Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN AKHIR

METODE SEISMIK TG3105

MODUL KE – 06
PENGOLAHAN DATA SEISMIK REFLEKSI BAGIAN 2: PREPROCESSING
(SIMPLIFIED)
Oleh:
Rizka Elmi Karima 120120095

Asisten :
Anthonia Melba Putri 119120005
Dinda Selta Ewani Buulolo 119120019
Mu’amar Hafiz 119120084
Kiki Harfianza 119120111
Andika Bornardo Sipahutar 119120122
Ahmad Maulana Sidik 119120133
Anugrah Mario Tamba 119120161
Muhammad Luthfi 119120167

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2022
I. Tujuan Praktikum
a. Memahami dan melaksanakan proses analisis kecepatan pada main processing
b. Memahami dan melaksanakan proses NMO pada main processing
c. Memahami dan melaksanakan proses Stacking kecepatan pada main processing
d. Memahami dan melaksanakan proses migration.

II. Dasar Teori


A. Metode Seismik Refraksi
Merupakan teknik umum yang digunakan dalam survei geofisika untuk menentukan
kedalaman batuan dasar, litologi batuan dasar (bed rock), sesar, dan kekerasan batuan.
Hal tersebut akan diketahui nilai kecepatan dan kedalaman lapisan berdasarkan
penghitungan waktu tempuh gelombang antara sumber getaran (source) dan penerima
(geophone). Gelombang yang melalui bidang batas akan memisahkan antar lapisan
berdasarkan dengan kecepatan rambat gelombang yang melalui suatu medium. Adapun
data yang terekam pada saat melakukan akusisi data yaitu waktu tiba gelombang yang
terekam pada masing-masing geophone. Dengan mengetahui waktu propagasi
gelombang bias dan gelombang pantul dari sumber ke geophone dan dengan
mengasumsikan bahwa setiap lapisan bersifat homogen dan isotropik maka laju
propagasi gelombang pada setiap lapisan dapat dihitung (untuk medium homogen
isotropik gerak suatu sistem dianggap beraturan). Bila bidang muka suatu gelombang
pada medium pertama bergerak menuju bidang batas antara medium pertama dan
medium kedua, maka sebagian dari energinya dipantulkan kembali ke medium pertama.
B. Pengolahan Data Seismik Refraksi
Pengolahan data seismik bertujuan untuk mengubah data seismik dari hasil
recording di lapangan menjadi suatu penampang seismik (stack) yang kemudian
dilakukan interpretasi dari penampang tersebut. Sedangkan tujuan pengolahan data
seismik adalah untuk menghasilkan penampang seismik dengan kualitas signal to noise
ratio (S/N) yang baik tanpa mengubah bentuk kenampakan-kenampakan
refleksi/pelapisan batuan bawah permukaan, sehingga dapat dilakukan interpretasi
keadaan dan bentuk dari struktur pelapisan bawah permukaan bumi seperti
kenyataannya (Yilmaz, 2001). Atau dapat dikatakan bahwa pengolahan data seismik
didefinisikan sebagai suatu tahapan u. Selain itu, urutan/tahapan dalam pengolahan data
seismik juga dipertimbangkan atas dasar kualitas data lapangan yang terekam, hingga
kemampuan/pengalaman orang yang mengerjakan, dan biaya. Secara prinsip, tahapan
dalam pengolahan data seismic dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1. Pre-processing/editing (conditioning data)
2. Main processing
3. Post processing
C. Pengolahan Pre-processing
Pre-processing langkah awal yang bertujuan untuk menyiapkan data yang akan
digunakan pada proses pengolahan data (processing). Pada tahap preprocessing data
hasil akuisisi masih mengandung noise yang merupakan gelombang langsung (direct
wave) dari tembakan airgun. Data yang masih mengandung noise ini akan diubah ke
dalam format demultiplex dan akan diedit untuk menghilangkan noise dengan
menggunakan dekonvolusi. Berikut adalah langkah – langkah dalam preprocessing :
1. Demultiplexing
Demultiplexing merupakan proses untuk mengatur kembali urutan data lapangan
berdasarkan channel (demultiplex) dari urutan perekaman yang masih dalam format
multiplex, yaitu data penggabungan hasil refleksi gelombang menurut deret waktu.
Data lapangan atau sample yang sudah di demultiplexing ini disebut dengan raw
data. Data seismik pada umumnya direkam dalam suatu pita magnetik dengan
beberapa format data. Pada perangkat lunak yang digunakan untuk memproses data
seismik, input data yang dipakai adalah dalam format SEG-D, akan tetapi data
tersebut juga dapat diubah dalam format SEG-Y.
2. Geometri
Geometri adalah proses pendefinisian letak shot point dan receiver point, sesuai
dengan letak yang sebenarnya dilapangan pada saat akuisisi ke dalam software
ProMAX 2D. Berikut adalah parameter geometri yang diperoleh pada saat observasi
geometri. Setelah parameter geometri diperoleh, tahap selanjutnya adalah
memasukan informasi geometri ke dalam software ProMAX 2D yaitu perintah 2D
Marine Geometri Spreadsheet.
3. Editing
Pada pengolahan data seismk multichannel, masih terdapat noise dalam data
seismik. Untuk menghilangkan noise dalam data seismik maka dilakukan proses
editing agar didapat data yang lebih baik sebelum dilakukan dekonvolusi yaitu
dengan autocorellation. Autocorellation merupakan proses untuk mengkoreksi
secara otomatis kemungkinan multiple yang ada pada rekaman data seismik.
Autocorellation ini dilakukan untuk mencari hubungan terhadap trace sendiri
(korelasi trace sendiri) yaitu dengan melakukan picking.
4. Dekonvolusi
Dekonvolusi adalah proses yang dilakukan dalam dekonvolusi suatu proses untuk
menghilangkan pengaruh dari wavelet sumber dari suatu trace seismik. Dengan
proses tersebut diperoleh deret pseudo refleksi yang berupa spike yang
menggambarkan amplitudonya adalah mengkompres wavelet seismik agar wavelet
sesmik yang terekam menjadi tajam dan tinggi kembali untuk meningkatkan
resolusi vertikal. Dekonvolusi juga dilakukan untuk mengurangi efek multiple
periode pendek yang mengganggu data seismik.
5. Stacking
Stacking merupakan proses penjumlahan trace seismik dalam satu gather data yang
bertujuan untuk meningkatkan S/N ratio. Setelah semua trace dilakukan koreksi-
koreksi, maka dalam format CDP gather setiap refleksinya menjadi horizontal, dan
apabila trace-trace yang telah menjadi horisontal tersebut dilakukan stacking dalam
tiap-tiap CDP maka akan mampu meningkatkan S/N ratio.
D. Filter F-K
Noise multiple perioda panjang bisa dihilangkan dengan berbagai metode seperti
filter F-K, Karhunen-Loeve (KL) transform dan Transformasi Radon (Saputra dan
Deni, 2006). Metode atenuasi noise dapat digunakan dengan filter F-K, yang
merupakan domain frekuensi dan domain bilangan gelombang. Karena noise yang
terekam juga memiliki frekuensi tertentu, maka dengan mengaplikasikan filter F-K
dapat dipilih (picking) frekuensi yang diharapkan sesuai dengan sinyal reflektor. Filter
F-K juga dapat meresolusi struktur dengan kemiringan yang curam, dan dapat
diperlakukan juga pada data dengan rasio signal to noise yang rendah atau dengan kata
lain data yang buruk. (Yilmaz, 2001).
E. True Amplitude Recovery
Penjalaran gelombang seismic sejatinya berasal dari sumber mengenai batas lapisan
(reflector) lalu diterima oleh penerima di permukaan dengan jarak tertentu. Proses ini
akan menyebabkan energy gelombang menjadi melemah. Pelemahan tersebut
disebabkan oleh faktor jarak/geometri (spherical divergence) dan proses penyerapan
tenaga oleh lapisan batuan yang dilewatinya. Energi tersebut akan berbanding lurus
dengan amplitude yang terekam oleh penerima (receiver). Sehingga, mengembalikan
energy yang hilang serupa dengan me-recovery amplitude yang lemah. Hal ini untuk
mendapatkan amplitude yang lebih representatif di daerah target. Amplitude recovery
dilakukan setelah melalui proses pengangkatan faktor penguat (amplifier). Proses
pengangkatan ini disebut dengan gain removal.
F. Velocity Analysis
Tujuan dari Velocity Analysis yaitu menghilangkan jeda waktu akibat terpisahnya
sumber (Gun) dan penerima (Streamer) di permukaan. Tahap ini dilakukan untuk
mengoreksi bagian kecepatan suara dengan memilih kecepatan suara yang sesuai agar
hasil stack yang dihasilkan maksimum.
G. Koreksi Normal Moveout
Koreksi normal moveout (NMO) diterapkan untuk mengkoreksi efek karena adanya
jarak offseti antara shot point dan penerima pada suatu trace yang berasal dari CDP
(Common Depth Point). Koreksi waktu tempuh akibat pengaruh jarak antara sumber
dan penerima gelombang seismik. Koreksi ini menghilangkan pengaruh offset sehingga
seolah oleh gelombang pantul datang dari arah vertikal (normal incident) (Dewi,
Hedriana, & Setyawan, 2016).
H. Stacking
Stacking merupakan metode yang digunakan untuk mengurangi masalah yang
disebabkan oleh rendahnya Signal to Noise Ratio. Proses stacking ini dapat
menghilangkan noise-noise yang masih ada karena penguatan sinyal tersebut. Selain
itu, dapat mempertinggi SNR karena sinyal yang kohern akan saling memperkuat dan
yang tidak kohern akan saling menghilangkan.
I. Migrasi
Migrasi data seismik merupakan suatu proses untuk memetakan suatu penampang
menjadi penampang yang lain dimana event-event seismik dikembalikan posisinya
pada tempat/lokasi dan waktu yang tepat (pada domain time ataupun domain depth).
Proses migrasi difraksi sering juga dianalogikan sebagai pendekatan statistik. Dalam
metoda ini datum yang akan diperoleh, akan mempunyai banyak kemungkinan.
Keuntungan utama dari migrasi difraksi ini adalah penampilan kemiringan curam yang
baik, sedangkan salah satu kerugiannya adalah kenampakan yang buruk jika data
seismik mempunyai rasio S/N yang rendah.
III. Langkah Pengerjaan
A. Langkah Kerja
Dalam pengerjaan modul 7 ini, kita melanjutkan software ProMAX dengan flow yang
digunakan adalah Trace Display, Velan, Stacking, dan Migration. Untuk pengerjaan
adalah sebagai berikut:
1. Buat flow baru “5. Velan01” dan masukkan beberapa subflow seperti: “2D
Supergather Formation*”, “Velocity Analysis Precompute”, “Disk Data
Output”, “----Add Flow Comment----”, “Disk Data Input”, “Velocity Analysis”,
“----Add Flow Comment----”, dan “Volume Viewer/Editor”.
2. Nonaktifkan selain 3 baris pertama (diatas “----Add Flow Comment----”
pertama). Pada subflow “2D Supergather Formation*” masukkan parameter
pada “Select dataset” berupa “4. Prepro”, pada “Maximum CDP FOL” sebesar
19, pada “Minimum center CDP number” sebesar 3, pada “Maximum center CDP
number” sebesar 108, pada “CDP increment” sebesar 10, dan pada “CDPs to
combine” sebesar 5. Sedangkan pada subflow “Velocicty Analysis Precompute”
masukkan parameter pada “Number of CDPs to sum into gather” sebesar 5, pada
“Absolute offset of first bin number” sebesar 50, pada “Bin size for vertically
summing offset” sebesar 100, pada “Maximum offset” sebesar 747.5, pada
“Minimum semblance analysis value” sebesar 1500, pada “Maximum semblance
analysis value” sebesar 5000, pada “Number of semblance calculations” sebesar
50, pada “Semblance velocity axis” menjadi “Equal Velocity”, pada “Semblance
sample rate” sebesar 20, pada “Semblance calculation window” sebesar 40, pada
“Number of stack velocity function” sebesar 11, pada “Number of CDPS per
stack” sebesar 5, pada “Guide minimun value” sebesar 500, pada “Guide
Maximum time value” sebesar 40000, dan pada “Maximum stretch percentage
for NMO” sebesar 30. Kemudian, pada subflow “Disk Data Output” buat variabel
baru “5. Supergather” di “Output Dataset Filename”. MB1 Execute dan tunggu
hingga proses selesai.
3. Nonaktifkan selain diantara kedua “----Add Flow Comment----”. Ubah informasi
parameter pada “Disk Data Input” pada “Select dataset” menjadi “5.
Supergather”, pada “Trace read option” menjadi “Sort”, pada “Select primary
trace header entry” menjadi “Supergather Bin Number”, dan pada “Select
secondary trace header entry” biarkan tetap. Kemudian pada subflow “Velocity
Analysis” ubah parameter pada “Table to store velocity picks” menjadi “1.
Velref”, pada “Guide minimun value” sebesar 1500, pada “Guide maximum time
value” sebesar 4000. Lalu MB1 Execute hingga muncul tampilan untuk picking
kecepatan. Aktifkan tampilan NMO dengan cara pilih menu Gather → Aktifkan
Apply NMO. Lakukan picking kecepatan secara global untuk menentukan tren
kecepatan pada data seismik. Setelah selesai File → Save Picks. Tutup jendela
tersebut.
4. Ubah informasi parameter pada subflow “Velocity Analyisis” pada “Table to store
velocity picks” menjadi “2. Velfix”, pada “Velocity guide function table name”
menjadi “1. Velref” dan pada “Maximum stretch percentage for NMO” sebesar
30. Sehingga picking sebelumnya akan menjadi pemandu (guider) untuk picking
yang lebih detail. MB1 Execute dan tunggu muncul tampilan yang serupa.
Lakukan picking kecepatan secata detail untuk menentukan kecepatan pada
setiap CDP di data seismik. Setelah selesai klik menu File → Save Picks. Tutup
jendela tersebut.
5. Nonaktifkan selaian subflow “Volume Viewer/Editor” lalu masukkan informasi
parameter pada “Input Volume Type” berupa “Stacking (RMS) Velocity” dan
pada “Select input volume” menjadi “1. Velref”. MB1 Execute hingga muncul
tampilan penampang kecepatan “1. Velref”. Lakukan hal serupa untuk “2.
Velfix”. Lihat perbedannya.
6. Buat flow baru “6. Stacking” dan masukkan beberapa subflow seperti : “Disk
Data Input”, “Normal Moveout Correction”, “Disk Data Output”, “----Add Flow
Comment----”, “Disk Data Input”, “CDP/Ensemble Stack”, dan “Disk Data
Output”.
7. Nonaktifkan selain 3 baris subflow pertama (diatas “----Add Flow Comment---”)
masukkan informasi parameter untuk “Disk Data Input” berupa pada “Select
dataset” menjadi “4. Prepro”, pada “Trace read option” menjadi “Sort”, pada
“Select primary trace header entry” menjadi “CDP Bin Number” pada “Select
secondary trace header entry” tetap. Pada subflow “Normal Moveout
Correction” pilih “Yes”, pada “Get velocities from the database?”, pilih “2.
Velfix” pada “SELECT Velocity parameter file”. Pada subflow “Disk Data
Output” buat variabel baru “6. NMObrute” di “Output Dataset Filename”. MB1
Execute dan tunggu hingga proses selesai.
8. Nonaktifkan selain 3 baris subflow terakhir (dibawah ----Add Flow Comment---)
lalu masukkan informasi parameter untuk “Disk Data Input” berupa pada “Select
dataset” menjadi “6. NMOstuck”, pada “Trace read option” menjadi “Sort”,
pada “Select primary trace header entry” menjadi “CDP Bin Number” pada
“Select secondary trace header entry” tetap. Pada subflow “CDP/Ensemble
Stack”, pilih “Yes” pada “Has NMO been applied?” dan pilih “No” pada “Apply
final datum statistics after stack?”. Pada subflow “Disk Data Output” buat
variabel baru “7. Brutestack” di “Output Dataset Filename”. MB1 Execute dan
tunggu hingga proses selesai.
9. Untuk proses migration, tambahan flow baru “7. Migration” dan tambahan
subflow berupa “Disk Data Input” “Kirchoff Time”, dan “Disk Data Output”.
Pada “Disk Data Input” masukkan pada “Select dataset” berupa “7. Brutestack”.
10. Pilih subflow “Kirchoff Time” dan masukkan data pada “CDP interval (feet or
meters) sebesar 12.5273, pada “Maximum frequency to migrate (in Hz)” sebesar
75, pada “Migration aperture (feet or meters)” sebesar 5000, pada “Maximum
dip to migrate” sebesar 50, dan pada “Select RMS vs time velocity file” menjadi
“2. Velfix”.
11. Pada “Disk Data Output” pada bagian “output dataset filename” diubah menjadi
“8. Migration”. Lakukan Execute hingga muncul completed normally.
12. Untuk menampilkan hasil migration dapat dilakukan dengan cara Kembali ke
flow “2. Trace Display” (sama seperti menampilkan data hasil stacking) Dalam
“Disk Data Input” pada bagian “select dataset” diubah menjadi “8. Migration”,
“Trace read option” diubah menjadi “Sort”, “Interactive Data Access?” diubah
menjadi No, “Select primary trace header entry” diubah menjadi “CDP bin
Number”. Kemudian Execute.
13. Untuk mengubah tampilan dapat dilakukan dengan cara pilih menu View →
Trace Display → pilih Variable density → pada colormap pilih Grayscale (atau
warna lain) → klik OK. Adapun untuk mengganti warna pada tampilan
penampang, pilih menu “View” → “Edit Colormap...” → muncul jendela “Color
Editor” pilih menu “File” → “Open” → pilih warna yang diinginkan (ex:
blue_white_red.rgb) → OK.
B. Diagram Alir
IV. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
1. Volume Viewer Velref

Gambar 1. Volume Viewer Velref

2. Volume Viewer Velfix

Gambar 2. Volume Viewer Velfix


3. Trace Display Stacking

Gambar 3. Trace Display Stacking

4. Trace Display Migration

Gambar 4. Trace Display Migration


B. Pembahasan
Pada praktikum model ini menggunakan tahapan main processing. Main
processing terdapat 3 proses yaitu velocity analysis, NMO & stacking, dan
migration. Velocity analysis digunakan untuk menentukan nilai kecepatan yang
nantinya akan digunakan untuk menghitung kedalaman dari reflektor bawah
permukaan dari data seismik yang direkam dalam domain waktu. NMO dilakukan
untuk mengoreksi efek karena adanya efek jarak offset antara shot point dan
receiver pada suatu trace yang berasal dari satu CDP (Common Depth Point).
NMO dilakukan untuk mengoreksi efek karena adanya efek jarak offset antara shot
point dan receiver pada suatu trace yang berasal dari satu CDP (Common Depth
Point). Stacking adalah proses penjumlahan trace- trace dalam satu gather data
yang bertujuan untuk mempertinggi sinyal to noise ratio karena sinyal yang
koheren akan saling memperkuat dan noise yang bersifat tidak koheren akan saling
menghilang. Migration adalah proses untuk memindahkan kedudukan reflektor
pada posisi dan waktu pantul yang sebenarnya berdasarkan lintasan gelombang
dikarenakan hasil penampang seismik belum mencerminkan kedudukan yang
sebenarnya.
Velocity analysis dilakukan dengan cara mem-picking dari atas kiri lalu
semakin kebawah akan semakin ke kanan. Picking bisa dilakukan dengan 3 kali
mem-picking atau 4 kali mem-picking. Picking dilakukan di bagian kiri kontur
dengan memperhatikan nilai velocity pada trace. Pada bagian kontur disarankan
untuk mem-picking di bagian yang berwarna merah. Hal ini dikarenakan warna
merah pada kontur memiliki nilai semblance yang maksimum. Dalam proses
mem-picking tidak diperbolehkan melakukan picking di kontur warna biru
dikarenakan memiliki nilai velocity yang rendah. Dari hasil pickingan tersebut
akan menghasilkan 4 warna yaitu merah, kuning, hijau, dan biru. Dari hasil volume
viewer didapatkan bahwa nilai velocity akan mempengaruhi sifat-sifat yang ada di
bawah permukaan. Warna merah dengan range waktu 800 – 1200 menunjukkan
nilai velocity yang tinggi, sedangkan warna biru dengan range waktu 200 – 500
menunjukkan nilai velocity yang rendah. Praktikum kali ini dilakukan pengolahan
data seismik pada tahap main processing. Data seismik yang telah dilakukan pre-
processing, maka dilakukan velocity analysis. Dilakukan 2x analisis kecepatan,
yaitu velref dan velfix. Pada viewer velref gambar 1 dan velfix gambar 2 dapat
dilihat sebaran warna, dengan skala warna dari biru-merah. Biru menunjukkan
nilai velocity yang rendah sedangkan warna merah maka nilai velocity akan
semakin besar. Jika dilihat dari hasil dari velref volume viewer masih terlihat tidak
begitu jelas/nyata penunjaman yang ada pada trace. Sedangkan pasa hasil volume
viewer velfix terlihat lebih jelas dan nyata penunjaman yang ada pada trace.
NMO dilakukan untuk mengoreksi efek karena adanya efek jarak offset
antara shot point dan receiver pada suatu trace yang berasal dari satu CDP
(Common Depth Point). Hasil yang didapatkan pada proses ini yaitu hasil lapisan
terlihat berantakan dikarenakan adanya data yang tidak sesuai atau terlihat agak
datar. NMO memiliki kurva t-x dengan mengubah bentuk hiperbola menjadi lurus
dengan memperkecil atau memperbesar kecepatan yang ada pada NMO. Stacking
bertujuan untuk mempertinggi sinyal to noise ratio karena sinyal yang koheren
akan saling memperkuat dan noise yang bersifat tidak koheren akan saling
menghilang.
Migration digunakan untuk memindahkan kedudukan reflektor pada posisi
dan waktu pantul yang sebenarnya berdasarkan lintasan gelombang dikarenakan
hasil penampang seismik belum mencerminkan kedudukan yang sebenarnya.
Hasil yang didapatkan dari proses ini yaitu terlihat lebih rapi dan jelas
dibandingkan dengan hasil NMO. Pada gambar yang didapatkan membentuk garis
miring dikarenakan data yang digunakan data miring.
Hasil penampang diatas menggunakan proses stacking pada gambar 3 dan
migration pada gambar 4. Proses stacking digunakan untuk meningkatkan rasio
signal terhadap noise sehingga sinyal yang koheren dan noise inkoheren akan
menghilang. Berdasarkan hasil dari trace display stacking masih terlihat kasar.
Sedangkan hasil trace display migration warna terlihat lebih smooth dan rata,
sehingga garis horizon atau garis kemenerusannya terlihat lebih jelas.

V. Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah dijabarkan diatas maka dapat diambil kesimpulan
bahwa:
1) Pada viewer velref gambar 1 dan velfix gambar 2 dapat dilihat sebaran warna, dengan
skala warna dari biru-merah. Biru menunjukkan nilai velocity yang rendah sedangkan
warna merah maka nilai velocity akan semakin besar.
2) NMO dilakukan untuk mengoreksi efek karena adanya efek jarak offset antara shot
point dan receiver pada suatu trace yang berasal dari satu CDP (Common Depth
Point).
3) Stacking bertujuan untuk mempertinggi sinyal to noise ratio karena sinyal yang
koheren akan saling memperkuat dan noise yang bersifat tidak koheren akan saling
menghilang.
4) Migration digunakan untuk memindahkan kedudukan reflektor pada posisi dan waktu
pantul yang sebenarnya berdasarkan lintasan gelombang dikarenakan hasil
penampang seismik belum mencerminkan kedudukan yang sebenarnya. hasil trace
display migration warna terlihat lebih smooth dan rata, sehingga garis horizon atau
garis kemenerusannya terlihat lebih jelas.

VI. Daftar pustaka


Bagus, Raden. 2017. Pengolahan Data Seismik Pada Daerah Batuan Vulkanik. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Hudha, S.N. 2014. Penentuan Struktur Bawah Permukaan Dengan Menggunakan Metode
Seismik Refraksi Di Lapangan Panas Bumi Diwak dan Derekan, Kecematan
Bergas, Kabupaten Semarang. Politeknik Negeri Semarang, Semarang.
Jusri, T.A. 2005. Panduan Pengolahan Data Seismik Menggunakan ProMAX. Bandung:
Laboratorium Seismik Program Studi Geofisika ITB.
Nurcanda, Naif.2013. Penentuan Tingkat Kekerasan Batuan Menggunakan Metode
Seismik Refraksi Batuan Menggunakan Metode Seismik Refraksi DI JatiKuwung
KarangAnyar. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Priyono, A. 2005. Metoda Seismik I. Bandung : Diktat Kuliah pada Program Studi
Geofisika FIKTM ITB.
Saputra dan Deni. 2006. Atenuasi Multipel pada Data Seismik Laut dengan Menggunakan
Metoda Predictive Deconvolution dan Radon Velocity Filter.

Anda mungkin juga menyukai