Anda di halaman 1dari 32

Valuasi Ekonomi Karbon Ca.

Faruhumpenai
Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang yang mempunyai luas hutan 137,09 juta ha
dan luas lahan gambut 17 juta ha terbesar ketiga di dunia. Dengan kekayaan alam
yang sangat berlimpah, hutan mempunyai manfaat tidak hanya berupa kayu,
melainkan hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan. Jasa lingkungan seperti
menampung air, mencegah banjir, mengurangi erosi dan sedimentasi, sumber
keanekaragaman hayati, dan menyerap karbon sehingga mengurangi pencemaran
udara. Akan tetapi telah terjadi degradasi dan deforestasi hutan yang mencapai 1,87
ha / tahun.
Luas hutan konservasi yang terdapat di Indonesia seluas 27,2 juta ha, atau kurang
lebih 20 % dari luas kawasan hutan di Indonesia. Pemanfaatan kawasan konservasi
lebih banyak diarahkan pada pemanfaatan produk jasa dari ekosistem hutan, yang
secara garis besar berupa :
a. Jasa penyediaan untuk menghasilkan berbagai komoditas kebutuhan manusia
termasuk obat-obatan, sumber genetik, air, dll
b. Jasa pengaturan untuk menjaga kualitas iklim, udara, air, erosi, dan
mengontrol berbagai aspek biologis di muka bumi.
c. Jasa kultural dalam membentuk identitas budaya, hubungan sosial,
peninggalan pusaka, wisata,dll
d. Jasa pendukung dalam membentuk formasi tanah, produk oksigen, habitat,
dan siklus mineral.
Akibat adanya perubahan iklim yang disebabkan aktivitas manusia terutama
berasal dari aktivitas industri dan perusakan hutan dan perubahan tata guna lahan
Indonesia telah menandatangani mekanisme REDD (Reduction Emissions from
Deforestation and Forest Degradation). Mekanisme REDD merupakan mekanisme
internasional untuk memberikan insentif positif bagi negara berkembang yang
berhasil mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Serta melakukan
pengelolaan hutan yang menghasilkan pengurangan penurunan kuantitas penutupan
hutan dan stok karbon yang dilakukan melalui berbagai kegiatan.
Di dalam Bali Road MAP, pengelolaan lestari dari hutan (sustainable forest
management) merupakan salah satu mekanisme pengurangan emisi karbon yang
termasuk di dalam upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi plus.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

Untuk sektor kehutanan pengurangan emisi dari pencegahan kebakaran hutan dan
degradasi lahan hutan gambut merupakan prioritas utama untuk mengurangi dampak
pemanasan global.
Kawasan konservasi memiliki potensi yang sangat besar dalam menyerap emisi
karbon. Pada kegiatan ini dilakukan valuasi ekonomi karbon pada Cagar Alam
Faruhumpenai yang merupakan wilayah Balai Besar konservasi Sumber Daya Alam
Sulawesi Selatan.
B. Maksud dan Tujuan
1.

Maksud
Maksud penyusunan Laporan kegiatan Valuasi Ekonomi Carbon di CA.
Faruhumpenai Kabupaten Luwu Timur ini adalah untuk memberikan
gambaran potensi CA. Faruhumpenai dalam menyerap karbon dan
mengetahui nilai ekonomi dari penyerapan karbon kawasan.

2.

Tujuan
Tujuan penyelenggaraan Kegiatan Valuasi Ekonomi Carbon di CA
Faruhumpenai Kabupaten Luwu Timur adalah untuk mengetahui potensi
CA. Faruhumpenai dalam menyerap emisi karbon dan nilai ekonomis dari
penyerapan karbon.

C. Dasar Pelaksanaan Kegiatan


1. Undang-Undang No. 5 tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya;
2. Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
3. Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa;
4. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. P.02/Menhut-II/2007 Tanggal 2
Februari 2007 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Konservasi Sumber Daya Alam;
5. Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) BA.29 Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan tahun 2010

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

No. SK. 226/BBKSDASS-19/1/Keu/2010 tentang Petunjuk Operasional


Kegiatan (POK) Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) BA.029 Balai
Besar KSDA Sulawesi Selatan tahun 2010.
6. Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) BA 029 Balai
Besar KSDA Sulawesi Selatan Nomor : 0177/029-05.2/XXIII/2010 tanggal
31 Desember 2009.
7. Surat Perintah Tugas Kepala Bidang KSDA Wilayah I Nomor PT. 764 /
BBKSDA.SS-19/BID I/2010 tanggal 14 September 2010.

II.KONDISI WILAYAH
A. Luas, Letak, dan Dasar Hukum
a)

Nama kawasan

: Cagar Alam Faruhumpenai

b)

Luas kawasan

: 90.000 hektar

c)

Fungsi

: Cagar Alam

d)

Keunikan
Merupakan contoh perwakilan ekosistem hutan hujan tropis
pegunungan rendah, hutan pamah dan hutan rawa yang memiliki
keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi. Beberapa jenis yang
endemik di sub kawasan Sulawesi atau kawasan Wallacea diantaranya
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

Diospyros celebica, Pinanga celebica, Stemonorus celebicus, Garcinia


nervosa, Lithocarpus celebica, Ceolopgyne rumphii, Macrogalidia
musschenbroekii, Babyrousa babirussa, Buballus quarlesi, Macaca tonkeana,
Rhityceros cassidix, Penelopides exarhatus, Spizaetus lanceolatus, dan lain
sebagainya dapat ditemui di kawasan Faruhumpenai. Hingga saat ini, kawasan
Faruhumpenai diketahui merupakan habitat alami dari 38 jenis satwa liar dan
205 jenis tumbuhan alam, yang akan terus bertambah seiring dengan
kontinuitas pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi. Angka ini belum
termasuk jenis ikan air tawar serta komunitas lahan basah lainnya yang belum
teridentifikasi. Bentang alam dengan beberapa bukit karang (karst) juga
terdapat di kawasan ini. Aliran sungai pada lahan dengan topografi yang
berombak membentuk beberapa air terjun, diantaranya yang terkenal adalah
air terjun Salunoa.
e)

Status

: darat dan perairan

f)

Letak administrasi

Wilayah Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di 4


(empat) kecamatan yaitu Kecamatan Mangkutana, Nuha, Malili dan Angkona.
Batas Utara

: Kabupaten Poso Propinsi Sulawesi Tengah

Batas Selatan

: Areal PT. HGU Sindoka Desa Taripa, Desa Non


Blok, Dusun Mangtadulu, Atue, Dusun Cerekang,
Dusun Loroeha, Dusun Koropansu dan Dusun
Bonepute Desa Matano.

Batas Barat

: Jalan Trans Sulawesi wilayah administratif Desa


Kasintuwu, Desa Non Blok dan Desa Taripa
Kecamatan Mangkutana

g)

Batas Timur

: Desa Matano dan Desa Nuha Kecamatan Nuha

Letak astronomis

: Bujur
Lintang

: 120 45 52 BT - 121 17 32 BT
: 02 13 06 LS - 02 32 40 LS

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

Status hukum

: Penunjukan SK. Menteri Pertanian


274/Kpts/Um/4/1979 tanggal 24 April 1979.

B. Kondisi Fisik
a) Deskripsi topografi
Merupakan wilayah yang terdiri dari areal berawa sampai tanah kering
serta lapangan yang berbatu cadas. Bentuk lapangan bervariasi dari datar,
berombak, berbukit-bukit sampai dengan bergunung. Kelerengan lapangan
bervariasi antara 0 % sampai dengan di atas 80 %. Pada beberapa bagian
kawasan terdapat tebing-tebing berbatu yang sangat terjal.
b) Tinggi minimum : 80 m di atas permukaan laut
c) Tinggi maksimum : 1.786 m di atas permukaan laut
d) Deskripsi kondisi tanah
Berdasarkan data yang termuat dalam Peta Tanah Propinsi Sulawesi
Selatan skala 1 : 500.000 yang diterbitkan oleh Balai Inventarisasi dan
Perpetaan Hutan Wilayah VII Makassar (bersumber dari Peta Geologi
Indonesia), jenis tanah di kawasan Cagar Alam Faruhumpenai bervariasi dari
jenis Alluvial, Latosol dan Podsolik. Komposisi jenis tanah di dalam kawasan
dan sekitarnya yaitu : Alluvial membujur dari Luwu bagian Selatan sampai ke
Utara; Latosol di Kecamatan Mangkutana bagian Selatan; dan Podsolik yang
terdapat di Kecamatan Nuha bagian Barat.
e) Deskripsi geologi
Berdasarkan data yang termuat dalam Peta Geologi Propinsi Sulawesi
Selatan skala 1 : 500.000 yang diterbitkan oleh Balai Inventarisasi dan
Perpetaan Hutan Wilayah VII Makassar (bersumber dari Peta Geologi
Indonesia), formasi geologi kawasan Cagar Alam Faruhumpenai terdiri dari
Batuan Sedimen Alluvium Undak dan Terumbu Koral, Batuan Sedimen
Meozoikum Tak Dibedakan, Batuan Sedimen Neogen, Batuan Sedimen Sekis
f)
g)
h)
i)

Bablur, dan Batuan Pluton Basa.


Tipe iklim Schmidt dan Ferguson
: A
Tipe iklim lain
: Curah hujan rata-rata tahunan
: 4.365 mm
Hidrologi
Cagar Alam Faruhumpenai merupakan kawasan catchment area
beberapa sungai di kawasan Malili dan sekitarnya serta merupakan bank

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

plasma nutfah bagi jenis Diospyros celebica bersama dengan kawasan Cagar
Alam Kalaena dan Cagar Alam Ponda-ponda di Sulawesi Selatan.
Kawasan Cagar Alam Faruhumpenai pada umumnya merupakan
daerah aliran sungai yaitu Sungai Cerekang, Angkona dan Kalaena. Dimana
daerah aliran sungai Cerekang dapat dijumpai pada bagian selatan pada
kawasan di daerah Kecamatan Nuha Kabupaten Luwu Timur, Angkona di
Kecamatan Angkona dan daerah aliran sungai Kalaena di Kecamatan
Mangkutana. Limbahan daerah aliran sungai tersebut bermuara di Teluk Bone
wilayah Kabupaten Luwu Timur.
C. Tipe Ekosistem
1. Hutan Rawa Air Tawar
Vegetasi banyak didominasi oleh jenis-jenis rumput (Poaceae), serta
jenis-jenis flora yang terapung dan hidup di dalam air (Hydrocharitaceae).
Jenis-jenis fauna didominasi oleh moluska dan jenis-jenis ikan air tawar
seperti Julung-julung (Dermogenys weberi) dan lain sebagainya.
2. Hutan Pamah Primer
Tipe ekosistem ini pada Cagar Alam Faruhumpenai didominasi oleh
jenis-jenis pepohonan yang tinggi dan jenis-jenis perdu. Jenis yang menonjol
di kawasan ini yaitu Diospyros celebica yang tumbuh sampai pada ketinggian
900 m dpl. Tipe ekosistem ini juga merupakan habitat alami Babyrousa
babirussa yang populasinya sudah sangat kecil. Rendahnya densitas populasi
jenis ini diperkirakan sebagai akibat dari persaingannya dengan Sus
celebensis.
3. Hutan Hujan Tropis Pegunungan Bawah
Pada ekosistem hutan hujan tropis pegunungan bawah di Cagar Alam
Faruhumpenai masih dapat ditemukan jenis-jenis pepohonan yang tinggi
tetapi sangat jarang. Jenis-jenis anggrek dari berbagai genus dengan mudah
dapat ditemukan di dalam kawasan. Pada bagian tengah hingga utara kawasan
merupakan kawasan karst. Karena kelembaban udara yang tinggi, karst ini
kebanyakan berlumut dan dalam proses pelapukan. Vegetasi yang ada juga
kebanyakan terbungkus oleh lumut, sehingga nampak seperti vegetasi pada
hutan lumut.

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

1.

D. Pengelolaan
Sejarah kawasan
Cagar Alam Faruhumpenai merupakan suatu formasi hutan yang
memiliki tipe ekosistem hutan hujan tropis pegunungan yang kaya akan jenis
tumbuhan alam seperti Palaquium sp, Calophyllum sp, Vitex sp, Agathis sp
dan khususnya Diospyros celebica. Kawasan ini juga merupakan habitat satwa
liar yang dilindungi undang-undang seperti Anoa Babalus quarlesi, Kera
Hitam Sulawesi Macaca tonkeana, Babirusa Babyrousa babirussa serta
memiliki keindahan alam yang menarik. Cagar Alam Faruhumpenai
merupakan kawasan catchment area beberapa sungai di kawasan Malili dan
sekitarnya serta merupakan bank plasma nutfah bagi jenis Diospyros celebica
bersama dengan kawasan Cagar Alam Kalaena dan Cagar Alam Ponda-ponda
di Sulawesi Selatan. Kawasan Faruhumpenai ditunjuk menjadi kawasan
konservasi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
274/Kpts/Um/4/1979 tanggal 24 April 1979 dengan luas 90.000 ha.
Sebelumnya, kawasan ini merupakan hutan lindung. Karena kelimpahan
populasi Diospyros celebica, di kawasan ini pernah diadakan pemanenan
Ebony secara besar-besaran. Sisa-sisa kegiatan eksploitasi ini yang belum
sempat terangkut hingga dihentikannya kegiatan masih terdapat di dalam
kawasan.
2. Nilai konservasi
Di wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, Cagar Alam Faruhumpenai
merupakan kawasan suaka alam terluas. Cagar Alam Faruhumpenai memiliki
indeks nilai konservasi tertinggi. Indeks nilai konservasi tersebut merupakan
hasil perhitungan (scoring) berdasarkan faktor-faktor kekayaan spesies, areal
habitat, rarity, derajat kepunahan jenis, derajat perlindungan dan derajat
kekhususan (Anonim, 1982 dalam Whitten et al, 2002). Kawasan
Faruhumpenai terdiri dari 3 tipe ekosistem alami (perairan dan terrestrial).
Kawasan ini merupakan habitat dari berbagai jenis keanekaragaman hayati
Sulawesi, baik dilindungi maupun tidak dilindungi undang-undang. Kawasan
Sulawesi khususnya atau kawasan Wallacea umumnya memiliki
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

keanekaragaman hayati yang miskin namun dengan endemisitas yang tinggi.


Beberapa species endemik yang langka dan jarang, seperti Diospyros
celebica, Pinanga celebica, Stemonorus celebicus, Garcinia nervosa,
Lithocarpus celebica, Ceolopgyne rumphii, Macrogalidia musschenbroekii,
Babyrousa babirussa, Buballus quarlesi, Macaca tonkeana, Rhityceros
cassidix, Penelopides exarhatus, Spizaetus lanceolatus dan lain-lain terdapat
di kawasan Faruhumpenai. Bentang alam kawasan yang bervariasi juga
merupakan salah satu faktor/ nilai konservasi yang mendasari penunjukan
kawasan ini.

III.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perubahan Iklim Global


Perubahan iklim global yang terjadi saat ini diakibatkan meningkatnya
konsentrasi gas rumah kaca. Semakin tinggi kebutuhan manusia untuk meningkatkan
kualitas hidup maka akan semakin besar aktifitas industri, transportasi, pembukaan
hutan, usaha pertanian, rumah tangga, dan aktifitas-aktifitas lain yang melepaskan gas
rumah kaca. Akibatnya konsentrasi GRK di atmosfer akan terus meningkat. GRK
meliputi gas-gas karbondioksida, golongan chloro fluorocarbon, methan, ozon, dan
nitrogen oksida. Gas-gas tersebut berada di atmosfer berfungsi sebagaimana kaca,
yaitu melewatkan radiasi matahari ke permukaan bumi tetapi menahan radiasi dari
bumi agar tidak lepas ke angkasa. Dalam jumlah tertentu GRK dibutuhkan untuk
menjaga suhu ekstrim bumi agar tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah, tetapi jika
jumlah radiasi bumi yang terperangkap di dalam atmosfer bumi berlebihan, maka
atmosfer dan permukaan bumi akan semakin panas (suhu meningkat).(armi susandi)
Dari sekian banyak gas rumah kaca, CO2 adalah kontributor utama. CO2
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara, minyak bumi dan gas.
Selain itu gas CO2 juga dihasilkan dari proses deforestasi (penebangan hutan).
Peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer ini akan mengakibatkan naiknya temperatur
permukaan bumi yang dapat menyebabkan melelehnya es di kutub utara dan kutub
selatan, sehingga tinggi muka air laut pun akan mengalami peningkatan. (Armi
Susandi, 2006)

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

Perubahan iklim global ini akan terus terjadi dengan peningkatan aktifitas
kegiatan manusia yang menghasilkan emisi karbon, dan selanjutnya akan terjadi
kenaikan temperatur global. Menurut manne et al., 1995, didapatkan bahwa
konsentrasi karbon global akan naik mencapai titik tertinggi sebesar 500 rpm pada
tahun 2060, dan selanjutnya akan turun dengan peningkatan konsumsi teknologi
rendah emisi dalam total energi mix dunia.
B. Perdagangan Karbon
Rintisan awal untuk mengembangkan mekanisme pembiayaan penyerapan
karbon dimulai pada Pertemuan Tingkat Tinggi Bumi I di Rio de Janeiro (Brazil)
tahun 1992. Pada waktu itu lebih dari 150 negara menandatangani perjanjian
kerjasama untuk mengantisipasi perubahan iklim di bawah naungan PBB
(Perserikatan Bangsa-Bangsa) dengan menetapkan batas-batas pelepasan (emisi) gasgas rumah kaca ke udara. Anggota konvensi ini mengadakan pertemuan Pertama di
Berlin pada tahun 1995 yang disebut dengan pertemuan antar pihak I atau Conference
of the Parties (COP1).
Sejak itu ada beberapa pertemuan COP di beberapa Negara. Salah satu
pertemuan penting yaitu pertemuan ketiga (COP3) diselenggarakan di Kyoto, Jepang
pada bulan Desember 1997 yang menghasilkan apa yang disebut Kyoto Protocol
(Protokol Kyoto). Pertemuan ini menjadi landasan bagi pengembangan Mekanisme
Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism atau CDM), yang
mengharuskan negara-negara maju mengurangi pencemaran udara sebesar kurang
lebih 5 persen pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 1990. Umumnya negaranegara maju dan industri adalah sumber utama polusi dunia. Dengan mekanisme
pembangunan bersih negara-negara maju harus memenuhi sebagian kewajiban
mereka mengurangi gas rumah kaca dengan membiayai proyek-proyek energi bebas
polusi dan penggunaan lahan untuk penyerapan karbon di negara sedang berkembang.
Salah satu yang mendapat perhatian khusus adalah karbon yang terdapat dalam
beberapa bentuk gas yang menyebabkan tanaman hutan atau penghutanan dan
reboisasi untuk menyerap karbon. Namun kini ada beberapa kesepakatan baru untuk
menjajaki adanya tambahan bentuk kegiatan penyerapan karbon melalui kehutanan
dan perpaduannya dengan pertanian.(Warta Kebijakan, 2003)

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim atau United Nations Framework


Convention on Climate Change ( UNFCCC) Conference of the Parties (COP) 15 di
Kopenhagen, Denmark pada 7-18 Desember 2009, walaupun gagal menandatangani
dokumen terakhir yang berdaya mengikat secara hukum, namun telah meletakkan
dasar yang kokoh bagi peningkatan kerja sama komunitas internasional. Kopenhagen
akan menjadi titik tolak baru penanggapan perubahan iklim melalui upaya bersama
berbagai pihak, konferensi kopenhagen dengan tegas memelihara kerangka dan
prinsip yang tercantum dalam konvensi kerangka perubahan iklim PBB dan Protokol
Kyoto.(Irwanto, 2010)
Sementara itu, mengayunkan langkah baru dalam mendorong negara-negara
maju secara wajib melaksanakan pengurangan emisi gas rumah kaca dan negaranegara berkembang secara inisiatif mengambil aksi pengurangan emisi. Konferensi
mencapai kesepahaman luas mengenai target jangka panjang global, dukungan dana
dan teknologi serta transparansi terkait. Persetujuan Kopenhagen yang diterima baik
para peserta konferensi telah meletakkan dasar bagi berbagai negara di dunia untuk
mencapai persetujuan global pertama dalam arti sesungguhnya mengenai pembatasan
dan pengurangan emisi gas rumah kaca. Persetujuan Kopenhagen akan diserahkan
berbagai negara kepada lembaga legislatif negeri masing-masing untuk disahkan pada
Januari tahun 2010, agar persetujuan tersebut dapat disahkan sebagai dokumen
hukum dalam konferensi iklim yang akan digelar di Kota Meksiko tahun 2010
mendatang. (http://indonesian.cri.cn)
Setelah sulit menerapkan clean Development Mechanism (CDM) membuat
Indonesia beralih ke jalur Reduced Emission from Deforestation and Degradation
(REDD). Kini, lewat jalur REDD, diharapkan Indonesia memperoleh manfaat dari
upaya pemeliharaan terhadap hutan untuk mengurangi emisi karbon. Pemeliharaan ini
juga diperhitungkan dalam perdagangan karbon, dan sesuai dengan Konvensi
Perubahan Iklim di Bali; diharapkan REDD bisa dilaksanakan tahun 2012.
Dalam konteks perubahan iklim, hutan dapat berperan baik sebagai sink
(penyerap/penyimpan karbon) maupun source (pengemisi karbon). Deforestasi dan
degradasi meningkatkan source, sedangkan aforestasi, reforestasi, dan kegiatan
penanaman lainnya serta konservasi hutan meningkatkan sink. Meskipun saat ini

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

10

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

kehutanan masih sebagai net emitter, namun pemerintah bertekad untuk menurunkan
tingkat emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020 dari Business as Usual (BAU).
Untuk itu sektor kehutanan diwajibkan memberikan kontribusi sebesar 14% atau 52%
dari total penurunan emisi yang 26%.
Untuk menurunkan emisi, kegiatan mitigasi harus dilakukan yaitu dengan
mempertahankan kapasitas hutan dalam mneyerap karbon serta meningkatkan
penanaman. Selain itu upaya penurunan emisi harus menerapkan MRV yaitu dapat
diukur, dilaporkan, dan diverifikasi. Kegiatan-kegiatan seperti REDD dan
inventarisasi GRK harus memenuhi kaidah MRV. Sistem inventarisasi/monitoring
emisi harus menghasilkan informasi yang seakurat mungkin (reliable) dan sesuai
dengan kaidah internasional.
C. Valuasi Ekonomi Karbon
Teori valuasi ekonomi bukanlah hal baru dalam menghitung sumberdaya alam.
Konsep ini telah dimulai sejak tahun 1902 ketika Amerika melahirkan undangundang River and Harbor Act Of 1902 yang mewajibkan para ahli untuk melaporkan
tentang keseluruhan manfaat dan biaya yang ditimbulkan oleh proyek-proyek yang
dilakukan di sungai dan pelabuhan. Konsep ini kemudian lebih dikembangkan setelah
perang dunia kedua dimana konsep manfaat dan biaya lebih dikembangkan setelah
perang dunia kedua dimana konsep manfaat dan biaya lebih dikembangkan ke
pengukuran nilai tidak langsung (intangible) atau nilai yang tidak tampak (Cantlon
dan Herman, 1999).
Menurut Suparmoko (2005) pendekatan valuasi ekonomi terhadap sumberdaya
alam dapat dilakukan dengan empat metode :
1. Perubahan produksi, dimana terdiri dari jenis produksi apa saja, seperti
produksi pertanian, perikanan, produksi air, dan juga perubahan tingkat
kesehatan dalam masyarakat yang menyebabkan menurunnya produktifitas
serta biaya peluang (opportunity cost) juga dapat menyebabkan menurunnya
produktifitas, misal sebelum kuliah pendapatan 1 juta, setelah kuliah uang 1
juta tersebut hilang, ini yang disebut opportunity cost.
2. Nilai Properti (hedonic approach) nilai lahan, beda pendapatan/upah. Terjadi
perubahan pendapatan, misalnya tadinya sebagai petani, sekarang menjadi
buruh tambang.

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

11

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

3. Metode Survey (survey method) seperti Contingen Valuation Method (CVM),


dilakukan dengan mensurvey orang tentang seberapa besar mereka mau
membayar.
4. Pasar pengganti (surrogate market)
Barbier et al. (1997), mengatakan bahwa dalam melakukan penilaian terhadap
ekosistem alam memiliki tiga tipe pendekatan, yaitu :
1. Analisis dampak (impact analysis) penilaian ini dilakukan apabila nilai
ekonomi ekosistem dilihat dari dampak yang mungkin timbul sebagai akibat
dari aktifitas tertentu, misalnya pertambangan terhadap ekosistem hutan.
2. Partial analysis, pendekatan ini dilakukan dengan menetapkan dua atau lebih
alternatif pilihan pemanfaatan ekosistem hutan, sedangkan
3. Total Valuation dilakukan untuk menduga total kontribusi ekonomi dari
sebuah ekosistem tertentu kepada masyarakat.
Valuasi ekonomi dalam konteks lingkungan hidup adalah pengukuran preferensi
masyarakat untuk lingkungan yang baik dengan dibandingkan dengan yang buruk.
Valuasi bersifat fundamental untuk memikirkan pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable development), namun hal terpenting adalah mengetahui apa dan
bagaimana valuasi ekonomi dilakukan. (djijono, 2002)

IV.

METODOLOGI

A. Waktu dan Lokasi Kegiatan


a. Waktu : Tanggal 15 s/d 26 September 2010.

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

12

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

b. Lokasi : CA. Faruhumpenai, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi


Selatan
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan Kegiatan Valuasi Ekonomi
Karbon di CA Faruhumpenai Kabupaten Luwu Timur , antara lain :

Peta dasar/ Peta rupa bumi Indonesia Skala 1 : 50.000

Peta CA Faruhumpenai skala 1 : 100.000

GPS, untuk mengetahui letak dan posisi plot contoh

Altimeter, untuk mengetahui ketinggian tempat dari permukaan laut

Peta administrasi, peta kawasan hutan, dan peta penggunaan lahan.

Meteran rol, tali rapiah, dan patok kayu untuk pembuatan plot contoh

Hagameter, untuk mengukur tinggi pohon

Suunto, untuk mengetahui besarnya kemiringan (kelerengan) plot contoh

Pita diameter, untuk mengukur diameter pohon

Kamera, untuk dokumentasi penelitian

Ring sample, sendok tanah, pisau cutter, papan kayu ukuran 20 x 20 cm, dan
palu untuk pengambilan contoh tanah

Kuadran yang terbuat dari bambu atau kayu dengan ukuran 100 x 100 cm
untuk pengambilan contoh serasah dan tumbuhan bawah

Oven dan peralatan lainnya, untuk mengeringkan contoh tanah dan tanaman
sampai mencapai berat kering konstan

Gergaji, Parang dan gunting tanaman untuk pengambilan contoh kayu dan
tanaman

Amplop dan kantong plastik, untuk wadah contoh tanaman dan tanah

Timbangan kasar dan analitik untuk mengetahui berat basah dan kering
contoh kayu, tumbuhan bawah dan serasah

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

13

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

Tally sheet, kertas millimeter, dan alat tulis-menulis untuk memudahkan


mencatat dan merekam data hasil pengukuran, penggambaran dan
keterangan lainnya dari lapangan

Sasak, koran bekas, label gantung, spidol permanen, untuk pembuatan


herbarium terhadap jenis-jenis tanaman yang belum teridentifikasi di
lapangan

C. Metode Kegiatan
Pengumpulan data dalam pelaksanaan Valuasi Ekonomi Karbon secara garis
besarnya dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pengumpulan data sekunder dan
pengumpulan data primer.
1) Pengumpulan data sekunder, yaitu data yang berkaitan dengan jumlah
penduduk, curah hujan, jenis tanah, berupa laporan dan publikasi ilmiah dari
berbagai instansi pemerintah, badan pusat statistik, perguruan tinggi, dan
lembaga penelitian.
2) Pengumpulan data primer, yaitu data yang diambil langsung di lapangan
dengan menggunakan metode survey dan analisis di laboratorium meliputi
data, data tanah, berat jenis kayu masing jenis pohon, serasah, biomassa
tanaman, nekromassa, dan tumbuhan bawah.
a. Pembuatan Jalur
Jalur dibuat dengan memotong kontur
Lebar jalur 20 m dengan panjang 50 m
Tiap-tiap plot diberikan jarak 50 m
Tiap jalur mewakili jenis hutan primer dan sekunder

10

m
10

50
m

501. Jalur Pengamatan


Gambar
m

50
m

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

14

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

b. Pengukuran Tinggi dan Diameter Pohon


Mencatat nama setiap pohon
Diameter batang diukur setinggi dada (dbh = diameter at breast height = 1,3
m dari permukaan tanah) yang terdapat pada plot ukuran 20 m x 50 m.
pengukuran dbh pada pohon berdiameter >5 cm. Pohon dengan dbh <5 cm

diklasifikasikan sebagai tumbuhan bawah.


Lilitkan pita pengukur pada batang pohon, dengan posisi pita sejajar untuk
semua arah, sehingga data yang diperoleh adalah keliling batang pohon

(keliling batang = d).


Kemudian mencatat keliling batang dari setiap batang pohon yang diamati
pada blanko pengamatan yang telah disiapkan.

c. Pengukuran Sampel Tumbuhan Bawah


Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5

cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan, atau gulma.


Pengambilan contoh tumbuhan bawah harus dilakukan dengan metode

destructive (merusak bagian tanaman).


Gunakan kuadran 100 cm x 100 cm yang diletakkan pada petak ukur

yang berukuran 20 m x 50 m secara selang seling.


Potong semua tumbuhan bawah yang teradapat di dalam kuadran,
masukkan ke dalam plastik, beri label sesuai dengan kode titik contohnya.

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

15

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

Gambar 2. Pengambilan sampel tumbuhan bawah

Untuk memudahkan penanganan, ikat semua kantong berisi tumbuhan


bawah yang diambil dari satu jalur. Masukkan dalam karung besar untuk
mempermudah pengangkutan ke laboratorium.

Gambar 3. Sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik

Timbang berat basah tumbuhan bawah pada kuadran 100 cm x 100 cm,

catat beratnya dalam blanko


Ambil sampel tumbuhan bawah sekitar 100-300 gr. Apabila biomassa

contoh yang didapatkan hanya sedikit (<100 gr) maka timbang semuanya.
Keringkan sampel tumbuhan bawah pada oven dengan suhu 80oC selama
2 x 24 jam. Timbang berat keringnya dan catat dalam blanko.

d.

Pengukuran Sampel Tanah


Lakukanlah karakterisasi tanah dari setiap lahan yang dipilih sebagai plot
contoh dengan jalan mengambil contoh tanah. Beberapa pengukuran yang

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

16

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

dibutuhkan adalah berat isi tanah, tekstur (persentase kandungan liat, pasir, dan
debu) dan pH tanah. Ada 2 macam contoh tanah yang harus diambil yaitu :
1. Contoh tanah terganggu yang digunakan untuk analis kimia tanah seperti
pH, C organic, N total, P-tersedia, K, Ca, Mg, Kapasitas Tukar Kation,
kandungan pasir, liat, debu. Khusus untuk tanah masam analisis kendungan
Aluminium dapat dipertukar (Aldd) dan Hdd perlu juga diukur.
2. Contoh tanah utuh (tidak terganggu), untuk pengukuran BI tanah.
Contoh tanah terganggu
Ambil contoh tanah dengan menggunakan cangkul atau parang pada titik
contoh yang sama pengambilan tumbuhan bawah dan serasah dengan
kedalaman 30 cm.

3030cm

Gambar 4. Sketsa pengambilan contoh tanah

Masukkan contoh tanah ke dalam plastik sekitar 1 kg . beri label dan ikat

dengan karet gelang, siap untuk diangkut ke camp/laboratorium.


Kemudian buka plastik dan kering anginkan tanahnya. Setelah kering,
tumbuk dan ayak dengan ayakan berukuran lubang pori 2 mm. ambillah
tanah yang lolos ayakan, masukkan kembali ke dalam 2 kantong plastik,

beri label. Buang tanah yang tertinggal dalam ayakan.


Contoh tanah dalam kantong plastik siap dikirim ke laboratorium untuk
dianalisa.

Contoh tanah utuh (tidak terganggu)


Ambil contoh tanah pada petak ukur ukuran 100 cm x 100 cm.
Pindahkan serasah-serasah kasar yang ada di atas permukaan tanah.
Kemudian pindahkan tanah ke dalam kantong plastik dan tutup segera
(diikat dengan karet gelang), timbang berat basahnya (W1). Catat

beratnya dalam blanko yang disediakan, lalu dibawa ke laboratorium.


Keringkan contoh tanah dalam oven pada suhu 105oC selama 2 hari, dan

timbang berat keringnya (W2)


Hitung berat isi (BI) tanah dengan rumus :

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

17

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

BI =

W 2(gr )
V ( volume tanahdalam cm 3 )

e. Pengukuran Sampel Serasah


Gunakan kuadran kayu yang berukuran 100 cm x 100 cm. ambil contoh
serasah pada kuadran yang sama dengan yang digunakan untuk

pengambilan contoh biomassa tumbuhan bawah.


Ambil semua sisa-sisa bagian tanaman mati, daun-daun, dan rantingranting gugur yang terdapat dalam tiap-tiap kuadran, masukkan ke dalam

kantong plastik dan beri label sesuai dengan kode contohnya.


Untuk memudahkan penanganan, ikat semua kantong plastik berisi
serasah dan masukkan ke dalam karung besar untuk dibawa ke

camp/laboratorium.
Keringkan semua serasah di bawah sinar matahri, bila sudah kering
goyang-goyangkan agar tanah yang menempel dalam serasah rontok dan

terpisah dengan serasah. Timbang cntoh serasah


Ambil contoh serasah sebanyak 100-300 gr untuk dikeringkan dalam
oven pada suhu 80o C selama 48 jam. Bila biomassa contoh yang
didapatkan hanya sedikit (<100 gr), maka timbang semuanya dan jadikan

sebagai sub-contoh.
Timbang berat keringnya dan catat dalam blanko yang telah disediakan.
Masukkan serasah ke dalam kantong plastik dan beri label untuk

keperluan analisa kandungan C.


Serasah halus yang lolos ayakan kelompokkan sebagai contoh tanah,
ambil 50 gr untuk analisa kandungan C atau hara lainnya.

f. Pengukuran sampel nekromassa


Lakukan pengambilan contoh nekromassa (bagian tanaman mati) pada

permukaan tanah yang masuk dalam plot 20 m x 50 m.


Ukur diameter (lingkar batang) dan panjang (tinggi) semua pohon mati

yang berdiri maupun roboh, tunggul tanaman mati, cabang, dan ranting.
Catat dalam blanko pengukuran

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

18

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

Ambil sedikit contoh kayu ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm, timbang berat


basahnya, masukkan dalam oven suhu 80oC selama 48 jam untuk
menghitung bj nya.

Gambar 5. Contoh pengukuran nekromassa

D. Rumus Yang Digunakan


Rumus-Rumus yang digunakan untuk menduga besarnya biomassa dan simpanan
karbon pada masing-masing carbon pool adalah :
1. Karbon di atas permukaan
a. Pohon dengan diameter 5 cm yaitu : Y = 42.69 - 12.800(D) + 1.242(D2)
(Brown, 1977 dalam Wetlands International, 2009)
b. Tumbuhan bawah dengan diameter < 5 cm yaitu : Total BK = sama dengan
serasah
c. Kayu mati tumbang (Nekromasa) yaitu W = * D2 * H * /40 (Hairiah dan
Rahayu, 2007)
W = Biomasa (kg) H = panjang kayu (m), D = diameter kayu (cm), = berat
jenis (g/cm3), 40 adalah konstanta. (Hairiah dan Rahayu, 2007)
d. Serasah yaitu Total BK (g) =( BK subsample/BB subsample)x total BB(g)
BB = berat basah (g), BK = berat kering (g).
( Hairiah dan Rahayu, 2007)
2. Karbon di bawah permukaan
Tanah yaitu KK = BD x LT x KT x C (Murdiyarso, dkk, 2004)
KK = Kandungan karbon dalam ton, BD = bobot isi tanah (g/cm3), LT = luas
tanah (m2), KT = Ketebalan tanah (m), C = Kadar karbon tanah (%).

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

19

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
1.

No
Jal
ur
1

Tabel Pengukuran karbon pada tingkat pohon

No.Plo
t

3
4
5
6
Sub
Total
Sub
Rata2
1
2
3
4
5
6

Y1

(biomasa)/

(karbon)kg

plot

/plot

Y1 (karbon)
ton/plot

Y1
(karbon)

Y1

ton/ha
71,4781297

1
2

Y1

16908,9479

8454,4740

8,4545

84,5447

7
372,001819

38574,6974

19287,3487

19,2873

192,8735

9
50,9739067

14279,2026

7139,6013

7,1396

71,3960

2
15,9913123

7997,8278

3998,9139

3,9989

39,9891

8
78,8850807

17763,4547

8881,7274

8,8817

88,8173

19709,9883

9854,9942

9,8550

98,5499

97,1209097

115234,1187

57617,0593

57,6171

576,1706

686,4512

19205,6865

9602,8432

9,6028

96,0284

114,4085
233,036325

30531,0547

15265,5274

15,2655

152,6553

3
128,719118

22690,8897

11345,4449

11,3454

113,4544

8
165,721806

25746,5964

12873,2982

12,8733

128,7330

5
163,085679

25541,0007

12770,5004

12,7705

127,7050

2
555,145622

47123,0569

23561,5285

23,5615

235,6153

9
250,698583

31666,9281

15833,4641

15,8335

158,3346

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

20

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan
243,479184

7
8
9

31207,6391

15603,8196

15,6038

156,0382

5
27,3532321

10460,0635

5230,0318

5,2300

52,3003

1
216,903942

29455,3182

14727,6591

14,7277

147,2766

Sub
Total
Sub
Rata2
3

254422,5473

127211,2737

127,2113

1272,1127

1984,1435

28269,1719

14134,5860

14,1346

141,3459

220,4604
120,102585

1
2

21918,265

10959,1325

10,9591

109,5913

2
26,9764652

10387,7746

5193,8873

5,1939

51,9389

Sub
Total
Sub
Rata2
Grand
Total
Grand
Rata2

2.

32306,0396

16153,0198

16,1530

161,5302

147,0791

16153,0198

8076,5099

8,0765

80,7651

73,5395

401962,7056

200981,3528

200,9814

2009,8135

2817,6737

23644,8650

11822,4325

11,8224

118,2243

165,7455

Tabel Pengukuran karbon pada tumbuhan bawah

No
.

No.

Jal

Plot

B.Total

BS

BS

Basah

Kering

BK

(g/m2)

(kg/m2

(ton/ha

ur
1

1000

150

61,5300

410,2000
1141,765

205,1000

0,2051

2,0510

2380

150

71,9600

570,8827

0,5709

5,7088

1500

150

70,7300

707,3000
1364,290

353,6500

0,3537

3,5365

3710

150

55,1600

682,1453

0,6821

6,8215

740

150

60,3500

297,7267
1493,166

148,8633

0,1489

1,4886

6
Sub

2500

150

89,5900
409,320

7
5414,44

746,5833
2707,22

0,7466

7,4658

0
68,2200

93
902,408

47
451,204

Total
Sub

11830
1971,66

900
150

2,7072
0,4512

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

27,0722
4,5120

21

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan
RataRata
2

6667

310

150

35,3800

73,1187
1556,184

36,5593

0,0366

0,3656

3540

150

65,9400

778,0920

0,7781

7,7809

1070

150

89,8800

641,1440

320,5720

0,3206

3,2057

200

150

65,6200

87,4933

43,7467

0,0437

0,4375

790

150

64,1300

337,7513

168,8757

0,1689

1,6888

470

150

40,0000

125,3333

62,6667

0,0627

0,6267

260

150

65,3300

113,2387

56,6193

0,0566

0,5662

870

150

46,7500

271,1500

135,5750

0,1356

1,3558

9
Sub

430

150

26,2300
499,260

75,1927
3280,60

37,5963
1640,30

0,0376

0,3760

1350

60

30

150

55,4733

364,511

182,255

Total
Sub
RataRata
3

7940
882,222
2222

1,6403

16,4030

0,1823

1,8226

320

150

56,9200

121,4293

60,7147

0,0607

0,6071

2
Sub

320

150

57,9900
114,910

123,7120
245,141

61,8560
122,570

0,0619

0,6186

0,1226

1,2257

61,2853

0,0613

0,6129

4,4701

44,7010

0,2629

2,6295

Total
Sub

640

300

Rata-

320

150

57,4550

20410

2550

Rata
Grand
Total
Grand
RataRata

3.

1200,58

150

8235

122,570
7

1023,49

8940,19

4470,09

00

67

83

525,893

262,947

60,2053

Tabel Pengukuran karbon pada serasah

No
.

B.S

(kg/

(ton/

(g/m2)

m2)

ha)

Jal

No.

B.

Bas

BS

ur

Plot

Total

ah

Kering

450

150

69,0400

207,1200

103,5600

51,7800

0,0518

0,5178

1680

150

62,4700

699,6640

349,8320

174,9160

0,1749

1,7492

1700

150

54,2600

614,9467

307,4733

153,7367

0,1537

1,5374

1430

150

66,1000

630,1533

315,0767

157,5383

0,1575

1,5754

BK

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

22

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

1130

150

62,3600

469,7787

234,8893

117,4447

0,1174

1,1744

6
Sub

450

150

65,7100
379,940

197,1300
2818,792

98,5650
1409,396

49,2825
704,698

0,0493

0,4928

0,7047

7,0470

63,3233

469,7988

234,8994

0,1174

1,1745

Total
Sub
Rata-

6840

900

1140

150

Rata
2

117,449
7

1650

150

69,0400

759,4400

379,7200

189,8600

0,1899

1,8986

2040

150

62,4700

849,5920

424,7960

212,3980

0,2124

2,1240

1050

150

54,2600

379,8200

189,9100

94,9550

0,0950

0,9496

870

150

66,1000

383,3800

191,6900

95,8450

0,0958

0,9585

900

150

62,3600

374,1600

187,0800

93,5400

0,0935

0,9354

1280

150

65,7100

560,7253

280,3627

140,1813

0,1402

1,4018

1020

150

125,0000

850,0000

425,0000

212,5000

0,2125

2,1250

2760

150

125,0000

2300,0000

1150,0000

575,0000

0,5750

5,7500

9
Sub

870

150

125,0000
754,940

725,0000
7182,117

362,5000
3591,058

181,2500
1795,52

0,1813

1,8125
17,955

93

83,8822

798,0130

399,0065

12440

Total
Sub

1382,2

Rata-

222

Rata
3

1350

150

199,503
3

1,7955

0,1995

1,9950

810

200

125,0000

506,2500

253,1250

126,5625

0,1266

1,2656

2
Sub

810

200

125,0000
250,000

506,2500
1012,500

253,1250

126,5625
253,125

0,1266

1,2656

0,2531

2,5313

0,1266

1,2656

Total
Sub
RataRata
Grand
Total
Grand
RataRata

4.

1620

400

810

200

20900

2650

1229,4

155,

118

125,000

506,2500

0
126,562

506,2500

253,1250

1384,88

11013,41

5506,705

2753,35

00

00

25

81,4635

647,8476

323,9238

161,961
9

2,7534

0,1620

Tabel Pengukuran Karbon Pada Nekromassa

No.Jal
ur
1

Nekromasa
No. Plot
1
2
3
4

(ton/ha)
22,7751
14,9536
18,8787
9,0869

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

23

27,533
5
1,6196

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

5.

5
6
Sub Total
Sub Rata-

0,0677
2,1281
67,8901

Rata
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Sub Total
Sub Rata-

11,3150
6,3804
2,0920
38,6968
10,4415
9,7477
18,2473
5,6349
6,9300
98,1706

Rata
1
2
Sub Total
Sub Rata-

12,2713
21,3214
16,2741
37,5955

Rata
Grand Total
Grand Rata-

18,7977
203,6562

Rata

12,7285

Tabel Pengukuran karbon pada tanah

No
Jalu

Kedalama

C-Organik

BD

n Tanah

volume

(%)

(g/cm3)

(m)

(m3)

No. Plot

1,03

1,2

0,2

2000

24,7

1,02

1,2

0,2

2000

24,5

2,54

1,2

0,2

2000

61,0

1,02

1,2

0,2

2000

24,5

2,44

1,2

0,2

2000

58,6

2,43

1,2

0,2

2000

58,3

10,48

7,2

1,2

12000

251,52

Sub Total

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

ton/ha

24

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan
Sub RataRata
2

1,7467

1,2000

0,2000

00

41,9200

2,68

1,2

0,2

2000

64,3

2,66

1,2

0,2

2000

63,8

1,04

1,2

0,2

2000

25,0

2,33

1,2

0,2

2000

55,9

2,33

1,2

0,2

2000

55,9

3,32

1,2

0,2

2000

79,7

3,13

1,2

0,2

2000

75,1

3,11

1,2

0,2

2000

74,6

9
Sub Total
Sub RataRata
3

2000,00

2,31

1,2

0,2

2000

55,4

22,91

10,8

1,8

18000
2000,00

549,84

2,5456

1,2000

0,2000

00

61,0933

2,43

1,2

0,2

2000

58,3

2,03

1,2

0,2

2000

48,7

Sub Total
Sub Rata-

4,46

2,4

0,4

4000

107,04

Rata
Grand

2,23

1,2

0,2

2000

53,5200

Total
Grand

37,85

20,4

3,4

34000
2000,00

908,4

2,2265

1,2000

0,2000

00

53,4353

Rata-Rata

B. Pembahasan
Hutan alami merupakan penyimpan karbon tertinggi bila dibandingkan dengan
sistem penggunaan lahan pertanian. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman
jenis pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak merupakan gudang
penyimpan C tertinggi. Bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian
atau perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah C tersimpan akan merosot.
Jumlah C tersimpan antar lahan tersebut berbeda-beda, tergantung pada keragaman
dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya.
Indonesia memiliki berbagai macam penggunaan lahan, mulai dari yang paling
ekstensif, misalnya agroforestry kompleks yang menyerupai hutan, hingga paling
intensif seperti sistem pertanian semusim monokultur. Pengukuran secara kuantitatif
C tersimpan dalam berbagai macam lahan perlu dilakukan. Untuk itu diperlukan

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

25

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

metode pengukuran standar yang baku dan telah dipergunakan secara luas, agar
hasilnya dapat dibandingkan antar lahan dan antar lokasi.
Valuasi ekonomi karbon merupakan penghitungan kemampuan suatu kawasan
dalam menyerap karbon yang dapat dinilai secara ekonomis. Pada kegiatan valuasi
ekonomi karbon ini dilaksanakan pada kawasan Cagar Alam Faruhumpenai
kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. Kawasan ini merupakan kawasan
suaka alam terluas di provinsi Sulawesi Selatan. Merupakan contoh perwakilan
ekosistem hutan hujan tropis pegunungan rendah, hutan pamah primer dan hutan
rawa yang memiliki keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi. Antara lain
jenis tumbuhan alam seperti Palaquium sp, Callophyllum sp, Vitex sp, Agathis sp, dan
lain-lain. Menurut Jumina (2010) "Harga kredit karbon ini berkisar antara USD 10-13
per ton CO2 dan mekanisme pembayaran serta klaimnya dikoordinasikan oleh
sejumlah badan dunia, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Bank Dunia, dan
European Union (EU).
Parameter yang diukur dalam penghitungan karbon pada kegiatan ini meliputi :
pohon, tumbuhan bawah, serasah, nekromassa dan tanah. Untuk tingkat pohon
parameter yang diukur meliputi diameter dan tinggi pada plot yang berukuran 20 m x
50 m. Tumbuhan bawah, serasah dan tanah diukur pada petak yg berukuran 1 m x 1
m dengan cara menimbang beratnya dan menyiapkan untuk sampel analisis sekitar
200 gr. Sedangkan nekromassa (pohon mati) baik yang berdiri maupun sudah rebah
diukur pada areal plot 20 m x 50 m.
Pengukuran karbon dilaksanakan dengan metode jalur yang terdiri dari plot- plot
(petak ukur) dengan ukuran petak ukur 20 m x 50 m dan jarak antar plot sebesar 50
m. Pada kegiatan ini jalur yang dibuat sebanyak 3 jalur dengan jumlah plot (petak
ukur) 17 buah.
1. Pengukuran pada tingkat pohon
Cagar Alam Faruhumpenai sangat kaya dan beragam oleh jenis pepohonan. Pada
jalur 1 yang berbatasan dengan desa non blok terdapat berbagai jenis pohon
diantaranya bintangur, barringtonia, matoa, Gnetum gnemon, kalapi, betao, pandan,
rambutan, dan lain-lain. Dengan diameter yang beragam antara 5,09 cm hingga 66,85
cm. Jumlah plot dalam jalur 1 ini sebanyak 6 plot. Tumbuhan dalam kehidupannya
sehari-hari melakukan apa yang disebut fotosintesis. Dalam proses fotosintesis ini
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

26

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

selain diproduksi zat organik juga dihasilkan gas oksigen. Penyerapan CO2 oleh
tumbuhan memberi andil dalam mengurangi pencemaran CO2 di udara. Karbon dari
CO2 ini disimpan di dalam jaringan tumbuhan (kayu).
Fotosintesis tumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi di dalam daundaun tumbuhan dimana terjadi penyerapan CO2 dan dihasilkannya gas oksigen yang
ditambahkan ke udara kita. Persamaan reaksi kimia fotosintesis adalah :
karbondioksida gas (CO2) + air (H2O) + pigmen klorofil daun + energi mata hari
zat organik (C6H12O6) + oksigen gas (O2).
Tipe hutan pada jalur 1 terdiri dari hutan sekunder dan hutan primer dengan
ketinggian antara 174-225 mdpl. Pada jalur ini, kemampuan pepohonannya menyerap
karbon sebesar 576,1706 ton/ha dengan rata-rata per plot 96,0284 ton/ha. Plot 2
memiliki kemampuan menyerap karbon yang paling besar yaitu 192,8735 ton/ha.
Pohon yang terdapat pada plot 2 yaitu Palaquium sp, Mangifera sp, pandan,
rambutan, bonuk, matoa, betao, jambu-jambu, Pometia Pinnata. Plot 2 terletak pada
koordinat 223'10" dan 12051'6" dengan ketinggian 187 mdpl.
Jalur 2 terdiri dari 9 plot (petak ukur) dengan ketinggian antara 668-746 mdpl.
Pada jalur 2 kemampuan pepohonannya menyerap karbon sebesar 1272,1127 ton/ha.
Plot 5 mempunyai kemampuan menyerap karbon yang paling besar yaitu 235,6153
ton/ha. Jenis pohon yang terdapat pada plot 5 antara lain Gluta renghas,
Cinnamomum sp, Barringtonia sp, Quercus sp, pada, dengeng, dan pada. Sedangkan
jalur 3 memiliki kemampuan menyerap karbon sebesar 161,5302 ton/ha.
Sehingga rata-rata kemampuan menyerap karbon pepohonan yang terdapat pada
Cagar Alam Faruhumpenai adalah 118,2243 ton/ha. Dengan luas kawasan 90.000 ha
maka secara total pepohonan di dalam kawasan mampu menyerap karbon sebesar
10.640.187 ton. Sehingga apabila nilai secara ekonomi sebesar $ 106.401.870 dengan
asumsi $10 / ton.
Sumber karbon (carbon pool) penting harus disesuaikan berdasarkan pola
penggunaan sumberdaya alam dan additionality yang ingin dicapai. Pola pemanfaatan
sumberdaya alam tertentu akan berdampak pada sumber karbon tertentu. Pola
pemanfaatan sumberdaya hutan memiliki potensi pengurangan sumber karbon yang
berbeda dengan pola pemanfaatan sumber daya lahan lainnya. Karena itu identifikasi

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

27

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

sumber karbon yang penting untuk diukur perlu disesuaikan dengan pola penggunaan
lahan dan tipe program pengurangan emisi karbon.
Berbeda dengan sistem pengukuran karbon, sistem penilaian tegakan hutan
biasanya hanya mengukur satu dari 5 sumber karbon yang ada, yaitu BAP (Biomassa
Atas Permukaan). Itu pun hanya sebagian saja, mengingat tujuan utama inventarisasi
hutan adalah penilaian tegakan komersil pada tinggi bebas cabang. Vegetasi lain,
seperti tumbuhan bawah, liana, palem, dan herba juga merupakan bagian dari BAP.
(Pambudhi, 2010)
2. Pengukuran Pada Tumbuhan Bawah
Tumbuhan bawah pada kawasan Cagar Alam Faruhumpenai memiliki kandungan
karbon rata-rata 2,6295 ton/ha, sehingga total keseluruhan karbon tersimpan
tumbuhan bawah sebesar 236.655 ton/ha.
Metode yang digunakan pada tumbuhan bawah secara destructif yang terdiri dari
pohon berdiameter < 5 cm, herba dan rumput-rumputan.
Hutan berperan dalam upaya peningkatan penyerapan CO2 dimana dengan
bantuan cahaya matahari dan air dari tanah, vegetasi yang berklorofil mampu
menyerap CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara
lain disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi
makin besar atau makin tinggi. Pertumbuhan ini akan berlangsung terus sampai
vegetasi tersebut secara fisiologis berhenti tumbuh atau dipanen. Secara umum hutan
dengan net growth (terutama dari pohon-pohon yang sedang berada fase
pertumbuhan) mampu menyerap lebih banyak CO2, sedangkan hutan dewasa dengan
pertumbuhan yang kecil hanya menyimpan stock karbon tetapi tidak dapat menyerap
CO2 berlebih/ekstra (Kyrklund, 1990). Dengan adanya hutan yang lestari maka
jumlah karbon (C) yang disimpan akan semakin banyak dan semakin lama. Oleh
karena itu, kegiatan penanaman vegetasi pada lahan yang kosong atau merehabilitasi
hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO2 di atmosfer.
Secara ekonomis kemampuan tumbuhan bawah dalam menyerap karbon pada
Cagar Alam Faruhumpenai sebesar $ 2.366.550. Nilai ini sangat kecil apabila
dibandingkan dengan pepohonan.
3. Pengukuran Pada Serasah

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

28

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

Serasah dalam ekologi digunakan untuk dua pengertian yaitu (1) yaitu lapisan
bahan tumbuhan mati yang terdapat pada permukaan tanah dan (2) bahan-bahan yang
tidak terikat lagi pada tumbuhan (Yunasfi, 2006). Serasah merupakan bahan organik
yang mengalami beberapa tahap proses dekomposisi dpat mengahsilkan zat yang
penting bagi kehidupan dan produktifitas perairan, terutama dalam peristiwa rantai
makanan (Arief, 2003). Menurut Mason (1977) terdapat 2 tahap proses dekomposisi
serasah yaitu :
1. Proses pelidihan (leaching), yaitu mekanisme hilangnya bahan-bahan yang
terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air.
2. Penghawaan (wathering), merupakan mekanisme pelapukan oleh faktorfaktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air.
3. Aktifitas biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh makhluk
hidup yang melakukan dekomposisi.
Serasah pada kawasan ini mempunyai kemampuan rata-rata menyerap karbon
sebesar 1,6196 ton/ha. Sehingga totalnya sebesar 145.764 ton jumlah karbon. Secara
ekonomi nilai jual penyerapan karbon serasah sebesar $ 1.457.640.
Penyerapan karbon yang paling besar terdapat pada jalur 2 dengan jumlah ratarata 1,9950 ton/ha, sedangkan yang paling rendah pada jalur 1 dengan jumlah ratarata 1,1745 ton/ha. Plot 7 pada petak ukur 2 memiliki nilai karbon tersimpan yang
paling tinggi diantara plot-plot lain yaitu 5,75 ton/ha.
Jumlah karbon pada serasah sangat dipengaruhi oleh banyaknya tegakan yang
mati. Hal ini disebabkan karena adanya aliran permukaan yang membuat tercucinya
karbon dari serasah. Proses respirasi pada serasah juga akan melepas karbon terikat
menjadi karbon bebas ke atmosfer, proses respirasi ini sangat dipengaruhi oleh suhu
udara.
4. Pengukuran Pada Nekromassa dan Tanah
Nekromassa merupakan massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang
masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon), atau telah tumbang/tergeletak di
permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (serasah) yang belum
terlapuk.

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

29

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

Nekromassa yang tedapat pada jalur pengukuran yaitu pandan, nato, pada, mata
kucing, dengeng, jambu-jambu, bakata, betau pangka. Jumlah karbon tersimpan pada
nekromassa yang terbesar terdapat pada jalur 2 dengan rata-rata 21,1042 ton/ha.
Sedangkan rata-rata karbon tersimpan pada nekromassa secara keseluruhan pada
kawasan sebesar 12,7285 ton/ha. Sehingga total karbon pada nekromassa yaitu
1.145.565 ton. Secara ekonomi nilainya sebesar $ 11.455.650.
Penyimpanan karbon dalam tanah merupakan penyimpanan karbon dalam bentuk
yang relatif stabil, baik melalui fiksasi CO2 atmosfer secara langsung maupun tidak
langsung. Pengikatan karbon secara langsung terjadi reaksi senyawa inorganik
kalsium dan magnesium karbonat, sedangkan secara tidak langsung melalui
fotosintesis tanaman yang mampu merubah CO2 atmosfer menjadi biomasa tanaman.
Secara berangsur biomasa tanaman ini secara tidak langsung tersimpan dalam bentuk
bahan organik tanah selama proses dekomposisi. Jumlah karbon yang tersimpan pada
tanah merupakan refleksi keseimbangan yang telah dicapai dalam jangka panjang
antara mekanisme pengambilan dan pelepasan karbon. Banyak metode agronomi,
kehutanan dan konservasi termasuk sebagai pengelolaan lahan yang dapat
meningkatkan fiksasi karbon di dalam tanah.
Tanah merupakan pol karbon yang penting didunia yang meliputi 1.500 2.000
Pg (1Pg = petagram = 1 milyar ton) dan 800 1.000 Pg sebagai karbon inorganik
tanah dalam bentuk karbonat (Eswaran et al, 1993). Kandungan karbon organik tanah
umumnya tinggi dalam tanah alami di bawah vegetasi rumput atau hutan. Konversi
hutan dan padang rumput menjadi areal budidaya tanaman dan peternakan
mengakibatkan hilangnya karbon organik tanah. Lahan padang rumput dan hutan
mengalami kehilangan karbon organik tanah 20 50 % kandungan awalnya setelah
diolah selama 40 50 tahun. Kehilangan karbon organik tanah masa lalu sering
berkaitan dengan tingkat produksi yang rendah, pengolahan tanah yang intensif,
penggunakan pupuk dan amelioran organik yang kurang memadai dan kurangnya
perlindungan tanah dari erosi dan proses degradasi lahan yang lain.
Karbon tersimpan pada tanah di kawasan faruhumpenai memiliki rata-rata
sebesar 53,4353 ton/ha. Jalur 2 mempunyai rata-rata karbon tersimpan yang paling

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

30

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

besar yaitu 61,0933 ton/ha sedangkan yang paling kecil pada jalur 1 yaitu 41,92
ton/ha. Total keseluruhan kemampuan tanah pada CA. Faruhumpenai sebesar
4.809.177 ton, sehingga secara ekonomis nilai karbonnya sebesar $ 48.091.770.
Jumlah karbon tersimpan pada CA. Faruhumpenai tidak dipengaruhi oleh
perubahan fungsi lahan karena merupakan kawasan konservasi yang dijaga
kelestariannya sehingga semua siklus karbon berjalan secara alami.
Penyimpanan karbon di dalam tanah dapat berubah karena erosi, yang
menyebabkan redistribusi karbon pada lansekap. Pemecahan agregat menyebabkan
peningkatan mineralisasi bahan organik yang sebelumnya terlindung dalam agregat.
Bahan tererosi yang terdeposisikan pada suatu lansekap atau di dalam sistem perairan
tidak semuanya dapat dianggap sebagai karbon yang hilang ke atmosfer. Untuk alasan
yang sama, karbon tanah yang dapat dipertahankan dari penurunan erosi tidak dapat
dihitung seluruhnya sebagai transformasi dari CO2 atmosfer.

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Karbon tersimpan pada tingkat pohon pada kawasan CA. Faruhumpenai
sebesar 10.640.187 ton dengan nilai ekonomi sebesar $ 106.401.870.
2. Daya serap karbon pada tumbuhan bawah sebesar 236.655 ton dengan nilai
ekonomi sebesar $ 2.366.550.
3. Karbon tersimpan pada serasah sebesar 145.764 ton dengan nilai ekonomi
sebesar $ 1.457.640.
4. Karbon tersimpan pada nekromassa sebesar 1.145.565 ton dengan nilai
ekonomi sebesar $ 11.455.650.
5. Karbon tersimpan pada tanah sebesar 4.809.177 ton dengan nilai ekonomi
sebesar $ 48.091.770.
6. Total karbon tersimpan pada kawasan Cagar Alam Faruhumpenai sebesar
16.977.348 ton dengan nilai ekonomi sebesar $ 169.773.480.
B. Saran
1. Perlu digunakan metode destruktif pada tingkat pohon untuk menemukan
rumus allometrik dari setiap jenis pohon.
2. Kegiatan valuasi ekonomi karbon ini perlu dilaksanakan secara berkelanjutan
khususnya di daerah CA. Faruhumpenai untuk lebih melengkapi data yang
telah diperoleh dari kegiatan valuasi ekonomi karbon sebelumnya.

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

31

Valuasi Ekonomi Karbon Ca. Faruhumpenai


Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan

Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan

32

Anda mungkin juga menyukai