Anda di halaman 1dari 8

I.

1 Sensor Citra Satelit


Sensor didalam pengindraan jauh merekam tenaga yang dipantulkan atau dipancarkan oleh
objek di permukaan bumi. Setelah melalui proses tenaga tersebut menghasilkan data
pengindraan jauh dalam bentuk data digital dan data visual. Data digital atau data numerik
dianalisis dengan menggunakan komputer, sedangkan data visual pada umumnya dianalisis
secara manual (Bayu Prayudha, 2020) Sensor digunakan untuk melacak, mendeteksi, dan
merekam suatu objek dalam daerah jangkauan tertentu.
Sensor berdasarkan proses perekemannya dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Sensor fotografi: Tenaga elektromagnetik diterima, direkam pada emulsi film, dan diproses
untuk menghasilkan foto udara. Perekaman dilakukan dari udara, baik melalui pesawat
udara atau wahana lainnya. Jika perekaman dilakukan dari antariksa, hasil akhirnya disebut
foto satelit.
2. Sensor elektronik: Berupa alat yang bekerja secara elektrik dan pemrosesannya
menggunakan komputer. Hasil akhirnya berupa data visual atau data digital/numerik.
Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor lainnya dan dipasang
pada wahana satelit ruang angkasa dengan ketinggian lebih dari 400 km dari permukaan bumi.
Sensor dalam kaitannya dengan penginderaan jauh merekam tenaga yang dipantulkan atau
dipancarkan oleh objek di permukaan bumi. Data penginderaan jauh dapat berupa data digital
atau data numerik untuk keperluan analisis menggunakan komputer. Satelit penginderaan jauh
dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Citra satelit alam terbagi menjadi dua, yaitu citra satelit resolusi rendah (SPOT, Landsat,
dan ASTER) dan citra satelit resolusi tinggi (IKONOS, Worldview, Quickbird, dan
Pléiades).
2. Citra satelit cuaca terdiri dari MODIS, ATS-1, TIROS-1, AVHRR, GOES, DMSP, NOAA.
Citra inderaja dapat dibedakan menurut penggunaan sensornya, menjadi citra optik dan
citra radar. Citra optik merupakan citra udara yang diperoleh menggunakan kamera dengan
memanfaatkan sensor energi matahari, sedangkan citra radar diperoleh melalui pemantulan
gelombang mikro. Oleh karena itu, sensor optik disebut sensor pasif dan sensor radar disebut
sensor aktif. Citra optik dan citra radar mencakup informasi yang berbeda dari objek yang
diselidiki, namun keduanya saling melengkapi. Citra optik memberikan informasi penutup
permukaan, sedangkan citra radar memberikan informasi volume bentuk geometrik.
Citra digital pengindraan jauh adalah citra yang menggambarkan kenampakan permukaan
(atau dekat permukaan) bumi yang diperoleh melalui proses perekaman pantulan (reflectance),
pancaran (emittance), maupun hamburan balik (backscatter) gelombang elektromagnetik dengan
sensor optik-elektronik yang terpasang pada suatu wahana, baik itu wahana dimenara, pesawat
udara maupun wahana luar angkasa (Danoedoro, 1996). Jadi citra satelit adalah citra digital
pengindraan jauh dari sensor optik-elektronik di wahana luar angkasa yaitu satelit. Karakteristik
citra satelit pengindraan jauh perlu diketahui agar pemanfaatannya efektif dan efisien. Dibawah
ini merupakan beberapa karakteristik citra satelit meliputi:

1. Resolusi spasial yaitu ukuran obyek terkecil yang masih dapat terdeteksi terpisah oleh
sensor.
2. Lebar sapuan yaitu lebar permukaan bumi yang diindera secara sekaligus pada saat
pengindraan.
3. Resolusi spektral yaitu jumlah saluran spektral (band) dan makin sempitnya kanal-kanal
spektral tersebut.
4. Resolusi temporal yaitu periode waktu (standar) satelit kembali berada diatas tempat
yang sama di bumi.
5. Resolusi radiometrik dari datanya, pada umumnya adalah 8 bit
II.4.Koreksi Citra
Saat mengedit citra satelit, langkah yang paling penting adalah melakukan koreksi agar
citra sesuai dengan proyeksi peta yang diinginkan. Koreksi citra adalah suatu kegiatan
memperbaiki citra landsat yang digunakan supaya benar-benar memberikan informasi yang jelas
dan akurat baik secara geometris maupun radiometris. Berdasarkan hal tersebut, kegiatan koreksi
citra ini dapat dikatakan sebagai operasi preprocessing (Danoedoro, 1996), Koreksi citra yang
akan dibahas adalah sebagai berikut.
1.Koreksi Geometrik
Koreksi geometrik dalam pengolahan citra adalah proses transformasi citra hasil dari
penginderaan jauh untuk memastikan bahwa citra yang diolah memiliki karakteristik peta yang
akurat, seperti perubahan bentuk kerangka liputan dari bentuk bujur sangkar menjadi bentuk jajar
genjang. Menurut Jensen (1986), koreksi geometrik terdiri dari dua tahap utama, yaitu registrasi
geometrik dan rektifikasi geometrik. Registrasi geometrik adalah proses pencocokan citra satu
dengan yang lain menggunakan daerah yang sama yang telah dikoreksi sebelumnya, sementara
rektifikasi adalah pembuatan citra planimetrik berdasarkan peta dengan proyeksi standar yang
telah dirujuk.

Gambar II-1 Citra Koreksi Geometrik (Hutan, 2020)


Koreksi geometrik melibatkan penyesuaian titik-titik pada citra agar sesuai dengan titik-
titik yang sama pada peta. Titik-titik kontrol ini digunakan untuk mengubah spektral citra.
Selama proses transformasi geometri, interpolasi nilai spektral baru diperlukan untuk mengatasi
perubahan geometri. Interpolasi spasial menentukan hubungan geometrik antara posisi piksel
pada citra dan peta, dan membutuhkan titik kontrol medan yang dapat diidentifikasi pada kedua
citra dan peta. Residual x dan residual y merupakan perbedaan posisi titik yang dihasilkan dari
perubahan koordinat, yang diukur sebagai nilai Residual Means Square Error (RMS error).
Keberhasilan koreksi geometrik sering dinilai berdasarkan besarnya nilai ambang batas RMS
total atau sigma.
Dengan demikian, koreksi geometrik dalam pengolahan citra adalah proses penting untuk
memastikan kesesuaian citra dengan peta dan mengurangi kesalahan transformasi yang dapat
memengaruhi akurasi hasil analisis citra.
I.1.1 Kalibrasi Radiometrik
Koreksi radiometrik merupakan pemrosesan gambar digital supaya nilai kecerahan
menjadi meningkat (Aryastana et al, 2017) Penerapan koreksi radiometrik bertujuan untuk
mengurangi pengaruh kesalahan atau ketidaktepatan nilai kecerahan gambar yang mampu
membatasi kemampuan sesorang untuk menafsir secaara kuantitatif dan menganalisis citra
(Stow, 2017).
Selain itu, koreksi radiometrik dapat dikatakan sebagai teknik perbaikan citra satelit
untuk menghilangkan efek atmosferik dan membuatnya menjadi lebih tajam. Koreksi
radiometrik dilakukan untuk memperbaiki nilai piksel supaya sesuai dengan yang sebenarnya
dengan mempertimbangkan gangguan atmosfir sebagai faktor utama terdapatnya kesalahan.
Pengaruh atmosfir pada saat perekaman efek nilai pantulan obyek di permukaan bumi yang
terekam sensor berbeda dengan nilai sebenarnya (kecil ataupun besar). Hal tersebut diakibatkan
oleh hamburan atau proses serapan. Beberapa metode untuk mengatasi efek atmosfir tersebut
adalah dengan menggunakan metode pergesaran histogram, metode regresi dan kalibrasi
bayangan (Danoedoro, 1996) .
Pada proses perekaman, tenaga radiometrik yang digunakan megalami gangguan
atmosfir ketika sampai pada sensor sehingga diperlukan adanya koreksi radiometrik. Hal ini
disebabkan karena interaksi antara radiasi matahari dengan atmosfir bumi akan mengalami
hamburan dan absorbsi. Absorbsi atmosfir oleh uap air dan gas-gas lain pada atmosfir cenderung
berpengaruh pada panjang gelombang yang lebih besar dari 0,4-7 m. Efek dari hamburan dan
penyerapan atmosfir akan mempengaruhi nilai kecerahan pada citra sehingga menjadi sumber
kesalahan dan menurunkan kualitas dari data penginderaan jauh. Hal ini dapat terjadi pada saat
membandingkan respon spectral dari suatu piksel dengan citra lain pada pada daerah yang sama.
Berdasarkan hal tersebut dikembangkan dua teknik untuk mengatasinya yakni penyesuaian
histogram serta penyesuaian regresi.
Koreksi radiometrik perlu dilakukan karena adanya distorsi radiometrik ketika proses
perekaman. Gangguan tersebut terjadi pada sinyal pantulan objek saat melewati lapisan atmosfir,
sehingga hambatan atmosfir tersebut perlu dihilangkan. Hasil dari koreksi radiometrik adalah
adanya kualitas visual citra yang lebih baik dan nilai-nilai piksel yang mengalami distorsi
terperbaiki pada saat proses perekaman data citra. Munculnya kesalahan geometrik disebabkan
oleh dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kesalahan
geometrik sensor dan bersifat sistematik, sedangkan faktor eksternal meliputi kesalahan bentuk
dan karakter objek data (Pratiwi, 2014).
I.1.2 Koreksi Atmosferik
Pentingnya koreksi atmosfer dalam penilaian produk reflektansi permukaan Landsat-8
sangatlah penting. Koreksi atmosfer penting dilakukan karena atmosfer dapat mempengaruhi
gelombang elektromagnetik dari matahari ke objek dan dari objek ke sensor sehingga
menyebabkan kesalahan pada data citra. Dengan mengoreksi efek atmosfer, keakuratan produk
reflektansi permukaan dapat ditingkatkan, sehingga menghasilkan interpretasi data yang lebih
andal dan bermakna.
Koreksi atmosfer membantu menghilangkan distorsi yang disebabkan oleh atmosfer,
seperti hamburan dan penyerapan cahaya, yang dapat berdampak pada nilai reflektansi
permukaan tanah yang ditangkap oleh sensor. Proses koreksi ini penting untuk menghasilkan
produk reflektansi permukaan yang akurat dan konsisten, yang banyak digunakan dalam berbagai
aplikasi seperti klasifikasi tutupan lahan, pemantauan vegetasi, dan studi lingkungan.
Dalam konteks Landsat-8, penilaian produk reflektansi permukaan dengan koreksi
atmosfer yang tepat sangatlah penting karena citra Landsat-8 umumnya digunakan karena
kemudahan memperoleh data. Ketersediaan produk reflektansi permukaan berkualitas tinggi dari
Landsat-8, dengan koreksi atmosfer yang akurat, dapat mengurangi kendala terkait efek atmosfer
dan meningkatkan kegunaan dan keandalan data untuk tujuan ilmiah dan praktis.
Singkatnya, koreksi atmosfer memainkan peran penting dalam penilaian produk
reflektansi permukaan Landsat-8 dengan meningkatkan akurasi dan keandalan data, yang pada
akhirnya berkontribusi pada pengambilan keputusan yang lebih tepat di berbagai bidang seperti
pemantauan lingkungan, pengelolaan pertanian, dan perkotaan. perencanaan. (Lalu Muhamad
Jaelani, 2020)
I.2 Orthorektifikasi Citra Satelit
Orthorektifikasi adalah proses transformasi atau perbaikan geometri pada citra satelit atau
citra udara yang telah diambil dengan sudut pengambilan yang berbeda atau memiliki distorsi
geometri. Tujuan dari orthorektifikasi adalah untuk menghilangkan distorsi analisis geometri
tersebut sehingga citra tersebut dapat digunakan untuk dan pemetaan yang akurat. (TRI, 2023)
Dengan melakukan ortorektifikasi, citra yang awalnya memiliki distorsi geometri dapat
diubah menjadi citra yang geometri akurat, di mana jarak dan sudut antara objek di citra
mencerminkan proporsi yang sebenarnya di permukaan bumi.
Gambar II-2 Tahapan Orthorektifikasi Citra Satelit (TRI, 2023)
Tahapan orthorektifikasi seperti dijabarkan pada gambar diatas membutuhkan data GCP
(Ground Control Point) lapangan, citra satelit resolusi tinggi dan data DEM. Beberapa hal terkait
pelaksanaan orthorektifikasi yang harus diperhatikan diantaranya :
1. Persebaran GCP (Ground Control Point) disesuaikan dengan kondisi citra dan topografi
lahan.
2. Persebaran dan jumlah ICP (Independent Control Point) mengacu pada Perka BIG 6/2018
tentang Ketelitian Peta Dasar. Jumlah ICP menyesuaikan luas area yang dipetakan.
3. Pengukuran ICP Koordinat GCP dilakukan dengan menggunakan GPS Geodesi.
4. Metode pengukuran diperbolehkan menggunakan RTK (Real Time Kinematic) ataupun
metode Static (post-processing). Apabila menggunakan metode statis, titik ikat
menggunakan JKN BIG dan waktu perekaman disesuaikan dengan jarak baseline.
5. Data DEM yang digunakan untuk proses orthorektifikasi adalah DEMNAS (Terrasar-X)
Secara umum tujuan utama dalam proses orthorektifikasi adalah diperolehnya sumber data
yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, dimana wujud dari pertanggungjawaban tersebut
dibuktikan dengan diterbitkannya berita acara pemeriksaan yang menjadi syarat mutlak yang
menyatakan citra siap digunakan untuk proses pemetaan selanjutnya.
I.3 Uji Akurasi
Untuk melakukan penilaian hasil klasifikasi dalam pengolahan data citra satelit harus
dilakukan uji akurasi pada hasil klasifikasi. Uji Akurasi pada data spasial dapat dibagi menjadi
akurasi posisi dan akurasi isi. Akurasi posisi hasil interpretasi mengikuti akurasi posisi sumber
datanya. Akurasi tematik berarti tingkat akurasi dari data tematik hasil klasifikasi. Fokus dalam
tulisan ini adalah pada uji akurasi tematik hasil klasifikasi pengindraan jauh. Saat memproses
citra satelit, sangat penting untuk memverifikasi keakuratan data. Presisi yang dimaksud disini
adalah kesesuaian antara informasi standar yang dianggap akurat dengan citra rahasia yang
belum diketahui kualitas informasinya (Campbell., 1987).
Uji akurasi perlu dilakukan untuk memastikan bahwa citra satelit yang telah
diorthorektifikasi memiliki tingkat ketepatan atau keakuratan yang memadai. Dengan melakukan
uji akurasi, kita dapat memancarkan jarak mana citra yang telah diproses dapat
merepresentasikan kondisi sebenarnya di lapangan. Hal ini penting dalam pembuatan peta dasar
atau dalam analisis geospasial lainnya, karena ketelitian citra sangat mempengaruhi hasil akhir
dari analisis yang dilakukan. Dengan demikian, uji akurasi membantu memastikan bahwa data
yang digunakan dalam analisis atau pemetaan memiliki tingkat keakuratan yang dapat dipercaya.
I.4 Landsat
Citra Landsat merupakan visualisasi permukaan bumi yang diambil dari luar angkasa
dengan ketinggian kurang lebih 818 km dari permukaan bumi. Perekaman citra landsat masing –
masing mempunyai cakupan area 185 km x 185 km sehingga aspek dari objek tertentu dapat
diidentifikasi tanpa perlu menjelajah seluruh daerah yang disurvei atau yang diteliti.
I.4.1 Landsat 8
Landsat 8 atau Landsat Data Continuity Mission (LDCM) merupakan satelit generasi
terbaru dari program Landsat. USGS dan NASA serta NASA Goddard Space Flight Center
bekerja sama membuat projek satelit Landsat 8 yang diluncurkan pada 11 Februari 2013 di
Pangkalan Angkatan Udara Vandeberg, California – Amerika Serikat. Satelit Landsat 8
dirancang mempunyai durasi misi selama 5 – 10 tahun, memiliki dua sensor yang merupakan
hasil pengembangan dari sensor yang terdapat pada satelit-satelit program Landsat sebelumnya.
Sensor dalam Landsat 8 yaitu Sensor Operational Land Manager (OLI) yang terdiri dari 9 band
serta Sensor Thermal InfraRed Sensors (TIRS) yang terdiri dari 2 band.
Gambar II.7.1 Lansat 8 (Tomi, 2023)

Anda mungkin juga menyukai