Anda di halaman 1dari 12

APLIKASI TERRESTRIAL LASER SCANNER DALAM

SIKLUS SIDLACOM JALAN JEMBATAN

Disusun oleh:
1. Muhammad Afwan Ramadhan (2305061009)
2. Novanda Galih Pranata (2305061001)
3. Yoan Fariel Satria (2375061002)

PROGRAM STUDI D3 SURVEY DAN PEMETAAN


JURUSAN TEKNIK GEODESI & GEOMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2023
Abstrak

Siklus konstruksi berkelanjutan disebut Sidlacom, yaitu Survey, Investigation, Design, Land Acquisition,
Construction, Operation dan Maintenance. Hal yang perlu diperhatikan pada setiap tahapannya adalah
peralatan berikut hasilnya. Alat yang berpotensi mewujudkan digitalisasi konstruksi pada setiap siklus
Sidlacom adalah Terrestrial Laser Scanner (TLS). Tahap Survey, TLS unggul pada kecepatan dan
lengkapnya data yang didapatkan dibanding alat konvensional. Keluaran TLS menyajikan informasi
koordinat detail berikut citra obyek yang diukur sehingga sangat layak digunakan dalam Investigation
dan Design. Tahap Land Acquisition, selain menyajikan luasan lahan TLS mampu untuk kadaster 3
dimensi yang diinisiasi oleh Badan Pertanahan Nasional. Tahap Construction, TLS mampu untuk
monitoring dan opname volume pekerjaan. TLS juga bisa membuat As Built Drawing digital sebagai
data dasar tahap Operation dan maintenace. Dengan akuisisi koordinat sampai kerapatan tingkat
milimeter, TLS mampu memonitor deformasi struktur dengan akurat. Disimpulkan TLS dapat
diterapkan dalam siklus Sidlacom.
Latar Belakang

Isitlah Sidlacom dapat ditemukan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
603/PRT/M/2005 Tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian Manajemen
Penyelenggaraan Pembangunan Prasarana dan Sarana Bidang Pekerjaan Umum yang
merupakan penyempurnaan dari Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 67/KPTS/1988
Tentang Petunjuk Praktis Pengendalian Pelaksanaan Proyek di Bidang Pekerjaan Umum untuk
Para Pemimpin Proyek/Bagian Proyek. Menurut peraturan tersebut, Sidlacom adalah urutan
tahapan kegiatan penyelenggaraan pembangunan prasarana dan sarana dalam lingkungan
Pekerjaan Umum. Susunan Sidlacom antara lain yaitu: 1. Tahap Survei, Investigasi dan Desain
(Survey, Investigation, Design/SID) 2. Tahap Pengadaan Lahan (Land Acquisition/LA) 3.
Tahap Pelaksanaan Konstruksi (Construction/C) 4. Tahap Operasi dan Pemeliharaan
(Operation, Maintenance/OM) Maksud dari penetapan peraturan tersebut adalah sebagai
pedoman para penyelenggara proyek/satuan kerja di lingkungan Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat agar dapat melaksanakan tugas secara profesional dan
mencegah penyimpangan untuk mendapatkan hasil pekerjaan yang tepat mutu, waktu, biaya
dan manfaat. Lingkup dari Sidlacom sendiri sebenarnya sangat luas, meliputi aspek teknis dan
administrasi. Pada tulisan ini pembahasan lebih difokuskan pada aspek teknis seperti
contohnya survei topografi, inventory, penyusunan preliminary design, pada tahap SID,
penetapan batas lokasi, inventarisasi data tanah, tanaman dan benda lain yang terkait dengan
pengadaan tanah pada tahap LA, pengukuran prestasi pekerjaan dan pembuatan As built
drawing pada tahap C, analisis kegagalan bangunan pada tahap OM. Dalam rangka digitalisasi
konstruksi, maka pada setiap tahapan Sidlacom perlu diperhatikan salah satunya peralatan
pengukuran yang digunakan berikut data hasilnya. Pekerjaan infrastruktur di Indonesia secara
umum sudah dilaksanakan dengan memanfaatkan peralatan pengukuran digital yang sesuai
dengan perkembangan teknologi seperti Waterpass, Theodolit, Total Station dan GNSS
receiver (GPS Geodetic). Tetapi jika ditinjau dari jumlah data yang bisa didapatkan, maka
peralatan tersebut dapat dikategorikan konvensional karena dalam satu waktu hanya bisa
mendapatkan 1 titik koordinat saja. Salah satu alat ukur digital yang bisa mendapatkan data
koordinat format digital dan dalam jumlah banyak sekaligus adalah Terrestrial Laser Scanner
(TLS). Alat ini sebenarnya sudah digunakan juga di beberapa proyek infrastruktur di Indonesia,
tetapi belum cukup massive dan pemanfaatannya belum maksimal serta belum masuk di dalam
setiap tahap Sidlacom.
Rumusan Masalah

Pada tulisan ini penulis akan membahas apakah TLS dapat diaplikasikan dalam setiap
tahapan Sidlacom konstruksi dan apa saja tantangan yang dihadapi beserta solusinya.
TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Sejarah Laser adalah alat yang menghasilkan dan
melepaskan sinar atau rangkaian pulsa yang berasal dari radiasi elektromagnet yang sangat
terkolimasi, dapat dipahami dan terarah (Pradhan & Sameen, 2017). Sistem laser dapat diatur
untuk mengumpulkan informasi terrain bentuk 3 dimensi dalam jumlah yang sangat besar
dengan waktu perekaman yang sangat cepat. Teknologi pengukuran jarak menggunakan laser
muncul pertama kali pada tahun 1966 dan penggunaan untuk survei teknik dan industri
konstruksi dimulai pada tahun 1970-an (Heritage & Large, 2009). Tipe dan Jenis TLS
Teknologi laser awalnya bermanfaat hanya untuk mengukur jarak antara dua titik saja pada
satu waktu, kemudian berkembang pesat hingga dapat merekam koordinat suatu titik dalam
jumlah yang sangat banyak dalam satu waktu.Teknologi tersebut disebut dengan istilah
LiDAR, yaitu Laser Induced Direction and Ranging atau Light Detection and Ranging. Karena
perekaman datanya bisa menghasilkan banyak titik dalam satu waktu maka alatnya sering
disebut sebagai Laser Scanner karena metodenya seperti memindai obyek. Berdasarkan posisi
alat ketika dioperasikan dibagi menjadi jenis pemindaian bergerak (kinematic scanner) atau
disebut juga mobile laser scanner (MLS) dan pemindaian tetap (static scanner) atau terrestrial
laser scanner (TLS) seperti diilustrasikan pada Gambar 1.

. Gambar 1. Tipikal Komponen dari System Airbone-Based Laser Scanning


Jenis kinematic scanner adalah pemindaian yang dilakukan dengan cara memasang sensor
laser pada suatu wahana yang dapat bergerak baik dengan dikendalikan sepenuhnya oleh
manusia atau atau bergerak secara autonomous. Dengan perkembangan teknologi, sensor laser
dapat juga dipasang pada Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau drone yang dikenal juga
dengan istilah airborne-based laser scanning system. Jadi berdasarkan jenis wahananya
kinematic scanner sendiri dibagi menjadi terestris dan aerial. Sedangkan jenis static scanner
saat ini hanya tersedia yang berada di atas tanah atau terestris, jenis inilah yang disebut dengan
TLS yang menjadi fokus pembahasan dalam tulisan ini. Di luar dunia konstruksi ada juga
penggunaan laser scanner yang berguna untuk kebutuhan kesehatan, industri manufaktur dan
penegakan hukum

Gambar 2. Tipikal Komponen dari Sistem Airbone-Based Laser Scanning

Beberapa TLS merk terkemuka yang umum dijumpai digunakan dalam bidang
infrastruktur antara lain Leica, Topcon, Maptek, Trimble dan Faro contoh bentuk alatnya
seperti disajikan pada Gambar 3. Masing-masing merk tersebut mempunyai kekurangan dan
kelebihan dalam hal spesifikasi teknis.
Data Keluaran

Data yang dihasilkan dari pengukuran atau pemindaian dengan TLS umum disebut sebagai
Point Cloud yaitu kumpulan titik-titik dalam jumlah yang sangat banyak, bisa sampai
berjumlah jutaan titik. Setiap titik tersebut mempunyai nilai koordinat lengkap tiga di mensi X,
Y dan Z. Kumpulan titik ini didapatkan dari setiap permukaan obyek yang terpapar dan berada
dalam jangkauan pancaran laser dari alat TLS. Pada tipe TLS tertentu dilengkapi dengan fitur
color digital imaging yang berupa kamera wide-angle dan atau telephoto untuk merekam
tampilan citra dari obyek yang dipindai. Dari citra tersebut dapat di-ekstrak sampel warna
sesuai obyek aslinya untuk setiap titik hasil pemindaian. Jumlah dan jarak antar titik yang
dihasilkan sangat tergantung pada pengaturan tingkat kerapatannya. Kelebihan yang paling
utama dari TLS ini adalah kemampuannya untuk memindai koordinat titik pada permukaan
obyek yang terpindai dengan jumlah yang sangat banyak dalam waktu yang sangat singkat.
Sebagai contoh pada TLS Leica RTC 360 mampu memindai sampai dengan kecepatan 2 juta
titik per detik. Sementara kecepatan terendah yaitu pada 115 ribu titik per detik yang jauh lebih
banyak dibanding semua alat ukur konvensional.
Dari beberapa alat TLS dengan merk yang cukup ternama, diketahui kerapatan minimal
sampai dengan 0,15 mm pada jarak 10 meter, artinya pada jarak 10 meter bisa didapatkan titik-
titik dengan jarak antaranya 0,15 mm. Sedangkan jarak jangkauan laser minimal 0,5 m dan
maksimal hingga 2400 meter seperti direkap pada Tabel 1.

PEMBAHASAN

Survei

Pada tahap survei dilakukan identifikasi dan pengumpulan informasi data primer dan data
sekunder. Dalam rangka pembangunan infrastruktur, salah satu data primer yang penting untuk
didapatkan dan dianalisis adalah kondisi eksisting lokasi calon proyek. Terkait dengan TLS,
alat tersebut dapat digunakan untuk pengambilan data eksisting seperti kontur dan inventarisasi
obyek-obyek alami maupun buatan manusia pada area survei. Pada survei menggunakan alat
konvensional, alat harus diarahkan atau dibidik langsung pada bak ukur atau prisma yang
ditempatkan pada titik yang akan direkam koordinatnya. pada Total Station tertentu ada yang
dilengkapi fitur reflectorles yang memungkinkan laser ditembakkan langsung pada titik yang
dituju tanpa bantuan prisma reflektor. Kontur didapatkan dari hasil pengolahan sebaran
beberapa titik koordinat tunggal yang berpola atau acak di atas permukaan tanah. Sementara
data inventarisasi ditampilkan dalam bentuk titik koordinat batasan terluarnya saja. Sebenarnya
dengan pengukuran konvensional bisa juga didapatkan titik-titik yang sangat banyak, tetapi
akan membutuhkan sumber daya waktu dan tenaga yang sangat besar. Hasilnya dapat
dipastikan tidak terpola seperti halnya hasil point cloud dari TLS. Karena hanya dapat merekam
titik koordinat tunggal, maka pengukuran dengan alat konvensional pada umumnya tidak dapat
merekam tampilan rona warna dari obyek yang disurvei.Survei dengan TLS
Investigation, Design

Salah satu yang perlu diselidiki untuk keperluan pembangunan infrastruktur adalah stabilitas
tanah sebagai dasar analisis dalam penetapan lokasi dan perencanaan teknis pondasi. Salah satu
produk dari TLS seperti DEM mempunyai resolusi yang sangat tinggi pada informasi
kemiringan sudut, sehingga sangat akurat untuk deteksi, pemetaan, penilaian dan pemodelan
tanah longsor. TLS sangat berguna untuk memodelkan mekanisme longsoran tanah dan
estimasi volume material longsoran (Pradhan & Sameen, 2017). Contoh aplikasi TLS pada
tahap operasi adalah untuk monitoring potensi longsor pada lereng jalan. Seperti ditampilkan
pada Gambar 3, dari dua kali pemindaian pada lereng pada rentang waktu yang berbeda, dapat
terdeteksi perbedaan ketinggian elevasi tanah (a), sehingga dapat dilakukan interpretasi
penampang rotasi longsoran (b).

Gambar 4. Prinsip Akusisi Data TLS Pada Kasus Lereng Berpotensi Longsor

Land Acquisition
Dalam tahap pengadaan lahan, seperti umumnya alat pengukuran yang menggunakan
prinsip geodetik, TLS juga dapat dimanfaatkan untuk menginventarisasi dan mengukur batas
lokasi, inventarisasi bangunan, tanaman dan obyek eksisting lainnya pada area terdampak
konstruksi. Hasil pemindaian TLS mempunyai kelebihan waktu pengambilan dan pemrosesan
yang singkat dan hasil pemetaan yang utuh dan format data bersifat 3 dimensi sehingga
interpretasi produk pemetaan menjadi lebih akurat dibanding pengukuran konvensional
(Romanescu, Cotiugă, & Asăndulesei, 2012). Dengan akurasi, kecepatan dan kapasitasnya
dalam pemindaian, maka TLS bisa lebih komprehensif dalam hal inventarisasi data eksisting .
Construction
Pada tahap konstruksi, alat ukur survei digunakan untuk pekerjaan staking out, estimasi
volume pekerjaan dan monitoring terhadap struktur yang sudah terbangun. Dengan
kemampuan maka TLS dapat digunakan untuk memindai keseluruhan konstruksi yang sudah
terbangun hingga menghasilkan versi digital dari konstruksi tersebut secara komprehensif,
akurat dan detail. Versi digital dari obyek eksisting ini adalah bentuk lebih advanced dari
dokumen As Built Drawing yang umumnya berbentuk gambar 2 dimensi atau saat ini mulai
diminta dalam bentuk model BIM 3 dimensi. As Built Drawing yang dibuat dari data point
cloud keluaran TLS dan yang dibuat berupa model BIM sama-sama bersifat 3 dimensi, tetapi
karakteristiknya berbeda. Meskipun sama-sama dibuat berdasarkan referensi data konstruksi
yang terbangun, umumnya model BIM 3 dimensi dibuat berdasarkan referensi koordinat yang
jauh lebih sedikit dari point cloud keluaran TLS. Sedangkan data point cloud keluaran TLS
karena seluruhnya disusun dari kumpulan titik koordinat hasil pemindaian langsung atas obyek
eksisting maka bersifat aktual dan dapat digunakan sebagai data dasar untuk keperluan
monitoring khususnya terhadap deformasi struktur. Salah satu penelitian penulis yaitu
pemindaian pada struktur jembatan layang dapat dilakukan pengukuran terhadap struktur
terbangun sampai akurasi milimeter seperti di Gambar 4.
Operation dan Maintenance

Dari beberapa studi kasus yang ada, diketahui penerapan TLS dalam rekayasa dan
manajemen aset jembatan telah dapat diterapkan pada aspek yang masuk ke dalam tahap
operasi dan pemeliharaan seperti pemodelan 3 dimensi, pemeriksaan kualitas, asesmen struktur
dan pembuatan Bridge Information Modeling (BrIM) (Rashidi, et al., 2020). Pemeriksaan
kualitas pada struktur jembatan meliputi deteksi terhadap terjadinya keretakan, kehilangan
massa, retak atau scaling dan gompal spalling, korosi, water bleeding, dan effl orescence.
Sedangkan asesmen struktur meliputi pemodelan geometrik, pengukuran deformasi, rekayasa
balik (inverse engineering), dan pembaruan model. Konkrit penerapan deteksi kerusakan pada
permukaan beton dapat terlihat seperti pada Gambar 4, dimana gambar (a) berupa point cloud
dengan tampilan Red, Green, Blue (RGB) dan pada gambar (b) adalah tampilan hasil
komputasi kurvatur menghasilkan gradasi dengan warna merah menunjukkan area yang
mengalami kerusakan.

Gambar 5. Deteksi Kerusakan Permukaan Pilar Beton Jembatan

Sedangkan pada pembuatan BrIM meliputi progress tracking, kendali mutu, manajemen dan
operasi.
KESIMPULAN

Dari pembahasan sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Terbukti TLS dapat diaplikasikan dalam setiap tahapan Sidlacom konstruksi sesuai
karakteristiknya

2. Tantangan utama yang dihadapi dalam penerapan TLS yaitu tingginya biaya investasi
pengadaan alat tersebut

3. Solusi yang bisa ditawarkan penulis atas tantangan yang dihadapi dalam penerapan TLS
pada siklus Sidlacom adalah penggunaan TLS dengan sistem sewa atau kerja sama dengan
vendor atau institusi pendidikan
DAFTAR PUSTAKA

A Decade of Modern Bridge Monitoring Using Terrestrial Laser Scanning: Review and
Future Directions. (n.d.). Departemen Pekerjaan Umum, (2005). Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 603/PRT/M/2005 Tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian Manajemen
Penyelenggaraan Pembangunan Prasarana dan Sarana Bidang Pekerjaan Umum. Heritage,
G.L., & Large, A. R. (2009). Laser Scanning for the Environmental Sciences. Chennai:
Blackwell Publishing Ltd. Jaboyedoff, M., Oppikofer, T., Abella´n, A., Derron, M.-H., Loye,
A., Metzger, R., & Pedrazzini, A. (2012). Use of LIDAR in landslide investigations: a review.
Nat Hazards. Pradhan, B., & Sameen, M. I. (2017). Laser Scanning Systems in Landslide
Studies. In B. Pradhan, Laser Scanning Applications in Landslide Assessment (pp. 3-19). Seri
Kembangan: Springer Internatioal. Rashidi, M., Mohammadi, M., Kivi, S. S., Abdolvand, M.
M., Truong-Hong, L., & Samali, B. (2020). A Decade of Modern Bridge Monitoring Using
Terrestrial Laser Scanning: Review and Future Directions. Remote Sensing. Romanescu, G.,
Cotiugă, V., & Asăndulesei, A. (2012). Use of Terrestrial 3D Laser Scanner in Cartographing
and Monitoring Relief Dynamics and Habitation Space from Various Historical Periods. In C.
Bateira, CARTOGRAPHY – A TOOL FOR SPATIAL ANALYSIS (pp. 49-73). Rijeka:
InTech.

Anda mungkin juga menyukai