnya sehingga menyulitkan
dalam mencari pijakan hukum lain yang lebih kuat dalam
menuangkan butir-butir aturan dalam RUU ini.
4. Penyempurnaan terhadap RUU ini akan lebih baik dilakukan ketika
kebutuhan dari anggota Rema UPI sudah dicakup dalam peraturan
perundang-undangan di atasnya, baik itu dalam UUD Rema UPI
maupun ketetapan MPM Rema UPI.

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 46


DAFTAR PUSTAKA

Brama, M. (2016). Pelaksanaan pemerintahan daerah dan penerapan


sanksi administrasi dalam peraturan pemerintah daerah. Jurnal
Hukum Unsrat. vol. 22, no. 5, pp. 28-39

Habib, M.M. (2015). Analisis pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi


daerah kota/kabupaten. Jurnal Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. vol. 28, no. 2, pp. 117 – 124

Irwan, L. (2008). Pelaksanaan otonomi daerah dalam mendukung


pelaksanaan good governance di Indonesia. Govermen: Jurnal ilmiah
ilmu pemerintah, vol. 1, no. 1, pp. 89 – 98
Kamus Besar Bahasa Indonesia

Kristiono, N. (2015). Buku ajar otonomi daerah. Semarang: Universitas


Negeri Semarang

Makhfudz, M. (tanpa tahun). Kontroversi pelaksanaan otonomi daerah.


Fakultas Hukum Tama Jagakarsa

Panitia Khusus Lokakarya Rema UPI. (2016). Naskah akademik tentang


bentuk Rema UPI dan eksistensi ormawa tingkat fakultas. DPM Rema
UPI

Peraturan Rektor No. 8052/H40/HK/2010 Tahun 2010 Tentang


Organisasi Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Pitono, A. (2012). Asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan dalam


pelaksanaan pemerintahan. Jurnal Kebijajan Publik, Fakultas
Manajemen Pemerintahan IPDN Jatinangor. vol. 3, no. 1, pp. 14-26

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang


Pemerintah Daerah

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah
Soehino. (2000). Ilmu Negara. Yogyakarta: liberty

Syafrudin, (2000). Langkah langkah reformasi otonomi daerah. Universitas


Pasundan dan Bappenas

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 47


Tim peneliti Universitas Sultan Ageng Tirtayasa & DPRD RI. (2009). Hasil
Penelitian otonomi daerah, kesejahteraan masyarakat, dan kerjasama
pembangunan antar daerah. Banten: Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa

Undang – Undang Dasar Rema UPI


Undang-Undang Rema UPI No. 01 Tahun 2012 Tentang Pengaderan

Undang-Undang Rema UPI No. 04 Tahun 2012 Tentang Pengabdian Pada


Masyarakat

Undang-Undang Rema UPI No. 01 Tahun 2016 Tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-undangan

NASKAH AKADEMIK RUU OTONOMI ORGANISASI KEMAHASISWAAN 48

Anda mungkin juga menyukai