Anda di halaman 1dari 8

BUMI FISIK, GEOID, ELIPSOID,

PROYEKSI DAN SKALA


Diposkan oleh Fikri Flux |
Mar
06

Sepdian Syafikri 23 2014 028 @fikriflux

1.    Bumi Fisik

Bumi fisik merupakan gambaran bumi yang sesungguhnya dan sangat tidak beraturan. Karena
terjadi gaya tarik menarik antara bumi – bulan – matahari. Bumi fisik terbentuk dari sebagian
besar air, dataran rendah dan dataran tinggi. Dalam model ini bumi fisik tidak dapat dilakukan
proses pemetaan, karena bentuknya yang tidak beratiran sehingga sulit ditentukan model
matematisnya.

2.    Geoid Bumi

Bidang ekuipotensial bumi yang dianggap berhimpit dengan permukaan air laut rata rata.
Untuk mengetahui bidang geoid diperlukan pengukuran gaya berat. Saat ini digunakan
beberapa pendekatan model geoid secara global diantaranya EGM 96, EGM 2008 , dll.
Namun di Indonesia model global tersebut masih memilki ketelitian yang cukup rendah
( kurang lebih 1 meter ), karena masih relative sedikit lokasi pengukuran gaya berat di
Indonesia. Geoid disebut sebagai model bumi yang mendekati sesungguhnya. Lebih jauh
geoid dapat didefinisikan sebagai bidang ekipotensial yang berimpit dengan permukaan laut
pada saat keadaan tenang dan tanpa gangguan , karena itu secara praktis geoid dianggap
berhimpit dengan permukaan laut rata-rata (Mean sea level-MSL). Jarak geoid terhadap
ellipsoid disebut Undulasi geoid (N). Nilai dari undulasi geoid tidak sama di semua tempat,  
hal ini disebabkan ketidakseragaman sebaran densitas massa bumi.  Untuk keperluan aplikasi
geodesi, geofisika dan oseanografi dibutuhkan geoid dengan ketelitian yang cukup  tinggi.
Gambar 1 : Bentuk Geoid Bumi

STUDI GEOID TELITI BAGI WILAYAH INDONESIA

Geoid memiliki peran yang penting dalam berbagai hal seperti untuk keperluan aplikasi
geodesi, oseanografi, dan geofisika. Contoh untuk bidang ilmu geodesi yaitu penggunaan
teknologi GPS dalam penentuan tinggi orthometrik untuk berbagai keperluan praktis seperti
rekayasa, survei, dan pemetaan membutuhkan infomasi  geoid teliti. Hal Ini disebabkan
karena tinggi GPS adalah bersifat geometrik karena mengacu pada bidang matematis
ellipsoid, sedangkan tinggi yang diperlukan untuk keperluan praktis adalah tinggi yang
mempunyai arti fisik di permukaan bumi yaitu tinggi orthometrik di mana bidang acuannya
adalah geoid (bidang equipotensial yang identik dengan permukaan laut rata-rata tanpa
gangguan). Beda tinggi antara ellipsoid dan tinggi geoid sangatlah bervariasi dan besarnya
bisa mencapai puluhan meter, sehingga pemakaian langsung tinggi GPS (tinggi ellipsoid) itu
menyebabkan penyimpangan puluhan meter terhadap tinggi orthometrik. Kesimpulannya
penggunaan teknik GPS di Indonesia dalam penentuan tinggi orthometrik untuk berbagai
keperluan praktis seperti rekayasa, survei, dan pemetaan seperti disebut di atas mengalami
kendala karena hingga saat ini belum ada geoid teliti di wilayah negara kita.
Selain berfungsi untuk penentuan tinggi ortometrik, geoid juga diperlukan dalam penentuan
datum geodetik di Indonesia. Seperti diketahui, Indonesia yang terdiri dari kepulauan, dimana
tiap-tiap pulau jaraknya cukup jauh bagi pengukuran-pengukuran geodesi secara terestris dan
konvensional, menyebabkan jarring kontrol geodesi masih belum bersambungan dan dihitung
pada permukaan ellipsoida yang berbeda-beda, dan karena informasi geoid terhadap ellipsoid-
elipsoid tersebut belum diketahui, maka dianggap permukaan geoid adalah permukaan
ellipsoid. Jadi data-data pada permukaan geoid (air laut rata-rata) digunakan langsung untuk
keperluan hitungan pada permukaan ellipsoid (development method), dengan titik awal
hitungan yang berbeda-beda, yang satu dengan yang lainnya belum diketahui hubungannya.
Karena hitung-hitungan geodesi dilakukan dengan menggunakan data-data pada geoid (air
laut rata-rata), maka hasil hitungan yang dilakukan pada permukaan ellipsoid belumlah
merupakan hasil akhir. Dengan diketahuinya informasi geoid di daerah Indonesia terhadap
permukaan ellipsoid (bidang hitung) yang digunakan, maka penyelesaian (finalisasi) hitungan
jaringan kontrol geodesi dalam suatu sistem geodesi tunggal di Indonesia (the Indonesian
Unified Geodetic System), akan menjadi kenyataan. [Kahar, 1978].

3.    Elipsoid Bumi

Ellipsoid : Suatu pendekatan model bumi ( Berbentuk elips ) dimana parameternya ditentukan
dari setengah sumbu panjang ( a ) , stengah sumbu pendek ( b ) dan nilai penggepengan ( 1/f )
Contoh : Bessel 1841,GRS 67, WGS 72 , WGS 84.

Datum : Ellipsoid yang memiliki beberapa parameter orientasi , 3 parameter ( Translasi)


ataupun 7 parameter ( Translasi, rotasi, skala ). Setiap datum biasanya memiliki 1 lokasi
acuan yang dianggap memiliki Undulasi geoid = 0
Bentuk geoid yang tidak beraturan tidak memungkinkan kita untuk melakukan perhitungan
matematis. Karena itu, sebagai representasi matematis dari bentuk fisik Bumi, digunakanlah
ellipsoid. Ellipsoid adalah ellips yang diputar pada sumbu pendeknya. Perbedaan antara geoid
dan ellipsoid tidak lebih dari 200 m.
Sesuai dengan teori Newton, bahwa gaya sentrifugal menyebabkan Bumi mengalamai
pemampatan, jari-jari kutub pada ellipsoid lebih pendek daripada jari-jari ekuatornya.
Pemampatan ini dinyatakan dengan:
f = (a-b)/a
dengan a adalah sumbu panjang ellipsoid, b adalah sumbu pendek ellipsoid, dan f adalah
pegepengannya. Ellipsoid yang mempunyai ukuran dan bentuk tertentu untuk hitungan
geodesi dan sebagai permukaan rujukan dinamakan ellipsoid referensi. Ada banyak sekali
ellipsoid referensi, mulai dari Airy, Bessel, hingga WGS 84. Yang paling umum digunakan
adalah WGS 84 (World Geodetic System 1984). Meski pada pengukuran terestris digunakan
geoid sebagai referensi tinggi, tapi satelit posisi (seperti GNSS, VLBI, SLR) menggunakan
ellipsoid sebagai referensinya. Tinggi dari permukaan ellipsoid disebut tinggi geodetik.
Perbedaan tinggi dari geoid dengan tinggi dari ellipsoid disebut undulasi geoid. Jika H adalah
tinggi ortometrik, h adalah tinggi geodetik, dan N adalah undulasi geoid, maka:
Gambar 2 : Perhitungan Geoid dan Elipsoid

4.    Proyeksi Peta

1.                Proyeksi peta menurut jenis bidang proyeksi dibedakan :


a.    Proyeksi bidang datar / Azimuthal / Zenithal
Proyeksi Zenithal (Azimuthal), adalah proyeksi yang menggunakan bidang datar
sebagai bidang proyeksinya. Proyeksi ini menyinggung bola bumi dan berpusat pada
satu titik. Proyeksi ini menggambarkan daerah kutub dengan menempatkan titik kutub
pada titik pusat proyeksi. Proyeksi Azimuthal dibedakan 3 macam, yaitu:
a.    Proyeksi Azimut Normal yaitu bidang proyeksinya menyinggung kutub.
b.    Proyeksi Azimut Transversal yaitu bidang proyeksinya tegak lurus dengan ekuator.
c.    Proyeksi Azimut Oblique yaitu bidang proyeksinya menyinggung salah satu tempat
antara kutub dan ekuator.

b.    Proyeksi Kerucut


Proyeksi Kerucut yaitu pemindahan garis-garis meridian dan paralel dari suatu globe
ke sebuah kerucut. Untuk proyeksi normalnya cocok untuk memproyeksikan daerah
lintang tengah (miring). Proyeksi ini memiliki paralel melingkar dengan meridian
berbentuk jari-jari. Paralel berwujud garis lingkaran sedangkan bujur berupa jari-jari.
Proyeksi kerucut diperoleh dengan memproyeksikan globe pada kerucut yang
menyinggung atau memotong globe kemudian di buka, sehingga bentangnya
ditentukan oleh sudut puncaknya. Proyeksi ini paling tepat untuk menggambar daerah
daerah di lintang 45°. Proyeksi kerucut dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
-       Proyeksi kerucut normal atau standar
Jika garis singgung bidang kerucut pada bola bumi terletak pada suatu paralel
(Paralel Standar).
-       Proyeksi Kerucut Transversal
Jika kedudukan sumbu kerucut terhadap sumbu bumi tegak lurus.
-       Proyeksi Kerucut Oblique (Miring)
Jika sumbu kerucut terhadap sumbu bumi terbentuk miring.

c.    Proyeksi Silinder


Proyeksi Silinder adalah suatu proyeksi permukaan bola bumi yang bidang
proyeksinya berbentuk silinder dan menyinggung bola bumi. Apabila pada proyeksi
ini bidang silinder menyinggung khatulistiwa, maka semua garis paralel merupakan
garis horizontal dan semua garis meridian merupakan garis lurus vertikal. Penggunaan
proyeksi silinder mempunyai beberapa keuntungan yaitu:
-       Dapat menggambarkan daerah yang luas.
-       Dapat menggambarkan daerah sekitar khatulistiwa.
-       Daerah kutub yang berupa titik digambarkan seperti garis lurus.
-       Makin mendekati kutub, makin luas wilayahnya.
Jadi keuntungan proyeksi ini yaitu cocok untuk menggambarkan daerah ekuator,
karena ke arah kutub terjadi pemekaran garis lintang.

2.      Menurut Kedudukan Bidang Proyeksi

Proyeksi peta menurut kedudukan bidang proyeksi dibedakan :


a.    Proyeksi normal
b.    Proyeksi miring
c.    Proyeksi transversal

3.      Menurut Jenis Unsur Yang Bebas (Distorsi)

Proyeksi peta menurut jenis unsur yang bebas distorsi dibedakan :


a.    Proyeksi conform, merupakan jenis proyeksi yang mempertahankan besarnya sudut
b.    Proyeksi equidistant, merupakan jenis proyeksi yang mempertahankan besarnya
panjang jarak
c.    Proyeksi equivalent, merupakan jenis proyeksi yang mempertahankan besarnya luas
suatu daerah pada bidang lengkung

4.      Menurut Modifikasi

Proyeksi peta menurut modifikasi (gubahan) dibedakan :

a.    Proyeksi Bonne (Equal Area)


Sifat-sifatnya sama luas. Sudut dan jarak benar pada meridian tengah dan pada paralel
standar. Semakin jauh dari meridian tengah, bentuk menjadi sangat terganggu. Baik
untuk menggambarkan Asia yang letaknya di sekitar khatulistiwa.

b.    Proyeksi Sinusoidal


Pada proyeksi ini menghasilkan sudut dan jarak sesuai pada meridian tengah dan
daerah khatulistiwa sama luas. Jarak antara meridian sesuai, begitu pula jarak antar
paralel. Baik untuk menggambar daerah-daerah yang kecil dimana saja. Juga untuk
daerah-daerah yang luas yang letaknya jauh dari khatulistiwa. Proyeksi ini sering
dipakai untuk Amerika Selatan, Australia dan Afrika.
c.    Proyeksi Mercator
Proyeksi Mercator merupakan proyeksi silinder normal konform, dimana seluruh
muka bumi dilukiskan pada bidang silinder yang sumbunya berimpit dengan bola
bumi, kemudian silindernya dibuka menjadi bidang datar. Sifat-sifat proyeksi
Mercator yaitu:
-       Hasil proyeksi adalah baik dan betul untuk daerah dekat ekuator, tetapi distorsi
makin membesar bila makin dekat dengan kutub.
-       Interval jarak antara meridian adalah sama dan pada ekuator pembagian vertikal
benar menurut skala.
-       Interval jarak antara paralel tidak sama, makin menjauh dari ekuator, interval jarak
makin membesar.
-       Proyeksinya adalah konform.
-       Kutub-kutub tidak dapat digambarkan karena terletak di posisi tak terhingga.
-        
d.   Proyeksi Mollweide
Pada proyeksi ini sama luas untuk berubah di pinggir peta.

e.    Proyeksi Gall


Sifatnya sama luas, bentuk sangat berbeda pada lintang-lintang yang mendekati kutub.

f.     Proyeksi Homolografik (Goode)


Sifatnya sama luas. Merupakan usaha untuk membetulkan kesalahan yang terjadi pada
proyeksi Mollweide. Baik untuk menggambarkan penyebaran.

5.    SKALA
Skala merupakan perbandingan jarak, bentuk, dan ukuran yang tergambar di peta dengan
keadaan sesungguhnya di lapangan. Skala dapat dinyatakan dalam bentuk numerik (angka),
skala grafik (tongkat), dan skala verbal.
a.                Skala Numerik ( Angka )
Skala numerik atau angka adalah skala peta yang menggunakan angka atau bilangan pecahan
sebagai pembanding jarak. Skala ini dapat berupa perbandingan cm maupun inchi berbanding
mil. Di bawah ini, rumus standar yang digunakan dalam perhitungan skala numerik.
JS = JPxS

Di mana
JS adalah jarak sebenarnya
JP adalah jarak pada peta
S adalah skala

Pada skala angka yang menggunakan satuan cm maka cara perhitungannya adalah sebagai
berikut.

Contoh
Skala 1: 50.000
Berarti
1 cm di peta = 50.000 cm pada jarak sebenarnya
= 500 m
= 0,5 km

Jadi 1 cm di peta sama dengan 0,5 km pada jarak sebenarnya. Untuk menghitung jarak
sebenarnya dari jarak yang ada di peta, digunakan rumus di atas.

Contoh
Diketahui jarak Kota A ke Kota B pada peta dengan skala 1: 50.000 adalah 5,5 cm. Berapakah
jarak Kota A ke Kota B sebenarnya?

Jawab
JS = JP x S
= 5,5 x 50.000
= 275.000 cm = 2750 m = 2,75 km
Jadi jarak sebenarnya Kota A ke Kota B adalah 2,75 km.

Sedangkan pada peta yang menggunakan skala inchi berbanding mil maka cara perhitungannya
adalah dengan mengkonversi satuan mil satuan inchi terlebih dahulu, dengan ketentuan 1 mil =
63.360 inchi.
Contoh
Skala 1 inchi: 4 mil
Berarti
1 inchi pada peta = 4 mil pada jarak sebenarya
= 4 x 63.360
= 253.440 inchi pada jarak sebenarnya.

Jadi 1 inchi di peta sama dengan 253.440 inchi pada jarak sebenarnya.
Untuk menghitung jarak sebenarnya dari jarak yang ada di peta, digunakan kembali rumus di
atas.

Contoh
Pada peta skala 1 inchi: 4 mil diketahui jarak Kota C ke Kota D adalah
6 inchi. Berapakah jarak sebenarnya?

Jawab
JS = JP x S
= 6 x (4 x 63.360)
= 6 x 253.440
= 1.520.640 inchi

Jadi jarak sebenarya Kota C ke Kota D adalah 1.520.640 inchi atau apabila dikembalikan ke
satuan mil (dibagi 63.360) menjadi 24 mil.
Bagaimanakah jika kita berniat untuk mengubahnya ke dalam satuan km?
Cobalah menghitungnya dengan patokan 1 inchi = 2,54 cm dan 1 mil = 1,60934 km.
b.      Skala Grafik ( Tongkat )
Skala grafik adalah jenis skala peta yang menggunakan bentuk ruas garis bilangan sebagai
pembanding jarak.

Contoh
Arti dari skala grafik di atas ialah setiap 1 cm di peta sama dengan 10 km pada jarak sebenarnya.
Apabila skala grafik di atas diubah menjadi skala angka maka didapatkan skala 1: 1.000.000.

Gambar 3 : 

c.       Skala Verbal


Skala verbal adalah skala peta yang dinyatakan dalam bentuk kalimat.
Contoh :

-       Satu cm berbanding 50 km. Artinya, 1 cm di peta sama dengan 50 km pada jarak
sebenarnya.
-       Satu inci berbanding 10 mil. Artinya, 1 cm di peta sama dengan 10 mil pada jarak
sebenarnya.

Anda mungkin juga menyukai