Anda di halaman 1dari 173

TUGAS AKHIR – RG 141536

ANALISIS KETELITIAN HASIL PENGAMATAN


GNSS BERDASARKAN METODE DAN LAMA
PENGAMATAN UNTUK EFISIENSI
PENGUKURAN GROUND CONTROL POINT
(STUDI KASUS: KOTA SURABAYA)

RIZKY ROMADHON
NRP 03311440000009

Dosen Pembimbing
Khomsin, S.T, M.T
Ira Mutiara Anjasmara, S.T, M.Phil, Ph.D

DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA


Fakultas Teknik Sipil Lingkungan Dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2018

i
“Halaman ini Sengaja Dikosongkan”

ii
FINAL ASSIGNMENT – RG 141536

ANALYSIS OF GNSS OBSERVATION ACCURACY


BASED ON METHOD AND LONG OBSERVATION
FOR EFFICIENCY OF GROUND CONTROL POINT
MEASUREMENT
(STUDY CASE: SURABAYA CITY)

RIZKY ROMADHON
NRP 03311440000009

Advisors
Khomsin, S.T, M.T
Ira Mutiara Anjasmara, S.T, M.Phil, Ph.D

DEPARTEMEN OF GEOMATICS ENGINEERING


Faculty of Civil Engineering Environmental and Geo-Engineering
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2018

iii
“Halaman ini Sengaja Dikosongkan”

iv
ANALISIS KETELITIAN HASIL PENGAMATAN GNSS
BERDASARKAN METODE DAN LAMA PENGAMATAN
UNTUK EFISIENSI PENGUKURAN GROUND CONTROL
POINT
(Studi Kasus : Kota Surabaya)

Nama Mahasiswa : Rizky Romadhon


NRP : 03311440000009
Jurusan : Teknik Geomatika FTSLK – ITS
Dosen Pembimbing : Khomsin, S.T, M.T
Ira Mutiara Anjasmara, S.T, M.Phil, Ph.D

ABSTRAK
Global Navigation Satellite System merupakan suatu istilah yang
digunakan untuk mencakup seluruh sistem satelit navigasi global.
Terdapat banyak sekali kegiatan yang memerlukan implementasi dari
pengamatan Global Navigation Satellite System, salah satunya adalah
pengukuran Ground Control Point. Pada penelitian ini akan dibahas
mengenai efisiensi pengukuran Ground Control Point khususnya untuk
keperluan foto udara resolusi 10 cm, citra satelit resolusi tinggi dan Light
Detection and Ranging. Masing-masing keperluan tersebut memiliki
spesifikasi pengukuran dimana foto udara resolusi 10 cm membutuhkan
ketelitian horizontal minimal 5 cm. Sedangkan citra satelit resolusi tinggi
membutuhkan ketelitian horizontal minimal 20 cm dan Light Detection
and Ranging 30 cm. Berdasarkan informasi dari Badan Informasi
Geospasial, Jaring Kontrol Horizontal dapat digunakan sebagai referensi
spesifikasi pengukuran Ground Control Point. Karena seringnya
pelaksanaan pengukuran Ground Control Point skala besar yang tidak
sesuai dengan waktu perencanaan, maka perlu untuk mencari waktu
efisien dalam melakukan pengukuran. Pengamatan pada penelitian ini
dilakukan menggunakan metode radial dan jaring dengan lama
pengamatan masing-masing 2 jam. Kemudian data tersebut diseleksi
dengan melakukan pemotongan sinyal setiap kelipatan 15 menit.
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan kelipatan 15 menit tersebut,
dapat diketahui seberapa besar selisih yang dihasilkan terhadap acuan
yang digunakan dan dapat ditentukan berapa menit lama pengamatan

v
minimum yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil penelitian, ketelitian untuk
pengukuran Ground Control Point foto udara resolusi 10 cm, citra satelit
resolusi tinggi dan Light Detection and Ranging dapat dicapai dengan
melakukan pengamatan metode radial 90 menit dengan baseline kurang
dari 20 km. Selain itu dapat digunakan metode jaring dengan lama
pengamatan 45 menit.

Kata Kunci: Global Navigation Satellite System, Ground Control Point,


efisien, metode, lama pengamatan

vi
ANALYSIS OF GNSS OBSERVATION ACCURACY
BASED ON METHOD AND LONG OBSERVATION
FOR EFFICIENCY OF GROUND CONTROL POINT
MEASUREMENT
(STUDY CASE: SURABAYA CITY)

Name : Rizky Romadhon


NRP : 03311440000009
Department : Teknik Geomatika FTSLK – ITS
Advisors : Khomsin, S.T, M.T
Ira Mutiara Anjasmara, S.T, M.Phil, Ph.D

ABSTRACT
Global Navigation Satellite System is a term used to encompass all
of the global navigation satellite system. There are lots of activities that
require the implementation of Global Navigation Satellite System
observations, one of which is the measurement of Ground Control points.
This research will exemine the measurement efficiency of Ground Control
Point for aerial photogrametry with resolution 10 cm, high resolution
satellite imagery and Light Detection and Ranging. The measurement
spesification for the aerial photogrametry with resolution of 10 cm
require horizontal precision of at least 5 cm. High resolution satellite
imagery needs a horizontal precisions at least 20 cm and 30 cm for Light
Detection and Ranging. According to Badan Informasi Geospasial,
Horizontal Control Networks can be used as a reference specifications
for measurement of Ground Control Point. Often the implementation of
Ground Control Point measurements of the large scale that does not fit
with the time of planning. So it is necessary to find time efficiency for
measurements of Ground Control Point. In this research, the
measurements were carried out by using the method of radial and network
with observations period of 2 hours. The data selected by doing cuts

vii
signal every multiple of 15 minutes. Based on the results of data
processing with multiple of 15 minutes, it can be known how big the
difference is generated against the reference that is used and can be
determined how many minutes long observation minimum is needed. The
results showed that for measurement of Ground Control Point for aerial
photogrametry with 10 cm resolution, high resolution satellite imagery,
Light Detection and Ranging with radial method can be done for the
period of measurement 90-minutes for baseline less than 20 km. In
addition the results also showed that by using the network method, the
measurement period can be reduce to 45-minutes.

Keywords: Global Navigation Satellite System, Ground Control


Point, efficient, method, long observation

viii
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS KETELITIAN HASIL PENGAMATAN GNSS
BERDASARKAN METODE DAN LAMA PENGAMATAN
UNTUK EFISIENSI PENGUKURAN GROUND CONTROL
POINT
(Studi Kasus : Kota Surabaya)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pada
Program S-1 Teknik Geomatika
Fakultas Teknik Sipil Lingkungan dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh:
RIZKY ROMADHON
NRP. 03311440000009

Disetujui oleh Pembimbing Tugas Akhir :

1 Khomsin, S.T, M.T


NIP. 19750705 200012 1 001 (Pembimbing I)

2 Ira Mutiara Anjasmara, S.T, M.Phil, Ph.D


NIP. 19781231 200212 2 001 (Pembimbing II)

SURABAYA, JULI 2018

ix
“Halaman ini Sengaja Dikosongkan”

x
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan


karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas
akhir dengan judul “Analisis Ketelitian Hasil Pengamatan
GNSS Berdasarkan Metode dan Lama Pengamatan untuk
Efisiensi Pengukuran Ground Control Point (Studi Kasus: Kota
Surabaya)” ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari


sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak. Penulis juga mengucapkan
terima kasih atas bantuan serta dukungan yang telah diberikan atas
terselesaikannya laporan Tugas Akhir ini kepada:

1. Allah SWT atas diberikannya segala kemudahan,


kelancaran, rahmat serta hidayah-Nya.
2. Orang tua penulis atas segala doa dan dukungannya.
3. Bapak Khomsin, S.T, M.T dan Ibu Ira Mutiara Anjasmara,
S.T, M.Phil, Ph.D selaku dosen pembimbing.
4. Bapak Mokhamad Nur Cahyadi, S.T., M.Sc., Ph.D., selaku
Ketua Departemen Teknik Geomatika ITS.
5. PT. Geosolution Pratama Nusantara yang telah
mendukung penelitian ini dalam berupa peralatan survei.
6. Rekan G16 yang telah membantu pelaksanaan pengukuran
lapangan sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT berkenan membalas semua kebaikan,


dukungan dan bantuan yang telah diberikan. Sekalipun Tugas
Akhir ini telah selesai, tentunya penulis tidak menutup diri untuk
terus melakukan perbaikan yang berhubungan dengan Tugas Akhir

xi
ini atau studi selanjutnya. Karena itu penulis mengharapkan
masukan baik kritik, saran, atau informasi yang berguna untuk
studi berikutnya.
Demikian ucapan terima kasih ini, semoga Tugas Akhir ini
dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak.

Surabaya, Juli 2018

Penulis

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................i
ABSTRAK ....................................................................................v
ABSTRACT ..................................................................................vii
LEMBAR PENGESAHAN..........................................................ix
KATA PENGANTAR..................................................................xi
DAFTAR ISI ..............................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................xvi
DAFTAR TABEL ......................................................................xix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................xxiii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................3
1.3 Batasan Masalah .......................................................3
1.4 Tujuan.......................................................................4
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................5
2.1 Global Navigation Satellite System (GNSS) ............5
2.2 Segmen GNSS ..........................................................9
2.3 Metode Penentuan Posisi........................................11
2.3.1 Metode Penentuan Posisi Absolut.................13
2.3.2 Metode Penentuan Posisi Diferensial............13
2.4 Kesalahan dan Bias.................................................14
2.4.1 Kesalahan Ephemeris (Orbit) ........................14

xiii
2.4.2 Bias Ionosfer ................................................15
2.4.3 Bias Troposfer ...............................................16
2.4.4 Multipath .......................................................18
2.4.5 Cycle Slips .....................................................19
2.5 Dilution of Precision (DOP) ...................................19
2.6 Geometri Jaring GPS ..............................................20
2.7 Presisi dan Akurasi .................................................21
2.8 Error Ellipse ...........................................................24
2.9 Ground Control Point.............................................26
2.10 Penelitian Terdahulu .............................................29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................33
3.1 Lokasi Penelitian.....................................................33
3.2 Data dan Peralatan Penelitian .................................34
3.2.1 Data ..............................................................34
3.2.2 Peralatan .......................................................34
3.3. Metodologi Penelitian............................................37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................43
4.1 Koordinat Acuan Pengukuran GCP ........................43
4.2.1 Hasil Metode Radial......................................47
4.2.2 Analisa Metode Radial ..................................56
4.3 Hasil dan Analisa Metode Jaring ............................72
4.3.1 Hasil Metode Jaring......................................72
4.3.2 Analisa Metode Jaring..................................89
4.4 Analisa Perbandingan Hasil Metode Radial
dan Jaring ...............................................................98

xiv
BAB V PENUTUP....................................................................111
5.1 Kesimpulan...........................................................111
5.2 Saran .....................................................................113
DAFTAR PUSTAKA............................................................... 115
LAMPIRAN ............................................................................. 119
BIODATA PENULIS............................................................... 149

xv
“Halaman ini Sengaja Dikosongkan”

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Generasi Satelit GPS ................................................7


Gambar 2. 2 Segmen GNSS ........................................................10
Gambar 2. 3 Penentuan Posisi dengan GPS ................................11
Gambar 2. 4 Bias dan Kesalahan Pada Pengamatan GNSS ........14
Gambar 2. 5 Geometri Satelit......................................................20
Gambar 2. 6 Metode Jaringan dan metode Radial ......................21
Gambar 2. 7 Contoh Presisi dan Akurasi ....................................23
Gambar 2. 8 Elips Kesalahan Standar .........................................25
Gambar 3.1 Lokasi Titik Pengukuran..........................................33
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian...........................................38
Gambar 4.1 BM ITS 01................................................................43
Gambar 4.2 Desain Pengukuran Radial.......................................44
Gambar 4.3 Desain Pengukuran Jaring .......................................45
Gambar 4.4 Hasil Pengolahan Radial Titik B .............................56
Gambar 4.5 Cycle Slip Titik B....................................................57
Gambar 4.6 Hasil Pengolahan Radial Titik C .............................58
Gambar 4.7 Cycle Slip Titik C....................................................59
Gambar 4.8 Lokasi Pengukuran Titik C......................................59
Gambar 4.9 Hasil Pengolahan Radial Titik D .............................60
Gambar 4.10 Peningkatan Jumlah Sinyal Satelit ........................61
Gambar 4.11 Hasil Pengolahan Radial Titik E ...........................62
Gambar 4.12 Sinyal Satelit Titik E .............................................63
Gambar 4.13 Hasil Pengolahan Radial Titik F............................64
Gambar 4.14 Lokasi Pengukuran Titik F ....................................65
Gambar 4.15 Cycle Slip Pengukuran Titik F ..............................65
Gambar 4.16 Hasil Pengolahan Radial Titik G ...........................66
Gambar 4.17 Hasil Pengolahan Radial Titik H ...........................67
Gambar 4.18 Hasil Pengolahan Radial Titik I.............................68
Gambar 4.19 Hasil Pengolahan Radial Titik J ............................69

xvii
Gambar 4.20 Lokasi Pengukuran Titik H....................................71
Gambar 4.21 Sinyal Pengukuran Baseline E-F ...........................76
Gambar 4.22 Hasil Pengolahan Jaring Titik B ............................89
Gambar 4.23 Hasil Pengolahan Jaring Titik C ............................90
Gambar 4.24 Hasil Pengolahan Jaring Titik D............................91
Gambar 4.25 Hasil Pengolahan Jaring Titik E ............................92
Gambar 4.26 Hasil Pengolahan Jaring Titik F.............................93
Gambar 4.27 Hasil Pengolahan Jaring Titik G............................94
Gambar 4.28 Hasil Pengolahan Jaring Titik H............................95
Gambar 4.29 Hasil Pengolahan Jaring Titik I .............................96
Gambar 4.30 Hasil Pengolahan Jaring Titik J .............................97
Gambar 4.31 Perbandingan Nilai Selisih Easting
Terhadap Acuan..................................................109
Gambar 4.32 Perbandingan Nilai Selisih Northing
Terhadap Acuan..................................................109

xviii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Metode Penentuan Posisi dengan GPS........................12


Tabel 2.2 Parameter Troposfer Pada TopconTools v8.2.3 ..........18
Tabel 3.1 Spesifikasi Ketelitian Topcon HiperPro .....................34
Tabel 3.2 Spesifikasi Ketelitian Sokkia GRX1 ...........................35
Tabel 3.3 Spesifikasi Ketelitian Hi-Target V30 ..........................36
Tabel 4.1 Koordinat BM ITS 01 .................................................43
Tabel 4.2 Panjang Baseline .........................................................44
Tabel 4.3 Koordinat Acuan GCP ................................................46
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 15 Menit........47
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 30 Menit........48
Tabel 4.6 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 45 Menit........49
Tabel 4.7 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 60 Menit........51
Tabel 4.8 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 75 Menit........52
Tabel 4.9 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 90 Menit........53
Tabel 4.10 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 105 Menit....54
Tabel 4.11 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 120 Menit....55
Tabel 4.12 Nilai Standar Deviasi Horizonal Berdasarkan Jenis
Receiver dan Panjang Baseline ................................70
Tabel 4.13 Hasil Pengukuran GCP Metode Jaring 15 Menit ......72
Tabel 4.14 Hasil Perataan Jaring 15 Menit .................................73
Tabel 4.15 Hasil Pengukuran GCP Metode Jaring 30 Menit ......74
Tabel 4.16 Hasil Perataan Jaring 30 Menit .................................75
Tabel 4.17 Hasil Pengukuran GCP Metode Jaring 45 Menit ......77
Tabel 4.18 Hasil Perataan Jaring 45 Menit .................................78
Tabel 4.19 Hasil Pengukuran GCP Metode Jaring 60 Menit ......79
Tabel 4.20 Hasil Perataan Jaring 60 Menit .................................80
Tabel 4.21 Hasil Pengukuran GCP Metode Jaring 75 Menit ......81
Tabel 4.22 Hasil Perataan Jaring 75 Menit .................................82
Tabel 4.23 Hasil Pengukuran GCP Metode Jaring 90 Menit ......83

xix
Tabel 4.24 Hasil Perataan Jaring 90 Menit..................................84
Tabel 4.25 Hasil Pengukuran GCP Metode Jaring 105 Menit ....85
Tabel 4.26 Hasil Perataan Jaring 105 Menit................................86
Tabel 4.27 Hasil Pengukuran GCP Metode Jaring 120 Menit ....87
Tabel 4.28 Hasil Perataan Jaring 120 Menit................................87
Tabel 4.29 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring
Titik B ......................................................................98
Tabel 4.30 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring
Titik B ......................................................................99
Tabel 4.31 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring
Titik C ......................................................................99
Tabel 4.32 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring
Titik C ....................................................................100
Tabel 4.33 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring
Titik D....................................................................100
Tabel 4.34 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring
Titik D....................................................................101
Tabel 4.35 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring
Titik E ....................................................................102
Tabel 4.36 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring
Titik E ....................................................................102
Tabel 4.37 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring
Titik F ....................................................................103
Tabel 4.38 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring
Titik F ....................................................................103
Tabel 4.39 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring
Titik G....................................................................104
Tabel 4.40 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring
Titik G....................................................................104
Tabel 4.41 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring
Titik H....................................................................105

xx
Tabel 4.42 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring
Titik H....................................................................106
Tabel 4.43 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring
Titik I .....................................................................106
Tabel 4.44 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring
Titik I .....................................................................107
Tabel 4.45 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring
Titik J .....................................................................107
Tabel 4.46 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring
Titik J .....................................................................108

xxi
“Halaman ini Sengaja Dikosongkan”

xxii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Koordinat Titik GCP Metode Radial ....................118


Lampiran 2. Koordinat Titik GCP Metode Jaring.....................123
Lampiran 3. Error Ellipse Metode Radial .................................127
Lampiran 4. Error Ellipse Metode Jaring..................................131
Lampiran 5. Form Ukur Survei GNSS......................................135
Lampiran 6. Dokumentasi Survei GNSS ..................................145

xxiii
“Halaman ini Sengaja Dikosongkan”

xxiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Global Navigation Satellite System (GNSS) merupakan


suatu istilah yang digunakan untuk mencakup seluruh sistem
satelit navigasi global yang sudah beroperasi ataupun sedang
dalam perencanaan. Satelit navigasi global memancarkan
sinyal navigasi penentuan posisi kepada pengguna yang
dikendalikan dari stasiun pengendali di bumi. Penentuan posisi
dapat dilakukan berdasarkan 4 (empat) dimensi, yaitu
berdasarkan garis bujur, garis lintang, ketinggian dan waktu
(Bakara 2011). Salah satu satelit GNSS yang paling dikenal
saat ini adalah Global Positioning System (GPS). Semua
sistem dalam hal ini GPS, GLONASS, Galileo dan juga
Compass memiliki cara kerja yang hampir sama sehingga
deskripsi cara kerja GPS berikut untuk mengetahui prinsip
kerja GNSS (Prasetyaningsih 2012). Pada saat ini, sistem GPS
sudah banyak digunakan orang di seluruh dunia. Di Indonesia
pun GPS sudah banyak diaplikasikan, terutama yang terkait
dengan aplikasi-aplikasi yang menuntut informasi tentang
posisi. Dibandingkan dengan sistem dan metode penentuan
posisi lainnya, GPS mempunyai banyak kelebihan dan
menawarkan lebih banyak keuntungan, baik dalam segi
operasionalnya maupun kualitas posisi yang diberikan (Abidin
2000).
Terdapat banyak sekali kegiatan yang memerlukan
implementasi dari pengamatan GNSS. Salah satunya adalah
untuk pengukuran Ground Control Point (GCP). GCP
merupakan titik bantu untuk proses pemberian koordinat pada
citra atau bisa disebut proses georeferencing yang bertujuan
untuk koreksi geometrik. Proses georeferencing merupakan
proses pemberian sistem koordinat pada suatu objek gambar
dengan cara menempatkan suatu titik kontrol terhadap suatu
persimpangan antar garis lintang dan garis bujur pada gambar

1
2

tersebut. Titik GCP yang digunakan untuk koreksi geometrik


harus memiliki koordinat yang akurat sesuai dengan kebutuhan
(Pribadi 2016).
Pengamatan GCP dengan menggunakan GNSS ini
berfungsi untuk koreksi geometrik pada citra foto udara, citra
satelit resolusi tinggi (CSRT) maupun LiDAR (Light Detection
and Ranging). Masing-masing citra yang dihasilkan
memerlukan titik kontrol dengan ketelitian tertentu. Citra yang
dihasilkan dari foto udara membutuhkan ketelitian minimal ≤
5 cm untuk foto yang memiliki resolusi spasial 10 cm (Pribadi
2016). Berdasarkan modul validasi rencana tata ruang Badan
Informasi Geospasial, citra satelit resolusi tinggi
membutuhkan ketelitian horizontal ≤ 20 cm (BIG 2016) dan
LiDAR membutuhkan ketelitian ≤ 30 cm (Shamsi 2005).
Untuk memenuhi ketentuan tersebut, telah ditetapkan
ketentuan dasar terkait lama pengamatan dan metode yang
digunakan. Pada saat pelaksanaan pengukuran sering kali
terkendala masalah waktu dikarenakan kondisi tertentu yang
tak terduga. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan ketidak
sesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan di lapangan.
Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian mengenai waktu
minimum yang diperlukan untuk pengukuran GCP
menggunakan GNSS berdasarkan metode dan lama
pengamatan. Kemudian hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi acuan dan alternatif dalam rangka pengukuran GCP
dengan waktu yang efisien akan tetapi tetap mendapatkan hasil
yang teliti.
Beberapa penelitian GNSS terdahulu yang dapat
dibandingkan dengan penelitian ini antara lain komparatif
ketelitian posisi hasil pengukuran satelit GPS dan GLONASS,
analisis hasil ketelitian dengan metode Real Time Kinematic
dan Statik, efisiensi pengukuran GCP untuk keperluan foto
udara. Berbeda dengan penelitian terdahulu, dimana penelitian
ini menggunakan kombinasi satelit GPS dan GLONASS serta
metode yang digunakan adalah differensial statik untuk
3

mendapatkan ketelitian yang lebih baik. Kemudian untuk


menentukan efisiensi pengukuran, dilakukan perbandingan
pengukuran menggunakan metode radial dan jaring serta
pembagian waktu pengamatan setiap kelipatan 15 menit
selama dua jam.
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini antara lain:


a. Bagaimana perbandingan hasil koordinat pengukuran
Ground Control Point berdasarkan lama pengamatan?
b. Bagaimana perbandingan hasil koordinat pengukuran
Ground Control Point berdasarkan metode yang
digunakan?
c. Ground Control Point dapat digunakan untuk koreksi
geometrik foto udara, citra satelit resolusi tinggi maupun
LiDAR. Masing-masing membutuhkan ketelitian yang
berbeda untuk hasil pengukuran titik kontrolnya.
Bagaimana metode yang digunakan dan waktu minimum
yang diperlukan guna menunjang efisiensi pengukuran
Ground Control Point untuk masing-masing data tersebut?
1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari penelitian Tugas Akhir ini


adalah:
a. Metode pengukuran yang digunakan yakni differensial
statik radial dan jaring.
b. Data pembanding yang dianggap benar untuk pengukuran
GCP foto udara, citra satelit resolusi tinggi dan LiDAR
adalah data pengamatan 2 jam dengan metode jaring.
c. Perangkat lunak yang digunakan adalah perangkat lunak
komersil.
d. Ketelitian Ground Control Point yang dibandingkan adalah
ketelitian horizontal.
e. Panjang Baseline maksimum 20 km.
4

1.4 Tujuan

Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:


a. Analisa ketelitian hasil pengukuran GNSS berdasarkan
lama pengamatan (15 menit, 30 menit, 45 menit, 60 menit,
75 menit, 90 menit, 105 menit dan 120 menit).
b. Analisa ketelitian hasil pengukuran GNSS berdasarkan
metode yang digunakan untuk keperluan pengukuran
Ground Control Point (radial dan jaring).
c. Menentukan metode yang digunakan dan waktu minimum
yang dibutuhkan untuk memenuhi ketelitian pengukuran
GCP dalam keperluan foto udara, citra satelit resolusi tinggi
dan LiDAR.
1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini antara lain sebagi evaluasi


ketentuan yang telah ditetapkan oleh Badan Informasi
Geospasial mengenai spesifikasi pengukuran GNSS untuk
keperluan Ground Control Point. Manfaat yang kedua adalah
dapat digunakan sebagai pertimbangan pengukuran Ground
Control Point menggunakan GNSS secara efisien dan
menghasilkan nilai koordinat yang lebih teliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Global Navigation Satellite System (GNSS)

Satelit navigasi global memancarkan sinyal navigasi


penentuan posisi kepada pengguna yang dikendalikan dari
stasiun pengendali di bumi. Penentuan posisi dapat dilakukan
berdasarkan 4 (empat) dimensi, yaitu berdasarkan garis bujur,
garis lintang, ketinggian dan waktu. GNSS telah dimanfaatkan
untuk tujuan militer, transportasi, pemantauan gunung berapi
dan penelitian (Bakara 2011). Pada dasarnya GNSS
merupakan kumpulan dari beberapa sistem satelit penentuan
posisi, antara lain :
 GPS (Amerika Serikat)
 GLONASS (Rusia)
 Galileo (European Union)
 BeiDou (China)
 IRNSS (India)
 QZSS (Jepang)
Badan Informasi Geospasial (BIG) telah menerbitkan
Modul Validasi Peta Rencana Tata Ruang. Dalam modul
tersebut disebutkan bahwa spesifikasi alat yang digunakan
dalam pengukuran Ground Control Point (GCP) adalah dapat
menerima sinyal satelit GPS dan atau GLONASS.

Global Positioning System (GPS)

Global Positioning Sistem (GPS), dengan nama resmi


NAVSTAR GPS (Navigation Satellite Timing And Ranging
Global Positioning Sistem), merupakan satelit navigasi dan
penentuan posisi berbasis sistem radio yang dimiliki dan
dikelola oleh Amerika Serikat. GPS dapat memberikan
informasi posisi dengan ketelitian bervariasi dari beberapa
millimeter (orde nol) sampai dengan puluhan meter (sejak

5
6

Mei 2000). Satelit pertama diluncurkan pada tahun 1978, dan


secara resmi sistem GPS dinyatakan operasional pada tahun
1994. Beberapa kelebihan yang dimiliki oleh sistem GPS
yaitu (Rudianto dan Izman 2011):
 Sistem GPS didesain untuk memberikan posisi dan
kecepatan tiga-dimensi serta informasi mengenai waktu,
secara kontinyu di seluruh dunia tanpa bergantung waktu
dan cuaca, kepada banyak orang secara simultan. Dapat
meliput wilayah yang cukup luas pada saat yang sama.
 Penggunaan GPS dalam penentuan posisi relatif tidak
terlalu terpengaruh dengan kondisi topografis daerah
survei dibandingkan dengan metoda terestris.
 Posisi yang ditentukan dengan GPS akan selalu mengacu
ke suatu datum global yang sama.
 Dapat memberikan ketelitian posisi yang spektrumnya
cukup luas.
 Pemakaiannya gratis.
Pada dasarnya satelit-satelit GPS dapat dibagi menjadi
beberapa generasi yaitu (Gambar 2.1):
 Blok I : Initial Concept Validation Satellites
 Blok II : Initial Production Satellites
 Blok IIA : Upgraded Production Satellites
 Blok IIR : Replenishment Satellites
 Blok IIF : Follow-On “Sustainment” Satellites
7

Gambar 2.1 Generasi Satelit GPS (Rudianto dan Izman 2011)

Sinyal-sinyal yang dipancarkan oleh satelit GPS akan


diterima oleh receiver GPS. Sinyal GPS memberikan
informasi tentang posisi satelit, jarak satelit, informasi
waktu, kesehatan satelit, dan informasi lainnya. Pada
dasarnya sinyal GPS dapat dibagi menjadi 3 kelompok
yaitu:
1) Penginformasian jarak (kode) yang berupa kode-P
dan kode C/A
2) Pesan navigasi
3) Gelombang pembawa L1 dan L2
Setiap satelit GPS memancarkan sinyal secara
kontinyu pada 2 frekuensi L band yang dinamakan L1
dan L2. Sinyal L1 berfrekuensi 1575,2 MHz dan sinyal
L2 pada frekuensi 1227,60 MHz. sinyal L1 membawa
kode biner yang dinamakan kode-P (precise atau private
code) dan kode C/A (Clear and Access atau Coarse
Acquisition), sedangkan sinyal L2 hanya membawa kode
8

C/A. Hingga saat ini, kode P belum bisa diakses oleh


umum.

Global Navigation Satellite System (GLONASS)

GLONASS adalah sistem satelit navigasi global


milik Rusia yang pengembangannya telah dimulai pada
tahun 1976. Satelit GLONASS terdiri dari 24 satelit.
Satelit berada dalam 3 bidang orbit dimana kedudukan
satelit dengan satelit lainnya terpisah dengan jarak 120o.
Satelit beroperasi pada ketinggian 19.100 km di atas
permukaan bumi dengan siklus putaran mengelilingi
bumi 11 jam 15 menit (Rudianto dan Izman 2011).
Sinyal GLONASS :
Sinyal-sinyal yang dipancarkan oleh satelit
GLONASS akan diterima oleh receiver GLONASS.
Sinyal GLONASS memberikan informasi tentang posisi
satelit, jarak satelit, informasi waktu, kesehatan satelit
dan informasi lainnya. Pada dasarnya sinyal GLONASS
dapat dibagi menjadi 3 komponen, yaitu:
1) Penginformasian jarak (kode)
2) Pesan navigasi
3) Gelombang pembawa (Carrier Wave)
Kode yang digunakan untuk menghitung jarak
satelit ke receiver ada dua yaitu P dan kode C/A. data
kode tersebut merupakan rangkaian bilangan acak
(pseudorandom). GLONASS menggunakan modulasi
dengan teknik Frequency Division Multiple Access
(FDMA) pada masing-masing sinyal L1 dan L2. Hal ini
berarti masing-masing satelit memancarkan sinyal
navigasi pada gelombang pembawa. Satelit GLONASS
menyediakan dua tipe sinyal navigasi pada frekuensi L1
dan L2, yaitu:
9

1) Sinyal dengan akurasi standar


Sinyal dengan akurasi standar mempunyai frekuensi
kode 0,511 MHz dirancangkan untuk keperluan sipil.
2) Sinyal dengan akurasi tinggi
Sinyal dengan akurasi tinggi mempunyai frekuensi
kode 5,11 MHz dimodulasi dengan kode tertentu
yang hanya boleh digunakan oleh pihak-pihak yang
diijinkan.
Penentuan posisi dengan satelit GLONASS tidak
jauh berbeda dengan satelit GPS. Penentuan posisi
dengan satelit GLONASS juga mengenal metode
absolut dan diferensial sebagaimana pada satelit GPS.
Kesalahan dan bias yang dimiliki satelit GLONASS
pun juga hampir sama dengan satelit GPS (Rudianto
dan Izman 2011).

2.2 Segmen GNSS

Menurut NovAtel (2015) pada dasarnya GNSS terdiri dari


tiga segmen utama, yaitu:
a. Segmen angkasa ( space segment )
Segmen angkasa adalah segmen dari sistem satelit
navigasi yang berada di angkasa yang dalam hal ini
berkaitan dengan konstelasi dari sejumlah satelit yang
digunakan pada lintasan orbitnya masing – masing.
b. Segmen sistem kontrol ( control system segment )
Secara umum segmen sistem kontrol adalah segmen yang
berada di bumi yang bertugas untuk mengatur dan
mengontrol kerja sistem satelit secara keseluruhan.
Segmen sistem kontrol berfungsi mengontrol dan
memantau operasional satelit dan memastikan bahwa
satelit berfungsi sebagimana mestinya.
Fungsi ini menyangkut beberapa tugas dan kewajiban,
antara lain (Abidin 2001) :
10

 Menjaga agar semua satelit masing – masing


berada pada posisi orbit yang seharusnya.
 Memantau status dan kesehatan dari semua sub-
sistem (bagian) satelit.
 Memantau panel matahari satelit, level daya
baterai dan propellant level yang digunakan
untuk manuver satelit.
 Menentukan dan menjaga waktu satelit.

c. Segmen pengguna (user segment )


Segmen pengguna terdiri dari para pengguna
sistem satelit ini, baik di darat, laut, dan udara,
maupun di angkasa. Dalam hal ini alat penerima sinyal
sistem satelit navigasi (receiver) diperlukan untuk
menerima dan memproses sinyal – sinyal dari satelit
untuk digunakan dalam penentuan posisi, kecepatan
dan waktu.

Gambar 2.2 Segmen GNSS (El-Rabbany 2002)


11

2.3 Metode Penentuan Posisi

Global Navigation Satelite System (GNSS) yang paling


dikenal saat ini adalah Global Positioning System (GPS). Semua
sistem dalam hal ini GPS, GLONASS, Galileo dan juga
Compass memiliki cara kerja yang hampir sama sehingga
deskripsi cara kerja GPS berikut untuk mengetahui prinsip kerja
GNSS (Prasetyaningsih 2012).
Prinsip dasar penentuan posisi dengan GPS adalah
pengukuran jarak ke beberapa satelit yang telah diketahui
koordinatnya dengan menggunakan reseksi (pengikatan ke
belakang) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak secara
simultan ke beberapa satelit GPS yang koordinatnya telah
diketahui. Secara vektor prinsip dasar penentuan posisi dengan
GNSS diperlihatkan oleh Gambar 2.3. Dalam hal ini parameter
yang akan ditentukan adalah vektor posisi geosentrik pengamat
( ). Untuk itu, karena vektor posisi geosentrik satelit GPS ( )
telah diketahui, maka yang perlu ditentukan adalah vektor posisi
toposentris satelit terhadap pengamat ( ).
= − (2.1)

Gambar 2.3 Penentuan Posisi dengan GPS (Abidin, 2000)


12

Posisi yang diberikan oleh GPS adalah posisi tiga dimensi


(x,y,z atau φ,λ,h) yang dinyatakan dalam datum WGS (World
Geodetic System) 1984, sedangkan tinggi diperoleh adalah
tinggi ellipsoid. Pada pengukuran GPS masing-masing memiliki
empat parameter yang harus ditentukan yaitu 3 parameter
koordinat dan satu parameter kesalahan waktu akibat perbedaan
jam osilator di satelit dengan jam di receiver GPS. Oleh karena
itu, diperlukan minimal pengukuran jarak ke empat satelit
(Hofmann-Wellenhof, Lichtenegger, dan Collins 2000).

Penentuan posisi dengan GPS dapat dilakukan dengan


berbagai metode yang masing-masing mempunyai
karakteristik tersendiri. Secara umum metode dan sistem
penentuan posisi dengan GPS dapat diklasifikasikan seperti
yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Metode Penentuan Posisi dengan GPS (Abidin 2000)


Metode Absolute Differensial Titik Receiver
(1 receiver) (min 2 receiver)
Static v v Diam Diam

Kinematik v v Bergerak Bergerak

Rapid v Diam Diam (5-


static 20 menit)

Pseudeo v Diam Diam &


kinematic bergerak

Stop v Diam Diam &


and go bergerak

Metode StatikSecara garis besar penentuan posisi dengan


GPS dapat dibagi 2, yaitu absolut dan diferensial. Metode-
metode ini yang menentukan ketelitian posisi yang diinginkan.
13

Ketelitian GPS bervariasi mulai dari fraksi meter sampai


dengan millimeter, tergantung pada metode apa yang
digunakan. Pada masing-masing kedua metode tersebut dapat
dilakukan dengan cara real time atau post processing. Apabila
objek yang ditentukan posisinya diam, maka metodenya
disebut statik. Sebaliknya, apabila objek yang ditentukan
bergerak maka metodenya disebut kinematik.

2.3.1 Metode Penentuan Posisi Absolut


Penentuan posisi secara absolut adalah metode
penentuan posisi yang paling mendasar dari GPS dimana
penentuan posisi dapat dilakukan per titik tanpa
bergantung pada titik lainnya. Untuk penentuan posisi
hanya memerlukan satu receiver GPS. Titik yang
ditentukan posisinya bisa dalam keadaan diam maupun
bergerak. Aplikasi utama dari metode ini adalah untuk
keperluan navigasi atau aplikasi-aplikasi lain yang
memerlukan informasi posisi yang tidak terlalu teliti tapi
tersedia secara real time (Abidin 2000).

2.3.2 Metode Penentuan Posisi Diferensial


Metode relatif atau sering disebut diferensial
merupakan penentuan posisi dengan menggunakan lebih
dari sebuah receiver GPS. Satu GPS dipasang pada lokasi
tertentu di muka bumi dan secara terus menerus menerima
sinyal dari satelit dalam jangka waktu tertentu dijadikan
sebagai referensi bagi lainnya. Prinspipnya adalah dengan
mengurangkan data yang diamati oleh dua receiver GPS
pada waktu yang bersamaan sehingga beberapa jenis
kesalahan dan bias dari data dapat dieliminasi atau
direduksi. Beberapa kesalahan dan bias yang
mempengaruhi ketelitian pengamatan dapat dilihat pada
Gambar 2.4 berikut:
14

Gambar 2.4 Bias dan Kesalahan pada Pengamatan GNSS


(Abidin 2000)

Pengeleminasian dan pereduksian bias ini akan


berimplikasi pada posisi yang diperoleh. Metode
diferensial ini menghasilkan posisi dengan ketelitian
tinggi (umumnya kurang dari 1 meter) dan diaplikasikan
untuk keperluan survei geodesi ataupun pemetaan yang
memerlukan ketelitian tinggi (Abidin 2000).

2.4 Kesalahan dan Bias

Dalam perjalanannya dari satelit hingga mencapai antena


di permukaan bumi, sinyal GNSS akan dipengaruhi oleh
beberapa kesalahan dan bias. Kesalahan dan bias tersebut
antara lain (Abidin 2000):

2.4.1 Kesalahan Ephemeris (Orbit)


Kesalahan ephemeris adalah kesalahan dimana orbit
satelit yang dilaporkan oleh ephemeris satelit tidak sama
dengan orbit satelit yang sebenarnya. Dengan kata lain,
posisi satelit yang dilaporkan tidak sama dengan posisi
15

satelit sebenarnya. Kesalahan orbit satelit GNSS pada


dasarnya dapat disebabkan oleh tiga faktor berikut
secara bersama-sama, yaitu:
 Kurang telitinya proses perhitungan orbit satelit oleh
stasiun pengontrol satelit,
 Kesalahan dalam prediksi orbit untuk periode waktu
setelah uploading ke satelit, dan
 Penerapan kesalahan orbit yang segaja diterapkan,
seperti dalam kasus penerapan Selective Availability
(SA), yang sejak 2 Mei 2000 telah ditiadakan.
Terdapat beberapa cara untuk mereduksi efek
kesalahan orbit, antara lain:
 Terapkan metode penentuan posisi diferensial,
 Perpendek panjang baseline,
 Perpanjang interval lama pengamatan.

2.4.2 Bias Ionosfer


Ionosfer adalah bagian dari lapisan atas atmosfer
dimana terdapat sejumlah elektron dan ion bebas yang
mempengaruhi perambatan gelombang radio. Lapisan
ionosfer terletak kira-kira antara 60 sampai 1000 km di
atas permukaan bumi. Jumlah elektron dan ion bebas
pada lapisan ionosfer tergantung pada besarnya
intensitas radiasi matahari serta densitas gas pada lapisan
tersebut.
Sinyal dari satelit GNSS yang kira-kira terletak
20.000 km di atas permukaan bumi harus melalui lapisan
ionosfer untuk sampai ke antena di permukaan bumi.
Ion-ion bebas (elektron) dalam lapisan ionosfer akan
mempengaruhi propagasi sinyal satelit. Dalam hal ini
ionosfer akan mempengaruhi kecepatan, arah, polarisasi,
dan kekuatan dari sinyal satelit yang melaluinya. Efek
ionosfer yang terbesar adalah pada kecepatan sinyal,
dimana ini akan langsung mempengaruhi nilai ukur jarak
dari pengamat ke satelit.
16

Beberapa cara untuk mereduksi efek bias ionosfer


adalah:
 Gunakan receiver dengan dua frekuensi, L1 dan L2.
 Lakukan pengamatan diferensial.
 Perpendek panjang baseline .
 Lakukan pengamatan pada pagi atau malam hari.
Untuk mendapatkan posisi yang akurat, dilakukan
penghilangan atau penghapusan penundaan ionosfer
(ionospheric delay) melalui pengkombinasian
ionospheric-free linear combination dari dua fase
gelombang pembawa (L3) dengan formulasi sebagai
berikut (Abidin 2000):

. .
3= (2.2)

Dimana f 1 dan f 2 adalah frekuensi sinyal


gelombang L1 dan L2. Kombinasi bebas ionosfer tidak
mengubah amplitudo dari kesalahan dan bias yang
besarnya tidak bergantung pada frekuensi, seperti
kesalahan orbit dan bias troposfer. Sumber dari
kesalahan dan bias yang besarnya bergantung pada
frekuensi sinyal, seperti multipath dam bias ionosfer
akan berubah sesudah pengkombinasian. Untuk ukuran
baseline yang relatif pendek (20 km) dan perbedaan
tinggi tidak lebih dari 100 m kombinasi linier
ionospheric free (L3) lebih efektif digunakan untuk
mereduksi bias ionosfir (Darmawan, Abidin, dan Djaja
2000).

2.4.3 Bias Troposfer


Lapisan troposfer, yaitu lapisan atmosfer netral yang
berbatasan dengan permukaan bumi dimana temperatur
akan menurun dengan membesarnya ketinggian. Ketika
melalui troposfer, sinyal satelit akan mengalami refraksi,
yang menyebabkan perubahan pada kecepatan dan arah
17

sinyal satelit, efek utama dari troposfer dalam hal ini


adalah terhadap kecepatan, atau dengan kata lain
terhadap hasil ukuran jarak. Pada frekuensi sinyal GNSS
dibawah 30 GHz, nilai dari bias troposfer tidak
tergantung dari frekuensi, dan oleh sebab itu besarnya
tidak dapat diestimasi dengan pengamatan pada dua
frekuensi.
Bias troposfer biasanya dipisahkan menjadi
komponen kering (90% dari bias total) dan komponen
basah. Dengan menggunakan model troposfer (seperti
model Hopfield, Saastamoinen, Marini, dll) serta data
ukuran temperatur, tekanan dan kelembaban di
permukaan bumi, magnitude komponen kering dari bias
troposfer biasanya dapat diestimasi sampai ketelitian
1%.
Sedangkan magnitude komponen basah, yang
terutama tergantung pada kandungan uap air sepanjang
lintasan sinyal, biasanya lebih sulit diestimasi secara
teliti dari data pengamatan meteorologi di permukaan
bumi. Untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik dari
magnitude komponen basah, peralatan Water Vapour
Radiometer untuk mengukur kandungan uap air dapat
digunakan. Akan tetapi instrumen tersebut harganya
cukup mahal, ukurannya cukup besar dan juga cukup
berat.
Model koreksi standar troposfer, besar bias troposfer
dihitung dengan menggunakan data temperatur, tekanan
dan kelembaban udara yang diukur di permukaan bumi.
Dalam hal ini dikenal beberapa model standar troposfer
yaitu Hopfield, Saastamoinen, Black, Marini, dll. Dari
beberapa model tersebut yang cukup banyak digunakan
dalam pengolahan data GPS adalah model Hopfield dan
Saastamoinen. Panjang baseline juga berpengaruh
terhadap ketelitian yang dihasilkan. Baseline dengan
panjang ˂ 20 km (Short Length) menghasilkan ketelitian
18

yang lebih baik dibandingkan dengan baseline dengan


panjang ˃ 20 km (medium Length). Hal ini disebabkan
pada baseline pendek memiliki kondisi meteorologi
yang relatif sama (Satirapod dan Chalermwattanachai
2005).

Berikut adalah formulasi model Saastamoinen:


,
= . + + 0,005 . − (2.3)

Dimana:
= sudut zenith satelit
= tekanan atmosfer (mbar)
= temperatur (°K)
= tekanan parsial dari uap air (mbar)
= nilai faktor koreksi (tergantung ketinggian
stasiun di atas permukaan laut)

Pada perangkat lunak Topcon Tools v8.2.3 terdapat


parameter-parameter sebagai berikut:

Tabel 2. 2 Parameter Troposfer Pada TopconTools v8.2.3


Parameter Satuan
Meteo parameter at height M
Temperature °C
Pressure mBar
Humidity %

2.4.4 Multipath
Multipath adalah kesalahan yang ditimbulkan oleh
sinyal satelit yang tiba di antena receiver melaui dua atau
lebih lintasan yang berbeda. Dalam hal ini satu sinyal
merupakan sinyal langsung dari satelit ke antena,
sedangkan yang lainnya merupakan sinyal tidak
langsung yang dipantulkan oleh benda-benda di sekitar
19

antena. Beberapa benda yang bisa memantulkan sinyal


antara lain adalah jalan, gedung, danau, dan kendaraan.
Bidang-bidang pantulan biasanya berupa bidang
horisontal, vertikal, maupun bidang miring. Perbedaan
panjang lintasan menyebabkan sinyal-sinyal tersebut
berinteferensi ketika tiba di antena, pada akhirnya
menyebabkan kesalahan pada hasil pengamatan (Abidin
2000).

2.4.5 Cycle Slips


Cycle Slips adalah ketidak-kontinyuan dalam jumlah
gelombang penuh dari fase gelombang pembawa yang
diamati, karena receiver disebabkan oleh satu dan lain
hal, “terputus” dalam pengamatan sinyal. Cycle Slips
dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti (Abidin
2000):
 Mematikan dan menghidupkan receiver secara
sengaja.
 Terhalangnya sinyal GPS untuk masuk ke antena
disebabkan oleh bangunan, pohon, dan sebagainya.
 Aktivitas ionosfer yang tinggi, multipath.
 Adanya kerusakan pada komponen receiver.

2.5 Dilution of Precision (DOP)

Dilution of Precision (DOP) adalah angka representasi dari


model geometris satelit, dan hal itu didasarkan pada lokasi dari
satelit-satelit yang digunakan oleh receiver. Semakin kecil
nilai DOP maka semakin presisi hasil pengamtan. Ketelitian
yang dihasilkan dapat dihitung menggunakan formula berikut
(Wells dkk. 1999):
=
Dimana adalah tingkat presisi yang dihasilkan dan
adalah standar deviasi hasil pengukuran. Terdapat beberaapa
variasi dari DOP antara lain:
20

 VDOP untuk perhitungan tingkat presisi vertikal.


 HDOP untuk perhitungan tingkat presisi horizontal.
 PDOP untuk perhitungan tingkat presisi 3D
(positioning).
 TDOP untuk perhitungan standar deviasi waktu.
 HTDOP untuk perhitungan standar deviasi posisi
horizontal dan waktu.
 GDOP untuk perhitungan standar deviasi posisi 3D dan
waktu.
Pada Gambar 2.5 berikut akan ditunjukan bahwa apabila
satelit yang digunakan berkumpul pada satu area (a) maka
akan menghasilkan ketelitian yang kurang baik. Geometri
satelit yang ideal adalah menyebar pada seluruh kuadran (b).

(a) (b)
Gambar 2.5 Geometri Satelit (Wells dkk. 1999)
2.6 Geometri Jaring GPS

Pada survei GPS dikenal dua metode geometri jaringan,


yakni metode jaring radial dan metode jaring tertutup. Metode
jaring radial dilakukan dengan menempatkan satu receiver
pada titik tetap dan mengukur baseline-baseline dari titik tetap
tersebut ke receiver lain di titik rencana. Sedangkan
karakteristik dari jaring GPS adalah perlu ada titik ikat sebagai
referensi atau mengintegrasikan koordinat hasil ukuran
21

terhadap sistem koordinat titik-titik ikat. Titik-titik ikat


tersebut dapat berfungsi sebagai titik kontrol. Titik pada jaring
dihubungkan oleh baseline-baseline yang dirancang sesuai
desain jaringnya.
Metode jaring tertutup digunakan sebagai input data untuk
hitungan jaring adalah komponen vektor baseline (dx, dy, dz).
Solusi koordinat dari metode jaring tertutup tidak konsisten
sebab ada ukuran lebih, sehingga perlu hitung perataan.
Perbedaan antara metode jaring dan radial dapat dilihat pada
Gambar 2.6 berikut:

Gambar 2.6 Metode Jaringan dan metode Radial


(Abidin dan Kahar, 2011)
2.7 Presisi dan Akurasi

Kesalahan menimbulkan nilai yang bervariasi dalam


pengukuran sebuah data yang sama. Ketidaksesuaian
didefinisikan sebagai perbedaan aljabar antara dua data
pengukuran yang sama. Ketika ketidaksesuaian kecil ada
diantara data pengukuran perulangan, secara umum dipercaya
hanya ada kesalahan kecil. Dengan demikian, data tersebut
dianggap memiliki kredibilitas yang tinggi dan data tersebut
disebut data presisi. Namun, nilai presisi belum tentu nilai yang
akurat. Untuk memmahami perbedaan presisi dengan akurasi
maka akan dijelaskan dalam penjabaran berikut (Ghilani
2010),
22

 Presisi adalah tingkat konsistensi antara pengamatan


berdasarkan ukuran ketidakcocokan dalam kumpulan
data. Tingkat presisi yang dapat dicapai bergantung
pada stabilitas lingkungan selama pengukuran,
kualitas peralatan yang digunakan untuk melakukan
pengamatan, dan keterampilan pengamatan dengan
peralatan serta prosedur pengamatan.
 Akurasi adalah ukuran dari tingkat kedekatan absolut
dari kuantitas yang diukur dengan nilai sebenarnya.
Karena nilai sebenarnya dari sebuah kuantitas tidak
akan pernah bisa ditentukan, ketepatan/akurasi selalu
diketahui.

Ilustrasi yang menjelaskan perbedaan presisi dan


akurasi ditunjukan Gambar 2.7. Ditunjukan terdapat empat
situasi yang mungkin terjadi. Jika akurasi dianggap
sebagai kedekatan tembakan ke pusat target dimana
penembak itu menembak, dan presisi sebagai kedekatan
tembakan satu sama lain, maka (1) data mungkin presisi
dan akurat, seperti yang ditunjukan Gambar 2.7 (a); (2)
data dapat menghasilkan rata-rata yang akurat namun tidak
presisi, seperti yang ditunjukan Gambar 2.7 (b); (3) data
mungkin presisi tetapi tidak akurat, seperti yang
ditunjukan Gambar 2.7 (c); atau (4) data mungkin tidak
presisi dan tidak akurat, seperti yang ditunjukan Gambar
2.7 (d).
Secara umum, saat melakukan pengukuran, data
seperti yang ditunjukan Gambar 2.7 (b) dan (d) tidak
diinginkan. Sebaliknya, hasil yang ditunjukan Gambar 2.7
(a) lebih diharapkan. Namun, dalam pengukuran, hasil
seperti Gambar 2.7 (c) dapat diterima dengan catatan perlu
dilakukan koreksi yang tepat terhadap kesalahan
sistematik. Untuk melakukan koreksi maka, (1) jenis
kesalahan sistematis yang tejadi dalam pengukuran harus
23

diketahui, dan (2) prosedur yang digunakan untuk


memngoreksinya harus dipahami.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.7 Contoh Presisi dan Akurasi

Presisi dan akurasi dapat dinyatakan dalam bentuk


numerik/angka, yaitu dengan menghitung nilai standar deviasi
(SD) untuk mengetahui tingkat kepresisian data dan
menghitung RMSE (Root Mean Square Error) untuk
mengetahui tingkat keakuratan data pengukuran yang
dihasilkan. Secara matematis standar deviasi dapat dituliskan
dengan rumus (Ghilani 2010):


= (2.4)

Dimana adalah standar deviasi, − 1 adalah derajat


kebebasan jumlah redundansi, dan ∑ adalah jumlah
24

kuadrat dari residual. Dimana residual dapat dituliskan dengan


persamaan sebagai berikut

=ӯ− (2.5)

Dengan adalah residual ke-i, adalah nilai pengukuran


ke-i, dan ӯ adalah nilai yang paling mungkin untuk tidak
diketahui. Standar deviasi adalah perkiraan untuk kesalahan
standar populasi. Karena kesalahan standar tidak dapat
ditentukan, standar deviasi adalah ekspresi untuk ketepatan
sampel kumpulan data. Sedangkan rumus RMSE adalah
sebagai berikut (Ghilani 2010):

∑ ( ӯ)
= (2.6)

Dimana RMSE adalah Root Mean Square Error,


∑ ( − ӯ ) adalah jumlah kuadrat nilai ukuran dikurangi
nilai estimasi yang dianggap benar dan adalah jumlah data.

2.8 Error Ellipse

Besar kesalahan atau ketelitian hasil hitung perataan jaring


diwakilkan oleh nilai standart deviasi yang dapat dilihat dari
nilai matriks variansi-kovariansinya. Besar kesalahan ini
hanya memberikan perkiraan kesalahan dalam arah sumbu
referensi. Dalam representasi grafis, besarnya kesalahan ini
belum mampu menggambarkan besarnya kesalahan secara dua
dimensi (sumbu x dan y) (Ghilani 2010). Kesalahan pada jarak
dan estimasi titik hasil perataan melibatkan kesalahan dua
variabel yang terdistribusi bersama pada koordinat x dan y
menyebabkan nilai posisi suatu titik tidak pasti. Untuk
mengetahui besar kesalahan hasil perataan dalam kaitannya
25

dengan bentuk jaring maka digunakan error ellipse (elips


kesalahan) (Anjasmara 2005). Kesalahan ini perlu diberikan
pada desain untuk menggambarkan kualitas suatu desain
jaring.

Gambar 2.8 Elips Kesalahan Standar (Ghilani 2010)

Orientasi elips bergantung pada besar sudut t, yang


memperbaiki arah garis bantu dari sumbu tegak lurus u dan v
di sepanjang sumbu elips. Sumbu u menunjukkan arah
terlemah dari posisi titik hasil perataan. Dengan kata lain,
sumbu u menentukan arah kesalahan maksimum dari
kesalahan yang terjadi pada koordinat titik. Sumbu v
menentukan arah terkuat dari posisi titik atau arah kesalahan
minimum (Ghilani 2010). Unsur-unsur elips kesalahan dapat
dihitung dengan rumus-rumus sebagai berikut (Anjasmara
2005):
tan 2 = (2.7)
26

= + + (2.8)

= − + (2.9)

2.9 Ground Control Point

Ground Control Point (GCP) atau titik kontrol tanah


adalah proses penandaan lokasi yang berkoordinat berupa
sejumlah titik yang diperlukan untuk kegiatan mengkoreksi
data dan memperbaiki keseluruhan citra yang akhirnya disebut
sebagai proses rektifikasi. Tingkat akurasi GCP sangat
tergantung pada jenis GPS yang digunakan dan jumlah sampel
GCP terhadap lokasi dan waktu pengambilan. Lokasi ideal saat
pengambilan GCP adalah perempatan jalan, sudut jalan,
perpotongan jalan pedestrian, kawasan yang memiliki warna
menyolok, persimpangan rel dengan jalan dan benda/
monumen/ bangunan yang mudah diidentifikasi atau dikenal.
Perlu dihindari pohon, bangunan, dan tiang listrik selain sulit
diidentifikasi, karena kesamaannya yang tinggi (Hasyim
2009).
Terdapat beberapa penerapan pengukuran titik kontrol
tanah, antara lain koreksi geometrik pada foto udara, citra
satelit resolusi tinggi dan LiDAR. Masing-masing memiliki
spesifikasi dalam hal pengukuran GCP, khususnya untuk lama
pengamatan minimum dan ketelitian yang dihasilkan.

a. Foto Udara
Berdasarkan keterangan dari Badan Informasi
Geospasial (BIG), untuk saat ini belum ada peraturan yang
mengatur secara khusus terkait ketelitian horizontal dan
vertikal pada pengukuran GCP untuk pekerjaan foto udara.
Peraturan yang terkait foto udara tersebut masih dalam
tahap penyusunan Rancangan Peraturan Kepala (Raperka)
27

BIG tentang “Standar Pemetaan Skala Besar”. Selama ini


aturan terkait ketelitian tersebut dituangkan dalam
Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang bersifat mengikat
hanya pada saat pekerjaan yang dilakukan berlangsung.
KAK tersebut disusun oleh Tim Teknis Foto Udara &
LiDAR di Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponimi
(PPRT). Berdasarkan KAK yang diterbitkan BIG pada
tahun 2017, untuk pekerjaan foto udara dilakukan
pengamatan GNSS selama 60 menit untuk jarak baseline
< 20 km.

b. Citra Satelit Resolusi Tinggi


Berdasarkan Modul Validasi Rencana Tata Ruang yang
diterbitkan oleh Badan Informasi Geospasial terdapat
beberapa peraturan yang harus diperhatikan pada saat
pengukuran titik kontrol tanah. Berikut merupakan
beberapa peraturan yang tertera dalam modul (BIG 2016).
Syarat penentuan objek untuk titik kontrol (GCP) adalah
sebagai berikut:
a. Obyek yang dijadikan GCP harus dapat diidentifikasi
secara jelas dan akurat pada citra dalam resolusi
tersebut.
b. Obyek harus berada pada permukaan tanah.
c. Obyek bukan merupakan bayangan.
d. Obyek tidak memiliki pola yang sama.
e. Obyek merupakan permanen dan diam serta diyakini
tidak akan mengalami perubahan atau pergeseran pada
saat pengukuran GNSS.
f. Bentuk obyek harus jelas dan tegas.
g. Warna obyek harus kontras dengan warna disekitarnya.
h. Terdapat akses menuju lokasi GCP.
i. Bangunan dapat dipilih menjadi objek titik kontrol
tanah dengan syarat adalah sebagai berikut:
 Tidak ada objek lain selain bangunan.
28

 Merupakan bangunan konkrit / bukan bangunan


sementara.
 Bukan bangunan bertingkat. Ketinggian bangunan
maksimal 3 meter.
 Objek yang diukur merupakan sudut atap dan
bukan sudut tembok bagian dalam bangunan.

Standar Kualitas Hasil Pengolahan GNSS


Hasil akhir pengukuran dan penghitungan data titik
kontrol tanah dan titik uji akurasi berupa daftar koordinat
titik yang memenuhi persyaratan ketelitian yaitu akurasi
Horizontal ≤ 20 cm, mengacu pada SRGI2013 (BIG 2016).

Spesifikasi GPS (BIG 2016):


a. Tipe Geodetik.
b. GNSS yang dapat menghasilkan akurasi horizontal tiap
titik ≤ 0,2 m.
c. Dapat menerima sinyal satelit GPS dan atau
GLONASS.
d. Antena GNSS harus mempunyai sensitivitas yang
tinggi untuk dapat mendeteksi sinyal GNSS yang relatif
lemah.
e. Antena GNSS harus dapat mengamati sinyal GNSS
yang datang dari semua arah dan ketinggian dengan
baik.

Lama Pengamatan
Berdasarkan SNI 19-6724-2002 tentang Jaring
Kontrol Horizontal, titik yang mengacu pada titik SRGI
2013 perlu dilakukan pengamatan selama 2 jam dengan
jarak baseline maksimum 10 km. Perangkat lunak yang
digunakan dalam pengolahan data adalah perangkat lunak
komersil.
Berdasarkan Kerangka Acuan Kerja yang diterbitkan
BIG pada tahun 2017, disebutkan bahwa:
29

- Jarak Baseline 0-30 km: lama pengamatan 45 menit


- Jarak Baseline 30-50 km: lama pengamatan 60 menit
- Jarak Baseline 50-100 km: lama pengamatan 120 menit

c. LiDAR (Light Detection and Ranging)


LiDAR merupakan teknologi penginderaan jauh
(remote sensing) terkini dalam menyediakan data
pengukuran elevasi dengan cepat dan akurat.
Pengumpulan data LiDAR dilakukan menggunakan
pesawat yang menembakkan gelombang aktif ke
permukaan bumi, dimana gelombang tersebut akan
kembali setelah mengenai objek-objek di permukaan
bumi. Setiap objek-objek yang memantulkan gelombang
tersebut akan menghasilkan titik-titik dengan nilai
koordinat X, Y dan Z yang direkam secara
berkesinambungan menggunakan komputer. Sistem
LiDAR dapat melakukan pengukuran mencapai 40 km2
dalam sehari dengan ketelitian horizontal dan vertikal
masing-masing adalah 30 cm dan 15 cm. Resolusi DEM
yang dihasilkan menggunakan data LiDAR berkisar antara
20 – 100 cm (Shamsi 2005). Berdasarkan KAK yang
diterbitkan BIG pada tahun 2017, untuk pekerjaan LiDAR
dilakukan pengamatan GNSS selama 60 menit untuk jarak
baseline < 20 km.

2.10 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang pertama mengenai komparatif ketelitian


posisi hasil pengukuran satelit GPS dan GLONASS. Menurut
Rudianto dan Izman (2011) jumlah rata-rata satelit GPS dan
GLONASS yang dapat terekam pada pengukuran baseline
untuk tiap pengamatan berkisar antara 15 sampai 21 satelit. Hal
ini menunjukan bahwa secara teoritik geometri satelit yang
dibentuk oleh satelit GPS+GLONASS lebih baik dari pada
geometri yang dibentuk oleh satelit-satelit GPS saja. Hal ini
30

akan berdampak terhadap tingkat ketelitian yang akan


dihasilkan. Ketelitian dapat meningkat sampai orde milimeter
untuk baseline pendek dan sentimeter untuk baseline panjang.
Penelitian kedua terkait perbandingan ketelitian
pengukuran GCP menggunakan metode RTK dan Statik.
Pemerintah menggunakan Citra Satelit Resolusi Tinggi
(CSRT) sebagai data awal pembuatan peta dasar. CSRT yang
dibeli oleh instansi Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN) adalah citra mentah yang membutuhkan
koreksi sebelum digunakan untuk digitasi peta.Proses koreksi
citra membutuhkan Ground Control Point (GCP) sehingga
perlu dilakukan pengukuran titik tersebut di lapangan.
Pengukuran GCP dilakukan menggunakan teknologi GPS
metode RTK-NTRIP dan statik sesuai dengan kondisi aktual di
lapangan. Kedua metode pengukuran GPS tersebut akan
menghasilkan ketelitian yang berbeda. Berdasarkan hasil dan
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pengukuran GPS
menggunakan metode statik dengan post-processing akan
menghasilkan nilai koordinat yang lebih teliti dibandingkan
dengan pengukuran GPS metode RTK dimana nilai koordinat
dapat diperoleh secara real time. Meskipun demikian, kedua
pengukuran ini dapat digunakan dalam survei GCP untuk
mengoreksi citra karena proses koreksi citra yang telah
dilakukan menghasilkan ketelitian citra yang memenuhi
standar (Safi'i, Putra, dan Lumban 2016).
Penelitian yang ketiga berkaitan dengan efisiensi waktu
pengukuran GCP untuk keperluan koreksi geometrik foto
udara. Dalam rangka kebutuhan titik kontrol atau biasa disebut
titik GCP untuk keperluan foto citra beresolusi spasial 10
sentimeter dibutuhkan penentuan posisi yang teliti namun
efisien dari segi waktu. Tingkat ketelitian yang dibutuhkan
untuk titik GCP memiliki orde sentimeter. Untuk penentuan
posisi yang efisien agar mendapatkan orde sentimeter maka
diperlukan pengamatan GPS dengan menggunakan metode
statik singkat dan mode radial.
31

Metode statik singkat hanya memerlukan waktu kurang


lebih 20 menit setiap titiknya. Penentuan posisi dilakukan
secara diferensial dengan menggunakan dua receiver.
Penentuan posisi menggunakan mode radial dimana akan
menghasilkan 22 sesi pengamatan. Proses pengolahan data
menggunakan software komersial Trimble Total Control. Hasil
pengolahan data menunjukan ketelitian paling tinggi sebesar
0,51 sentimeter dan ketelitian koordinat paling rendah yaitu
sebesar 4,72 sentimeter. Dengan ini hasil pengamatan layak
digunakan untuk koreksi geometrik karena toleransi dari foto
citra beresolusi spasial 10 sentimeter yaitu sebesar 5 sentimeter
(Pribadi 2016).
32

“Halaman ini Sengaja Dikosongkan”


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pengukuran beberapa titik kontrol


GCP di area Kota Surabaya, Jawa Timur. Kota Surabaya
terletak pada 7° 9ˈ - 7° 21ˈ LS dan 112° 36ˈ - 112° 54ˈ BT
dengan batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara : Selat Madura
Sebelah Timur : Selat Madura
Sebelah Selatan : Kabupaten Sidoarjo
Sebelah Barat : Kabupaten Gresik

Gambar 3.1 Lokasi Titik Pengukuran

33
34

3.2 Data dan Peralatan Penelitian

Penelitian tugas akhir ini menggunakan data dan


peralatan yang dijelaskan dalam uraian berikut :
3.2.1 Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan data pengukuran langsung lapangan yang
dilakukan pada tanggal 24 Februari – 5 Maret 2018.
Terdapat 10 titik GCP yang diamati menggunakan
metode radial dan jaring dimana setiap pengamatan
dilakukan selama minimal 2 jam. Baseline terpendek
dari titik referensi (BM ITS 01) adalah titik C dengan
jarak 2,992 km dan baseline terpanjang adalah titik I
dengan jarak 18,560 km.
3.2.2 Peralatan
Perangkat Keras (Hardware)
a. Receiver GPS Topcon HiperPro
Berikut spesifikasi ketelitian dari receiver GPS
Topcon HiperPro.

Tabel 3.1 Spesifikasi Ketelitian Topcon HiperPro (Topcon 2004)


Tracking Specifications
Tracking Channels standard: 40 L1 GPS (20
GPS L1+L2
optional: 20 GPS L1+L2
Signals Tracked (GD), GPS L1+GLONASS
(GG), 20 GPS
L1+L2+GLONASS (GGD)
L1/L2 C/A and P Code &
Carrier and GLONASS
Performance
Specifications
Horizontal: 3mm+ 0.5ppm
Static, Rapid Static (x baseline length)
Vertical: 5mm+ 0.5ppm (x
baseline length)
35

Horizontal: 10mm+ 1.0ppm


Vertical: 15mm+ 1.0ppm
RTK
Memory & Recording

Raw Data Recording 1Hz ( Up to 20 times per


Data Type second (20Hz) by option )
Code and Carrier from L1
and L2, GPS and GLONASS

b.Receiver GPS Sokkia GRX1


Berikut spesifikasi ketelitian dari receiver Sokkia
GRX1.

Tabel 3.2 Spesifikasi Ketelitian Sokkia GRX1 (SOKKIA 2012)


Positioning Accuracy
Static L1 only:
H: 3mm+0.8ppm (x baseline length)
V: 4mm+1.0ppm (x baseline length)
L1+L2:
H: 3mm+0.5ppm (x baseline length)
V: 5mm+0.5ppm (x baseline length)

Fast Static L1+L2:


H: 3mm+0.5ppm x D
V: 5mm+0.5ppm x D

Kinematic L1+L2:
H: 10mm+1.0ppm x D
V: 15mm+1.0ppm x D

RTK L1/L1+L2:
L1+L2:
H: 10mm+1.0ppm (x baseline length)
V: 15mm+1.0ppm (x baseline length)

DGPS Typically less than 0.5m (RMS)


36

c. Receiver GPS Hi-Target V30

Berikut merupakan spesifikasi ketelitian Hi-Targer


V30:

Tabel 3.3 Spesifikasi Ketelitian Hi-Target V30 (Hi-Target 2015)


Sinyal Satelit GPS L1C/A, L2C, L2E, L5
yang dapat GLONASS L1C/A, L1P, L2C/A
Ditangkap (GLONASS M only), L2P
SBAS L1 C/A, L5
Galileo L1 BOC, ESA, EBS,
ESB, ESAItBOC
BDS B1, B2
QZSS L1 C/A, L1 SAIF, L2C,
L5
Spesifikasi
Peforma ntal: 2,5 mm+ 0,5ppm RMS
Statik Horizo
Vertikal: 5mm+ 0,5ppm RMS

Horizontal: 10mm+
Post Processing 1,0ppm RMS
Kinematic / Stop Vertikal: 25mm+ 1,0ppm RMS
& Go
Horizontal: 8mm+ 1,0ppm RMS
Vertikal: 15mm+ 1,0ppm RMS
RTK

Spesifikasi Daya
Baterai 5000mAh Li-ion Baterai
Waktu Pemakain Waktu Kerja Statik 13 - 15 Jam
RTK Rover (UHF/GPRS/GSM)
10 - 12 Jam
RTK Base 8 - 10 Jam
37

Komsumsi Daya 2,5 W


Fisik Perangkat
Keras Dimensi 19,50 cm x 10,40 cm
(Wx H) 1,3 kg dengan baterai
Berat internal,radio internal, standar
UHF antenna
Water/Dustproof IP67 dustproof, Terlindung
dikedalaman sampai dengan 1 m

Suhu Operasi -45°C sampai 65°C

Hi Target radio
UHF internal
(standar) 460 Mhz dengan 116 saluran
Frekuensi 0,1 W, 1W, 2W
Daya Transmisi Up to 19,2 Kbps
Kecepatan 3–5 km typical, 8 – 10 km
Transmisi optimal
Jarak Kerja

Perangkat Lunak (Software)


a. Software Topcon Tools 8.2.3 sebagai perangkat lunak
komersil pengolah data GPS.
b. Software HGO digunakan untuk melakukan konversi
data ke format RINEX.

3.3. Metodologi Penelitian

Tahapan pekerjaan yang akan dilaksanakan pada penelitian


tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
38

Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian


39

Penjelasan dari diagram alir tersebut adalah sebagai berikut:


1. Tahap Persiapan
a. Studi Literatur
Tahap studi literatur dilakukan dengan mencari
referensi yang berkaitan mengenai penelitian baik
cetak maupun online.
b. Desain Pengukuran
Membuat desain pengukuran baik metode radial
maupun metode jaring.
c. Survei Pendahuluan
Sebelum melaksanakan pengukuran dilakukan survey
dengan tujuan penetapan lokasi pengukuran dan
pengecekan Bench Mark yang tersedia.
d. Persiapan Alat
Persiapan alat merupakan salah satu hal yang perlu
diperhatikan guna memperlancar proses pengukuran.

2. Tahap Pengambilan Data


a. Survei GNSS Area Surabaya
Pada tahap survei GNSS ini dilakukan pengukuran
dengan menggunakan GPS Geodetik untuk
mendapatkan data yang nantinya akan digunakan
untuk penelitian, minimal pengukuran dilakukan
minimal 2 jam setiap titiknya.
b. Data Pengamatan
Data pengamatan didapatkan dari pengamatan
differensial statik menggunakan metode radial dan
jaring.

3. Tahap Pengolahan Data


a. Input Data pada Topcon Tools
Data hasil pengukuran dimasukan ke dalam software
untuk memulai tahap pengolahan data.
40

b. Seleksi Data
Seleksi data merupakan pemilihan data dimana data
pengukuran selama 2 jam di setiap titiknya akan di
klasifikasi 15 menit pertama, 30 menit pertama, 45
menit pertama, 60 menit pertama, 75 menit pertama, 90
menit pertama, 105 menit pertama dan 120 menit.
c. Post Processing dan Adjustment
Pada tahap ini dimulai dengan memasukan parameter
yang diperlukan seperti tinggi antena dan pendefinisian
titik. Selanjutnya dilakukan post processing dan
adjustment (untuk metode jaring). Hasil dari post
processing tersebut dapat diketahui apakah data yang
dihasilkan sesuai dengan ketelitian yang dibutuhkan
atau tidak. Apabila tidak maka dilakukan kembali
pengecekan sinyal dari satelit, apabila sinyal yang
ditangkap kurang begitu bagus maka dapat dilakukan
seleksi agar mendapatkan hasil maksimal. Namun
apabila seleksi data yang telah dilakukan telah
maksimal dan tetap tidak memenuhi kebutuhan maka
dapat dilakukan report dan data yang dihasilkan
dianggap tidak memenuhi ketelitian yang dibutuhkan.
Dengan demikian, didapatkan hasil yang memiliki
ketelitian tertentu membutuhkan lama pengamatan
tertentu.
4. Tahap Penyajian Data
a. Analisis
Proses analisis dilakukan dari hasil report masing-
masing metode dan masing-masing data dengan lama
pengamatan yang berbeda.
- Analisa mengenai pengaruh lama pengamatan
terhadap ketelitian yang dihasilkan. Metode radial
dibandingkan berdasarkan selisih koordinat dan
RMSE untuk setiap lama pengamatan yang
berbeda. Sedangkan metode jaring
membandingkan data residu yang dihasilkan
41

masing-masing lama pengamatan yang berbeda.


Berdasarkan perbandingan tersebut dapat diketahui
bagaimana pengaruh lama pengamatan terhadap
ketelitian yang dihasilkan.
- Analisa mengenai ketelitian berdasarkan kedua
metode yang diterapkan. Perbandingan ini
dilakukan dengan mencari selisih nilai koordinat
yang dihasilkan untuk mengetahui seberapa besar
rentang selisih nilai koordinat yang dihasilkan.
- Berdasarkan hasil analisa di atas, dapat ditentukan
waktu yang efisien dan memenuhi toleransi untuk
GCP pengukuran foto udara resolusi 10 cm, citra
satelit resolusi tinggi (CSRT) maupun LiDAR
untuk masing-masing metode.
42

“Halaman ini sengaja dikosongkan”


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Koordinat Acuan Pengukuran GCP

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan GNSS terhadap


10 titik GCP dimana pengamatan dilakukan selama minimal 2
jam baik menggunakan metode radial maupun jaring. Titik ikat
yang digunakan adalah BM ITS 01 dengan nilai koordinat
sebagai berikut:

Tabel 4.1 Koordinat BM ITS 01


Koordinat Geografis UTM
Titik Easting Northing
LS BT (m) (m) Zona
BM
ITS 01 7°16'55" 112°47'38" 698075,011 9194686,033 49S

Kondisi BM ITS 01 ditunjukan pada Gambar 4.1 berikut:

Gambar 4.1 BM ITS 01

43
44

Survei GCP ini mempunyai desain pengukuran radial


sebagai berikut:

Gambar 4.2 Desain Pengukuran Radial

Pada desain radial di atas masing-masing titik mempunyai


jarak dari base sebagai berikut:

Tabel 4. 2 Panjang Baseline


Titik Panjang Baseline (km)
B 8,234
C 2,992
D 4,872
E 10,048
F 6,551
G 18,560
H 13,720
I 18,694
J 17,910
45

Titik yang memiliki panjang baseline kurang dari 5 km


adalah titik C dengan panjang 2,992 km dan titik D dengan
panjang 4,872 km. Titik dengan panjang baseline antara 5 – 10
km antara lain titik B dan F. Sedangkan titik yang memiliki
panjang baseline 10-15 km antara lain E dan H. Titik dengan
panjang baseline lebih dari 15 km adalah titik G (18,560 km),
I (18,694 km) dan J (17,910 km).

Survei GCP ini mempunyai desain pengukuran jaring


sebagai berikut:

Gambar 4.3 Desain Pengukuran Jaring

Pada penelitian ini, koordinat yang dianggap benar adalah


koordinat hasil pengolahan metode jaring dimana pengamatan
pada setiap titik dilakukan selama minimal 2 jam. Hal ini
mengacu pada informasi yang diberikan oleh BIG dimana
standar pengukuran untuk GCP dapat menggunakan SNI 19-
6724-2002 tentang Jaring Kontrol Horizontal. Berikut
46

koordinat hasil pengolahan metode jaring dengan pengamatan


2 jam:

Tabel 4.3 Koordinat Acuan GCP


Std Dev
Easting Northing Jarak dari base
Titik Horizontal
(m) (m) (km)
(m)
B 696440,508 9202756,149 0,010 8,234
C 695537,968 9196271,665 0,007 2,992
D 696603,564 9190041,459 0,008 4,872
E 688687,041 9198268,936 0,009 10,048
F 691800,578 9192801,834 0,009 6,551
G 681967,107 9203906,701 0,011 18,560
H 685337,403 9189588,876 0,010 13,720
I 679559,319 9197261,146 0,011 18,694
J 680477,744 9191355,736 0,011 17,910

Koordinat hasil pengolahan metode jaring selama 2 jam


menghasilkan data seperti pada Tabel 4.3 dimana secara
keseluruhan standar deviasi horizontal yang dihasilkan
memiliki nilai minimum 0,007 m dan nilai yang terbesar
adalah 0,011 m. Jarak baseline terpendek adalah titik C dengan
2,992 km sedangkan jarak baseline terpanjang adalah titik I
dengan 18,694 km. Berdasarkan data di atas dapat di lihat
bahwa baseline ˂ 15 km memiliki nilai standar deviasi ≤ 0,010
m dan baseline ˃ 15 km memiliki nilai standar deviasi 0,011
m.
47

4.2 Hasil dan Analisa Metode Radial


4.2.1 Hasil Metode Radial
Berikut merupakan data hasil pengukuran GCP
menggunakan metode radial:
a. Pengamatan 15 menit
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 15 Menit
Post Processing Selisih dari Acuan Jarak
Nama Std Dev Std Dev Horizontal dari BM
Titik Easting Northing RMS Easting Northing ITS 01
(m) (m) (m) (m) (m) (km)
B 0,007 0,005 0,009 0,008 0,012 8,234
C 0,002 0,002 0,002 0,012 0,009 2,992
D 0,010 0,008 0,013 0,014 0,003 4,872
E 0,028 0,037 0,046 0,007 0,022 10,048
F 0,015 0,012 0,019 0,011 0,033 6,551
G 0,015 0,011 0,019 0,027 0,014 18,560
H 0,799 0,490 0,923 0,030 0,356 13,720
I 0,009 0,007 0,012 0,024 0,029 18,694
J 0,089 0,069 0,113 0,288 0,016 17,910

Pada pengamatan 15 menit menghasilkan nilai


ketelitian horizontal (RMS error) terendah sebesar 0,923
m pada titik H dan tertinggi 0,002 m pada titik C.
Berdasarkan selisih nilai koordinat terhadap acuan,
selisih easting tertinggi terletak pada titik J yang
mencapai 0,288 m, terendah pada titik E sebesar 0,007
m dan selisih northing tertinggi terletak pada titik H
dengan nilai selisih 0,356 m dan terendah pada titik D
dengan nilai selisih 0,003 m.

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas disimpulkan bahwa


pada pengamatan 15 menit titik H tidak memenuhi
48

toleransi untuk GCP foto udara resolusi 10 cm (≤ 5 cm),


CSRT (≤ 20 cm) maupun LiDAR (≤ 30 cm) karena nilai
RMS error yang dihasilkan mencapai 0,923 m. Titik J
memenuhi toleransi untuk GCP LiDAR akan tetapi tidak
dapat digunakan untuk GCP foto udara resolusi 10 cm
dan CSRT. Hal ini dikarenakan jarak baseline yang jauh
dan juga jumlah sinyal satelit yang direkam lebih sedikit
dibandingkan pengukuran titik I, dimana titik I juga
memiliki panjang baseline yang jauh akan tetapi sinyal
satelit yang direkam lebih banyak. Pengukuran titik I
terdapat 17 sinyal satelit yang terekam tetapi untuk titik
H hanya 16 satelit dan titik J 15 satelit. Berdasarkan
lokasi pengukuran, titik I dan J sama-sama berada pada
lahan terbuka.

b. Pengamatan 30 menit
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 30 Menit
Post Processing Selisih dari Acuan Jarak
Nama Std Dev Std Dev Horizontal dari BM
Titik Easting Northing RMS Easting Northing ITS 01
(m) (m) (m) (m) (m) (km)
B 0,004 0,003 0,005 0,003 0,006 8,234
C 0,002 0,001 0,003 0,008 0,007 2,992
D 0,008 0,006 0,010 0,011 0,007 4,872
E 0,025 0,025 0,035 0,009 0,015 10,048
F 0,014 0,011 0,018 0,025 0,024 6,551
G 0,009 0,007 0,012 0,026 0,019 18,560
H 0,955 0,349 1,017 0,815 0,100 13,720
I 0,007 0,005 0,009 0,030 0,022 18,694
J 0,039 0,031 0,050 0,111 0,550 17,910
49

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dihasilkan nilai RMS


error terkecil pada titik C dengan nilai 0,003 m dan
terbesar pada titik H yang mencapai 1,017 m.
Berdasarkan koordinat yang dihasilkan titik B
menghasilkan selisih nilai easting terkecil yaitu 0,003 m
dan titik H menghasilkan nilai selisih easting terbesar
yang mencapai 0,815 m. Sedangkan untuk nilai selisih
northing terkecil dihasilkan oleh titik B dengan nilai
0,006 dan selisih terbesar dihasilkan oleh titik J dengan
nilai 0,550 m.

Pada pengamatan selama 30 menit ini titik H dan


J tidak memenuhi toleransi untuk GCP foto udara
resolusi 10 cm (≤ 5 cm), CSRT (≤ 20 cm) maupun
LiDAR (≤ 30 cm). Hal ini dikarenakan jarak baseline
yang jauh dan juga jumlah sinyal satelit yang direkam
lebih sedikit dibandingkan pengukuran titik I, dimana
titik I juga memiliki panjang baseline yang jauh akan
tetapi sinyal satelit yang direkam lebih banyak.
Pengukuran titik I terdapat 17 sinyal satelit yang terekam
tetapi untuk titik H hanya 16 satelit dan titik J 15 satelit.

c. Pengamatan 45 menit
Tabel 4.6 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 45 Menit
Post Processing Selisih dari Acuan Jarak
Nama Std Dev Std Dev Horizontal dari BM
Titik Easting Northing RMS Easting Northing ITS 01
(m) (m) (m) (m) (m) (km)
B 0,005 0,003 0,006 0,019 0,008 8,234
C 0,002 0,001 0,003 0,008 0,006 2,992
D 0,006 0,005 0,007 0,017 0,003 4,872
E 0,014 0,012 0,035 0,004 0,008 10,048
50

Lanjutan Tabel 4.6 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 45 Menit


Jarak
Post Processing Selisih dari Acuan
Nama dari BM
Std Dev Std Dev Horizontal
Titik ITS 01
Easting Northing RMS Easting Northing
(km)
(m) (m) (m) (m) (m)
F 0,009 0,007 0,011 0,007 0,034 6,551
G 0,006 0,004 0,007 0,028 0,014 18,560
H 0,016 0,014 0,021 0,024 0,077 13,720
I 0,007 0,004 0,008 0,013 0,021 18,694
J 0,039 0,031 0,05 0,114 0,548 17,910

Pada pengamatan 45 menit nilai RMS error terkecil


adalah 0,003 m (titik C) dan terbesar adalah 0,050 m
(titik J). Nilai selisih easting terkecil adalah 0,004 m
(titik E) dan terbesar adalah 0,114 (titik J) sedangkan
nilai selisih northing terkecil adalah 0,006 m (titik C)
dan terbesar adalah 0,548 (titik J). Dalam keperluan GCP
foto udara resolusi 10 cm, titik H dan J pada pengamatan
45 menit ini tidak memenuhi toleransi. Sedangkan untuk
keperluan GCP CSRT dan LiDAR titik H sudah dapat
digunakan, akan tetapi titik J masih belum dapat
digunakan karena masih memiliki kesalahan hingga
0,548 m.

Tidak terjadi perubahan secara signifikan dengan


hasil pengamatan 30 menit. Terjadi perbedaan dengan
titik H, titik J memiliki panjang baseline yang lebih jauh
dan sinyal yang ditangkap titik J lebih sedikit (16 sinyal)
dibandingkan titik H (18 sinyal satelit) sehingga
menghasilkan nilai perubahan yang berbeda jika
dibandingkan dengan pengamatan 30 menit.
51

d. Pengamatan 60 menit
Tabel 4.7 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 60 Menit
Post Processing Selisih dari Acuan Jarak
Nama Std Dev Std Dev Horizontal dari BM
Titik Easting Northing RMS Easting Northing ITS 01
(m) (m) (m) (m) (m) (km)
B 0,004 0,003 0,006 0,022 0,009 8,234
C 0,002 0,001 0,002 0,008 0,006 2,992
D 0,004 0,003 0,005 0,015 0,005 4,872
E 0,012 0,009 0,015 0,008 0,004 10,048
F 0,008 0,007 0,010 0,017 0,036 6,551
G 0,006 0,005 0,008 0,027 0,021 18,560
H 0,010 0,011 0,015 0,043 0,068 13,720
I 0,006 0,004 0,008 0,012 0,024 18,694
J 0,008 0,009 0,012 0,274 0,296 17,910

Titik C memiliki nilai RMS terkecil yaitu 0,002 m


dan nilai terbesar dihasilkan oleh pengukuran titik H
yaitu 0,015 m. Nilai selisih easting terkecil adalah 0,008
dan terbesar 0,274. Sedangkan nilai selisih northing
terkecil adalah 0,004 dan terbesar adalah 0,296 m. Pada
pengamatan 60 menit tidak tejadi perubahan signifikan
pada titik H yang memiliki kesalahan mencapai 0,068 m.
Sehingga masih tetap tidak dapat digunakan untuk GCP
foto udara resolusi 10 cm, akan tetapi memenuhi
toleransi untuk GCP CSRT dan LiDAR. Sedangkan titik
J yang memiliki kesalahan mencapai 0,548 m pada
pengamatan 45 menit, mengalami peningkatan ketelitian
sehingga kesalahannya mencapai 0,296 m. Dengan
ketelitian tersebut memenuhi untuk pengukuran GCP
LiDAR namun belum memenuhi untuk pengukuran
GCP CSRT maupun foto udara resolusi 10 cm.
52

e. Pengamatan 75 menit
Tabel 4.8 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 75 Menit
Post Processing Selisih dari Acuan Jarak
Nama Std Dev Std Dev Horizontal dari BM
Titik Easting Northing RMS Easting Northing ITS 01
(m) (m) (m) (m) (m) (km)
B 0,005 0,004 0,007 0,015 0,009 8,234
C 0,002 0,001 0,002 0,010 0,007 2,992
D 0,003 0,003 0,004 0,012 0,003 4,872
E 0,026 0,013 0,015 0,002 0,009 10,048
F 0,007 0,006 0,009 0,018 0,035 6,551
G 0,007 0,005 0,009 0,028 0,023 18,560
H 0,008 0,008 0,011 0,050 0,041 13,720
I 0,006 0,004 0,008 0,008 0,022 18,694
J 0,014 0,016 0,021 0,050 0,049 17,910

Pada hasil pengolahan data radial 75 menit


menghasilkan nilai RMS error terkecil 0,002 m dan
terbesar 0,021 m. Nilai RMS error terkecil terdapat pada
titik C yang memiliki baseline terpendek, sedangkan
nilai RMS error terbesar terdapat pada pengukuran titik
J dengan panjang baseline 17,910 km. Nilai selisih
easting dan northing terbesar terdapat pada titik J dengan
nilai selisih easting terhadap acuan sebesar 0,050 m dan
selisih northing terhadap acuan 0,049 m. Secara
keseluruhan pengukuran GCP metode radial 75 menit
memenuhi toleransi untuk GCP foto udara resolusi 10
cm, CSRT dan LiDAR.
53

f. Pengamatan 90 menit
Tabel 4.9 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 90 Menit
Post Processing Selisih dari Acuan Jarak
Nama Std Dev Std Dev Horizontal dari BM
Titik Easting Northing RMS Easting Northing ITS 01
(m) (m) (m) (m) (m) (km)
B 0,005 0,004 0,006 0,014 0,007 8,234
C 0,002 0,002 0,002 0,012 0,008 2,992
D 0,003 0,003 0,004 0,007 0,006 4,872
E 0,014 0,007 0,010 0,004 0,005 10,048
F 0,006 0,005 0,008 0,017 0,039 6,551
G 0,007 0,005 0,008 0,028 0,024 18,560
H 0,006 0,006 0,008 0,032 0,037 13,720
I 0,006 0,004 0,007 0,003 0,020 18,694
J 0,014 0,016 0,021 0,047 0,015 17,910

Pada pengamatan 90 menit menghasilkan nilai RMS


error terendah adalah 0,002 m pada titik C dan nilai
tertinggi adalah 0,021 pada titik J. Sedangkan untuk
selisih nilai easting terendah adalah 0,003 m dan
tertinggi 0,047 m. Selisih nilai northing terendah adalah
0,005 m dan tertinggi 0,047 m. Secara keseluruhan
pengamatan selama 90 menit dapat memenuhi
kebutuhan pengukuran GCP foto udara resolusi 10 cm,
CSRT dan LiDAR pada rentang panjang baseline 2,992
km – 18,694 km.
54

g. Pengamatan 105 menit


Tabel 4.10 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 105 Menit
Post Processing Selisih dari Acuan Jarak
Nama Std Dev Std Dev Horizontal dari BM
Titik Easting Northing RMS Easting Northing ITS 01
(m) (m) (m) (m) (m) (km)
B 0,005 0,004 0,006 0,012 0,006 8,234
C 0,002 0,002 0,003 0,007 0,004 2,992
D 0,003 0,002 0,003 0,005 0,006 4,872
E 0,017 0,008 0,011 0,011 0,007 10,048
F 0,004 0,004 0,006 0,017 0,033 6,551
G 0,007 0,005 0,008 0,027 0,025 18,560
H 0,006 0,006 0,008 0,034 0,037 13,720
I 0,006 0,005 0,008 0,003 0,028 18,694
J 0,008 0,010 0,013 0,036 0,002 17,910

Berdasarkan Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa


kesalahan nilai koordinat yang terkecil adalah 0,002 m
dan kesalahan terbesar mencapai 0,047 m. RMS error
terkecil bernilai 0,003 m dan tertinggi bernilai 0,013 m.
Dengan demikian seluruh titik pada pengamatan 105
menit ini dapat digunakan untuk keperluan GCP foto
udara resolusi 10 cm, CSRT dan LiDAR.
55

h. Pengamatan 120 menit


Tabel 4.11 Hasil Pengukuran GCP Metode Radial 120 Menit
Post Processing Selisih dari Acuan Jarak
Nama Std Dev Std Dev Horizontal dari BM
Titik Easting Northing RMS Easting Northing ITS 01
(m) (m) (m) (m) (m) (km)
B 0,005 0,003 0,006 0,009 0,006 8,234
C 0,002 0,001 0,002 0,012 0,007 2,992
D 0,003 0,002 0,004 0,003 0,004 4,872
E 0,013 0,006 0,010 0,002 0,014 10,048
F 0,004 0,004 0,006 0,013 0,031 6,551
G 0,008 0,005 0,010 0,023 0,024 18,560
H 0,006 0,006 0,008 0,035 0,032 13,720
I 0,006 0,004 0,008 0,008 0,019 18,694
J 0,008 0,007 0,011 0,050 0,024 17,910

Pengukuran GCP metode radial dengan lama


pengamatan 120 menit secara keseluruhan memenuhi
toleransi untuk GCP foto udara resolusi 10 cm, CSRT
dan LiDAR. Seluruh titik menghasilkan ketelitian ≤ 5
cm. Nilai RMS error terendah adalah 0,002 m dan
tertinggi adalah 0,011 m. Sedangkan untuk nilai
koordinat yang dihasilkan, selisih terkecil dari koordinat
acuan adalah 0,003 m dan selisih tertinggi mencapai
0,047 m.
56

4.2.2 Analisa Metode Radial

Analisa Berdasarkan Lama Pengamatan

Berikut ini merupakan grafik hasil pengamatan


untuk setiap titiknya dengan lama pengamatan 15 – 120
menit.
a. Hasil Pengolahan Titik B

Gambar 4.4 Hasil Pengolahan Radial Titik B

Titik B dengan panjang baseline 8,234 km memiliki


rentang nilai standar deviasi horizontal 0,005 m hingga
0,009 m. Nilai 0,009 terletak pada 15 menit pertama dan
selanjutnya pada pengamatan 30 menit hingga 120 menit
terjadi perubahan nilai standar deviasi horizontal dengan
rentang 2 mm. Pada pengamatan titik B, nilai HDOP
sebesar 15,173. Berdasarkan Gambar 4.4 di atas
diketahui bahwa perubahan nilai easting maupun
northing dari pengamatan 15 menit hingga 120 menit
57

tidak memiliki pola yang pasti. Nilai ketelitian easting


yang paling baik adalah 0,001 m dan nilai tertinggi
0,022. Nilai ketelitian northing paling baik adalah 0,005
m dan nilai tertinggi sebesar 0,012 m.

Gambar 4.5 Cycle Slip Titik B

Perubahan yang tidak teratur dapat terjadi karena


adanya cycle slip, sehingga jumlah satelit yang dapat
terekam tidak menentu antara lama pengamatan satu
dengan yang lain. Selain itu diperlukan proses seleksi
data yang lebih akurat lagi dikarenakan setiap lama
pengamatan harus melakukan seleksi data yang berbeda
beda. Proses pemilihan sinyal inilah yang
mengakibatkan pola yang tidak teratur untuk setiap lama
pengamatan.
58

b. Hasil Pengolahan Titik C

Gambar 4.6 Hasil Pengolahan Radial Titik C

Pengamatan titik C menghasilkan nilai standar


deviasi horizontal terkecil dengan nilai 0,002 m dan
terbesar dengan nilai 0,003 m, sehingga dari pengamatan
15 menit hingga 120 menit nilai standar deviasi
horizontal cenderung stabil dan tidak terjadi perubahan
signifikan. Sedangkan nilai easting dan northing
cenderung memiliki pola yang sama. Nilai easting yang
paling mendekati titik acuan berada pada hasil
pengamatan 105 menit yaitu 0,007 m, sedangkan nilai
terbesar pada pengamatan 90 menit dengan nilai 0,012
m. Nilai northing yang paling mendekati titik acuan
berada pada hasil pengamatan 105 menit yaitu 0,004 m,
sedangkan nilai terbesar pada pengamatan 15 menit
dengan nilai 0,009 m. Pada pengukuran titik C, semakin
lama pengamatan tidak menunjukan ketelitian koordinat
yang semakin baik. Hal ini dipengaruhi oleh teknik
59

seleksi sinyal yang dilakukan, sehingga mempengaruhi


nilai koordinat yang dihasilkan.

Gambar 4.7 Cycle Slip Titik C

Gambar 4.8 Lokasi Pengukuran Titik C


60

Secara keseluruhan nilai koordinat yang dihasilkan


memenuhi toleransi (≤ 5 cm). Pada pengukuran titik C,
pemilihan sinyal sangat berpengaruh karena adanya
cycle slip yang disebabkan lokasi pengukuran berada di
dekat pepohonan.

c. Hasil Pengolahan Titik D

Gambar 4.9 Hasil Pengolahan Radial Titik D

Gambar 4.9 menunjukan bahwa terjadi peningkatan


nilai RMS error dari pengamatan 15 menit hingga 120
menit. Pada pengamatan 15 menit menghasilkan nilai
standar deviasi horizontal 0,013 m dan pada pengamatan
120 menit menghasilkan nilai standar deviasi horizontal
0,004 m. Sedangkan pola yang dibentuk dari nilai
easting dan northing tidak menunjukan pola peningkatan
61

yang teratur. Nilai selisih easting terhadap acuan berada


pada rentang 0,003 m hingga 0,014 m dan nilai selisih
northing terhadap acuan berada pada rentang 0,003 m
hingga 0,007 m.

Gambar 4.10 Peningkatan Jumlah Sinyal Satelit

Pada pengamatan 90 menit hingga 120 menit


cenderung mengalami peningkatan karena adanya
peningkatan jumlah sinyal satelit yang dapat direkam
dibandingkan 15 hingga 75 menit pertama.
62

d. Hasil Pengolahan Titik E

Gambar 4.11 Hasil Pengolahan Radial Titik E

Titik E dengan panjang baseline 10,048 km


memiliki rentang nilai standar deviasi horizontal 0,010
m hingga 0,046 m. Nilai 0,010 terletak pada 90 menit
pertama dan nilai standar deviasi horizontal 0,046
dihasilkan oleh pengamatan 15 menit pertama. Pada
pengamatan titik E, nilai standar deviasi tertinggi dari
pengukuran adalah sebesar 0,002 m. Akan tetapi nilai
HDOP yang dimiliki sebesar 27,013 sehingga tingkat
presisi terendah yang dihasilkan mencapai 0,046
mBerdasarkan Gambar 4.11 di atas diketahui bahwa
terjadi peningkatan ketelitian dari segi nilai standar
deviasi yang dihasilkan akan tetapi perubahan nilai
easting maupun northing dari pengamatan 15 menit
hingga 120 menit tidak memiliki pola yang teratur. Nilai
ketelitian easting yang paling baik adalah 0,002 m dan
63

nilai tertinggi 0,020. Nilai ketelitian northing paling baik


adalah 0,004 m dan nilai tertinggi sebesar 0,022 m.

Gambar 4.12 Sinyal Satelit Titik E

Pada pengamatan 15 hingga 60 menit terjadi


peningkatan ketelitian koordinat dikarenakan
bertambahnya jumlah sinyal satelit yang diterima.
Meskipun pengamatan 60 hingga 120 menit cenderung
menghasilkan ketelitian yang lebih baik dibandingkan
pengamatan 15 hingga 60 menit pertama, adanya cycle
slip yang menyebabkan peningkatan ketelitian tidak
teratur. Lokasi penelitian berada di dekat bangunan dan
jaringan kabel.
64

e. Hasil Pengolahan Titik F

Gambar 4.13 Hasil Pengolahan Radial Titik F

Pengamatan titik F menghasilkan nilai standar


deviasi horizontal terkecil dengan nilai 0,006 m dan
terbesar dengan nilai 0,019 m. Nilai easting yang paling
mendekati titik acuan berada pada hasil pengamatan 45
menit yaitu 0,007 m, sedangkan nilai terbesar pada
pengamatan 30 menit dengan nilai 0,025 m. Nilai
northing yang paling mendekati titik acuan berada pada
hasil pengamatan 30 menit yaitu 0,024 m, sedangkan
nilai terbesar pada pengamatan 90 menit dengan nilai
0,039 m. Pada pengukuran titik F, semakin lama
pengamatan tidak menunjukan ketelitian koordinat yang
semakin baik. Hal ini dipengaruhi oleh teknik seleksi
sinyal yang dilakukan, sehingga mempengaruhi nilai
koordinat yang dihasilkan. Berikut merupakan lokasi
pengukuran titik F:
65

Gambar 4.14 Lokasi Pengukuran Titik F

Gambar 4. 15 Cycle Slip Pengukuran Titik F

Berdasarkan nilai standar deviasi horizontal,


didapatkan pola peningkatan ketelitian akan tetapi dari
segi nilai koordinat tidak membentuk pola yang teratur.
Hal ini dapat disebabkan proses seleksi sinyal yang
berbeda-beda untuk setiap lama pengamatan karena
adanya cycle slip. Terdapat pepohonan di dekat lokasi
pengukuran.
66

f. Hasil Pengolahan Titik G

Gambar 4.16 Hasil Pengolahan Radial Titik G

Gambar 4.16 menunjukan bahwa terjadi


peningkatan nilai standar deviasi horizontal dari
pengamatan 15 menit hingga 45 menit, selanjutnya
terjadi peruahan yang tidak signifikan. Nilai standar
deviasi horizontal terendah adalah 0,007 m dan tertinggi
adalah 0,019 m. Nilai selisih easting terhadap acuan
berada pada rentang 0,023 m hingga 0,028 m dan nilai
selisih northing terhadap acuan berada pada rentang
0,014 m hingga 0,025 m. Dari segi koordinat yang
dihasilkan, terjadi penurunan ketelitian dimulai dari
pengamatan 45 menit hingga 120 menit dengan rentang
4 mm. Hal ini dapat disebabkan oleh jarak baseline yang
jauh (18,560 km) dan data pengamatan base mengalami
cycle slip. Pada pengukuran titik G, semakin lama
pengamatan tidak menunjukan ketelitian koordinat yang
semakin baik. Hal ini dipengaruhi oleh teknik seleksi
67

sinyal yang dilakukan, sehingga mempengaruhi nilai


koordinat yang dihasilkan.

g. Hasil Pengolahan Titik H

Gambar 4.17 Hasil Pengolahan Radial Titik H

Titik H dengan panjang baseline 13,720 km


memiliki rentang nilai standar deviasi horizontal 0,08 m
hingga 1,017 m. Nilai standar deviasi horizontal pada
pengamatan 15 memiliki nilai 0,924 m dan pengamatan
30 menit memiliki nilai 1,017 m. Selanjutnya pada
pengamatan 45 hingga 120 menit memiliki nilai standar
deviasi horizontal pada rentang nilai 0,008 m hingga
0,013 m. Perbedaan nilai yang cukup jauh tersebut dapat
terjadi karena faktor jarak dan sinyal yang diterima.
Sinyal yang didapatkan pada pengamatan 15 dan 30
menit hanya 17 sedangkan pada pengamatan 45 hingga
120 menit terdapat 21 sinyal satelit yang dapat diterima.
Selain itu nilai HDOP sebesar 2,718 juga mempengaruhi
rendahnya tingkat presisi dari koordinat yang dihasilkan.
68

Titik H membutuhkan waktu 45 menit untuk dapat


digunakan sebagai GCP CSRT dan LiDAR dan
membutuhkan waktu 75 menit untuk mencapai ketelitian
dibawah 5 cm sebagai ketelitiaan minimum GCP foto
udara resolusi 10 cm.

h. Hasil Pengolahan Titik I

Gambar 4.18 Hasil Pengolahan Radial Titik I

Pengukuran titik I menghasilkan nilai standar


deviasi horizontal yang cenderung stabil dari
pengamatan 15 hingga 120 menit dengan rentang nilai
0,007 m hingga 0,012 m. Nilai easting yang dihasilkan
cenderung mengalami peningkatan dalam rentang nilai
0,003 m – 0,030 m. Sedangkan nilai northing yang
dihasilkan mengalami perubahan pada rentang 0,019 m
– 0,029 m.
69

i. Hasil Pengolahan Titik J

Gambar 4.19 Hasil Pengolahan Radial Titik J

Titik J dengan panjang baseline 17,910 km memiliki


rentang nilai standar deviasi horizontal 0,011 m hingga
0,113 m. Nilai standar deviasi maksimum dari
pengukuran adalah 0,037 m akan tetapi nilai HDOP
pengamatan dengan nilai 3,089 memberi pengaruh besar
terhadap tingkat presisi koordinat yang dihasilkan (0,113
m). Berdasarkan Gambar 4.19 nilai standar deviasi
horizontal mengalami peningkatan dari 15 menit hingga
120 menit. Nilai selisih easting terhadap acuan terkecil
berada pada pengamatan 0,036 m dan terbesar pada
pengamatan 15 menit yang mencapai 0,288 m. Nilai
selisih northing terhadap acuan terkecil adalah 0,002 m
pada pengamatan 105 menit dan terbesar adalah 0,550 m
pada pengamatan 30 menit. Apabila dibandingkan antara
pengamatan 30 menit dengan 75 menit, pengamatan 30
menit hanya mendapatkan 16 sinyal satelit sedangkan
70

pengamatan 75 menit terdapat 20 sinyal satelit. Oleh


sebab itu terjadi perbedaan signifikan dan pada
pengamatan 75 menit hingga 120 menit terjadi
perubahan namun tidak terlalu signifikan. Pengukuran
titik J membutuhkan waktu 60 menit untuk GCP LiDAR,
dan 75 menit untuk dapat memenuhi ketelitian GCP foto
udara resolusi 10 cm dan CSRT.

Analisa Berdasarkan Alat dan Panjang Baseline

Berdasarkan seluruh hasil pengukuran radial di atas,


apabila diklasifikasikan berdasarkan receiver yang
digunakan maka hasilnya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.12 Nilai Standar Deviasi Horizonal Berdasarkan Jenis


Receiver dan Panjang Baseline
Panjang Std Deviasi
baseline Horizontal
Alat Titik (km) Tertinggi (m)
C 3,000 0,003
Hi-Target V30 B 8,234 0,009
I 18,694 0,012
Topcon F 6,551 0,019
HiperPro G 18,560 0,019
D 4,872 0,013
E 10,048 0,046
Sokkia GRX1
H 13,720 1,017
J 17,910 0,113

Berdasarkan Tabel 4.12 di atas dapat diketahui


bahwa alat Hi-Target V30 memiliki tingkat presisi yang
lebih baik daripada Topcon HiperPro dan Sokkia GRX1.
Hi-Target V30 menghasilkan nilai standar deviasi
71

horizontal tertinggi dengan nilai 0,012 m pada baseline


18,694 km, Topcon HiperPro menghasilkan nilai standar
deviasi tertinggi 0,019 m dan Sokkia GRX1
menghasilkan standar devisi tertinggi mencapai 1,017 m.

Apabila dilihat berdasarkan panjang baseline, pada


alat Hi-Target V30 menunjukan bahwa semakin panjang
baseline maka standar deviasi horizontal yang dihasilkan
juga semakin besar. Receiver Topcon HiperPro
menunjukan nilai standar deviasi horizontal maksimum
yang sama antara titik yang memiliki baseline 6,551 km
dengan 18,560 km. Sedangkan untuk alat Sokkia GRX1
cenderung mengalami penurunan tingkat presisi dari
baseline terpendek hingga terpanjang. Akan tetapi
terjadi perbedaan pada titik H yang mencapai nilai
standar deviasi horizontal 1,017 m yang disebabkan oleh
lokasi pengukuran berada di dekat bangunan dan
jaringan kabel (Gambar 4.20).

Gambar 4.20 Lokasi Pengukuran Titik H


72

4.3 Hasil dan Analisa Metode Jaring

4.3.1 Hasil Metode Jaring


Berikut merupakan hasil pengolahan metode jaring dari
pengamatan 15 menit hingga 120 menit:

Pengamatan 15 menit

Pada Tabel 4.13 hasil pengolahan jaring pengamatan


15 menit memiliki nilai standar deviasi terkecil 0,034 m
dan tertinggi 0,064 m. Nilai terkecil dari selisih easting
terhadap acuan adalah 0,004 m (titik D) dan terbesar
mencapai 1,614 m (titik H), sedangkan untuk nilai
terkecil dari selisih northing terhadap acuan adalah 0 m
(titik B) dan nilai selisih terbesar adalah 0,437 (titik J).

Tabel 4.13 Hasil Pengukuran GCP Metode Jaring 15 Menit


Nama Std Dev E Std Dev N Std Dev Hor Selisih dari Acuan
Titik (m) (m) (m) Easting Northing
(m) (m)
B 0,029 0,023 0,037 0,021 0,000
C 0,026 0,022 0,034 0,024 0,011
D 0,034 0,032 0,046 0,004 0,020
E 0,033 0,039 0,051 0,092 0,037
F 0,032 0,031 0,045 0,016 0,016
G 0,035 0,040 0,053 0,097 0,034
H 0,044 0,048 0,064 1,614 0,434
I 0,037 0,041 0,055 0,091 0,038
J 0,041 0,046 0,062 1,612 0,437
73

Berdasarkan Tabel 4.14 berikut terdapat nilai RMS


error dengan rentang nilai 0,003 m – 0,029 m. Sehingga
nilai RMS error dari keseluruhan baseline dikatakan
baik karena berada di bawah 5 cm. Akan tetapi nilai
residu yang dihasilkan masih cukup besar. Nilai residu
easting dari seluruh baseline memiliki rentang nilai 0 m
– 1,645 m dan nilai residu untuk northing memiliki
rentang nilai 0 m – 0,510 m. Nilai yang begitu besar
dapat disebabkan karena titik-titik seperti C, D, E, H dan
J pada 15 menit pertama belum dapat menangkap sinyal
satelit secara maksimal, sehingga standar deviasi yang
dihasilkan tiap titik pun cenderung kurang bagus.

Tabel 4.14 Hasil Perataan Jaring 15 Menit


Baseline Horz RMS (m) Residu E (m) Residu N (m)
A−B 0,009 -0,029 0,012
A−C 0,007 0,022 -0,006
A−D 0,012 0,679 -0,317
B−C 0,023 0,048 0,059
B−E 0,020 -0,038 -0,025
C−D 0,010 -0,020 0,031
C−E 0,010 0,031 0,002
C−E 0,029 -0,184 -0,094
C−F 0,007 0,006 -0,017
D−F 0,005 -0,006 0,006
D−H 0,007 1,586 0,425
E−F 0,014 0,102 -0,105
E−G 0,003 0,003 -0,004
E−H 0,017 1,645 0,469
E−I 0,009 -0,036 0,025
E−I 0,010 0,002 0,027
74

Lanjutan Tabel 4.14 Hasil Perataan Jaring 15 Menit


Baseline Horz RMS (m) Residu E (m) Residu N (m)
E−J 0,023 1,607 0,510
F−H 0,015 1,600 0,413
G−I 0,006 0,015 -0,012
H−J 0,003 0,000 0,000
I−J 0,006 0,000 0,000

Pengamatan 30 menit

Pada pengamatan 30 menit terjadi peningkatan


ketelitian dibandingkan dengan pengamatan 15 menit.
Nilai standar deviasi memiliki nilai dengan rentang
0,005 m – 0,013 m. Nilai terkecil dari selisih easting
terhadap acuan adalah 0,001m dan nilai terbesar adalah
0,289. Sedangkan untuk selisih northing, nilai terkecil
adalah 0,004 m dan terbesar 0,085 m.

Tabel 4.15 Hasil Pengukuran GCP Metode Jaring 30 Menit

Nama Std Dev E Std Dev N Std Dev Hor Selisih dari Acuan
Titik (m) (m) (m) Easting Northing
(m) (m)
B 0,004 0,003 0,005 0,009 0,038
C 0,004 0,003 0,005 0,001 0,004
D 0,008 0,006 0,010 0,020 0,027
E 0,005 0,004 0,007 0,271 0,085
F 0,005 0,005 0,006 0,002 0,018
G 0,005 0,005 0,007 0,271 0,061
H 0,010 0,009 0,013 0,287 0,047
I 0,007 0,006 0,009 0,277 0,065
J 0,008 0,007 0,011 0,289 0,047
75

Tabel 4.16 Hasil Perataan Jaring 30 Menit

Baseline Horz RMS (m) Residu E (m) Residu N (m)


A−B 0,005 -0,002 0,005
A−C 0,005 0,001 -0,005
A−D 0,010 -0,001 -0,002
B−C 0,013 0,013 0,043
B−E 0,013 -0,003 0,024
C−D 0,008 -0,015 0,019
C−E 0,005 -0,001 0,001
C−E 0,018 -0,011 -0,010
C−F 0,004 0,004 -0,012
D−F 0,003 -0,004 0,004
D−H 0,005 0,003 -0,004
E−F 0,026 -0,267 0,073
E−G 0,002 0,005 -0,002
E−H 0,019 -0,028 0,004
E−I 0,006 -0,036 0,020
E−I 0,009 0,004 0,021
E−J 0,008 -0,005 0,009
F−H 0,011 0,005 -0,007
G−I 0,003 0,010 -0,005
H−J 0,003 0,000 -0,002
I−J 0,030 0,019 0,022

Berdasarkan Tabel 4.16 pengamatan 30 menit


menghasilkan nilai RMS error dalam rentang nilai 0,002
m hingga 0,030 cm. Sedangkan nilai residu, yang
memiliki nilai paling besar adalah baseline E-F dengan
residu easting 0,267 m dan residu northing 0,073 m.
Dengan hasil tersebut, data hasil pengukuran 30 menit
metode jaring masih belum dapat digunakan. Berikut
76

merupakan sinyal satelit yang diterima oleh receiver di


titik E dan F:

Titik F Titik F

Titik E Titik E

Data Baseline E-F

Gambar 4.21 Sinyal Pengukuran Baseline E-F

Berdasarkan Gambar 4.21 tersebut dapat diketahui


bahwa sinyal yang diterima pada saat pengukuran
baseline E-F (sisi kanan) tidak sebagus sinyal yang
diterima pengukuran sebelumnya pada titik E dan F (sisi
kiri). Hal ini menyebabkan pengukuran baseline E-F
belum menghasilkan akurasi dan ketelitian sesuai
dengan yang dibutuhkan. Sehingga pengukuran 30 menit
tidak dapat digunakan untuk GCP foto udara resolusi 10
cm, akan tetapi dapat digunakan untuk GCP LiDAR
yang membutuhkan ketelitian horizontal minimum 30
cm karena ketelitian yang dihasilkan melalui
pengukuran selama 30 menit berada di bawah 30 cm.
77

Pengamatan 45 menit

Pengukuran 45 menit menggunakan metode jaring


menghasilkan nilai ketelitian koordinat pada rentang
0,001 mhingga 0,025 m baik easting maupun northing.
Nilai terendah dihasilkan oleh titik B, C dan F pada nilai
eastingnya sedangkan nilai tertinggi dihasilkan oleh
pengukuran titik B pada nilai northingnya. Standar
deviasi pengukuran yang dihasilkan memiliki nilai pada
rentang 0,004 m hingga 0,009 m. Berdasarkan nilai
koordinat yang dihasilkan, pengukuran 45 menit dapat
digunakan untuk GCP foto udara resolusi 10 cm (≤ 5
cm), CSRT (≤ 20 cm) dan LiDAR (≤ 30 cm).

Tabel 4.17 Hasil Pengukuran GCP Metode Jaring 45 Menit


Nama Std Dev E Std Dev N Std Dev Hor Selisih dari Acuan
Titik (m) (m) (m) Easting Northing
(m) (m)
B 0,005 0,003 0,006 0,001 0,025
C 0,003 0,002 0,004 0,001 0,004
D 0,006 0,005 0,007 0,012 0,023
E 0,004 0,004 0,006 0,015 0,015
F 0,004 0,004 0,006 0,001 0,013
G 0,005 0,004 0,006 0,010 0,006
H 0,006 0,006 0,009 0,023 0,020
I 0,006 0,005 0,008 0,016 0,002
J 0,007 0,006 0,009 0,024 0,021

Berdasarkan hasil pengolahan 21 baseline di atas,


diketahui bahwa nilai RMS error terendah adalah 0,002
m dan nilai tertinggi adalah 0,033 m. Sedangkan nilai
residu berada pada rentang 0 m – 0,048 m. Nilai tertinggi
dihasilkan oleh pengukuran baseline B-C. Berdasarkan
nilai RMS error dan residu yang diperoleh, pengukuran
78

45 menit cukup untuk GCP foto udara resolusi 10 cm,


CSRT dan LiDAR karena ketelitian yang dihasilkan
kurang dari 5 cm.

Tabel 4.18 Hasil Perataan Jaring 45 Menit


Baseline Horz RMS (m) Residu E (m) Residu N (m)
A−B 0,006 -0,009 0,007
A−C 0,004 0,001 -0,003
A−D 0,007 0,008 0,000
B−C 0,012 -0,041 -0,048
B−E 0,011 -0,015 0,017
C−D 0,007 -0,002 0,012
C−E 0,004 -0,002 0,000
C−E 0,011 -0,004 -0,006
C−F 0,005 0,002 -0,014
D−F 0,003 0,001 0,002
D−H 0,005 0,002 -0,002
E−F 0,007 -0,011 0,003
E−G 0,002 0,007 -0,001
E−H 0,011 -0,022 0,005
E−I 0,006 -0,033 0,015
E−I 0,007 -0,001 0,016
E−J 0,007 0,006 -0,005
F−H 0,006 0,002 -0,001
G−I 0,003 0,009 -0,003
H−J 0,003 -0,001 0,000
I−J 0,033 0,019 0,025
79

Pengamatan 60 menit

Pengamatan metode jaring 60 menit menghasilkan


peningkatan ketelitian dari segi nilai koordinat yang
dihasilkan. Apabila pada pengamatan 45 menit ketelitian
koordinat berada pada rentang 0,001 m hingga 0,025 m,
maka pada pengamatan 60 menit menghasilkan
ketelitian koordinat pada rentang 0 - 0,013 m. Apabila
dilihat dari segi standar deviasi, pengamatan 60 menit
memiliki nilai standar deviasi horizontal terkecil 0,009
m dan nilai standar deviasi horizontal terbesar 0,014 m.

Tabel 4.19 Hasil Pengukuran GCP Metode Jaring 60 Menit


Nama Std Dev E Std Dev N Std Dev Hor Selisih dari Acuan
Titik (m) (m) (m) Easting Northing
(m) (m)
B 0,009 0,007 0,012 0,013 0,003
C 0,007 0,006 0,009 0,002 0,005
D 0,008 0,007 0,010 0,009 0,003
E 0,009 0,008 0,012 0,002 0,009
F 0,008 0,007 0,011 0,004 0,007
G 0,010 0,009 0,014 0,000 0,009
H 0,009 0,009 0,013 0,010 0,003
I 0,010 0,009 0,014 0,000 0,009
J 0,011 0,010 0,014 0,010 0,004

Nilai RMS error dengan nilai terendah adalah 0,002


m sedangkan nilai tertinggi adalah 0,037 m. Nilai residu
easting yang dihasilkan memiliki nilai minimum 0 m dan
maksimum 0,099 m. Nilai residu northing yang
dihasilkan memiliki nilai minimum 0 m dan maksimum
0,068 m. Secara keseluruhan nilai residu berada di
80

bawah 5 cm, sehingga memenuhi toleransi untuk


digunakan sebagai GCP.

Tabel 4.20 Hasil Perataan Jaring 60 Menit


Baseline Horz RMS (m) Residu E (m) Residu N (m)
A−B 0,006 -0,009 0,006
A−C 0,004 0,000 0,000
A−D 0,005 0,006 -0,002
B−C 0,009 -0,002 0,003
B−E 0,009 -0,013 0,003
C−D 0,005 0,001 0,005
C−E 0,005 -0,011 0,016
C−E 0,007 0,000 -0,004
C−F 0,005 0,004 -0,014
D−F 0,002 0,002 0,002
D−H 0,005 0,000 -0,004
E−F 0,004 -0,010 0,005
E−G 0,003 0,010 -0,001
E−H 0,009 -0,013 0,007
E−I 0,005 -0,030 0,014
E−I 0,008 -0,002 0,012
E−J 0,007 0,008 -0,005
F−H 0,005 0,002 0,003
G−I 0,002 0,008 -0,003
H−J 0,003 -0,002 0,000
I−J 0,037 0,099 -0,068
81

Pengamatan 75 menit

Pengamatan metode jaring 75 menit menghasilkan


peningkatan ketelitian dari segi nilai koordinat yang
dihasilkan akan tetapi tidak terlalu signifikan. Nilai
terkecil dari selisih easting terhadap acuan adalah 0 m
dan terbesar 0,013 m. Sedangkan untuk nilai selisih
terkecil northing terhadap acuan 0,001 m dan terbesar
0,005 m. Apabila dilihat dari segi standar deviasi,
pengamatan 75 menit memiliki nilai standar deviasi
horizontal terkecil 0,009 m dan nilai standar deviasi
horizontal terbesar 0,012 m.

Tabel 4.21 Hasil Pengukuran GCP Metode Jaring 75 Menit


Nama Std Dev E Std Dev N Std Dev Hor Selisih dari Acuan
Titik (m) (m) (m) Easting Northing
(m) (m)
B 0,009 0,007 0,012 0,003 0,002
C 0,008 0,006 0,010 0,005 0,003
D 0,007 0,006 0,009 0,013 0,003
E 0,008 0,007 0,011 0,007 0,002
F 0,008 0,006 0,010 0,005 0,005
G 0,010 0,008 0,012 0,006 0,001
H 0,009 0,007 0,011 0,000 0,003
I 0,010 0,008 0,012 0,007 0,001
J 0,009 0,008 0,012 0,001 0,002

Berdasarkan hasil pengolahan 21 baseline di atas,


diketahui bahwa nilai RMS error terendah adalah 0,002
m dan nilai tertinggi adalah 0,015 m. Terjadi
peningkatan ketelitian dari segi RMS error dimana pada
pengamatan 60 menit nilai RMS error terbesar mencapai
0,037 m. Sedangkan nilai residu berada pada rentang 0
82

m – 0,024 m. Berdasarkan nilai RMS error dan residu


yang diperoleh, pengukuran 75 menit memenuhi untuk
GCP foto udara resolusi 10 cm, CSRT dan LiDAR
karena ketelitian yang dihasilkan kurang dari 5 cm.
Tabel 4.22 Hasil Perataan Jaring 75 Menit
Baseline Horz RMS (m) Residu E (m) Residu N (m)
A−B 0,006 -0,012 0,006
A−C 0,007 0,016 -0,002
A−D 0,004 -0,002 0,000
B−C 0,010 0,000 -0,005
B−E 0,008 -0,017 0,001
C−D 0,004 0,001 0,005
C−E 0,003 0,000 -0,002
C−E 0,007 0,002 0,006
C−F 0,004 0,003 -0,008
D−F 0,002 0,002 0,002
D−H 0,005 -0,004 -0,001
E−F 0,004 -0,003 0,003
E−G 0,003 0,012 0,001
E−H 0,007 -0,012 0,000
E−I 0,005 -0,024 0,011
E−I 0,008 -0,001 0,012
E−J 0,006 0,009 -0,011
F−H 0,004 0,006 0,005
G−I 0,002 0,008 -0,002
H−J 0,002 -0,001 0,001
I−J 0,015 0,024 0,023
83

Pengamatan 90 menit

Pada Tabel 4.23 berikut diketahui bahwa nilai selisih


easting antara pengukuran dan acuan memiliki nilai
antara 0,001 m – 0,006 m dan untuk nilai northing
memiliki selisih 0 m – 0,004 m. Dilihat dari segi standar
deviasi horizontal dari pengukuran di atas tidak terjadi
perubahan signifikan dari pengukuran 75 menit.

Tabel 4.23 Hasil Pengukuran GCP Metode Jaring 90 Menit


Nama Std Dev E Std Dev N Std Dev Hor Selisih dari Acuan
Titik (m) (m) (m) Easting Northing
(m) (m)
B 0,009 0,007 0,012 0,003 0,001
C 0,006 0,005 0,008 0,001 0,001
D 0,007 0,006 0,009 0,001 0,002
E 0,008 0,007 0,011 0,001 0,004
F 0,008 0,007 0,010 0,001 0,000
G 0,011 0,009 0,014 0,002 0,004
H 0,009 0,008 0,012 0,006 0,001
I 0,010 0,009 0,014 0,002 0,003
J 0,010 0,009 0,013 0,004 0,000

Tabel 4.24 berikut menunjukan bahwa ketelitian


yang dihasilkan pada pengukuran 90 menit berada di
bawah 5 cm. RMS error memiliki nilai dengan rentang
0,002 m – 0,018 m. Nilai residu easting memiliki nilai
tertinggi sebesar 0,034 m dan untuk northing memiliki
nilai tertinggi 0,023 m.
84

Tabel 4.24 Hasil Perataan Jaring 90 Menit


Baseline Horz RMS (m) Residu E (m) Residu N (m)
A−B 0,006 -0,011 0,006
A−C 0,003 -0,001 0,002
A−D 0,004 0,006 -0,004
B−C 0,006 0,000 0,005
B−E 0,008 -0,014 -0,003
C−D 0,004 -0,013 0,010
C−E 0,004 0,003 -0,005
C−E 0,006 0,006 0,005
C−F 0,004 0,006 -0,005
D−F 0,003 -0,002 0,005
D−H 0,005 -0,007 -0,001
E−F 0,015 0,034 -0,023
E−G 0,003 0,013 0,000
E−H 0,007 -0,012 0,007
E−I 0,005 -0,024 0,012
E−I 0,007 -0,005 0,007
E−J 0,007 0,013 -0,013
F−H 0,004 0,007 0,001
G−I 0,002 0,009 -0,003
H−J 0,002 -0,001 0,001
I−J 0,018 0,010 0,018
85

Pengamatan 105 menit

Pengamatan 105 menit tidak menghasilkan


perubahan yang signifikan dari pengamatan 90 menit.
Nilai standar deviasi horizontal terendah 0,008 m dan
tertinggi 0,013 m. Sedangkan nilai terkecil dari selisih
easting terhadap acuan 0 m dan terbesar mencapai 0,006
m. Nilai terkecil dari selisih northing terhadap acuan
adalah 0 m dan terbesar 0,005 m. Nilai yang dihasilkan
relatif sama dengan pengamatan 90 menit.

Tabel 4.25 Hasil Pengukuran GCP Metode Jaring 105 Menit


Nama Std Dev E Std Dev N Std Dev Hor Selisih dari Acuan
Titik (m) (m) (m) Easting Northing
(m) (m)
B 0,009 0,007 0,011 0,001 0,002
C 0,006 0,005 0,008 0,002 0,001
D 0,006 0,005 0,008 0,002 0,001
E 0,007 0,006 0,010 0,001 0,001
F 0,007 0,006 0,010 0,006 0,005
G 0,010 0,008 0,013 0,001 0,001
H 0,008 0,007 0,011 0,005 0,000
I 0,010 0,008 0,013 0,000 0,002
J 0,009 0,008 0,013 0,003 0,002

Hasil perataan jaring untuk pengamatan 105 menit


ini menghasilkan data seperti pada Tabel 4.26 berikut.
Nilai RMS error dari 21 baseline tersebut memiliki nilai
antara 0,002 m hingga 0,019 m. Sedangkan nilai residu
easting memiliki ketelitian 0,001 m hingga 0,025 m dan
residu northing memiliki ketelitian 0 m hingga 0,020 m.
86

Tabel 4.26 Hasil Perataan Jaring 105 Menit


Baseline Horz RMS (m) Residu E (m) Residu N (m)
A−B 0,006 -0,013 0,008
A−C 0,003 -0,004 0,005
A−D 0,003 0,007 -0,007
B−C 0,006 -0,001 0,009
B−E 0,007 -0,012 -0,005
C−D 0,004 -0,008 0,008
C−E 0,004 0,005 -0,002
C−E 0,007 0,008 0,009
C−F 0,006 -0,011 0,000
D−F 0,003 0,002 0,002
D−H 0,005 -0,007 -0,002
E−F 0,003 0,002 0,003
E−G 0,003 0,013 -0,001
E−H 0,007 -0,010 0,005
E−I 0,005 -0,025 0,010
E−I 0,007 -0,003 0,010
E−J 0,006 0,018 -0,02
F−H 0,003 0,004 0,006
G−I 0,003 0,009 -0,004
H−J 0,002 -0,001 0,002
I−J 0,019 0,005 0,010
87

Pengamatan 120 menit

Pengamatan 120 menit dengan metode jaring


merupakan acuan yang digunakan pada penelitian ini.
Nilai standar deviasi tertinggi dari seluruh titik
pengukuran adalah 0,011 m, sedangkan terendah
memiliki nilai 0,007 m.

Tabel 4.27 Hasil Pengukuran GCP Metode Jaring 120 Menit


Nama Std Dev E Std Dev N Std Dev Hor Selisih dari Acuan
Titik (m) (m) (m) Easting Northing
(m) (m)
B 0,008 0,006 0,010 0 0
C 0,005 0,005 0,007 0 0
D 0,006 0,005 0,008 0 0
E 0,007 0,006 0,009 0 0
F 0,006 0,006 0,009 0 0
G 0,009 0,007 0,011 0 0
H 0,007 0,007 0,010 0 0
I 0,009 0,007 0,011 0 0
J 0,008 0,008 0,011 0 0

Pada Tabel 4.28 diketahui bahwa nilai RMS error


dari seluruh baseline relatif sama dengan pengamatan
105 menit. Nilai terkecil dari RMS error yang dihasilkan
adalah 0,002 m dan nilai terbesar 0,018. Berdasarkan
nilai residu yang dihasilkan, ketelitian yang didapatkan
antara 0 m hingga 0,022 m baik easting maupun
northing. Karena seluruh hasil pengukuran pada
pengamatan berada di bawah 5 cm, maka dapat
digunakan sebagai acuan pada penelitian ini.
88

Tabel 4.28 Hasil Perataan Jaring 120 Menit


Baseline Horz RMS (m) Residu E (m) Residu N (m)
A−B 0,006 -0,009 0,006
A−C 0,003 -0,001 0,002
A−D 0,004 0,003 -0,004
B−C 0,005 0,003 0,007
B−E 0,006 -0,013 -0,005
C−D 0,004 -0,009 0,007
C−E 0,003 0,003 0,000
C−E 0,014 -0,002 0,003
C−F 0,004 0,008 -0,006
D−F 0,003 -0,001 0,004
D−H 0,005 -0,007 -0,003
E−F 0,003 0,001 -0,001
E−G 0,003 0,013 -0,001
E−H 0,006 -0,011 0,006
E−I 0,004 -0,022 0,009
E−I 0,007 -0,001 0,010
E−J 0,007 0,012 -0,010
F−H 0,003 0,006 0,001
G−I 0,003 0,009 -0,004
H−J 0,002 -0,001 0,000
I−J 0,018 -0,001 0,008
89

4.3.2 Analisa Metode Jaring Berdasarkan Lama Pengamatan

Berikut merupakan hasil pengolahan data setiap


titiknya dengan lama pengamatan yang berbeda-beda:

Gambar 4.22 Hasil Pengolahan Jaring Titik B

Pada titik B terjadi pola perubahan nilai yang tidak


konsisten pada pengamatan 15 hingga 45 menit, namun
perubahan yang terjadi masih di bawah 5 cm. Hal ini
dapat disebabkan oleh titik-titik yang memiliki data
pengamatan kurang bagus pada awal pengamatan,
sehingga berpengaruh terhadap titik lainnya. Ketelitian
mengalami pengingkatan pada pengamatan 60 menit
hingga 120 menit.
90

Gambar 4.23 Hasil Pengolahan Jaring Titik C

Berdasarkan Gambar 4.23 di atas diketahui bahwa


titik C mengalami peningkatan ketelitian dari
pengamatan 15 menit ke 30 menit. Selanjutnya pada
pengamatan 45 menit tidak menghasilkan perubahan
yang signifikan terhadap pengamatan sebelumnya. Pada
pengamatan 45 menit hingga 120 menit terjadi
penurunan dan peningkatan ketelitian, akan tetapi tidak
terlalu signifikan (di bawah 1 cm). Perubahan yang tidak
menentu tersebut dapat disebabkan oleh titik yang
memiliki baseline dengan titik C tidak mendapatkan
kontinyuitas sinyal yang baik, sehingga nilai yang
dihasilkan tidak selalu mengalami peningkatan
ketelitian.
91

Gambar 4.24 Hasil Pengolahan Jaring Titik D

Pada hasil pengukuran titik D menunjukan bahwa


terjadi peningkatan ketelitian baik dari nilai standar
deviasi horizontal, selisih easting maupun northing
terhadap acuan. Standar deviasi tertinggi dihasilkan pada
pengamatan 15 menit yang mencapai 0,046 m dan yang
memiliki nilai terkecil dihasilkan oleh pengamatan 45
menit dengan nilai 0,007 m. Nilai koordinat dengan
ketelitian terendah dihasilkan pada pengamatan 30 menit
dimana selisih easting memiliki nilai 0,020 m dan selisih
northing 0,027 m.
92

Gambar 4.25 Hasil Pengolahan Jaring Titik E

Pengukuran jaring menghasilkan data hasil


pengamatan titik E seperti Gambar 4.25 di atas. Standar
deviasi horizontal yang dihasilkan mengalami
peningkatan pada pengamatan 15 menit ke 30 menit dan
selanjutnya tidak terjadi perubahan signifikan dari
pengamatan 30 menit ke 120 menit. Berdasarkan
koordinat yang dihasilkan, terjadi penurunan ketelitian
pada pengamatan 30 menit dibandingkan 15 menit
dikarenakan sinyal yang didapatkan belum maksimal
dan terdapat cycle slip. Selain itu kualitas data dari titik-
titik lain akan berpengaruh terhadap titik E, terutama
yang memiliki baseline dengan titik E. Selanjutnya nilai
koordinat mengalami peningkatan dari pengamatan 45
menit ke 105 menit.
93

Gambar 4.26 Hasil Pengolahan Jaring Titik F

Gambar 4.26 di atas menunjukan bahwa nilai selisih


easting titik F terhadap acuan mengalami peningkatan
ketelitian dari pengamatan 15 menit hingga 45 menit.
Selanjutnya terjadi perubahan dengan pola yang berbeda
dari pengamatan 45 menit hingga 105 menit dengan
rentang perubahan sebesar 5 mm. Nilai northing yang
dihasilkan mengalami peningkatan dengan rentang
perubahan 0,018 m. Sedangkan untuk nilai standar
deviasi horizontal pada pengamatan 15 menit memiliki
nilai 0,045 m yang kemudian mengalami penurunan nilai
pada pengamatan 30 menit (0,006 m). Pada pengamatan
45 menit nilai standar deviasi tidak mengalami
perubahan, kemudian meningkat pada pengamatan 60
menit yang menjadi 0,011 m. Selanjutnya tidak terjadi
perubahan signifikan hingga pengamatan 120 menit.
94

Gambar 4.27 Hasil Pengolahan Jaring Titik G

Pengukuran jaring menghasilkan data hasil


pengamatan titik G seperti Gambar 4.27 di atas. Standar
deviasi horizontal yang dihasilkan mengalami
peningkatan pada pengamatan 15 menit ke 45 menit dan
selanjutnya tidak terjadi perubahan signifikan dari
pengamatan 45 menit ke 120 menit. Berdasarkan
koordinat yang dihasilkan, terjadi penurunan ketelitian
pada pengamatan 30 menit dibandingkan 15 menit.
Kualitas data dari titik-titik lain akan berpengaruh
terhadap titik G, terutama yang memiliki baseline
dengan titik G. Selanjutnya nilai koordinat mengalami
penurunan dan peningkatan ketelitian dengan rentang 1
cm.
95

Gambar 4.28 Hasil Pengolahan Jaring Titik H

Hasil pengolahan data titik H menunjukan bahwa


pada pengamatan 15 menit menghasilkan standar deviasi
0,064 m yang selanjutnya mengalami penurunan nilai
hingga pengamatan 45 menit dengan nilai 0,009 m.
Selanjutnya standar deviasi mengalami peningkatan dan
penurunan nilai hingga pengamatan 120 menit dalam
rentang 4 mm.Begitu pula dengan nilai selisih easting,
pada pengamatan 15 menit memiliki nilai 1,614 m dan
selanjutnya pada pengamatan 45 menit menjadi 0,023 m.
Sedangkan untuk nilai selisih northing, pada
pengamatan 15 menit memiliki nilai 0,434 m dan
selanjutnya pada pengamatan 45 menit menjadi 0,020 m.
Pada pengamatan 45 menit hingga 105 menit terjadi
perubahan nilai koordinat dengan rentang 0,023 m.
96

Gambar 4.29 Hasil Pengolahan Jaring Titik I

Pengukuran jaring menghasilkan data hasil


pengamatan titik I seperti Gambar 4.29 di atas. Nilai
standar deviasi horizontal yang dihasilkan mengalami
peningkatan pada pengamatan 15 menit ke pengamatan
45 menit dengan selisih 4,7 cm. Kemudian tidak terjadi
perubahan signifikan dari pengamatan 45 menit ke 120
menit (perubahan memiliki rentang 6 mm). Berdasarkan
koordinat yang dihasilkan, terjadi penurunan ketelitian
pada pengamatan 30 menit dibandingkan 15 menit.
Kualitas data dari titik-titik lain akan berpengaruh
terhadap titik G, terutama yang memiliki baseline
dengan titik G. Selanjutnya nilai koordinat mengalami
penurunan dan peningkatan ketelitian dengan rentang
1,6 cm.
97

Gambar 4.30 Hasil Pengolahan Jaring Titik J

Hasil pengolahan data titik J menunjukan bahwa


pada pengamatan 15 menit menghasilkan standar deviasi
0,062 m yang selanjutnya mengalami penurunan nilai
hingga pengamatan 45 menit dengan nilai 0,009 m.
Selanjutnya standar deviasi mengalami peningkatan dan
penurunan nilai hingga pengamatan 120 menit dalam
rentang 5 mm.Begitu pula dengan nilai selisih easting,
pada pengamatan 15 menit memiliki nilai 1,612 m dan
selanjutnya pada pengamatan 45 menit menjadi 0,024 m.
Sedangkan untuk nilai selisih northing, pada
pengamatan 15 menit memiliki nilai 0,437 m dan
selanjutnya pada pengamatan 45 menit menjadi 0,021 m.
Pada pengamatan 45 menit hingga 105 menit terjadi
perubahan nilai koordinat dengan rentang 0,024 m.
98

4.4 Analisa Perbandingan Hasil Metode Radial dan Jaring

Pada pengukuran menggunakan metode radial dan jaring


menghasilkan nilai koordinat yang berbeda. Berikut
merupakan selisih nilai koordinat yang dihasilkan antara kedua
metode dan waktu pengamatan.

Tabel 4.29 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring Titik B


East Jaring (cm)
Titik
Waktu
B 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' 2,9 -0,1 0,9 -0,5 0,5 0,5 0,9 0,8
30' 2,4 -0,6 0,4 -1,0 0,0 0,0 0,4 0,3
45' 4,0 1,0 2,0 0,6 1,6 1,6 2,0 1,9
Radial (cm)

60' 4,3 1,3 2,3 0,9 1,9 1,9 2,3 2,2


75' 3,6 0,6 1,6 0,2 1,2 1,2 1,6 1,5
90' 3,5 0,5 1,5 0,1 1,1 1,1 1,5 1,4
105' 3,3 0,3 1,3 -0,1 0,9 0,9 1,3 1,2
120' 3,0 0,0 1,0 -0,4 0,6 0,6 1,0 0,9

Perbandingan nilai easting dari kedua metode


tersebut menghasilkan selisih minimum 0 cm,
maksimum 4,3 cm dan memiliki rata-rata selisih 1,2 cm.
Selisih terbesar dihasilkan pada pengamatan jaring 15
menit dengan radial 60 menit.
99

Tabel 4.30 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring Titik B


North
Jaring (cm)
Titik
B Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' -1,2 -5,0 -3,7 -0,9 -1,0 -1,1 -1,4 -1,2
30' -0,6 -4,4 -3,1 -0,3 -0,4 -0,5 -0,8 -0,6
45' -0,8 -4,6 -3,3 -0,5 -0,6 -0,7 -1,0 -0,8
Radial (cm)

60' -0,9 -4,7 -3,4 -0,6 -0,7 -0,8 -1,1 -0,9


75' -0,9 -4,7 -3,4 -0,6 -0,7 -0,8 -1,1 -0,9
90' -0,7 -4,5 -3,2 -0,4 -0,5 -0,6 -0,9 -0,7
105' -0,6 -4,4 -3,1 -0,3 -0,4 -0,5 -0,8 -0,6
120' -0,6 -4,4 -3,1 -0,3 -0,4 -0,5 -0,8 -0,6

Perbandingan nilai northing dari kedua metode


tersebut menghasilkan selisih minimum 0,3 cm,
maksimum 5,0 cm dan memiliki rata-rata selisih 1,5 cm.

Tabel 4.31 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring Titik C


East
Jaring (cm)
Titik
C Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' -1,2 1,1 1,1 1,0 1,7 1,1 1,4 1,2
30' -1,6 0,7 0,7 0,6 1,3 0,7 1,0 0,8
45' -1,6 0,7 0,7 0,6 1,3 0,7 1,0 0,8
Radial (cm)

60' -1,6 0,7 0,7 0,6 1,3 0,7 1,0 0,8


75' -1,4 0,9 0,9 0,8 1,5 0,9 1,2 1,0
90' -1,2 1,1 1,1 1,0 1,7 1,1 1,4 1,2
105' -1,7 0,6 0,6 0,5 1,2 0,6 0,9 0,7
120' -1,2 1,1 1,1 1,0 1,7 1,1 1,4 1,2

Titik C dengan jarak baseline radial 2,992 km


memiliki rata-rata selisih easting antara radial dan
100

jaring sebesar 1 cm. Selisih tertinggi mencapai 1,7 cm


dan selisih terendah memiliki nilai 0,5 cm.

Tabel 4.32 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring Titik C


North
Jaring (cm)
Titik
C Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' 0,2 -0,5 -0,5 -0,4 -0,6 -0,8 -1,0 -0,9
30' 0,4 -0,3 -0,3 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -0,7
45' 0,5 -0,2 -0,2 -0,1 -0,3 -0,5 -0,7 -0,6
Radial (cm)

60' 0,5 -0,2 -0,2 -0,1 -0,3 -0,5 -0,7 -0,6


75' 0,4 -0,3 -0,3 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -0,7
90' 0,3 -0,4 -0,4 -0,3 -0,5 -0,7 -0,9 -0,8
105' 0,7 0,0 0,0 0,1 -0,1 -0,3 -0,5 -0,4
120' 0,4 -0,3 -0,3 -0,2 -0,4 -0,6 -0,8 -0,7

Nilai northing yang dihasilkan antara metode radial


dan jaring memiliki rata-rata 0,4 cm. Nilai selisih
tertinggi memiliki nilai 1 cm dan selisih terendah
bernilai nol.

Tabel 4.33 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring Titik D


East
Jaring (cm)
Titik
D Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' -1,8 0,6 -0,2 -0,5 0,1 -1,3 -1,6 -1,4
30' -1,5 0,9 0,1 -0,2 0,2 -1,0 -1,3 -1,1
45' -1,6 0,8 0,0 -0,3 0,1 -1,1 -1,4 -1,2
Radial (cm)

60' -1,7 0,7 -0,1 -0,4 0,0 -1,2 -1,5 -1,3


75' -1,6 0,8 0,0 -0,3 0,1 -1,1 -1,4 -1,2
90' -1,1 1,3 0,5 0,2 0,6 -0,6 -0,9 -0,7
105' -0,9 1,5 0,7 0,4 0,8 -0,4 -0,7 -0,5
120' -0,7 1,7 0,9 0,6 1,0 -0,2 -0,5 -0,3
101

Perbandingan nilai easting dari kedua metode


tersebut menghasilkan selisih minimum 0 cm,
maksimum 1,8 cm dan memiliki rata-rata selisih 0,8 cm.
Selisih terbesar dihasilkan pada pengamatan jaring 15
menit dengan radial 15 menit.

Tabel 4.34 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring Titik D


North Jaring (cm)
Titik
Waktu
D 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' -1,7 -2,4 -2,0 0,0 0,0 0,1 0,4 0,3
30' -1,3 -2,0 -1,6 0,4 0,4 0,5 0,8 0,7
45' -1,3 -2,0 -1,6 0,4 0,4 0,5 0,8 0,7
Radial (cm)

60' -1,6 -2,3 -1,9 0,1 0,1 0,2 0,5 0,4


75' -1,7 -2,4 -2,0 0,0 0,0 0,1 0,4 0,3
90' -1,4 -2,1 -1,7 0,3 0,3 0,4 0,7 0,6
105' -1,4 -2,1 -1,7 0,3 0,3 0,4 0,7 0,6
120' -1,6 -2,3 -1,9 0,1 0,1 0,2 0,5 0,4

Perbandingan nilai northing titik D dari kedua


metode tersebut menghasilkan selisih minimum 0 cm,
maksimum 2,4 cm dan memiliki rata-rata selisih 0,9 cm.
Selisih terbesar dihasilkan pada pengamatan jaring 30
menit dengan radial 15 menit.
102

Tabel 4.35 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring Titik E


East
Jaring (cm)
Titik
E Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' 9,9 27,8 2,2 0,5 1,4 0,6 0,6 0,7
30' 10,1 28,0 2,4 0,7 1,6 0,8 0,8 0,9
45' 9,6 27,5 1,9 0,2 1,1 0,3 0,3 0,4
Radial (cm)

60' 8,4 26,3 0,7 -1,0 -0,1 -0,9 -0,9 -0,8


75' 9,0 26,9 1,3 -0,4 0,5 -0,3 -0,3 -0,2
90' 8,8 26,7 1,1 -0,6 0,3 -0,5 -0,5 -0,4
105' 8,1 26,0 0,4 -1,3 -0,4 -1,2 -1,2 -1,1
120' 7,2 25,1 -0,5 -2,2 -1,3 -2,1 -2,1 -2,0

Titik E dengan jarak baseline radial 10,048 km


memiliki rata-rata selisih easting antara radial dan jaring
sebesar 5,1 cm. Selisih tertinggi mencapai 28,0 cm dan
selisih terendah memiliki nilai 0,1 cm.

Tabel 4.36 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring Titik E


North
Jaring (cm)
Titik
E Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' 5,9 -6,3 0,7 3,1 2,4 2,6 2,1 2,2
30' 5,2 -7,0 0,0 2,4 1,7 1,9 1,4 1,5
45' 4,5 -7,7 -0,7 1,7 1,0 1,2 0,7 0,8
Radial (cm)

60' 3,3 -8,9 -1,9 0,5 -0,2 0,0 -0,5 -0,4


75' 2,8 -9,4 -2,4 0,0 -0,7 -0,5 -1,0 -0,9
90' 3,2 -9 -2,0 0,4 -0,3 -0,1 -0,6 -0,5
105' 4,4 -7,8 -0,8 1,6 0,9 1,1 0,6 0,7
120' 5,1 -7,1 -0,1 2,3 1,6 1,8 1,3 1,4

Nilai northing yang dihasilkan antara metode radial


dan jaring untuk titik E memiliki rata-rata 2,3 cm. Nilai
103

selisih tertinggi memiliki nilai 9,4 cm dan selisih


terendah bernilai nol.

Tabel 4.37 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring Titik F


East
Jaring (cm)
Titik
F Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' -0,5 1,3 1,0 0,7 1,6 1,0 0,5 1,1
30' 0,9 2,7 2,4 2,1 3,0 2,4 1,9 2,5
45' -0,9 0,9 0,6 0,3 1,2 0,6 0,1 0,7
Radial (cm)

60' 0,1 1,9 1,6 1,3 2,2 1,6 1,1 1,7


75' 0,2 2,0 1,7 1,4 2,3 1,7 1,2 1,8
90' 0,1 1,9 1,6 1,3 2,2 1,6 1,1 1,7
105' 0,1 1,9 1,6 1,3 2,2 1,6 1,1 1,7
120' -0,3 1,5 1,2 0,9 1,8 1,2 0,7 1,3

Perbandingan nilai easting menghasilkan selisih


minimum 0,1 cm, maksimum 3,0 cm dan memiliki rata-
rata selisih 1,4 cm. Selisih terbesar dihasilkan pada
pengamatan jaring 75 menit dengan radial 30 menit.

Tabel 4.38 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring Titik F


North Jaring (cm)
Titik
F Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' 1,7 1,5 2,0 4,0 3,8 3,3 3,8 3,3
30' 0,8 0,6 1,1 3,1 2,9 2,4 2,9 2,4
45' 1,8 1,6 2,1 4,1 3,9 3,4 3,9 3,4
Radial (cm)

60' 2,0 1,8 2,3 4,3 4,1 3,6 4,1 3,6


75' 1,9 1,7 2,2 4,2 4,0 3,5 40 3,5
90' 2,3 2,1 2,6 4,6 4,4 3,9 4,4 3,9
105' 1,7 1,5 2,0 4,0 3,8 3,3 3,8 3,3
120' 1,5 1,3 1,8 3,8 3,6 3,1 3,6 3,1
104

Perbandingan nilai northing titik F dari kedua


metode tersebut menghasilkan selisih minimum 0,6 cm,
maksimum 4,6 cm dan memiliki rata-rata selisih 2,9 cm.
Selisih terbesar dihasilkan pada pengamatan jaring 60
menit dengan radial 95 menit.

Tabel 4.39 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring Titik G


East
Jaring (cm)
Titik
G Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' 12,4 29,8 3,7 2,7 3,3 2,5 2,6 2,7
30' 12,3 29,7 3,6 2,6 3,2 2,4 2,5 2,6
45' 12,5 29,9 3,8 2,8 3,4 2,6 2,7 2,8
Radial (cm)

60' 12,4 29,8 3,7 2,7 3,3 2,5 2,6 2,7


75' 12,5 29,9 3,8 2,8 3,4 2,6 2,7 2,8
90' 12,5 29,9 3,8 2,8 3,4 2,6 2,7 2,8
105' 12,4 29,8 3,7 2,7 3,3 2,5 2,6 2,7
120' 12,0 29,4 3,3 2,3 2,9 2,1 2,2 2,3

Titik G dengan jarak baseline radial 18,560 km


memiliki rata-rata selisih easting antara radial dan jaring
sebesar 7,4 cm. Selisih tertinggi mencapai 29,9 cm dan
selisih terendah memiliki nilai 2,1 cm.

Tabel 4.40 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring Titik G


North Jaring (cm)
Titik
G Waktu
15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' 2,0 -7,5 -0,8 -0,5 -1,3 -1,0 -1,5 -1,4
Radial (cm)

30' 1,5 -8,0 -1,3 -1,0 -1,8 -1,5 -2,0 -1,9


45' 2,0 -7,5 -0,8 -0,5 -1,3 -1,0 -1,5 -1,4
60' 1,3 -8,2 -1,5 -1,2 -2,0 -1,7 -2,2 -2,1
75' 1,1 -8,4 -1,7 -1,4 -2,2 -1,9 -2,4 -2,3
105

Lanjutan Tabel 4.37 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring


Titik G
North
Jaring (m)
Titik
G Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
Radial (m)

90' 2 7.5 0.8 0.5 1.3 1 1.5 1.4


105' 1.5 8 1.3 1 1.8 1.5 2 1.9
120' 2 7.5 0.8 0.5 1.3 1 1.5 1.4

Nilai northing yang dihasilkan antara metode radial


dan jaring untuk titik G memiliki rata-rata 2,5 cm. Nilai
selisih tertinggi memiliki nilai 8,6 cm dan selisih
terendah bernilai 0,5 cm.

Tabel 4.41 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring Titik H


East
Jaring (cm)
Titik
H Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' -164,4 25,7 -0,7 -4,0 -3,0 -3,6 -3,5 -3,0
30' -79,9 110,2 83,8 80,5 81,5 80,9 81 81,5
45' -159,0 31,1 4,7 1,4 2,4 1,8 1,9 2,4
Radial (cm)

60' -157,1 33,0 6,6 3,3 4,3 3,7 3,8 4,3


75' -156,4 33,7 7,3 4,0 5,0 4,4 4,5 5,0
90' -156,9 33,2 6,8 3,5 4,5 3,9 4,0 4,5
105' -156,9 33,2 6,8 3,5 4,5 3,9 4,0 4,5
120' -156,9 33,2 6,8 3,5 4,5 3,9 4,0 4,5

Perbandingan nilai easting dari kedua metode


tersebut menghasilkan selisih minimum 0,7 cm,
maksimum 164,4 cm dan memiliki rata-rata selisih 34,0
cm. Selisih terbesar dihasilkan pada pengamatan jaring
15 menit dengan radial 15 menit.
106

Tabel 4.42 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring Titik H


North
Jaring (cm)
Titik
H Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' -7,8 30,9 37,6 35,9 35,9 35,7 35,6 35,6
30' -53,4 -14,7 -8,0 -9,7 -9,7 -9,9 -10,0 -10,0
45' -51,1 -12,4 -5,7 -7,4 -7,4 -7,6 -7,7 -7,7
Radial (cm)

60' -50,2 -11,5 -4,8 -6,5 -6,5 -6,7 -6,8 -6,8


75' -47,5 -8,8 -2,1 -3,8 -3,8 -4,0 -4,1 -4,1
90' -48,1 -9,4 -2,7 -4,4 -4,4 -4,6 -4,7 -4,7
105' -48,1 -9,4 -2,7 -4,4 -4,4 -4,6 -4,7 -4,7
120' -48,1 -9,4 -2,7 -4,4 -4,4 -4,6 -4,7 -4,7

Perbandingan nilai northing titik H dari kedua


metode tersebut menghasilkan selisih minimum 2,1 cm,
maksimum 53,4 cm dan memiliki rata-rata selisih 14,3
cm. Selisih terbesar dihasilkan pada pengamatan jaring
15 menit dengan radial 30 menit.

Tabel 4.43 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring Titik I


East
Jaring (cm)
Titik
I Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' 11,5 30,1 4,0 2,4 3,1 2,2 2,4 2,4
30' 12,1 30,7 4,6 3,0 3,7 2,8 3,0 3,0
45' 10,4 29,0 2,9 1,3 2,0 1,1 1,3 1,3
Radial (cm)

60' 10,3 28,9 2,8 1,2 1,9 1,0 1,2 1,2


75' 9,9 28,5 2,4 0,8 1,5 0,6 0,8 0,8
90' 9,4 28,0 1,9 0,3 1,0 0,1 0,3 0,3
105' 9,4 28,0 1,9 0,3 1,0 0,1 0,3 0,3
120' 8,3 26,9 0,8 -0,8 -0,1 -1,0 -0,8 -0,8
107

Titik I dengan jarak baseline radial 18,560 km


memiliki rata-rata selisih easting antara radial dan jaring
sebesar 6,0 cm. Selisih tertinggi mencapai 30,7 cm dan
selisih terendah memiliki nilai 0,1 cm.

Tabel 4.44 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring Titik I


North
Jaring (cm)
Titik
I Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' 0,9 -9,4 -2,0 -2,0 -2,8 -2,6 -3,1 -2,9
30' 1,6 -8,7 -1,9 -1,3 -2,1 -1,9 -2,4 -2,2
45' 1,7 -8,6 -2,2 -1,2 -2,0 -1,8 -2,3 -2,1
Radial (cm)

60' 1,4 -8,9 -2,0 -1,5 -2,3 -2,1 -2,6 -2,4


75' 1,6 -8,7 -1,8 -1,3 -2,1 -1,9 -2,4 -2,2
90' 1,8 -8,5 -2,6 -1,1 -1,9 -1,7 -2,2 -2,0
105' 1,0 -9,3 -1,7 -1,9 -2,7 -2,5 -3,0 -2,8
120' 1,9 -8,4 -1,7 -1,0 -1,8 -1,6 -2,1 -1,9

Nilai northing yang dihasilkan antara metode radial


dan jaring untuk titik I memiliki rata-rata 2,8 cm. Nilai
selisih tertinggi memiliki nilai 9,4 cm dan selisih
terendah bernilai 0,9 cm.

Tabel 4.45 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring Titik J


East
Jaring (cm)
Titik
J Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' -190,0 0,1 -26,4 -29,8 -28,7 -29,2 -29,1 -28,8
Radial (cm)

30' -172,3 17,8 -8,7 -12,1 -11,0 -11,5 -11,4 -11,1


45' -172,6 17,5 -9,0 -12,4 -11,3 -11,8 -11,7 -11,4
60' -188,6 1,5 -25,0 -28,4 -27,3 -27,8 -27,7 -27,4
75' -166,2 23,9 -2,6 -6,0 -4,9 -5,4 -5,3 -5,0
108

Lanjutan Tabel 4.45 Perbandingan Hasil Easting Radial dan Jaring titik J
East
Jaring (m)
Titik
J Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
Radial (m)

90' -156,5 33,6 7,1 3,7 4,8 4,3 4,4 4,7


105' -157,6 32,5 6 2,6 3,7 3,2 3,3 3,6
120' -156,2 33,9 7,4 4,0 5,1 4,6 4,7 5,0

Perbandingan nilai easting dari kedua metode


tersebut menghasilkan selisih minimum 0,1 cm,
maksimum 190,0 cm dan memiliki rata-rata selisih 3,2
cm. Selisih terbesar dihasilkan pada pengamatan jaring
15 menit dengan radial 15 menit.

Tabel 4.46 Perbandingan Hasil Northing Radial dan Jaring Titik J


North
Jaring (cm)
Titik
J Waktu 15' 30' 45' 60' 75' 90' 105' 120'
15' -45,3 -6,3 0,5 -1,2 -1,4 -1,6 -1,8 -1,6
30' 11,3 50,3 57,1 55,4 55,2 55,0 54,8 55,0
45' 11,1 50,1 56,9 55,2 55,0 54,8 54,6 54,8
Radial (cm)

60' -14,1 24,9 31,7 30,0 29,8 29,6 29,4 29,6


75' -48,6 -9,6 -2,8 -4,5 -4,7 -4,9 -5,1 -4,9
90' -45,2 -6,2 0,6 -1,1 -1,3 -1,5 -1,7 -1,5
105' -43,5 -4,5 2,3 0,6 0,4 0,2 0,0 0,2
120' -46,1 -7,1 -0,3 -2,0 -2,2 -2,4 -2,6 -2,4

Perbandingan nilai northing titik J dari kedua


metode tersebut menghasilkan selisih minimum 0 cm,
maksimum 57,1 cm dan memiliki rata-rata selisih 20,7
cm. Selisih terbesar dihasilkan pada pengamatan jaring
45 menit dengan radial 30 menit.
109

Gambar 4.31 Perbandingan Nilai Selisih Easting Terhadap Acuan

Gambar 4.32 Perbandingan Nilai Selisih Northing Terhadap Acuan

Berdasarkan Gambar 4.31 dan Gambar 4.32


diketahui bahwa secara keseluruhan nilai koordinat baik
easting maupun northing yang dihasilkan oleh metode
jaring lebih terliti dibandingkan metode radial.
110

“Halaman ini Sengaja Dikosongkan”


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

1. Standar deviasi horizontal pada pengamatan 15 menit


memiliki rata-rata nilai 0,128 m untuk radial dan 0,050 m
untuk jaring; pengamatan 30 menit memiliki rata-rata
0,128 m untuk radial dan 0,008 m untuk jaring; 45 menit
memiliki rata-rata 0,017 m untuk radial dan 0,007 m untuk
jaring; pengamatan 60 menit memiliki rata-rata 0,009 m
untuk radial dan 0,012 m untuk jaring; pengamatan 75
menit memiliki rata-rata 0,009 m untuk radial dan 0,011
untuk jaring; pengamatan 90 menit memiliki rata-rata
0,008 m untuk radial dan 0,011 m untuk jaring;
pengamatan 105 menit memiliki rata-rata 0,007 m untuk
radial dan 0,011 m untuk jaring; pengamatan 120 menit
memiliki rata-rata 0,007 m untuk radial dan 0,010 m untuk
jaring.
2. Selisih nilai koordinat maksimum terhadap acuan pada
pengamatan 15 menit adalah 0,357 m untuk radial dan
1,671 m untuk jaring; pengamatan 30 menit memiliki
selisih koordinat 0,821 m untuk radial dan 0,292 m untuk
jaring; pengamatan 45 menit memiliki selisih koordinat
maksimum 0,559 m untuk radial dan 0,031 m untuk jaring;
pengamatan 60 menit menghasilkan keselahan koordinat
terbesar dengan nilai 0,403 m untuk radial dan 0,013 m
untuk jaring; pengamatan 75 menit memiliki selisih
koordinat maksimum 0,070 m untuk radial dan 0,013
untuk jaring; pengamatan 90 menit menghasilkan selisih
koordinat maksimum 0,049 m untuk radial dan 0,006 m
untuk jaring; pengamatan 105 menit memiliki kesalahan
koordinat maksimum sebesar 0,051 m untuk radial dan

111
112

0,007 m untuk jaring sedangkan pengamatan 120 menit


menghasilkan kesalahan koordinat maksimal sebesar
0,047 m untuk metode radial.
3. Secara keseluruhan metode radial menghasilkan nilai
kesalahan koordinat pada rentang 0,001 m – 0,815
m,sedangkan meode jaring menghasilkan nilai kesalahan 0
m – 0,437 m. Selisih nilai easting yang dihasilkan metode
radial dan jaring berada pada rentang 0 – 1,9 m dengan
rata-rata selisih 0,100 m. Selisih northing dari kedua
metode tersebut berada pada rentang 0 – 0,571 m dengan
rata-rata 0,053 m.
4. Pengukuran GCP foto udara resolusi 10 cm dapat dilakukan
dengan pengamatan GNSS metode radial dengan lama
pengamatan 15 menit untuk baseline 0 – 10 km dan
pengamatan 90 menit untuk baseline 10 – 20 km atau
menggunakan metode jaring dengan lama pengamatan 45
menit. Pengukuran GCP CSRT dengan ketelitian minimum
20 cm dapat dilakukan dengan pengamatan GNSS metode
radial selama 15 menit untuk baseline 0 - 10 km dan 75
menit untuk baeline 10 - 20 km atau dengan menggunakan
metode jaring selama 45 menit. Sedangkan untuk GCP
LiDAR yang membutuhkan ketelitian horizontal minimum
30 cm dapat dilakukan dengan metode radial selama 15
menit untuk baseline kurang dari 10 km dan 60 menit untuk
baseline 10 – 20 km. Selain itu juga dapat dilakukan
pengamatan selama 45 menit apabila menggunakan metode
jaring.
113

5.2 Saran

a. Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai spesifikasi alat


yang digunakan dan seberapa besar perbedaan nilai
koordinat yang dihasilkan.
b. Untuk pengamatan menggunakan metode radial
diharapkan menggunakan satu jenis receiver yang sama
dan memiliki akurasi yang cukup baik.
c. Pengamatan dilakukan secara independen dengan lama
pengamatan 15', 30', 45', 60', 75', 90', 105', 120'.
114

“Halaman ini Sengaja Dikosongkan”


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Hasanuddin Z. 2000. Penentuan Posisi GPS dan


Aplikasinya. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Abidin, Hasanuddin Z. 2001. Geodesi Satelit. PT. Pradnya
Paramita.
Abidin, Hasanuddin Z, dan Kahar, J. 2011. Survei dengan GPS
cetakan ketiga. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Anjasmara, Ira Mutiara. 2005. Hitung Kerangka Geodesi.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Bakara, Jakondar. 2011. Perkembangan Sistem Satelit Navigasi
Global dan Aplikasinya. Berita Dirgantara Vol. 12 No. 2
38-47.
BIG. 2016. Modul Validasi Peta Rencana Tata Ruang. BIG.
Darmawan, Abidin, Hasanuddin Z., dan Djaja. 2000. Strategi
Pengolahan Data GPS untuk Pemantauan Penurunan
Tanah: Studi Pereduksian Bias Atmosfir. Jurnal Surveying
dan Geodesi Vol X No. 2.
El-Rabbany. 2002. Introduction to GPS The Global Positioning.
Boston: Artech House.
Ghilani, Charles D. 2010. Adjustment Computation: Spatial Data
Analysis Fifth Edition. New Jersey: John Wiley & Sons,
Inc.
Hasyim, Abdul Wahid. 2009. Menentukan Titik Kontrol Tanah
(GCP) dengan Menggunakan Teknik GPS dan Citra Satelit
untuk Perencanaan Perkotaan.

115
116

Hi-Target. 2015. V30 GNSS RTK System. Hi-Target. Diakses


pada 06-06-2018.
http://en.hitarget.com.cn/product/detail.aspx?node=10100
5001&pid=108&catid=3.
Hofman-Wellenhof, B, H Lichtenegger, dan J Collins. 2000. GPS
Theory and Practice. Austria: Springer-Verlag Wien New
York.
Nasional, Badan Standarisasi. 2002. SNI 19-6724-2002 Jaring
Kontrol Horisontal. BIG.
NovAtel, Inc. 2015. An Introduction to GNSS, second edition.
Canada: NovAtel Inc.
Prasetyaningsih, Dina. 2012. Partisipasi Indonesia dalam
Pembahasan Sistem Satelit Navigasi Global (Global
Navigation Satellite System) dalam Sidang UNCOPUOS.
Berita Dirgantara Vol. 13 No. 4 123.
Pribadi, Khairy Kharisma. 2016. Pengukuran dan Pengamatan
Ground Control Point (GCP) dalam Misi Pemotreatan
Udara di Area Pembangkit Listrik Tenaga Air Ketenger
Kabupaten Banyumas. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia.
Rudianto, Bambang, dan Izman, Yan. 2011. Analisis Komparatif
Ketelitian Posisi Titik Hasil Pengukuran dari Satelit GPS
dan Satelit Glonass. Bandung: Institut Teknologi Nasional.
Safi'i, Ayu Nur, Putra, dan Lumban, Yustisi Ardhitasari. 2016.
Analisis Perbandingan Ketelitian Hasil Pengukuran GCP
Menggunakan GPS Metode RTK-NTRIP dan Statik untuk
Koreksi Citra Satelit Resolusi Tinggi. Seminar Nasional
Peran Geospasial dalam Membingkai NKRI 101-108.
117

Satirapod, Chalermchon, dan Chalermwattanachai, Prapod. 2005.


Impact of Different Tropospheric Models on GPS Baseline
Accuracy: Case Study in Thailand. Journal of Global
Positioning System.
Shamsi, U M. 2005. GIS Application for Water, Wastewater, and
Stormwater System. Florida.
SOKKIA. 2012. GRX1 Operator's Manual. California.
Topcon. 2004. HiperPro completely cable free, GPS+RTK System
With Integrated UHF Radio. 1-2.
Wells, David, Beck, Delikaraoglou, Alfred Kleusberg, Edward J
Krakiwsky, Gerard Lachapelle, Richard B Langley, et al.
1999. Guide to GPS Positioning. Kanada: University of
New Brunswick.
118

“Halaman ini Sengaja Dikosongkan”


LAMPIRAN
Lampiran 1. Koordinat Titik GCP Metode Radial

Pengamatan Radial 15 Menit

Nama Titik Easting (m) Northing (m)


B 696440,500 9202756,161
C 695537,956 9196271,674
D 696603,578 9190041,456
E 688687,034 9198268,914
F 691800,567 9192801,801
G 681967,080 9203906,715
H 685337,433 9189588,520
I 679559,295 9197261,175
J 680478,032 9191355,752

Pengamatan Radial 30 Menit

Nama Titik Easting (m) Northing (m)


B 696440,505 9202756,155
C 695537,960 9196271,672
D 696603,575 9190041,452
E 688687,032 9198268,921
F 691800,553 9192801,810
G 681967,081 9203906,720
H 685336,588 9189588,976
I 679559,289 9197261,168
J 680477,855 9191355,186

119
120

Pengamatan Radial 45 Menit

Nama Titik Easting (m) Northing (m)


B 696440,489 9202756,157
C 695537,960 9196271,671
D 696603,576 9190041,452
E 688687,037 9198268,928
F 691800,571 9192801,800
G 681967,079 9203906,715
H 685337,379 9189588,953
I 679559,306 9197261,167
J 680477,858 9191355,188

Pengamatan Radial 60 Menit

Nama Titik Easting (m) Northing (m)


B 696440,486 9202756,158
C 695537,960 9196271,671
D 696603,577 9190041,455
E 688687,049 9198268,940
F 691800,561 9192801,798
G 681967,080 9203906,722
H 685337,360 9189588,944
I 679559,307 9197261,170
J 680478,018 9191355,440
121

Pengamatan Radial 75 Menit

Nama Titik Easting (m) Northing (m)


B 696440,493 9202756,158
C 695537,958 9196271,672
D 696603,576 9190041,456
E 688687,043 9198268,945
F 691800,560 9192801,799
G 681967,079 9203906,724
H 685337,353 9189588,917
I 679559,311 9197261,168
J 680477,794 9191355,785

Pengamatan Radial 90 Menit

Nama Titik Easting (m) Northing (m)


B 696440,494 9202756,156
C 695537,956 9196271,673
D 696603,571 9190041,453
E 688687,045 9198268,941
F 691800,561 9192801,795
G 681967,079 9203906,725
H 685337,371 9189588,913
I 679559,316 9197261,166
J 680477,697 9191355,751
122

Pengamatan Radial 105 Menit

Nama Titik Easting (m) Northing (m)


B 696440,496 9202756,155
C 695537,961 9196271,669
D 696603,569 9190041,453
E 688687,052 9198268,929
F 691800,561 9192801,801
G 681967,080 9203906,726
H 685337,371 9189588,913
I 679559,316 9197261,174
J 680477,708 9191355,734

Pengamatan Radial 120 Menit

Nama Titik Easting (m) Northing (m)


B 696440,499 9202756,155
C 695537,956 9196271,672
D 696603,567 9190041,455
E 688687,061 9198268,922
F 691800,565 9192801,803
G 681967,084 9203906,725
H 685337,371 9189588,913
I 679559,327 9197261,165
J 680477,708 9191355,734
123

Lampiran 2. Koordinat Titik GCP Metode Jaring

Pengamatan Jaring 15 Menit

Nama Titik Easting (m) Northing (m)


B 696440,529 9202756,149
C 695537,944 9196271,676
D 696603,560 9190041,439
E 688687,133 9198268,973
F 691800,562 9192801,818
G 681967,204 9203906,735
H 685335,789 9189588,442
I 679559,410 9197261,184
J 680476,132 9191355,299

Pengamatan Jaring 30 Menit

Nama Titik Easting (m) Northing (m)


B 696440,499 9202756,111
C 695537,967 9196271,669
D 696603,584 9190041,432
E 688687,312 9198268,851
F 691800,58 9192801,816
G 681967,378 9203906,640
H 685337,690 9189588,829
I 679559,596 9197261,081
J 680478,033 9191355,689
124

Pengamatan Jaring 45 Menit

Nama Titik Easting (m) Northing (m)


B 696440,509 9202756,124
C 695537,967 9196271,669
D 696603,576 9190041,436
E 688687,056 9198268,921
F 691800,577 9192801,821
G 681967,117 9203906,707
H 685337,426 9189588,896
I 679559,335 9197261,148
J 680477,768 9191355,757

Pengamatan Jaring 60 Menit

Nama Titik Easting (m) Northing (m)


B 696440,495 9202756,152
C 695537,966 9196271,670
D 696603,573 9190041,456
E 688687,039 9198268,945
F 691800,574 9192801,841
G 681967,107 9203906,710
H 685337,393 9189588,879
I 679559,319 9197261,155
J 680477,734 9191355,74
125

Pengamatan Jaring 75 Menit

Nama Titik Easting (m) Northing (m)


B 696440,505 9202756,151
C 695537,973 9196271,668
D 696603,577 9190041,456
E 688687,048 9198268,938
F 691800,583 9192801,839
G 681967,113 9203906,702
H 685337,403 9189588,879
I 679559,326 9197261,147
J 680477,745 9191355,738

Pengamatan Jaring 90 Menit

Nama Titik Easting (m) Northing (m)


B 696440,505 9202756,15
C 695537,967 9196271,666
D 696603,565 9190041,457
E 688687,040 9198268,940
F 691800,577 9192801,834
G 681967,105 9203906,705
H 685337,397 9189588,877
I 679559,317 9197261,149
J 680477,740 9191355,736
126

Pengamatan Jaring 105 Menit

Nama Titik Easting (m) Northing (m)


B 696440,509 9202756,147
C 695537,970 9196271,664
D 696603,562 9190041,460
E 688687,040 9198268,935
F 691800,572 9192801,839
G 681967,106 9203906,700
H 685337,398 9189588,876
I 679559,319 9197261,144
J 680477,741 9191355,734

Pengamatan Jaring 120 Menit

Nama Titik Easting (m) Northing (m)


B 696440,508 9202756,149
C 695537,968 9196271,665
D 696603,564 9190041,459
E 688687,041 9198268,936
F 691800,578 9192801,834
G 681967,107 9203906,701
H 685337,403 9189588,876
I 679559,319 9197261,146
J 680477,744 9191355,736
127

Lampiran 3. Error Ellipse Metode Radial


Pengamatan 15 Menit

Pengamatan 30 Menit
128

Pengmatan 45 Menit

Pengamatan 60 Menit
129

Pengamatan 75 Menit

Pengamatan 90 Menit
130

Pengamatan 105 Menit

Pengamatan 120 Menit


131

Lampiran 4 Error Ellipse Metode Jaring

Keterangan: Baseline berwarna merah adalah baseline yang


memiliki nilai residu lebih dari 5 cm, sedangkan baseline warna
hijau menunjukan baseline dengan nilai residu kurang dari 5 cm
(ketelitian minimum untuk GCP foto udara resolusi 10 cm).
Pengamatan 15 Menit

Pengamatan 30 Menit
132

Pengamatan 45 Menit

Pengamatan 60 Menit
133

Pengamatan 75 Menit

Pengamatan 90 Menit
134

Pengamatan 105 Menit

Pengamatan 120 Menit


135

Lampiran 5 Form Ukur Survei GNSS

Gambar 1. Form Survei GNSS BM ITS 01


136

Gambar 2. Form Survei GNSS Titik B


137

Gambar 3. Form Survei GNSS Titik C


138

Gambar 4. Form Survei GNSS Titik D


139

Gambar 5. Form Survei GNSS Titik E


140

Gambar 6. Form Survei GNSS Titik F


141

Gambar 7. Form Survei GNSS Titik G


142

Gambar 8. Form Survei GNSS Titik H


143

Gambar 9. Form Survei GNSS Titik I


144

Gambar 10. Form Survei GNSS Titik J


145

Lampiran 6. Dokumentasi Survei GNSS

Gambar 11. Dokumentasi Survei Gambar 12. Dokumentasi Survei


BM ITS 01 Titik B

Gambar 13. Dokumentasi Survei Gambar 14. Dokumentasi Survei


Titik C Titik D
146

Gambar 15. Dokumentasi Survei Gambar 16. Dokumentasi Survei


Titik E Titik F

Gambar 17. Dokumentasi Survei Gambar 18. Dokumentasi Survei


Titik G Titik H
147

Gambar 19. Dokumentasi Survei Gambar 20. Dokumentasi Survei


Titik I Titik J
148

“Halaman ini Sengaja Dikosongkan”


BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Malang, 24 Januari


1997. Penulis pernah menempuh pendidikan
formal di TK Dian Pertiwi Kota Malang.
Kemudian melanjutkan di SD Negeri
Blimbing 3 Kota Malang, SMP Negeri 21
Malang dan SMA Negeri 4 Malang. Pada
tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan
di Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya. Penulis diterima pada
perguruan tinggi tersebut melalui jalur SNMPTN. Selama menjadi
mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa kegiatan. Pada tahun
pertama, penulis aktif dalam acara kepanitiaan baik dari jurusan,
fakultas maupun institusi. Pada tahun kedua penulis mengikuti
organisasi mahasiswa sebagai Staff Departemen Sosial HIMAGE
- ITS 2015/2016. Pada periode 2016/2017 penulis melanjutkan
kegiatan organisasi mahasiswa sebagai Kepala Departemen Sosial
HIMAGE – ITS 2016/2017.

149

Anda mungkin juga menyukai