Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN

KULIAH KERJA LAPANGAN (KKL)


PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNISNU JEPARA
DI BANK INDONESIA DAN MAJELIS ULAMA INDONESIA JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan


Penyelesaian Kuliah Kerja Lapangan

Disusun oleh:
Ahmad Budiyanto 171420000122 M. Dany Rizka 171420000204
Ahmad Sadolloh 171420000123 Naila Muthiatul H. 171420000147
Ahmad Yasir 171420000150 Nayla Roisatin Nafiah 171420000219
Andi Setiawan M. 171420000211 Nur Ahmad Sidiq 171420000134
Dewi Fatimah 171420000207 Risalatul Munawaroh 171420000176
Dewi Maisaroh 171420000214 Shintaliya Fadhilah 171420000179
Givanda Ari Sandy 171420000148 Siska Ayu Fitriana 171420000164
Iswanto 171420000226 Siti Robi’atul Badriyah 171420000180
Maya Nuriyani 171420000175 Ziyan Royyani 171420000196

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNISNU JEPARA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
TAHUN 2019
PENGESAHAN
Laporan Pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
Program Studi Perbankan Syari’ah
Fakultas Syari’ah Dan Hukum UNISNU Jepara
Di Bank Indonesia Dan Majelis Ulama Indonesia Jakarta
Tahun Akademik 2019/2020
Oleh:
Ahmad Budiyanto 171420000122
Ahmad Sadolloh 171420000123
Ahmad Yasir 171420000150
Andi Setiawan Maulana 171420000211
Dewi Fatimah 171420000207
Dewi Maisaroh 171420000214
Givanda Ari Sandy 171420000148
Iswanto 171420000226
Maya Nuriyani 171420000175
M. Dany Rizka 171420000204
Naila Muthiatul Hasanah 171420000147
Nayla Roisatin Nafiah 171420000219
Nur Ahmad Sidiq 171420000134
Risalatul Munawaroh 171420000176
Shintaliya Fadhilah 171420000179
Siska Ayu Fitriana 171420000164
Siti Robi’atul Badriyah 171420000180
Ziyan Royyani 171420000196

ii
Telah disahkan pada:
Hari :……………………..
Tanggal :……………………..

Jepara,………………2019
Mengetahui,
Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Dosen Pembimbing Lapangan
UNISNU JEPARA

Mayadina Rohmi Musfiroh, MA Zahrotun Nafisah, Lc.,M.H.I

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa


memberikan rahmat, taufik, hidayah serta inayahnya sehingga penulis mampu
menyelesaikan Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Progam Studi Perbankan
Syariah dan Hukum UNISNU Jepara di Bank Indonesia (BI) dan Majelis Ulama’
Indonesia (MUI) ini guna melengkapi persyaratan penyelasaian Kuliah Kerja
Lapangan (KKL).

Shalawat beserta salam senantiasa penulis haturkan kepangkuan Nabi


Muhammmad SAW yang kita nantikan syafaatnya di yaumul kiamah. Selanjutnya
penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak terkait
yang membantu melancarkan penyelesaian Laporan Kuliah Kerja Lapangan
(KKL) ini, khususnya kepada Dosen Pembimbing Lapangan Ibu Zahrotun
Nafisah, Lc,. M.H.I yang telah memberikan banyak bimbingan serta pengarahan
kepada penulis sehingga Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini dapat
terselesaikan dengan baik.

Alhamdulillah Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini dapat


terselesaikan dengam semaksimal mungkin, namun penulis menyadari bahwa
Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini masuh banyak kekurangan dan
kekeliruan, untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang tentunya sangat
bermanfaat.

Akhir kata, semoga Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini dapat
bermanfaat bagi banyak pihak.

Jepara,3 Desember 2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI

PENGESAHAN ..................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

BAB 1 ................................................................................................................... vii

PENDAHULUAN ................................................................................................ vii

A. Dasar Pemikiran ..................................................................................... vii

B. Rumusan Kuliah Kerja Lapangan ......................................................... viii

C. Manfaat Kuliah Kerja Lapangan ........................................................... viii

D. Sistematika Laporan .............................................................................. viii

BAB II .................................................................................................................... 1

LANDASAN TEORI............................................................................................. 1

A. Ke-bank Sentral-an ................................................................................... 1

B. Hutang Luar Negeri (ULN) ...................................................................... 3

C. Konsep Fatwa keagamaan dan Implikasinya ........................................... 4

D. Tugas Fungsi dan Kewenangan Organisai ............................................... 6

BAB III ................................................................................................................. 10

OBJEK KKL ....................................................................................................... 10

A. Data Umum ............................................................................................ 10

1. Bank Indonesia.................................................................................. 10

2. Majelis Ulama Indonesia .................................................................. 15

B. Data Khusus ........................................................................................... 20

1. Bank Indonesia.................................................................................. 20

2. Majelis Ulama’ Indonesia (MUI)..................................................... 23

v
BAB IV ................................................................................................................. 33

PEMBAHASAN .................................................................................................. 33

A. Kedudukan Bank Indonesia sebagai Lembaga Negara .......................... 33

B. Hutang Luar Negeri dan Kebijakanya di Indonesia ............................... 42

C. Peran MUI sebagai Wadah Umat Islam ................................................. 46

D. Analisa Terhadap Pelaksanaan Mekanisme Fatwa MUI dan Aplikasi


terhadap Produk-Produk Fatwa MUI ................................................................ 48

BAB V................................................................................................................... 54

PENUTUP ............................................................................................................ 54

A. Kesimpulan ............................................................................................. 54

B. Rekomendasi .......................................................................................... 54

C. Penutup ................................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55

vi
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Dasar Pemikiran
Dalam meningkatkan kualitas lulusan setiap peguruan tinggi merasa perlu
melengkapi kurikulum dengan berbagai keterampilan keahlian praktis guna
menunjang kemampuan teoritis yang sudah dimiliki. Universitas Nahdlatul
Ulama’ (UNISNU) Jepara dalamformat kurikulumnya telah terakomodasi dalam
kegiatan KKL (kuliah Kerja Lapangan). Kuliah Kerja Lapangan adalah kegiatan
yang memperkenalkan dunia kerja kepada para mahasiswa. Mata kuliah kerja
lapangan ini merupakan salah satu syarat untuk lulus progam S1 di progam studi
Perbankan Syari’ah Fakultas Syari’ah dan Hukum.

Pada kegiatan KKL tahun 2019 yang telah terlaksana oleh Program Studi
Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Nahdlatul
Ulama(UNISNU) Jepara di Bursa Efek Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia
Pusat yang berada di Jakarta. Pemilihan kedua instansi tersebut didasarkan
sebagai bekal pengetahuan mahasiswa yang bersifat praktis tentang bagaimana
hutang luar negeri, siapa saja yang menghutanggi indonesia dan untuk apa
indonesia berhutang dan bagaimana cara membuat fatwa – fatwa yang berkaitan
dengan lembaga keuangan atau ekonomi islam, dan mekanisme yang ada dalam
majlis ulama’ indonesia berdasarkan problematika yang ada di Indonesia.

Tujuan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) untuk meningkatkan penguasaan


dan keterampilan mahasiswa Program Studi Perbankan Syariah Fakultas Syariah
dan HukumUniversitas Islam Nahdlatul Ulama(UNISNU) Jepara. Dengan
demikian melalui kuliah kerja lapangan para mahasiswa mampu meningkatkan
ilmu pengetahuan yang dimiliki. Nantinya para lulusan tersebut mampu
beradaptasi dengan lingkungan yang berkompeten sehingga memiliki daya saing
yang kuat.

vii
B. Rumusan Kuliah Kerja Lapangan
Dari dasar pemikiran di atas dapat diketahui rumusan masalahnya yaitu:

1. Bagaimana peran kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga negara di


Indonesia?
2. Bagaimana masa utang luar negeri pada tahun 1997 sampai sekarang serta
kebijakan utang luar negeri di Indonesia?
3. Bagaimana MUI sebagai lembaga idependen non pemerintah yang
menjadi wadah umat muslim di Indonesia?
4. Bagaiman pelaksanaan mekanisme pengeluaran fatwa, produk fatwa di
bidang makanan dan muamalat, pengaplikasian, serta dinamika dan
problematika fatwa MUI di Indonesia?

C. Manfaat Kuliah Kerja Lapangan


Dari rumusan masalah di atas dapat diketahui manfaat kuliah kerja
lapangan yaitu:

1. Sebagai sarana untuk menambah wawasan, kemampuan dan pengetahuan


dari study dan perbandingan teori dari materi perkuliah dengan praktek
lapangan di Bank Indonesia dan Majelis Ulama’ Indonesia di Jakarta.
2. Dapat menjadi referensi dan sumbangan konseptual bagi peneliti maupun
akademisi lainnya dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan untuk
perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan khususnya di bidang
perbankan syariah.

D. Sistematika Laporan
Sistem penulisan laporan kuliah kerja lapangan ini adalah sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan

Pada bab satu ini peneliti akan memaparkan tentang dasar pemikiran,
rumusan kuliah kerja lapangan, manfaat kuliah kerja lapangan dan
sistematika laporan.

viii
BAB II: Landasan Teori
Pada bab dua ini peneliti akan menjelasakan beberapa landasan teori yang
bersangkutan pada penelitian yang sedang dikerjakan oleh kelompok
empat ini akan memparkan materi tentang ke-bank sentral-an, utang luar
negeri, konsep fatwa keagamaan dan implikasinya, dan tugas, fungsi dan
kewenangan organisasi
BAB III: Objek KKL
Pada bab tiga ini peneliti akan memaparkan data umum dan data khusus.
Pada data umum akan menjelaskan tentang letak geografis, Visi Misi,
Sejarah, Struktur Kepegawean,dan kondisi sarana dan prasana di Bank
Indonesia dan Majelis Ulama’ Indonesia yang berada di Jakarta.
Sedangkan dalam data khusus akan membahas tentang pengaruh utang
luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dan Majelis
Ulama’ Indonesia memparkan tentang mekanisme fatwa terhadap lembaga
keuangan dan bank. Dan juga menjelaskan produk-produk dikeuangan dan
bank.
BAB IV: Pembahasan
a. Bagaimana peran kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga negara di
Indonesia?
b. Bagaimana masa utang luar negeri pada tahun 1997 sampai sekarang serta
kebijakan utang luar negeri di Indonesia?
c. Bagaimana MUI sebagai lembaga idependen non pemerintah yang
menjadi wadah umat muslim di Indonesia?
d. Bagaiman pelaksanaan mekanisme pengeluaran fatwa, produk fatwa di
bidang makanan dan muamalat, pengaplikasian, serta dinamika dan
problematika fatwa MUI di Indonesia
BAB V: Penutup
Pada bab lima ini peneliti akan memaparkan bagaimana kesimpulan dari
materi yang telah dipaparkan. Dan bagaimana motivasi atai rekomendasi
untuk selanjutnya kepada adik-adik kelas perbanakan syaria’ah dan
penutup.

ix
BAB II

LANDASAN TEORI
A. Ke-banksentral-an
Bank Sentral adalah suatu institusi yang bertanggung jawab untuk
menjaga stabilitas harga atau nilai suatu mata uang yang berlaku di negara
tersebut, yang dalam hal ini dikenal dengan istilah inflasi atau naiknya harga-
harga yang dalam arti lain turunnya suatu nilai uang. Bank Sentral menjaga agar
tingkat inflasi terkendali dan selalu berada pada nilai yang serendah mungkin atau
pada posisi yang optimal bagi perekonomian (low/zero inflation), dengan
mengontrol keseimbangan jumlah uang dan barang. Apabila jumlah uang yang
beredar terlalu banyak maka bank sentral dengan menggunakan instrumen dan
otoritas yang dimilikinya.

Bank Indonesia merupakan lembaga yang memiliki peran penting dalam


perokonomian terutama dibidang moneter, keuangan, dan perbankan. Bank
indonesia dibentuk dengan tujuan sosial ekonomi tertentu yang menyakut
kepentingan nasional dan kesejahteraan umum, stabilitas harga dan perkembangan
ekonomi, dan disisi lain dalam sistem perbanaka, ketiadaan kordinator dan
regulator yang tidak berpihak akan mengakibatkan bank-bank tidak tidak dapat
melaksanakan operasinya secara efesien. Peran Bank Indonesia akan tercermin
dari tugas utama yang diembannya, yaitu menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur, dan mengawasi bank, serta menjaga kelancaran
sistem pembayaran. (Kasmir, 2014)

Bank Indonesia pertama kali diatur oleh UU No. 11 Tahun 1953 tentang
Undang-undang Pokok Bank Indonesia, yang kemudian digantikan oleh Undang-
undang No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Dalam undang-undang tersebut,
Bank Sentral yang dimaksud adalah Bank Indonesia, dimiliki oleh negara dan
merupakan badan hukum. Bank Indonesia menurut UU No. 13 Tahun 1968
mempunyai tugas pokok membantu pemerintah dalam (a) mengatur, menjaga, dan
memelihara kestabilan nilai rupiah; (b) mendorong kelancaran produksi dan
1
pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup
rakyat. Bank Indonesia menjalankan tugas pokok tersebut berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan pemerintah dan dibantu Dewan Moneter, yang terdiri dari
menteri-menteri yang membidangi keuangan dan perekonomian serta Gubernur
Bank Indonesia. (Hasibuan, 2005)

Bank Indonesia berasal dari De Javasche Bank N. V yang merupakan


salah satu bank milik pemerintah Belanda. De Javasche Bank N. V didirikan pada
zaman penjajah Belanda, tepatnya pada 10 Oktober 1827 dalam rangka membantu
pemerintah Belanda, untuk mengurus keuangannya di Hindia Belanda pada waktu
itu. Kemudian De Javasche Bank N. V dinasionalisasi pemerintah Republik
Indonesia pada 6 Desember 1951 dengan Undang-Undang 24 Tahun 1951
menjadi bank milik pemerintah Republik Indonesia.

Kantor pusat Bank Sentral terletak di ibukota negara. Di Indonesia, Bank


Sentral berkantor pusat di Jakarta dan mempunyai kantor di seluruh wilayah
Indonesia (biasanya di tiap-tiap ibukota provinsi) serta perwakilan-perwakilan dan
koresponden di luar negeri.

Peranan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral atau sering juga disebut
bank to bank dalam pembangunan memang penting dan sangat dibutuhkan
keberadaannya. Hal ini disebabkan bahwa pembangunan di sektor apa pun selalu
membutuhkan dana dan dana ini diperoleh dari sektor lembaga keuangan
termasuk bank. Tugas-tugas Bank Indonesia sebagai bank to bank adalah
mengatur, mengoordinasi, mengawasi serta memberikan tindakan kepada dunia
perbankan. Bank Indonesia juga mengurus dana yang dihimpun dari masyarakat
agar disalurkan kembali ke masyarakat benar-benar efektif penggunaannya sesuai
dengan tujuan pembangunan. Kemudian di samping mengurus dana perbankan,
Bank Indonesia juga mengatur dan mengawasi kegiatan perbankan secara
keseluruhannya.

Peranan lain Bank Indonesia adalah dalam hal menyalurkan uang terutama
uang kartal (kertas dan logam) di mana Bank Indonesia mempunyai hak tunggal

2
untuk menyalurkan uang kartal. Kemudian mengendalikan jumlah uang yang
beredar dan suku bunga dengan maksud untuk menjaga kestabilan nilai rupiah. Di
samping itu, hubungan Bank Indonesia dengan pemerintah adalah sebagai
pemegang kas pemerintah. Begitu pula hubungan dengan dunia Internasional juga
ditangani oleh Bank Indonesia seperti menerima pinjaman luar negeri.

Dalam menjalankan tugas sehari-hari Bank Indonesia dipimpin oleh


Dewan Gubernur. Dewan Gubernur terdiri dari seorang Gubernur, seorang Deputi
Gubernur Senior dan sekurang-kurangnya 4 orang atau sebanyak 7 orang Deputi
Gubernur. Dalam hal ini Deputi Gubernur Senior merupakan Wakil Gubernur dan
apabila Gubernur dan Deputi Gubernur Senior berhalangan, maka Gubernur atau
Deputi Gubernur Senior menunjuk seorang Gubernur untuk memimpin Dewan
Gubernur. (Kasmir, Bank dan Lembaga Keungan Lainya Ed. Revisi 2014, 2015)

B. Utang Luar Negeri (ULN)


Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri adalah sebagian dari total
utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor diluar negara tersebut.
Penerima utang luar negeri dapat berupa pemerintah, perusahan,perorangan.
Bentuk utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah
negara lain, atau lembaga keuangan internasional IMF dan Bank Dunia.
(Tambunan, 2008)

Sejak orde baru indonesia membuka karpet merah bagi investor asing yang
ingin menanam modal di indonesia hal tersebut ditenggarai direvisinya UU
no1/1967 tentang penanaman modal asing, sejak saat itu indonesia kembali
menandatangani memotarium untuk melakukan kerjasama dengan lembaga-
lembaga keuangan dunia seperti world bank, IMF dan dll. Bergabungnya
indonesia dengan lembaga keuangan dunia menjadi suatu permasalahan besar
bagi indonesia, pinjaman uang kepada lembaga internasional seperti IMF dan
World Bank dunia membuat utang indonesia membengkak dan melebihi dari
pendapatan dalam negeri dan besarnya utang luar negeri indonesia berakibat pada
perekonomian didalam negeri.

3
Peran Bank Dunia di Indonesia sejalan dengan peralihan kekuasaaan di Indonesia,
dari pemerintahan Soekarno kepada Soeharto. Dimulai dengan keinginan untuk
melakukan penjadwalan kembali utang-utang luar negeri Indonesia, memperoleh
pinjaman baru ekonomi Indonesia yang terpuruk, serta menarik investor asing ke
Indonesia, maka dimulailah serangkaian pertemuan ke arah itu, yakni Tokyo Club
(Tokyo, September 1966), Paris Meeting (Paris, Desember 1966), diikuti dengan
pertemuan Amsterdam bulan Februari 1967, pertemuan terakhir di Belanda itulah
yang menghasilkan yang konsorsium negara-negara yang memberikan pinjaman
bagi Indonesia yang dikenal dengan IGGI (Inter- Governmental Group on
Indonesia). Pinjaman negara-negara itu diberikan kepada Indonesia lewat Bank
Dunia. Awalnya, IGGI mencakup 16 negara, diantaranya: Belanda, Jepang
(pemberi pinjaman terbesar bagi Indonesia), Amerika Serikat, Inggris, Jerman,
dan beberapa negara lainnya. Pada tahun 1992 pemerintah RI membubarkan IGGI
dan membentuk CGI (Consultative Group on Indonesia), dengan tujuan
mengeluarkan Belanda dari konsorsium, karena dianggap terlalu campur tangan
terhadap pembangunan dalam negeri Indonesia.

C. Konsep Fatwa keagamaan dan Implikasinya


Menurut Prof Amir Syarifudin, fatwa atau ifta’ berasal dari kata afta, yang
berarti memberi penjelasan. Secara denitif fatwa yaitu usaha memeberikan
penjelasan tentang hukum sayra’ oleh ahlinya kepada orang yang belum
mengetahuinya. (Mardani, 2013)

Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) adalah lembaga yang mewadai ulama,


zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina,
mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama berdiri pada
tanggal 17 Rajab 1395 Hijriyah, atau tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, Indonesia.
MUI adalah Lembaga yang berkompeten dalam menjawab dan memecahkan
setiap masalah sosial keagamaan yang dihadapi oleh masyarakat luas melalui
fatwa-fatwanya. Sejalan dengan hal tersebut MUI sesuai dengan amanat
Musyawarah Nasional VI tahun 2000 yang berupaya untuk meningkatkan kualitas
peran dan kinerja dalam memberikan solusi keagamaan melalui sidang Pleno
4
untuk menghasilkan fatwa. Fatwa merupakan jawaban atau penjelasan dari ulama
mengenai masalah keagamaan dan berlaku untuk umum yang selanjutnya disebut
fatwa MUI, dimana suatu masalah keagamaan tersebut disetujui oleh anggota
komisi dalam rapat. Penetapan fatwa ini didasarkan pada Al-Qur’an, Sunnah
(hadits), ijma’, dan qiyas serta dalil lain yang mu’tabar. Secara aplikatif penetapan
fatwa bersifat responsif, proaktif, dan antisipatif. MUI bukan termasuk lembaga
negara melainkan terdapat koordinasi dengan pemerintahan untuk menjawab
masalah-masalah subtansi keagamaan Islam.

Dalam praktiknya yaitu mengeluarkan fatwa-fatwa mengenai kehalalan


sebuah produk, penentuan kebenaran sebuah aliran dalam agama Islam, dan hal-
hal menyangkut ekonomi syariah. Kaitannya dengan implikasi fatwa keagamaan
MUI bahwa Pedoman penetapan fatwa MUI didasarkan pada SK Dewan
Pimpinan Majelis Ulama Indonesia nomor: U-596/MUI/10/1997 tanggal 2
oktober 1997 (penyempurnaan dari pedoman berdasarkan keputusan Sidang
Pengurus Paripurna Majelis Ulama Indonesia tanggal 7 Jumadi Awal 1406 H/18
Januari 1986 M) yang dipandang tidak memadahi lagi untuk itu MUI
mengeluarkan pedoman baru yang memadahi, transparan yang mengatur
prosedur, mekanisme, dan sistem pemberian jawaban masalah keagamaan
(Himpunan Fatwa Keuangan Syariah DSN-MUI).

Berikut penjelasan mengenai keputusan komisi fatwa Majelis Ulama


Indonesia No/VII/2012 tentang pedoman penetapan fatwa Majelis Ulama
Indonesia adalah sebagai berikut :

a) Sebelum fatwa ditetapkan harus ditinjau lebih dulu pendapat para imam
madzhab dan ulama yang mu’tabar tentang masalah tersebut beserta dalil-
dalilnya.
b) Masalah yang telah jelas hukumnya harus disampaikan sebagaimana
semestinya.
c) Dalam masalah yang terjadi perdebatan (khilafiyah) dalam madzhab maka:

5
d) Penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha penentuan titik temu melalui
metode al-jam’u wa at-tawfiq.
e) Jika usaha penemuan titik temu tidak berhasil, penetapan fatwa didasarkan
pada hasil tarjih menggunakan kaidah-kaidah hukum fiqih.
f) Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya dikalangan
madzhab, penetapan fatwa berdasarkan pada hasil ijtihad jama’iy
(kolektif) melalui metode bayaniy, ta’liliy (qiyasiy, istihsaniy, ilhaqy)
istishlahy, dan sadd adz-dzariah.
g) Penetapan fatwa harus memperhatikan kemaslahatan umum (mashalil
ammah) dan maqashid asy-syari’ah.

D. Tugas Fungsi dan Kewenangan Organisai


Menurut Dale Yoder tugas digunakan untuk mengembangkan satu bagian
atau satu unsur dalam suatu jabatan . sedangkan fungsi adalah kegunaan suatu hal,
daya guna serta pekerjaan yang dilakukan. Dan organisasi adalah bentuk setiap
perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama. Kewenangan organisasi
adalah kekuasaan formal atau terlegitimasi.Berikut merupakan tugas, fungsi, dan
kewenangan organisasi:

1. Bank Indoneia
Bank Indonesia (BI) memiliki tujuan dan fungsi utama dalam
menjalankan perannya sebagai Bank Sentral Republik Indonesia. Adapun
beberapa fungsi dan tujuan Bank ini adalah sebagai berikut:
a) Menciptakan dan menjaga kestabilan nilai mata uang Republik
Indonesia (Rupiah) dimana hal tersebut tercermin dalam nilai tukar
Rupiah terhadap mata uang asing.
b) Menciptakan dan menjaga stabilitas harga-harga barang dan jasa, yang
tercermin dalam kestabilan laju inflasi di Indonesia.(Kasmir, 2010)
Dalam upaya untuk mencapai tujuannya, Bank Indonesia memiliki
tugas dan tanggungjawab yang harus dilaksanakan. Adapun tugas
Bank Sentral adalah sebagai berikut:
a) Membuat dan Melaksanakan Kebijakan Moneter
6
Kebijakan moneter ditetapkan dan dilaksanakan untuk
mengendalikan jumlah uang yang beredar di masyarakat sehingga
harga-harga barang dan jasa di masyarakat tetap
terkendali.Kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
juga dapat mendorong pertumbuhan perekonomian nasional.
Dalam hal ini, BI perlu bekerjasama dengan pemerintah sehingga
kebijakan yang diambil sejalan dengan kebijakan fiskal dan
kebijakan ekonomi lainnya.
b) Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran yang dimaksud adalah sistem
pembayaran tunai maupun non tunai. Dalam hal ini, Bank
Indonesia bertanggungjawab untuk menciptakan suatu
kesepakatan, aturan, standar dan prosedur yang dipakai dalam
mengatur peredaran uang di masyarakat.
c) Mengatur dan Mengawasi Perbankan
Pengaturan dan pengawasan perbankan yang dimaksud di
sini adalah pengawasan makroprudensial, dimana tujuannya untuk
menjaga kestabilan sistem keuangan di Indonesia. Secara umum,
kebijakan makroprudensial adalah kebijakan yang dibuat untuk
membatasi risiko dan biaya krisis sistemik agar keseimbangan
sistem keuangan tetap terjaga.
Wewenang Bank Sentral alam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya, Bank Sentral memiliki kewenangan khusus
yang telah diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia,
yaitu:
a) Kewenangan Membuat Kebijakan Moneter
 Menentukan dan menetapkan tingkat diskonto, cadangan
minimum bank umum, serta mengatur pembiayaan atau
kredit.
 Menentukan dan menetapkan target moneter dengan
memperhitungkan tingkat inflasi di Indonesia.
7
 Mengendalikan moneter dengan tidak terbatas pada operasi
pasar terbuka di pasar uang, baik mata uang Rupiah maupun
valuta asing.
b) Kewenangan Mengatur Sistem Pembayaran
 Menentukan dan menetapkan pemakaian instrumen
pembayaran.
 Membuat dan memberikan persetujuan dan izin atas
penyelenggaraan suatu sistem pembayaran.
 Melakukan pengawasan terhadap penyelenggara jasa sistem
pembayaran.

c) Kewenangan Mengatur dan Mengawasi Perbankan


 Membuat dan menetapkan peraturan mengenai tata laksana
Perbankan di Indonesia.
 Memberikan sanksi kepada Bank yang melanggar peraturan
yang telah ditetapkan, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
 Dapat memberikan atau mencabut izin terhadap
kelembagaan dan aktivitas usaha dari Bank tertentu.
 Melakukan pengawasan terhadap Bank, baik sebagai sistem
perbankan maupun secara individual.(S.P., 2001)
2. MUI
Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama’
zu’ama dan cendekia muslim yaitu berusaha dan berfungsi untuk:
a) Memberikan bimbingan dan tuntutan kepada umat muslim Indonesia
dalam mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang
dirindhoi Allah Subhanahu Wa Ta’ala;
b) Memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan
kemasyarakatan kepada pemerintah dan masyarakat, meningkatkan
kegiatan bagi terwujudnya ukhua islamiyah dan kerukunan antar

8
umat Bergama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa
serta;
c) Menjadikan penghubung anatara ulama’ dan umara (pemerintah) dan
penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna
mensukseskan pembangunan nasional;
d) Meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga
islam dan cendekiawan muslimin dalam menerikan bimbngan dan
tuntunan kepada masyarakat khususnya umat islam dengan
mengandakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.
 Dan tugas dari MUI adalah sebagai berikut:
a) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah
dan menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah
dalam kegiatan perekonomian pada umumnya serta sektor
keuangan pada khususnya termasuk usaha bank, asuransi dan
reksadana.
b) Menetapkam fatwa atas sistem, kegiatan, produk, dan jasa
LKS, LBS, dan LPS lainya.
c) Mengawasi penerapan fatwa melalui DPS di LKS, dan LPS
lainya;
d) Membuat pedoman implementasi fatwa untuk lebih
menjabarkan fatwa tertentu agar tidak menimbulkan multi
penafsiran pada saat diimplementasikan di LKS, LBS, dan LPS
lainya;
e) Mengeluarkan surat edaran (Ta’limat) kepada LKS, LBS, dan
LPS lainya.
f) Memberikan rekomendasian calon anggota ASPM dan/atau
mencabut rekomendasi ASPM.
 Wewenang dari MUI antara lain:
a) Memberikan peringatan kepada LKS,LBS, dan LPS lainya
untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang
diterbitkan oleh DSN-MUI.
9
b) Merekomendasikan kepada pihak yang berwenang untuk
mengambil tindakan apabila peringatan tidak dihentikan.
c) Membekukan atau membatalkan sertifikat kesesuaian syariah
bagi LBS dan LPS yang melakukan pelanggaran.
d) Menyetujui atau menolak permohonan LKS ,LBS, dan LPS
lainya mengenai usul penggantian dan pemberhentian DPS
pada lebaga yang bersangkutan.
e) Merekomendasikan kepada pihak yang terkait untuk
menumbuhkembangkan usaha bidang keuangan, bisnis, dan
ekonomi syariah;
f) Menjalin kemitraan kerjasama yang dengan berbagai pihak,
baik dalam maupun luar negeri untuk
menumbuhkembangkan usaha bidang keuangan, bisnis, dan
ekonomi syariah.

BAB III

OBJEK KKL

A. Data Umum
1. Bank Indonesia
a) Letak Geografis

10
Gambar 1

Letak Geografis Bank Indonesia jakarta

https://www.google.com/maps/dir//-6.181761,106.821313/@-
6.1825252,106.8193764,17z (diakses pada 04 Desember 2019, pukul 20:10).

Bank Indonesia terletak pada Jalan M.H. Thamrin No.2 Tanah


Abang, RT.2/RW.3, Gambir, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta
Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10110.

a) Visi dan Misi


Visi
Menjadi bank sentral yang berkontribusi secara nyata terhadap
perekonomian Indonesia dan terbaik diantara negara emerging
markets.
Misi
1) Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui
efektivitas kebijakan moneter dan bauran kebijakan Bank
Indonesia.
2) Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas
kebijakan makroprudensial Bank Indonesia dan sinergi dengan
kebijakan mikroprudensial Otoritas Jasa Keuangan.
11
3) Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui
penguatan kebijakan sistem pembayaran Bank Indonesia dan
sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta mitra strategis lain.
4) Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan melalui sinergi bauran kebijakan
Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural
pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain.
5) Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan
pembiayaan ekonomi, termasuk infrastruktur, melalui akselerasi
pendalaman pasar keuangan.
6) Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di
tingkat nasional hingga di tingkat daerah.
7) Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya
manusia, tata kelola dan sistem informasi Bank Indonesia.
b) Sejarah BI
Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1928 mendirikan
De Javasche Bank. Saat ini Bank tersebut dikenal dengan Bank
Indonesia atau yang biasa disingkat dengan BI. Berdiri pada
tanggal 1 Juli 1953 dan berpusat di Jakarta, BI hadir sebagai bank
sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang. Tahun
1953 Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan
pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi DJB sebagai
bank sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter,
perbankan dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia
diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah
dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB
sebelumnya.
Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral
yang mengatur kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank
sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi
komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia
12
juga bertugas membantu Pemerintah sebagai agen pembangunan
mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta
memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup
rakyat. Tahun 1999 merupakan babak baru dalam sejarah Bank
Indonesia, sesuai dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan
tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah.
Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia
diamendemen dengan fokus pada aspek penting yang terkait
dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia,
termasuk penguatan governance. Pada tahun 2008, Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari
upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Amendemen
dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional
dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses
perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank
Indonesia. Setelah tugas mengatur dan mengawasi perbankan
dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tugas BI dalam
mengatur dan mengawasi perbankan tetap berlaku, namun
difokuskan pada aspek makroprudensial.
c) Struktur Kepegawaian BI

13
Organisasi Bank Indonesia dikelompokkan dalam tiga
bidang utama yang menggambarkan tugas-tugas pokoknya, yaitu
Moneter, Macro prudential, dan Sistem Pembayaran. Disamping
itu, terdapat pula fungsi manajemen intern sebagai unit pendukung
strategis (strategic support) untuk menjamin agar pelaksanaan
tugas ketiga bidang utama dapat berjalan lancar, efektif, dan
efisien. Struktur organisasi Bank Indonesia tersebut terus
mengalami penyempurnaan agar dapat menjalankan tugasnya
dengan baik dalam dinamika perekonomian nasional dan
internasional. Ke depan arsitektur organisasi Bank Indonesia
diarahkan pada dua fokus tugas utama, yaitu Stabilitas Moneter
dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank
Indonesia dipimpin oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas
seorang Gubernur sebagai pemimpin yakni Perry Warjiyo, dibantu
oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil yaitu Destri
Damayanti, dan terdapat beberapa Deputi Gubernur antara lain
Erwin Rijanto, Sugeng, Dody Budi Waluyo, Rosmaya Hadi.
Gubernur, Deputi Gubernur Senior, dan Deputi Gubernur diangkat
oleh presiden atas dasar usulan dari MPR dan DPR. Masa jabatan
Gubernur dan Deputi Gubernur selama 5 tahun dan dapat diangkat

14
kembali dalam jabatan yang sama untuk sebanyak-banyaknya 1
kali masa jabatan berikutnya.
d) Kondisi Sarana dan Prasarana BI
Bank Indonesia memiliki kompleks Gedung yang megah,
mewah yang termasuk gedung dengan konsep terbaik dan teraman
di Indonesia. Bank Indonesia Jakarta memiliki tempat yang bersih,
jarak gedung yang satu dan lainnya agak jauh karena gedung yang
sangat luas dan megah sehingga terlihat jauh. Fasilitas yang
diberikan oleh Bank Indonesia kepada karyawan maupun
pengunjung sangat memuaskan, di dalamnya terdapat masjid yang
besar, bersih, sejuk dan nyaman. Fasilitas di dalam gedung juga
memberikan kesan nyaman pengunjung yang datang, toiletnya
sangat bersih, dan terjaga kebersihannya. Sebelum masuk ruang
auditorium kita terlebih dahulu menunggu, dan sebelum masuk kita
diberikan fasilitas tempat duduk dengan banyak macam pilihan dan
tempat menunggu sangat luas, disamping itu di sekitar tempat
tunggu terdapat miniatur museum Bank Indonesia, dan berbagai
macam penghargaan yang didapat bank Indonesia. Selain itu,
keamanan yang berada pada bank Indonesia sangatlah ketat, disana
terdapat metal detector yang digunakan untuk mencegah
kemungkinan adanya kejahatan.
Akan tetapi disamping memiliki kelebihan dan
memberikan kita kesan nyaman yang sangat memuaskan, ada sisi
yang masih kurang dari Bank Indonesia yang ada di Jakarta, yaitu
tempat parkirnya terbatas, dan jika datang berkunjung dengan tidak
disertai izin, maka tidak diperkenankan masuk, karena untuk
memasuki gedungnya tidak sembarang orang bisa masuk, harus
jelas, dan minimal harus menunjukkan id card.

2. Majelis Ulama Indonesia


a) Letak Geografis

15
Letak Kantor Majelis Ulama Indonesia berada di :

 Alamat : Jl. Proklamasi 51, Menteng, Jakarta Pusat


 Email : mui-online@mui.or.id
 Email : admin@mui.or.id
 Telp : 021-3917853, 021-31905

b) Visi dan Misi MUI


VISI
Terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan,
kebangsaan dan kenegaraan yang baik, memperoleh ridlo dan
ampunan Allah swt (baldatun toyibatun wa robun ghofur) menuju
masyarakat berkualitas (khaira ummah) demi terwujudnya
kejayaan islam dan kaum muslimin (izzul islam wal-muslimin)
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesiasebagai
manifestasi dari rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ’alamin).

MISI

a. Menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan umat sercara


efektif dengan menjadikan ulama sebagai panutan (Qudwah
hasanah), sehingga mampu mengarahkan dan membina umat
16
islam dalam menanamkan dan memupuk Akidah Islamiah, serta
menjalankan syariah islamiah
b. Melaksanakan dakwah islam, Amar ma’ruf nahi mungkar dalam
mengembangkan akhlak karimah agar terwujud masyarakat
berkualitas (khairaummah) dalam berbagai aspek kehidupan
c. Mengembangkan ukhuwah islamiah dan kebersamaan dalam
mewujudkan persatuan dan kesatuan umat islam dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia

c) Sejarah Majelis Ulama Indonesia


Berdirinya MUI pada tanggal 7 Rajab 1395 H, bertepatan
dengan tanggal 26 Juli 1975 M di Jakarta Majelis Ulama Indonesia
(MUI) telah berdiri, sebagai hasil dari pertemuan pertemuan atau
musyawarah para ulama dan cendekiawan yang dating dari
berbagai penjuru tanah air. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
merupakan tempat atau majelis yang menghimpun para ulama dan
cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan
langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-
cita Bersama.
MUI berdiri sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah
para ulama, cendekiawan dan zu’ama yang datang dari berbagai
penjuru tanah air, antara lain meliputi dua puluh enam orang ulama
yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia pada masa itu, 10 orang
ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat
pusat, yaitu NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, PERTI. Al
Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al
Ittihadiyyah, 4 orang ualam dari Dinas Rohani Islam, Angkatan
Darat (AD), Angkatan Udara (AU), Angkatan Laut (AL) dan
POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh
perorangan.

17
Dari musyawarah tersebut, dihasilkan adalah sebuah
kesepakatan untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya
para ulama zuama dan cendekiawan muslim, yang tertuang dalam
sebuah “Piagam Berdirinya MUI,” yang ditandatangani oleh
seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah
Nasional Ulama I.
Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa
Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30
tahun merdeka, dimana energi peduli terhadap masalah
kesejahteraan rohani umat. Dalam perjalanannya, selama dua puluh
lima tahun, Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah
para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk:
1) Memberikan bimbingan dan tuntutan kepada umat Islam
Indonesia dalam mewujudkan kehidupan beragama dan
bermasyarakat yang diridhoi Allah SWT.
2) Memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan
dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat,
meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya Ukhuwah Islamiyah
dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan
persatuan dan kesatuan bangsa seta.
3) Menjadi penghubungan antara ulama danumaro (pemerintah)
dan penterjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna
mensukseskan pembangunan nasional.
4) Meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi,
Lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan
bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat
Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara
timbal balik.

18
d) Struktur Kepegawaian MUI

Diatas urutan struktur kepegawaian dari majelis ulama


Indonesia (MUI) yang didalamnya mempunyai beberapa direksi
dengan tugas masing-masing sesuai gambar diatas.
e) Kondisi Sarana dan Prasarana MUI
Di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI)
saranaprasarananya cukup memadai dari bentuk kenyamanan
didalam gedung maupun diluar gedung. Di kantor MUI juga
dilengkapi kipas-kipas yang menunjang untuk produktivitas dalam
bekerja. Salah satunya ada lift untuk mempercepat naik menuju
lantai atas, dan juga musholla untuk melakukan ibadah sholat.
Di kantor MUI juga mempunyai ruangan yang nyaman
dilengkapi dengan air condisioner (AC) sehingga siapapun yang
memasuki di kantor akan merasa nyaman dan juga dikantor MUI
terdapat beberapa ruangan yang berguna salah satunya sebagai
ruangan untuk rapat maupun pertemuan lainnya yang cukup luas
dan memadai.
19
Letak kantor MUI juga cukup strategis di dekat jalan raya,
sehingga jika dijangkau sangat mudah. Banyak hal yang dapat
dipelajari, menambah pengetahuan tentang mekanisme tugas MUI
serta mengetahui apa produk maupun lembaga yang menjadi
tanggungjawab MUI.

B. Data Khusus
1. Bank Indonesia
1) Ke-Banksentral-an
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang bank
indonesia menggantikan Undang-undang Nomor 13 tentang Bank
Sentral yang telah berlaku selama 31 tahunber dampak terjadinya
perubahan pada sistem moneter, keuangan dan perbankan di
Indonesia. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik
Indonesia dan Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang
independen,bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak-
pihak lainnya kecuali untuk hal-hal yang tegas.(Abdullah, 2012)
Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 dalam
Pasal 7 Bank Indonesia memiliki satu tujuan tunggal yakni
mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. Kestabilan ini
memiliki dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap
barang dan jasa serta kestabilan terhadap mata uang negara
lain.(Abdullah, 2012)
Dalam mencapai tujuan tunggalnya, Bank Indonesia
memiliki tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugas Bank
Indonesia yakni kewenangan moneter, kewenangan stabilitas
keuangan dan kewenangan sistem pembayaran. Ketiga pilar
tersebut berguna dalam usaha mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah dapat tercapai secara efektif dan efisien,
maka ketiga tugas tersebut harus diintegrasikan. Efektifitas
pelaksanaan tugas ini memerlukan dukungan sistem pembayaran

20
yang efisien, cepat, aman dan handal yang merupakan sasaran
dari pelaksanaan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran.(Abdullah, 2012)
Untuk mencapai tujuan Bank Indonesia dalam rangka
menjaga kestabilan nilai rupiah, pasal 10 Undang-undang Nomor
23 Tahun 1999, Bank Indonesia menetapkan beberapa ruang
lingkup kebijakan moneter, antara lain:
1) Menetapkan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran
laju inflasi
2) Melakukan pengendalian moneter dengan tidak terbatas pada
operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun
valuta asing
3) Menetapkan tingkat diskonto, menetapkan cadangan
minimum dan mengatur kredit atau pembiayaan.
Bank Indonesia berfungsi sebagai lender of the last resort
yang dapat membantu kesulitan pendanaan jangka pendek yang
dihadapi bank umum. Dalam hal ini Bank Indonesia hanya
membantu untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek
karena adanya mismatch yang disebabkan oleh risiko kridit atau
risiko pembayaran(Abdullah, 2012)
2) Utang Luar Negeri (ULN)
Utang Luar Negeri adalah sertiap penerimaan negara baik
dalam bentuk devisa atau devisa yang dirupiahkan, rupiah,
maupun barang atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman
luar negei yang harus dibayar kembali dengan persyaratan
tertentu baik dalam bentuk jangka pendek maupun jangka
panjang.(Machmud, 2016)
Pemberian utang luar negeri diawali pasca perang dunia II
dimana negara negara diwilayah utara, bank-bank swasta, serta
lembaga keuangan internasional memberikan pinjaman kepada
negara-negara dunia ke tiga yang ingin mewujudkan
21
kesejahteraan bagi rakyatnya. Sebagai salah satu negara dunia ke
tiga Indonesia juga memiliki utang luar negeri yang diawali sejak
era orde lama hingga saat ini. Awalnya utang tersebut digunakan
untuk membiayai pembangunan namun dikemudian hari juga
digunakan sebagai pembiayaan tambahan atas defisit tambahan
demi memacu pertumbuhan ekonomi yang diinginkan.(Machmud,
2016)
Tidak semua negara yang tergolong dalam negara
berkembang merupakan negara miskin atau dalam arti tidak
memiliki sumberdaya ekonomi. Banyak negara berkembang
justru memiliki kelimpahan sumberdaya ekonomi dan
sumberdaya manusia tetapi masih bersifat potensial atau belum
diambil atau diperdayagunakan secara optimal. Disisi lain ada
juga negara berkembang sumberdaya modal seringkali menjadi
kendala utama. Dalam beberapa hal, kendala ktersebut
disebabkan karena rendahnya tingkat pemobilisasian modal di
dalam negeri.
Beberapa penyebabnya antara lain (1) pendapatan per
kapita penduduk yang umumnya relatif rendah, menyebabkan
tingkat MPS (marginal propensity to save) rendah, dan
pendapatan pemerintah dari sektor pajak, khususnya penghasilan,
juga rendah. (2) Lemahnya sektor perbankan nasional
menyebabkan dana masyarakat, yang memang terbatas itu, tidak
dapat didayagunakan secara produktif dan efisien untuk
menunjang pengembangan usaha yang produktif. (3) Kurang
berkembangnya pasar modal, menyebabkan tingkat kapitalisasi
pasar yang rendah, sehingga banyak perusahaan yang kesulitan
mendapatkan tambahan dana murah dalam berekspansi. Dengan
kondisi sumberdaya modal domestik yang sangat terbatas seperti
itu, jelas tidak dapat diandalkan untuk mampu mendukung tingkat
pertumbuhan output nasional yang tinggi seperti yang diharapkan.
22
Solusi yang dianggap bisa diandalkan untuk mengatasi
kendala rendahnya mobilisasi modal domestik adalah dengan
mendatangkan modal dari luar negeri, yang umumnya dalam
bentuk hibah (grant), bantuan pembangunan (official development
assistance), kredit ekspor, dan arus modal swasta, seperti bantuan
bilateral dan multilateral; investasi swasta langsung (PMA);
portfolio invesment; pinjaman bank dan pinjaman komersial
lainnya; dan kredit perdagangan (ekspor/impor). Modal asing ini
dapat diberikan baik kepada pemerintah maupun kepada pihak
swasta. (jhiangan, 2016)
Komponen ULN di Indonesia terdiri dari 5 jenis :
1) Pinjaman (Loan)
Perjanjian tertulis yang berisi syarat dan dan kondisi
pinjaman antara lain suku bunga, jangka waktu, dan cara
pelunasannya.
2) Utang Dagang (Trade Credit)
Utang yang diberikan atas transaksi barang dan/atau jasa
3) Surat Utang (Debt Securities)
Surat pengakuan utang yang diperdagangkan di pasar uang
atau pasar modal IDN/LN
4) Kas & Simpanan (Currency & Deposit)
Penempatan dana yang dilakukan oleh bukan penduduk pada
bank di Indonesia dalam bentuk kas dan simpanan.
5) Utang Lainnya (Other Debt Liabilities)
Instrumen lain yang tidak termasuk dalam 4 komponen lain.

2. Majelis Ulama’ Indonesia (MUI)


Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat
yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cemdekiawan Islam di Indonesia
untuk membimbing, membina, dan mengayomi kaum muslim
diseluruh Indonesia. MajelisUlama Indonesia (MUI) merupakan

23
organisasi yang bersifat independen, tidak berafilasi terhadap salah
satu partai politik, madzhab atau aliran keagamaan yang ada di
indonesia (Efendi, 2011).

Majelis Uama Indonesia (MUI) didirikan pada 17 Rajab 1395 H,


bertepatan dengan 26 Juli 1975 di Jakarta. Momentum berdirinya MUI
bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada fase kebangkitan
kembali, setelah 30 tahun merdeka, dimana energy bangsa telah
banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang
pedulimasalah kesejahteraan terhadap masalah kesejahteraan rohani
umat (https://mui.or.id/sejarah-mui) .

1) Mekanisme fatwa terhadap lembaga keuangan dan bank

Otoritas DSN-MUI
Keuangan/LKS
sebagai Mustafti (1) Pendalaman masalah
(2)
dan perumusan fatwa
Fatwa
BPH-DSN

Pleno menyetujui draft fatwa


(3) BPH melakukan pengkajian
(5) secara intensif dengan
Draft Fatwa melibatkan para
(4)
Rapat praktisi/pakar di bidang
terkait dan melakukan
Pleno
penggalian dalil dari kitab-
kitab fikih kontemporer
(kutub mu’tabarah)
2) Produk-produk fatwa di bidang keuangan dan bank

NOMOR FATWA TENTANG


129/DSN-MUI/VII/2019 Biaya riil sebagai ta’widh akibat
wanprestasi (at-takalif al-

24
fi’liyah an-nasyi’ah ‘an an-
nukul)
127/DSN-MUI/VII/2019 Sukuk wakalah bi al- istitsmar
126/DSN-MUI/VII/2019 Akad wakalah bi al-istitsmar
125/DSN-MUI/XI/2018 Kontral investasi kolektif-efek
beragun asset (KIK EBA)
berdasarkan prinsip syariah
124/DSN-MUI/XI/2018 Penerapan prinsip syariah dalam
pelaksanaan layanan jasa
penyimpanan dan penyelesaian
transaksi efek serta pengelolaan
infrastruktur investasi terpadu
123/DSN-MUI/XI/2018 Penggunaan dana yang tidak
boleh diakui sebagai pendapatan
bagi lembaga keuangan syariah,
lembaga bisnis syariah, dan
lembaga perekonomian syariah
122/DSN-MUI/II/2018 Pengelolaan dana BPIH dan
BPIH khusus berdasarkan
prinsip syariah
121/DSN-MUI/11/2018 EBA-SP berdasarkan prinsip
syariah
120/DSN-MUI/II/2018 Sekuritisasi berbentuk efek
beragun asset berdasarkan
prinsip syariah
119/DSN-MUI/II/2018 Pembiayaan ultra mikro
berdasarkan prinsip syariah
118/DSN-MUI/II/2018 Pedoman penjaminan simpanan
nasabah bank syariah
117/DSN-MUI/II/2018 Layanan pembiayaan berbasis
teknologi informasi berdasarkan
prinsip syariah
116/DSN-MUI/IX/2017 Uang elektronik syariah

25
115/DSN-MUI/IX/2017 Akad mudharabah
114/DSN-MUI/IX/2017 Akad syirkah
113/DSN-MUI/IX/2017 Akad wakalah bi al-ujrah
112/DSN-MUI/IX/2017 Akad Ijarah
111/DSN-MUI/IX/2017 Akad jual beli murabahah
110/DSN-MUI/IX/2017 Akad jual beli
109/DSN-MUI/II/2017 Pembiayaan likuiditas jangka
pendek syariah
108/DSN-MUI/X/2016 Pedoman penyelenggaraan
pariwisata berdasarkan prinsip
syariah
107/DSN-MUI/X/2016 Pedoman penyelenggaraan
rumahsakit berdasarkan prinsip
syariah
106/DSN-MUI/X/2016 Wakaf manfaat asuransi dan
manfaat investasi pada asuransi
jiwa syariah
105/DSN-MUI/X/2016 Penjaminan pengembalian
modal pembiayaan mudharabah,
musyarakah , dan wakalah bil
istitsmar
104/DSN-MUI/X/2016 Subrogasi berdasarkan prinsip
syariah
103/DSN-MUI/X/2016 Novasi subjektif berdasarkan
prinsip syariah
102/DSN-MUI/X/2016 Akad al-Ijarah al-Maushufah fi
al-Dzimmah untuk produk
pembiayaan pemilikan rumah
(PPR)-Indent
101/DSN-MUI/X/2016 Akad al-Ijarah al-Maushufah fii
Al-Dzimmah
100/DSN-MUI/XII/2015 Pedoman transaksi voucher
multi manfaat syariah

26
99/DSN-MUI/XII/2015 Anuitas syariah untuk program
pensiun
98/DSN-MUI/XII/2015 Pedoman penyelenggaraan
jaminan social kesehatan
syariah
97/DSN-MUI/XII/2015 Sertifikat deposito syariah
96/DSN-MUI/VI/2015 Transaksi lindung nilai syariah
(Al-Tahawwuth Al-Islami/
Islamic Hedging)
95/DSN-MUI/VII/2014 Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN) Wakalah
94/DSN-MUI/VI/2014 Repo Surat Berharga Syariah
(SBS) Berdasarkan Prinsip
Syariah
93/DSN-MUI/IV/2014 Keperantaraan (Wasathah)
dalam Bisnis Properti
92/DSN-MUI/IV/2014 Pembiayaan yang Disertai Rahn
(al-Tamwil al-Mautsuq bi al-
Rahn)
91/DSN-MUI/IV/2014 Pembiayaan Sindikasi (al-
Tamwil al-Mashrifi al-
Mujamma’)
90/DSN-MUI/XII/2013 Pengalihan Pembiayaan
Murabahah Antar Lembaga
Keuangan Syariah (LKS)
89/DSN-MUI/XII/2013 Pembiayaan Ulang
(Refinancing) Syariah
87/DSN-MUI/XII/2012 Metode Perataan Penghasilan
(Income Smoothing) Dana
Pihak Ketiga
86/DSN-MUI/XII/2012 Hadiah dalam Penghimpunan
Dana Lembaga Keuangan
Syariah

27
85/DSN-MUI/XII/2012 Janji (Wa’d) dalam Transaksi
Keuangan dan Bisnis Syariah
84/DSN-MUI/XII/2012 Metode Pengakuan Keuntungan
Tamwil bi al-Murabahah
(Pembiayaan Murabahah) di
Lembaga Keuangan Syariah
83/DSN-MUI/VI/2012 Penjualan Langsung Berjenjang
Syariah Jasa Perjalanan Umrah
82/DSN-MUI/VIIII/2011 Perdagangan Komoditi
Berdasarkan Prinsip Syariah di
Bursa Komoditi
81/DSN-MUI/III/2011 Pengembalian Dana Tabarru’
bagi Peserta Asuransi yang
Berhenti Sebelum Masa
Perjanjian Berakhir
80/DSN-MUI/III/2011 Penerapan Prinsip Syariah
dalam Mekanisme Perdagangan
Efek Bersifat Ekuitas di Pasar
Reguler Bursa Efek
79/DSN-MUI/III/2011 Qardh dengan Menggunakan
Dana Nasabah
78/DSN-MUI/IX/2010 Mekanisme dan Instrumen
Pasar Uang Antarbank
Berdasarkan Prinsip Syariah
77/DSN-MUI/VI/2010 Jual-Beli Emas secara Tidak
Tunai
76/DSN-MUI/VI/2010 SBSN Ijarah Asset to be Leased
75/DSN-MUI/VII/2009 Pedoman Penjualan Langsung
Berjenjang Syariah (PLBS)
74/DSN-MUI/I/2009 Penjaminan Syariah
73/DSN-MUI/XI/2008 Musyarakah Mutanaqishah
72/DSN-MUI/VI/2008 Surat Berharga Syariah Negara
Ijarah Sale and Lease Back

28
71/DSN-MUI/VI/2008 Sale and Lease Back
70/DSN-MUI/VI/2008 Metode Penerbitan Surat
Berharga Syariah Negara
69/DSN-MUI/VI/2008 Surat Berharga Syariah Negara
68/DSN-MUI/III/2008 Rahn Tasjily
66/DSN-MUI/III/2008 Waran Syariah
65/DSN-MUI/III/2008 Hak Memesan Efek Terlebih
Dahulu (HMETD) Syariah
64/DSN-MUI/XII/2007 Sertifikat Bank Indonesia
Syariah Ju’alah (SBIS Ju’alah)
63/DSN-MUI/XII/2007 Sertifikat Bank Indonesia
Syariah
61/DSN-MUI/V/2007 Penyelesaian Utang dalam
Impor
60/DSN-MUI/V/2007 Penyelesaian Piutang dalam
Ekspor
59/DSN-MUI/V/2007 Obligasi Syariah Mudharabah
Konversi
58/DSN-MUI/V/2007 Hawalah bil Ujrah
57/DSN-MUI/V/2007 Letter of Credit (L/C) dengan
Akad Kafalah bil Ujrah
56/DSN-MUI/V/2007 Ketentuan Review Ujrah pada
Lembaga Keuangan Syariah
55/DSN-MUI/V/2007 Pembiayaan Rekening Koran
Syariah Musyarakah
54/DSN-MUI/X/2006 Syariah Card
49/DSN-MUI/II/2005 Konversi Akad Murabahah
48/DSN-MUI/II/2005 Penjadwalan Kembali Tagihan
Murabahah
47/DSN-MUI/II/2005 Penyelesaian Piutang
Murabahah bagi Nasabah Tidak
Mampu Membayar
46/DSN-MUI/II/2005 Potongan Tagihan Murabahah
29
(Khashm fi al-Murabahah)
45/DSN-MUI/II/2005 Line facility (at-Tas-hilat as-
Saqfiyah)
44/DSN-MUI/VIIII/2004 Pembiayaan Multijasa
43/DSN-MUI/VIIII/2004 Ganti Rugi (Ta’widh)
42/DSN-MUI/V/2004 Syari’ah Charge Card
41/DSN-MUI/III/2004 Obligasi Syari’ah Ijarah
40/DSN-MUI/X/2002 Pasar Modal dan Pedoman
Umum Penerapan Prinsip
Syariah di Bidang Pasar Modal
38/DSN-MUI/X/2002 Sertifikat Investasi Mudharabah
Antarbank (Sertifikat IMA)
37/DSN-MUI/IX/2002 Pasar Uang Antarbank
Berdasarkan Prinsip Syari’ah
36/DSN-MUI/X/2002 Sertifikat Wadi’ah Bank
Indonesia (SWBI)
35/DSN-MUI/IX/2002 Letter of Credit (L/C) Ekspor
Syari’ah
34/DSN-MUI/IX/2002 Letter of Credit (L/C) Impor
Syari’ah
33/DSN-MUI/IX/2002 Obligasi Syari’ah Mudharabah
32/DSN-MUI/IX/2002 Obligasi Syari’ah
31/DSN-MUI/VII/2002 Pengalihan Utang
30/DSN-MUI/VI/2002 Pembiayaan Rekening Koran
Syari’ah
29/DSN-MUI/VI/2002 Pembiayaan Pengurusan Haji
Lembaga Keuangan Syari’ah
28/DSN-MUI/III/2002 Jual Beli Mata Uang (al-Sharf)
26/DSN-MUI/III/2002 Rahn Emas
25/DSN-MUI/III/2002 Rahn
24/DSN-MUI/III/2002 Safe Deposit Box
23/DSN-MUI/III/2002 Potongan Pelunasan dalam

30
Murabahah
22/DSN-MUI/III/2002 Jual Beli Istishna’ Paralel
21/DSN-MUI/X/2001 Pedoman Umum Asuransi
Syari’ah
20/DSN-MUI/IV/2001 Pedoman Pelaksanaan Investasi
untuk Reksa Dana Syari’ah
18/DSN-MUI/IX/2000 Pencadangan Penghapusan
Aktiva Produktif dalam
Lembaga Keuangan Syari’ah
17/DSN-MUI/IX/2000 Sanksi atas Nasabah Mampu
yang Menunda-nunda
Pembayaran
16/DSN-MUI/IX/2000 Diskon dalam Murabahah
15/DSN-MUI/IX/2000 Prinsip Distribusi Hasil Usaha
dalam Lembaga Keuangan
Syari’ah
14/DSN-MUI/IX/2000 Sistem Distribusi Hasil Usaha
dalam Lembaga Keuangan
Syari’ah
13/DSN-MUI/IX/2000 Uang Muka dalam Murabahah
12/DSN-MUI/IV/2000 Hawalah
11/DSN-MUI/IV/2000 Kafalah
10/DSN-MUI/IV/2000 Wakalah
09/DSN-MUI/IV/2000 Pembiayaan Ijarah
08/DSN-MUI/IV/2000 Pembiayaan Musyarakah
07/DSN-MUI/IV/2000 Pembiayaan Mudharabah
(Qiradh)
06/DSN-MUI/IV/2000 Jual Beli Istishna’
05/DSN-MUI/IV/2000 Jual Beli Salam
04/DSN-MUI/IV/2000 Murabahah
03/DSN-MUI/IV/2000 Deposito
02/DSN-MUI/IV/2000 Tabungan

31
01/DSN-MUI/IV/2000 Giro

32
BAB IV

PEMBAHASAN
A. Kedudukan Bank Indonesia sebagai Lembaga Negara
Bank merupakan lembaga dengan fungsi intermediasi untuk
enyalurkan dana dari pihak-pihak yang kelebihan dana kepada pihak-pihak
yang membutuhkan dana. Bank sebagai lembaga intermediasi hanya dapat
berjalan jika bila ada kepercayaan, karena bank juga disebut sebagai
lembaga kepercayaan. Apabila fungsi intermediasi berjalan dengan
baik,maka manfaat dari keberadaan bank adalah sebagai berikut:

 Pemilik dana mendapatkan bunga


 Peminjam mendapatkan dana
 Bank mendapatkan spread
 Perekonomian mendapatkan mekanisme alokasi sumber-sumber
dana secara efektif dan efesien.
1. Kedudukan bank indonesia sebagai lembaga negara

Sejak diberlakukannya undang-undang nomor 10 tahun 1998,jenis


bank dapat dibedakan menjadi bank umum dan bank perkreditan rakyat.
Bank umun adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank umum
juga sering disebut bank komersial.

Dilihat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan


Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen tidak sejajar
dengan lembaga tinggi negara seperti DPR, BPK, dan MA. Kedudukan
Bank Indonesia juga tidak sama dengan Kementrian karena kedudukan
Bank Indonesia berada diluar pemerintahan. Status dan kedudukan yang
khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran
dan fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien.
Meskipun Bank Indonesia berkedudukan sebagai lembaga negara
33
independen, dalam melaksanakan tugasnya Bank Indonesia mempunyai
hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, pemerintah,
dan pihak lainnya.

Dalam hal hubungan keuangan dengan pemerintah, Bank Indonesia


membantu menerbitkan dan menempatkan surat-surat utang negara guna
membiayai APBN tanpa diperbolehkan membeli sendiri surat-surat utang
negara tersebut. Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir pemerintah
yang menata usahakan rekening Pemerintah di Bank Indonesia, dan atas
permintaan pemerintah, dapat menerima pinjaman luar negeri atas nama
pemerintah Indonesia. Namun, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia
benar-benar terfokus dan agar efektivitas pengendalian moneter tidak
terganggu, pemberian kredit kepada Pemerintah guna mengatasi deficit
spending yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan UU
yang lama kini tidak dapat lagi dilakukan oleh Bank Indonesia.

Meskipun Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang


independen, tetapi tetap diperlukan koordinasi yang bersifat konsultatif
dengan pemerintah, sebab tugas-tugas Bank Indonesia merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari kebijakan-kebijakan ekonomi nasional secara
keseluruhan. Koordinasi antara Bank Indonesia dengan pemerintah
diperlukan pada sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi,
perbankan, dan keuangan yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank
Indonesia. Dalam sidang kabinet tersebut pemerintah dapat meminta
pendapat Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia juga dapat memberi
masukan, pendapat, serta pertimbangan kepada pemerintah mengenai
rancangan APBN serta kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan dengan
tugas dan wewenangnya. Dan pemerintah juga dapat menghadiri rapat
Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan hak Bank Indonesia tetapi tanpa
hak suara. Oleh karena itu, implementasi independensi justru sangat
dipengaruhi oleh kemantapan hubungan kerja yang proporsional antara
Bank Indonesia dan pemerintah serta lembaga-lembaga terkait lainnya,
34
dengan tetap berlandaskan pembagian tugas dan wewenang masing-
masing. Pada pasal 4 ayat (3) disebutkan bahwa Bank Indonesia
merupakan badan hukum, maksudnya badan hukum disini meliputi badan
hukum publik dan badan hukum perdata. Sebagai badan hukum publik,
Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan yang
mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya.
Sedangkan sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak
atas nama sendiri di dalam dan diluar pengadilan. Penegasan Bank
Indonesia sebagai badan hukum ini diperlukan agar terdapat kejelasan
wewenang Bank Indonesia dalam mengelola kekayaan sendiri terlepas dari
APBN.

2. Hubungan Kerja Sama Internasional yang Dilakukan Bank Indonesia

Bank Indonesia menjalin hubungan kerja sama dengan lembaga


internasional bertujuan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas
Bank Indonesia dan pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi,
moneter, maupun perbankan. Bentuk kerjasama yang dilakukan, antara
lain:

a. Investasi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing.


b. Penyelesaian transaksi lintas negara.
c. Hubungan koresponden.
d. Tukar menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan
tugas-tugas bank sentral.
e. Pelatihan dan penelitiandi bidang moneter dan sistem pembayaran
3. Peranan Bank Indonesia Dalam Pengendalian Inflasi

Dalam UU RI No. 23 Tahun 1999 tentang bank Indonesia pada


salah satu pasalnya di sebutkan bahwa bank Indonesia adalah lembaga
Negara yang Independent. Independent di artikan sebagai lembaga Negara
yang bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak
lainya.Selanjutnya dalam pasal 9 dinyatakan bahwa pihak lain di larang

35
melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas bank
Indonesia, dan demikian pula bank Indonesia wajib menolak dan/atau
mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun dalam
rangka melaksanakan tugasnya.

Perlu di ketahui juga bahwa tujuan dari bank Indonesia saat ini
adalah mencapai dan memelihara kestabank Indonesia nilai rupiah. Untuk
mencapai tujuan tersebut bank indonesi mempunyai 3 tugas utama, yaitu
menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga
kelancaran system pembayaran, serta mengatur dan mengawasi bank,
dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter tersebut,
bank Indonesia berwenang menetapkan sasaran-sasaran moneter dengan
memerhatikan sasaran laju imflasi yang di tetapkan.

Hal lain yang perlu di pahami adalah bahwa kestabilan nilai rupiah
tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang terjadi. Tingkat inflasi
tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum. Faktor-faktor
yang mempengaruhi imflasi dapat menjadi di bagi 2 macam, yaitu tekanan
imflasi yang berasal dari sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Dalam
hal ini, bank Indonesia hanya memiliki kemampua untuk memengaruhi
tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi
dari sisi penawaran (bencana alam, musim kemarau, distribusi tidak lancer,
dan lain-lain) sepenuhnya berada di luar pengendalian bank Indonesia.
Oleh karena itu, untuk dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang
rendah dan stabil, diperlukan adanya kerja sama dan komitmen dari
seluruh pelaku ekonomi, baik pemerintah maupun swasta.

Strategi yang di gunakan oleh bank indoneia dalam mencapai


sasaran imflasi yang rendah adalah :

1) Mengaji efektivitas instrumen moneter dan jalur transmisi


kebijakan moneter bank Indonesia.
2) Menentukan sasaran akhir kebijakan moneter bank Indonesia.

36
3) Mengindentifikasi variable yang menyebabkan tekanan-tekanan
inflasi.
4) Memformulasikan respons kebijakan moneter bank Indonesia.
5) Dapat di tambahkan bahwa laju inflasi yang di peroleh dari indeks
harga konsumen (IHK) sebagai sasaran akhir dan laju inflasi inti
(core/ underlying inflation) sebagai sasaran opersional.

Di dalam opersionalnya, bank Indonesia tidak menggunakan inflasi


IHK sebagai acuan dalam mengambil kebijakan moneter, namun
menggunakan inflasi inti, penggunaan inflasi inti sebagai sasaran
operasional di karenakan inflasi inti dapat memberikan sinyal yang tepat
dalam memformulasikan kebijakan moneter. Sebagai contoh, dalam hal
terjadi penggunaan permintaan (demam shock) yang mengakibatkan
inflasi tinggi, respons bank sentral akan mengetatkan uang beredar
sehingga tingkat inflasi dapat di tekan.

Di samping itu, kebijakan akan tersebut dapat juga untuk


menyusuaikan kembali pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang sesuai
dengan kapasitas perekonomian. Sebaliknya, jika inflasi meningkat karena
terjadi gangguan penurunan di sisi peawaran (supply side), misalnya
kenaikan harga makanan karena musim kering maka kebijakan uang ketat
bank Indonesia justru dapat memperburuk tingkat harga dan pertumbuhan
ekonomi.

Dalam Pasal 58 UU Bank Indonesia yang baru di sebut di atas


bahwa bank Indonesia wajib menyampaikan imformasi kepada masyarakat
secara terbuka melalui media massa pada setiap awal tahun anggaran yang
antara lain memuat rencana kebijakan dan penetapan sasaran –sasaran laju
inflasi serta perkembangan ekonomi dan keuangan. Atas dasar hal
tersebut, maka bank Indonesia akan mengumumkan sasaran inflasi untuk
jangka waktu antara 2-3 tahun ke depan, dalam jangka menengah dan
panjang, laju inflasi di harapkan dapat di tekan sekitar 5%. Dalam jangka

37
pendek, angka inflasi di pertahankan di bawah single digit. Namun
demikian, berbagai kebijakan penyesuaian harga barang yang di
kendalikan dapat memberikan tekanan inflasi secara signifikan.

Sesuai amanat UU No. 23 Tahun 1999 tentang bank Indonesia


sebagaimana diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, Bank Indonesia
mempunyai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Untuk mencapai tujuan tersebut bank Indonesia memiliki beberapa tugas
pokok, Yaitu :

1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,


2) Mengatur dan menjaga kelancaran system pembayaran, dan
3) Mengatur dan mengawasi bank.

Terkait pelaksanaan tugas pokok dalam menetapkan dan


melaksanakan kebijakan moneter, memiliki kewenangan antara lain
menetapkan dan menggunakan instrumens moneter berupa tetapi tidak
terbatas pada :

1) Operasi pasar terbuka,


2) Penetapan tingkat diskonto,
3) Penetapan giro wajib minimum, dan
4) Pengatuaran kredit

Penggunaan instrumen di atas di lakukan berdasarkan prinsip


konvensional (system bunga). Pengendalian moneter melalui operasi pasar
terbuka (OPT) adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang di lakukan
bank Indonesia dengan bank atau pihak lain yang di tetapkan oleh bank
Indonesia. Kegiatan pasar terbuka terdiri dari :

a. Operasi pasar terbuka dalam rupiah, meliputi penerbitan SBI


Sertifikat bank Indonesia, jual beli surat berharga dalam rupiah
antara lain SBI dan surat Utang Negara, Penyediaan fasilitas

38
simpanan bank Indonesia dalam rupiah, (Fine tune Operation)
Penitipan dana dengan prinsip wadiah dan
b. Operasi pasar terbuka dalam valas yaitu jual beli valas terhadap
rupiah antara lain dalam bentuk spot, forward, dan swap.

Dengan kegiatan operasi pasar terbuka tersebut, Bank Indonesia


memengaruhi likuiditas perbankan (melalui ekspansi dan kontraksi
moneter) untuk mencapai target operasional kebijakn moniter, berupa
target kuantitas uang primer atu komponennya, atau suku bangsa pasar
jangka pendek.untuk mencapai sasaran-sasaran moneter, bank Indonesia
mempunyai funsi sebagai lender of the last resort melalui pemberian
kredit atau pembiyaan berdasarkan prinsip syariah kepada bank untuk
mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek, yang dijamin dengan
angunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan, yang selanjutnya di
sebut fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP).

4. Operasi Pasar Terbuka

Operasi pasar terbuka adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang


di lakukan oleh bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter.Kegiatan tersebut dapat bersifat kontraksi
(menyerap likuiditas perbankan) maupun ekspansi (menambah likuiditas
perbankan). Operasi pasar terbuka di lakukan dengan tujuan untuk
mencapai target operasional kebijakan moneter dalam rangka mendukung
pencapaian sasaran akhir kebijakan bank Indonesia.

a. Instrumens Operasi Pasar Terbuka


1) Instrumen Operasi Pasar Terbuka Reguler
Instrumen Operasi Pasar Terbuka Reguler terdiri dari
penerbitan SBI, FASBI, Sertifikat wadiah bank Indonesia (SWBI),
Reverse Repo SUN (RRSUN), dan SBI repurchase agreement (SBI
Repo).
39
2) Penerbitan SBI
SBI adalah surat berharga sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang di terbitkan
oleh bank Indonesia dengan system diskonto. SBI di terbitkan Bank
Indonesia tanpa warkat (scripless) dan seluruh kepemilikan maupun
transaksinya di catat dalam sarana bank Indonesia BI-SSSS. SBI di
terbitkan bank Indonesia dalam jangka waktu (tenor) 1 bulan
sampai dengan 12 bulan dengan satuan unit terkecil sebesar Rp 1
Juta. Saat ini bank Indonesia menerbitkan SBI dengan tenor 1 bulan
dan 3 bulan.Penerbitan SBI tenor 1 bulan dilakukan secara
mingguan sedangkan SBI tenor 3 bulan dilakukan secara
triwulanan.
3) FASBI
FASBI adalah fasilitas penempatan dana milik bank umum
dalam rupiah di bank Indonesia. FASBI disediakan secara harian
oleh bank Indonesia dengan jangka waktu penempatan dana bank
antara 1 hari (Overnite) sampai dengai 14 hari. Penempatan dana
minimal pada FASBI ditetapkan berdasarkan diskresi bank
Indonesia.
FASBI dilakukan tanpa warkat, dan bukti kepemilikan tercatat
dalam sarana BI-SSSS. Penyelesaian transaksi FASBI dilakukan
pada hari yang sama (same day settlement).
4) SWBI
SWBI merupakan intrumen pendukung operasi pasar
terbuka dalam rangka kontraksi moneter secara harian berupa
penepatan dana jangka pendek bank syariah di bank Indonesia
berdasarkan prinsip wadiah.
SWBI berjangka waktu 7, 14, dan 28 hari. Jumlah dana
yang di tempatkan paling kurang Rp500 juta dan selebihnya dengan
kelipatan Rp50 juta. Bank Indonesia dapat memberikan bonos atau

40
SWBI yang besarnya ditentukan berdasarkan dikresi bank
Indonesia.
5) RR-SUN
RR-SUN Merupakan transaksi pembelian SUN milik bank
Indonesia oleh bank dengan perjanjian untuk menjual kembali
kepada bank Indonesia sesuai dengan harga dan jangka waktu yang
telah disepakati. Jenis SUN yang di gunakan dapat berupa obligasi
Negara (ON) maupun surat perbendeharaan Negara (SPN),
Transaksi RR-SUN dilakukan dengan jangka waktu (tenor) 1 bulan
dan 3 bulan.
Metode lelang RR-SUN dilakukan dengan menggunakan 2 cara
yaitu : (1). Variable rate tender (peserta lelang mengajukan penawaran
kuantitas dan reverse repo rate ) (2). Fixed rate tender (peserta lelang
mengajukan penawaran kuantitas dengan RR-rate yang di tetapkan oleh
bank Indonesia.
6) SBI Repo
SBI Repo Adalah transaksi penjualan SBI secara bersyarat oleh
bank kepada bank Indonesia dengan persyaratan kewajiban pembelian
kembali sesuai dengan harga dan jangka waktu yang di sepakati.Repo
merupakan instrumen kebijakan moneter yang bersifat ekspansif.
Saat ini, jumlah maksimal surat berharga milik bank yang dapat
direpokan adalah 50% dari Nilai SBI. Penyelesaian transaksi Repo di
lakukan pada hari yang sama(same day dattlement).
b. Instrumen Operasi Pasar Terbuka Non Reguler
Instrumen operasi pasar terbuka non regular terdiri dari : Fine Tune
Operation, Meliputi Fine tune ekspansi dan Fine tune kontraksi :
Outright beli /jual SUN ; dan sterilisasi penjualan/penjualan valas.
1) FTO
FTO adalah instrument operasi pasar terbuka untuk
menambah/mengurangi likuiditas jangka pendek dalam rangka
menstabilkan gejolak suku bunga di PUAB.
41
Transaksi FTO dilakukan dengan mekanisme lelang
melalui sarana bank Indonesia SSSS, dapat mengunakan metode
fixed rite tender/Variable rate tende. Penyelesaian FTO melalui
saran BI-RTGS pada tanggal transaksi dengan prinsip Delivery
Versus Payment.
2) Outright Jual/Beli SUN
Outright jual/beli SUN adalah instrument
kontraksi/ekspansi moneter yan bersifat permanen yang underlying
berupa SUN yang berjangka waktu lebih dari 1 tahun. Transaksi
dapat di lakukan dengan mekanisme lelang atau nonlelang.
3) Sterilisasi Penjualan/Pembelian Valuta Asing Sterilisasi
Penjualan/Pembelian USD atau valas lainya dengan menggunakan
rupiah yang dimaksudkan untuk mengurangi/menambah jumlah
rupiah yang beredar.
c. Peserta Operasi Pasar Terbuka
Peserta operasi pasar terbuka terdiri dari bank, Lembaga
perantaran, dan pihak lain yang di tetapkan oleh bank Indonesia.
Lembaga perantaran yang di maksud antara lain pialang pasar uang,
pialang pasar modal, dan primary dealer, sedangkan yang di maksud
pihak lain adalah badan hokum nonbank, badan lainnya, dan
perorangan.
Di lihat dari cara pengajuan penawaran, peserta operasi pasar
terbuka dapat di golongkan sebagai peserta langsung dan peserta tidak
langsung. Peserta langsung yaitu peserta yang mengajukan penawaran
langsung ke bank Indonesia, sedangkan peserta tidak langsung
mengajukan penawarannya melalui lembaga perantara.

B. Utang Luar Negeri dan Kebijakanya di Indonesia


Utang Luar Negeri (ULN) adalah kewajiban penduduk Indonesia
kepada bukan penduduk, tidak termasuk kontinjen, yang membutuhkan

42
pembayaran kembali Bunga dan/atau pokok pada waktu yang akan datang,
baik dalam valuta asing maupun rupiah.

ULN timbul karena adanya sumber dana domestic tidak mencukupi untuk
membiayai kegiatan ekonomi nasional.

Komponen ULN Indonesia :

 Pinjaman (Loan) yaitu perjanjian tertulis yang berisi syarat dan


kondisi pinjaman a.l. suku bunga, jangka waktu, dan cara-cara
pelunasannya.
 Utang Dagang (Trade Credit) yaitu utang yang diberikan atas
transaksi barang atau jasa.
 Surat Utang (Debt Securities) yaitu surat pengakuan utang yang
diperdagangkan di pasar uang atau pasar modal DN/LN
 Kas & Simpanan (Currency & Deposit) yaitu penempatan dana
yang dilakukan oleh bukan penduduk pada bank di Indonesia
dalam bentuk kas dan simpanan.
 Utang Lainnya (Other Debt Liabilities) yaitu instrument lain yang
tidak termasuk dalam 4 komponen lain.

Rincian komponen yang dimiliki oleh debitur di Indonesia :

1 Pemerintah
 Surat Berharga Negara
 Perjanjian Pinjaman
2 Bank Sentral
 Surat Utang
 Perjanjian Pinjaman
 Kas dan Simpanan
 Utang Lainnya
3 Swasta – Lembaga Keuangan (Bank dan Non Bank)
 Surat Utang

43
 Perjanjian Pinjaman
 Kas dan Simpanan
 Utang Lainnya
4 Swasta – Bukan Lembaga Keuangan
 Surat Utang
 Perjanjian Pinjaman
 Utang Dagang
 Utang Lainnya
5 Penyajian Data ULN Dalam Publikasi
 Format Standar International Monetary Fund (IMF)
 Format Analitis Statistik Utang Luar Negeri Indonesia
(SULNI)

Krisis ULN 1997/1998 ULN SWASTA


• High and Sustain MENINGKAT
1.
Growth &
2.
3. Economic
BEBAN
4. CAPITAL PEMBAYARAN
• Political stability
5. INFLOW ULN SWASTA
6. MENINGKAT
• Growing banking
7.
sector
8.
RUPIAH
• Investment Grade TERDEPRESIASI

BEBAN KRISIS NILAI


PEMBAYARAN TUKAR (1997)
ULN SWASTA
MENINGKAT

TERJADI GAGAL
BAYAR, MEMICU
KEUANGAN KEBANGKRUTAN
SEKTOR SWASTA
MEMBURUK

44
LIKUIDASI 16 BANK (NOV
’97), KEPERCAYAAN IMPOR & PROSES
PERBANKAN ASING PRODUKSI
MEROSOT, CREDIT LINE TERGANGGU
Faktor Pemicu
DITUTUP, BANK DOMESTIK
TIDAK DAPAT MEMBUKA LC
1) Jumlah ULN tidak terkendali melampaui batas kemampuan
membayar kembali.ULN swasta > ULN Pemerintah
2) Mata Uang rupiah (IDR) mengalami depresiasi yang tajam. Dari
IDR 2,300 sebelum Krisis menjadi IDR 7,000 s.d 8,000 thd USD,
dan bahkan mencapai lebih dari IDR 15,000 selama Mei 1998
Kondisi pendukung

 Institusi keuangan yang lemah


 Laju inflasi meningkat tajam dan GDP turun karena penurunan
permintaan
 Kewajiban pinjaman yang tidak di Hedge dari resiko gagal bayar
 Manajemen resiko yang tidak tepat (currency dan maturity mismatch)
 Penurunan capital inflows
 Data statistic yang tidak akurat

Penyelesaian
1. ULN pemerintah diselesaikan melalui kesepakatan Paris Club,London
Club, dan komitmen DebtMoratorium
2. ULN swasta diselesaikan melalui kesepakatan antara pemerintah RI
dengan Bank Steering Committee di Frankfurt pada 4 juni 1998
(Fankfurt Agreement) dengan 3 butir kesepakatan mengenai program
restrukturisasi, yaitu :
 Interbank Debt Exchange Offer
 Trade Maintenance Facility
 Pendirian INDRA dan JITF (Jakarta Intiative Task Force)
3. Pelaporan ULN

KEWAJIBAN WAJIB KEWAJIBAN


MELAPOR
ULN

45BI
MONITORING&MENENTUKAN LANGKAH SESUAI PRINSIP KEHATI-
HATIAN
ULN TERKENDALI DALAM BATAS AMAN

Kebijakan ULN pasca krisis 1997/1998

 1999 : UU Tahun 24 Tahun 1999 tentang lalu lintas devisa dan nilai tukar
 2000 : PBI 2/22/PBI 2000 (dicabut dengan PBI 12/24/PBI 2010)
 2005 : PBI No.7/1/PBI/2005 dan PBI No.10/20/PBI/2008 tentang
pinjaman luar negeri bank.
 2010 : PBI 12/24/PBI 2010 (mencabut PBI 2/22/PBI 2000, dicabut dengan
PBI 14/21/2012) tentang kewajiban pelaporan ULN
 2012 : PBI16/21/PBI 2014 tgl 29 desember 2014 (diubah dengan PBI
18/4/PBI 2016) tentang penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan
ULN korporasi Non Bank
 2014 : PBI 16/22/PBI 2014 tgl 31 desember 2014 tentang pelaporan
kegiatan LLD dan pelaporan kegiatan penerapan prinsip kehati-hatian
dalam pengelolaan ULN korporasi Non Bank
 2015 : PBI 16/10/PBI 2014 (diubah dengan PBI 17/23/PBI/2015) tentang
penerimaan DHE dan penarikan DULN
 2019 : PBI No. 21/2/PBI/2019 tentang pelaporan kegiatan lalu lintas
devisa

C. Peran MUI sebagai Wadah Umat Islam


MUI adalah organisasi keulamaan yang bersifat independen. MUI
tidak berafiliasi kepada salah satu aliran politik, mazhab atau aliran
keagamaan Islam yang ada di Indonesia. Beberapa pihak mempertanyakan
hubungan MUI dan pemerintah dikarenakan tidak adanya hierarki maupun
kewenangan untuk menggerakan ulama di daerah. Namun demikian,
keberadaan MUI merupakan sebuah sejarah baru dalam usaha
mewujudkan kesatuan umat Islam Indonesia dalam suatu forum tingkat

46
nasional yang dapat menampung, menghimpun dan mempersatukan
pendapat dan pikiran ulama atau umat Islam secara keseluruhan.

Dalam pedoman dasar MUI, disebutkan bahwa MUI merupakan


organisasi yang memiliki beberapa fungsi. Fungsi pertama adalah sebagai
wadah musyawarah para ulama, zuama dan cendikiawan muslim dalam
mengayomi umat dan mengembangkan kehidupan yang Islami. Fungsi
kedua adalah sebagai wadah silaturahmi para ulama, zuama, dan
cendikiawan muslim untuk mengembangkan dan mengamalkan ajaran
Islam dan menggalang ukhuwah islamiyah. Fungsi ketiga adalah sebagai
wadah yang mewakili umat Islam dalam hubungan dan konsultasi antar
umat beragama. Fungsi terakhir adalah sebagai pemberi fatwa kepada
umat Islam dan pemerintah baik diminta maupun tidak diminta. (Pasal 4
Pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia. )

Pada tataran organisasi, terlihat bagaimana MUI menjaga


hubungan baik kepada organisasi yang menjadi bagian dari MUI maupun
dengan stakeholder yang berhubungan dengan MUI. Pada Pedoman Dasar
MUI menyebutkan bahwa hubungan organisasi yang pertama antara MUI
pusat dengan MUI provinsi, MUI kabupaten/ kota, dan MUI kecamatan
bersifat koordinatif, aspiratif, dan struktural administratif. Hal yang kedua
adalah hubungan antara MUI dengan organisasi/kelembagaan Islam
bersifat konsultatif dan kemitraan. (Pasal 9 Pedoman Dasar Majelis Ulama
Indonesia. )

Selain itu, hubungan kerja dengan pihak di luar organisasi Islam


yang menjadi bagian dari MUI juga diatur yaitu pertama mengadakan
kerjasama dalam kebajikan dan taqwa dengan pemerintah dan mengadakan
konsultasi serta pertukaran informasi secara timbal balik. Hubungan kerja
yang kedua mengadakan kerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat,
ulama, zuama, organisasi/lembaga Islam dalam memberikan bimbingan
dan tuntunan serta pengayoman kepada masyarakat khususnya umat Islam.

47
MUI mengadakan konsultasi dan pertukaran informasi secara timbal balik.
Hal yang ketiga adalah mengadakan kerjasama dengan organisasi dan
lembaga lainnya dalam mencapai tujuan dan usaha MUI. Hal yang terakhir
adalah MUI tidak berafiliasi kepada salah satu organisasi sosial politik.
(Pasal 10 Pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia. )

Sejak MUI didirikan, kerjasama dengan pemerintah terus


dilakukan. MUI selalu mengikutsertakan pemerintah menurut bidang
masing-masing. Sebaliknya, MUI pun banyakdiikutsertakan oleh
pemerintah. Mulai dari kegiatan yang bersifat keagamaan maupun
kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan. (III, 1985)

Hubungan dan kerjasama itu menunjukkan kesadaran MUI bahwa


organisasi ini hidup dalam tatanan kehidupan bangsa yang sangat beragam,
dan menjadi bagian utuh dari tatanan tersebut yang harus hidup
berdampingan dan bekerjasama antar komponen bangsa untuk kebaikan
dan kemajuan bangsa. Sikap MUI ini menjadi salah dianggap sebagai cara
untuk mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin (Rahmat bagi
Seluruh Alam).

D. Analisa Terhadap Pelaksanaan Mekanisme Fatwa MUI dan Aplikasi


terhadap Produk-Produk Fatwa MUI
Fatwa Deawan Syaria’ah Nasional Majelis Ulama’ Indonesia tak
terpisahkan dari bagian perkembangan industri keuangan syaria,ah di
Indonesia. dengan diisi oleh ulama’ pilihan, DSN MUI membahas setiap
fatwa dengan seksama. Banyak fatwa-fatwa DSN-MUI yang
mempergunakan solusi fikih yang dijadikan landasan dalam menetapkan
fatwa DSN MUI yaitu al- Taysir al-manhaji, Tafriq al-Halal ‘An al-
Haram, I’adah al-Nadhar, dan Tahqiq al-Manath. Fatwa DSN MUI akan
memberikan solusi terbaik selama tidak bertentangan dengan syari’ah.
Namun demikian, penggunaan metode tersebut tidak boleh berlebihan.

48
Metode Al-Taysîr al-Manhaji dimaksudkan agar menghindarkan
fatwa disahkan tanpa mengikuti pedoman. Tidak jarang suatu masalah
dijawab dengan fatwa yang meringankan namun hanya
mempertimbangkan aspek kemaslahatannya saja dan tidak mengindahkan
aspek kesesuaian metodologisnya (al-manhaj).

Kaidah berikutnya adalah terkait dengan pemisahan antara harta


halal dan nonhalal (at-tafriq baina al-halal wal haram). Umumnya, orang
memahami bahwa percampuran antara yang halal dan yang haram, maka
dimenangkan yang haram, sesuai kaidah “apabila bercampur antara yang
halal dan yang haram, maka percampuran tersebut dihukumi haram” (idza
ijtama’ al-halal wa al-haram ghuliba al-haram).Teori tafriq al-halal ‘an
al-haram digunakan di fatwa DSN-MUI dengan pertimbangan bahwa
dalam konteks Indonesia kegiatan ekonomi Syariah belum bisa dilepaskan
sepenuhnya dari sistem ekonomi konvensional yang ribawi. Setidaknya
institusi ekonomi Syariah berhubungan dengan institusi ekonomi
konvensional yang ribawi dari aspek permodalan, pengembangan produk,
maupun keuntungan yang diperoleh.

Kaidah berikutnya dalam upaya penerapan solusi fikih adalah


‘adah al-nazhar (telaah ulang). Telaah ulang terhadap pendapat ulama
terdahulu bisa dilakukan dalam hal pendapat ulama terdahulu dianggap
tidak cocok lagi untuk dipedomani karena faktor sulit diimplementasikan
(ta‘assur, ta’adzdzur aw shu’ubah al-amal).

Sedangkan tahqiq al-manath (Analisa Penentuan Alasan


Hukum/’Illat) adalah analisa untuk mengetahui adanya alasan hukum
(‘illah) lain dalam satu kasus, selain illat yang diketahui sebelumnya, baik
melalui nash, ijma, ataupun istinbath.

Secara umum, petunjuk prosedur penetapan fatwa MUI dapat


dikemukakan sebagai berikut:

1. Dasar umum dan penetapan fatwa


49
a) Penetapan fatwa ditetapkan berdasarkan pada al-qura’an, sunah
(hadis), ijma’ , qiyas serta dalil lain yang mu’tabara.
b) Aktifitas fatwa dilakukan secara kolektif oleh suatu lembaga yang
dinamakan komisi fatwa.
c) Penetapan fatwa bersifat responsif, proaktif, dan antisipasif.
2. Metode penetapan fatwa DSN MUI
a) Sebelum fatwa ditetapkan hendaklah ditinjau lebih dahulu
pendapat para imam mazhab dan ulama’ yang mu’tabar tentang
masalah yang akan difatwakan tersebut, secara seksama berserta
dalil dalilnya.
b) Masalah yang jelas hukumnya hendaklah disampaikan
sebagaimana adanya.
c) Dalam masalah yang terjadi khilafiyah di kalangan mazhab,
maka: penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha penemuan
titik temu diantara pendapat-pendapat ulama melalui metode al-
jam’u wa at-tawfiq. Jika usaha penemuan titik temu tidak berhasil
maka dilakukan, penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih
melalui metode muqaromah dengan mengunakan kaidah-kaidah
ushul fiqih muqaran.
d) Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya
dikalangan mazhab, penetapan fatwa berdasarkan hasil
ijtihadjama’iy (kolektif) melaui metode bayaniy, ta’liliy ,(qiyasiy,
istihsaniy, ilhaqy), istishlahy, dan sadd adz-dzari’ah.
e) Pentapan fatwa harus senantiasa memperhatiakan kemaslahatan
umum (mashalih ‘ammah) dan maqasid asy-syaria.(dkk, 2014)

Dalam pelaksanaannya, fatwa-fatwa yang telah dibuat, diterapkan


ke berbagai aspek kehidupan yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan di
buatnya fatwa tersebut. Penerapan produk-produk fatwa yang telah
dibuat mencakup berbagai aspek yang tidak hanya ditetapkan
berdasarkan agama Islam saja melainkan juga melihat dari sudut pandang

50
agama lain. Fatwa MUI tidak memiliki legalitas untuk memaksa setiap
muslim menaati fatwa yang telah dibuat. Fatwa MUI hanya mengikat dan
ditaati oleh umat Islam yang merasa mempunyai ikatan terhadap MUI.

Penerapan produk-produk fatwa MUI dalam ekonomi syariah


sekarang ini banyak sekali. MUI menetapkan beberapa fatwa
menyangkut ekonomi syariah yang didasari atas ilmu fiqh muamalah.
Hasil penerapan fatwa tersebut kemudian digunakan untuk menghukumi
setiap tindakan ekonomi agar sesuai dengan syariat Islam. Namun dalam
praktiknya masih terdapat ketidaksesuaian dalam pengaplikasiannya.
Untuk itu MUI terus melakukan pembaharuan agar sekiranya fatwa yang
telah dibuat sesuai dan tidak bertentangan dengan praktiknya.

Salah satu produk fatwa DSN-MUI yang berhubungan dengan


aplikasi penyaluran dana adalah fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudhârabah (Qirâdh). Dalam fatwa
tersebut terdapat ketentun pembiayaan bahwa LKS dapat meminta
jaminan dari mudhârib. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut: “Pada
prinsipnya dalam pembiayaan mudhârabah tidak ada jaminan, namun
agar mudhârib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta
jaminan dari mudhârib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat
dicairkan apabila mudhârib terbukti melakukan pelanggaran terhadap
hal-hal yang telah ada.

Masalah kehalalan produk yang akan dikonsumsi merupakan


persoalan besar dan urgen, sehingga apa yang akan dikonsumsi itu benar-
benar halal, dan tidak tercampur sedikitpun barang haram. Oleh karena
tidak semua orang dapat mengetahui kehalalan suatu produk secara pasti,
sertifikat halal sebagai bukti penetapan fatwa halal bagi suatu produk
yang dikeluarkan MUI merupakan suatu keniscayaan yang mutlak
diperlukan keberadaanya. Untuk kepentingan penetapan fatwa halal,
MUI hanya memperhatikan apakah suatu produk mengandung unsur-

51
unsur benda haram li-zatih atau haram li-gairih yang karena cara
penangananya tidak sejalan dengan syariat Islam, atau tidak. Dengan arti
kata, MUI tidak sampai mempersoalkan dan meneliti keharamanya dari
sudut haram li gairih, sebab masalah ini sulit diseteksi dan persoalanya
diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Untuk lebih jelasnya, prosedur penetapan fatwa halal, secara singkat


dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) MUI memberikan pembekalan pengetahuan kepada para auditor


LP.POM tentang benda-benda haram menurut syari‟at Islam,
dalam hal ini benda haram li-zatih dan haram li-gairih yang
karena cara penangananya tidak sejalan dengan syari‟at Islam.
Dengan ari kata, para auditor harus mempunyai pengetahuan
memadai tentang benda benda haram tersebut.
2) Para auditor melakukan penelitian dan audit ke pabrik-pabrik
(perusahaan) yang meminta sertifikasi halal. Pemeriksaan yang
dilakukan meliputi:
a) Pemeriksaan secara seksama terhadap bahan-bahan produk,
baik bahan baku maupun bahan tambahan (penolong).
b) Pemeriksaan terhadap bukti-bukti pembelian bahan produk.
3) Bahan-bahan tersebut kemudian diperiksa dilaboratorium,
terutama bahan-bahan yang dicurigai sebagai benda haram atau
mengandung benda haram (najis), untuk mendapat kepastian.
4) Pemeriksaan terhadap suatu perusahaan tidak jarang dilakukan
lebih dari satu kali, dan tidak jarang pula auditor (LP. POM)
menyarankan bahkan mengharuskan agar mengganti suatu bahan
yang dicurigai atau diduga mengandung bahan yang haram (najis)
dengan bahan yang diyakini kehalal-anya atau sudah bersertifikat
halal dari MUI atau dari lembaga lain yang dipandang
berkompeten, jika perusahaan tersebut tetap menginginkan
mendapat sertifikat halal dari MUI.
52
5) Hasil pemeriksaan dan audit LP. POM tersebut kemudian
dituangkan dalam sebuah Berita Acara, dan kemudin Berita Acara
itu diajukan ke Komisi Fatwa MUI untuk disidangkan.
6) Dalam sidang Komisi Fatwa, LP. POM menyampaikan dan
menjelaskan isi Berita Acara, dan kemudian dibahas secara teliti
dan mendalam oleh Sidang Komisi.
7) Suatu produk yang masih mengandung bahan yaang diragukan
kehalalanya, atau terdapat bukti-bukti pembelian bahan produk
yang dipandang tidak transparan oleh Sidang Komisi,
dikembalikan kepada LP. POM untuk dilakukan penelitian atau
auditing ulang ke perusahaan bersangkutan.
8) Sedangkan produk yang telah diyakini kehalalanya oleh Sidang
Komisi, diputuskan fatwa halalnya oleh Sidang Komisi.
9) Hasil Sidang Komisi yang berupa fatwa halal kemudian
dilaporkan kepada Dewan Pimpinan MUI untuk di-tanfz-kan dan
keluarkan Surat Keputusan Ftwa Halal dalam bentuk Sertifikat
Halal.

Untuk menjamin kehalalan suatu produk yang telah mendapat


Sertifikat Halal, MUI menetapkan dan menekankan bahwa jika sewaktu
waktu ternyata diketahui produk tersebut mengandung unsur-unsur
barang haram (najis), MUI berhak mencabut Sertifikat Halal produk
bersangkutan. Di samping itu, setiap produk yang telah mendapat
Sertifikat Halal diharuskan pula memperbarui atau memperpanjang
Sertifikat Halalnya setiap dua tahun, dengan prosedur yang sama. Jika,
setelah dua tahun terhitung sejak berlakunya Sertifikasi Halal,
perusahaan bersangkutan tidak mengajukan permohonan (perpanjangan)
Sertifikat Halal, perusahaan itu dipandang tidak lagi berhak atas
Sertifikat Halal, dan kehalalan produk-produknya di luar tanggung jawab
MUI.

53
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Rekomendasi
Kami merekomendasikan agar adik-adik kelas Perbankan Syariah untuk
KKL (Kuliah Kerja Lapangan) tetap mengunjunggi Bank sentral atau induknya
bank Indonesia yaitu Bank Indonesia (BI) dan juga mengunjunggi Majelis Ulama’
Indonesia (MUI) karena banyak hal yang kita bisa dapat yang belum tentu kita
dapat saat pada bangku kuliah atau didalam kelas pada biasaanya. Hal ini juga
memberikan kita motivasi diri untuk terus berkembang dan pengalaman yang
bermanfaat bagi kedepanya dan dapat berkompetisiuntuk bersaing dimasa yang
akan datang.

C. Penutup
Kami segenap kelompok empat Kuliah Kerja Lapanganmengucapkan
banyak terimah kasih kepada yaitu Bu Zahrotun Nafisah, Lc,. M.H.I yang telah
membimbing kami selama kegiatan berlangsung sampai akhir penyusunan
Laporan Kuliah Kerja Lapangan. Dan ucapan terima kasih juga kami sampaikan
kepada seluruh jajaran panitia yang telah menyelenggarakan kegiatan ini yang
kami anggap telah mencapai target yang kita inginkan, kepada Bank Indonsia dan
Majelis Ulama Indonesia yang berada di Jakarta tak lupa juga kami ucapkan
terima kasih atas sambutan dan materi yang telah disampaikan. Kami
mengucapkan permohonan maaf apabila bagian dari kami menuturkan kata yang
tidak sopan dan melakukan kesalahan dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan ini.
Terima kasih.

54
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. (2012). Bank dan Lembaga Keuangan. Jakarta: Raja Grafindo.

dkk, M. i. (2014). Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah Nasional


MUI. Jakarta: Erlangga.

Hasibuan. (2005). Dasar-Dasar Perbankan. jakarta: Bumi Aksara.

III, M. (1985). Majelis Ulama Indonesia. Jakarta.

jhiangan. (2016). The Economic of Development and Planning. Delhi: Vicas


Publishing House.

Kasmir. (2010). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali Pers.

Kasmir. (2014). Bank dan Lembaga Keuangan Lainya. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Kasmir. (2015). Bank dan Lembaga Keungan Lainya Ed. Revisi 2014. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.

Machmud, A. (2016). Perekonomian Indonesia Pasca Reformasi.

Mardani. (2013). Ushul Fiqih. Jakarta: Raja Wali.

Pasal 10 Pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia. . (t.thn.).

Pasal 4 Pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia. . (t.thn.).

Pasal 9 Pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia. . (t.thn.).

S.P., H. M. (2001). Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara.

Tambunan, h. (2008).Pembangunan Ekonomi Dan Utang Luar Negeri. Jakarta::


PT Raja Gravindo Persada.

55
DOKUMENTASI KULIAH KERJA LAPANGAN
Jakarta, 28 November 2019

A. Dokumentasi di Bank Indonesia

B. Dokumentasi di Majelis Ulama’ Indonesia

56

Anda mungkin juga menyukai