ABSTRAK
Sistem Lidar merupakan perpaduan antara LRF (Laser Range Finder), POS
(Positioning and Orientation System) yang mengintegrasikan DGPS (Differential Global
Positioning System), IMU (Inertial Measurement Unit) dan Control Unit. Lidar
mengumpulkan data dari pantulan permukaan pada saat sorotan (beam) Laser mengenai
obyeknya.
Hasil Lidar berupa gambaran yang merepresentasikan elevasi ketinggian permukaan
bumi yang biasa disebut bare earth, sedang kenampakan detil berupa vegetasi dan obyek
buatan manusia yang ada di atas tanah membetuk MPD (Model Permukaan Digital). MPD
dari data Lidar dapat diderivasi ke MED (Model Elevasi Digital) permukaan bumi. Tutupan
lahan yang biasanya diklasifikasikan secara interpretasi visual dari foto udara pada peta
skala besar (1: 1000) dengan adanya data Lidar dapat diklasifikasi berdasarkan
ketinggiannya, baik berupa vegetasi maupun bangunannya.
PENDAHULUAN
Data topografi merepresentasikan permukaan medan yang memerlukan data
ketinggian. Survei terestris dengan kerapatan tinggi perlu biaya besar, teknologi sensor
aktif LIDAR (Light Detection And Ranging) sebagai solusinya karena cepat dan akurat,
kerapatan dan distribusi data sangat tinggi. MPD (Model Permukaan Digital) dari data
Lidar dapat diderivasi ke MED (Model Elevasi Digital) permukaan bumi. Lidar
mengumpulkan data dari pantulan permukaan pada saat sorotan (beam) Laser
mengenai obyeknya. Hasil teknologi Lidar berupa gambaran yang merepresentasikan
elevasi ketinggian permukaan bumi yang biasa disebut bare earth, sedang kenampakan
detil berupa vegetasi dan obyek buatan manusia yang terletak melekat di atas tanah
membetuk MPD. Perbedaan pantulan pertama dan pantulan terakhir dapat digunakan
untuk deteksi ketinggian obyek dari permukaan tanah dengan teliti (misal : tinggi
vegetasi dari tanah ke puncak tajuk, tinggi bangunan dari tanah ke puncak atap).
Kerapatan data Lidar mampu membentuk tajuk kanopi pohon dalam koordinat (x,y,z)
yang sangat teliti. Ekstraksi informasi data Lidar sebagai pemodelan geospasial dan
representasi kuantitatif permukaan bumi memberi gambaran bentuk MPD dan keadaan
medan dipengaruhi oleh ketelitian, kerapatan dan distribusi datanya. Sehinga dapat
dipergunakan untuk klasifikasi tutupan lahan secara tiga dimensi.
Proses klasifikasi secara tiga dimensi sangat dipengaruhi oleh algoritma
penyaringan data yang terbentuk setelah segmentasi data dilakukan. Proses segmentasi
dilakukan untuk memisahkan seberkas titik data Lidar dengan algoritma organisasi
persepsi. Berkas titik-titik perlu dilakukan proses interpolasi untuk membentuk struktur
data baru yang dapat dilakukan pemodelan bentuk permukaan tanah sebenarnya. Hal ini
sangat mungkin untuk dilakukan karena data Lidar dapat mengidentifikasi secara
horisontal maupun vertikal. MPD untuk daerah terbuka maupun daerah yang memiliki
banyak vegetasi dapat diperoleh dari data Lidar dan disebabkan karena kemampuannya
merekam pantulan pertama dan terakhir dari sinyal yang dipancarkan ke permukaan
bumi. Tutupan lahan yang biasanya diklasifikasikan secara interpretasi visual dari citra
dan foto udara pada peta skala besar (1: 1000) dengan adanya data Lidar dapat
diklasifikasi berdasarkan ketinggiannya, baik berupa vegetasi maupun bangunannya.
Kekasaran obyek juga mempengaruhi intensitas pantulan data Lidar, sehingga obyek
yang berupa jalan, gedung, bangunan buatan manusia akan berbeda dengan vegetasi dan
tanah basah serta tubuh air.
Karakteristik yang menarik dari Lidar adalah dapat diaturnya frekuensi pancaran
sinyal, yang memungkinkan diaturnya kerapatan titik tiap satuan luas tertentu. Hal ini
juga dipengaruhi oleh tinggi terbang, kecepatan pesawat (60 meter/detik) dan pulsa rit
serta sudut cakupan dari sensor Lidar. Artinya semakin tinggi terbangnya, semakin luas
cakupannya di permukaan tanah dan semakin jarang kerapan titik yang terekam,
sehingga diperlukan peningkatan frekuensi atau rit pulsa Lidar untuk mendapatkan
kerapatan titik di permukaan tanah. Semakin rapat data Lidar semakin teliti deteksi
obyek volumetrik di atas permukaan tanah, tetapi semakin besar penyimpan data yang
digunakan.
Pengukuran jarak dengan Laser dengan ketelitian tinggi sebenarnya bukan
merupakan teknologi yang baru. Hal yang baru dari Lidar adalah bahwa sensor
Lasernya diletakkan pada wahana yang bergerak. Sebelumnya Laser digunakan untuk
pengukuran obyek pada sensor yang diam. Dengan diluncurkannya satelit GPS (Global
Positioning System) memungkinkan ditentukannya posisi saat wahana yang bergerak
dengan ketelitian yang tinggi. Sistem ini mengacu pada suatu sistem koordinat WGS 84
dan sistem navigasi yang digunakan adalah alat IMU (Inertial Measurement Unit) yang
dapat mencatat sikap pesawat udara. Hal yang perlu diketahui adalah integrasi alat
GPS/IMU dalam hal mencatat waktu dengan ketelitian tinggi. GPS mencatat waktu
(sampling rate) setiap detik, sedangkan IMU mencatat sikap pesawat (roll, pitch, yaw)
200 posisi setiap detik dan data Lidar sebanyak 50.000 sampai 200.000 pulsa setiap
detik. Sehingga trayektori atau lintasan pesawat dalam koordinat (x,y,z) dapat
diketahui. Dari beberapa faktor inilah yang membuat ketelitian data Lidar diperoleh dari
saling keterkaitan beberapa alat utama sistem Lidar.
Secara umum sistem Lidar wahana udara (gambar 1) merupakan perpaduan
antara LRF (Laser Range Finder), POS (Positioning and Orientation System) yang
secara jelas dengan mengintegrasikan DGPS (Differential Global Positioning System),
IMU (Inertial Measurement Unit) dan Control Unit (Wehr dan Lohr, 1999). Laser
mengukur jarak ke permukaan tanah atau obyek dan menghasilkan posisi 3dimensi bila
dikombinasikan dengan posisi dan orientasi dari sensor Laser terhadap suatu sistem
referensi koordinat tertentu (gambar 2).
Gambar 1. Pemetan Lidar wahana udara
− ρ i
ri m :Vektor koordinat titik (i) dalam bingkai peta (m-frame)
m
rGPS :GPS vektor koordinat terinterpolasi dalam bingkai peta
INS
rlaserunit :Perbedaan letak (lever arm) antara pusat INS dan origin sistem
koordinat unit Laser, ditentukan dengan kalibrasi.
ρi :Vektor koordinat titik (i) dalam sistem koordinat sorotan
Laser
m
RINS (t ) :Matrik rotasi terinterpolasi antara bingkai badan IMU (b-frame)
dan bingkai peta (m-frame).
INS
Rlaserunit :Rotasi differensial (boresight) antara bingkai unit Laser dan
bingkai badan INS, ditentukan dengan kalibrasi.
laserunit
Rlaserbeam (t ) :Rotasi differensial antara bingkai sorotan Laser dan bingkai
unit Laser saat (t), ditentukan dengan mekanisme penyiam
Laser.
(t ) :Waktu pengambilan titik, ditentukan dengan sinkronisasi.
Data Lidar
Data penelitian diakuisisi pada tgl 24 Mei 2008 dalam rangka untuk perencanaan
DED jalan dengan:
Data Referensi
1. Berdasarkan pada rencana jalur terbang, maka dalam survei udara ini diperlukan
basis operasional di Bandara Adisumarmo Solo untuk mencapai batas wilayah
pemetaan sesuai dengan rencana penggunaannya.
2. Titik Referensi pemetaan yang terdiri dari : Referensi Horisontal; Titik N1.0251
yang terletak di halaman statsiun Kereta Api Solo Balapan, Sistem Koordinat
UTM (Timur = 480323,740 dan Utara = 9164682,751 ) meter.
3. Referensi Tinggi; TTG 882 (Tinggi ortometris = 93,453 meter) yang berada di
halaman Stasion KA Solo Balapan terletak di dekat titik referensi Horizontal
N1.0251 dengan jarak 63,3 meter dan beda tinggi = -0,161 meter, sehingga
tinggi ortometris N1.0251 = 93,292 meter. Pengecekan tinggi dengan referensi
TTG 1097 = 52,034 meter, TTG 1250 = 56,268 meter.
4. Peralatan Survei Lidar dan Pemotretan Udara dipasang pada badan pesawat
udara untuk pengukuran offset (lever arm) antena GPS dan muonting angle
yaitu perbedaan orientasi antara 2 body frame (IMU dan Lidar). Dikarenakan
data posisi yang ditentukan mengunakan GPS adalah di pusat antena GPS yang
dipasang ditubuh/fuselage pesawat, sedangkan rekaman data adalah laser dan
digital kamera, maka diperlukan offset atau ukuran jarak dari antena GPS
terhadap pusat laser generator dan pusat CCD kamera atau yang disebut offset
data.
METODOLOGI
Pembentukan MED dari data Lidar ini bertujuan untuk pengolahan data
sedangkan pelaksanaannya adalah untuk memperoleh Berkas Titik Laser yang
mempunyai referensi WGS 84 dan terdefinisi dalam format data keluaran serta dapat
disajikan. Pegolahan data terdiri dari tahapan-tahapan seperti pada gambar 3 berikut.
Hasil keluaran dari proses data berupa berkas titik Laser yang berupa MPD dan
diturunkan menjadi MED. Hasil MPD dapat diklasifikasi secara 3 dimensi dengan
menerapkan beberapa algoritma yang ada.
HASIL
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan untuk memperoleh kontrol
kualitas hasil klasifikasi dapat disajikan dalam bentuk penampang melintang dari tiap-
tiap kelas, kelas permukaan tanah, kelas vegetasi rendah, kelas vegetasi medium, kelas
vegetasi tinggi, kelas bangunan. Untuk kesemua itu dapat divisualisasikan dalam
bentuk tampak atas dan potongan melintang seperti pada gambar 5.
Hasil pengolahan MPD dapat disajikan pada gambar 8 yang secara shading yang
memperlihatkan model permukaan digital daerah permukiman (rumah, vegetasi, jalan
dan sawah).
Untuk menunjukkan hasil model elevasi digital yang diperoleh dari penyaringan MPD
dapat disajikan dengan pewarnaan berdasarkan elevasi permukaan tanah, sehingga
terlihat terinnya dari punggungan bukit sampai dengan alur sungai. Seperti pada gambar
9
Gambar 9. Hasil MED (Model Elevasi Digital)
Aplikasi penggunaan data MED dapat disajikan dalam bentuk tampilan garis kontur
maupun slope ketinggian dan aliran drainasi untuk seluruh daerah penelitian, seperti
ditunjukkan pada gambar 10.
DISKUSI
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Data Lidar
Akurasi dari Posisi 3D
Ketelitian dari koordinat 3D tergantung dari banyak faktor. Faktor utama dari
akurasi adalah (a) jarak, (b) posisi dari sinar laser dan (c) arah dari sinar laser. Karena
hasilnya seringkali dalam WGS84, hasil final tergantung dari akurasi transformasi dari
WGS84 ke sistem koordinat lokal, termasuk koreksi undulasi geoid, yang menjadi
penting terhadap akurasi dari Lidar. Jarak, posisi, dan arah penyinaran diukur oleh
sensor yang berbeda, maka setiap saat kesalahan misregistrasi akan berpengaruh juga
terhadap hasil.
2. Akurasi Posisi
Secara garis besar tergantung dari kualitas DGPS postprosessing. Faktor lain
Perangkat keras GPS, Konstelasi satelit GPS selama penerbangan, jumlah, distribusi,
jarak dari stasiun referensi ke pesawat, akurasi offset dan misalignment antara GPS dan
IMU, IMU dan Penyiam Lidar, akurasi dari arah sinar laser (akurasi Lidar). Kesalahan
GPS disebabkan karena kesalahan waktu, tetapi kesalahan ini dapat diminimalisir
melalui integrasi GPS dengan IMU. Dengan DGPS dan pasca pengolahan
(postprocessing) akurasi 5- 15 cm dapat diperoleh.
3. Akurasi Attitude
Ini tergantung pada kualitas dari IMU, IMU frekwensi (yaitu kesalahan
interpolasi), metode postprocessing, dan integrasi dengan GPS. Akurasi heading
ditambahkan tergantung dari lintang tempat. Efek dari kesalahan attitude terhadap
akurasi 3D bertambah dengan tinggi terbang dan sudut penyiam.
KESIMPULAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi data Lidar adalah besarnya akurasi dari posisi
3D serta beberapa faktor akurasi yang utama yang meliputi : akurasi jarak, akurasi
posisi, akurasi attitude dan penyesuaian waktu (Time Offsets). Pengaruh dari berbagai
sumber kesalahan terhadap koordinat 3D. Kesalahan ini biasanya diakibatkan oleh
kemungkinan kesalahan dalam transformasi ke sistem koordinat lokal, jumlah, distribusi
dan jarak dari stasiun referensi GPS, kualitas dari GPS/IMU pasca pengolahan, koreksi
kesalahan relatif melalui perataan blok dari jalur penerbangan.
PUSTAKA
Ackermann, F., 1999, Airborne Laser Scanning – present status and future expectation,
ISPRS Journal of Photogrammetry & Remote Sensing, 54 (1999), pp.64-67.
Baltsavias, E., P., 1999a, A Comparison between Photogrammetry and Laser Scanning,
ISPRS Journal of Photogrammetry & Remote Sensing, 54 (1999),pp.83-94
Baltsavias, E., P., 1999b, Airborne Laser Scanning : basic relations and formulas ,
ISPRS Journal of Photogrammetry & Remote Sensing, 54 (1999), pp.199-214.
Hu, Y , 2003, Automated Extraction of Digital Terrain Models, Roads and Buildings
using Airborne Lidar Data, PhD Dissertation, The University of Calgary,
Alberta, Canada.
Jekeli, C., 2001, Inertial Navigation Systems with Geodetic Applications, Walter de
Gruyer , New York, USA.
Wehr, A. and Lohr, U., 2002, Improvement of Road crossing extraction and External
evaluation of the extraction result, IAPRS, Journal of Photogrammetry &
Remote Sensing, 54, pp. 68-82.