Anda di halaman 1dari 9

APLIKASI TLS PADA KASUS LUMPUR SIDOARJO SERTA POTENSI

PEMANFAATAN KE DEPAN DALAM PEMBANGUNAN MAUPUN PENGELOLAAN


BENDUNGAN
Sub tema : Inovasi sebagai terobosan dalam perencanaan,
pelaksanaan dan operasi pemeliharaan bendungan

Alwi Husein, S.Si., M.Si 1)


Anton Winarto Putro, ST, MPSDA 1)
Wachidah Nurhayati, ST 1)
1)
Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo
Email : winartoanton@gmail.com

ABSTRAK
Terrestrial Laser Scanner adalah salah satu terobosan dalam aplikasi di bidang Sipil dan
Geodesi. Instrumen ini dapat menghasilkan jutaan titik koordinat (x, y dan z) dalam waktu
singkat dan akurasi tinggi (skala mm) yang merupakan perkembangan yang sangat
signifikan dibanding instrumen terdahulu yang umum digunakan seperti Total Station dan
GPS Geodetik.
Penerapan aplikasi TLS di area Lumpur Sidoarjo (Lusi) sangat membantu mempermudah
berbagai proses pekerjaan di Lusi seperti penentuan volume lumpur yang ada dalam kolam ,
pemantauan deformasi serta operasional peralatan yang ada untuk dapat memaksimalkan
proses pengaliran Lusi ke Sungai Porong.
Pemanfaatan TLS pada bendungan secara umum sangatlah aplikatif terutama dalam proses
perencanaan konstruksi bendungan secara akurat. Potensi pemanfaatan metode ini dalam
proses konstruksi maupun operasional dan pemeliharaan bendungan sangatlah luas
mengingat sifatnya yang dapat digunakan dalam waktu yang singkat dengan hasil yang
akurat.
.
I. Pendahuluan

Terrestrial Laser Scanner (TLS) merupakan salah satu metode penentuan posisi yang
menggunakan teknologi scanning dengan menempatkan alat survey tersebut diatas permukaan
bumi. Laser scanner mengamati posisi permukaan objek menggunakan seberkas cahaya atau
radiasi infra merah. Metode laser scanning dapat dikategorikan sebagai salah satu teknik
penginderaan jauh karena tidak ada individu yang diperlukan untuk memegang tanda target
dalam proses pengukuran (Fangi et al., 2001).

Metode TLS dapat menghasilkan jutaan titik (dalam sistem koordinat tertentu) dalam waktu yang
relatif singkat dan ketelitian yang tinggi (orde millimeter). Hasil Pengukuran TLS adalah awan
titik (point clouds) yang memiliki koordinat secara 3D. Variasi jangkauan TLS antara lain
jangkauan pendek (kurang dari 50 m), jangkauan menengah (50 m – 350 m) dan jangkauan jauh
(350 m - 6 km).

TLS juga sering disebut sebagai High Definition Surveying (HDS) yang merupakan satu revolusi
dalam proses survey pemetaan dewasa ini. TLS dapat melakukan pengukuran terhadap bentuk
dan dimensi obyek dengan jauh lebih cepat dibandingkan metode konvensional.

Dengan menggunakan system topografi scanning ini hasil yang diperoleh adalah scan berupa
point cloud, foto objek, dan peta garis. Perhitungan secara geodesi adalah metode dasar yang
akan digunakan dalam proses perhitungan data. Kemampuan laser scanner dapat membidik
jutaan point cloud sehingga obyek terlihat secara detail. Laser Scanner juga memberikan
efisiensi waktu secara signifikan dalam menghasilkan model objek topografi.

II. Cara Kerja TLS


a. Proses akuisisi data

Pada gambar 1. dibawah ini kita dapat melihat ilustrasi tentang peralatan serta work flow scanner
mengamati objek di sekitarnya dan menghasilkan point cloud (titik titik pengamatan). Putaran
horizontal laser scanner sebesar 360 derajat, sementara untuk vertikalnya dibatasi mekanis rotasi
dibawah 180 derajat.

Prinsip kerja pada TLS adalah pulsed times-of-flight (TOF), yaitu pengukuran berdasarkan waktu
tempuh gelombang laser ketika dipancarkan hingga diterima kembali oleh penerima pulsa laser
tersebut. Salah satu komponen utama pada TLS adalah laser rangefinder. Pulsed laser
rangefinder terdiri dari pemancar, penerima [detektor, penguat, dan Automatic Gain Control
(AGC)], pengukur interval waktu elektronik, optik pemancar dan penerima.
Peralatan 3D Laser Scanning

Gambar 1. Ilustrasi peralatan Terrestrial Laser Scanner beserta kelengkapannya

Gambar 2. Prinsip dasar dari pulse laser rangefinder (Diadaptasi dari Reshetyuk, 2009).

Prinsip dasar dari pulse laser rangefinder yaitu pemancar mengeluarkan laser yang dibagi
menjadi dua bagian, yaitu laser dikirim ke pengukur interval waktu elektronik dan ke objek.
Laser yang dipancarkan ke pengukur interval waktu elektronik memacu untuk memulai
pengukuran waktu. Laser yang dipancarkan ke objek akan dihamburkan (backscattered) dan ada
yang dipantulkan ke detektor. Pada detektor, kekuatan pancaran laser tersebut akan
dikonversikan menjadi arus listrik yang kemudian akan diterima dan diteruskan oleh penguat ke
alat yang disebut diskriminator waktu. Saat arus listrik mencapai diskriminator waktu, hal
tersebut menandakan waktu kembalinya pulsa dan akan menghentikan pengukuran waktu.
Interval waktu antara pulsa dipancarkan dan kembali digunakan untuk menghitung jarak antara
alat TLS dengan target.Prinsip dasar dari pulse laser rangefinder tersebut dapat dilihat pada
gambar 2.
Untuk mendapatkan hasil pemindaian yang lengkap dari suatu objek, diperlukan pemindaian dari
beberapa tempat berdiri alat. Point clouds yang dihasilkan pada setiap pemindaian, memiliki
koordinat sistem internal yang direferensikan terhadap alat. Koordinat sistem internal ini dapat
didefinisikan sebagai berikut Balis et.al. (2004):

1. Origin, didefinisikan pada scanner electro-optical centre.


2. Sumbu-z, berada sepanjang sumbu vertikal (rotasi) alat.
3. Sumbu-x, berada sepanjang sumbu optis alat.
4. Sumbu-y, orthogonal terhadap sumbu-z dan sumbu-x, dengan bentuk sistem kaidah
tangan kanan.

Sumbu koordinat pada TLS ditunjukkan pada gambar 3.

Gambar 3. Sumbu koordinat TLS (Pfeifer, 2007).

b. Processing Data

Perlu dilakukan registrasi untuk menggabungkan data hasil pemindaian. Registrasi merupakan
suatu prosedur untuk mendapatkan representasi lengkap dari hasil pemindaian objek, dimana
hasil pemindaian ditransformasi ke dalam satu sistem koordinat. Registrasi membutuhkan
pertampalan dari setiap tempat berdiri alat. Pada daerah yang bertampalan dibutuhkan tiga atau
lebih titik sekutu. Sedikitnya tiga titik sekutu diperlukan untuk memecahkan enam parameter
transformasi yang biasa disebut transformasi 3D Helmert tanpa faktor skala (Reshetyuk, 2009).
Registrasi menggunakan titik-titik sekutu untuk dijadikan titik ikat saat menggabungkan hasil
pemindaian. Terdapat empat metode registrasi, yaitu target based registration, registration using
natural point feature, surface matching, registration using common geometrical object
(Reshetyuk, 2009).

Aplikasi TLS di Lusi menggunakan teknik registrasi surface matching yang merupakan sebuah
teknik dengan menggunakan pendekatan kesesuaian daerah yang bertampalan. Algoritma dari
surface matching pada umumnya berdasarkan metode iterative closed point (ICP). Registrasi ini
didasarkan penggunaan referensi point clouds yang dimodelkan dengan permukaan, kemudian
registrasi dilakukan dengan meminimalkan jumlah jarak antara titik pada point clouds dan
permukaan (Reshetyuk, 2009). Prinsip registrasi dengan surface matching ditunjukan pada
gambar 4.

Gambar 4. Registrasi surface matching (Reshetyuk, 2009)

Dalam mengintegrasikan data TLS ke dalam data geospasial, perlu dilakukan georeferencing.
Georeferencing dilakukan dengan mentransformasikan seluruh point clouds dari objek ke dalam
sistem koordinat eksternal, biasanya yaitu sistem koordinat geodetik atau lokal. Terdapat dua
jenis georeferencing, yaitu secara tidak langsung dan secara langsung (Reshetyuk, 2009). Pada
georeferencing secara tidak langsung, digunakan target-target sebagai titik kontrol. Target
tersebut diketahui koordinatnya dalam sistem koordinat eksternal untuk mentransformasikan
point clouds. Pada teknik tersebut dibutuhkan minimum tiga titik atau lebih, yang terdistribusi
dengan baik untuk menentukan enam parameter transformasi.
III. Fungsi dan Kegunaan TLS

Kemampuan tersebut diatas merupakan dasar aplikasi TLS untuk survei skala besar, entitas yang
kompleks, seperti pemodelan kota, seluruh bangunan, pabrik, pembangkit listrik, instalasi migas,
jalan, jembatan, lanskap, struktur dan lokasi lainnya. Serta berbagai aplikasi monitoring,
diantaranya untuk pemantauan longsor dan aktivitas gunung api, pertambangan (desain,
monitoring, volume), sipil, arsitektur, dokumentasi situs bangunan sejarah dan Pemetaan 3D.
Data hasil scan dapat dimodelkan dengan akuran dalam model tiga dimensi (3D dan 4D) ataupun
dalam model drawing 2D sesuai kebutuhan.

IV. Tanggul Lusi

Semburan dan luapan lumpur panas di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo yang terjadi
sejak 29 Mei 2006 hingga saat ini masih terus berlanjut dan sampai saat ini belum ada tanda-
tanda bahwa fenomena alam ini akan berhenti dalam waktu dekat. Pada perkembangan terkini,
fenomena semburan lumpur panas diyakini sebagai aktivitas pembentukan gunung lumpur atau
mud volcano.

Elevasi tanggul saat ini (tahun 2018) antara 8 – 11 m sedangkan Elevasi tertinggi Gunung
Lumpur saat ini pada 12 m (batas kaldera). Sisa tampungan pada kolam utama adalah 3,45 juta
m3. Sisa tampungan adalah area dengan endapan lumpur dengan elevasi kurang dari 8 m (rata-
rata elevasi tanggul 8,5 m) hingga batas tanggul, kolam tampungan ini akan terisi lumpur dan air
hujan. Jika permukaan endapan lumpur diratakan maka tidak menyisakan tampungan (Kurang).
Luas Kolam. Total (di dalam PAT) = 5,4 juta m2. Kapasitas tampungan eksisting dgn walking 2
m = 28,6 juta m3. Volume lumpur eksisting (gunung lumpur) = 29,8 juta m3. Kondisi saat ini
volume tampungan kurang (- 1,2 juta m3). Diperlukan peninggian tanggul untuk menambah
kapasitas tampungan.

V. Aplikasi TLS di Lusi

Karena sifat pengukuran menggunakan alat TLS dapat menghasilkan banyak data dalam waktu
yang relatif singkat, maka jenis aplikasi yang dapat diterapkan di Lusi bermacam-macam.
Berikut adalah beberapa aplikasi sutvei TLS di Lusi
a. Pengukuran Volume

Survey TLS untuk pengukuran volume adalah penerapan utama TLS di Lusi. aplikasi ini
dilakukan untuk mendapatkan nilai volume lumpur dalam kolam tampungan Lusi secara kontinu
sebagai fungsi pengecekan volume pengaliran lumpur ke Sungai Porong dibandingkan dengan
debit lumpur yang keluar dari pusat semburan.

Metode pengukuran volume lumpur di Lusi dilakukan dengan mengkombinasikan TLS dan GPS
Geodetik. Karena area sekitar tanggul Lusi kurang stabil dan masih mengalami deformasi,
survey diawali dengan melakukan pengikatan titik-titik backsight di sekitar tanggul dengan
benchmark milik Badan Informasi Geospasial (BIG) yang letaknya 5 km di selatan. Kemudian
data-data backsight tersebut akan digunakan sebagai dasar pengukuran satu periode. Pengukuran
dilakukan 2 bulan sekali untuk mendapatkan korelasi perubahan volume dengan pengaliran ke
Sungai Porong dan debit lumpur dari pusat semburan.

Gambar di bawah menunjukkan bentuk point cloud yang didapat dari survey Lusi. Tampak
bahwa hampir keseluruhan permukaan lumpur padat tercover dan hanya area kolam air saja yang
tidak tercover.

Gambar 5. Point Cloud hasil survey TLS


Data point cloud kemudian difilter menggunakan filter topografi untuk menghilangkan noise
yang umumnya berupa debu-debu lumpur yang tertangkap dalam proses survey. Kemudian dari
hasil filter tersebut dibuat permukaan kolam lumpur dengan proses triangulasi antar titik. Dari
data permukaan yang ada, volume lumpur dapat dihitung dengan dasar perhitungan volume
adalah tanah dasar di sekitar kolam.

Data perhitungan volume didapatkan pada bulan Februari, April dan Agustus 2018. Hasil
perhitungan volume ditunjukkan pada tabel di bawah.

No Bulan Volume Semburan (dari tanah dasar sekitar 3 mdpl) Selisih


1 Februari 2018 32,218,271.50
2 April 2018 31,414,241.82 804,029.69
3 Agustus 2018 30,162,915.19 1,251,326.63
Tabel 1. Volume Lumpur Sidoarjo

Tabel 1. Menunjukkan adanya penurunan volume lumpur sebesar ~800 ribu m3 pada periode
februari-april 2018 akibat adanya pengaliran ke Sungai Porong. Survey pada bulan Agustus 2018
juga menunjukkan penurunan lebih dari 1 juta m3. Ini menunjukkan bahwa meskipun rata-rata
debit semburan sebesar 86 ribu m3 per hari atau sekitar 15.480.000 m3 selama periode februari –
agustus, namun terdapat pengurangan volume semburan sebesar ~2.000.000 m3 dalam periode
yang sama. Sehingga total volume lumpur yang dialirkan ke Sungai Porong pada periode
februari-agustus 2018 sebesar 17.480.000 m3.

b. Monitoring Deformasi

Aplikasi lain menggunakan TLS yang bisa digunakan di Lusi adalah monitoring deformasi di
tanggul penahan lumpur. Kondisi bawah permukaan tanggul lumpur yang kurang stabil
menyebabkan material tanggul selalu mengalami penurunan terutama di bagian barat dan timur
laut. Perubahan ini dapat diamati menggunakan TLS secara kontinu dalam selang waktu yang
rapat.

c. Kelebihan TLS dibanding instrumen lain

Survey dilakukan secara cepat dengan data yang jauh lebih banyak sehingga perhitungan volume
lebih akurat. Sebelum dilakukan survey TLS, proses perhitungan volume kolam semburan
dilakukan menggunakan GPS Geodetik di sekeliling kolam lumpur, proses survey menggunakan
GPS memakan waktu yang lama (1 bulan) dengan jumlah data yang didapat berkisar antara 400-
1000 titik pantau. Data ini yang kemudian digunakan sebagai dasar penentuan volume kolam
lumpur. Jika dibandingkan dengan TLS yang didapat sangat jauh sehingga hasil penentuan
volume maupun pembuatan kontur akan lebih baik ketika menggunakan TLS.

VI. Aplikasi TLS untuk Bendungan

Dari berbagai variasi survey yang dapat dilakukan dengan menggunakan alat TLS, potensi
aplikasi TLS pada bendungan sangatlah luas. Berikut adalah beberapa potensi pemanfaatan TLS
pada bendungan:

a. Perencanaan

Salah satu aplikasi TLS yang utama dalam tahap perencanaan bendungan adalah untuk
menentukan volume tampungan bendungan secara lebih akurat dengan metode Total Station
yang masih digunakan secara umum. Serta juga dapat digunakan untuk menghitung ketersediaan
kapasitas material timbunan yang tersedia di quarry yang ada. Ini akan jauh menghemat waktu
dalam tahapan perencanaan.

b. Konstruksi

Aplikasi TLS dalam tahapan konstruksi dapat membantu memperoleh gambaran progress yang
sudah tercapai pada selang waktu tertentu secara cepat dan dengan hasil yang rinci. Sehingga
kesesuaian antara progress fisik maupun progress keuangan dapat dimonitor secara real time.

c. Operasional dan Pemeliharaan

Untuk mengurangi beban waduk dan pengaliran ke Kali Porong, diperlukan:

1. Penambahan volume pengaliran menjadi 60 juta m3 setahun.


2. Peremajaan dan penambahan peralatan (kapal keruk, escavator amphibi, dll).
3. Peninggian tanggul menjadi elevasi 12 m.
4. Alternatif pengaliran dengan pelimpah samping dan kolam penampungan lumpur.
5. Penambahan embung-embung di sekitar waduk (untuk menampung air hujan dan air
lumpur sebagai simpanan air untuk kebutuhan pengaliran).

Anda mungkin juga menyukai