Anda di halaman 1dari 5

Intan Mahabah Nabila

1506718742

HUHAM-B Paralel

3 Generasi HAM : Liberte, Egalite, Fraternite

HAM adalah hak-hak yang bersifat mendasar dan melekat dengan jati diri manusia
secara universal. Oleh karena itu, menelaah HAM, menurut Todung Mulya Lubis
sesungguhnya adalah menelaah totalitas kehidupan;sejauh mana kehidupan kita memberi
tempat yang wajar kepada kemanusiaan.1

Karel Vasak, ahli hukum dari Perancis, membagi Hak Asasi Manusia dalam 3
generasi. Perkembangan HAM tersebut diklasifikasikan ke dalam kategorisasi “generasi”
berdasarkan Revolusi Perancis yang terkenal yaitu, kebebasan; persamaan; persaudaraan
(liberte; egalite; fraternite)

Semangat generasi hak yang pertama, yakni kebebasan, tercermin dalam hak-hak sipil
dan politik (Sipol). Adapun spirit generasi hak kedua, ialah persamaan, tercermin dalam hak-
hak ekonomi, sosial, dan budaya (Ekosob). Sementara roh generasi hak ketiga, adalah
persaudaraan yang tampak pada hak-hak solidaritas dan kelompok.2

Genrasi Pertama : Liberte (Hak Sipil-Politik)

Hak ini muncul sebagai tuntutan dari rakyat untuk melepaskan diri dari kekuasaan
absolutism negara dan kekuasaan-kekuasaan sosial lainnya yang muncul dalam revolusi hak
di Amerika Serikat dan Perancis pada abad ke- 17 dan 18. Oleh karena itu, hak-hak ini
disebut dengan hak-hak klasik, yang diperjuangkan untuk melindungi kehidupan pribadi
manusia atau untuk menghormati otonomi setiap orang, sehingga orang yang bersangkutan
memiliki kedaulatan secara pribadi (kedaulatan individual). Termasuk di dalam hak-hak
generasi pertama ini adalah, “Hak hidup, keutuhan jasmani, hak kebebasan bergerak, hak
suaka dari penindasan, perlindungan terhadap hak milik, kebebasan berpikir, beragama, dan
berkeyakinan, kebebasan untuk berkumpul dan menyatakan pikiran, hak bebas dari

1
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesi, cet. 5 (Jakarta: Kencana Prenada Media,
2005), hlm. 43
2
A. Widiada Gunakarya, Hukum Hak Asasi Manusia, Ed.1 (Yogyakarta: Andi Offset, ), hlm. 17
penahanan dan pengakapan sewenang-wenang, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas dari
hukum yang berlaku surut, dan hak mendapatkan proses peradilan yang adil.”3

Seperangkat hak ini disebut juga “hak-hak negatif” yang mesyaratkan tidak adanya
campur tangan (dari Negara, pemerintah, hukum atau orang lain) terhadap seperangkat hak
tersebut. Dikatakan demikian, karena sejatinya hak-hak dimaksud menjamin kebebasan bagi
individu untuk mewujudkannya, oleh karena itu individu itu sendirilah yang berhak
menentukannya. Dalam konteks ini, negara justru lebih rentan melakukan pelanggaran HAM
jika bertindak aktif terkait hak-hak ini.4

Termasuk dalam kelompok ini adalah hak-hak sebagaimana dirumuskan dalam Pasal
2- 21 Universal Declaration of Human Rights. Hak-hak ini telah diadopsi dalam konstitusi
lebih dari 175 negara, dan mendominasi mayoritas deklarasi internasional dan konvenan-
kovenan yang ditetapkan semenjak Perang Dunia II.5 Adapun dalam UU Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia, hak sipil-politik tercermin dalam Pasal 4 “Hak untuk
hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah
hak hak manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan keadaan apapun dan oleh
siapapun.” Serta lebih lanjut diatur terkait hak atas kebebasan pribadi dalam Pasal 20-27.

Muatan hak sipil dan politik pun di dalam UUD 1945, dapat dilihat dari Pasal 27
tentang persamaan dalam hukum; Pasal 28 tentang hak berkeluarga; Pasal 28C tentang hak
mengembangkan diri; Pasal 28D tentang hak mendapat perlakuan hukum yang adil dan
kepastian hukum; Pasal 28E tentang hak beragama; dst.

Secara khusus, diatur dengan UU No. 12 Tahun 2005


tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan
Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik).

Generasi Kedua : Egalite (Hak Ekonomi, Sosial, Budaya)

Generasi kedua HAM berlangsung pada abad ke XIX dan XX. Generasi kedua HAM
ini banyak memperoleh inspirasi dari gerakan sosialis yang saat-saat itu tengah berkecambah

3
Rohana KM. Smith et.al., Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008), hlm. 15
4
A. Widiada Gunakarya, Hukum Hak Asasi Manusia, hlm. 19-20
5
Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia (Depok: Pusat Studi Hukum Tata
Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hlm. 79
di seluruh dunia. Generasi kedua HAM merupakan respons terhadap penyalahgunaan
kebebasan individu yang meligitimasi ekploitasi manusia. Kebebasan individu yang
melahirkan kebebasan politik, tidak lagi memadai untuk menjamin HAM karena aspek
kesejahteraan rakyat secara menyeluruh, harus juga menjadi perhatian. 6 Pada dasarnya, hak-
hak generasi kedua ini merupakan tuntutan akan persamaan sosial (Asplund, 2008; dan
Brown, 2002). Hak-hak ini diperjuangkan sebagai tuntutan agar negara menyediakan
pemenuhan terhadap kebutuhan dasar setiap orang, mulai dari makan sampai kesehatan. Oleh
karena itu negara dituntut berperan lebih aktif agar hak-hak tersebut bisa terpenuhi dan
tersedia.7

Hak-hak yang termasuk dalam rumpun hak ini, atara lain hak atas pekerjaan dan upah
yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas
pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah, dan hak atas lingkungan yang sehat. Hak-hak ini
disebut pula sebagai “hak-hak yang positif” yang berarti membutuhkan peran aktif negara
dalam pemenuhannya. Jadi, untuk memenuhi hak-hak ini negara diwajibkan untuk menyusun
dan menjalankan program-program bagi pemenuhan seperangkat hak tersebut. Itulah
sebabnya hak-hak ini dirumuskan dalam bahasa yang positif “hak atas” (right to), bukan
dalam bahasa negative “terbebas dari” (freedom from).8

Beberapa prinsip utama kewajiban negara dalam pemenuhan hak-hak ini, antara lain
realisasi progresif, sumber daya maksimal yang mungkin, nonretrogresi, kewajiban pokok
minimal, nondiskriminasi, setara,partisipasi, akuntabilitas, pemulihan yang efektif, serta
perhatian pada kelompok rentan.9

Adapun budaya sebagai salah satu hak dalam generasi kedua ini, merupakan objek
hak yang bisa diklaim oleh setiap individu, karena setiap individu berhak untuk memiliki dan
menikmati budaya. Hak budaya ini dilegitimasi di dalam beberapa instrument internasional,
diantaranya Pasal 2.1 , UN Declaration on the Rights of Persons Belonging to Ethnic or
National, Linguistic, and Religious Minorities dan Pasal 27 ICCPR dan Konvensi ILO No.
169.

Sebagai ilustrasi adalah ketentuan-ketentuan yang dirumuskan dalam Pasal 22 – 27


Universal Declaration of Human Rights. Serta diantaranya dalam Pasal 38 UU Nomor 39

6
Ibid., hlm. 83
7
Rohana KM. Smith et.al., Hukum Hak Asasi Manusia, hlm. 16
8
A. Widiada Gunakarya, Hukum Hak Asasi Manusia, hlm. 20
9
Ibid.
Tahun 1999 tentang hak atas pekerjaan yang layak; Pasal 40 hak untuk tempat tinggal serta
berkehidupan yang layak; Pasal 41 hak atas jaminan sosial.

Generasi Ketiga : Fraternite (Hak Solidaritas)

Fase perkembangan HAM Berikutnya adalah kebangkitan generasi ketiga HAM yang
tidak lagi membicarakan hak-hak kebebasan individu dan akses individu untuk hidup secara
layak menurut ukuran ekonomi dan sosial budaya. Generasi ketiga berbicara dalam tataran
global. Gaung generasi ektiga HAM sebenarnya bermula pada tahun 1972 di Stockholm,
Swedia. Disanalah dicetuskan Declaration of the Nations Conference on the Human
Environment. Kesadaran umat manusia atas kondisi lingkungan hidup yang kian
memprihatinkan, memicu munculnya kesadaran baru, yakni kesadaran untuk hidup dalam
kebersamaan.10

Hak-hak ini mucul karena tuntutan dari negara-negara berkembang atau Dunia Ketiga
atas tatanan internasional yang adil. Negara-negara berkembang menginginkan terciptanya
suatu tatanan ekonomi dan hukum internasional yang kondusif bagi terjaminnya hak-hak
seperti berikut : hak atas pembangunan, hak atas perdamaian, hak atas sumber daya alam
sendiri, hak atas lingkungan hidup yang baik, dan hak atas warisan budaya sendiri. Hak-hak
kelompok, seperti imigran, masyarakat hukum adat (indigeneous people) dan kelompok
minoritas harus dilindungi oleh negara.

Generasi ketiga HAM ini meuntut adanya kualitas hidup bagi tiap orang. Kualitas
dalam arti kesehatan, lingkungan hidup, dan sebagainya. Semuanya ini hanya bisa diperoleh
manakala manusia sejagad saling bergandeng tangan, bahu membahu untuk mewujudkannya.
Suara dan tutntutan kebersamaan ini banyak disuarakan oleh negara-negara sedang
berkembang, atau Dunia Ketiga.11

Tercantum dalam Pasal 28 Universal Declaration of Human Rights, ia tampak


mencakup enam hak sekaligus.12 Hak-hak generasi ketiga ini sebetulnya hanya
mengkonseptualisasi kembali tuntutan-tuntutan nilai berkaitan dengan kedua generasi hak
asasi manusia terdahulu.13 Hak-hak pada generasi ketiga tercermin diantaranya, Pasal 9 UU

10
Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, hlm. 84
11
Hamid Awaludin, HAM Politik, Hukum & Kemunafikan Internasional (Jakarta: Kompas Media
Nusantara,2012), hlm. 85
12
Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, hlm. 80
13
Rohana KM. Smith et.al., Hukum Hak Asasi Manusia, hlm. 16
nomor 39 Tahun 1999 “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat” ;
Hak berkomunikasi dalam Pasal 28F ayat (1) UUD 1945 .

Kesimpulan

UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) memuat prinsip
bahwa hak asasi manusia harus dilihat secara holistik bukan parsial sebab HAM adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara hukun, Pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia. Oleh sebab itu perlindungan dan pemenuhan hak
asasi manusia di bidang sosial politik hanya dapat berjalan dengan baik apabila hak yang lain
di bidang ekonomi, sosial dan budaya serta hak solidaritas juga juga dilindungi dan dipenuhi,
dan begitu pula sebaliknya.14 Dengan kata lain, ketiga generasi HAM yang diprakarsai oleh
Karel Vasak, merupakan hak-hak yang saling berkesinambungan satu sama lain.

14
http://www.gudangmateri.com/2011/01/definisi-ham-hak-asasi-manusia.html diakses pada 12 Februari 2018
pkl. 20:33

Anda mungkin juga menyukai