Anda di halaman 1dari 29

BAB 2

ASPEK GEOMETRIK PETA

Salah satu fungsi peta adalah menunjukan posisi atau lokasi relatif suatu tempat.
Sesuai dengan hal tersebut, maka pembuatan konstruksi peta merupakan bagian
penting pada pekerjaan pemetaan, sebab pada tahap ini semua titik-titik di muka bumi
harus disajikan posisinya sesuai dengan kerangka geometrik yang diukur di lapangan.
Aspek geometrik berhubungan langsung dengan permasalahan posisi suatu tempat
terhadap suatu referensi tertentu.

Sebelum membahas tentang aspek geometris, terlebih dahulu harus mengetahui


tahapan konseptual pemetaan. Domain pengamatan untuk pekerjaan pemetaan
adalah muka bumi yang bentuk permukaannya tidak teratur. Sebelum memindahkan
koordinat muka bumi ke sebuah peta, diperlukan pendefinisian Sistem Referensi
Koordinat (Datum Geodetik) untuk dapat menentukan ellipsoid referensi yang
digunakan sesuai dengan daerah yang dipetakan. Ellipsoid referensi yang dipilih akan
digunakan untuk penghitungan sistem proyeksi peta yang akan dipakai, inilah yang
disebut aspek geometrik pada pembuatan peta.

Jika ditinjau dari segi teoritis, aspek geometrik berhubungan dengan transformasi
matematis dari koordinat geografi pada permukaan bumi ke koordinat proyeksi di
bidang datar; sedang jika ditinjau dari aspek praktisnya, berhubungan dengan
pembuatan konstruksi/jaringan dari kerangka geometrik peta. Melalui jaringan
kerangka geometrik peta, titik-titik yang diukur di lapangan serta telah dihitung
koordinatnya, diplot melalui suatu sistem proyeksi peta tertentu; dengan perkataan
lain, pembuatan konstruksi/jaringan merupakan persiapan penting pada pekerjaan
penyajian data. Ada beberapa pengertian atau definisi yang perlu diketahui berkaitan
dengan aspek geometrik, yaitu:

a) Geoid
Untuk dapat melakukan perhitungan geodesi, maka permukaan bumi fisik diganti
dengan permukaan teratur yang mempunyai bentuk dan ukuran mendekati bentuk
bumi. Bentuk bumi didekati melalui beberapa model diantaranya ellipsoida yang
merupakan bentuk ideal dengan asumsi bahwa densitas (kerapatan) bumi homogen.
Sementara itu kenyataan sebenarnya, densitas massa bumi yang heterogen dengan
adanya gunung, lautan, cekungan, dataran akan membuat ellipsoid berubah menjadi
bentuk yang baru yaitu Geoid (Gambar 2.1).

Geoid disebut sebagai model bumi yang mendekati sesungguhnya. Lebih jauh geoid
dapat didefinisikan sebagai bidang ekipotensial yang berimpit dengan permukaan laut
pada saat keadaan tenang dan tanpa gangguan, karena itu secara praktis geoid
dianggap berhimpit dengan permukaan laut rata-rata ( Mean Sea Level-MSL). Jarak

38
geoid terhadap ellipsoid disebut undulasi geoid (N). Nilai dari undulasi geoid tidak
sama di semua tempat, hal ini disebabkan ketidakseragaman sebaran densitas massa
bumi. Untuk keperluan aplikasi geodesi, geofisika dan oseanografi dibutuhkan geoid
dengan ketelitian yang cukup tinggi.

Gambar 2.1 Geoid


(http://www.nrcan.gc.ca/sites/www.nrcan.gc.ca.earth-
sciences/files/jpg/images/wgs84geoid_e.jpg)

b) Ellipsoid
Permukaan air laut rata-rata (tempat dimana semua titik di permukaan bumi fisis
dapat diproyeksikan) merupakan bidang yang hampir teratur, bentuknya mendekati
bentuk sebuah ellipsoid rotasi dengan dimensi-dimensi tertentu, oleh sebab itu untuk
keperluan hitungan, bentuk permukaan air laut di’ganti’ dengan bentuk sebuah
ellipsoid rotasi yang berdimensi tertentu (Gambar 2.2), dan diberi orientasi tertentu
terhadap permukaan bumi fisis. Ellipsoid tidak merupakan bidang datar, artinya, diatas
permukaan ellipsoid tidak berlaku ilmu ukur datar, atau dengan perkataan lain,
hitungan di bidang (x,y) dengan unsur-unsur seperti terdapat di ellipsoid tidak akan
memberi kecocokan.

39
Gambar 2.2 Ellipsoid
(disadur dari http://www.gpswaypoints.co.za/images /FAQ_Ellipsoid.gif )
c) Elipsoid referensi
Bentuk matematis geoid masih tidak sederhana sehingga akan dihadapkan pada
penggunaan formula-formula matematika yang rumit untuk menentukan posisi, dalam
hal ini posisi horisontal, apabila geoid juga dijadikan sebagai bidang referensi
hitungannya. Berkaitan dengan hal ini, dipilih kemudian satu bidang referensi hitungan
lain yang dapat dituliskan dalam formulasi matematika yang lebih sederhana, dan
bentuknya men-dekati bentuk geoid, yaitu apa yang dikenal dengan nama ellipsoid
referensi. Di permukaan bidang ellipsoid referensi inilah hitungan penentuan posisi
horisontal dilaksanakan. Konsekuensinya, data ukuran yang sebelumnya telah
terdefinisi di permukaan geoid, harus direduksi kembali ke permukaan ellipsoid
referensi.

d) Datum Geodesi
Bentuk dan ukuran ellipsoida bumi dapat berbeda satu dengan yang lain, oleh sebab
itu tiap negara dapat menentukan ellipsoid mana yang digunakan sebagai bidang
hitungan dengan mencantumkan ukuran dan bentuk ellipsoida yang digunakan;
pendefinisian ukuran/besaran, bentuk ellipsoida refrensi, serta pemilihan titik pangkal
duduknya/berimpitnya ellipsoida terhadap permukaan bumi fisis disebut sebagai
datum geodesi (geodetic datum). Penentuan suatu datum geodesi sangat diperlukan
mengingat bahwa hasil suatu hitungan dengan ellipsoida yang berbeda akan
menghasilkan hitungan yang berbeda pula.

e) Datum Geodesi Nasional


Berdasarkan beberapa pertimbangan, Indonesia menggunakan besaran-besaran dari
ellipsoida Bessel (1841), karena pada waktu dimulainya pe-kerjaan geodesi di
Indoensia (pembuatan titik-titik triangulasi di tahun 1860) ellipsoida yang terbaru pada
saat itu adalah ellipsoida Bessel. Ta-hun 1971, pekerjaan geodesi di Indonesia
menggunakan ellipsoida GRS (Geodetic Reference System) sebagai ellipsoida referensi
dan disebut sebagai Speroid Nasional Indonesia, disingkat SNI.

Pada saat ini, pengadaan dan pemeliharaan Jaringan Kerangka Horisontal (JKH)
dilakukan melalui pemanfaatan teknologi penentuan posisi Global Positioning System
(GPS). Pengadaan orde nol dan orde satu dari JKH selanjutnya mendasari penetapan
datum Geodesi Nasional yang baru yaitu Datum Geodesi Nasional 1995 (DSN ’95).
Diberlakukannya Datum Geodesi Nasional mempunyai arti bahwa semua pekerjaan
pe-nentuan posisi maupun pekerjaan pemetaan Nasional harus didasarkan pada
datum tersebut, sehingga dapat dihindari duplikasi pekerjaan dan dimungkinkannya
pertukaran data. Pada ketentuan DGN ’95 ditetapkan adopsi World Geodetic System
1984 (WGS ’84) untuk keperluan praktis, dan International Terretrial Reference Frame
(ITRF) untuk keperluan ilmiah.

2.1 Sistem Koordinat

Posisi suatu titik dapat dinyatakan secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Secara
kuantitatif posisi suatu titik dinyatakan dalam 2 dimensi, 3 dimensi. Suatu koordinat
tidak hanya memberikan deskripsi kuantitatif tentang posisi, tetapi juga pergerakan

40
suatu titik. Untuk menjamin adanya konsistensi dan standarisasi, perlu ada suatu
sistem koordinat dalam menyatakan koordinat suatu posisi. Adanya sistem koordinat
akan memudahkan pendeskripsian, perhitungan, dan analisa, baik yang sifatnya
geometrik maupun dinamik.

Dasar utama dari pembuatan peta adalah pengadaan sistem koordinat yang dapat
menghubungkan antara satu titik dengan titik lainnya; suatu sistem koordinat titik di
permukaan bumi dimana posisinya ditentukan oleh perpotongan dua buah garis
lengkung bumi (Gambar 2.3), yaitu garis paralel ( latitude) dan garis meridian
(longitude).

Gambar 2.3 Sistem koordinat bumi


(everest.hunter.cuny.edu/mp/)

1) paralel
Garis paralel (Gambar 2.4) adalah lingkaran di permukaan bumi yang bidang
lingkarannya memotong tegak lurus sumbu putar bumi. Atau dengan perkataan lain,
titik pusat lingkaran paralel terletak pada sumbu putar bumi. Paralel terbesar yang
merupakan lingkaran besar disebut ekuator atau Paralel Nol.

Gambar 2.4 Garis paralel


(everest.hunter.cuny.edu/mp/)

41
 lintang ( latitude = φ )
Pengertian lintang suatu titik adalah panjang busur yang diukur pada suatu meridian
dihitung dari ekuator sampai ke paralel yang melalui titik tersebut. Harga dari besaran
adalah :
- dari 00 - 900 kearah Kutub Utara dari ekuator disebut Lintang Utara (LU)
- dari 00 - 900 kearah Kutub Selatan dari ekuator disebut Lintang Selatan (LS)

2) meridian
Garis meridian (Gambar 2.5) adalah ellips terbesar di permukaan bumi yang melalui
kutub-kutub bumi. Pengertian ellips terbesar disini adalah ellips yang titik pusatnya
berimpit dengan titik pusat bumi. Ellips besar yang melalui kutub-kutub dan kota
Greenwich (di Inggris) disebut sebagai Meridian Nol.

Gambar 2.5 Garis meridian


(everest.hunter.cuny.edu/ mp/)

 bujur ( longitude = λ)
Pengertian bujur suatu titik adalah panjang busur yang diukur pada suatu garis paralel
antara meridian titik pengamatan dengan meridian nol (meridian Greenwich). Harga
dari besaran adalah :
- dari 00 - 1800 kearah Barat dari meridian nol disebut Bujur Barat (BB)
- dari 00 - 1800 kearah Timur dari meridian nol disebut Bujur Timur (BT)

2.1.1 Koordinat Geografis

Koordinat geografis (Gambar 2.6) suatu titik di permukaan bumi ditentukan dari
perpotongan meridian dan paralel yang melalui titik tersebut. Besaran harga lintang
(φ) dihitung mulai dari titik P sepanjang garis meridian sampai berpotongan dengan
garis ekuator; besaran harga bujur (λ) dihitung mulai dari perpotongan garis meridian

42
dari titik P dengan ekuator, sampai dengan perpotongan garis ekuator tersebut
dengan meriadian nol.

Gambar 2.6 Koordinat Geografis

2.1.2 Koordinat Proyeksi

Pada sistem koordinat proyeksi atau juga dikenal sebagai koordinat kartesian 2
Dimensi, koordinat suatu titik dinyatakan dengan besaran absis (X) dan ordinat (Y).
Titik Nol sistem koordinat adalah pusat bumi, dan sumbu-sumbu sistem koordinatnya
terikat ke bumi (Gambar 2.7).

Gambar 2.7. Perubahan Koordinat Geodetik ke Koordinat Proyeksi


(http://www.osi.ie/GetImage.aspx?id)

43
Sumbu X (eastings) berada dalam bidang meridian Greenwich (meridian nol) dan
terletak di bidang ekuator bumi. Sumbu X merupakan garis proyeksi dari salah satu
paralel atau garis yang disinggungkan dengan proyeksi salah satu paralel tersebut.
Sumbu Y (northings) tegak lurus sumbu X, dan membentuk sistem koordinat tangan
kanan (right-handed system). Sumbu Y merupakan garis proyeksi dari salah satu
meridian atau garis yang disinggungkan dengan meridian tersebut.

Pada sistem koordinat bidang proyeksi ini, besaran X dan Y dinyatakan dalam satuan
panjang, sedang dalam penggambarannya, lintang dan bujur yang sebenarnya
merupakan garis-garis dalam sistem koordinat geodetik, akan digambarkan menjadi
garis-garis lurus menurut sistem koordinat bidang proyeksi.

2.2 Proyeksi Peta

Hanya satu representasi dari bumi yang bebas dari distrorsi yaitu globe. Untuk dapat
memberikan gambaran keadaan permukaan bumi pada bidang datar, lazim dibuat
suatu peta. Pada dasarnya, peta merupakan gambaran keadaan permukaan bumi
pada bidang datar, artinya letak titik-titiknya dinyatakan dengan suatu koordinat-
koordinat di bidang datar. Bentuk permukaan bumi tidaklah datar dan juga tidak dapat
didatarkan, bahkan tidak merupakan bidang teratur, sehingga segala sesuatu yang
berada di atas permukaan bumi tidak secara mudah digambarkan pada bidang datar.

Peta, seperti tersebut di atas, merupakan gambaran permukaan bumi pada bidang
datar, maka untuk menggambarkan titik-titik di permukaan bumi pada bidang datar
harus diambil cara-cara tertentu, yang sebaiknya di-tentukan oleh syarat-syarat (sifat-
sifat) apa yang harus dipenuhi oleh gambar muka bumi yang akan dihasilkan.
Pemindahan titik-titik harus dirumuskan secara tertentu, supaya didapat hubungan
antara unsur-unsur sebenarnya di ellipsoid dengan unsur-unsur korespondennya di
dalam bidang datar; jadi unsur-unsur di bidang peta (dengan perbedaan besar atau
kecil) bukannya unsur sebenarnya di ellipsoid, melainkan hasil pemindahannya ke
bidang datar.

Proyeksi peta adalah model matematik untuk mengkonversi posisi tiga dimensi suatu
titik di permukaan bumi ke representasi posisi dua dimensi di bidang peta. Bentuk
permukaan bumi tidaklah datar dan juga tidak dapat didatarkan, bahkan tidak
merupakan bidang teratur, sehingga segala sesuatu yang berada di atas permukaan
bumi tidak secara mudah digambarkan pada bidang datar. Untuk menggambarkan
titik-titik di permukaan bumi pada bidang datar harus diambil cara-cara tertentu, yang
sebaiknya di-tentukan oleh syarat-syarat (sifat-sifat) apa yang harus dipenuhi oleh
gambar yang akan dihasilkan.

Untuk memilih sistem proyeksi peta yang akan digunakan untuk penyajian suatu peta,
harus diperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan pendefinisian datum geodetik
yang digunakan untuk penghitungan semua data hasil survey lapangan. Sebelum
pembuatan sebuah peta, bumi (fisik) perlu pendefinisian datum geodetik untuk
ellipsoid referensi atau bumi (bola). Hasil semua hitungan yang sudah memperhatikan
datum geodetik pada ellipsoid referensi dan bola, akan dibuat model matematis

44
proyeksi sehingga bisa dilakukan transformasi ke sebuah sistem proyeksi peta.
Transformasi hitungan dipermukaan bumi (bentuk ellipsoid atau bola) ke bidang datar
(dalam hal ini, peta) dengan menggunakan rumus matematis tertentu disebut Proyeksi
Peta (Gambar 2.8).

Gambar 2.8 Proses Pemilihan Proyeksi Peta

Proyeksi peta memungkinkan untuk menyajikan beberapa atau semua permukaan


bumi pada berbagai skala peta. Proyeksi peta juga berlaku untuk data peta digital,
yang disajikan pada layar komputer. Proses mentransfer informasi dari bumi ke peta
akan berakibat terjadinya distorsi yang setidaknya pada satu aspek dari dunia nyata,
apakah bentuk, luas, jarak, atau arah.

Setiap proyeksi peta memiliki kelebihan dan kekurangan; proyeksi peta yang sesuai
untuk suatu tempat tergantung pada skala peta, dan tujuan yang akan digunakan.
Sebagai contoh, suatu sistem proyeksi mungkin memiliki distorsi yang tidak dapat
diterima jika digunakan untuk memetakan seluruh negeri, tetapi mungkin menjadi
pilihan yang sangat baik untuk peta skala besar dari sebuah provinsi. Sifat dari suatu
proyeksi peta juga dapat mempengaruhi desain sebuah peta. Beberapa proyeksi ada
yang baik untuk pemetaan wilayah dengan batas timur-barat yang lebar, dan
beberapa yang lebih baik untuk daerah pemetaan dengan batas utara-selatan yang
lebar.

2.2.1 Perubahan Bentuk

Masalah utama pada hitungan proyeksi peta adalah bagaimana menyajikan data hasil
pengukuran pada bidang lengkung menjadi data hitungan pada bidang datar. Disatu
sisi, suatu bidang lengkung tidaklah dapat dibentangkan menjadi bidang datar tanpa
mengalami perubahan (distorsi), sedangkan disisi lain, peta yang menggambarkan
muka bumi dapat dikatakan ideal bila:
- menggambarkan luas relatif yang benar;
- menyajikan bentuk muka bumi yang benar;

45
- mempunyai arah yang benar;
- mempunyai jarak benar.
Menggambarkan garis-garis paralel dan meridian bola bumi pada suatu bidang datar
tidaklah mudah, karena permukaan bumi tidak mungkin didatarkan tanpa mengalami
distorsi. Bila yang dipetakan hanya suatu area yang kecil (50 km2), maka pengaruh
distorsi tidaklah berarti, tetapi bila wilayah yang dipetakan sangat luas (suatu negara),
maka masalah yang dihadapi menjadi rumit.

Untuk pemetaan suatu negara, dapatlah dipilih satu atau dua macam proyeksi peta,
tetapi untuk memetakan seluruh muka bumi ke bidang datar selalu merupakan suatu
kompromi. Mengingat hal tersebut, maka tidaklah mungkin membuat suatu peta yang
ideal; beberapa syarat dapat dipenuhi, tetapi harus mengorbankan syarat-syarat
lainnya. Tiga macam perubahan yang terjadi pada saat dilakukan proses pemetaan,
yaitu:
- perubahan sudut
- perubahan jarak
- perubahan luas.
Banyak cara telah diusahakan untuk dapat meredusir distorsi tersebut menjadi
minimum atau memenuhi satu atau lebih syarat-syarat peta ideal, yaitu:
- membagi daerah yang dipetakan menjadi bagian-bagian yang tidak begitu
luas;
- menggunakan bidang datar atau bidang yang dapat didatarkan serta tidak
mengalami distorsi lebih lanjut.
Dari cara-cara tersebut diatas, maka akan diperoleh adanya dan digunakannya
sejumlah besar macam-macam proyeksi peta yang sulit diklasifikasikan dengan tepat;
hanya beberapa sistem proyeksi yang merupakan hasil dari proses proyeksi geometris
murni. Banyak sistem proyeksi yang merupakan modifikasi, sehingga istilah proyeksi
dalam arti kata aslinya tidaklah selalu tepat.

2.2.2 Jenis Proyeksi Peta

1) Ditinjau dari bidang proyeksi yang digunakan.

1. Proyeksi kerucut (Gambar 2.9), bidang proyeksinya adalah bidang kerucut ;


suatu kerucut diletakan pada bola pabila kerucut bumi dan menyinggung bola
bumi sepanjang suatu lingkaran.

Apabila kerucut berada pada posisi normal, maka garis singgung bidang kerucut
dengan bola bumi ada di suatu paralel yang disebut paralel standar. Paralel standar
tidak mengalami distorsi (perubahan) sehingga faktor skala ( scale factor) = 1.
Kedudukan sumbu kerucut terhadap sumbu bola bumi dapat normal, miring,
transversal.

Garis meridian pada proyeksi kerucut dalam keadaan normal berupa garis lurus yang
radial. Proyeksi kerucut apabila menyinggung bola bumi disebut tangent terhadap bola
bumi, itu berarti hanya ada satu paralel standar yang semakin jauh dari garis singgung
distorsi makin membesar. Untuk mengurangi hal tersebut, diusahakan beberapa
bidang proyeksi memotong elllipsoid sehingga menghasilkan dua paralel standar yang

46
disebut secant terhadap bola bumi, sehingga dapat mengurangi total distorsi yang
terjadi.

Gambar 2.9 Proyeksi Kerucut


(discan dari Mappe E Carte, Keith Lye)

2. Proyeksi silinder (Gambar 2.10), bidang proyeksinya bidang silinder; semua


titik di atas permukaan bumi diproyeksikan pada bidang silinder yang
kemudian didatarkan.

Gambar 2.10 Proyeksi Silender


(discan dari Mappe E Carte, Keith Lye)

Proyeksi silinder memiliki garis tunggal yang disebut sebagai garis standar yang tidak
mempunyai distorsi. Kedudukan sumbu simetri biasanya normal dan transversal. Pada
umumnya silinder menyinggung (tangent) bola bumi; silinder yang memotong

47
(secant) bola bumi biasanya pada kedudukan transversal. Silinder menyinggung
ekuator jika kedudukan normal dan menyinggung bola bumi; silinder menyinggung
salah satu meridian jika kedudukan transversal dan menyinggung bola bumi; silinder
memotong dua lingkaran meridian, jika kedudukan transversal dan memotong bola
bumi.

Lingkaran-lingkaran meridian diproyeksikan menjadi garis-garis lurus yang sejajar.


Lingkaran-lingkaran paralel diproyeksikan menjadi garis-garis lurus yang sejajar dan
tegak lurus dengan lingkaran-lingkaran meridian. Distorsi semakin besar ke arah kutub
yang menjadi sebuah garis.

3. Proyeksi Zenithal (Gambar 2.11), bidang proyeksinya bidang datar;


permukaan bumi diproyeksikan ke atas suatu bidang datar dari suatu titik
sumbu proyeksi.

Gambar pada bidang proyeksi akan berlainan tergantung dari letak titik sumbu
proyeksi, sehingga paralel dan meridian akan tergambar sebagai gratikul ( graticule)
yang berbeda-beda. Paralel akan diproyeksikan sebagai lingkaran konsentris yang
mengelilingi kutub, sedang meridian akan nampak sebagai garis-garis lurus yang
berpusat di kutub dengan sudut yang sama dengan sudut antara meridian di bola
bumi. Proyeksi zenithal memiliki satu titik yang mempunyai distorsi nol.

Gambar 2.11 Proyeksi Zenithal


(discan dari Mappe E Carte, Keith Lye)

2) Ditinjau dari distorsi yang diakibatkan.

1. Proyeksi Konform (Gambar 2.12), sudut dipermukaan bumi sama dengan sudut
pada bidang proyeksi; daerah-daerah kecil pada peta sama sebangun dengan
yang ada dipermukaan bumi.

48
Pemakaian proyeksi konform baik untuk memperlihatkan arah. Distorsi pada ellips
yang digambarkan pada proyeksi konform akan bervariasi secara subtansial dalam
ukuran, tetapi mempunyai bentuk melingkar yang sama. Sebuah sudut yang diukur di
pemukaan bumi akan dapat diplot pada lokasi yang sesuai pada proyeksi konform
tanpa terjadi distorsi. Bentuk konsisten tersebut menunjukkan bahwa proyeksi
konform tetap mempertahankan pengukuran sudut. Proyeksi konform banyak
digunakan sebagai dasar untuk pekerjaan survei dan pemetaan skala besar.

Gambar 2.12 Proyeksi Konform


(www.e-education.psu.edu/natureofgeoinfo/c2_p29.html)

2. Proyeksi Equivalence (Gambar 2.13), luas di atas peta sama dengan luas di atas
muka bumi pada skala yang sama.

Proyeksi equivalence mempertahankan perbandingan yang benar dalam ukuran area


yang sesuai pada grid yang diproyeksikan (dimungkinkan adanya perbedaan
dalam skala). Bentuk ellips pada proyeksi equivalence mengalami
perubahan, tetapi masing-masing area mempunyai luas yang sama. Proyeksi
equivalence lebih banyak digunakan untuk pemetaan tematik skala kecil,
khususnya jika pengguna peta ingin membandingkan ukuran area seperti
negara dan benua.

49
Gambar 2.13 Proyeksi Equivalence
(www.e-education.psu.edu/natureofgeoinfo/c2_p29.html)

3 Proyeksi Equidistance (Gambar 2.14), jarak di peta sama dengan jarak di muka
bumi pada skala yang sama.

Proyeksi equidistance adalah proyeksi peta yang mempertahankan jarak yang sama
antara dua titik di peta dengan dua titik di lapangan. Pada gambar dapat
dilihat ellips yang diplot pada proyeksi equidistance mempunyai variasi, baik
dalam bentuk maupun ukuran, namun setiap sumbu utara-selatan ellips
mempunyai panjang yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa jarak adalah
benar pada skala sepanjang setiap meridian; dengan kata lain, jarak yang
sama dipertahankan dari dua kutub.

Gambar 2.14 Proyeksi Equidistance


(www.e-education.psu.edu/natureofgeoinfo/c2_p29.html)

4 Proyeksi Azimuthal (Gambar 2.15), arah di peta sama dengan arah di muka bumi
pada skala yang sama.

Proyeksi azimuthal mempertahankan arah dari satu atau dua titik kesemua titik lain
yang ada di peta. Pada gambar dapat dilihat bagaimana ellips yang diplot mempunyai
variasi dalam ukuran dan bentuk, tetapi semuanya berorientasi kepada pusat proyeksi.
Sebagai contoh, satu titik yang diukur arahnya pada globe tidak mengalami perubahan
pada gratikul yang diproyeksikan.

50
Gambar 2.15 Proyeksi Azimuthal
(www.e-education.psu.edu/natureofgeoinfo/c2_p29.html)
Setiap sistem proyeksi peta memiliki pola distorsi yang berbeda; distorsi yang terkecil
terdapat pada garis atau titik singgung. Untuk memperoleh tingkat distorsi yang kecil,
perlu mengubah aspek proyeksi, hal ini berarti mengubah titik atau garis singgung,
supaya cakupan daerah yang akan dipetakan memiliki distorsi terkecil. Jadi, pola
distorsi merupakan salah satu parameter untuk mengklasifikasikan sistem proyeksi
peta yang digunakan.

Jika penyajian bentuk dari kenampakan unsur muka bumi akan dipertahankan sesuai
dengan keadaan sebenarnya, maka proyeksi konform yang dipilih. Namun demikian,
bentuk yang ingin dipertahankan tersebut hanya dapat dilakukan untuk suatu wilayah
dengan cakupan yang kecil, dan tidak memungkinkan untuk memetakan seluruh muka
bumi. Aplikasi sistem proyeksi konform akan menjamin bentuk wilayah kecil akan
disajikan secara benar.

Bila suatu wilayah dalam pembuatan petanya ingin dipertahankan ukuran luasnya,
maka proyeksi yang dipilih adalah proyeksi equivalence. Wilayah yang dihasilkan pada
bidang peta, akan mencakup wilayah yang sama luasnya seperti pada bola bumi,
dengan bentuk yang sedikit berbeda. Jika jarak antara beberapa titik tertentu di muka
bumi ingin dipertahankan kebenarannya, maka proyeksi peta yang dipilih adalah
proyeksi equidistance. Hal ini berakibat jarak antar dua titik atau panjang garis
tertentu disajikan pada sebuah peta secara benar.

3) Ditinjau dari orientasi/kedudukan garis karakteristik.

1. Normal, garis karakteristiknya berimpit dengan sumbu bumi.


2. Miring (oblique), garis karakteristiknya membentuk sudut dengan sumbu bumi.
3. Transversal (transverse), garis karakteristiknya tegak lurus dengan sumbu bumi.

Garis karakteristik (Gambar 2.16) pada proyeksi kerucut dan silinder adalah sumbu
dari kerucut dan silinder yang melalui pusat bumi; sedang garis karakteristik pada
proyeksi zenithal adalah garis yang melalui pusat bumi dan tegak lurus pada bidang
proyeksi.

51
Normal Miring Transverse

Gambar 2.16 Proyeksi Berdasarkan Garis Karakteristik


(http://maps.unomaha.edu/Peterson/gis/notes/0412-Map%20Projection
%20Notes_files/image003.png)
Contoh Proyeksi Peta

Gambar 2.17 Contoh Sistem Proyeksi Peta (www.versamap.com/webdoc13.htm)

2.3 Sistem Pemetaan di Indonesia

Suatu sistem proyeksi peta akan menyajikan bumi atau sebagian permukaan bumi
pada suatu bidang datar dengan beberapa aturan perspektif yang berlaku. Pemilihan
suatu sistem proyeksi peta adalah berdasarkan pada posisi daerah, bentuk dan ukuran
daerah yang akan dipetakan, serta kegunaan peta bersangkutan. Idealnya, bentuk

52
dan ukuran daerah yang dipetakan sesuai dengan pola distorsi dari jenis proyeksi yang
dipilih, sebagai contoh, proyeksi azimunthal baik digunakan untuk suatu negara
dengan area kecil, garis potong bidang proyeksi terletak pada pusat dari area yang
dipetakan; proyeksi silinder baik untuk suatu negara yang bentuknya seperti empat
persegi panjang, sedang proyeksi kerucut cocok untuk negara yang berbentuk seperti
segitiga. Pemetaan untuk keperluan pembuatan peta dasar Indonesia yang disebut
peta Rupa Bumi Indonesia (peta RBI) menggunakan sistem peroyeksi Transverse
Mercator (TM).

2.3.1 Proyeksi Transverse Mercator (TM)

Proyeksi Transverse Mercator adalah proyeksi silinder transversal yang bersifat


konform (Gambar 2.18). Pada proyeksi ini secara geometris silindernya menyinggung
bola bumi pada sebuah meridian yang disebut meridian sentral (meridian tengah).
Pada meridian sentral, faktor skala = 1 (tidak ada distorsi), perbesaran sepanjang
meridian akan menjadi lebih besar bila meridian-meridian tersebut makin jauh ke
Barat atau ke Timur dari meridian tengah. Perbesaran sepanjang paralel akan menjadi
lebih besar jika lingkaran-lingkaran paralel tersebut mendekati ekuator. Proyeksi
Transverse Mercator mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
- konform;
- proyeksi dari meridian sentral adalah sebuah garis lurus dan equidistance;
- proyeksi dari lingkaran-lingkaran meridian dan paralel merupakan garis-garis
lengkung, kecuali meridian sentral dan ekuator yang merupakan garis-garis
lurus yang saling tegak lurus;
- proyeksi dari meridian sentral dan ekuator diambil sebagai sumbu X (U) dan Y
(T). Pada proyeksinya lingkaran-lingkaran meridian, kecuali meridian sentral
tergambar lebih panjang. Dengan perkataan lain, kecuali meridian sentral,
lingkaran lingkaran meridian dan paralel mengalami distorsi.

Gambar 2.18 Proyeksi Transverse Mercator

53
(http://www.gistutorial.net/software/tools/sistem-proyeksi-tm3.html&docid)

Adanya distorsi yang makin membesar menjauhi meridian sentral, maka pada proyeksi
TM diusahakan suatu cara memperkecil distorsi tersebut dengan membagi daerah-
daerah dalam zone-zone (daerah pada permukaan bumi yang dibatasi oleh dua buah
meridian) yang sempit dan lebar zone ditentukan sebesar 6 (enam) derajat. Setiap
zone pada proyeksi TM mempunyai meridian sentral sendiri, ini berarti seluruh
permukaan bumi tidak dipetakan pada satu silinder.

Sistem Grid Universal Transverse Mercator (UTM)

Disetiap negara umumnya dibuat dan dikembangkan suatu sistem pemetaan,


khususnya sistem proyeksi peta, yang dapat memenuhi kebutuhan dari negara
bersangkutan. Ada satu sistem yang dapat menjadi acuan untuk seluruh dunia yaitu
sistem grid Universal Transverse Mercator yang merupakan modifikasi dari sistem
proyeksi Transverse Mercator. Sistem grid dan proyeksi yang digunakan adalah baik
untuk pekerjaan pemetaan topografi, referensi untuk citra satelit dan aplikasi lainnya
yang memerlukan ketelitian untuk penentuan posisi. Adapun ciri-ciri dari sistem grid
UTM adalah :
a) Sistem grid UTM adalah sistem grid yang bersifat universal, membagi seluruh
wilayah permukaan bumi menjadi 60 bagian yang disebut sebagai zone UTM.
Masing - masing zone UTM dibatasi oleh 2 buah meridian dengan lebar 6 0 bujur
dan 80 lintang.
b) Zone-zone UTM diberi nomer yaitu zone 1 antara 180 0 BB sampai 1740 BB
(Gambar 1.19) terus kearah timur sampai zone 60 antara 174 0 BT sampai 1800
BT.

Gambar 2.19 Pembagian Zona UTM


(http://www.utas.edu.au/spatial/locations/images/utmzones.gif)

54
c) Batas lintangnya adalah 800 LS dan 840 LU dengan pembagian dimulai dari 800
LS ke arah utara dengan kode huruf C untuk Lintang Selatan 80 0 - 720 ,
berturut-turut ke utara sampai dengan huruf X untuk Lintang Utara 72 0 - 840,
dengan catatan bahwa huruf I dan O tidak digunakan.
d) Setiap zone UTM, bidang proyeksi silinder tidak menyinggung permukaan bumi,
tetapi memotong bumi.
e) Masing-masing zone mempunyai koordinat sendiri yaitu titik potong meridian
sentral dengan garis ekuator yang disebut sebagai titik nol sejati ( true origin ).
f) Dalam sistem grid metrik (Gambar 2.20), meridian sentral diberi absis fiktif
sebesar 500.000 meter Timur (mT), sedang untuk ordinat, agar tidak dijumpai
harga negatif maka di sebelah selatan ekuator diberi ordinat sebesar 10.000.000
meter Utara (mU), disebelah utara ekuator diberi ordinat 0 meter Utara (mU).

Gambar 2.20 Sistem Grid UTM

g) Setiap zone pada sistem grid UTM mempunyai pertampalan kesamping sekitar
40 km., sehingga setiap titik yang berada di daerah pertampalan akan
mempunyai dua harga koordinat (Gambar 2.21).

55
Gambar 2.21 Zone Bersebelahan
(http://geology.isu.edu/geostac/Field_Exercise/topomaps/images/zones.gif)

h) Faktor skala pada meridian sentral (meridian tengah) ditentukan besarnya


k=0,9996.

Ada dua instansi yang menggunakan sistem proyeksi Transverse Mercator di Indonesia
untuk pemetaan dasar nasionalnya dengan sistem grid UTM, yaitu : Badan Koordinasi
Survey dan Pemetaan Nasioanl (Bakosurtanal) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Kedua instansi menggunakan sistem grid UTM yang berbeda, Bakosurtanal UTM 6 0 ,
sedang BPN UTM 30.

2.3.2 Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal)

Peta Dasar Nasional yang diterbitkan oleh Bakosurtanal merupakan suatu seri peta
yang meliputi seluruh daerah Indonesia, terdiri dari beberapa skala peta yaitu
1:25.000, 1:50.000, 1:100.000, 1:250.000. Sistem proyeksi yang digunakan adalah
Transverse Mercator dengan sistem grid UTM yang mempunyai lebar zone 6°. Sumbu
pertama adalah meridian tengah dari tiap zone, sedang sumbu keduanya adalah
ekuator. Absis semu sebesar 500.000 meter pada meridian tengah, sedang ordinat
semu 0.00 meter di ekuator untuk belahan bumi bagian Utara dan 10.000.000 meter
di ekuator untuk belahan bumi bagian selatan. Angka perbesaran pada meridian
tengah adalah sebesar 0.9996. Model matematik bumi sebagai bidang referensi adalah
Spheroid Nasional dengan parameter a (jari-jari ekuator) = 6.378.160 meter, dan f
(pengepengan) = 1: 298.247

56
Gambar 2.22 Pembagian Zone Peta Dasar Indoenesia

Di dalam penerapan sistem grid UTM untuk keperluan pembuatan peta dasar nasional,
seluruh wilayah Indonesia terbagi dalam sembilan zone (zone 46 – zone 54), mulai
dari meridian 90 0 BT sampai dengan 144 ° BT dengan batas paralel 6 ° LU dan 11 °
LS (Gambar 2.22). Muka peta seri peta Rupabumi Indonesia (Peta Dasar Nasional)
dibatasi atau menggunakan garis tepi peta dalam bentuk gratikul. Pada setiap ujung
peta dicantumkan koordinat geografis (lintang dan bujur) dan juga koordinat kartesian
hasil transformasi dari koordinat geografis ke koordinat proyeksi Transverse Mercator
(TM). Pada muka peta dibuat garis-garis gratikul yang panjang ukurannya tergantung
pada skala peta yang disajikan.

Ukuran muka peta tergantung pada skala peta yang disajikan, yaitu :

7’30’’ X 7’30’’ : untuk skala peta 1:25.000


15’ X 15’ : untuk skala peta 1:50.000
30’ X 30’ : untuk skala peta 1:100.000
1°30’ X1° : untuk skala peta 1:250.000

Selain menggunakan garis gratikul pada garis tepi peta, pada seri peta Rupabumi
Indonesia juga dicantumkan garis grid dalam bentuk ‘tick’ yang terletak disebelah
bawah dan kanan muka peta.

57
Gambar 2.23 Pembagian Lembar Peta TM 6 Sistem Grid UTM

Pada tata letak peta dasar nasional, dibuat suatu sistem penomoran yang sistematis
artinya peta-peta dengan skala 1:250.000, 1:100.000, 1:50.000 dan 1:25.000 cara
penomorannya berinduk pada skala yang terkecil (1:250.000). Sebagai contoh
(Gambar 2.23), peta dengan skala 1:250.000 dengan ukuran lembar peta 1 0 30’ X 10
mempunyai nomor lembar 1408, maka:
- nomor lembar peta dengan skala peta 1:100.000 dengan ukuran lembar peta
30’ X 30’, pada daerah yang dicakup peta skala 1:250.000 tersebut, nomor
lembar petanya adalah 1408-1, 1408-2, 1408-3, 1408-4, 1408-5, 1408-6;
- nomor lembar peta dengan skala peta 1:50.000 (misalnya daerahnya berada
di lembar 1408-1) dengan ukuran lembar peta 15’ X 15’ maka nomor lembar
petanya adalah 1408-11, 1408-12, 1408-13, dan 1408-14;
- nomor lembar peta dengan skala peta 1:25.000 dengan ukuran lembar peta
7’30’’ X 7’30’’ (misalnya daerahnya berada di lembar 1408-12) maka nomor
lembar petanya adalah 1408-121, 1408-122, 1408-123, 1408-124.

2.3.3 Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Peta Dasar Pendaftaran Tanah yang diterbitkan oleh BPN adalah merupakan seri peta
dasar nasional untuk keperluan pendaftaran tanah, terdiri dari beberapa skala peta
yaitu 1:1.000, 1:2.500, 1:10.000. Sistem proyeksi yang digunakan adalah Transverse
Mercator dengan lebar zone 3° serta sistem grid UTM. Agar terdapat hubungan
dengan sistem grid UTM, penempatan zone TM diatur di dalam zone UTM sedemikian
rupa sehingga setiap zone UTM terdiri dari dua zone TM dengan meridian sentral zone
UTM merupakan batas zone TM.

58
Model matematik bumi sebagai bidang referensi adalah Spheroid GRS ’67 (Geodetic
Reference System 1967) dengan parameter a (jari-jari ekuator) = 6.378.160 meter,
dan f (penggepengan) = 1:298,25. Untuk menghindarkan angka koordinat negatif,
titik-titik di sebelah utara maupun selatan ekuator dihitung dari Titik Nol Semu (false
origin) yang terletak di pokok kiri bawah blok. Koordinat titik nol sejati (true origin)
terhadap titik nol semu adalah X0 = + 166.982, 345 meter, dan Y0 = + 1.216.758,006
meter.

Gb. 2.24 Pembagian Zone Peta Dasar Pendaftaran

2.4 Skala Peta

Peta merupakan penyajian muka bumi dalam bentuk yang lebih kecil dari daerah yang
dipetakan, dengan persyaratan bahwa besaran suatu jarak dibuat sebanding dengan
besaran jarak yang disajikan di peta; perbandingan jarak di peta dengan jarak
sebenarnya di lapangan disebut sebagai skala peta. Pemilihan suatu skala peta
tergantung dari tujuan penggunaan peta bersangkutan. Ada beberapa istilah di dalam
penyebutan suatu skala peta, yaitu:
- peta skala besar, angka pembandingnya sekitar 500 sampai dengan 10.000
artinya peta dengan skala 1:1.000 sampai dengan peta dengan skala
1:10.000;
- peta skala sedang, angka pembandingnya sekitar 25.000 sampai dengan
50.000 artinya peta dengan skala 1:25.000 sampai dengan peta dengan skala
1:50.000
- peta skla kecil, angka pembandingnya lebih besar dari 50.000 artinya peta
mulai dengan skala 1:100.000 sampai dengan tak terhingga.

Seperti yang tersebut diatas, skala peta adalah perbandingan jarak antara dua titik di
peta dengan jarak sebenarnya dari dua titik tersebut di lapangan; oleh sebab itu jarak
di peta dan jarak di lapangan menggunakan satuan ukuran yang sama. Sebagai
contoh, jika jarak antara dua titik di lapangan adalah 2,5 kilometer sedang
penggambaran di petanya berjarak 2,5 centimeter, maka skala petanya adalah :

2,5 (cm) 2,5 1

59
= =
2,5 (km) 2,5 X 100.000 100.000

Angka 1/100.000 disebut skala, sedang angka 10.000 disebut faktor pembanding. Jadi
jika suatu peta diketahui skalanya, maka akan dapat dihitung jarak kedua titik di
lapangan.

2.4.1 Cara Penyajian Skala Peta

Ada beberapa cara penyajian skala peta pada sebuah peta, tergantung pada desain
peta yang akan dibuat.

1) Skala bilangan, cara penyajiannya dengan menggunakan suatu bilangan bulat,


misalnya 1:5.000, 1:25.000

2) Skala grafis (Gambar 2.25), penyajian skala peta dalam bentuk grafis yaitu
menggambarkan hubungan antara ukuran jarak di peta dengan jarak
sebenarnya di lapangan dalam bentuk suatu garis.

Gambar 2.25 Bentuk Skala Grafis 1:200.000

Konstruksi dari skala grafis memperlihatkan hubungan antara kilometer dengan


centimeter (bila peta menggunakan ukuran metric system). Cara penyajian skala
grafis dapat dalam bentuk garis tunggal atau garis ganda.

3) Suatu pernyataan, penyajian skala peta yang menggunakan satuan ukuran


bukan dalam bentuk satuan meter (non metric system); umumnya penyajian
bentuk skala ini digunakan pada peta-peta negara Persemakmuran Inggris
(British Map) dan peta navigasi laut ( nautical chart). Sebagai contoh, 1 inch to 1
mile atau 3 nautical miles to 1 inch. Umumnya pada penyajian skala dengan
cara suatu pernyataan ini juga dilengkapi dengan skala bilangan (dalam konversi
metric system), dan skala grafis.

2.5 Konstruksi Peta

Pada setiap peta disajikan garis-garis kerangka atau yang dikenal sebagai konstruksi
peta, dalam bentuk garis gratikul (graticule) dan atau garis grid (Gambar 2.26).
Umumnya garis-garis yang terdapat pada muka peta tergantung pada garis tepi
petanya, jika garis tepi peta dalam bentuk grid maka garis-garis pada muka peta juga

60
dalam bentuk garis grid, sedangkan jika garis tepi peta dalam bentuk gratikul, maka
garis-garis pada muka peta juga dalam bentuk garis gratikul.

Gambar 2.26 Grid dan Gratikul

1) Gratikul
Garis-garis kerangka peta yang merupakan proyeksi garis paralel dari lintang ( line of
latitude), dan garis meridian dari bujur ( line of longitude) yang tergambar pada muka
peta dan garis tepi peta. Garis gratikul (Gambar 2.27) mempunyai panjang busur yang
berubah-ubah ke arah utara dan selatan dari ekuator. Besaran bujur akan semakin
kecil bila menjauhi utara/selatan (mendekati ekuator). Penggunaan garis gratikul
umumnya untuk peta-peta skala sedang dan kecil, dan perpotongan antara dua garis
gratikul merupakan posisi lintang dan bujur suatu titik di permukaan bumi.

Gambar 2.27 Garis-garis gratikul


(http://www.osi.ie/GetImage.aspx?id=3f4248a2-51a3-4970-b21b-
eaf764d5788e&width=450&height=328)

61
Harga-harga dari garis gratikul diperlihatkan dengan selang tertentu di sepanjang
garis tepi peta. Umumnya, harga garis gratikul ditulis penuh pada sudut-sudut peta
dalam satuan derajat, menit, dan detik yang merupakan koordinat geografis. Harga
untuk garis gratikul lainnya, tergantung pada skala peta dan spesifikasi yang dibuat.
Kegunaan garis gratikul adalah:
- untuk memberikan informasi mengenai data koordinat geografis suatu tempat
pada peta;
- memudahkan pembuatan sistem penomoran peta peta (berkaitan dengan
disain peta) untuk peta skla sedang dan kecil.

2) Grid
Garis-garis pada muka peta yang tergambar saling tegak lurus (Gambar 2.28), dan
perpotongannya merupakan koordinat sistem referensi kartesian. Garis-garis tegak
(vertical), sejajar dengan meridian tengah dari sistem proyeksi peta yang digunakan,
sedang garis-garis mendatar, tegak lurus dengan garis-garis tegaknya. Umumnya,
garis-garis tersebut dihitung positif kearah Timur (sumbu X = mT = Easting Lines) dan
positif kearah Utara (sumbu Y = mU = Northing Lines ). Penyajian garis grid pada
muka peta dan garis tepi peta lebih banyak digunakan pada peta-peta skala besar dan
skala sedang.

Pada beberapa peta untuk keperluan teknis, sering digunakan garis grid dengan
sistem koordinat lokal yang hanya dapat digunakan untuk suatu keperluan tertentu.
Untuk suatu pemetaan sistematis (misalnya peta dasar nasional) harus digunakan
sistem grid yang sifatnya seragam (universal), misalnya Universal Transverse Mercator
(UTM) grid. Kegunaan garis grid adalah:
- untuk menentukan koordinat suatu titik di peta terhadap suatu sistem koordinat
referensi tertentu;
- untuk membuat bentuk segi empat dari suatu muka peta yang semua titik
kontrol dihitung dan digambar pada suatu sistem koordinat salib sumbu,
sehingga akan memudahkan dalam penghitungan sudut dan jarak;
- untuk memudahkan tata letak peta pada suatu lembar peta, dan untuk
memudahkan penggabungan dengan lembar peta bersebelahan.

62
Gambar 2.28 Garis-garis grid
(http://www.osi.ie/GetImage.aspx?id=742e1533-9314-4589-ab95-
17b6f7cb42d0&width=400&height=292)

2.5.1 Garis Tepi Peta

Pengertian garis tepi peta adalah garis yang membatasi semua detail yang ada dipeta
(muka peta). Penyajian garis grid atau gratikul sebagai garis tepi peta tergantung
pada sistem koordinat geografis yang akan digunakan.
Macam garis tepi peta :

● peta skala besar


Garis tepi peta skala besar menggunakan garis grid. Koordinat keempat ujung peta
selalu dalam bentuk bilangan bulat, dalam pengertian dua atau tiga angka terakhir
mempunyai besaran 100 meter atau 1000 meter (tergantung skala peta). Contoh,
angka grid 250.000 adalah bentuk bilangan bulat untuk penulisan harga grid, sedang
angka grid 250.255 bukanlah suatu bilangan bulat untuk penulisan harga grid.

● peta skala sedang


Garis tepi peta dalam bentuk gartikul. Koordinat keempat ujung peta akan menyajikan
dua jenis koordinat, yaitu koordinat geografis dan koordinat proyeksi yang diperoleh
dari hasil transformasi koordinat geografis. Harga koordinat proyeksi yang disajikan
sesuai hasil transformasi koordinat (bukan dalam bentuk bilangan bulat seperti pada
pemakaian garis tepi grid). Meskipun garis tepi peta dalam bentuk garis gratikul, peta
bersangkutan umumnya juga menyajikan titik-titik grid dalam bentuk harga grid bulat.

● peta skala kecil


Garis tepi peta yang disajikan pada peta skala kecil adalah garis gratikul. Selain pada
keempat ujung peta, pada sepanjang garis tepi peta juga disajikan koordinat
geografis.

63
● garis tepi peta dengan format tidak beraturan
Bentuk ini tidak mempunyai hubungan dengan kedua cara tersebut diatas yaitu
penggunaan garis grid atau gratikul. Umumnya penggunaan format ini disebabkan
peta bersangkutan hanya terdiri dari satu lembar, sedangkan area yang disajikan
mempunyai bentuk yang tidak teratur.

Penulisan Angka Grid

Harga grid pada suatu peta selalu disajikan secara penuh dan bulat disudut-sudut
peta, sedangkan untuk harga garis-garis grid lainnya, umumnya ditulis satu, dua atau
tiga angka (tergantung skala peta). Aturan umumnya adalah sebagai berikut :

● pada peta skala 1 : 250.000 dan lebih kecil


garis-garis grid setiap 10 km dan harga garis grid ditulis dalam satuan 100.000 meter ;
contoh, harga garis grid 5.760.000 mU ditulis sebagai angka 576 dan harga garis grid
350.000 mT ditulis sebagai 35.

● pada peta skala lebih besar 1 : 250.000 tetapi lebih kecil 1 : 100.000
garis-garis grid yang berselang 100.000 meter ditulis sebagai harga penuh pada tiap
kelipatan 100.000 meter saja, sedang garis-garis gridnya tetap setiap 10 km ; contoh,
harga garis grid 5.800.000 mU ditulis sebagai angka 580 dan harga 300.000 mT ditulis
3
00.

● pada peta skala 1 : 100.000 dan lebih besar (termasuk peta 1 : 10.0000)
garis-garis grid digambarkan setiap 1 kilometer dan garis grid dengan selang 100.000
meter akan ditulis penuh tiap selang 10.000 meter ; contoh, harga grid 5.800.000 mU
ditulis sebagai angka 5800 dan harga grid 300.000 mT ditulis sebagai 300, sedang
harga grid 126.000 mT ditulis sebagai angka 126.

● pada peta skala lebih besar 1 : 10.000


garis grid digambarkan tiap 100 meter, garis grid dengan selang 100.000 meter
harganya akan ditulis penuh setiap 1.000 meter ; contoh, harga grid 5.760.000 ditulis
sebagai 57600, sedang harga grid 126.000 ditulis sebagai angka1260.

2.6 Membaca Koordinat di Peta

Posisi sebuah tempat di muka bumi selalu dinyatakan dalam besaran Lintang dan
Bujur; besaran yang dimaksud dapat dirinci lagi menurut:
a. derajat, menit, dan detik;
b. jarak;
c. letak terhadap Equator (Utara, Selatan) dan terhadap Meridian Utama (Barat,
Timur).

Garis-garis Lintang dan Bujur dapat digambar secara teliti di atas permukaan bola
(peta) bumi; selanjutnya di atas permukaan bola tersebut gambaran dari seluruh
permukaan bumi dapat disajikan dengan tepat. Hal ini tentunya dapat dimengerti
karena bentuk permukaan bola tersebut dianggap sudah mendekati keadaan/bentuk

64
bumi yang sebenarnya; dengan demikian, secara teoritis gambaran diatas permukaan
bola tadi dapat dikatakan lebih teliti dibandingkan dengan di atas peta yang
permukaannya datar.

Agar permukaan bumi dapat digambar ke atas bidang datar dengan lebih tepat,
digunakan suatu cara penggambaran yang dikenal dengan sebutan Proyeksi Peta.
Melaui teknik ini akan digambarkan garis-garis Lintang dan Bujur menurut suatu pola
tertentu yaitu pola garis paralel (mewakili garis Lintang), dan garis meridian (mewakili
garis Bujur). Cara penggambarannya dapat dilakukan dengan berbagai cara, ada
proyeksi yang paralel dan meridiannya digambarkan dalam bentuk garis lurus yang
saling berpotongan tegak lurus; ada yang paralel dan meridiannya berupa garis
lengkung, serta ada juga yang paralelnya garis lurus, sedang meridiannya dalam
bentuk garis lengkung.

Garis-garis paralel dan meridian yang saling berpotongan tegak lurus dan membentuk
pola empat persegi panjang disebut sebagai garis-garis grid, yang akan digunakan
untuk menentukan posisi sebuah tempat secara tepat dan benar. Umumnya garis-
garis grid diatur sedemikian rupa sehingga mempunyai selang tertentu, misalnya tiap
1.000 meter. Pada sistem proyeksi TM dengan sistem grid UTM, arah Timur-Barat
disebut Timur (Easting), contoh 777224mT, sedangkan arah Utara-Selatan disebut Utara
(Northing), contoh 9446806mU. Pengertian Easting dan Northing ini artinya Timur dan
Utara dari suatu origin proyeksi TM dengan sistem grid UTM.

Garis-garis lengkung Lintang dan Bujur yang saling berpotongan tidak tegak lurus
disebut garis-garis gratikul, yang akan digunakan untuk menentukan posisi sebuah
tempat secara tepat dan benar. Umumnya garis-garis gratikul diatur sedemikian rupa
sehingga mempunyai selang tertentu, misalnya pada peta Rupa Bumi Indonesia yang
dikeluarkan oleh Bakosurtanal, selang garis-garis gratikulnya adalah tiap 1 menit. Pada
sistem proyeksi TM dengan sistem grid UTM, arah Timur-Barat disebut Lintang
(Latitude) yang bisa dalam posisi Lintang Selatan (S) atau Lintang Utara (U), contoh
05000’S; untuk arah Utara-Selatan disebut Bujur (Longitude), dalam hal ini Bujur
Timur, contoh 119015’T.

Pada gambar dibawah (Gambar 2.29), disajikan bagian dari sebuah Peta Rupabumi
Indonesia 1:50.000 Lembar 2010 – 54 Ujungpandang; terdapat satu titik G yang
merupakan perpotongan jalan di daerah Pangintungan Selatan; akan ditentukan
koordinat di titik G tersebut berdasarkan garis grid dan gratikul.

65
Gambar 2.29 Peta Rupabumi Indonesia

Contoh Titik G Bujur Lintang


Garis bujur pertama sebelah kiri titik 119029’
Perkiraan dari selang 1 menit sampai ke titik 08”
Garis lintang pertama sebelah atas titik 05012’
Perkiraan dari selang 1 menit sampai ke titik 41”
Koordinat geografi titik G Λ = 199029’08”T
Φ = 05012’41”U
Contoh Titik G Timur Utara
Grid sebelah kiri dari titik 7
75
Perkiraan dari 1 garis skala grid ke titik 6
Grid sebelah bawah dari titik 94
23
Perkiraan dari 1 garis skala grid ke titik 4
ZONE UTM : 50 7
756 94
234
Koordinat UTM titik G X = 775600 mT
Y = 9423400 mU

66

Anda mungkin juga menyukai