Anda di halaman 1dari 3

jenis pelatihan masyarakat

Pelatihan merupakan bagian tak terpisahkan dari seluruh rangkaian kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan. Pada setiap
tahapan pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan akan terjadi proses transfer pengetahuan dan ketrampilan antar
pelaku program dan masyarakat, sehingga terjadi proses pembelajaran. Pendekatan pelatihan dalam PNPM Mandiri
Perdesaan menggunakan pola pembelajaran andragogi (pembelajaran orang dewasa) dengan metode yang
partisipatif. Untuk meningkatkan kualitas pelaku PNPM Mandiri Perdesaan, ada dua jenis strategi pelatihan yang
akan digunakan yaitu:
 
 
1.   Pelatihan Pra Tugas

Para pelaku PNPM Mandiri Perdesaan di masyarakat seperti : KPM-D/K, Tim Pengelola Kegiatan, Tim Penulis
Usulan, Pendamping Lokal, Tim Verifikasi, dan Unit Pengelola Kegiatan sebelum menjalankan tugasnya akan
mendapat pelatihan terlebih dahulu. Pelatihan kepada mereka ini lebih banyak akan dipandu dan diberikan oleh
Fasilitator Kecamatan dan Fasilitator Kabupaten. Dengan demikian Fasilitator Kecamatan dan Fasilitator Kabupaten
harus mempunyai kompetensi atau pengetahuan dan ketrampilan sebagai seorang pelatih.
 
 
2.   Pelatihan Lanjutan

Sebagai bentuk pendampingan dan dukungan teknis di lapangan, Fasilitator dan Konsultan perlu memberikan
tambahan pengetahuan dan ketrampilan serta pengembangannya kepada pelaku PNPM Mandiri Perdesaan di
masyarakat. Tambahan pengetahuan dan ketrampilan ini dapat diberikan melalui pelatihan lanjutan dengan
menggunakan beberapa metode seperti dengan OJT (on-the-job- training), IST (in-service-training), kaji silang,
asistensi, focus group disscussion (FGD), pembimbingan individu untuk penanganan masalah, curah pendapat,
simulasi. Model Pelatihan Lanjutan diberikan kepda pelaku PNPM Mandiri Perdesaan sambil menjalankan tugas-
tugasnya. Pelatihan ini dilakukan secara rutin sesuai dengan kebutuhan dengan waktu dan materi yang sangat
bervariasi untuk setiap pelaku PNPM Mandiri Perdesaan. Dengan demikian dituntut bagi Fasilitator dan konsultan
dapat memperkirakan kebutuhan materi apa yang perlu disampaikan dalam pelatihan lanjutan kepada pelaku PNPM
Mandiri Perdesaan di masyarakat.
 
 
Metode Pelatihan Lanjutan

1.   In-Service Training (IST)


 
In-Service Training adalah pelatihan yang diselenggarakan pada seluruh kesempatan untuk melatih se-kelompok
peserta selama pelaksanaan tugas. Kesempatan utama terjadi pada setiap rapat bulanan. Bisa juga termasuk
kesempatan untuk memanggil seluruh orang untuk diberi sedikit pelajaran tambahan – misalnya cara mengisi format
evaluasi. Untuk In-Service Training, konsultan seharusnya menyiapkan rencana pelajaran seperti untuk pelatihan
resmi yang lain, tidak hanya sekedar bertanya “mau belajar apa?”  Semua aturan pelatihan berlaku : partisipasi
peserta, cara menggunakan pertanyaan, kualitas alat peraga, kualitas suara, kendala ruangan, kualitas bahan,
kesempatan praktek, pemberian umpan balik, sikap positif, pemberian contoh, dan lain-lain.
 
2.   On-the-Job-Training (OJT)

OJT dilaksanakan di tempat kerja, dan biasanya dilakukan untuk tim kecil atau untuk masyarakat setempat. OJT
dilakukan pada saat kunjungan kerja berdasarkan kebutuhan lokal, sehingga tidak selalu tahu OJT mana akan
diberikan.  Lebih sering OJT dilakukan apabila dinilai ada kegiatan yang belum dikerjakan dengan baik, misalnya
pemasangan batu pengunci untuk jalan Telford.
 
Process OJT cukup sederhana, terdiri dari empat langah:
a.  Siapkan orang yang mau dilatih (agar mau belajar)
b.  Sampaikan kegiatan (pelatih memberi contoh)
c.  Coba dilakukan sendiri oleh pekerja (sampai mampu)
d.  Tindak lanjut (umpan balik dan pembimbingan, bila perlu)
 
Tentu saja,  sebelum pelatihan dimulai pelatih telah memikirkan urutan pekerjaan, hal-hal yang harus diperhatikan,
dan cara mengukur keberhasilan.
 
3.   Studi Banding

Studi banding adalah proses berkunjung ke tempat lain untuk belajar dari hasil baik atau buruknya. Sebelum mulai
konstruksi jalan, sekelompok masyarakat pergi ke desa lain untuk melihat contoh jalan yang baik (atau yang jelek),
agar bisa dipertimbangkan dalam pekerjaan mereka. Studi banding bisa digunakan untuk hal yang teknis maupun
yang nonteknis. Bisa digunakan untuk hal-hal obyektif maupun yang subyektif (misalnya datang ke desa yang sangat
bersemangat masalah pemeliharaan). Fasilitator yang merencanakan studi banding harus menyiapkan pula
pertanyaan yang akan memaksimalkan pelajaran. Studi banding tidak hanya berjalan-jalan, akan tetapi harus sangat
jelas apa keistimewaan tempat yang dikunjungi.
 
4.   Kaji Silang (Cross-Visit)

Fasilitator dapat menyusun acara kaji silang untuk memperkaya pengalaman kelompok yang
dipendampingan/fasilitasi. Pada acara kaji silang, sejumlah orang dapat mengunjungi lokasi lain untuk mempelajari
hasil kelompok lain. Beda dengan Studi Banding biasa, pada acara Kaji Silang kelompok pengunjung sekaligus
menilai kualitas pekerjaan kelompok yang dikunjungi dan memberi umpan balik kepada mereka. Pada lain
kesempatan, kelompok yang dikunjungi menjadi kelompok pengunjung dan dapat menilai dan memberi umpan balik
kepada kelompok lain. Tujuan tidak hanya mendapat penilaian dan umpan balik, tetapi juga menambah pengalaman
sebagai seorang pemeriksa. Diharapkan pengalaman ini dapat membantu mereka menilai pekerjaan sendiri.
 
5.   Pembimbingan Individu untuk Mengatasi Masalah

Pembimbingan dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang timbul di lapangan, terutama pada orang lapangan
yang belum dapat melakukan suatu tugas semestinya.
Melakukan pemberian umpan balik, termasuk penjelasan mengapa kegiatan ini diperlukan, dan permintaan untuk
memperbaiki kinerja.
Memberi umpan balik netral Plus, termasuk bertanya mengapa kurang baik, meminta perubahan spesifik, dan
menyatakan bahwa kita siap membantu.
Bila hasil belum memuaskan, kita melakukan analisis pembimbingan, yaitu mencari faktor yang mungkin
menyebabkan prestasi rendah. Ada 16 jenis faktor yang perlu dipikirkan sendiri, termasuk Rewards & Punishment,
faktor luar, kompetensi, dan kepentingan kegiatan dalam pandangan orang yang bersangkutan.  Faktor bisa
diperbaiki, atau perlu melakukan langkah berikutnya.
Mengadakan pertemuan Pembahasan Pembimbingan berempat mata, untuk menyepakati adanya masalah,
identifikasi alternatif solusi, dan menyepakati Action Plan.  Melakukan Action Plan menjadi tanggung jawab orang
yang mempunyai masalah.  Hasil selalu diamati.
 
6.   Pembimbingan Individu untuk Menyampaikan Ilmu Baru

Pada saat tertentu, fasilitator harus mengalihkan informasi kepada individu.  Hal ini mungkin terjadi di lapangan,
mungkin di kantornya, mungkin di kantor, atau mungkin di tempat lain.
a.  Fasilitator membantu peserta mencari motivasi, tahu kepentingan materi bagi diri sendiri
b.  Fasilitator memberi kesempatan kepada peserta untuk berpikir sendiri, tidak harus semua informasi disampaikan
Fasilitator
c.  Fasilitator membantu peserta berantisipasi, memikirkan masalah yang mungkin bisa timbul
d.  Fasilitator memberi umpan balik terhadap kinerja, tanpa timbul efek negatif
e.  Fasilitator menghindari pemikiran yang negatif, termasuk pemikiran peserta
f.   Fasilitator menjaga status peserta di depan masyarakat atau temannya
g.  Fasilitator memperhatikan ketepatan waktu dan lamanya pembimbingan; jangan dipaksakan terlalu panjang atau
memaksakan peserta terlambat pulang.
h.  Fasilitator membangkitkan motivasi mereka sebagai pembimbing, karena ada banyak ilmu yang harus dialihkan
kepada masyarakat.
i.   Fasilitator menjadi contoh baik bagi mereka.
 
7.   Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion)

Focus Group Discussion adalah pembahasan kelompok yang dibatasi topiknya, agar topik tersebut menjadi sasaran
tunggal pembahasannya.  Jumlah anggota bervariasi, tetapi dalam konteks Fasilitator, merupakan satu kelompok
besar – seperti seluruh Fasilitator Desa, seluruh BPD, seluruh tim pemantauan, dan sebagainya. Topik untuk dibahas
bisa ditentukan oleh fasilitator atau dalam kasus tertentu dapat diputuskan oleh kelompok sendiri.  Topik sebaiknya
merupakan topik yang ada banyak pendapat yang berbeda, sehingga diskusi Waktu yang disediakan harus cukup
lama, minimal satu jam misalnya, atau mungkin lebih. Siapa yang menjadi fasilitator pembicaraan harus mampu
menjaga kesempatan berpartisipasi agar diskusi tidak didominasi satu orang atau satu kelompok kecil.  Diskusi
sebaiknya ada kesimpulan dan rencana tindak lanjut, tetapi kesimpulan juga bisa “perlu informasi lebih banyak,
sehingga ada orang yang ditugaskan untuk mencari informasi tersebut.”  Hasil yang ada seharusnya tertulis dan
diumumkan secara transparan.*dj

Anda mungkin juga menyukai