diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Penginderaan Jauh Sistem Radar
Dosen pengampu:
Disusun oleh:
SaIG 5B
2022
A. Tujuan Pembelajaran
1) Mahasiswa mampu mengolah data SAR untuk gempa
2) Mahasiswa mampu mengolah data SAR untuk subsidence
B. Bahan Kajian Materi
InSAR yang merupakan salah satu metode dari SAR saat ini banyak digunakan untuk
pemetaan topografi daratan dan permukaan es, studi struktur geologi dan klasifikasi batuan,
studi gelombang dan arus laut, studi karakteristik dan pergerakan es, pengamatan deformasi,
dan gempa bumi.
Khusus untuk bidang deformasi, InSAR menjadi alternatif teknologi yang menjanjikan
dalam penelitian deformasi seperti penurunan tanah (land subsidence) dan penelitian gempa
bumi. Penggunaan InSAR dalam penelitian gempa bumi berkembang setelah terjadinya
gempa Landers di Amerika, yang terdokumentasikan serta terinformasikan deformasinya
dengan baik oleh citra InSAR.
Pengembangan dari metode InSAR yang memanfaatkan perbedaan fase antara dua
pasang citra SAR yang diambil pada waktu yang berbeda untuk pendeteksian dalam skala
sentimeter (Massonet, dkk., 1993) suatu deformasi relatif pada suatu daerah disebut
Differential Interferometric SAR atau DInSAR.
1) Differential Interferometry Synthetic Aperture Radar (DInSAR)
Differential Interferometry Synthetic Aperture Radar (DInSAR) adalah teknik
akuisisi dua citra SAR berpasangan kombinasi data citra kompleks pada posisi spasial
yang sama (differential SAR) atau posisinya sedikit berbeda (terrain height InSAR) pada
area sama dengan melakukan perkalian konjugasi berganda. Hasil akhir berupa model
elevasi digital (DEM) atau pergeseran suatu permukaan bumi. Teknik Penginderaan Jauh
dengan InSAR sering digunakan untuk pemantauan perubahan (deformasi) suatu area
sampai ketelitian orde sentimeter. Untuk mendapatkan orde ketelitian seperti itu perlu
adanya metode DInSAR (Differential Interferometry Synthetic Aperture Radar) yaitu
metode pengolahan data InSAR dilakukan dengan cara didiferensialkan. Pada metode ini
digunakan beberapa pasang interferogram sekaligus untuk mendeteksi perubahan
permukaan topografi dengan ketelitian yang sangat tinggi.
Secara umum, terdapat tiga jenis dari DinSAR yaitu two-pass differential SAR,
three-pass differential SAR four-pass differential SAR. DinSAR two-pass memiliki
prinsip akuisisi seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1. DinSAR two-pass
menggunakan pasangan citra interferometrik dan model permukaan digital (DEM). Di
antara dua citra SAR dengan tipe single look complex (SLC), salah satunya diperoleh
sebelum terjadinya pergeseran permukaan dan yang lainnya setelah terjadinya pergeseran
dengan DEM eksternal yang digunakan untuk dikonversi ke nilai fase yang terkait
(Sheng, dkk., 2009). Visualisasi yang dapat dilihat pada Gambar 1. mengilustrasikan di
mana P adalah titik pada permukaan dalam dua citra. Sensor memperoleh citra SAR
pertama (yang disebut sebagai citra master) pada waktu T1 dengan mengukur fase ΦM
dan kemudian memperoleh citra SAR kedua (citra slave) beberapa waktu kemudian pada
waktu T2 dengan mengukur fase ΦS. Dengan asumsi bahwa pergeseran permukaan
terjadi selama periode tertentu, titik P diasumsikan telah bergeser ke P1.
2) Koherensi
Rocca, et al (2014) menjelaskan bahwa area yang tertutup oleh vegetasi lebat
sehingga menunjukkan foreshortening atau layover akan menghasilkan nilai koherensi
mendekati nol, artinya tidak dapat digunakan untuk aplikasi InSAR. Koherensi yang baik
ditunjukkan dengan warna terang dan nilai mendekati 1. Monti Guarnieri, et al., (1992)
menghitung koherensi citra di area hutan menggunakan citra ERS-1, hasilnya
menunjukkan sebagian besar tampak hitam/ gelap, ini yang menunjukkan rendahnya
koherensi. Efek ini terjadi karena rendahnya daya penetrasi gelombang C ketika melalui
area tutupan kanopi/ vegetasi sehingga menimbulkan variasi posisi daun dan batang dan
terjadi perubahan sinyal balik (scatterer), secara teori ini dapat meniadakan koherensi;
begitu juga jika melewati badan air maka koherensi akan menjadi hilang. Menurut Prati,
et al., (1994), hilangnya koherensi secara tiba-tiba juga terjadi akibat adanya kegiatan
pembajakan dan masa panen di area perkebunan. Koherensi antara citra master dan slave
dapat menunjukkan keduanya memiliki tingkat kesamaaan, dengan demikian ini baik
digunakan dalam pembuatan DEM. Sedangkan lemahnya koherensi akan menghasilkan
interferogram yang kurang baik. Lemahnya koherensi ini dapat diakibatkan oleh 4 faktor
yaitu temporal (selisih waktu antara dua pengamatan), geometrik (kesalahan orbit),
volumetric (vegetasi), dan rocessing. Faktor yang tidak dapat dihindari adalah faktor
temporal dan volumetric, piksel yang memiliki dekorelasi temporal akibat perubahan
vegetasi (low coherence) akan disisihkan dari analisa (Tong & Schimdt, 2016).
3) Phase Unwrapping
Kontribusi nilai fase akibat topografi dan deformasi yang terkandung pada
interferogram dapat diketahui setelah diproses melalui tahap phase unwrapping.
GMTSAR menyediakan program SNAPHU (Statistical-Cost, Network Flow Algorithm
for Phase Unwrapping) berdasarkan statistical cost network-flow algorithm, program ini
dikembangkan oleh Chen & Zebker (2000). Phase unwrapping merupakan tahap
perhitungan perubahan nilai fase pada interferogram dari satu titik ke titik selanjutnya dan
mengintegrasikan kedalam fase yang lebih halus. Jika permukaannya datar (phase jump
antara tiap titik akan kecil), maka proses unwrapping akan lebih mudah. Ini sulit
dilakukan di permukaan topografinya bervariasi, karena itu sebaiknya phase jump dari
titik ke titik tidak lebih dari ½ cycle (1 cycle = 2π rad). Gdeisat & Lilley (2018)
memberikan penjelasan mengenai ‘1D Phase Unwrapping Problem’ dalam Gambar 2.
Berdasarkan Gambar 2-a dapat diketahui bahwa pada umumnya nilai fase amplitudo
memiliki nilai fase kontinyu dengan rentang –π sampai π. Pada kasus dimana nilai fase
sesungguhnya melebihi rentang –π sampai π, maka nilai ini masih menunjukkan wrapped
phase yang berada pada range –π sampai π. Namun pada kasus lain juga ditemukan nilai
wrapped phase yang mengandung loncatan mencapai 2π (2π jumps), lihat Gambar 2.b.
Lihat Gambar 3-a, ketika ditemukan 2π jumps pada suatu sinyal wrapped phase,
maka ini harus dihapuskan tujuannya untuk mengembalikan sinyal fase ke bentuk
kontinyu sehingga nilai fase dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Proses
penghapusan (Gambar 3-b,c,d) ini dinamakan dengan phase unwrapping. Ini akan
mengembalikan sinyal wrapped phase kedalam bentuk phase unwrapped yang bebas dari
2π jumps (Gambar 3-e).
3) Karena ada dua data yang diproses, pastikan ada dua perintah read dalam graph
tersebut
4) Jika diperhatikan dibawah graph builder ada urutan read, write, read. Hal ini tidaklah
tepat karena tidak sesuai dengan jalan alur pengolahan data citra. Sehingga perintah
write harus dihapus
5) Setelah dihapus, tambahkan perintah TOPSAR Split, pastikan perintah tersebut ada
dua
6) Setelah itu, tambahkan perintah orbit file, pastikan terdapat dua perintah
7) Selanjutnya adalah melakukan tahapan co registrasi, tapi dilakukan secara satu persatu,
yaitu dengan menambahkan back geocoding terlebih dahulu
12) Jika sudah selesai, silahkan simpan graph yang telah dibuat dan beri nama sebagai
InsSAR.
13) Silahkan tutup graph builder kemudian masukin citra yang telah di unduh.
14) Buka tools graph builder kemudian load graph yang telah dibuat
15) Pastikan kedua citra telah terbaca pada read pertama dan kedua. Fungsi pertama yaitu,
TOPSAR split, bertujuan untuk memotong citra agar lebih mudah diproses. Pada
praktikum ini akan digunakan wilayah teluk palu, sehingga dipilih IW2, polarisasi VV
dan burst sebagai berikut
16) Lakukan hal yang sama dengan citra kedua
17) Pada apply orbit file, back geocoding, enhance spectral density, interferogram, dan
TOPSAR Deburst tidak ada yang diubah
3) Jika diperhatikan, terdapat intensitas interferensi dari tampilan band phase, dalam
praktikum ini akan di cek untuk mengetahui inteferensi tersebut
5) Langkah selanjutnya adalah melakukan multilook. Tools ini berada di tools SAR
utilities
6) Pada source productnya, pilih file hasil DInsar, dan silahkan sesuaikan nama agar
mudah diingat
9) File yang digunakan dalam proses ini adalah file hasil multilooking
2) Pada source product pastikan telah memilih file yang telah dilakukan proses goldstien
phase filtering, kemudian pilih folder penyimpanan yang dikehendaki
3) Berikut adalah hasil unwrapped phase citra radar
4) Tahapan selanjutnya, adalah melakukan download aplikasi snaphu, pada situs berikut
https://step.esa.int/main/snap-supported-plugins/snaphu
5) Setelah di unduh dan di ekstrak, tampilan dari aplikasi tersebut adalah seperti berikut
6) Copy file hasil unwrapped yang ada pada Langkah 3, ke folder bin yang ada di aplikasi
SNAPHU
7) Kemudian ketik ‘cmd’ pada kolom direktori folder bin, kemudian tekan enter
10) Copy nama berikut kemudian paste di window cmd, seperti berikut, kemudian enter
11) Berikut adalah tampilan proses yang telah selesai
12) File yang dihasilkan dari proses unwrapping ini berupa file dengan ekstensi hdr dan
img
13) Tahapan selanjutnya adalah melakukan impor hasil dari unwrapping tersebut. Hal ini
dilakukan dengan tools snaphu import
14) Pada windows 1 read phase, pilih data hasil goldstein filtering
15) Pada windows 2 unwrapped phase, pilih hasil unwrapping citra dengan ekstensi hdr
18) Karena tampilan belum jelas, diperlukan perubahan data fase menjadi data
displacement, menggunakan tools berikut
19) Pastikan data yang digunakan adalah data unwrapped dan kemudian klik run
Berikut hasilnya
20) langkah selanjutnya adalah melakukan koreksi geometrik dengan menggunakan range
doppler terrain correction
23) Untuk mengetahui nilai dari deformasi lahan, dapat digunakan pixel info yang berada
disamping product explorer
D. Pembahasan
Pada praktikum Penginderaan Jauh Sistem Radar kali ini membahas pemanfaatan
radar dalam bidang land subsidience dan gempa. Dalam praktikum ini menggunakan data
citra sentinel 1A serta citra Baseline yang didownload dari platform Alaska Satelite Facility
(https://search.asf.alaska.edu/). Selanjutnya untuk pengolahannya sendiri menggunakan
software SNAP. Salah satu hal baru yang dipelajari pada software SNAP kali ini adalah
penggunaan Graph Builder. Tools tersebut sangat membantu user dalam menyusun dan
melakukan prosesin citra Radar sesuai dengan alur pemrosesan yang diinginkan. Hal
tersebut tentu dapat memberikan efektivitas waktu dalam melakukan pengolahan citra
Radar.
Dari pengolahan Differential Interferometry Synthetic Aperture Radar (DInSAR)
yaitu menghasilkan hasil sebagai berikut:
Dari teknik akusisi dua citra SAR yaitu DInSAR ini menghasilkan tekstur yang
sedikit kasar dari citra yang telah diolah. Hal ini sama dengan penjelasannya bahwa hasil
akhir dari teknik DInSAR ini berupa model elevasi digital (DEM) atau pergeseran suatu
permukaan bumi.
Lalu untuk proses Phase Unwrapping ini menghasilkan citra dengan tekstur yang
sedikit kasar akan tetapi tekstur ini tidak terlalu terlihat karena adanya warna yang
dihasilkan dari citra tersebut. Hasilnya dari dilihat pada gambar dibawah ini:
Selanjutnya hasil akhir dari pengolahan ini berupa citra radar yang memiliki tekstur
cukup kasar. Warna yang dihasilkan pun berbeda dari sebelumnya yang mana citra tersebut
hanya memiliki warna kuning-hijau-biru. Dari hasil pengolahan ini dapat dilakukan
identifikasi penurunan permukaan tanah. Hasil identifikasi tersebut selanjutnya dapat
dilakukan pemetaan penurunan tanah dengan presisi tinggi yag dapat diperoleh dengan
menggunakan teknik satellite-based menggunakan SAR. Metode tersebut dikenal dengan
Differential Interferometry Synthetic Aperture Radar (DInSAR).
E. Rangkuman
InSAR menjadi alternatif khusus untuk bidang deformasi, teknologi yang menjanjikan
dalam penelitian deformasi seperti penurunan tanah (land subsidence) dan penelitian gempa
bumi. Penggunaan InSAR dalam penelitian gempa bumi berkembang setelah terjadinya
gempa Landers di Amerika, yang terdokumentasikan serta terinformasika deformasinya
dengan baik oleh citra InSAR.
F. Daftar Pustaka
Darmawan, I., Yassar, M. F., Kandi, A. A., & Yogi, I. B. S. (2019). APLIKASI CITRA SAR
UNTUK PEMETAAN DEFORMASI AKIBAT GEMPA BUMI DENGAN
METODE DINSAR.
Sheng, Y., Wang, Y., Ge, L. dan Rizos, C. 2009. Differential Radar Interferometry and Its
Application in Monitoring Underground Coal Mining-Induced Subsidence. Gsem
2009, (1989),227-232.
Tong, X. & Schimdt, D., 2016. Active Movement of The Cascade Landslide Complex in
Washington from A Coherence-based InSAR Time Series Method. Remote Sensing
of En ironment, Volume 186, pp. 405-415
Yulyta, S. A. (2018). Aplikasi metode SBAS-DInSAR menggunakan data Sentinel-1A untuk
pengamatan penurunan muka tanah di kota Surabaya (Doctoral dissertation, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember).