PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teknologi Lidar (Light Detection and Ranging) telah muncul sebagai alat yang ampuh
untuk aplikasi penginderaan jauh dan pencitraan 3D. Teknologi ini menggunakan pulsa laser
untuk mengukur jarak dan menciptakan representasi dunia fisik yang tepat. Teknologi Lidar
berkembang mulai awal tahun 1960-an ketika teknologi laser menjadi lebih mudah diakses.
Semenjak itu, Lidar telah berkembang pesat dan menemukan aplikasi di berbagai sektor
industri termasuk di bidang kehutanan (El-Sheimy dan Noureldin 2014).
Kuantifikasi struktur vegetasi hutan pada berbagai skala sangat penting guna memahami
dan memodelkan proses fisiologis tiap individu pohon serta jasa ekosistem pada tingkat
tapak/lanskap (Shugart et al. 2010). Pengukuran tersebut perlu untuk memberikan kondisi
hutan yang aktual serta memberikan gambaran terkait dinamika pertumbuhan dan
perkembangan struktur hutan, sehingga memberikan pertimbangan pengelolaan yang tepat
bagi para pemangku kepentingan. Struktur hutan didefinisikan sebagai sebaran seluruh bagian
tumbuhan dalam ruang baik sebaran vertikal (dedaunan atau struktur percabangan, sebaran
ketinggian pohon) maupun sebaran horizontal (sebaran spesies). Metode konvensional
(manual) dalam pengukuran struktur hutan, memakai banyak waktu dengan beberapa variabel
struktural, seperti tinggi, bentuk tajuk, sebaran pohon, percabangan dan kanopi, sulit diukur di
lapangan terutama di ekosistem yang terpencil, curam, tinggi dan kompleks (sulit diakses)
(Liang et al. 2018). Teknologi Lidar telah terbukti berguna dalam memperoleh informasi
tentang struktur hutan karena kecepatan, cakupan, dan kemampuannya dalam mendeskripsikan
atribut 3D dibandingkan dengan metode manual yang ada.
Mobile Laser Scanning (MLS) telah digunakan dalam survei kehutanan, karena
kemampuannya untuk mengukur kawasan hutan yang kompleks waktu yang singkat (Ryding
et al. 2015). Dibandingkan dengan jenis Lidar lainnya seperti Terestrial Laser Scanning (TLS),
MLS lebih unggul karena mampu memecahkan masalah oklusi pohon dan mampu digunakan
sambil bergerak. Hal ini mengurangi waktu, tenaga serta biaya yang dibutuhkan. Namun MLS
seringkali menghasilkan data point cloud yang kurang tepat dibandingkan dengan TLS, karena
kesalahan penyebaran pemosisian dan data point cloud yang jauh lebih ribut (Liang et al.
2014). Penerapan Teknologi Simultaneous Localization And Mapping (SLAM), registrasi point
cloud dan ekstraksi peta secara simultan dapat memberikan peningkatan signifikan terhadap
MLS terutama pada kualitas datanya yang bahkan bisa menawarkan akurasi hingga tingkat
sentimeter (Chen et al. 2019). Apalagi untuk SLAM MLS tidak diperlukan kondisi medan
tertentu serta tidak dibatasi oleh sinyal GNSS (Thrun et al. 2006). Terdapat perbedaan istilah
untuk sistem MLS berbasis SLAM, beberapa penelitian menggunakan istilah Handheld Laser
Scanner (HLS) (Oveland et al. 2018) dan sebagian besar menggunakan istilah Personal Laser
Scanner (PLS) (Chen et al. 2019). Sejauh ini hanya tiga perangkat PLS berbasis SLAM yang
telah digunakan dalam inventarisasi hutan studi: ZEB1, ZEB-REVO, dan ZEB-REVO-RT,
yang semuanya berasal dari perusahaan GeoSLAM Ltd., Nottingham, United Kingdom.
Produk terbaru dari GeoSLAM, ZEB HORIZON secara drastis mengungguli sensor yang ada
(ZEB1, ZEB-REVO, dan ZEB-REVO-RT) dalam hal tingkat perolehan data (300.000 poin s−1
vs. 43.200 poin s−1) dan maksimal jangkauan pemindaian (100 m vs. 30 m).
Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dasar terkait Teknologi LiDAR dan
SLAM serta pengaplikasian keduanya di bidang kehutanan.
ISI
Pengetahuan LiDAR (Light Detection and Ranging) Secara Umum
1. Pengertian dan Cara Kerja LiDAR
LiDAR (Light Detection and Ranging) adalah perangkat persepsi virtual yang
digunakan untuk memeriksa permukaan objek atau topografi bumi baik dalam bentuk
2D maupun 3D dengan mengukur jarak pantulan pulsa laser. LiDAR yang diperuntukan
untuk pemetaan menggunakan jenis sensor Time of Flight (ToF) (Kolakowski et al.
2020). Sensor ToF mengirimkan pulsa cahaya pendek dan mengukur waktu yang
diperlukan untuk pulsa tersebut kembali. Jarak dihitung berdasarkan kecepatan cahaya,
rumus sebagai berikut:
𝑆𝐿 𝑥 𝐹𝑇
𝐷=
2
Keterangan: 𝐷 = jarak, 𝑆𝐿 = kecepatan cahaya, 𝐹𝑇 = waktu penerbangan.
Untuk menghitung jarak yang titik yang tepat ke daratan, ketinggian, serta landasan
bangunan, jalan, dan pohon. Persamaan LiDAR digunakan untuk mengukur perkiraan
individu tentang atmosfer serta penilaiannya geometri dan efisiensi struktur adalah
sebagai berikut:
𝑃𝑅 = 𝑆𝑝 𝐶𝑓 𝑥 𝐺𝑅 𝑥 𝑃𝑇 2 𝑥 𝑇𝐵
Tabel 3 Produk/informasi yang dihasilkan teknologi LiDAR saat ini dan produk
potensial di masa mendatang.
Gambar 4 Kerangka kerja Fusi SLAM berbasis fitur (sensor) (Xu et al. 2022)
Kebanyakan sistem SLAM modern dibagi menjadi dua bagian: Front End dan Back End
(Gambar 5). Front End bertanggung jawab untuk memperkirakan pose bingkai saat ini pada
waktu nyata dan menyimpan informasi peta yang sesuai. Back End bertanggung jawab untuk
itu optimasi pose dan pemandangan berskala besar. Kegagalan deteksi penutupan loop (Closed
Loop Detection) adalah salah satu masalah utama SLAM
Visual SLAM berbantuan GPS pada GO-SLAM membentuk navigasi UAV adaptif. Hal
ini memecahkan masalah utama SLAM. Navigasi Adaptif menggunakan sensor penerima
GNSS yang terintegrasi dengan visual SLAM sebagai input untuk navigasi UAV. Secara
khusus, posisi sasaran global dalam koordinat geodetik diambil dari pengukuran GPS,
dimasukkan ke dalam SLAM visual dalam koordinat geosentris, dan ditetapkan sebagai posisi
sasaran. Sistem transisi yang mulus dirancang menggunakan navigasi saklar adaptif, di mana
GPS mendeteksi jumlah satelit yang diambil oleh UAV dan mengganti mode navigasi
berdasarkan ambang batas. Penentuan ambang batas didasarkan pada pertimbangan faktor-
faktor seperti kondisi lingkungan, kualitas sinyal GPS, atau persyaratan misi tertentu untuk
menyesuaikan ambang batas peralihan mode secara dinamis. Simulasi dan eksperimen yang
mengevaluasi kinerja GO-SLAM mengungkapkan bahwa GO-SLAM mengungguli metode
canggih lainnya, mencapai waktu tempuh yang lebih rendah dan memori komputasi yang lebih
rendah (Wicaksono dan Shin 2023).
Studi Kasus Penerapan LiDAR SLAM Pada Bidang Kehutanan
Pengelolaan sumber daya alam dan ekosistem yang kompleks seperti hutan memerlukan
pengelolaan yang handal akan informasi dan data, untuk mengambil keputusan yang beralasan
dan transparan. Oleh karena itu, kegiatan inventarisasi hutan dilakukan guna memberikan
informasi yang relevan mengenai status dan dinamika ekosistem hutan. Metode tradisional
dalam inventarisasi membutuhkan jumlah pekerja yang padat, memakan waktu dan rentan
terhadap banyak kesalahan pengukuran. Selain itu, pada beberapa medan topografi yang sulit,
pekerja sulit mengakses sehingga data yang terambil terbatas dan sarat akan bias. Oleh sebab
itu, perlu peningkatan kemampuan instrument inventarisasi, peningkatan teknik dan
penyusunan protocol yang tepat guna meningkatkan efisiensi dan keefektifan informasi hasil
inventarisasi.
Teknologi LiDAR dari berbagai platform berkembang dalam beberapa tahun terakhir.
Point Cloud yang diperoleh dengan TLS (Terestrial Laser Scanning), ULS (UAV Laser
Scanning), dan ALS (Airborne Laser Scanning) dan MLS/PLS (Mobile Laser Scanning)
menjadi sumber informasi penting terkait geometri pepohonan. Informasi ini dapat
memberikan model tiga dimensi (3D) dari struktur dan dinamika hutan secara akurat dan
otomatis.
ALS memiliki kemampuan untuk mencakup wilayah yang luas (sampai tingkat regional)
dan menembus celah antar vegetasi dedaunan. Namun, sistem ALS umumnya tidak cocok
untuk menghasilkan akurasi dan informasi rinci masing-masing pohon, seperti pemisahan tajuk
tiap pohon dan diameter, dan vegetasi bawah. Hal ini bisa dilihat pada hasil penelitian
Iwaszczuk et al. (2023), deteksi pohon tunggal berdasarkan pemisahan tajuk menggunakan
data MLS bekerja lebih baik daripada ALS. MLS memungkinkan analisis yang lebih rinci
mengenai vegetasi tumbuhan bawah (Gambar 6), sedangkan data ALS hanya memungkinkan
analisis kasar pada bagian vegetasi bawah hutan. Kepadatan MLS lebih dari 100 kali lebih
tinggi dibandingkan point cloud ALS (Gambar 7), sehingga memungkinkan tingkat detail yang
tinggi juga pada tajuk pohon sehingga mampu memisahkan tajuk pohon satu sama lainnya.
Tingkat kepadatan point cloud juga dapat membantu untuk menghindarinya oklusi.
Gambar 6 Hasil ekstraksi vegetasi yang bawah pada point cloud MLS
(Sumber: Iwaszczuk et al. 2023).
Gambar 7 Rasterisasi Point Cloud (MLS subset C) diwarnai
berdasarkan kebulatan (nilai dari 0,13-0,40). Ukuran
piksel 0,5 m MLS dan 1 m ALS (Sumber: Iwaszczuk et
al. 2023).
MLS atau disebut juga PLS merupakan teknologi LiDAR yang terdiri dari satu atau
beberapa pemindai laser dan penentuan posisi multi-sensor yang dapat dibawa dengan
kendaraan, ransel dan sistem genggam lainnya. Sistem PLS umumnya menggunakan penerima
Sistem Satelit Navigasi Global (GNSS) dan unit pengukuran inersia (IMU) untuk penentuan
posisi dan orientasi. Pada sistem PLS terbaru yang telah digabungkan dengan teknologi
Simultaneous Localization and Mapping (SLAM), khususnya untuk perangkat genggam,
mampu digitalisasi skenario 3D yang kompleks saat bepergian tanpa GNSS. PLS berbasis
SLAM berpotensi meningkatkan efisiensi pemetaan dibandingkan dengan pengukuran LiDAR
lainnya. Menurut hasil penelitian Gollob et al. 2020, penggunaan ZEB HORIZON (LiDAR
berbasis PLS SLAM) menunjukkan keunggulan dibanding TLS dalam hal pendeteksian pohon
plot, estimasi diameter batang dan kecepatan akuisis data. Pada plot contoh berbentuk
lingkaran dengan radius maksimum 20 m, pemetaan pohon menunjukkan deteksi 96% untuk
PLS dan 78,5% untuk TLS. Kemudian nilai Root Mean Square Error (RMSE) pengukuran dbh
terbaik terdapat pada PLS sebesar 2.32 cm (12,01%). Waktu akuisisi data untuk PLS memakan
waktu sekitar 10.96 menit per plot sampel, 4.7 kali lebih cepat dibandingkan TLS.
PENUTUP
Simpulan
LiDAR merupakan teknologi pemetaan 2D/3D suatu permukaan objek atau topografi bumi
dengan prinsip point cloud hasil pengukuran jarak pantulan pulsa laser. LiDAR terdiri atas
beberapa komponen: Laser, Optics and Beam Steering Devices, Detectors and Receivers dan
Data Processing and Analysis. LiDAR dibagi menjadi berbagai tipe berdasarkan: visualisasi
(2D dan 3D), cara kerja dan komponen (Mechanical dan Solid-state LiDAR), platform (ALS,
ULS, TLS, MLS, SLS). Masing-masing tipe LiDAR memiliki perbedaan karakteristik yang
menentukan batasan dan kegunaan LiDAR tersebut. Pertimbangan Biaya, Parameter Ekologi
yang bisa diukur serta rangkaian keputusan 4P (Platform, Penyedia, Protokol dan Pengolahan)
menentukan pengaplikasian dan pengadopsian LiDAR di sektor industri.
Simultaneous Localization and Mapping (SLAM) merupakan metode yang
memungkinkan pemetaan dan pelokalisasian secara bersamaan. Penerapan LiDAR dan Visual
SLAM membentuk navigasi UAV adaptif, sehingga mengatasi permasalahan kegagalan
deteksi penutupan loop (Closed Loop Detection).
Pada LiDAR jenis ALS tidak cocok untuk mengukur informasi terkait perincian hutan,
seperti pemisahan tajuk tiap pohon dan diameter, dan vegetasi bawah. Sedangkan pada LiDAR
berbasis PLS SLAM justru menunjukkan keunggulan dibanding TLS dalam hal pendeteksian
pohon plot, estimasi diameter batang dan kecepatan akuisis data.
Daftar Pustaka
Beland M, Parker G, Sparrow B, Harding D, Chasmer L, Phinn S, Antonarakis A, Strahler A.
2019. On promoting the use of lidar systems in forest ecosystem research. Forest
Ecology and Management. 450, p.117484.
Chen S, Liu H, Feng Z, Shen C, Chen P. 2019. Applicability of personal laser scanning in
forestry inventory. PLoS ONE . 14, e0211392.
El-Sheimy N, Noureldin A. 2014. Lidar: Mapping the world in 3D. The Canadian Geographer.
58(1): 1-11.
Gollob C, Ritter T, Nothdurft A. 2020. Forest inventory with long range and high-speed
personal laser scanning (PLS) and simultaneous localization and mapping (SLAM)
technology. Remote Sensing. 12(9):1509-1520.
Harding DJ, Lefsky MA, Parker GG, Blair JB. 2001. Laser altimeter canopy height profiles -
Methods and validation for closed-canopy, broadleaf forests. Remote Sensing
Environment. 76: 283–297.
Hess W, Kohler D, Rapp H, Andor D. 2016, May. Real-time loop closure in 2D LIDAR SLAM.
In 2016 IEEE international conference on robotics and automation. 1: 1271-1278.
Hess W, Kohler D, Rapp H, Andor D. 2016. Real-time loop closure in 2D LIDAR SLAM. In
Proceedings - IEEE International Conference on Robotics and Automation. 1: 1271–
1278. doi:10.1109/ICRA.2016.7487258
Hopkinson C, Lovell J, Chasmer L, Jupp D, Kljun N, van Gorsel E. 2013. Integrating terrestrial
and airborne lidar to calibrate a 3D canopy model of effective leaf area index. Remote
Sensing Environment. 136: 301–314.
Iwaszczuk D, Goebel M, Du Y, Schmidt J, Weinmann M. 2023. Potential of mobile mapping
to create digital twins of forests. The International Archives of the Photogrammetry,
Remote Sensing and Spatial Information Sciences. 48: 199-206.
Khan MU, Zaidi SAA, Ishtiaq A, Bukhari SUR, Samer S, Farman A. 2021. A comparative
survey of lidar-slam and lidar based sensor technologies. In 2021 Mohammad Ali
Jinnah University International Conference on Computing (MAJICC). 1: 1-8.
Kolakowski M, Djaja-Josko V, Kolakowski J. 2020. Static LiDAR assisted UWB anchor nodes
localization. IEEE Sensors Journal. 22(6): 5344-5351.
Lach SR, Kerekes JP. 2008. Robust extraction of exterior building boundaries from
topographic LiDAR data. In IGARSS 2008-2008 IEEE International Geoscience and
Remote Sensing Symposium. 2: 11-85.
Liang X, Kukko A, Hyyppa J, Lehtomaki M, Pyorala J, Yu X, Kaartinen H, Jaakkola A, Wang
Y. 2018. In-situ measurements from mobile platforms: An emerging approach to
address the old challenges associated with forest inventories. ISPRS J. Photogramm.
Remote Sens. 143: 97–107.
Liang X, Kukko A, Kaartinen H, Hyyppa J, Yu X, Jaakkola A, Wang Y. 2014. Possibilities of
a personal laser scanning system for forest mapping and ecosystem services. Sensors.
14: 1228–1248.
Oveland I, Hauglin M, Giannetti F, Kjorsvik NS, Gobakken T. 2018. Comparing three different
ground based laser scanning methods for tree stem detection. Remote Sensing. 10:
538-558.
Ryding J, Williams E, Smith M, Eichhorn M. 2015. Assessing handheld mobile laser scanners
for forest surveys. Remote Sensing. 7: 1095–1111.
Shugart HH, Saatchi S, Hall FG. 2010. Importance of structure and its measurement in
quantifying function of forest ecosystems. J. Geophys. Res.-Biogeosci. 115: 1-10.
Thrun S, Montemerlo M. 2006. The graph SLAM algorithm with applications to large-scale
mapping of urban structures. Int. J. Robot. Res.
Van Nam D, Gon-Woo K. 2021. Solid-state LiDAR based-SLAM: A concise review and
application. International Conference on Big Data and Smart Computing. 1: 302–305.
doi:10.1109/BigComp51126.2021.00064.
Waykar, Yashwant. 2022. Lidar Technology: A Comprehensive Review and Future Prospects.
JETIR. 9 (7): 164-172.
Wicaksono M, Shin SY. 2023. GO-SLAM: GPS-aided visual slam for adaptive uav navigation
in outdoor-indoor environments. TechRxiv. 1: 1-8. DOI:
10.36227/techrxiv.23898246.v1
Xu X, Zhang L, Yang J, Cao C, Wang W, Ran Y, Tan Z, Luo M. 2022. A review of multi-
sensor fusion slam systems based on 3D LIDAR. Remote Sensing. 14(12): 2835-2845.
Yagfarov R, Ivanou M, Afanasyev I. 2018. Map comparison of LiDAR-based 2D SLAM
algorithms using precise ground truth. In 2018 15th International Conference on
Control, Automation, Robotics and Vision. 1: 1979–1983. doi:
10.1109/ICARCV.2018.8581131.
Zaffar M, Ehsan S, Stolkin R, Maier KM. 2018. Sensors, slam and long-term autonomy: A
review. In 2018 NASA/ESA Conference on Adaptive Hardware and Systems. 1: 285-
290.