Anda di halaman 1dari 10

APLIKASI TERRESTRIAL LASER SCANNER

DALAM SIKLUS SIDLACOM JALAN JEMBATAN


Bhima Dhanardono Dani Hamdani
Prodi Teknologi Konstruksi Jalan dan Jembatan, Prodi Teknologi Konstruksi Jalan dan Jembatan,
Politeknik Pekerjaan Umum, Politeknik Pekerjaan Umum,
BPSDM Kementerian Pekerjaan Umum dan BPSDM Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Perumahan Rakyat
Jl. Prof. Soedharto, SH, Semarang Jl. Prof. Soedharto, SH, Semarang
bhima.dhanardono@politeknikpu.ac.id dani.hamdani@pu.go.id

Abstract
The continuous construction cycle is called Sidlacom, Survey, Investigation, Design, Land Acquisition,
Construction, Operation and Maintenance. One that needs to be considered at each stage is equipments and
results. Terrestrial Laser Scanner (TLS) has the potential to digitize construction at each stage.
In Survey Phase, TLS superior in speed and completeness of data compared to conventional tools. TLS output
provides detailed coordinate information with the image of the object is very suitable for Investigation and
Design. In Land Acquisition stage, ​TLS is capable to 3-dimensional cadastral initiated by the National Land
Agency. During Construction, TLS is capable of monitoring and calculating volumes. TLS can also make digital
As Built Drawings as basic data for Operation and Maintenance stages. With coordinate acquisition to millimeter
level, TLS is able to accurately monitor structural deformations. It is concluded that TLS can be applied in the
Sidlacom cycle.

Keywords: Sidlacom, laser scanner; digitization; construction;

Abstrak
Siklus konstruksi berkelanjutan disebut Sidlacom, yaitu Survey, Investigation, Design, Land Acquisition,
Construction, Operation dan Maintenance. Hal yang perlu diperhatikan pada setiap tahapannya adalah peralatan
berikut hasilnya. Alat yang berpotensi mewujudkan digitalisasi konstruksi pada setiap siklus Sidlacom adalah
Terrestrial Laser Scanner (TLS).
Tahap Survey, TLS unggul pada kecepatan dan lengkapnya data yang didapatkan dibanding alat konvensional.
Keluaran TLS menyajikan informasi koordinat detail berikut citra obyek yang diukur sehingga sangat layak
digunakan dalam Investigation dan Design. Tahap Land Acquisition, selain menyajikan luasan lahan TLS
mampu untuk kadaster 3 dimensi yang diinisiasi oleh Badan Pertanahan Nasional. Tahap Construction, TLS
mampu untuk monitoring dan opname volume pekerjaan. TLS juga bisa membuat As Built Drawing digital
sebagai data dasar tahap Operation dan Maintenace. Dengan akuisisi koordinat sampai kerapatan tingkat
milimeter, TLS mampu memonitor deformasi struktur dengan akurat. Disimpulkan TLS dapat diterapkan dalam
siklus Sidlacom.

Kata-kata kunci: Sidlacom, laser scanner; digitalisasi; konstruksi;

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Isitlah Sidlacom dapat ditemukan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
603/PRT/M/2005 Tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian Manajemen
Penyelenggaraan Pembangunan Prasarana dan Sarana Bidang Pekerjaan Umum yang
merupakan penyempurnaan dari Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 67/KPTS/1988
Tentang Petunjuk Praktis Pengendalian Pelaksanaan Proyek di Bidang Pekerjaan Umum
untuk Para Pemimpin Proyek/Bagian Proyek. Menurut peraturan tersebut, Sidlacom adalah
urutan tahapan kegiatan penyelenggaraan pembangunan prasarana dan sarana dalam
lingkungan Pekerjaan Umum. Susunan Sidlacom antara lain yaitu:
1. Tahap Survei, Investigasi dan Desain (Survey, Investigation, Design/SID)
2. Tahap Pengadaan Lahan (Land Acquisition/LA)
3. Tahap Pelaksanaan Konstruksi (Construction/C)
4. Tahap Operasi dan Pemeliharaan (Operation, Maintenance/OM)
Maksud dari penetapan peraturan tersebut adalah sebagai pedoman para penyelenggara
proyek/satuan kerja di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat agar
dapat melaksanakan tugas secara profesional dan mencegah penyimpangan untuk
mendapatkan hasil pekerjaan yang tepat mutu, waktu, biaya dan manfaat. Lingkup dari
Sidlacom sendiri sebenarnya sangat luas, meliputi aspek teknis dan administrasi. Pada tulisan
ini pembahasan lebih difokuskan pada aspek teknis seperti contohnya survei topografi,
inventory, penyusunan preliminary design, pada tahap SID, penetapan batas lokasi,
inventarisasi data tanah, tanaman dan benda lain yang terkait dengan pengadaan tanah pada
tahap LA, pengukuran prestasi pekerjaan dan pembuatan As built drawing pada tahap C,
analisis kegagalan bangunan pada tahap OM. Dalam rangka digitalisasi konstruksi, maka
pada setiap tahapan Sidlacom perlu diperhatikan salah satunya peralatan pengukuran yang
digunakan berikut data hasilnya. Pekerjaan infrastruktur di Indonesia secara umum sudah
dilaksanakan dengan memanfaatkan peralatan pengukuran digital yang sesuai dengan
perkembangan teknologi seperti Waterpass, Theodolit, Total Station dan GNSS receiver (GPS
Geodetic). Tetapi jika ditinjau dari jumlah data yang bisa didapatkan, maka peralatan tersebut
dapat dikategorikan konvensional karena dalam satu waktu hanya bisa mendapatkan 1 titik
koordinat saja. Salah satu alat ukur digital yang bisa mendapatkan data koordinat format
digital dan dalam jumlah banyak sekaligus adalah Terrestrial Laser Scanner (TLS). Alat ini
sebenarnya sudah digunakan juga di beberapa proyek infrastruktur di Indonesia, tetapi belum
cukup massive dan pemanfaatannya belum maksimal serta belum masuk di dalam setiap tahap
Sidlacom.
Rumusan Masalah
Pada tulisan ini penulis akan membahas apakah TLS dapat diaplikasikan dalam setiap tahapan
Sidlacom konstruksi dan apa saja tantangan yang dihadapi beserta solusinya.

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi dan Sejarah
Laser adalah alat yang menghasilkan dan melepaskan sinar atau rangkaian pulsa yang berasal
dari radiasi elektromagnet yang sangat terkolimasi, dapat dipahami dan terarah (Pradhan &
Sameen, 2017). Sistem laser dapat diatur untuk mengumpulkan informasi terrain bentuk 3
dimensi dalam jumlah yang sangat besar dengan waktu perekaman yang sangat cepat.
Teknologi pengukuran jarak menggunakan laser muncul pertama kali pada tahun 1966 dan
penggunaan untuk survei teknik dan industri konstruksi dimulai pada tahun 1970-an (Heritage
& Large, 2009).
Tipe dan Jenis TLS
Teknologi laser awalnya bermanfaat hanya untuk mengukur jarak antara dua titik saja pada
satu waktu, kemudian berkembang pesat hingga dapat merekam koordinat suatu titik dalam
jumlah yang sangat banyak dalam satu waktu. Teknologi tersebut disebut dengan istilah
LiDAR, yaitu Laser Induced Direction and Ranging atau Light Detection and Ranging.
Karena perekaman datanya bisa menghasilkan banyak titik dalam satu waktu maka alatnya
sering disebut sebagai Laser Scanner karena metodenya seperti memindai obyek.
Berdasarkan posisi alat ketika dioperasikan dibagi menjadi jenis pemindaian bergerak
(kinematic scanner) atau disebut juga mobile laser scanner (MLS) dan pemindaian tetap
(static scanner) atau terrestrial laser scanner (TLS) seperti diilustrasikan pada Gambar 1.

Sumber: (Pradhan & Sameen, 2017)

Gambar 1. Tipikal Komponen dari Sistem Airborne-Based Laser Scanning

Jenis kinematic scanner adalah pemindaian yang dilakukan dengan cara memasang sensor
laser pada suatu wahana yang dapat bergerak baik dengan dikendalikan sepenuhnya oleh
manusia atau atau bergerak secara autonomous. Dengan perkembangan teknologi, sensor laser
dapat juga dipasang pada Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau drone yang dikenal juga
dengan istilah airborne-based laser scanning system. Jadi berdasarkan jenis wahananya
kinematic scanner sendiri dibagi menjadi terestris dan aerial. Sedangkan jenis static scanner
saat ini hanya tersedia yang berada di atas tanah atau terestris, jenis inilah yang disebut
dengan TLS yang menjadi fokus pembahasan dalam tulisan ini. Di luar dunia konstruksi ada
juga penggunaan laser scanner yang berguna untuk kebutuhan kesehatan, industri manufaktur
dan penegakan hukum.

Sumber: (Pradhan & Sameen, 2017)

Gambar 2. Tipikal Komponen dari Sistem Airborne-Based Laser Scanning

Beberapa TLS merk terkemuka yang umum dijumpai digunakan dalam bidang infrastruktur
antara lain Leica, Topcon, Maptek, Trimble dan Faro contoh bentuk alatnya seperti disajikan
pada Gambar 3. Masing-masing merk tersebut mempunyai kekurangan dan kelebihan dalam
hal spesifikasi teknis.

Leica RTC 360 Topcon GLS2000 Maptek XR3 Trimble SX12 Faro X330
Sumber: diolah dari beberapa sumber
Gambar 3. Tampilan TLS dari beberapa merk.
Data keluaran
Data yang dihasilkan dari pengukuran atau pemindaian dengan TLS umum disebut sebagai
Point Cloud yaitu kumpulan titik-titik dalam jumlah yang sangat banyak, bisa sampai
berjumlah jutaan titik. Setiap titik tersebut mempunyai nilai koordinat lengkap tiga dimensi X,
Y dan Z. Kumpulan titik ini didapatkan dari setiap permukaan obyek yang terpapar dan
berada dalam jangkauan pancaran laser dari alat TLS. Pada tipe TLS tertentu dilengkapi
dengan fitur color digital imaging yang berupa kamera wide-angle dan atau telephoto untuk
merekam tampilan citra dari obyek yang dipindai. Dari citra tersebut dapat di-ekstrak sampel
warna sesuai obyek aslinya untuk setiap titik hasil pemindaian. Jumlah dan jarak antar titik
yang dihasilkan sangat tergantung pada pengaturan tingkat kerapatannya. Kelebihan yang
paling utama dari TLS ini adalah kemampuannya untuk memindai koordinat titik pada
permukaan obyek yang terpindai dengan jumlah yang sangat banyak dalam waktu yang
sangat singkat. Sebagai contoh pada TLS Leica RTC 360 mampu memindai sampai dengan
kecepatan 2 juta titik per detik. Sementara kecepatan terendah yaitu pada 115 ribu titik per
detik yang jauh lebih banyak dibanding semua alat ukur konvensional.
Tabel 1. Perbandingan Spesifikasi Teknis Beberapa TLS Terkemuka
Merk TLS Kerapatan Jarak jangkauan Kapasitas
minimal (m) pemindaian
Faro X330 0,15 mm@10 m 0,6 - 330 976 KPTS/ Sec
Trimble SX12 1,5 mm @50 m 0,9 - 600 Tidak diketahui
Leica RTC 360 1,9 mm @10 m 0,5 – 130 m 2.000 KPTS/ Sec
Topcon GLS 2000 3,1 mm @10 m – 350 120 KPTS/ Sec
Trimble X7 4 mm @10 m 0,6 - 80 115 KPTS/ Sec
Topcon GTL 5 mm @10 m 0,6 – 70 200 KPTS/ Sec
1200
Maptek XR3 Tidak diketahui 2,5 – 2400 Tidak diketahui
Keterangan: KPTS/ Sec: Kilo Points per Second (ribu titik per detik)
Sumber: Data Olahan Penulis (2022)

Dari beberapa alat TLS dengan merk yang cukup ternama, diketahui kerapatan minimal
sampai dengan 0,15 mm pada jarak 10 meter, artinya pada jarak 10 meter bisa didapatkan
titik-titik dengan jarak antaranya 0,15 mm. Sedangkan jarak jangkauan laser minimal 0,5 m
dan maksimal hingga 2400 meter seperti direkap pada Tabel 1.

PEMBAHASAN
Survey
Pada tahap survei dilakukan identifikasi dan pengumpulan informasi data primer dan data
sekunder. Dalam rangka pembangunan infrastruktur, salah satu data primer yang penting
untuk didapatkan dan dianalisis adalah kondisi eksisting lokasi calon proyek. Terkait dengan
TLS, alat tersebut dapat digunakan untuk pengambilan data eksisting seperti kontur dan
inventarisasi obyek-obyek alami maupun buatan manusia pada area survei.
Pada survei menggunakan alat konvensional, alat harus diarahkan atau dibidik langsung pada
bak ukur atau prisma yang ditempatkan pada titik yang akan direkam koordinatnya. pada
Total Station tertentu ada yang dilengkapi fitur reflectorles yang memungkinkan laser
ditembakkan langsung pada titik yang dituju tanpa bantuan prisma reflektor. Kontur
didapatkan dari hasil pengolahan sebaran beberapa titik koordinat tunggal yang berpola atau
acak di atas permukaan tanah. Sementara data inventarisasi ditampilkan dalam bentuk titik
koordinat batasan terluarnya saja. Sebenarnya dengan pengukuran konvensional bisa juga
didapatkan titik-titik yang sangat banyak, tetapi akan membutuhkan sumber daya waktu dan
tenaga yang sangat besar. Hasilnya dapat dipastikan tidak terpola seperti halnya hasil point
cloud dari TLS. Karena hanya dapat merekam titik koordinat tunggal, maka pengukuran
dengan alat konvensional pada umumnya tidak dapat merekam tampilan rona warna dari
obyek yang disurvei.
Survei dengan TLS
Investigation, Design
Salah satu yang perlu diselidiki untuk keperluan pembangunan infrastruktur adalah stabilitas
tanah sebagai dasar analisis dalam penetapan lokasi dan perencanaan teknis pondasi. Salah
satu produk dari TLS seperti DEM mempunyai resolusi yang sangat tinggi pada informasi
kemiringan sudut, sehingga sangat akurat untuk deteksi, pemetaan, penilaian dan pemodelan
tanah longsor. TLS sangat berguna untuk memodelkan mekanisme longsoran tanah dan
estimasi volume material longsoran (Pradhan & Sameen, 2017). Contoh aplikasi TLS pada
tahap operasi adalah untuk monitoring potensi longsor pada lereng jalan. Seperti ditampilkan
pada Gambar 3, dari dua kali pemindaian pada lereng pada rentang waktu yang berbeda, dapat
terdeteksi perbedaan ketinggian elevasi tanah (a), sehingga dapat dilakukan interpretasi
penampang rotasi longsoran (b).

Sumber: (Jaboyedoff, et al., 2012)


Gambar 4. Prinsip Akuisisi Data TLS Pada Kasus Lereng Berpotensi Longsor

Land Acquisition
Dalam tahap pengadaan lahan, seperti umumnya alat pengukuran yang menggunakan prinsip
geodetik, TLS juga dapat dimanfaatkan untuk menginventarisasi dan mengukur batas lokasi,
inventarisasi bangunan, tanaman dan obyek eksisting lainnya pada area terdampak konstruksi.
Hasil pemindaian TLS mempunyai kelebihan waktu pengambilan dan pemrosesan yang
singkat dan hasil pemetaan yang utuh dan format data bersifat 3 dimensi sehingga interpretasi
produk pemetaan menjadi lebih akurat dibanding pengukuran konvensional (Romanescu,
Cotiugă, & Asăndulesei, 2012). Dengan akurasi, kecepatan dan kapasitasnya dalam
pemindaian, maka TLS bisa lebih komprehensif dalam hal inventarisasi data eksisting.
Construction
Pada tahap konstruksi, alat ukur survei digunakan untuk pekerjaan staking out, estimasi
volume pekerjaan dan monitoring terhadap struktur yang sudah terbangun.
Dengan kemampuan maka TLS dapat digunakan untuk memindai keseluruhan konstruksi
yang sudah terbangun hingga menghasilkan versi digital dari konstruksi tersebut secara
komprehensif, akurat dan detail. Versi digital dari obyek eksisting ini adalah bentuk lebih
advanced dari dokumen As Built Drawing yang umumnya berbentuk gambar 2 dimensi atau
saat ini mulai diminta dalam bentuk model BIM 3 dimensi. As Built Drawing yang dibuat dari
data point cloud keluaran TLS dan yang dibuat berupa model BIM sama-sama bersifat 3
dimensi, tetapi karakteristiknya berbeda. Meskipun sama-sama dibuat berdasarkan referensi
data konstruksi yang terbangun, umumnya model BIM 3 dimensi dibuat berdasarkan referensi
koordinat yang jauh lebih sedikit dari point cloud keluaran TLS. Sedangkan data point cloud
keluaran TLS karena seluruhnya disusun dari kumpulan titik koordinat hasil pemindaian
langsung atas obyek eksisting maka bersifat aktual dan dapat digunakan sebagai data dasar
untuk keperluan monitoring khususnya terhadap deformasi struktur. Salah satu penelitian
penulis yaitu pemindaian pada struktur jembatan layang dapat dilakukan pengukuran terhadap
struktur terbangun sampai akurasi milimeter seperti di Gambar 4.
Sumber: data pribadi penulis
Gambar 5. Pengukuran kemiringan elemen jembatan pada point cloud

Operation dan Maintenance


Dari beberapa studi kasus yang ada, diketahui penerapan TLS dalam rekayasa dan manajemen
aset jembatan telah dapat diterapkan pada aspek yang masuk ke dalam tahap operasi dan
pemeliharaan seperti pemodelan 3 dimensi, pemeriksaan kualitas, asesmen struktur dan
pembuatan Bridge Information Modeling (BrIM) (Rashidi, et al., 2020). Pemeriksaan kualitas
pada struktur jembatan meliputi deteksi terhadap terjadinya keretakan, kehilangan massa,
retak atau scaling dan gompal spalling, korosi, water bleeding, dan efflorescence. Sedangkan
asesmen struktur meliputi pemodelan geometrik, pengukuran deformasi, rekayasa balik
(inverse engineering), dan pembaruan model. Konkrit penerapan deteksi kerusakan pada
permukaan beton dapat terlihat seperti pada Gambar 4, dimana gambar (a) berupa point cloud
dengan tampilan Red, Green, Blue (RGB) dan pada gambar (b) adalah tampilan hasil
komputasi kurvatur menghasilkan gradasi dengan warna merah menunjukkan area yang
mengalami kerusakan.

(a) (b)
Sumber: (Rashidi, et al., 2020)
Gambar 6. Deteksi Kerusakan Permukaan Pilar Beton Jembatan

Sedangkan pada pembuatan BrIM meliputi progress tracking, kendali mutu, manajemen dan
operasi.

KESIMPULAN
Dari pembahasan sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Terbukti TLS dapat diaplikasikan dalam setiap tahapan Sidlacom konstruksi sesuai
karakteristiknya
2. Tantangan utama yang dihadapi dalam penerapan TLS yaitu tingginya biaya investasi
pengadaan alat tersebut
3. Solusi yang bisa ditawarkan penulis atas tantangan yang dihadapi dalam penerapan TLS
pada siklus Sidlacom adalah penggunaan TLS dengan sistem sewa atau kerja sama dengan
vendor atau institusi pendidikan

DAFTAR PUSTAKA
A Decade of Modern Bridge Monitoring Using Terrestrial Laser Scanning: Review and
Future Directions. (n.d.).

Departemen Pekerjaan Umum, (2005). Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor


603/PRT/M/2005 Tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian Manajemen
Penyelenggaraan Pembangunan Prasarana dan Sarana Bidang Pekerjaan Umum.

Heritage, G. L., & Large, A. R. (2009). Laser Scanning for the Environmental Sciences.
Chennai: Blackwell Publishing Ltd.

Jaboyedoff, M., Oppikofer, T., Abella´n, A., Derron, M.-H., Loye, A., Metzger, R., &
Pedrazzini, A. (2012). Use of LIDAR in landslide investigations: a review. Nat
Hazards.

Pradhan, B., & Sameen, M. I. (2017). Laser Scanning Systems in Landslide Studies. In B.
Pradhan, Laser Scanning Applications in Landslide Assessment (pp. 3-19). Seri
Kembangan: Springer Internatioal.

Rashidi, M., Mohammadi, M., Kivi, S. S., Abdolvand, M. M., Truong-Hong, L., & Samali, B.
(2020). A Decade of Modern Bridge Monitoring Using Terrestrial Laser Scanning:
Review and Future Directions. Remote Sensing.
Romanescu, G., Cotiugă, V., & Asăndulesei, A. (2012). Use of Terrestrial 3D Laser Scanner
in Cartographing and Monitoring Relief Dynamics and Habitation Space from Various
Historical Periods. In C. Bateira, CARTOGRAPHY – A TOOL FOR SPATIAL
ANALYSIS (pp. 49-73). Rijeka: InTech.

Anda mungkin juga menyukai