Anda di halaman 1dari 185

FOTOGRAMETRI

Fotogrametri -dIGITAL Dosen Ir. Sawitri Subiyanto MSi. 1


Sub Pokok Bahasan

1. Konsep dan pengertian fotogrammetri udara


2. Komponen fotogrammetri udara.

Kuliah
1

Pemetaan Fotogrametri - TGD 116P- 3SKS Dosen Ir. Sawitri Subiyanto MSi. 2
Referensi :
1. Amer, F. (1978) ADJUSTMENT OF AERIAL
TRIANGULATION (Part. I), Lecture Notes, International
Institute For Aerial Survey and Earth Sciences
EnschedeWolf, P.R. (1993)
2. Elemen Fotogrametris Dengan Interpretasi Foto Udara
Dan Penginderaan Jauh, Gadjah Mada University Press
3. Michel Kasser and Yves Egels, 2002, ‘Digital
Photogrammetry’, Taylor & Francis, New York.

Bambang Rudianto – Geodesi Itenas 2005


3
1. Konsep dan pengertian fotogrammetri
udara

Kuliah
1

Pemetaan Fotogrametri - TGD 116P- 3SKS Dosen Ir. Sawitri Subiyanto MSi. 4
Pengambilan
Teknologi data spasial
pengambilan dapat
data muka dilakukan dengan
bumi
metode :

Terrestrial
Fotogrametri adalah suatu metode pemetaan
objek-objek dipermukaan bumi menggunakan
foto udara sebagi media, dimana dilakukan
Fotogrametri penafsiran objek dan pengukuran geometri untuk
selanjutnya dihasilkan peta garis, peta digital
maupun peta foto.

Penginderaan Jauh
(Remote Sensing)

Satelit Navigasi
(GPS)
6
Definisi Fotogrametri

Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni,


pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi
yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan
keadaan disekitarnya melalui proses perekaman,
pengamatan/ pengukuran dan interpretasi citra
fotografis atau rekaman gambar gelombang
elektromagnetik.

Definisi fotogrametri diatas mencakup dua bidang kajian, yakni :


(1)Fotogrametri metrik, bidang yang berkaitan dengan pengukuran/
pengamatan presesi untuk menentukan ukuran dan bentuk obyek, dan
(2)Fotogrametri interpretatif, yang berhubungan dengan pengenalan
dan identifikasi obyek.

7
Fotogrametri

batas daerah
pemotretan

RUN-1

RUN-2

RUN-3
FOTOGRAMETRI

FOTO UDARA
DENGAN PERTAMPALAN
(60% - 70%)

FOTO
KIRI
FOTO
KANAN
PROYEKTOR
KIRI PROYEKTOR
KANAN
RESTITUSI MODEL 3D

MODEL 3D TRACING
TABLE

PROYEKSI
TEGAK

PETA

BOBBY SD - 1999

9
SEJARAH FOTOGRAMETRI

Fotogrametri dengan penggunaan foto udaranya secara praktis digunakan


oleh seorang Perancis yakni Colonel Aime Laussedat pada tahun 1849
untuk pemetaan topografi yang kemudian dikenal sebagai bapak
fotogrametri. Untuk mendapatkan foto udara digunakan layang-layang dan
balon udara. Setelah itu pengembangan fotogrametri dilakukan oleh
beberapa pakar antara lain Deville 1886, Carl Pulfrich 1909, dll.1999
Penemuan pesawat udara oleh Wright Brothers tahun 1902 membawa
fotogrametri udara menjadi modern saat itu. Untuk aplikasi pembuatan
peta topografi pemotretan dengan pesawat udara dilakukan untuk pertama
kalinya adalah pada tahun 1913. Secara intensif foto udara juga digunakan
pada perang dunia pertama dan kedua, baik untuk survey rekonaisan
maupun untuk keperluan intelejen.

10
SEJARAH FOTOGRAMETRI

Perkembangan fotogrametri, dari sekitar 1850, telah


mengikuti empat siklus pengembangan. Setiap periode
ini diperpanjang sekitar lima puluh tahun. Siklus ini
meliputi:
(a) Fotogrametri meja pesawat, dari sekitar 1850 hingga
1900,
(b) Fotogrametri analog, dari sekitar 1900 hingga 1960,
(c) Fotogrametri analitis, dari sekitar 1960 hingga 2010,
(D) fotogrametri digital, yang baru mulai menjadi
kehadiran di industri fotogrametri.

11
Perkembangan awal

1038: AD - Al Hazen of Basra


dikreditkan dengan penjelasan prinsip
kamera obscura Al-Haitham, yang
dikenal di Barat sebagai Alhazen,
dianggap sebagai bapak optik modern.

A. Dermanis
Perkembangan awal

1267: Roger Bacon menggunakan prinsip


kamera obscura untuk mempelajari
gerhana matahari tanpa merusak mata.

A. Dermanis
Perkembangan awal
Pada tahun 1855, Nadar (Gaspard
Felix Tournachon) menggunakan balon
di ketinggian 80-meter untuk
mendapatkan foto udara pertama.
Pada 1859 Kaisar Napoleon
memerintahkan Nadir untuk
mendapatkan fotografi pengintaian
dalam persiapan Pertempuran
Solferino.
Perkembangan awal

1903:
Pesawat terbang ditemukan oleh Wright
bersaudara
1909:
Wright bersaudara mengambil foto pertama
dari sebuah pesawat di atas Centocelli,
Italia.
Perkembangan awal

Captain Cesare Tardivo


(1870 - 1953)
is thought to be the first to
use aerial photography from
a plane for mapping
purposes. He created a
1:4,000 mosaic of Bengasi
in Italy that was described
in his paper to the 1913
International Society of
Photogrammetry meeting in
Vienna.
PERKEMBANGAN FOTOGRAMETRI

Workflow:
Traditional Analog System
Scanners DTM
Analog
Stereo Othophotos
Ploter
Line Map

RMK TOP Camera AGFA Film


Film Processing B/W or Vexcel Ultra Zeiss Update
Color Scan 5000 SCAI
Digital System Revision
LIDAR or Digital Camera 3D Images
Printer
LAMBDA 130
Analysis
DSM
Digital
Cam GIS

Temporary Raw Data process OPS


Mass INPHO Suites Archive System
Storage Altexis
TopIt
Falcon II
Digital WorkStation
LIDAR
Batymetry Summit Evolution
•Photogrammetric Activities (Digital Process):
B&W Orthophotos

Line Map

Color Orthophoto

GIS Application

Hard Copy or Digital


Summit Evolution WS
Click image for details

Contour map
•Photogrammetric Equipment (WorkStation):
Authorized dealer,
distributor and agent of
various equipment of
digital photogrammetric
process:

PlanScan Summit Evolution WS

Media

Archive System Digital WorkStation


Printer
UltraMap Server Summit Evolution
LAMBDA 130
Delta Photogrammetric W/S
Analog Photogrammetry

Instrumen analog didasarkan pada konsep visi stereometrik.


2 foto relatif berorientasi (= intersection of homologous bundle rays)
untuk menghasilkan model 3D, di mana detail dan kontur digambar.
Analog Photogrammetry

Instrumen analog didasarkan pada konsep visi stereometrik.


2 foto relatif berorientasi (= intersection of homologous bundle rays)
untuk menghasilkan model 3D, di mana detail dan kontur digambar.

Autograph Wild A7
Analog Photogrammetry

Model 3D diwujudkan melalui proyeksi dari dua gambar yang


relatif berorientasi
Analytical Photogrammetry

Instrumen analitis (analytical plotters) didasarkan pada digitalisasi koordinat


pada dua foto yang diidentifikasi oleh visi stereoskopik. Perangkat lunak
komputer menghasilkan koordinat tiga dimensi dari titik yang digunakan untuk
detail merencanakan dan menggambar kontur dalam peta topografi.
Digital Photogrammetry
Gilbert Louis Hobrough (1918-2002) adalah salah satu pelopor dalam fotogrametri digital.
Lahir di Toronto, dia telah diberikan setidaknya 47 paten di berbagai bidang. Karir
fotogrametriknya dimulai dengan pekerjaannya di Photographic Survey Corporation Ltd.
pada tahun 1951.
Pada tahun 1957 ia menunjukkan konsepnya korelasi citra pada plot Kelsh.
Pada tahun 1961, Hobrough pindah ke California di mana dia bekerja dengan George Wood
di Electronic Stereoscope Pendaftaran Otomatis (ARES). Tujuan dari instrumen ini
adalah untuk "mengkorelasikan fotografi pengintaian resolusi tinggi dengan fotografi
survei presisi tinggi untuk memungkinkan pengukuran yang lebih tepat dari kondisi
tanah yang dapat berubah".
Pada 1967 ia pindah ke Vancouver, Kanada, untuk mendirikan Hobrough Ltd. dan ia
mengembangkan Gestalt Photo Mapper (GPM), sistem ortopotografi otomatis
memanfaatkan korelasi citra stereo.
1979 Uki Helava juga memainkan peran sentral dalam pengembangan fotogrametri digital,
pertama sebagai ilmuwan penelitian di Bendix dan kemudian di Helava Associates, Inc.
Dia membantu mengembangkan workstation fotogrametrik digital untuk Badan
Pemetaan Pertahanan. Ketika General Dynamics melepaskan elektroniknya
Helava Associates menjadi kemitraan bersama dengan Leica Geosystems di Indonesia
1997 membentuk Sistem LH.
Digital Photogrammetry

Dalam fotogrametri digital identifikasi titik-titik sekutu/homolog dihilangkan.


Ini digantikan oleh "korelasi" berdasarkan pada perangkat lunak komputer dan
fotogrametri proses sepenuhnya otomatis.
16 Best Photogrammetry Software
Tools in 2019 (6 are Free)
https://all3dp.com/authors/max-moliere/

Dibagi menjadi dua bagian :


1. Commercial
Photogrammetry
Software
2. Free Photogrammetry
Software

26
16 BEST PHOTOGRAMMETRY SOFTWARE TOOLS IN 2019
(6 ARE FREE)

Name Type Output File Formats OS Price


Bentley Aerial, Close-Range 3ms, 3sm, kml, dae, fbx, obj, Windows On request
ContextCapture dae, stl
IMAGINE Aerial img, igg, ovr. l, noaa, rpf, ddf, Windows On request
Photogrammetr dem, til, dt2, ecrg, hdr, xml, ecw,
y url, ant, dig, alg, ers, gis, lan …
iWitnessPRO Aerial, Close-Range obj, ply Windows $2.495
DroneDeploy Aerial dxf, GeoTIFF, las, obj, xyz Windows, $83/month
macOS,
Android,
iOS
Pix4D Aerial, Close-Range obj, fix, dxf, las, las, kml, tif, Windows, from
osgb, slpk, shp macOS, €42/month
Android,
iOS
Photomodeler Aerial, Close-Range 3ds, 3dm, dxf, igs, kml, kmz, las, Windows from
ma, ms, obj, pts, byu, facet, iv, $49/month
ply, stl, txt, wrl

27
16 BEST PHOTOGRAMMETRY SOFTWARE TOOLS IN 2019
(Lanjutan)
Autodesk Aerial, Close-Range asc, cl3, clr, e57, fls, fws, isproj, Windows from
ReCap las, pcg, ptg, pts, ptx, rds, txt, $40/month
xyb, xyz, zfs, zfprj
RealityCapture Aerial, Close-Range jpg, png, XYZ, XYZRGB, tiff, Windows from $99/
bmp, dib, rle, jpeg, jpe, jfif, exif, 3-months
exr, tif, wdp, jxr, dds, KML, KMZ,
obj, ply, partlist, fbx, dxf, dae,
bvh, htr, trc, asf, amc, c3d, aoa,
mcd, wmv, mp4
Agisoft Aerial, Close-Range fbx Windows, from $179
Metashape macOS,
Linux
3DF Zephyr Aerial, Close-Range ply, obj, fbx, pdf 3D, u3d, dae, Windows from €150
pts, ptx, xyz, txt, las, e57
COLMAP Aerial, Close-Range ply, vrml Windows, Free
macOS,
Linux
Meshroom Aerial, Close-Range abc, obj Windows, Free
Linux

28
16 BEST PHOTOGRAMMETRY SOFTWARE TOOLS IN 2019
(Lanjutan)

MicMac Aerial, Close-Range geotiff, ply, xml Windows, Free


macOS,
Linux
Regard3D Aerial, Close-Range obj, ply Windows, Free
macOS,
Linux
VisualSFM Aerial, Close-Range ply Windows, Free
macOS,
Linux
OpenMVG Aerial, Close-Range - Linux, Free
Windows,
MacOS

29
Stereo Plotting
• Stereo Plotting adalah pekerjaan
pengumpulan data dari sepasang
foto udara yang saling
bertampalan menggunakan alat
stereoplotter. Seperti telah
disebutkan di atas, pelaksanaan
stereoplotting digital
dilaksanakan dengan
menggunakan alat seperangkat
komputer dengan software
Summit dan kacamata 3D

Gambar DATEM Summit Evolution Stereo Plotter


Environment
Komponen fotogrammetri udara.

Kuliah
1

Pemetaan Fotogrametri - TGD 116P- 3SKS Dosen Ir. Sawitri Subiyanto MSi. 32
PRODUK FOTOGRAMETRI

Mosaik Foto : Uncontrolled (tanpa kontrol),


Semicontrolled (dengan sebagian kontrol) dan Controlled
(dengan kontrol)

Peta garis (linemap) -> format vektor

Peta foto (photomap) -> format raster

33
Contoh Mosaik Semi Kontrol

34
Contoh Peta Garis

35
Peta Rupabumi Indonesia
PETA RUPAIU:IIN lf00Ht$1A

1 :10.000
l.-ibat 120I 102
BOGOR

--- -----· -
~... --... ---_ - ---
,.. __
Jalan
: ::-
.. ::.
. ..
: =
....: . ... __. __-
Sungai ...
... . . --
• ·

.. - ---
Lahan terbuka ~--·-
.

Bangunan
-

I ;l

...
· .... ·__.. __--- .
__·
.~ ~-·--·
• I

-- ,
A<· -.-.

.... ~- .. - · : -·
.
.
· ---
.
_
......
.... .
.......,.,,
~ ·i-~
, ·•:,-
·~·-•
__ .

· - .
·
.
----_. -__-- ,,
Kawasan industri

Permukiman

Sawah

Pemakaman

Tugu
JENIS FOTO UDARA BERDASARKAN SUDUT
PENGAMBILANNYA

Foto udara dapat di bedakan berdasarkan beberapa aspek, antara lain dari sudut
pengambilannya, jenis emulsi dan jenis kamera yang digunakan.
Jenis foto udara berdasarkan sudut pengambilan
 Foto Udara Vertikal
 Foto Udara Oblique (miring)
 Foto Udara High Oblique (miring sekali)
FOTO UDARA FOTO UDARA FOTO UDARA
TEGAK/VERTIKAL MIRING MIRING SEKALI

Jenis foto udara berdasarkan sudut pengambilannya


39
FOTO UDARA BERDASARKAN JENIS EMULSINYA

 Black & White monochrome (BW), paling banyak digunakan


untuk aplikasi pemetaan, diantara jenis film yang paling murah.
 Black & White Infrared (BWIR), dapat meminimisasi pengaruh
adanya cuasa berkabut saat pemotretan
 Natural Color, untuk interpretasi pengenalan feature/ unsur
dengan ciri warna natural.
 Color Infrared (CIR), banyak digunakan untuk menejemen
sumber daya alam terutama untuk pengenalan feature yang
mempunyai kadungan air.

40
FOTO UDARA FORMAT BESAR

Berdasarkan jenis kamera yang dimaksud disini adalah berdasarkan ukuran


bingkai negatifnya (negative frame), yang dapat dibedakan menjadi :
Foto udara format besar, dengan ukuran 23 cmm x 23 cm. Jenis foto ini diambil
dengan kamera metrik dan paling umum digunakan dalam fotogrametri.

Kamera metrik Wild RC-9 dan foto udara 23 cm x 23 cm

Untuk kamera metrik ukuran normal dikenal tiga sudut bukaan (angle field of view),
yakni :
Normal Angle (NA), f = 210 mm
Wide Angle (WA), f = 152 mm
Super Wide Angle (SWA), f = 88 mm
41
FOTO UDARA FORMAT KECIL

Foto udara format kecil (small format aerial photograph) - SFAP dengan ukuran 6
cm x 6 cm atau 24 mm x 35 mm. Gambar No.4 dan No.5 masing-masing menunjukan
jenis kamera untuk kedua ukuran foto diatas.

Kamera format 6 cm x 6 cm Kamera format 24 mm x 35 mm


Rollei 6002 Nikon AF 600

42
UKURAN FOTO UDARA

43
Informasi pada foto udara
(metrik 23 cm x 23 cm)

JAM ALTIMETER NIVEAU PJ.FOKUS

Tanda waktu (jam),


Altimeter = penunjuk ketinggian
FIDUCIAL terbang terhadap mean
MARK sea level,
FIDUCIAL
FIDUCIAL Niveau = indikator kedataran foto/
MARK
MARK
kamera saat
pemotretan,
Panjang fokus kamera
Fiducial mark (tanda tepi) = tanda
pada tengah-tengah
sisi atau pojok foto
untuk penentuan titik
utama foto.

FIDUCIAL
MARK

44
OVERLAP dan SIDELAP

r un 2
si d el a
p
ov er
l ap r un 1

45
Jalur Terbang Foto Udara Vertical
Flightline of Aerial Photography
Direction of Flight
Exposure station
#1 #2 #3

lens
altitude
above
ground
level, H

60% overlap
stereoscopic model
Coverage of photograph
terrain recorded on three
successive photographs Jensen, 2000
Blok Foto Udara Vertical

Bl ock of Aerial Photography


oblique photography may be
acquired at t he end of a
Fl ightline #1 flight line as the aircraft
banks to turn

Fl ightline #2

20 – 30%
sidelap
Fl ightline #3

Jensen, 2000
Geometry of
Photo 1

Photo 2
Fiducial
Overlapping
y - axis
mark

Line of flight
Vertical Aerial
x-axis Photographs
Principal
Point of
Principal
Point of • Principal Points
Photo #1 Photo #2
PP1 PP2 • Conjugate Principle Points
a. b.
Photo 1

Photo 2

PP1 PP2
CPP2 CPP1

line of fl ight

Principal Point of Principal Point of


Photo #1 equals Photo #2 equals
Conjugate P rincipal Conjugate P rincipal
Point of Photo #2 Point of Photo #1

c. 60% overlap Jensen, 2000


stereoscopic model
Foto 1 Foto 2 Foto 3
Blok dari foto udara
Jalur 1 vertical yang digabung
menjadi Uncontrolled
Photomosaic

Jalur 2

Columbia, SC
Foto4 Foto 5 Foto 6 Original scale = 1:6,000
Focal length = 6” (152.82 mm)
March 30, 1993

Jensen, 2000
Flightline #4
Photo #5

Columbia, SC
Original scale = 1:6,000
Focal length = 6” (152.82 mm)
March 30, 1993

Jensen, 2000
Drift - Crab

51
DISTORSI FOTO UDARA
Akibat Pergerakan Pesawat
z

y Variasi skala

x
z

y Rotasi terhadap Rotasi terhadap


sumbu X,Y,Zdan skala
sumbu Z

x kappa

z
Rotasi terhadap
y sumbu X
Rotasi terhadap
sumbu X,Y& Z

x omega

Rotasi terhadap
y sumbu Y Rotasi terhadap
sumbu X & Y

x phi

52
- Komponen Geometri Foto Udara dan
Skala Foto Udara
Skala foto udara secara merupakan perbadingan antara panjang fokus kamera dengan tinggi
terbang pesawat terhadap bidang rata-rata tanah. Atau merupakan jarak antara dua titik di
foto dengan jaraknya di tanah.

NB. Skala diatas hanya berlaku untuk foto udara vertikal dan daerah yang relatif datar.

53
Geometry of A Vertical Aerial
Photograph Obtained Over
Flat Terrain
Geometry of A Vertical Aerial Photograph
Collected Over Flat Terrain

Jensen, 2000
Perencanaan Pemotretan Udara

Pentinggnya Perencanaan
1. Keberhasilan proyek fotogrametri tergantung pada akuisisi
gambar berkualitas baik
2. Karena cuaca dan kondisi tanah, waktu untuk fotografi
terbatas
3. Refleksi mahal dan menyebabkan penundaan lama proyek
4. Misi harus direncanakan dan dilaksanakan dengan hati-hati
sesuai dengan rencana penerbangan yaitu peta
penerbangan dan spesifikasi

Pemilihan Produk : skala dan akurasinyan, cetak foto udara,


indeks foto, photomaps, mosaik, orthophotos, peta
planimetrik, peta topografi, peta kadaster, peta digital, digital,
model ketinggian
Overlap Direction of
flight

Forward
overlap/Endlap

Lateral
overlap/Sidelap

Flight lines
Perencanaan Pemotretan Udara

Perencanaan,
1. Planning the aerial photography
2. Planning the ground control
3. Selecting instruments and procedures
4. Estimating costs and delivery schedules

Spesifikasi
1. Persyaratan kamera (Camera requirements)
2. Persyaratan film (Film requirements)
3. Skala (Scale)
4. Tinggi terbang (Flying height)
5. End laps, side laps
6. Toleransi kemiringan (Tilt and crab tolerances)
Pola Pemotretan

POLA PEMOTRETAN

Pemotretan pola blok Pemotretan pola strip

59
Aturan dalam menentukan arah jalur
penerbangan
1. Secara umum mengikuti empat arah mata
angin Timur-Barat (E-W) atau Utara-Selatan
(N-S)
2. Harus sepanjang dimensi yang lebih
panjang dari daerah yang dipetakan
3. Jika melewati pegunungan atau lembah,
ikuti saja arah feature untuk
mempertahankan skala yang konstan
4. Jika jalur penerbangan melintas gunung,
skala akan lebih kecil di lembah daripada di
pegunungan
I. PERSIAPAN
Pekerjaan persiapan terdiri dari pekerjaan persiapan administrasi yang
menyangkut administrasi proyek dan administrasi lapangan meliputi :

- Pengurusan perizinan (izin penerbangan (Dirwilhan), izin survey dengan


aparat terkait), pengurusan asuransi (pesawat, crew,dan surveyor)
dilaksanakan sebelum kontrak efektif.

- Persiapan tim teknis yang akan dikirimkan kelapangan, reconnaisance


survey, pemilihan base camp, pembuatan peta kerja.

- Pemasangan Premark (Signalisasi ) yang tersebar sesuai rencana


distribusi titik Benchmark.
Komponen biaya pekerjaan pemetaan
secara fotogrametrik

Perencanaan pekerjaan fotogrametri meliputi :


- Pemilihan methoda komponen proses yang digunakan
- Perencanaan peralatan yang akan dipakai
- Perencanaan personil pelaksana
- Estimasi biaya, dan
-Estimasi waktu pelaksanaan

Komponen Utama Biaya Satuan Variabel

1. Pemotretan luas (Ha) skala, jenis film, OL/SL


2. Pengukuran Titik kontrol km, jum.titik kondisi lapangan
3. Triangulasi Udara foto/ model -
4. Restitusi foto/ model densitas detail, jenis produk, skala
5. Penyajian hasil lembar peta material, rangkap, media, format

64
Perencanaan Misi Pemotretan Udara

1)Tinggi terbang Hr = Sf x f
dimana : Hr = tinggi terbang terhadap tinggi tanah rata-rata
Sf = bilangan skala foto
f = panjang fokus kamera

2) Jarak antar dua jalur W = (100-sl)% x lf x bsf


dimana : W = adalah jarak antar dua jalur pemotretan
sl = pertampalan ke samping (sidelap)
lf = lebar sisi foto
bsf = bilangan skala foto
3) Interval waktu pemotretan
Interval waktu pemotretan (eksposur) diset pada intervalometer sesuai dengan
panjang basis udara (B) dan kecepatan pesawat terbang (Vkm/jam). Sedang panjang
basis udara dihitung dari skala foto dan pertampalan kedepan (overlap %) yang
ditetapkan.
B (km)
dt = = …… detik
V (km/jam) 65
Tinggi Terbang Terhadap Tinggi Tanah Rata-rata

Geometry of A Vertical
Aerial Photograph
Collected Over Variable
Relief Terrain

Jensen, 2000
Menghitung jumlah foto/ model

p
Jumlah foto/strip (nf) = + 2 + 2 (2 =safety factor)
(100-ol)% X pf X bsf

l
Jumlah strip (ns) = +1 (1 =safety factor)
(100-sl)% X lf X bsf

dimana : p = panjang daerah, l = lebar daerah, ol = overlap, sl = sidelap


pf = panjang sisi bingkai foto, lf = lebar sisi foto , utk foto metrik pf = lf = G = 23 cm,
bsf = bilangan skala foto

Total foto yang diperlukan = nf x ns

Cara ini hanya dapat digunakan untuk bentuk daerah yang mempunyai bentuk persegi
empat atau kombinasi bentuk persegi empat.
67
Neat Model
Perkiraan jumlah model yang diperlukan berdasarkan luas neat model.
Luas area
Jumlah model =
luas neat model

Luas satu neat model = {(100-ol)% X


23cm X bsf}{(100-sl)% X 23cm X bsf}
Cara ini tidak memberikan informasi
tentang jumlah strip nya, namun dapat
digunakan untuk estimasi jumlah
model bentuk area yang tidak teratur.

68
Perencanaan pemotretan & estimasi volume
(dengan bantuan pola blok model)

Perencanaan misi pemotretan dapat dilakukan sekaligus dengan


perencanaan penempatan titik kontrol dan mengestimasi
komponen-komponen biaya dan waktu dengan menggunakan
bantuan blok model .
Yang dapat diestimasi lainnya :
• line km = untuk menghitung jam terbang yang diperlukan,
• jumlah model untuk AT dan plotting,
• jumlah titik kontrol yang diperlukan, dan
• panjang jalur pengukuran polygon/ traverse & levelling (bila cara
ini yang digunakan).

69
Tahapan
1. Batasi area yang akan difoto/ dipetakan pada peta kerja (topografi), lihat Gambar
E1
2. Buat pola blok model berdasarkan ukuran model (b x 2b) pada skala peta kerja
pada kertas transparan atau kalkir, lihat Gambar E2,
3. Overlaykan pola blok model diatas area pemotretan yang telah dibatasi pada peta
kerja,
4. Batasi model-model yang masuk pada blok efektif,
5. Buat rencana jalur-jalur terbang (R1, R2,…..Rn) sesuai dengan panduan blok
model,
6. Tempatkan titik-titik kontrol planimetrik dan tinggi sesuai dengan aturan AT (pada
contoh ini untuk jarak antar titik kontrol planimetrik pada perimeter dan
rangkaian titik kontrol tinggi masing-masing 4 basis), dan
7. Hitung panjang total jalur, jumlah model efektif, jumlah titik kontrol (panjang jalur
pengukuran yang diperlukan)

70
Area pemotretan/ pemetaan pada peta topografi
Perencanaan dengan menggunakan pola blok model

Ditumpang-tindihkan (overlay)

Pola blok model disiapkan dengan ukuran


b = (100 – 60)% x 23 cm x bilangan skala
foto/ bilangan skala peta kerja.
Bila overlap tidak sama dengan 60 % dan
sidelap tidak sama dengan 20% maka
panjang dan lebar model harus dihitung
sendiri-sendiri

72
Pola blok model pada skala peta kerja

(100%-OL) x 23 cm x bilangan skala foto


b=
bilangan skala peta kerja
Overlay Blok model
Hasil Perencanaan

79
PERENCANAAN KONTROL UNTUK PEMOTRETAN UDARA
Sumber : Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK)
Pemetaan Rupabumi Indonesia Skala Besar BIG
Titik kontrol utama dan Titik cek dipasang premark dengan bentuk dan
ukuran sesuai gambar di kolom keterangan

Premark menghadap utara, selatan, barat,dan timur kompas

Premark dibuat dari bahan yang tahan cuaca, tidak mudah robek dan tidak
pudar
Warna premark harus kontras dengan warna sekitarnya.
Pengukuran GNSS menggunakan GNSS Geodetik dual frequency.

Pengukuran GNSS titik kontrol utama dan titik cek dapat dilakukan secara
jaring atau radial.
Pengukuran dengan metode jaring dilakukan per sesi dengan minimal 3
GNSS melakukan pengukuran secara simultan setiap sesi.

Waktu pengamatan GNSS untuk setiap sesi adalah 1 jam atau lebih lama.

Interval waktu pengamatan adalah 15 detik.


Pengukuran GNSS dicatat pada logsheet pengukuran GNSS.
Pengukuran GNSS titik kontrol utama harus diikat terhadap Jaring
Kontrol Horizontal (JKH) BIG.

Pengukuran GNSS titik cek harus terikat ke JKHN baik secara langsung
ataupun tidak langsung.

Apabila dalam jarak 20 km dari area pekerjaan tidak terdapat JKH BIG,
maka harus membuat titik ikat bantu yang diikat terhadap JKH BIG.
Perhitungan tinggi orthometrik menggunakan koreksi undulasi geoid
Sistem Referensi Geospasial Indonesi (SRGI 2013).

Apabila terdapat titik kontrol atau titik cek yang tidak tampak pada foto
udara maka harus dilakukan pengukuran ulang menggunakan metode
postmarking di lokasi terdekat dengan titik tersebut.

Akusisi data harus sesuai dengan rencana jalur terbang yang sudah
ditetapkan meliputi seluruh wilayah blok pekerjaan.
Pembuatan dan Pemasangan Tugu Bench Mark

Bench mark akan dipasang pada posisi yang


telah dirancang dengan ukuran yang tertentu
sesuai dengan ketentuan teknis, dan pada
lokasi yang aman.

Pembuatan dan Pemasangan Benchmark


- Sebagai titik Kontrol
didalam Pemetaan
Fotogrametri
- Pemasangan selalu
TUGU & PREMARK
dilaksanakan
sebelum dilakukan
Pemotretan Udara.
PENGUKURAN GPS

Pemasangan Tugu GPS

Transportasi Pengukuran
GPS di daerah hutan

Unit Receiver GPS


Pengukuran Titik GPS
Trimble 4000 SSE
Premark

20

20 20
Tablet kuningan
12,5

20

Warna biru

Permukaan
7.5
Tanah 7.5

12,5 25
60

40

5
5
1,5

Ukuran dalam cm
15
Diameter besi beton – 1. 2cm/0.8 cm
1,5 Campuran beton - 1:2:3
15
22.5

30
30

Bentuk Dan Ukuran BenchMark


Ukuran pilar
20 cm
20 cm
20 cm
Permukaan
tanah
60 cm
TDN diganti BDG
PREMARK
Dalam proses triangulasi diperlukan sejumlah titik kontrol tanah yang
diketahui koordinat tanahnya. Titik-titik kontrol tersebut harus dapat
terlihat dengan jelas pada foto/ model. Untuk memperjelas keberadaan
titik kontrol tersebut digunakan tanda lapangan atau premark yang
dipasang pada titik-titik kontrol tanah tersebut.
Tergantung dari jenis permukaan tanahnya premark dapat dibuat dari
bahan plastik, kain atau cat sedemikian rupa agar kontras terhadap
latarbelakangnya.
Bentuknya dapat berupa tanda silang dengan tiga atau empat lengan
dengan ukuran yang disesuaikan dengan skala foto, d = 30 s/d 50 
pada skala foto.

90
Posisi Premark
Ukuran pilar
Pengukuran GPS

Pengukuran GPS dilakukan


dengan metoda Rapid Static
yang menghasilkan posisi
relatif dari titik-titik yang
diukur dengan menggunakan
alat GPS type Geodetic
sebanyak 3 (Tiga) unit
receiver beserta perleng-
kapannya.

Pengukuran GPS
Jaring Kontrol Horisontal
• Pengukuran Temporer: 630 titik geodetik untuk referensi tunggal (Datum Geodesi
Nasional 1995)
Semua Titik Kontrol Geodetik di Indonesia

Geodetic Horizontal
Control Network
of BIG (Geospatial
Agency of
Indonesia)

Keterangan :
 Total in 2013 = 1350 Monuments
JKHN

Hasanuddin Z. Abidin (2014)


Prinsip penentuan posisi

• Reseksi = pengikatan ke
belakang
• Diukur jarak ke beberapa satelit
( minimal 4 ) penentuan jarak
dengan CODE ( pseudo range )
atau PHASE
• 4 anu, 3 parameter X,Y,Z dan t
(Waktu)
• Koordinat satelit diketahui =
titik kontrol
• Koordinat pengamat dapat
ditentukan.

97
Gambar Type Survey, Geodetic, & RTK

RTK

Survey, Geodetic
98
Deferensial Positioning
STATIC

Receiver diam sesaat, Untuk base line panjang 10,20,500


km dst.
Aplikasi : Pengukuran Titik Kontrol
Metode Rapid Static, sama dengan Static tapi untuk base
line pendek sampai dengan 15 km.
99
Deferential Positioning - Kinematic
• 1 buah REFERENCE unit (Statis) di titik kontrol
• Minimal 1 buah ROVER unit, dengan mode KIN=Kinematik
• Biasanya digunakan epoch/selang perekaman per 2 detik. Perhatikan kapasitas
..memory alat.
• Saat awal alat Rover harus melakukan initialisasi ( min 5’) untuk resolve N
• Rover dapat bergerak, dan unit akan otomatis merekam data per interval
waktu atau hanya pada tempat-tempat tertentu dengan tekan tombol REC-TM.
Antenna unit rover harus selalu Lock/menerima satelit ( tidak boleh lostlock ).
Kalau terjadi lost-lock harus mengulang initialisasinya.

Rover
Bergerak

Reference di
titik kontrol Initialisation point

100
Mask Angle/Window/Jendela

Satelit
GPS 2
1 3 4 5

6 7
15 deg 15 deg
Horizon
Antena
Receiver
GPS

101
9
B. Rencana Jaring GPS
Kota Depok Propinsi Jawa Barat Jumlah Baseline : 63
Commond Baseline : 4
HASIL PETA JARING PENGKURAN GPS
PEMOTRETAN UDARA

Secara teknis, perencanaan misi pemotretan memperhitungkan


penggunaan :
 jenis kamera,
 jenis film,
 tinggi terbang,
 jenis pesawat,
 persentase pertampalan ke muka dan ke samping, dlsb.

Perencanaan misi pemotretan yang meliputi pembuatan (1) peta


rencana terbang dan (2) ketentuan-ketentuan / spesifikasi
penerbangan yang harus dipenuhi.

104
Faktor Lapangan Yang Perlu Diperhitungkan
Dalam suatu Misi Pemotretan Udara

Disamping faktor teknis yang berkaitan dengan pemrosesan


datanya, faktor lapangan juga harus diperhitungkan.
Faktor lapangan meliputi :
 lokasi pemotretan terhadap lapangan terbang terdekat,
 kondisi topografi,
 kondisi cuaca : angin, awan, turbulensi,
 halangan-halangan (obstacle),
 jalur penerbangan sipil
 daerah larangan (restricted area)

105
Lokasi pemotretan
Waktu dan bahan bakar pesawat yang diperlukan menuju ke dan pulang dari
lokasi (site)
Jenis Kamera
 kamera format kecil 35 mm x 24 mm atau 60 mm x 60 mm.
 kamera metrik WA 23 cm x 23 cm dengan f = 152 mm. Atau SWA 23 cm x 23
cm dengan f = 88 mm.
Jenis film
 panchromatic B&W,
 true color,
 false color atau
 infrared.

106
Jenis pesawat
Beban angkut (payload) kira-kira 200 kg dan awak pesawat sejumlah
minimal 4 orang (1 pilot, 1 navigator, 1 camera man dan 1 technician),
contoh : Piper PA-31 Navajo, Cessna 402 B, Beech King Air A-100, Dornier
Do28 D-2 Skyservant, Gates Learjet 24D, 25C, 35,dlsb. Untuk FUFK
digunakan pesawat ringan seperti Gelatik PZL-105 dan sejenisnya atau
dengan pesawat terkendali radio (R/C) bila daerahnya relatif kecil.
Tinggi terbang
Tinggi terbang = f (fokus kamera dan skala foto). Pada tahun 1970-an untuk
sejumlah alat restitusi pernah digunakan besaran Cfaktor yakni Cfaktor = H/IK,
dimana H = tinggi terbang pesawat terhadap permukaan tanah rata-rata dan
IK = interval kontur dari peta yang akan diturunkan. sampai dengan 1/8
bahkan lebih. Disamping pertimbangan pemrosesan data faktor lapangan
juga harus diperhitungkan seperti kondisi topografi, kondisi cuaca (cloud
ceiling) dan kemungkinan adanya rintangan (obstacle).

107
PEMASANGAN TUGU & PREMARK DAN JALUR TERBANG
PEMASANGAN TUGU & PREMARK DAN JALUR TERBANG

Pemotretan Udara Skala : 1:10000


Luas wilayah pemetaan : 10 km x 10 km
Ovelap foto : 60%
Sidelap foto : 30%
Format Foto : 23 cm x 23 cm
Fokus Kamera : 152,52 (Wide angel)
Base airport : Bandara Ahmad Yani Semarang
Pesawat Piper Astect : 650 km/jam
Jumlah jam ferry : 30 menit
Kemampuan jam terbang pesawat : 4 jam
Sewa pesawat per jam : 10 jt/jam
Sewa kamera : 3 jt/hari
Hitung Jumlah Foto
Hitung Jumlah jalur Terbang
Hitung jumlah jam terbang
Hitung Biaya pemotretan per hektar
Mengukur Tinggi Obyek pada foto udara
berdasarkan Relief Displacement

Principal point (PP)


r

dd
Line of flight

Jensen, 2000
Mengukur Tinggi Obyek pada foto udara
berdasarkan Relief Displacement
b’ a’ o’ Negative

f Princi pal point

Expos ure s tation, L d


h d
= r
H r
dxH Positive o a b
h =
r

H
r = 2.23 in.
d = 0.129 in. B
H = 2978.5 ft above local datum
h = 172 ft
h

local datum PP A
Jensen, 2000
Mengukur Tinggi Obyek pada foto udara berdasarkan panjang
bayangan di permukaan tanah

Meas urement of the Hei ght of


Objects B ased on Shadow Length

opposite Su
tan a = n's
adjacent ra y
s
height, h h
=
shadow, L a
h = L x tan a

shadow
Jensen, 2000
L
Object Height
0.119”
0.119”
59.1’ Determined by
59.1’
Shadow Length

0.241”
0.241”
119.65’
119.65’

Jensen, 2000
DISTORSI FOTO UDARA
Akibat Perbedaan Relief Topografi

Pergeseran
relief
foto
udara p p

h t = Tinggi Terbang Pesawat

dH = Perb
reli Hr = Ketinggian Tanah Rata-rata
P

114
PARALAKS

Pasangan sinar dari foto kiri dan


foto kiri foto kanan
kanan dalam satu bidang dan
o' o'' berpotongan di titik A
a' a''

Paralak-y = 0
Beda tinggi dZ sebagai fungsi dari
paralak-x

A'' foto kiri foto kanan


py o'
A' p a' a'' o''
x
p = paralak-x
x
py = paralak-y

Pasangan sinar dari foto kiri


kedudukan 1
dan kanan belum dalam satu dZ = f(px)
bidang dan saling bersilangan A' A'' kedudukan 2
p py = 0
bidang proyeksi x
Paralak-x dan y ≠ 0
p = paralak-x
A x
py = paralak-y

115
PENGLIHATAN STEREOSKOPIK

Metode mengukur atau memperkirakan suatu cara monoskopik


dan stereoskopik. Cara penglihatan dengan satu mata disebut
sebagai penglihatan monokular atau monocular vision, sedang
dengan dua mata disebut sebagai penglihatan binokular atau
binocular vision.

116
Monocular vision
(1) membandingkan secara relatif besarnya (size) obyek satu
dengan lainnya,
(2) terhalangnya obyek yang terletak dibelakang (lebih jauh)
terhadap obyek didepannya (lebih dekat),
(3) dari bayangan, dan
(4) pem-fokusan mata yang berbeda untuk obyek yang jauh dan
dekat.

Persepsi kedalaman berdasarkan ukuran dan halangan

117
Persepsi kedalaman (depth perception)

Persepsi kedalaman merupakan fungsi dari


sudut paralaktik = sudut perpotongan
sumbu optik mata kiri dan kanan manakala b
kedua mata terfokus pada suatu titik/ obyek. kiri kanan
dBA = dB - dA
dimana : dA = f (a) dan dB = f (b)
Jarak terdekat persepsi kedalaman
stereoskopik untuk rata-rata orang dewasa
kira-kira 25 cm, dengan basis sekitar 66 mm a DA
maka sudut paralaktik maksimum adalah
DB
 = 2 tan-1 (3.3/25) =
15 A
b
Persepsi kedalaman stereoskopik
maksimum kira-kira = 50 meter.Persepsi ( DB DA)
kedalaman stereoskopik merupakan fungsi
sudut paralaktik ( )
B

118
Penglihatan Stereoskopik Pasangan Foto

Syarat dapat melihat pasangan foto secara stereoskopik,


yakni :
(1) daerah yang akan diamati secara stereoskopik difoto dari
posisi eksposur yang berbeda yaitu pada daerah
pertampalannya
(2) skala dari kedua foto kurang lebih sama,
(3) pasangan obyek padai foto kiri dan kanan dan kedua mata
kurang lebih harus dalam satu bidang yang sama atau sumbu
optik kedua mata harus satu bidang.

119
Beberapa cara penglihatan stereoskopik :

(1) Anaglip, foto kiri dan kanan di cetak menggunakan basis warna yang berbeda
(hijau & merah), pengamatannya pun dilakukan dengan kacamata warna, kiri
hijau dan kanan merah. Cara ini digunakan pada beberapa alat lama jenis optis
dan produk softcopy.

(2) Polaroid, kedua foto diproyeksikan dengan dipolarisasi - 90, untuk melihat
stereo digunakan kacamata polaroid dengan sudut polarisasi yang sesuai, tidak
populer digunakan pada alat fotogrametri,

(3) Flickering, mata kiri dan kanan dipaksakan untuk melihat foto kiri dan kanan
secara bergantian dengan selang waktu sedemikian rupa hingga kedua mata
dibuat seolah-oleh melihat masing foto secara bersamaan. Cara ini pun tidak
begitu populer digunakan pada alat fotogrametri,

(4) Split, dengan batuan sistem pengamat optis, mata kiri dibuat hanya melihat
foto kiri dan mata kanan hanya foto kanan. Cara ini dinilai praktis, handal dan
paling populer dimanfaatkan pada alat fotogrametri
120
Parallactic Angles Used
0.119” During Depth Perception
59.1’

Jensen, 2000
Stereoscopic
Viewing
Methods

Jensen, 2000
Wheatstone’s
Logic of Wheatstone’s
Mirror Stereoscope
Mirror Stereoscope

Wheatstone’s Mi rror Stereoscope

Mirror
a b
A B

Screw

d’

Jensen, 2000
Terrestrial Stereogram of the Temple
in Salt Lake City, Utah
A Vintage Stereo
Camera

Jensen, 2000
Lens Stereoscope with Parallax Bar

Jensen, 2000
Stereoscopic Parallax Principles

Jensen, 2000
L2 L1

Profile view of
Photo 4-5
Profile view of
Photo 4-4
Computing the Height
of
the Senate
a’
b’
a b o Condominium in
o
Columbia, SC Using
A
CPP
Stereoscopic Parallax
PP 4-5 A PP
4-5 CPP
4-4
4-4
Measurements
a. B A-base 4-5 B
A-base 4-4
b.

Photo 4-4
Photo 4-5

Plan view Plan view


of Photo 4-5 of Photo 4-4

y-axis
PP A-base 4-5 A-base 4-4
4-5
3.39” 3.41” o x-axis
Line of flight Line of flight
o
xb’ = -0.267” CPP CPP PP4-4
4-4 4-5
b’ b = base x b =-3.606”
a’ a = top
x a = -3.82”
xa’ = -0.270”
Superposition
c. of Photos 4-5, 4-4 d.

Profile view of
Photos 4-5 and 4-4
in superposition

b’
a b a’ o e.
x b’ = -0.267”
x a’ = -0.270”
xb =
a’ -3.606”
x a = -3.820” dp = 3.55 - 3.339”
pa = 3.55” dp = 0.211”
p = 3.339”
b
Jensen, 2000
PELAKSANAAN PEKERJAAN PEMBUATAN
PETA GARIS (RBI) SKALA 1 : 5.000 - 10.000
DAN PETA FOTO (ORTHOPHOTO)
DIAGRAM ALIR PEKERJAAN PEMBUATAN PETA GARIS DAN PETA FOTO

PERSIAPAN

Triangulasi Udara

Stereoploting Scanning

Hasil stereoplotting Rektifikasi & Orthophoto


Data Foto Udara

Editing, Pembentukan DEM Mosaicking


dan Kontur

Pembentukan Basis Data Kartografi &


Pencetakan Peta Foto

Kartografi &
Pencetakan Peta Garis

LAPORAN &
PENYERAHAN HASIL
Persiapan

Pengurusan Perijinan

Perencanaan Jalur Terbang dan Distribusi Titik Kontrol

Misalignment dan Boresight Calibration

Pemotretan Udara Pemasangan Tugu dan Premark

POSPAC download dan Pembuatan Sketsa dan


deskripsi titik kontrol
data processing konversi image

AT block adjustment Orientasi Dalam Pengukuran Titik Kontrol

Koreksi Registrasi Pass Point Pengolahan Data Titik Kontrol


dan Tie Point (GPS etc)

Parameter
Registrasi Titik Kontrol Koordinat
Posisi dan Orientasi Tanah
Titik Kontrol Tanah
Project Setup

StereoPlotting

Plotting Unsur : Plotting Detail Planimetris :

Hidrografi Transportasi
Breaklines Pemukiman
Spotheight dan Masspoint Tutupan lahan

Pembuatan DTM, breakline etc Editing Vektor 3D


Persiapan

Pengurusan Perijinan

Perencanaan Jalur Terbang dan Distribusi Titik


Kontrol

Misalignment dan Boresight Calibration

Pemotretan Udara Pemasangan Tugu dan


Premark

POSPAC download dan Pembuatan Sketsa dan


deskripsi titik kontrol
data processing konversi image

AT block Orientasi Dalam Pengukuran Titik


adjustment Kontrol
Koreksi Registrasi Pass Pengolahan Data Titik
Point dan Tie Kontrol (GPS etc)
Point
Parameter
Registrasi Titik Koordinat
Posisi dan Kontrol Tanah
Orientasi Titik Kontrol Tanah
Project Setup

StereoPlotting

Plotting Unsur : Plotting Detail Planimetris :

Hidrografi Transportasi
Breaklines Pemukiman
Spotheight dan Masspoint Tutupan lahan
DIAGRAM ALIR PELAKSANAAN PEKERJAAN
PEMETAAN SKALA 1:50.000 PAPUA RADAR

PERSIAPAN

Stereo Kompilasi
Data Radar

Hasil Kompilasi
Data Radar
A
Editing & Pemuktahiran data
Pembentukan dengan Citra Satelit Entry Data
DEM dan Kontur

Pembentukan
Survei Lapangan Basis Data

Penyusunan daftar nama-


A nama Geografis

Laporan Akhir &


Penyerahan
Diagram Alir
Pekerjaan Pemetaan RBI Skala 1 : 50.000 Dengan Radar

PERSIAPAN PEMUTAKHIRAN DATA

DATA RADAR CITRA SATELIT

INTERPRETASI CITRA PENGUMPULAN


DATA SEKUNDER
ORRI DSM

STEREOMATE PETA MANUSKRIP

TAMPILAN 3D QC TIDAK

SURVEY
DIGITASI ON SCREEN 3D DATA YA KELENGKAPAN
PLANIMETRIS LAPANGAN

EDITING DATA PLANIMETRIS


ON SCREEN 3D
Menghilangkan Spike & Depresi PETA HASIL SKL ENTRI DATA
LAPANGAN

TIDAK QC
EDITING DATA SPASIAL DAN
ATRIBUT
YA

EXPORT KE DXF
QC TIDAK

YA
EDITING VEKTOR
PETA PLANIMETRIS
(DTM, KONTUR)
PEMBENTUKAN BASIS DATA RBI

TIDAK QC
TEMA UNSUR
YA YA RUPABUMI
(Database format *.shp)
PETA RBI DIGITAL
PLANIMETRIS
SKALA 1:50.000
TERKOREKSI DTM TERKOREKSI :
(Database format *.dwg)
- Hidrografi - Breaklines
- Transportasi - Masspoint KARTOGRAFI
- Pemukiman - Spotheight
- Vegetasi - Sungai
- Bangunan terpencar TIDAK
QC
PEMBUATAN KONTUR
YA

TIDAK QC PETA RBI DIGITAL


SKALA 1:50.000
(Kartografi dalam format
YA *.mxd)

PEMUTAKHIRAN DATA TIDAK


QC

GASETIR
YA (Daftar Nama
Geografi)

PETA RBI 1:50.000


ALBUM
ALBUMDEM SOFTCOPY dan ALBUM FOTO
LAPORAN AKHIR
DEM ALBUM LAPANGAN
HARDCOPY
DIAGRAM ALIR TRIANGULASI UDARA

PERSIAPAN

Paper Print & Diapositif Daftar koordinat GPS


Foto Udara kinematik

Pemilihan Titik

Pricking

Pengamatan Koordinat Foto Blok Adjusment

Tidak
QC

Ya

Koordinat titik-titik
kontrol tanah (minor)
TRIANGULASI UDARA

PERALATAN YANG DIGUNAKAN :


Pencil Glass
Stereskop cermin (Shokisha)
Point Transfer Device (WILD PUG-4)
Analitikal steroploter (Planicomp P3)
Personal Computer (PC) atau Laptop
Alat tulis
Light Table

BAHAN YANG DIPERLUKAN


Foto udara tercetak (paper print)
Diapositif foto udara
Koordinat GPS kinematik
Komputer Kapasitas Besar/ Workstation
DIAGRAM ALIR STEREOPLOTING
Pengumpulan data

Diapositif Data
Foto Udara Triangulasi udara

Restitusi Foto Udara

Model Stereo

Stereoplotting 3D

Tidak
QC
Ya

Data Planimetris (3D) Data Pembentuk


 Transportasi DEM & Kontur
 Pemukiman  Hipsografi
 Vegetasi  Hidrografi

Hasil Stereoploting
STEREOPLOTING

PERALATAN YANG DIGUNAKAN :


Analitikal steroploter (Planicomp P3)

BAHAN YANG DIPERLUKAN


Diapositif foto udara

DATA YANG DIPERLUKAN


Kalibrasi Kamera
Hasil AT
Index Model

Urutan Pengumpulan Tema Unsur


1. Data unsur Hidrografi
2. Data unsur Hipsografi
3. Data Transportasi
4. Data unsur pemukiman dan bangunan terpencar
5. Data unsur Vegetasi
Stereo Plotting
 Stereo Plotting adalah
pekerjaan pengumpulan
data dari sepasang foto
udara yang saling
bertampalan
menggunakan alat
stereoplotter. Seperti telah
disebutkan di atas,
pelaksanaan stereoplotting
digital dilaksanakan
dengan menggunakan alat
seperangkat komputer
dengan software Summit
Gambar DATEM Summit Evolution Stereo Plotter
dan kacamata 3D Environment
Stereo Plotting
Komponen pembentuk informasi geospasial dasar adalah data Rupabumi Indonesia
(RBI) sebagai representasi permukaan bumi yang mencakup 8 tema dasar yaitu:
1. Garis pantai sebagai representasi pemisah wilayah daratan dan
perairan;
2. Hipsografi sebagai representasi tiga dimensi permukaan bumi;
3. Perairan sebagai representasi wilayah aliran perairan;
4. Nama Rupabumi sebagai representasi identifikasi obyek rupabumi
secara harafiah mengikuti kaidah penamaan tertentu;
5. Batas Wilayah sebagai representasi pembagian wilayah administratif
secara politis;
6. Transportasi dan Utilitas sebagai representasi jaringan penghubung
aktifitas dan mobilitas buatan manusia;
7. Bangunan dan Fasilitas Umum sebagai representasi obyek yang
digunakan manusia dalam beraktifitas;
8. Penutup Lahan sebagai representasi zonasi obyek rupabumi
berdasarkan kriteria klasifikasi jenis tutupan lahan.
Stereo Plotting
Komponen pembentuk informasi geospasial dasar adalah data Rupabumi Indonesia
(RBI) sebagai representasi permukaan bumi yang mencakup 8 tema dasar yaitu:
1. Garis pantai sebagai representasi pemisah wilayah daratan dan
perairan;
2. Hipsografi sebagai representasi tiga dimensi permukaan bumi;
3. Perairan sebagai representasi wilayah aliran perairan;
4. Nama Rupabumi sebagai representasi identifikasi obyek rupabumi
secara harafiah mengikuti kaidah penamaan tertentu;
5. Batas Wilayah sebagai representasi pembagian wilayah administratif
secara politis;
6. Transportasi dan Utilitas sebagai representasi jaringan penghubung
aktifitas dan mobilitas buatan manusia;
7. Bangunan dan Fasilitas Umum sebagai representasi obyek yang
digunakan manusia dalam beraktifitas;
8. Penutup Lahan sebagai representasi zonasi obyek rupabumi
berdasarkan kriteria klasifikasi jenis tutupan lahan.
Stereo Plotting
Acuan umum tingkat detail (resolusi) untuk produksi IGD rupabumi adalah sebagai
berikut:
1. Horisontal : 0,2 mm ukuran obyek pada peta cetak (1,25 m pada
skala peta 1:5.000)
2. Vertikal : 0,5 interval kontur selang (1,25 m skala peta 1:5.000)
3. Stereo plotting terhadap tema-tema tersebut di atas harus
dilakukan secara bertahap sebagai berikut:
 Perairan
 Breaklines
 Masspoints dan spotheight
 Jaringan transportasi
 Bangunan dan permukiman
 Tutupan lahan
Stereo Plotting
Stereo Plotting Garis Perairan
1. Stereoplotting untuk tema garis perairan atau jaringan
sungai harus dimulai dari sungai besar dilanjutkan
dengan anak sungai, dan kemudian alur atau sungai
musiman.
2. Stereoplotting harus dimulai dari hulu ke muara. Sesuai
dengan karakteristik sungai maka elevasi pada vertex
(n+1) tidak boleh lebih tinggi dari elevasi vertex (n).
3. Dalam satu daerah aliran sungai, segmen garis sungai
harus terhubung satu dengan lainnya membentuk satu
jaringan yang bermuara pada satu titik. Sungai dan alur
dapat bermuara pada garis pantai, garis tepi danau,
garis tepi air rawa, atau garis tepi perairan lainnya.
Stereo Plotting Garis Perairan
4. Pada daerah karst, aliran sungai dapat terhenti tanpa
diketahui kelanjutan muaranya. Bentuk topografi
daerah karst dicirikan dengan banyak cekungan. Apabila
ditemui hal seperti ini maka operator harus
memberikan keterangan yang dicantumkan pada peta
kerja lapangan untuk membantu surveyor di lapangan.

5. Aliran Drainase yang tertutup oleh unsur buatan


manusia harus dikompilasi selama masih
memungkinkan untuk diinterpolasi arah aliran dan
ketinggian.
Stereo Plotting Garis Tepi Perairan
 Garis tepi perairan adalah garis batas daratan dan air yang menggenang. Garis
tepi danau/situ, garis pantai/pulau, dan garis tepi rawa, dan garis tepi empang
masuk dalam kategori ini.
 Karakteristik geometri garis tepi perairan ditentukan sebagai berikut:
1. Garis tepi perairan tidak terpotong oleh kontur
2. Setiap vertex pada garis tepi perairan mempunyai elevasi yang sama
3. Elevasi setiap vertex pada garis pantai harus nol
4. Garis pantai dan garis tepi danau/situ tidak terpenggal oleh muara sungai
5. Sungai harus berhenti pada garis tepi danau/situ
6. Sungai harus berhenti pada garis pantai
7. Sungai dapat memotong garis tepi rawa apabila operator atau surveyor
dapat melihat aliran sungai tersebut Garis tepi perairan adalah garis batas
daratan dan air yang menggenang. Garis tepi danau/situ, garis
pantai/pulau, dan garis tepi rawa, dan garis tepi empang masuk dalam
kategori ini.
Gambar Visualisasi Produksi Garis Pantai Skala
1:5.000
Stereo Plotting Garis Tepi Perairan
 UUIG Pasal 13 ayat 3 menyatakan secara jelas bahwa garis pantai
yang disajikan pada Peta Rupabumi Indonesia (RBI) mengacu
pada kedudukan muka air laut rata (mean sea level). Sementara
kedudukan muka air laut saat data akuisisi dapat dianggap muka
air laut sesaat namun umum digunakan sebagai garis pantai
pada Peta RBI.
 Penerapan datum tinggi yang seragam menjadi salah satu
prasyarat untuk memperoleh data geospasial yang seamless dan
konsisten. Pada wilayah yang telah memiliki distribusi Stasiun
Pasut dan Titik Tinggi Geodesi yang cukup memadai, muka laut
rata-rata dapat diturunkan dengan pengukuran ketinggian 0
(nol) meter.
Stereo Plotting Garis Tepi Perairan
 Sementara pada wilayah lain yang tidak memiliki infrastruktur
referensi tinggi yang memadai, dapat dilakukan pendekatan
dengan menggunakan model geoid global seperti Earth
Gravitational Model 2008 (EGM 2008).
 Dalam hal ini, garis pantai akan dikompilasi dengan
menggunakan pendekatan:
1. Muka laut sesaat, yaitu kenampakan garis pantai pada saat
perekaman data sebagai representasi batas daratan dan
lautan;
2. Muka laut rata-rata, yaitu kompilasi ketinggian 0 (nol) meter
setelah dilakukan penyeragaman datum tinggi Digital
Elevation Model (DEM) yang digunakan.
Stereo Plotting Breaklines
1. Data breaklines digunakan untuk membantu pembentukan DTM
dan kontur. Kerapatan breaklines bergantung pada bentuk
topografinya.
2. Pada daerah yang bergunung dan terjal maka breaklines lebih
rapat dibanding dengan daerah datar.
3. Pada waktu pengumpulan data ini, operator stereoplotting harus
memperhatikan bentuk dan aliran alur sungai agar dapat
menentukan breaklines dengan tepat sehingga dapat
menghasilkan bentuk kontur dan DTM yang representatif.
Stereo Plotting Breaklines
1. Data breaklines digunakan untuk membantu pembentukan DTM
dan kontur. Kerapatan breaklines bergantung pada bentuk
topografinya.
2. Pada daerah yang bergunung dan terjal maka breaklines lebih
rapat dibanding dengan daerah datar.
3. Pada waktu pengumpulan data ini, operator stereoplotting harus
memperhatikan bentuk dan aliran alur sungai agar dapat
menentukan breaklines dengan tepat sehingga dapat
menghasilkan bentuk kontur dan DTM yang representatif.
Gambar Mass-point (titik putih), Breaklines (coklat), jaringan
sungai (biru), dan Spotheight yang digunakan untuk
pembentukan DEM
Gambar
Breaklines
(coklat)
Stereo Plotting Masspoint dan Spotheight
• Pembentukan tema hipsografi terutama diarahkan untuk
menyediakan Digital Terrain Model (DTM) yang representatif
untuk kepentingan penyajian pada Peta RBI.
• Representasi hipsografi pada Peta RBI utamanya adalah Kontur
dan Titik Ketinggian (Spot Height).
• Kontur merupakan fitur rupabumi dalam bentuk garis yang
menghubungkan titik-titik dengan ketinggian sama.
• Proses penurunan kontur dilakukan dengan metode interpolasi
dan penghalusan (smoothing) tertentu, sehingga fitur yang
dihasilkan dapat merepresentasikan aspek elevasi wilayah terkait
secara estetik dan menarik namun tetap akurat dan representatif.
• Resolusi spasial data digital elevation model yang dibutuhkan
adalah maksimum 1 meter dalam kerapatan orisinal dan bukan
kerapatan post-gridding.
Gambar. Mass-point (titik hitam), Breaklines Gambar . DEM raster dengan ukuran cell5
(coklat), jaringan sungai (biru), dan Spotheight meter dan kontur dengan interval 12,5
yangdigunakan untuk pembentukan DEM meter
Stereo Plotting Masspoint dan Spotheight
Ketentuannya :
1. Pada skala 1:5.000, masspoints diplot dengan kerapatan
antara 10 s.d. 20 meter.
2. Untuk kemiringan >10% kerapatan masspoint adalah 10
meter sedangkan untuk kemiringan lereng ≤ 10% kerapatan
masspoints 20 meter.
3. Spotheight adalah titik tinggi yang ditempatkan pada puncak
gunung/bukit atau pada cekungan.
Stereo Plotting Masspoint dan Spotheight
Ketentuannya :
1. Spotheight dan masspoints tidak boleh ditempatkan pada
area perairan. .
2. Untuk daerah datar dimana hanya terdapat beberapa garis
kontur maka spotheight harus ditempatkan pada setiap titik
tengah kotak grid peta.
3. Untuk daerah datar dimana hanya terdapat beberapa garis
kontur maka spotheight harus ditempatkan pada setiap titik
tengah kotak grid peta.
Stereo Plotting Transportasi
1. Semua jaringan transportasi yang dapat terlihat pada foto harus diplot
sesuai dengan keadaan sebenarnya.
2. Plotting jaringan transportasi dilakukan pada garis tengahnya (centerline).
3. Jaringan transportasi tidak terputus pada lokasi perpotongan dengan
sungai.
4. Semua jaringan transportasi yang ada pembatas tengah harus diplot 3 garis
(2 bahu jalan dan 1 pembatas tengah sebagai centerline)
5. Semua jaringan transportasi yang dapat terlihat pada foto harus diplot
sesuai dengan keadaan sebenarnya.
6. Plotting jaringan transportasi dilakukan pada garis tengahnya (centerline).
7. Jaringan transportasi tidak terputus di lokasi perpotongan dengan sungai.
8. Semua jaringan transportasi yang ada pembatas tengah harus diplot 3 garis
(2 bahu jalan dan 1 pembatas tengah sebagai centerline)
Stereo Plotting Bangunan dan Permukiman
1. Semua bangunan diplot sesuai dengan ukuran dan bentuk
sebenarnya.
2. Tinggi bangunan diplot pada atap bangunan sehingga bangunan
memiliki ketinggian terhadap terain disekitarnya.
3. Kumpulan bangunan/gedung yang berjarak rapat antara satu
dengan yang lain dapat diblok sebagai satu kesatuan.
4. Bangunan dikatakan rapat apabila jarak satu dengan lainnya 2.5
meter atau kurang.
5. landas pacu dan dermaga apabila terlihat pada foto harus
digambarkan sesuai dengan bentuk dan ukuran yang sebenarnya.
Bare Earth Non Earth
Model
Stereo Plotting Tutupan lahan Tutupan lahan
1. Unsur rupabumi yang masuk kategori ini terdiri dari: sawah, kebun, tegalan,
hutan, belukar, tanah kosong, padang rumput, dan hutan bakau.
2. Operator harus melakukan interpretasi kemudian mendelinasi batas vegetasi serta
memberi teks label seperti yang tampak pada gambar di atas tersebut.
3. Area tutupan lahan terbentuk dari gabungan data jalan, sungai, batas
permukiman, dan batas vegetasi.

sungai
Teks label Vegetasi

jalan Garis batas vegetasi


Kompilasi Data Hasil Stereo Plotting
Pekerjaan kompilasi data :
 Data unsur Hidrografi
 Data unsur Hipsografi
 Data Transportasi
 Data unsur
pemukiman dan
bangunan terpencar
 Data unsur Vegetasi

Contoh Raw Data Hasil Kompilasi


DIAGRAM ALIR EDITING 3D, PEMBENTUKAN DEM & KONTUR

Unsur-Unsur
Pembentukan DEM & Kontur
 Hipsografi (Masspoint, Breakline,
Spotheight)
 Hidrografi (Sungai, Danau, Garis pantai,dll)

Editing Unsur-unsur
Pembentuk DEM

Konversi ke format ASCII XYZ

GRIDING
Proses pembentukan grid dengan
menginterpoloasi nilai Z dari setiap Node
dengan metode interpolasi Krigging

DEM

Tidak
QC

Ya

Konversi menjadi DEM raster Pembentukan Kontur


format BIL 32 bit

DEM Raster & Kontur


Pembentukan DTM
 Model Elevasi Digital (DTM) adalah merupakan sekumpulan titik-
titik 3D (tiga dimensi) yang mewakili informasi spasial yang unik
terhadap suatu referensi tertentu, sehingga dapat membentuk
suatu relief bentuk permukaan bumi.
 Data DTM ini selanjutnya dipakai untuk :
 Pembentukan kontur
 Dipakai sebagai data masukan untuk Ortho Rectified Image
(ORI) dalam pemutakhiran data.
 Masukan data untuk pembentukan DTM dan kontur adalah data-
data dari hasil stereo kompilasi berupa :
 Unsur Hispografi berupa Masspoint, Spotheight dan Breakline.
 Data Hidrografi (unsur perairan) berupa Sungai, Danau, Rawa,
Garis tepi Pantai, dsb.
Pembentukan Garis Kontur
 Editing unsur - unsur pembentuk DTM
 Untuk unsur-unsur hidrografi, arah garis harus sama dengan arah
aliran (vertex pertama adalah hulu dan vertex terakhir adalah muara);
Elevasi pada vertex (n+1) lebih rendah atau sama dengan elevasi
vertex (n); Elevasi pada setiap vertex untuk garis tepi perairan seperti
garis pantai, garis tepi danau, empang dan rawa harus sama.
 Pertemuan node dengan node atau node dengan vertex harus snap
secara tiga dimensi
 Konversi ke format ASCII XYZ
Data masukan berupa data vektor garis 3D dan point 3D yang disimpan
dalam format DXF, selanjutnya dikonversi ke format ASCII XYZ
menggunakan perangkat lunak DXF2XYZ.
 Griding
Keluaran proses konversi ASCII XYZ digunakan sebagai masukan pada
proses pembentukan grid dengan resolusi 20 meter. Metode griding yang
digunakan adalah metode interpolasi Kriging. Perangkat lunak yang
digunakan adalah Surfer v.6.
Ketentuan Pembentukan Garis Kontur
Proses selanjutnya dari hasil kriging tersebut diatas adalah dilakukan
pembentukan kontur dengan interval kontur 2.5 meter dan kontur bantu
dengan interval 1.25 meter untuk daerah yang relatif datar.
Kontur yang dihasilkan harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
 Interval kontur indeks untuk skala 1:5.000 adalah 10 meter.
 Interval kontur selang untuk skala 1:5.000 adalah 2,5 meter.
 Untuk daerah relatif datar diberi garis kontur bantu dengan interval
setengah dari interval kontur selang.
 Garis kontur tidak saling berpotongan.
 Garis kontur tidak terputus, kecuali untuk kontur bantu.
 Garis kontur dengan elevasi yang sama tidak memotong sungai yang
sama lebih dari satu kali.
 Garis kontur tidak memotong garis tepi perairan (danau, empang, air
rawa, dan pantai).
 Pada lokasi perpotongan garis kontur dengan sungai maupun anak
sungai maka pola kontur cenderung menjorok ke arah hulu.z
Pembentukan DTM dan Garis Kontur
 Konversi ke DTM Raster
Hasil Gridding tersebut diatas selanjutnya dikonversi menjadi format DTM
Raster BIL 32 bit. Perangkat lunak yang digunakan adalah Global Mapper
V.10 dan menggunakan custom shader yang diberikan oleh pemberi
pekerjaan

 Output kegiatan
Output dari kegiatan pembentukan DTM dan Kontur adalah DTM raster
dalam format BIL 32 Bit dan Kontur yang akan ditampilkan pada peta
rupabumi skala 1 : 5.000
Pembentukan DTM dan Garis Kontur
Contoh
DTM
Raster
DIAGRAM ALIR BASIS DATA RUPABUMI

Hasil Editing 3D &


Pembentukan Kontur

Data Cleaning
(Edgematching & Topologi

Tidak
QC

ya

Proses pembentukan data base


menggunakan lisp & Tool Bakosurtanal

Pembuatan Meta data format FDGC

Basis data format


SHP & DWG
BASIS DATA RUPABUMI
Sistem Pengelompokan unsur
No. Tema unsur Kelompok Kode Tipe Geometri
Rupabumi Unsur Point Line Area Text
1. Bangunan 10000 v v v
PERALATAN YANG 2. Transfortasi 20000 v v
3. Hipsografi 30000 v v
DIGUNAKAN : 4. Batas Administrasi 40000 v v
PC dengan Processor 5. Penutup Lahan 50000 v
Intel Core2Duo 1.8 GHz, 6. Perairan 60000 v v
DDRAM 2 Gb 7. Toponim 64000 v

DATA YANG Sistem Penamaan File


DIPERLUKAN : 1. NLP_1PT ( untuk Bangunan : Point )
Data hasil Editing 3D 2. NLP_1LN ( untuk Bangunan : Line )
dan Pembentukan 3. NLP_1AR ( untuk Bangunan Area )
Kontur 4. NLP_2LN ( untuk Transfortasi : Line )
5. NLP_2AR ( untuk Transfortasi : Area )
6. NLP_3PT ( untuk Hipsografi : Point )
7. NLP_3LN ( untuk Hipsografi : Line )
8. NLP_4LN ( untuk Batas Administrasi : Line )
9. NLP_4AR ( untuk Batas Administrasi : Area )
10. NLP_5LN ( untuk Penutup Lahan dan Fungsi : Line )
11. NLP_5AR ( untuk Penutup Lahan dan Fungsi : Area )
12. NLP_5TX ( untuk Penutup Lahan dan Fungsi : Text )
13. NLP_6PT ( untuk Perairan : Point )
14. NLP_6LN ( untuk Perairan : Line )
15. NLP_6TX ( untuk Toponim : Text )
BASIS DATA RUPABUMI
Struktur object data / Atribut

Feature Class BUILDING / 10000 Feature Class ADMINISTRATIVE BOUNDARY / 40000 Feature Class TOPONYM / 64000
Geomatric Type : POINT; LINE; AREA Geomatric Type : LINE Geomatric Type : POINT – TEXT
Field Name Field Type Field Width Field Name Field Type Field Width Field Name Field Type Field Width
KODE_UNSUR Character 6 KODE_UNSUR Character 6 KODE_UNSUR Character 6
NAMA_UNSUR Character 50 NAMA_UNSUR Character 50 NAMA_UNSUR Character 50
TOPONIM Character 50 TOPONIM Character 50 TOPONIM Character 50
PELAKSANA Character 50 PELAKSANA Character 50 PELAKSANA Character 50
UPDATED Character 10 UPDATED Character 10 UPDATED Character 10

Feature Class TRANSPORTATION / 20000


Feature Class LAND COVER & FUNCTION / 50000
Geomatric Type : POINT; AREA
Geomatric Type : AREA
Field Name Field Type Field Width
Field Name Field Type Field Width
KODE_UNSUR Character 6
KODE_UNSUR Character 6
NAMA_UNSUR Character 50
NAMA_UNSUR Character 50
TOPONIM Character 50
TOPONIM Character 50
PELAKSANA Character 50
PELAKSANA Character 50
UPDATED Character 10

Feature Class HYPSOGRAPHIC / 30000 Feature Class HIDROGRAPHIC / 6000


Geomatric Type : POINT; LINE Geomatric Type : LINE
Field Name Field Type Field Width Field Name Field Type Field Width
KODE_UNSUR Character 6 KODE_UNSUR Character 6
NAMA_UNSUR Character 50 NAMA_UNSUR Character 50
ELEVASI Real 8.2 TOPONIM Character 50
PELAKSANA Character 50 PELAKSANA Character 50
UPDATED Character 10 UPDATED Character 10
KARTOGRAFI & PENCETAKAN PETA GARIS

PERALATAN YANG DIGUNAKAN :


PC dengan Processor Intel Core2Duo 1.8 GHz, DDRAM 2 Gb
Plotter design jet 500 ps

DATA YANG DIPERLUKAN :


Data hasil stereoplotting dalam format CAD
Basis data rupa bumi dalam format SHP.
Index sheet dan Map Frame

PENYAJIAN UNSUR
Penyajian Relief
Nama - nama
Simbol-simbol
Margin dan Informasi Tepi
Overlap Area

TATA LETAK PETA


Skala 1 : 1000, 1 : 2.500 dan 1 : 5.000 mengacu pada SPR-77
Skala 1 : 10.000 mengacu pada SPR-71
KARTOGRAFI & PENCETAKAN PETA GARIS
KARTOGRAFI & PENCETAKAN PETA GARIS
DIAGRAM ALIR REKTIFIKASI & ORTHOPHOTO

Diaspositif Foto udara


Parameter Orientasi
DEM

Scaning Diaspositif

Rectifikasi & Orthorektifikasi

Tidak
QC

Ya

Orthophoto

Mosaik Orthophoto
& Pemotongan berdasarkan NLP

Kartografi dan Pencetakan

Peta Foto
REKTIFIKASI & ORTHOPHOTO

PERALATAN YANG
DIGUNAKAN :
PC dengan Processor Intel
Core2Duo 1.8 GHz, DDRAM
2 Gb
Scanner fotogrametri
Plotter design jet 500 ps

DATA YANG
DIPERLUKAN :
Data kalibrasi kamera
Titik kontrol minor
Data Digital Elevation
Model (DEM)
Index sheet dan Map
Frame
KARTOGRAFI PETA FOTO
HASIL

1. Data digital Peta Garis dalam format AutoCAD 2004 (CAD);


2. Data digital Peta Foto;
3. Basis data rupabumi format ESRI Shape Files (SHP);
4. Digital Elevation Model (DEM) format BIL 32 bit dan USGS DEM;
5. Laporan Akhir kegiatan (hardcopy) sebanyak 10 buku;
6. Album Peta Garis dan Peta Foto tercetak pada skala 1: 2.500
s/d 1:10.000 (sesuai luas pulau), yang merupakan hasil proses
kartografi ArcGIS, dengan ukuran A0 dilipat menjadi ukuran
album A4 sebanyak 4 set;
7. Album Peta Garis dan Peta Foto tercetak pada skala 1: 2.500
s/d 1:10.000 (sesuai luas pulau), yang merupakan hasil proses
kartografi ArcGIS, dengan ukuran A3 sebanyak 4 set;
8. Album DEM tercetak pada ukuran A3 sebanyak 4 set;
9. Semua data digital diserahkan dalam DVD-ROM yang telah
diberi label (sticker DVD) dengan identitas data serta
perusahaan;
10. Semua data terkait dan laporan akhir di back-up dalam
eksternal Hard Disk.
STRUKTUR ORGANISASI

PPK-PBW Proyek Manager Administrasi

Ketua Tim Pelaksana

Koordinator Tim Ahli

Ahli Ahli
Ahli Fotogrametri Ahli Kartografi Ahli Pembentukan Basis
DEM & Kontur Rektifikasi & Data
orthophoto

Operator Operator Operator


Fotogrametri DEM & Kontur Kartografi
Operator Pembentukan
Operator Rektifikasi &
Basis Data
orthophoto

Anda mungkin juga menyukai