PEMETAAN KADASTRAL
Dosen Pengampu : Dr. Bilal Maruf
Anindya Sricandr,S.T. M. Eng
Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
Rifqi Khoirunnisa
H. Aqim M. P
Farid Rohman
Budi Makmur
Arifian Kusuma H
NIM. 14/361427/SV/05706
NIM.
NIM. 14/368265/SV/06777
NIM.
NIM.
Judul
Laporan Pengukuran dan Konversi Data Pengukuran Titik Dasar Teknik (TDT) dengan
Menggunakan GPS
I.2
Latar Belakang
Dalam melakukan pemetaan kadastral (pemetaan bidang) dibutuhkan suatu titik
sebagai titik ikat dalam melakukan pengukuran bidang. Dalam hal ini dibutuhkan Titik
Dasar Teknik dengan orde 3 yang diikatkan ke titik dengan orde yang lebih tinggi.
Untuk keperluan pengikatan ini, Titik Dasar Teknik haruslah diketahui nilai
koordinatnya. Pengukuran TDT dilaksanakan dengan menggunakan metode satelit
(metode GPS). Dalam perkembangan survei ekstra-terestrial, penggunaan survei GPS
sering digunakan untuk menentukan titik-titik kontrol geodesi, baik titik kontrol
horizontal maupun titik kontrol vertikal, dimana untuk melakukan pengukuran kerangka
kontrol ini tidak terlepas dari jaring geodesi. Jaring geodesi juga dapat didefinisikan
sebagai bentuk geometri yang terdiri dari tiga atau lebih titik yang dilakukan
pengukuran geodesi, dimana pengukuran ini terdiri dari pengukuran jarak horizontal,
sudut azimuth, dan lain sebagainya (Kuang, 1996).
Pembuatan desain jaring geodesi pada survei GPS sangat berpengaruh
terhadap kegiatan pengukuran dilapangan, misalnya waktu dan biaya yang diperlukan.
Selain itu kualitas dari koordinat titik-titik dalam suatu jaringan yang diperoleh dengan
survei GPS secara umum akan tergantung pada kualitas jaring atau geometri jaringan
yang digunakan. Desain geometri jaringan ini berguna untuk merencanakan tingkat
ketelitian yang diperoleh sebelum kegiatan pengukuran dilakukan, selain itu desain
geometri jaringan yang berkualitas juga dapat mengeliminasi kesalahan (Abidin, H.Z,
2007).
I.3
Tujuan
a. Mahasiswa dapat melakukan pembuatan desain jaring Titik Dasar Teknik orde 3
b. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran Titik Dasar Teknik (TDT) orde 3 dengan
menggunakan GPS metode static
c. Mahasiswa dapat melakukan proses download data hasil pengukuran dengan
menggunakan GPS
d. Mahasiswa dapat melakukan konversi data hasil pengukuran GPS ke dalam format
rinex
BAB II
DASAR TEORI
Titik Dasar Teknik adalah titik yang mempunyai koordinat yang diperoleh dari suatu
pengukuran dan perhitungan dalam suatu system tertentu yang berfungsi sebagai titik control
atau titik ikat untuk keperluan pengukuran dan rekonstruksi batas. (Pasal 1 butir 13 PP No.
24/1997). TDT dilaksanakan berdasarkan kerapatan dan dibedakan atas orde 0, 1, 2, 3, 4 serta
TDT Perapatan. Pemasangan TDT orde 0 dan orde 1 dilaksanakan oleh Bakosurtanal,
sedangkan orde 2, 3, 4 serta Titik Dasar Teknik Perapatan dilaksanakan oleh BPN.
Kerapatan TDT
Kerapatan Titik Dasar Teknik diklasifikasikan berdasarkan menurut tingkat
kerapatannya. Titik dasar teknik orde 2 dilaksanakan dengan kerapatan 10 kilometer. Titik
dasar teknik orde 3 dilaksanakan dengan kerapatan 1 - 2 kilometer. Titik dasar teknik orde
4 merupakan titik dasar teknik dengan kerapatan hingga 150 meter. Titik dasar teknik
perapatan merupakan hasil perapatan titik dasar teknik orde 4.
Penomoran TDT
1. Titik dasar teknik orde 2 diberi nomor yang unik/tunggal sebanyak lima digit yang
terdiri dari dua digit kode propinsi dan tiga digit nomor urut.
2. Titik dasar teknik orde 3 diberi nomor yang unik/tunggal sebanyak tujuh digit yang
terdiri dari dua digit kode propinsi, dua digit kode kabupaten/kota madya dan tiga
digit nomor urut.
3. Titik dasar teknik orde 4 diberi nomor yang unik/tunggal berdasarkan wilayah
desa/kelurahan sebanyak tiga digit.
Pengukuran TDT
Pengukuran TDT dilaksanakan dengan menggunakan metode pengamatan satelit atau
metode lainnya (Pasal 7). TDT dipakai sebagai pengikatan bidang tanah dan pengikatan bagi
perapatan TDT dengan ketelitian di bawahnya.
Berkaitan dengan pengukuran TDT yang harus diikatkan terhadap TDT yang lebih
tinggi ordenya, TDT orde 2 harus lebih teliti dibandingkan dengan TDT orde 3 dan 4. TDT
orde 3 harus lebih teliti dibandingkan dengan TDT orde 4.
Sehubungan dengan keterbatasan sumberdaya dan peralatan, Kantor Wilayah BPN
dan Kantor Pertanahan hanya melaksanakan pengukuran TDT orde 4 dan TDT Perapatan,
serta Direktorat Pengukuran melaksanakan pengukuran TDT orde 2, 3, 4 dan TDT Perapatan.
Pengukuran TDT orde 2 dan 3 dapat dilaksanakan oleh Kanwil dan atau Kantor Pertanahan
setelah
mendapat
pelimpahan
wewenang
dari
Direktur
Pengukuran
setelah
umum mempunyai Format RINEX. GPS ini mempunyai ketelitian lebih tinggi dari GPS
Navigasi. Ketelitiannya bahkan sampai milimeter.
Beda dengan GPS Navigasi, untuk GPS Geodetic minimal untuk mendapatkan
ketelitian tinggi harus menggunakan dua alat waktu pengukuran. Jadi satu set GPS Geodetic
terdiri dari dua alat, sebagai base station dan sebagai rover.
Adapun spesifikasi teknik dalam melaksanakan pengukuran ini adalah seperti berikut
Kelas (pengukuran) jaring titik kontrol horizontal
Spesifikasi teknis sistem peralatan pengadaan jaring titik kontrol Orde -00 s/d Orde 3
Spesifikasi teknis metode dan strategi pengamatan jaring titik kontrol geodetik Orde-00 s/d
Orde-4(GPS)
Spesifikasi teknis metode dan strategi pengamatan jaring titik kontrol geodetik Orde-4
(poligon)
BAB III
PELAKSANAAN
1 buah
1 set
1 buah
Waktu
Posisi
N0005
TDT 1
TDT 2
TDT 3
Pengukuran
13.00 - 14.00
13.00 - 14.01
13.00 - 14.02
13.00 - 14.03
Waktu
Posisi
N0005
TDT 1
TDT 2
TDT 3
Pengukuran
13.38 - 14.47
13.39 - 14.46
13.37 - 14.47
13.39 - 14.46
d. Selanjutnya masuk ke menu Survey, pada pengaturan tinggi alat dan metode
pengukuran tinggi alat bisa diabaikan karena bisa diatur pada saat pengolahan
datanya, namun apabila ingin mengaturnya bisa pada saat pengukuran langsung
dilapangan.
e. Membuka menu style, kemudian pada kolom survey, klik dropdown dan pilih
static. Kemudian centang to receiver untuk penyimpanan data rekaman di
receiver atau centang to controller untuk penyimpanan data rekaman di
controller. Menghilangkan tanda ceklist pada Auto Finish Survey dan mengisikan
lama waktu perekaman pada kolom occupation time (hh:mm:ss), masukan 0
menit lama pengukuran, kemudian atur jangka waktu perekaman untuk
mendapatkan epoch pada kolom logging rate, waktu untuk logging rate
dimasukan 15 detik (s).
Hal diatas sebenarnya bisa dilakukan langsung dilapangan saat pengukuran, namun
untuk menghindari apabila controllernya rusak, maka hal ini perlu dilakukan.
5. Selanjutnya melakukan pengukuran ke titik-titik yang telah direncanakan sesuai
dengan rundown.
6. Mendirikan statif setinggi mungkin dalam keadaan menancap kuat ketanah
7. Memasang tribrach dan melakukan sentering nivo kotak
8. Memasang Receiver diatas statif dengan posisi kepala receiver di bawah dari antena
9. Memasang komponen yang sudah dipasang diatas tribrach
10. Mengukur tinggi alat dengan menggunakan Roll Meter dari bagian bawah karet ke
pusat titik di tanah. Pengukuran ini sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali untuk
menghindari kesalahan
11. Menghidupkan ketiga receiver yang telah siap dimasing-masing titik sesuai dengan
rundownnya dengan menekan tombol power
Simb
Hijau
Kuning
Merah
Off
Baterai
Bluetooth
Modem
Penuh
Terhubung
Terhubung
Setengah
Pencarian
Koneksi
Lemah
Mati
Tidak terhubung Tidak aktif
Tidak terhubung Tidak aktif
Satelit
Posisi
lebih
Posisi
Posisi
Perekama
bagus
Merekam
bagus
terdeteksi
Merekamkurang Memoripenuh
ol
terbatas
atau 5 sampai 7
Kurang dari 5
kurang Posisi
Tidak
ada
satelit
tidak Receiver
mati
Tidakaktif
dari10 menit
6. Memilih directory penyimpanan file.
7. Memindahkan file ke computer untuk melakukan konversi dari data GPS ke data
rinex.
III.3. Langkah konversi data GPS ke data rinex
1. Mendownload data pengukuran yang terdapat pada masing-masing receiver
2. Mengkonversi data raw dari hasil download pada receiver dengan menggunakan
software JPS2RIN
Setelah itu mengklik Covert untuk mengkonversi data yang sudah dipilih
Melakukan hal yang sama dengan data yang lain sehingga diperoleh hasil sebagai
berikut
Receiver A
Receiver B
Receiver C
Receiver D
BAB IV
HASIL
Data rinex titik N0005
Posisi
Titik
N0005
TDT 1
TDT 2
TDT 3
Pengukuran (mm)
1
2
3
1787
1788
1787
1674
1674
1551
1550
1794
1795
1794
Rata-Rata
1787.3333
1674
1550.5
1794.3333
Daftar Pustaka
http://teknologisurvey.com/gps/gps-geodetik
https://plus.google.com/110559056206312359079/posts/6SRmnnFZwa5
Lampiran
Spesifikasi teknis pengukuran
Kelas (pengukuran) jaring titik kontrol horizontal
Spesifikasi teknis sistem peralatan pengadaan jaring titik kontrol Orde -00 s/d Orde 3
Spesifikasi teknis metode dan strategi pengamatan jaring titik kontrol geodetik Orde-00 s/d
Orde-4(GPS)
Berikut merupakan beberapa pasal PMNA tentang Pengukuran dan Pemetaan Titik
Dasar Teknik
Pasal 2 (3) Pengukuran titik dasar teknik orde 3 dilaksanakan dengan kerapatan 1 - 2
kilometer.
Pasal 2 (4) Titik dasar teknik orde 4 merupakan titik dasar teknik dengan kerapatan hingga
150 meter.
Pasal 3 (1) Sistem koordinat nasional menggunakan sistem koordinat proyeksi Transverse
Mercator Nasional dengan lebar zone 3 (tiga derajat) dan selanjutnya dalam Peraturan ini
disebut TM-3.
Pasal 4 (2) Pengukuran titik dasar teknik orde 3 dilaksanakan dalam sistem koordinat
nasional dengan mengikatkan ke titik-titik dasar teknik orde 2.
Pasal 4 (3) Pengukuran titik dasar teknik orde 4 pada prinsipnya dilaksanakan dalam sistem
koordinat nasional dengan mengikatkan ke titik-titik dasar teknik orde 3.
Pasal 4 (4) Apabila tidak memungkinkan, pengukuran titik dasar teknik orde 4 dapat
dilaksanakan dalam sistem koordinat lokal dimana dikemudian hari harus ditransformasi
kedalam sitem koordinat nasional.
Pasal 6 (2) Titik dasar teknik orde 3 diberi nomor yang unik/tunggal sebanyak tujuh digit
yang terdiri dari dua digit kode propinsi, dua digit kode kabupaten/kotamadya dan tiga digit
nomor urut.
Pasal 6 (3) Titik dasar teknik orde 4 diberi nomor yang unik/tunggal berdasarkan wilayah
desa/kelurahan sebanyak tiga digit.
Pasal 10 (1) Untuk titik dasar teknik orde 2, orde 3 dan orde 4 dibuatkan deskripsi, sketsa
lokasi, dan foto yang menggambarkan dan menjelaskan cara pencapaian lokasi titik tersebut
serta daftar koordinat yang sekurang-kurangnya memuat nilai koordinat titik dasar teknik
tersebut dalam sistem koordinat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.