Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam membangun utilitas bawah permukaan seperti pipa air atau kabel
yang biasanya ditanam di dalam tanah biasanya memiliki kendala umum yaitu
tidak diketahuinya keadaan atau lokasi bawah tanah tempat ditanamnya utilitas
tersebut. Tidak jarang pada saat akan dilakukan pemasangan utilitas terdapat
utilitas sebelumnya sehingga mengganggu pemasangan ,hal ini dikarenakan
kurangnya informasi atau data mengenai utilitas-utilitas bawah tanah sebelumnya.
Atau pada saat pendeteksi kerusakan utilitas bawah permukaan tersebut seperti
kebocoran pipa atau keretakan pada struktur bangunan. Hal ini disebabkan oleh
susahnya mendeteksi kerusakan tersebut.

Dengan perkembangan teknologi dalam beberapa tahun ini telah


melahirkan suatu yang baru di dalam dunia eksplorasi geofisika, yaitu ground
penetrating radar (GPR). Teknologi radar telah menjadi pusat perhatian dalam
dunia ekplorasi dangkal (near surface exploration ). Ground Penetrating Radar
(GPR) adalah salah satu metode survey yang digunakan dalam ekplorasi dan
mengetahui kondisi bawah permukaan (dalam interval beberapa centimeter
hingga kedalaman 60 meter). GPR merupakan teknik ekplorasi yang relative
baru dibandingkan dengan metode lain, yang manfaatnya telah tersebar luas di
berbagai bidang seperti : geologi, konstruksi dan rekayasa, arkeologi, ilmu
forensik, masalah lingkungan dan lainnya.

Metode GPR ini menggunakan analisa refleksi/pantulan dari gelombang


elektromagnetik yang dihasilkan akibat dari perbedaan sifat /konstanta dielektrik
benda-benda di bawah permukaan. Sistem yang digunakan adalah merupakan
sistem aktif dimana dilakukan penembakan intensitas gelombang radar yang
berhasil dipantulkan kembali ke permukaan. Karakteristik antara radiasi
gelombang elektromagnetik pada medium /struktur bumi (diteruskan,
dihamburkan dan dipantulkan) ditentukan oleh kontras parameter fisika, yaitu :
permeabilitas magnetik, permitivitas listrik, serta konduktivitas. Pulsa radar
diteruskan, dipantulkan dan dihamburkan oleh struktur bawah permukaan dan
oleh adanya anomali bawah permukaan.

Keunggulan yang dimiliki oleh metode Georadar ini antara lain adalah
keakuratannya. Frekuensi gelombang berbalik terbalik dengan daya tembus
material (mengikuti persamaan gelombang) sehingga dalam penggunaan sumber
gelombang harus dipertimbangkan kedalaman dari objek amatnya.

Sebuah bangunan tidak dapat berdiri begitu saja didirikan langsung di atas
permukaan tanah, maka diperlukan adanya struktur lapisan bagian bawah yang
disebut Pondasi. Pondasi adalah bagian dari bangunan yang berfungsi mendukung
seluruh berat dari bangunan dan meneruskannya ke tanah di bawahnya. Dasar
pondasi tidak boleh diletakkan pada lapisan tanah humus. Untuk menjamin
kestabilan pondasi dan bangunan maka pondasi harus diletakkan pada kedalaman
lebih dari 50 cm dari permukaan tanah sampai mencapai lapisan tanah asli yang
keras (bedrock).

1.2 Rumusan Masalah


1. Aplikasi yang digunakan dalam metode GPR untuk mendeteksi
keberadaan benda yang berada di dalam tanah?
2. Apa kelebihan dan kekurangan dari menggunakan metode GPR?
3. Apa saja tahapan interpretasi hasil data GPR?

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui salah satu metode geofisika dalam ekplorasi dangkal yaitu metode
GPR yang menggunakan sistem radar dan aplikasinya dalam pemetaan stuktur
bawah permukaan dan dalam menentukan kedalaman pondasi suatu bangunan.

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian Metode GPR (Ground Penetrating Radar)

Ground Penetrating Radar (GPR) adalah salah satu metode geofisika yang
digunakan untuk survey soil, jembatan, kedalaman material pondasi bangunan,
mendeteksi kondisi bawah permukaan bumi dangkal (dalam interval beberapa
centimeter hingga kedalaman 60 meter). Metode GPR ini menggunakan analisa
refleksi/pantulan dari gelombang elektromagnetik yang dihasilkan akibat dari
perbedaan sifat /konstanta dielektrik benda-benda di bawah permukaan berupa
radar (Radio detection and ranging) biasanya dalam range 10 MHz sampai 1GHz
(Heteren, dkk., 1998). Metode ini bersifat tidak merusak dan mempunyai resolusi
yang tinggi, tetapi terbatas sampai kedalaman beberapa puluh meter saja, (Knight,
2001).

Secara umum peralatan GPR terdiri dari dua komponen utama yaitu peralatan
pemancar gelombang radar (transmitter) dan peralatan penerima pantulan/refleksi
gelombang radar (tranceiver). Sistem yang digunakan adalah merupakan system
aktif dimana dilakukan penembakan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik
(pada interval gelombang radar) untuk kemudian dilakukan perekaman intensitas
gelombang radar yang berhasil dipantulkan kembali ke permukaan (Quan dan
Haris, 1997).

2.2 Prinsip Kerja GPR (Ground Penetrating Radar)

Ground Penetraling Radar (GPR) terdiri dari control unit, transmitter,


receiver, note book, kabel serat optik dan tambahan alat lain untuk trigger
(Gambar 3.1 dan Gambar 3.2). Dengan frekuensi antenna yang bermacam-
macam, seperti ; 25 MHz, 50 MHz, 100 Mhz, 200 MHz, 500 Mhz dan 1000 MHz
(Lane, dkk., 1996)

Gambar 2.1. Komponen/peralatan GPR/RAMAC (Lane, dkk., 1996).


Gambar 2.2. Diagram kerja GPR (Arisona, 2009)
Control unit berfungsi sebagai pengatur pengumpulan data. Komputer
memberikan informasi lengkap bagaimana prosedur yang harus dilakukan, dan
saat sistem diaktifkan, control unit mengatur transmitter dan receiver. Control
unit menyimpan data mentah dalam sebuah buffer sementara dan saat dibutuhkan,
dapat diambil dan ditransfer ke komputer.

Transsmitter menghasilkan energi elektromagnetik dan mengirimnya pada


daerah sekitar, khususnya ke dalam medium yang diobservasi. Energi dalam
bentuk pulsa pada amplitudo tinggi (370 V) yang dipindahkan ke bagian antena.

Receiver mengkonversi sinyal yang diterima oleh antena menjadi nilai


integer. Dalam unit receiver terdapat dua konektor optik, pertama digunakan
untuk mentransfer sinyal terkontrol dari control unit (bertanda R) dan lainnya
mengirim data yang diperoleh ke control unit (bertanda D). Antenna receiver
menerima pulsa yang tidak terabsorbsi oleh bumi tetapi dipantulkan dalam domain
waktu tertentu.

Mode konfigurasi antenna transmitter dan receiver pada GPR terdiri dari
mode monostatik dan bistatik. Mode monostatik yaitu bila transmitter dan
receiver digabung dalam satu antena sedangkan mode bistatik bila kedua antena
memiliki jarak pemisah.

Prinsip kerja GPR adalah Transmitter membangkitkan pulsa gelombang


elektromagnetik pada frekuensi tertentu sesuai dengan karakteristik antena
tersebut (10 Mhz-4Ghz). Gelombang ditransmisikan ke dalam bumi dan batuan
bawah permukaan merefleksikannya hingga dideteksi oleh receiver dalam orde
nanosekon. Antena receiver (Rx) diatur untuk melakukan scan yang secara
normal mencapai 32512 scan per detik atau bergantung pada sistem yang
digunakan. Setiap hasil scan ditampilkan pada layar monitor/grafik rekaman
sebagai fungsi waktu two-way time travel time, yaitu waktu tempuh gelombang
elektromagnetik menjalar dari tranmittertargetreceiver. Tampilan ini disebut
dengan radargram (Lane, dkk., 1996).

Unit kontrol radar menghasilkan pulsa trigger tersinkronasi ke pengirim


dan penerima elektronik di antena. Pulsa ini mengendalikan pengirim dan
penerima elektronik untuk menghasilkan sampel gelombang dari pulsa radar yang
dipantulkan. Pulsa ini akan dipancarkan oleh antena ke dalam tanah. Pulsa ini
akan mengalami atenuasi (pelemahan) dan cacat sinyal lainnya selama
perambatannya di tanah. Sinyal ini kemudian diproses oleh rangkaian penerima.
Kedalaman objek dapat diketahui dengan mengukur selang waktu antara
pemancaran dan penerimaan pulsa. Dalam selang waktu ini, pulsa akan bolak
balik dari antena ke objek dan kembali lagi ke antena (Daniel, D.J, 2004).

2.3 Frekuensi Tengah Antena


2.4 Akuisisi data GPR
Ada tiga cara penggunaan sistem radar yaitu: reflection profiling (antena
monostatik ataupun bistatik), wide-angle reflection and refraction (WARR) atau
common-mid point (CMP) sounding, dan transillumination atau radar
tomography. Pemilihan cara tersebut di atas tergantung kepada tujuan survei.

2.4.1 Radar reflection profiling


Cara ini dilakukan dengan membawa antenna radar bergerak bersamaan
diatas permukaan tanah di mana nantinya hasil tampilan pada radargram
merupakan kumpulan tiap titik pengamatan (Gambar 2.3).

T R T R

Trace 1 Trace n

reflector

Gambar 2.3 Radar Reflection Profiling (Reynolds, 1997)


2.4.2 Wide agle reflection and refraction (WARR) atau common mid point
Cara Wide Angle Reflection and Refraction (WARR) Sounding ini
dilakukan dengan menaruh transmitter pada posisi yang tetap dan receiver dibawa
pada area penyelidikan (Gambar 3.4). WARR sounding diterapkan pada kasus
dimana bidang reflector relatif datar atau memiliki kemiringan yang rendah,
karena asumsi ini tidak selalu benar pada kebanyakan kasus maka digunakan
CMP sounding untuk mengatasi kelemahan tersebut. Pada CMP sounding kedua
antenna bergerak menjauhi satu sama lainnya dengan titik tengah pada posisi yang
tetap (Gambar 2.4).

Rx Rx Rx
Tx Rx

Gambar 2.4. Wide Angle Reflection and Refraction (Reynolds, 1997)

T1 Rx R2 R3
T3 T2

Gambar 2.5. Common Mid Point (Reynolds, 1997)


2.4.2 Transillumination atau radar tomography
Metoda ini dilakukan dengan cara menempatkan transmitter dan receiver
pada posisi yang berlawanan. Sebagai contoh jika transmitter diletakan pada satu
sisi, maka receiver diletakan pada sisi yang lain dan saling berhadapan. Umumya
metoda ini digunakan pada kasus non-destructive testing (NDT) dengan
menggunakan frekuensi antenna yang tinggi sekitar 900 MHz (Gambar 2.6).

R1

R2

R3

R4

Gambar 2.6. Radar Tomografi (Reynolds, 1997)


Pemilihan frekuensi antena ditentukan oleh tujuan survei yaitu tergantung pada
kedalaman atau resolusi yang dibutuhkan dan kondisi material setempat. Semakin
tinggi resolusi yang dibutuhkan maka frekuensi antena yang digunakan semakin
tinggi (Tabel 2.1 dan Tabel 2.2).
Tabel 2.1. Penentuan frekuensi antena yang digunakan (Lehmann dan Green, 1999).

Frekuensi Batas Kedalaman


Ukuran
Antena Kedalaman Penetrasi

Target (m)
(MHz) (m) Maksimum (m)

25 1 5 30 35 60

50 0.5 5 20 20 30

100 0.1 - 1.0 2 15 15 25

200 0.05 - 0.50 1 10 5 15

400 0.05 15 3 10

1000 Cm 0.05 2 0.5 4

Tabel 2.2. Rekomendasi penggunaan sampling frekuensi (Lehmann dan Green, 1999).

Rekomendasi Rekomendasi
Frekuensi
Sampling Frekuensi Trace Interval
Antena (MHz)
(MHz) (m)

25 150 600 0.30 - 0.75

50 400 800 0.20 - 0.50

100 800 1800 0.10 - 0.30

200 1600 3500 0.03 - 0.10

400 3200 5000 0.02 - 0.10

1000 25000 110000 0.01 - 0.05


Proses trigging pada RAMAC/GPR dapat dilakukan dengan cara yang berbeda
beda. Pemilihan trigger bergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Tujuan survei

2. Jenis antena

3. Keperluan untuk proses data lebih lanjut.

4. Peralatan yang mendukung


RAMAC/GPR memberikan 4 macam cara untuk proses trigging ini, yaitu:
1. Dengan menggunakan alat pengukur panjang (Hip Chain atau Measuring
Wheel)

2. Melalui keyboard PC eksternal (dengan menekan tombol enter)

3. Dengan menggunakan kotak trig

4. Dengan pembacaan pada interval waktu tertentu.

Untuk pengalihan data dari control unit ke dalam external PC, bisa
digunakan penghubung secara paralel atau secara serial. Mode paralel dapat
mentransfer data lebih cepat dibanding mode serial.

2.5 Processing data GPR


Terkadang terdapat beberapa komponen yang dapat merusak sinyal yang di
perlukan, sinyal-sinyal ini menyebar secara acak. oleh Karena itu, sinyal tersebut
harus di hilangkan untuk meningkatkan mutu hasil pencitraan (Daniels, 1996).
Sehingga digunakan beberapa sekuen filtering dalam penerapannya. Sekuen
filtering yang akan digunakan untuk pengolahan data GPR ini antara lain:

1. Static correction

Proses filtering pertama adalah static correction, filter ini digunakan untuk
setiap trace, tidak bergantung satu sama lain. Filter ini digunakan untuk
mengoreksi data terhadap elevasi dan waktu tempuh gelombang akibat
pengurangan kecepatan.

2. subtract-mean (dewow)
Dewow merupakan salah satu noise frekuensi rendah yang terekam oleh
system. Hal ini terjadi karena instrumen elektronik tersaturasi oleh nilai amplitude
besar dari gelombang langsung dan gelombang udara (Van overmeeren, 1997).

2. Gain
Filter ini digunakan karena pada lapisan tanah, frekuensi tinggi diserap
lebih cepat dibandingkan dengan frekuensi rendah dan terjadi juga spherical
divergensi, yaitu energi gelombang yang menjalar berkurang berbanding terbalik
dengan kuadrat dari sumber dan hal ini sejalan dengan jarak dan waktu, maka
untuk menghilangkannya dilakukan penguatan kembali amplitude yang hilang
sehingga seolah-olah di setiap titik energinya sama. Tampilan setelah static
correction merupakan Manual Gain yang menggunakkan proses energy decay
(Pasasa, 1999).
3. Background Removal

Proses pengolahan data dilanjutkan dengan filter Background Removal yang


bertindak atas angka terpilih dari lintasan. Filter satu mengurangi lintasan rata-
rata (tracerange) yaitu memberi jarak jangkauan secara aktual pada suatu bagian.
Filter melaksanakan pembersihan latar belakang. Untuk itu, hal ini didefinisikan
sebagai waktu / pemberian jarak jangkauan rata-rata.
5. Bandpass butterworth
Filter ini berfungsi untuk menghilangkan frekuensi-frekuensi yang tidak
diinginkan. Hal ini di maksudkan untuk menghilangkan sinyal horizontal
(Hugenschmidt, dkk., 1997).

6. F-K filter
Dan proses terakhir yaitu F-K filter. Filtering ini berfungsi untuk membatasi
area yang akan di filter, dimana Amplitudo spectrum F-K yang terpilih akan
memperlihatkan profil asli (Sandmeier, 2012). Sekuen tersebut merupakan sekuen
filter standar untuk data GPR yang merupakan data mentah (raw data). Seluruh
proses pengolahan data ini dilakukan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai.

2.6 Interpretasi GPR


Pekerjaan akhir dalam penyelidikan geofisika adalah menerjemahkan data-
data sinyal yang telah diperoleh dari akuisisi untuk kemudian diplot ke dalam
suatu bentuk konfigurasi agar dapat dibaca dan diambil kesimpulan, pekerjaan ini
adalah interpretasi. Beberapa hal yang lazim diperhatikan dalam
penginterpretasian adalah :
a) Interpretasi grafik
Kecepatan gelombang dapat diketahui dengan berasumsi pada suatu konstanta
dielektrik relative yang mendekati atau sesuai dengan nilai material yang
diselidiki, dengan cara demikian two-way travel time (TWT) dapat diterjemahkan
menjadi kedalaman, dan jika ditambahkan dengan pengidentifikasian sinyal
pantulan dari target (refleksi), maka peta TWT dapat dihasilkan guna
menunjukkan kedalaman, ketebalan, perlapisan, dll. Dari sini dapat diketahui nilai
sebenarnya dari kecepatan gelombang

b) Analisa kuantitatif
Dengan menggunakan beberapa analisa, kedalaman interpretasi sinyal juga
kedalaman target atau reflektor dapat dideterminasi tergantung kepada cukup
tidaknya nilai yang diketahui dari analisa kecepatan juga variasi konstanta
dielektrik relatif material yang dilewati, juga kepada analisa amplitude dan
koefisian refleksi.
Frekuensi tengah antena adalah frekuensi yang memiliki energi yang
dominan dari sinyal yang dipancarkan oleh transmitter. Frekuensi antena yang
digunakan pada saat pengukuran berpengaruh pada pencapaian kedalaman efektif
dan resolusi vertikal yang mampu dicapai. Bumi dianggap sebagai filter dan akan
meredam frekuensi tinggi sehingga makin tinggi frekuensi yang digunakan maka
penetrasi sinyal makin kecil, tetapi akan memberikan resolusi tinggi. Berikut
adalah salah satu panduan untuk menentukan antena sebagai fungsi kedalaman,
dengan asumsi resolusi spasialnya berkisar 25% dari target kedalaman.

Tabel 2.3 Hubungan antara frekuensi tengah dengan kedalaman (Annan, 2001)

Kedalaman (m) Frekuensi Tengah (MHz)


0,5 1000
1 500
2 200
5 100
10 50
30 25
50 10
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Aplikasi GPR untuk Survey Bawah Permukaan

Aplikasi Metode GPR dapat digunakan untuk survey benda atau utilitas
yang terpendam atau yang tidak dapat dideteksi secara visual seperti mendeteksi
kebocoran pipa dalam tanah dan kerusakan beton. GPR tergolong kedalam metode
survey dangkal dibandingkan dengan metode geofisika lain. Survey GPR untuk
benda-benda yang terpendam di tempat yang dangkal dapat dilakukan oleh satu
orang pengukur dan antena GPR dapat ditarik dengan menggunakan tangan atau
ATV. GPR ini dapat digunakan untuk mencari lokasi pipa, tank, drum, pencitraan
beton untuk mendeteksi kerusakan seperti retakan,serta dapat juga diaplikasikan
dalam studi arkeologi. Untuk mendapatkan hasil data yang baik GPR
diperlukannya kopling radiasi yang efisien kedalaman tanah, penetrasi Gelombang
elektromagnetik yang efisien, serta menghasilkan sinyal dengan amplitude yang
besar dari objek yang terdeteksi dan bandwidth yang cukup untuk mengasilkan
dengan resolusi yang baik

Gambar 3.1 menunjukkan salah satu aplikasi GPR untuk mendeteksi keberadaan
pipa

Dalam mendeteksi keberadaan pipa dibawah tanah akan dilakukan survey


GPR pada area tertentu. Dan gelombang elektromagnetik akan di pancarkan oleh
transmitter ke bawah permukaan tanah dan dan akan di tangkap oleh receiver
hasil pantulan gelombangnya dan bila gelombang tersebut mengenai pipa
dibawahnya akan muncul di radargram seperti yang ditunjukkan pada gambar
3.1. Ditunjukkan adanya anomali dari hasil survey, hasil seperti ini muncul karena
gelombang elektromagnetik dipantulkan oleh pipa dengan amplitude yang
berbeda sehingga hasil di radargram menunjukkan adanya cembungan yang dapat
diinterpretasikan sebagai pipa.

Untuk survey GPR pada kedalaman yang lebih dalam menggunakan


antena GPR dengan frekuensi rendah (<500 MHz) menghasilkan resolusi yang
tinggi sehingga memungkinkan setiap perlapisan dapat diobservasi. Survey GPR
ini dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan adanya sumber air dibawah
tanah, mempelajari lapisan tanah, kedalaman batuan dasar dan melaksanakan
penelitian arkeologis.

GPR juga dapat digunakan untuk menentukan keberadaan pipa, kabel listrik,
struktur beton pada dinding, lantai, terowongan, bendungan, jalan aspal dan
permukaannya.

Gambar 3.2 Hasil survey GPR yang menunjukkan adanya void pada struktur beton

Gambar diatas menunjukkan hasil survey GPR terhadap struktur beton. Dari hasil
survey diatas ditunjukkan adanya void yang besar, jadi disimpulkan bahwa
terdapat kerusakan pada beton tersebut. Hasil tersebut bias didapat karena
perbedaan sifat listrik antara sekitarnya serta ada gelombang yang dipantulkan
karena adanya inhomogenitas dalam struktur beton tersebut sehingga di receiver
ditangkap sinyal dan gambarnya seperti diatas yang menunjukkan adanya void
dalam beton tersebut.

Salah satu keuntungan pengukuran GPR adalah relatif mudah untuk


dilakukan dan tidak merusak. Antena dapat dibawa oleh tangan atau dengan
kendaraan dari 0.8 sampai 8 kph, atau lebih, yang mampu menghasilkan unit
waktu yang dapat dipertimbangkan. Data GPR acapkali dapat ditafsirkan dengan
benar pada tanah tanpa pemrosesan data. Display grafik data GPR acapkali
menyerupai potongan melintang lapisan tanah. Ketika data GPR dikumpulkan
pada jarak yang dekat (kurang dari 1 meter), data tersebut dapat digunakan untuk
menghasilkan pandangan dimensional yang dapat meningkatkan kemampuan
untuk menafsirkan kondisi-kondisi di bawah permukaan tanah.

Gambar 3.3 Aplikasi GPR untuk mendeteksi struktur beton pada dinding

Disisi lain keuntungan utama dari teknik GPR adalah bahwa antena tidak
harus bersentuhan secara langsung dengan permukaan tanah, dengan cara
demikian dapat mempermudah dan mempercepat pengukuran. Performa yang
optimum, terlebih dengan jarak yang kecil dari antena ke permukaan tanah,
biasanya akan dapat diamati hanya dengan menggunakan detail nilai dari geometri
dan sifat alami tanah. Keuntungan lain dari sistem radar adalah kemampuannya
dalam mendeteksi tipe sasaran tertentu yang diberikan dan menghasilkan gambar
sasaran dalam 3 dimensi. Dalam material yang memiliki konduktivitas frekuensi
rendah yang tinggi , seperti air garam, tanah liat dan bijih yang konduktif atau
mineral, akan terjadi peredaman sinyal yang besar. Hal tersebut dapat saja
dikurangi dengan menurunkan frekuensi yang dipancarkan, tetapi hal ini juga
dapat mengurangi resolusi antara target.

Keterbatasan utama GPR adalah kedalaman objek surveynya yang


spesifik. Sering kali, kedalaman penetrasi dibatasi oleh adanya mineralogi tanah
liat atau pori-pori cairan dengan konduktivitas tinggi yang dapat menghambat
resolusi dan kedalaman penetrasi yang tinggi. Selain itu kondisi material tanah
yang berbeda-beda pada tiap lokasi menyebabkan resolusi dan kedalaman
penetrasi menjadi berubah-ubah pula sehingga untuk mendapatkan resolusi dan
kedalaman penetrasi yang konstan mau tidak mau harus mengubah frekuensi serta
durasi pulsa. Oleh karena itu beberapa sistem GPR dilengkapi dengan pembangkit
pulsa untuk transmisi impuls dengan berbagai durasi yang berbeda untuk
kedalaman penetrasi yang berbeda. Antena GPR bagaimanapun secara umum
dioptimasi hanya untuk durasi pulsa tertentu. Jadi apabila GPR bekerja dengan
impuls yang berbeda memerlukan antena yang berbeda. Penggantian antena
berulang-ulang adalah tidak efisien, proses yang merepotkan dan bahkan menjadi
aktifitas yang mengganggu bagi pengguna khususnya bagi survey yang sering.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Ground penetrating radar (GPR) merupakan suatu alat yang digunakan


untuk proses deteksi bendabenda yang terkubur di bawah tanah dengan tingkat
kedalaman tertentu, dengan menggunakan gelombang radio. Peralatan GPR yang
digunakan terdiri dari unit kontrol, antena pengirim dan antena penerima,
penyimpanan data yang sesuai dan peralatan display. Aplikasi GPR dapat
digunakan untuk survey benda-benda yang terpendam di tempat yang dangkal,
tempat yang dalam, dan pemeriksaan beton. Keuntungan penggunaan GPR
adalah relatif mudah untuk dilakukan dan tidak merusak, dan antena tidak harus
bersentuhan secara langsung dengan permukaan tanah. Keterbatasan utama GPR
adalah lokasi capaiannya yang spesifik, dan antena GPR secara umum dioptimasi
hanya untuk durasi pulsa tertentu
DAFTAR PUSTAKA

D. J. Daniel. Surface Penetrating Radar . The Institution of Electrical Enginners.


1996.

L.P. Ligthart, E.E. Ligthart. Lecture Notes for The Intensive Course on Ground
Penetrating Radar .2004.

Anda mungkin juga menyukai