Anda di halaman 1dari 43

TUGAS REMOTE SENSING

‘Karakteristik Data Dan Satelit Citra Penginderaan Jarak Jauh’

OLEH:
FACHRUL RUKUA
I1A415023

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


JURUSAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALO OLEO
KENDARI
2019
PENGINDERAAN JARAK JAUH (REMOTE SENSING)

Sejarah Satelit Penginderaan Jarak Jauh (Remote Sensing)


Penginderaan jarak jauh dari angkasa telah berkembang selama beberapa dekade
terakhir dari sebuah aplikasi coba–coba menjadi suatu teknologi yang banyak
mempengaruhi berbagai aspek penelitian tentang bumi dan planet. Sistem
penginderaan dengan satelit menyediakan data-data kritis seperti perkiraan cuaca,
forecasting, agrikultur, eksplorasi sumber daya alam, dan monitoring lingkungan.
Pencitraan mulai ada sejak rockte-borne camera pada awal 1890an, sedangkan hasil
inderaja dari angkasa sendiri dimulai seiring dengan Perang Dunia II dan
perkembangan teknologi roket. Pengembangan satelit meteorologikal awal 1960an
mengantar penelitian mengenai citra atmosferik, dan adanya benda2 ruang angkasa
menunjukkan adanya potensial untuk mengorbitkan kamera untuk menyediakan
informasi mengenai permukaan bumi.

Definisi Penginderaan Jarak Jauh (Remote Sensing)


Penginderaan jauh memiliki pengertian yang luas dan telah berkembang cukup lama.
Perkembangan ini mengantarkan penginderaan jauh sebagai satu ilmu yang mapan di
antara ilmu-ilmu lain. Penginderaan jauh juga telah banyak diaplikasikan dalam
berbagai bidang sebagai satu teknik perolehan informasi muka bumi. Hingga saat ini
data-data penginderaan jauh banyak digunakan sebagai dasar dalam analisis spasial
dan pengambilan kebijakan.
Terdapat beberapa pemahaman tentang makna penginderaan jauh. Definisi umum
tentang penginderaan jauh adalah ilmu tentang perolehan informasi permukaan bumi
tanpa kontak langsung dengan obyeknya (Rees, 2001; Elachi dan van Zyl, 2006;
Schowengerdht, 2007). Sementara itu Howari dkk (2007) menjelaskan bahwa
penginderaan jauh merupakan suatu proses pendugaan berbagai parameter permukaan
melalui pengukuran radiasi gelombang elektromagnetik dari permukaan lahan.
Apabila dilihat dari tujuannya, beberapa ahli telah memberikan penjelasannya. Tujuan
pokok dari penginderaan jauh adalah untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi
obyek di muka bumi. Sementara itu Madhok dan Landgrebe (2002) menguraikan
bahwa data penginderaan jauh dianalisis untuk mempertajam pemahaman tentang
kondisi permukaan bumi dalam hal bentuk, komposisi dan fungsinya. Pendapat lain
dari Turdukulov dkk (2015), menyatakan bahwa analisis terhadap data pengideraan
jauh adalah untuk membangun hipotesa-hipotesa serta memahami dinamika objek
spasial. Penginderaan jauh merekam informasi dengan cara perabaan atau perekaman
energi gelombang elektromagnetik yang dipantulkan ataupun dipancarkan dari
permukaan bumi. Energi gelombang elektromagnetik tersebut diterima sensor dan
direkam sebagai nilai spektral pada citra penginderaan jauh. Rentang nilai spektral
pada data penginderaan jauh ini ditentukan oleh karakteristik resolusi spektral sensor
tersebut. Sensor yang memiliki resolusi spektral tinggi memiliki potongan-potongan
panjang gelombang yang lebih banyak. Potongan panjang gelombang ini sering
disebut sebagai saluran citra atau band. Informasi objek di lapangan selanjutnya
dikenali melalui analisis nilai spektral ataupun interpretasi visualisasi citra (Madhok
dan Landgrebe, 2002; Strasen dkk, 2009; Leverington, 2010; Bianchetti, 2011; Yang
dkk, 2011; Kinkeldey, 2014). Informasi dari penginderaan jauh dapat diperoleh
melalui pendekatan analisis visual dan digital, pendekatan definisi informasi teoritis,
dan pendekatan berbasis klasifikasi dan interpretasi.

Penginderaan jarak jauh adalah ilmu (untuk beberapa kasus dikatakan seni) dalam
penerimaan/perolehan informasi mengenai permukaan bumi tanpa secara langsung
melakukan kontak dengannya. Ini dilakukan oleh penginderaan dan pencatatan energi
yang direfleksikan atau dipancarkan dan melakukan proses, analisa dan aplikasi
terhadap informasi tersebut.
Selain definisi di atas, terdapat beberapa definisi lainnya seperti yang ada di bawah
ini :
• CCRS – RESORS
Sejumlah teknik untuk mengumpulkan, memproses dan menganalisa citra atau
bentuk data yang lain mengenai suatu obyek, yang pengukurannya dilakukan dari
jarak jauh.
• Christine Hutton – CCRS
Pengumpulan/perolehan informasi mengenai suatu obyek tanpa secara fisik
terjadi kontak dengan obyek tersebut.
• Larry Morley - Teledetection International
Penginderaan jarak jauh adalah pengukuran dan analisa terhadap radiasi
elektromagnetik yang direfleksikan dari, ditransmisikan melalui, atau diserap
oleh atmosfer, hidrosfer dan materi pada atau di dekat permukaan bumi, dengan
tujuan untuk mengerti dan mengatur sumber daya alam bumi dan lingkungannya.
• Thomas M. Lillesand dan Ralph W. Kiefer
Penginderaan jarak jauh adalah ilmu dan seni dalam memperoleh informasi yang
berguna mengenai suatu obyek, area atau fenomena, melalui analisa data yang
diperoleh melalui suatu perangkat yang tidak melakukan kontak langsung dengan
obyek, area atau fenomena tersebut selama investigasi.
• Bob Ryerson - CCRS
Penginderaan jarak jauh adalah kumpulan dari informasi sumber daya alam dan
lingkungan yang menggunakan citra yang diperoleh melalui sensor dari pesawat
udara atau satelit.
• Floyd F. Sabins Jr
Penginderaan jarak jauh dapat didefinisikan sebagai proses pengumpulan
informasi mengenai suatu obyek tanpa secara langsung terjadi kontak fisik
dengan obyek. Pesawat udara dan satelit adalah platform yang paling umum
dalam proses observasi penginderaan jarak jauh. Kata penginderaan jarak jauh
sendiri dibatasi terhadap metode yang mempekerjakan energi elektromagnetik
sebagai komponen utama dalam proses deteksi dan pengukuran karakteristik
target.
• Japan Association on Remote Sensing
Penginderaan jarak jauh (inderaja) didefinisikan sebagai ilmu dan teknologi di
mana karakteristik obyeknya dapat diidentifikasi, diukur dan dianalisa tanpa
melakukan kontak secara langsung.
• Arthur Cracknell and Ladson Hayes
Inderaja dapat dikatakan sebagai observasi atau pengumpulan informasi
mengenai suatu target dengan menggunakan perangkat dari suatu jarak tertentu
(dari jauh).
Konsep Dasar Penginderaan Jarak Jauh (Inderaja)

Berdasarkan beberapa definisi yang telah diungkapkan di atas, konsep-konsep yang


terdapat dalam sebuah sistem penginderaan jarak jauh (inderaja) dapat disimpulkan
sebagai berikut :
• Akuisisi dan interpretasi citra dari angkasa dan udara

• Sumber utama dari data geografis

• Penginderaan jauh (inderaja) termasuk teknik- teknik untuk akuisisi data dan
prosesnya di manapun pada bumi, dengan biaya rendah

• Potensial untuk perubahan yang konsisten dan berulang – ulang

• Banyak sistem analisa citra yang terdiri dari fungsi–fungsi analitik yang
canggih

• Data yang telah diinterpretasi pada sistem inderaja dapat digabung dengan
data lapis pada sebuah SIG.

Gambar:Skema Penginderaan Jauh

Faktor Pembeda Sensor Optik Sensor Radar


Iluminasi Sensor pasif, sinar matahari Sensor aktif, gelombang mikro
Panjang Gelombang Visible dan infra-merah Panjang gelombang tunggal
Waktu Observasi Hanya siang hari Siang dan malam hari
Alat Perekam Kamera vidicom Penerima radio
Tipe gangguan Aditif Multiplikatif
Pengganggu Atmosfera Awan (kuat) Hujan batu es (lemah)
Informasi Piksel Warna atau tonal Dielektrik dan geometrik
Teknologi Sensor Telah lama berkembang Muncul belakangan
Interpretasi Citra Langsung (spektral) Kompleks (tektural)
Tabel:Perbedaan Citra Optik dan Radar

Citra inderaja memiliki 3 (tiga) karakteristik yaitu spektral atau tonal, spasial atau
tekstur, dan temporal. Dalam proposal ini analisis akan difokuskan terhadap
karakteristik yang berhubungan dengan temporal. Ciri spektral atau tonal cukup lama
dominan dalam optik, sehingga interpretasi terhadap citra optik dengan hanya
menggunakan ciri spektral dan tonal saja dapat memperoleh hasil yang cukup baik.
Ciri tekstur dalam citra optik banyak digunakan untuk mempelajari struktur dan tipe-
tipe awan [MUR97].
Interpretasi terhadap citra radar dengan hanya menggunakan ciri spektral atau tonal
tidak dapat dilakukan karena selain citra radar mencakup informasi geometrik dan
dielektrik dari permukaan bumi (bukan informasi warnanya) juga karena adanya
gangguan speckle yang merupakan kemunculan putih dan hitam pada citra [MUR97]
pada citra radar, daerah hutan dan pemukiman akan ditampilkan dalam kisaran
tingkat keabuan yang relatif sama, namun berbeda dalam ciri teksturnya.
Penginderaan jauh dimulai pada saat proses perekaman objek yang ada di permukaan
bumi. Tenaga yang digunakan dalam penginderaan jauh adalah tenaga penghubung
yang membawa data tentang objek ke sensor berupa bunyi, daya magnetik, gaya berat,
atau elektromagnetik. Namun, dalam inderaja hanya energi atau tenaga yang berupa
elektromagnetik saja yang dapat digunakan.
Tenaga elektromagnetik pada sistem pasif adalah cahaya matahari. Cahaya matahari
yang mengenai objek di permukaan bumi kemudian sebagian diserap dan sebagian
dipancarkan kembali oleh objek tersebut sehingga sensor dapat menangkap gelombang
elektromagnetik yang berasal dari objek-objek yang berada di permukaan bumi.
Sensor yang digunakan untuk menangkap gelombang elektromagnetik dapat dipasang
pada satelit ataupun pada pesawat terbang (biasanya menggunakan pesawat drone).
Setelah sensor menangkap gelombang elektromagnetik kemudian sensor merubahnya
menjadi sinyal-sinyak digital yang akhirnya tersimpan dalam ruang penyimpanan
sensor.
Satelit merupakan wahana yang sering digunakan untuk mendapatkan suatu citra.
Satelit yang berisikan sensor inderaja ini memiliki arah orbit yang unik dan
disesuaikan dengan kebutuhan data yang akan dikaji. Berdasarkan arah orbitnya, orbit
satelit dibedakan menjadi dua jenis, yaitu orbit polar dan orbit stasioner.
Orbit polar mengorbit secara vertikal dan hampir mendekati bidang utara – selatan.
Sudut inklinasi yang dibentuk dari arah orbit ini sekitar 8 – 9 derajat saja. Biasanya
ketinggian satelit ini berkisar antara 600 – 1 000 km. Arah orbit ini biasanya diatur
agar memotong ekuator pada waktu yang tetap, hal ini juga seringkali disebut dengan
orbit sinkron matahari (sun synchronous orbit).

KARAKTERISTIK BERBAGAI SATELIT CITRA JARAK JAUH

LANDSAT
Teknologi penginderaan jauh satelit dipelopori oleh NASA Amerika Serikat
dengan diluncurkannya satelit sumberdaya alam yang pertama, yang disebut
ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite) pada tanggal 23 Juli 1972,
menyusul ERTS-2 pada tahun 1975, satelit ini membawa sensor RBV (Retore
Beam Vidcin) dan MSS (Multi Spectral Scanner) yang mempunyai resolusi
spasial 80 x 80 m. Satelit ERTS-1, ERTS-2 yang kemudian setelah diluncurkan
berganti nama menjadi Landsat 1, Landsat 2, diteruskan dengan seri-seri
berikutnya, yaitu Landsat 3, 4, 5, 6 dan terakhir adalah Landsat 7 yang diorbitkan
bulan Maret 1998, merupakan bentuk baru dari Landsat 6 yang gagal mengorbit.
Landsat 5, diluncurkan pada 1 Maret 1984, sekarang ini masih beroperasi pada
orbit polar, membawa sensor TM (Thematic Mapper), yang mempunyai resolusi
spasial 30 x 30 m pada band 1, 2, 3, 4, 5 dan 7. Sensor Thematic Mapper
mengamati obyek-obyek di permukaan bumi dalam 7 band spektral, yaitu band
1, 2 dan 3 adalah sinar tampak (visible), band 4, 5 dan 7 adalah infra merah dekat,
infra merah menengah, dan band 6 adalah infra merah termal yang mempunyai
resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan satuan citra adalah 175 x 185 km pada
permukaan bumi. Landsat 5 mempunyai kemampuan untuk meliput daerah yang
sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari, pada ketinggian orbit 705 km
(Sitanggang, 1999 dalam Ratnasari, 2000). Kemampuan spektral dari Landsat-
TM, ditunjukkkan pada Tabel 2.
Program Landsat merupakan tertua dalam program observasi bumi.
Landsat dimulai tahun 1972 dengan satelit Landsat-1 yang membawa sensor
MSS multispektral. Setelah tahun 1982, Thematic Mapper TM ditempatkan pada
sensor MSS. MSS dan TM merupakan whiskbroom scanners. Pada April 1999
Landsat-7 diluncurkan dengan membawa ETM+scanner. Saat ini, hanya
Landsat-5 dan 7 sedang beroperasi.
Tabel 1. Karakteristik ETM+ Landsat
Sistem Landsat-7
Orbit 705 km, 98.2o, sun-synchronous, 10:00 AM
crossing, rotasi 16 hari (repeat cycle)
Sensor ETM+ (Enhanced Thematic Mapper) 185
Swath Width km (FOV=15o)
Off-track viewing Tidak tersedia
Revisit Time 16 hari
Band-band Spektral ( m) 0.45 -0.52 (1), 0.52-0.60 (2), 0.63-0.69 (3),
0.76-0.90 (4), 1.55-1.75 (5), 10.4-12.50 (6),
2.08-2.34 (7), 0.50-0.90 (PAN)
Ukuran Piksel Lapangan 15 m (PAN), 30 m (band 1-5, 7), 60 m band 6
(Resolusi spasial)
Arsip data earthexplorer.usgv.gov

Sistem Landsat merupakan milik Amerika Serikat yang mempunyai tiga


instrument pencitraan, yaitu RBV (Return Beam Vidicon), MSS (multispectral
Scanner) dan TM (Thematic Mapper). (Jaya, 2002)
• RBV
Merupakan instrumen semacam televisi yang mengambil citra snapshot dari
permukaan bumi sepanjang track lapangan satelit pada setiap selang waktu
tertentu.
• MSS
Merupakan suatu alat scanning mekanik yang merekam data dengan cara
men-scanning permukaan bumi dalam jalur atau baris tertentu
• TM
Juga merupakan alat scanning mekanis yang mempunyai resolusi spectral,
spatial dan radiometric.

Tabel 2. Band-band pada Landsat-TM dan kegunaannya (Lillesand dan


Kiefer, 1997)

Band Panjang Spektral Kegunaan


Gelombang
( m)
1 0.45 0.52 Biru Tembus terhadap tubuh air, dapat
untuk pemetaan air, pantai,
pemetaan tanah, pemetaan
tumbuhan, pemetaan kehutanan
dan mengidentifikasi budidaya
manusia
2 0.52 0.60 Hijau Untuk pengukuran nilai pantul
hijau pucuk tumbuhan dan
penafsiran aktifitasnya, juga
untuk pengamatan kenampakan
budidaya manusia.
3 0.63 0.69 Merah Dibuat untuk melihat daerah yang
menyerap klorofil, yang dapat
digunakannuntuk membantu
dalam pemisahan spesies tanaman
juga untuk pengamatan budidaya
manusia

4 0.76 0.90 Infra Untuk membedakan jenis


merah tumbuhan aktifitas dan
dekat kandungan biomas untuk
membatasi tubuh air dan
pemisahan kelembaban tanah
5 1.55 - 1.75 Infra Menunjukkan kandungan
merah kelembaban tumbuhan dan
sedang kelembaban tanah, juga untuk
membedakan salju dan awan
6 10.4 - 12.5 Infra Untuk menganallisis tegakan
Merah tumbuhan, pemisahan kelembaban
Termal tanah dan pemetaan panas
7 2.08 2.35 Infra Berguna untuk pengenalan
merah terhadap mineral dan jenis
sedang batuan, juga sensitif terhadap
kelembaban tumbuhan

Terdapat banyak aplikasi dari data Landsat TM: pemetaan penutupan lahan,
pemetaan penggunaan lahan, pemetaan tanah, pemetaan geologi, pemetaan suhu
permukaan laut dan lain-lain. Untuk pemetaan penutupan dan penggunaan lahan
data Landsat TM lebih dipilih daripada data SPOT multispektral karena terdapat
band infra merah menengah. Landsat TM adalah satu-satunya satelit non-
meteorologi yang mempunyai band inframerah termal. Data termal diperlukan
untuk studi proses-proses energi pada permukaan bumi seperti variabilitas suhu
tanaman dalam areal yang diirigasi. Seperti Tabel 2 menunjukkan aplikasi atau
kegunaan utamaprinsip pada berbagai band Landsat TM.
Gambar 2. Citra Landsat 7 ETM+ 15 m di London, England, 15m Data Courtesy
USGS (infoterra-global.com, 2004)

IKONOS
KETIKA perang Irak berlangsung, fasilitas Irak yang menjadi target militer
Amerika Serikat sering muncul di media massa melalui rekaman satelit Ikonos.
Ikonos memang punya resolusi spasial sangat tinggi, 1 meter untuk pankromatik
dan 4 meter untuk multispektral, sehingga hasilnya amat jelas.
Tahun 1992 Kongres AS meloloskan Undang-Undang Penginderaan Jauh
Daratan (US Land Remote Sensing Act). Undang-undang ini menyebutkan
industri inderaja satelit komersial sangat penting bagi kesejahteraan rakyat AS
serta mengizinkan perusahaan-perusahaan swasta mengembangkan, memiliki,
mengoperasikan serta menjual data yang dihasilkan (Danoedoro, 2004)
Dua tahun sesudahnya, lisensi diberikan pada Space Imaging, EarthWatch, dan
OrbImage, yang kemudian merancang sistem dengan resolusi spasial 4 meter
untuk moda multispektral dan 1 meter untuk moda pankromatik. Satu lisensi lagi
diberikan pada West Indian Space-perusahaan patungan ASIsrael-untuk
merancang sistem pencitraan dengan resolusi sedikit lebih rendah, 1,8 meter.
Dari keempat perusahaan, Space Imaging yang paling cepat meluncurkan satelit
Ikonos serta memasarkan datanya. Namun, Ikonos-1 gagal diluncurkan dan
digantikan Ikonos-2, 1999.
Kelahiran satelit inderaja resolusi tinggi (lebih halus dari 10 meter) untuk
keperluan sipil sebenarnya dipicu oleh kebijakan pascaperang dingin, bukan
teknologi. Bisa dikatakan teknologi militer awal tahun 1970-an sudah
memungkinkan pencitraan dengan resolusi spasial kurang dari 10 meter.
Kegagalan serupa dialami EarlyBird yang diluncurkan EarthWatch. Sedang
OrbImage dan West Space Imaging masing-masing meluncurkan satelit Orbview
dan EROS.
Sejak diluncurkan pada September 1999, Citra Satelit Bumi Space Imaging s
IKONOS menyediakan data citra yang akurat, dimana menjadi standar untuk
produk-produk data satelit komersoal yang beresolusi tinggi. IKONOS
memproduksi citra 1-meter hitam dan putih (pankromatik) dan citra 4-meter
multispektral (red, blue, green dan near-infrared) yang dapat dikombinasikan
dengan berbagai cara untuk mengakomodasikan secara luas aplikasi citra
beresolusi tinggi (Space Imaging, 2004)
Diluncurkan pada September 1999, IKONOS dimiliki dan dioperasikan oleh
Space Imaging. Disamping mempunyai kemampuan merekam citra multispetral
pada resolusi 4 meter, IKONOS dapat juga merekam obyek-obyek sekecil satu
meter pada hitam dan putih. Dengan kombinasi sifat-sifat multispektral pada
citra 4-meter dengan detail-detail data pada 1-meter, Citra IKONOS diproses
untuk menghasilkan 1-meter produk-produk berwarna
IKONOS adalah satelit komersial beresolusi tinggi pertama yang ditempatkan di
ruang angkasa. IKONOS dimiliki oleh Sapce Imaging, sebuah perusahaan
Observasi Bumi Amerika Serikat. Satelit komersial beresolusi tinggi lainnya
yang diketahui: Orbview-3 (OrbImage), Quickbird (EarthWatch) dan EROS-A1
(West Indian Space). IKONOS diluncurkan pada September 1999 dan
pengumpulan data secara regular dilakukan sejak Maret 2000.
Sensor OSA pada satelit didasarkan pada prinsip pushbroom dan dapat secara
simultan mengambil citra pankromatik dan multispektral. IKONOS mengrimkan
resolusi sapatial tertinggi sejauh yang dicapai oleh sebuah satelit sipil. Bagian
dari resolusi spasial yang tinggi juga mempunyai resolusi radiometrik tinggi
menggunakan 11-bit (Space Imaging, 2004)

Tabel 3. Karakteristik IKONOS OSA


Sistem SPOT-4
Orbit 680 km, 98.2o, sun-synchronous, 10:30 AM
crossing, rotasi 14 hari (repeat cycle)
Sensor Optical Sensor Assembly (OSA)
Swath Width 11 km (12 m CCD elements) Tersedia –
Off-track viewing 27o across-track
Revisit Time 1-3 hari
Band-band Spektral ( m) 0.45-052 (1), 0.52-0.60 (2), 0.63-0.69 (3),
0.76-0.90(4), 0.45-0.90 (PAN)
Ukuran Piksel Lapangan 1 m (PAN), 4 m (band 1 4)
(Resolusi spasial)
Arsip data www.spaceimaging.com

Banyak aplikasi untuk data IKONOS yang dapat diketahui. Pemilik berharap
bahawa penggunaan lapanagn dapat dibayar untuk harga data komersial.
Diharapan bahwa, pada masa mendatang, 50% data foto udara akan digantikan
oleh citra beresolusi tinggi dari angkasa (camera pesawat digital akan banyak
menggantikan foto udara yang masih ada). Misi pertama IKONOS akan
mendapatkan citra seluruh kota-kota uatama Amerika Serikat. Sampai saat ini,
pemetaan dan monitoring eral perkotaan dari angkasa (tidak hanya di Amerika)
hanya mungkin pada skala terbatas.
Data IKONOS dapat digunakan untuk pemetaan topografi dari skala kecil
hingga menengah, tidak hanya menghasilkan peta baru, tetapi juga
memperbaharui peta topografi yang sudah ada. Penggunaan potensial lain
IKONOS adalah precision agriculture ; hal ini digambarkan pada pengaturan
band multispektra, dimana mencakup band infra merah dekat (near-infrared).
Pembaharuan dari situasi lapangan dapat membantu petani untuk
mengoptimalkan penggunaan pupuk dan herbisida.
Penggunaan pada poduk gambar dapat dilihat pada sektor bisnis, media
dan pariwisata (Janssen dan Hurneeman, 2001)

Gambar 3. Citra Ikonos Frankfurt Airport, Germany - 1-meter True Color


(Spaceimaging.com, 2004)

QUICKBIRD
Sebenarnya, perusahaan swasta AS lainnya DigitalGlobe, tahun 2002
meluncurkan satelit komersial dengan kemampuan mengungguli Ikonos.
Quickbird, nama satelit ini, beresolusi spasial hingga 60 sentimeter dan 2,4 meter
untuk moda pankromatik dan multispektral.
Setelah kegagalan EarlyBird, satelit Quickbird diluncurkan tahun 2000 oleh
DigitalGlobe. Namun, kembali gagal. Akhirnya Quickbird-2 berhasil
diluncurkan 2002 dan dengan resolusi spasial lebih tinggi, yaitu 2,4 meter
(multispektral) dan 60 sentimeter (pankromatik). Citra Quickbird beresolusi
spasial paling tinggi dibanding citra satelit komersial lain.
Selain resolusi spasial sangat tinggi, keempat sistem pencitraan satelit memiliki
kemiripan cara merekam, ukuran luas liputan, wilayah saluran spektral yang
digunakan, serta lisensi pemanfaatan yang ketat. Keempat sistem menggunakan
linear array CCD-biasa disebut pushbroom scanner. Scanner ini berupa CCD
yang disusun linier dan bergerak maju seiring gerakan orbit satelit. Jangkauan
liputan satelit resolusi tinggi seperti Quickbird sempit (kurang dari 20 km) karena
beresolusi tinggi dan posisi orbitnya rendah, 400-600 km di atas Bumi.
Berdasarkan pengalaman penulis, dengan luas liputan 16,5 x 16,5 km†, data
Quickbird untuk 4 saluran ditambah 1 saluran pankromatik telah menghabiskan
tempat 1,8 gigabyte. Data sebesar ini disimpan dalam 1 file tanpa kompresi pada
resolusi radiometrik 16 bit per pixel.
Semua sistem menghasilkan dua macam data: multispektral pada empat saluran
spektral (biru, hijau, merah, dan inframerah dekat atau B, H, M, dan IMD), serta
pankromatik (PAN) yang beroperasi di wilayah gelombang tampak mata dan
perluasannya. Semua saluran pankromatik, karena lebar spektrumnya mampu
menghasilkan resolusi spasial jauh lebih tinggi daripada saluran-saluran
multispektral.
Unsur penting lain adalah ketatnya pemberian lisensi pemanfaatan. DigitalGlobe
misalnya, hanya memberikan satu jenis lisensi pemanfaatan Quickbird pada
pembeli. Jadi, bila pemerintah kota di Indonesia membeli data ini untuk
keperluan perbaikan lingkungan permukiman urban misalnya, data yang sama
tidak boleh digunakan untuk keperluan lain seperti pajak bumi dan bangunan
(PBB).
Resolusi spasial tinggi ditujukan untuk mendukung aplikasi kekotaan, seperti
pengenalan pola permukiman, perkembangan dan perluasan daerah terbangun.
Saluran-saluran spektral B, H, M, IMD, dan PAN cenderung dipilih, karena telah
terbukti efektif dalam menyajikan variasi fenomena yang terkait dengan kota.
Kondisi vegetasi tampak jelas pada komposisi warna semu (false color), yang
tersusun atas saluran-saluran B, H, IMD ataupun H, M, IMD yang masingmasing
ditandai dengan urutan warna biru, hijau, dan merah. Pada citra komposit warna
ini, vegetasi dengan berbagai tingkat kerapatan tampak bergradasi kemerahan.
Teknik pengolahan citra digital dengan indeks vegetasi seringkali memilih
formula NDVI (normalised diference vegetation index= IMD-M/IMD+M).
Indeks atau nilai piksel yang dihasilkan kemudian sering dijadikan ukuran
kuantitatif tingkat kehijauan vegetasi. Apabila diterapkan di wilayah kota, maka
tingkat kehijauan lingkungan urban dapat digunakan sebagai salah satu parameter
kualitas lingkungan.
Untuk lahan pertanian, NDVI terkait dengan umur, kesehatan, dan kerapatan
tanaman semusim, sehingga seringkali dipakai untuk menaksir tingkat produksi
secara regional.
Kehadiran Quickbird dan Ikonos telah melahirkan eforia baru pada praktisi
inderaja yang jenuh dengan penggunaan metode baku analisis citra berbasis
Landsat dan SPOT. Klasifikasi multispektral standar berdasarkan resolusi spasial
sekitar 20-30 meter seringkali dianggap kurang halus untuk kajian wilayah
pertanian dan urban di Jawa. Model-model dengan knowledgebased techniques
(KBT) yang berbasis Landsat dan SPOT umumnya tidak tersedia dalam menu
baku di perangkat lunak komersial, dan lebih sulit dioperasikan.
Quickbird menjawab kebutuhan itu. Resolusi 60 cm bila dipadukan dengan
saluran multispektralnya akan menghasilkan pan-sharped image, yang mampu
menonjolkan variasi obyek hingga marka jalan dan tembok penjara.
Citra ini mudah sekali diinterpretasi secara visual.
Meski demikian, para pakar inderaja saat ini masih bergulat dengan
pengembangan metode ekstraksi informasi otomatis berbasis citra resolusi tinggi
seperti Quickbird. Resolusi spasial yang sangat tinggi pada Quickbird telah
melahirkan masalah baru dalam inderaja digital, di mana respons spektral obyek
tidak berhubungan langsung dengan karakter obyek secara utuh, melainkan
bagian-bagiannya.
Bayangkan citra multispektral SPOT-5 beresolusi 10 meter, maka dengan relatif
mudah jaringan jalan dapat kita klasifikasi secara otomatis ke dalam kategori-
kategori jalan aspal , jalan beton , dan jalan tanah , karena jalan-jalan selebar
sekitar 5 hingga 12 meter akan dikenali sebagai piksel-piksel dengan nilai
tertentu. Namun, pada resolusi 60 cm, jalan selebar 15 meter akan terisi dengan
pedagang kakilima, marka jalan, pengendara motor, dan bahkan koran yang
tergeletak di tengah jalan. (Danoedoro, 2004)

Tabel 4. Karaktristik Quickbird


Sistem Quickbird
Orbit 600 km, 98.2o, sun-synchronous, 10:00 AM
crossing
Sensor linear array CCD
Swath Width 20 km (CCD-array)
Off-track viewing Tidak tersedia
Revisit Time
Band-band Spektral ( m) 0.45 -0.52 (1), 0.52-0.60 (2), 0.63-0.69 (3),
0.76-0.90 (4), 1.55-1.75 (5), 10.4-12.50 (6),
2.08-2.34 (7), 0.50-0.90 (PAN)
Ukuran Piksel Lapangan 60 cm (PAN), 2.4 m (band 1-5, 7)
(Resolusi spasial)
Arsip data

Gambar 4. Citra Quickbird Resolusi di atas Tampa, Florida USA

The Indian Remote Sensing (IRS)


Sistem satelit The Indian Remore Sensing (IRS) dibangun pada tahun 1980
untuk menyediakan informasi manajemen sumbedaya alam yang berharga.
Setelah sukses meluncurkan Satelit IRS 1A dan 1B, IRS 1C diluncurkan pada
1995 dan IRS 1D pada 1997 oleh Pemerintah India. Citra Pankromatik resolusi
5meter yang dikumpulkan oleh IRS-1C dan ID merupakan citra yang
sesuai/ideal untuk perencanaan perkotaan, manajemen bencana, pemetaan dan
berbagai aplikasi yang membutuhkan kombinasi unik pada citra resolusi tinngi,
revisit frekuensi (resolusi temporal) yang tinggi dan cakupan rea yang luas.
Satelit ini memiliki kemampuan stereo imaging, kemampuan gain dan cross-
track imaging yang dapat diatur (Space Imaging, 2004)
Sistem IRS telah muncul sebagai salah satu program yang paling bergengsi pada
industri citra komersial. Fokus program IRS adalah untuk mengembangkan
teknologi ruang angkasa dan aplikasinya dalam mendukung pembangunan
nasional. Dengan penekanan pada peningkatan sumberdaya, IRS sangat penting
untuk memonitor keberadaan sumberdaya untuk pemanfaatan yang optimal.
Manajemen sumberdaya telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dengan
pembangunan industri yang meningkat dan pertumbuhan
populasi.
Untuk menjaga kepentingan-kepentingan di atas, Departemen Angkasa Luar
Pemerintah India (the Government of India Department of Space/DOS) telah
memulai program IRS pada 1998 dengan peluncuran IRS 1A diikuti oleh seri-
seri satelit; 1B, 1C, 1D, P2, P3 dan yang terkini adalah RESOURCESTAT-1
(P6). Data dari satelit tersebut telah membantu pada bidang seperti Misi Terpadu
untuk Pembangunan Berkelanjutan (Integrated Mission for Sustainable
Development /IMSD), Estimasi Luas da dan Produksi Tanaman Nasioanal
(National Level Crop Acreage and Production Estimation /CAPE), inventarisasi
lahan kritis, longsor, zoning and pemetaan hutan.
Sejak tahun 1994, Space Iamging telah bermitra dengan Antrix
Corporation Limited, sebuah divisi pada the Indian Space Research Organization
(ISRO), untuk memasarkan dan mendistribusikan secara ekslusif produks-
produk satelit IRS dan stasiun bumi (ground stations) di luar India. Space
Imaging dan Antrix telah melakukan persetujuan untuk meningkatkan kerjasama
sampai 2010 dan bekerja mengkomersialkan produk-produk citra IRS dan grund
stations baik di dalam maupun di luar India.
Space imaging telh mengembangkan secara ekstensif, jaringan pemerintah
seluruh dunia dan ground stations regional komersial yang mempunyai
kemampuan untuk akses, download, proses dan distribusi data IKONOS dan
produk-produknya. Melalui kerjasama dengan Amtrix dan Pemerintah India,
Space Imaging juga telah mendirikan lebih dari 14 IRS International ground
statoins di seluruh dunia dan saat ini menawarkan opsi untuk download
RESOURCESTAT-1 melalui upgrade atau multi-source ground stations.
India berupaya keras dalam penginderaan jauh dan mempunyai banyak misi
operasional dan misi pengembangan. Program Observasi bumu terpenting adalah
Indian Remote Sensing (IRS) Programme. Diluncurkan pada 1995 dan 1997,
dua satelit identik, IRS-1C dan IRS-1D membawa 3 sensor Wide Field Sensor
(WiFS) didesain untuk pemetaan vegetasi regional, Linear Self-Scanning Sensor
3 (LISS-3) dimana menghasilkan data multispektral pada 4 band dengan resolusi
spasial 24 m dan pankrokromatik.

Tabel 6. Karakteristik IRS-1D PAN


Sistem IRS-1D
Orbit 817 km, 98.6o, sun-synchronous, 10:30 AM
crossing, rotasi 24 hari (repeat cycle)
Sensor PAN (Panchromatic Sensor)
Swath Width 70 km
Off-track viewing Tersedia – 26o across-track
Revisit Time 5 hari
Band-band Spektral ( m) 0.50-075
Ukuran Piksel Lapangan 6 m
(Resolusi spasial)
Arsip data www.spaceimaging.com
Pada subseksi ini, telah tersedia karakteristik PAN sensor. Dalam beberapa tahu,
sampai peluncuran IKONOS pada September 1999, IRS-1C dan 1D adalah satelit
sipil dengan resolusi spasial tertinggi. Aplikasi IRS sama dengan aplikasi dalam
SPOT dan Landsat (Janssen dan Hurneeman, 2001)
Gambar 6. Citra IRS PAN Resolusi 5.8m lokasi di atas Benghazi Airport, Libya.
' Antrix/Space Imaging

NOAA
NOAA singkatan dari National Oceanic and Atmospheric Administration, yang
merupakan badan pemerintah Amerika Serikat. Sensor pada misi NOAA yang
relevan untuk pengamatan bumi adalah Advanced Very High Resolution
Radiometer (AVHRR). Saat ini, dua Satelit NOAA (14 dan 15) tengah
beroperasi.

Tabel 7. Karakteristik AVHRR NOAA-15


Sistem NOAA-15
Orbit 850 km, 98.8o, sun-synchronous
Sensor AVHRR-3 (Advanced Very High Resolution
Radiometer)
Swath Width 2800 km (FOV=110o)
Off-track viewing Tidak tersedia
Revisit Time 2-14 kali tiap hari, tergantung pada lintang
Band-band Spektral ( m) 0.58-0.68 (1), 0.73-1.10 (2), 3.55-3.93 (3),
10.3-11.3 (4), 11.4-12.4 (5)
Ukuran Piksel Lapangan 1 km (pada nadir) 6 km (pada limb), IFOV=1.4
(Resolusi spasial) mrad
Arsip data www.saa.noaa.gov

Sensor AVHRR mempunyai FOV sangat lebar (110o) dan dan jarak yang jauh
dari bumi, prinsip whiskbroom menyebabkan perbedaan yang besar pada ground
sel terukur dalam satu kali penyiaman (scanline). Data citra standar produk-
produk AVHRR menghasilkan data citra dengan ukuran yang sama ukuran di
lapangan (ground pixels).
Data AVHRR terutama digunakan peramalan cuaca harian dimana memberikan
data yang lebih detail daripada Meteosat. Selain itu, juga dapat diterapkan secara
luas pada banyak lahan dan perairan.
Data AVHRR data digunakan untuk membuat Peta Suhu Permukaan Laut (Sea
Surface Temperature maps/SST Maps), dimana dapat digunakan pada
monitoring iklim, studi El Nino, deteksi arus laut untuk memandu kapal-kapal
pada dasar laut dengan ikan berlimpah, dan lain-lain. Peta Tutupan Awan (Cloud
Cover Maps) yang berasal dari data AVHRR, digunakan untuk edtimasi curah
hujan, dimana dapat menjadi input dalam model pertumbuhan tanaman. Selain
itu, hasil pengolahan lain dari data AVHRR adalah Normalized Difference
Vegetation Index Maps (NDVI). Peta ini memberikan indikasi tentang kuantitas
biomassa (tons/ha). Data NDVI, digunakan oleh FAO untuk Sistem Peringatan
Dini Keamanan Pangan (Food Security Early Warning System (FEWS). Data
AVHRR sangat tepat untuk memetakan dan memonitor penggunaan lahan
regional dan memperkirakan keseimbangan energi (energy balance) pada areal
pertanian (Janssen dan Hurneeman, 2001).
Gambar 7. Citra NOAA (near infrared) pada Sebuah Teluk di Selatan USA
(photolib.noaa.gov)

METEOSAT-5
Meteosat adalah sebuah satelit geostasioner yang digunakan dalam program
meteorologi dunia. Program ini terdiri dari tujuh satelit. Satelit Meteosat pertama
telah menempati orbit pada 1977. Satelit Meteosat dimiliki oleh the European
Organisation Eumetsat. Saat ini, Meteosat-5 dioperasikan dengan Meteosat-6
sebagai back-up.

Tabel 8. Karakteristik Meteosat-5 VISSR


Sistem Meteosat-5
Orbit Geo-Stationary, Bujur (Longitude) 0o
Sensor VISSR (Visible and Infrared Spin Scan
Radiometer)
Swath Width Full Earth Disc (FOV=18o)
Off-track viewing Tidak Tersedia
Revisit Time 30 menit
Band-band Spektral ( m) 0.5-0.9 (VIS), 5.7-7.1 (WV), 10.5-12.5 (TIR)
Ukuran Piksel Lapangan 2.5 km (VIS dan WV), 5 km (TIR)
(Resolusi spasial)
Arsip data pada www.eumetsat.de

Band-band spektral pada sensor VISSR dipilih untuk mengamati fenomena yang
relevan bagi ahli meteorologi: band pankromatik (VIS), band infrared menengah,
dimana dapat memberikan informasi tentang uap air (WV) yang terdapat di
atmosfer, dan band termal (TIR). Pada kondisi awan, data termal berkaitan
dengan suhu puncak awan, dimana digunakan untuk memperkirakan dan
meramalkan curah hujan. Pada kondisi tidak berawan, data termal berkaitan
dengan suhu permukaan daratan dan lautan.

SPOT-4
SPOT singkatan dari Systeme Pour I Observation de la Terre. SPOT-1
diluncurkan pada tahun 1986. SPOT dimiliki oleh konsorsium yang terdiri dari
Pemerintah Prancis, Swedia dan Belgia. SPOT pertama kali beroperasi dengan
pushbroom sensor CCD dengan kemampuan off-track viewing di ruang angkasa.
Saat itu, resolusi spasial 10 m untuk pankromatik tidak dapat ditiru. Pada Maret
1998 sebuah kemajuan signifikan SPOT-4 diluncurkan: sensor HRVIR
mempunyai 4disamping 3 band dan instument VEGETATION ditambahkan.
VEGETATION didesain untuk hampir tiap hari dan akurat untuk monitoting
bumi secara global.
Tabel 9. Karakteristik SPOT-4 HRVIR
Sistem SPOT-4
Orbit 835 km, 98.7o, sun-synchronous, 10:30 AM
crossing, rotasi 26 hari (repeat cycle)
Sensor Dua sensor HRVIR (High Resolution Visible
and Infrared)
Swath Width 60 km (3000 pixels CCD-array) Tersedia
Off-track viewing – 27o across-track
Revisit Time 4-6 hari (tergantung pada lintang)
Band-band Spektral ( m) 0.50-059 (1), 0.61-0.68 (2), 0.79-0.89 (3),
1.58-1.75 (4), 0.61-0.68 (PAN)
Ukuran Piksel Lapangan 10 m (PAN), 20 m (band 1 4)
(Resolusi spasial)
Arsip data sirius.spotimage.fr

Gambar 8 . Citra SPOT 20 m di Atacama Desert Chile


(spotimage.fr)

The Earth Observing-1 (EO-1)


Misi EO-1 (The Earth Observing-1) adalah bagian dari Program Milenium Baru
NASAdan difokuskan pada sensor baru dan teknologi pesawat ruang angkasa
yang dapat secara langsung mengurangi biaya Landsat dan yang berkaitan
dengan Sistem Monitoring Bumi. Satelit EO-1 ditempatkan pada orbit yang
meliput permukaan yang sama dengan Landsat 7, sekitar 1 menit kemudian.
Kemampuan EO-1 memperoleh citra dari area permukaan pada waktu yang sama
membelakangi, sehingga perbandingan langsung dari hasil dapat diperoleh dari
Landsat ETM+ dan 3 instrumen utama dari EO-1. Tiga instumen utama pada
pesawat ruang angkasa EO-1 adalah Hyperion dan Linear Etalon Imaging
Spectrometer Array (LEISA), Atmospheric Corrector (LAC) dan Advanced
Land Imager (ALI)
Hyperion adalah sebuah spectrometer citra yang meliput 30 m contoh
permukaan pada jarak diatas 75 km swath, menyediakan 10 nm (sampling
interval) band bersebelahan pada sektrum solar reflected dari 400-2500 nm. LAC
adalah spekrometer citra yang meliputi kisaran spektral dari 900-1600 nm
dimana sesuai untuk memonitor garis penyerapan air di atmosfer (atmospheric
water absorpsion lines) untuk koreksi pengaruh atmosfer pada citra multispektral
seperti ETM+ pada Landsat.
EO-1 (The Earth Observing-1) Advanced Land Imager (ALI) adalah teknologi
verifikasi instrument. Pengoperain dengan menyapu permukaan bumi pada orbit
705 km, ALI dapat menyediakan Landsat tipe pankromatik dan band
multispektral. Band-band tersebut telah didesain untuk meniru enam band
Landsat dengan 3 tambahan band yang meng-cover 0.433-0.453, 0.845-0.890
dan 1.20-1.30 m. ALI juga berisi optik dengan sudut lebar didesain untuk
menyediakan teris-menerus15o x 1.625o lahan yang terlihat untuk fully populated
focal plane dengan resolusi 30 m untuk piksel multispektral dan resolusi 10 m
untuk piksel pankromatik .

Tabel 10. Karaktristik EO-1


Sistem EO-1
Orbit 705 km, 98.7o, sun-synchronous, 10:30 AM
crossing, rotasi 16 hari (repeat cycle)
Sensor ALI (advanced Land Imager)
Swath Width 37 km
Off-track viewing Tidak Tersedia
Revisit Time 16 hari
Band-band Spektral ( m) Seperti Landsat 0.433-0.453, 0.845-0.890 dan
1.20-1.30 m

Ukuran Piksel Lapangan 10 m (PAN), 30 m (band lain)


(Resolusi spasial)
Arsip data eo-1.gsfc.nasa.gov

Sistem Penginderaan Jauh


Penginderaan jauh sangat terkait sumber energi, interaksi energi di atmosfer, interaksi
energi dengan permukaan bumi. Hal lain yang harus dipahami adalah proses
perekaman energi yang digunakan dalam penginderaan jauh. Proses perekaman energi
dilakukan menggunakan sensor peka energi-energi tersebut. Seperti tubuh manusia,
masing-masing sensor seperti mata dan telinga memiliki kepekaan yang berbeda-beda
terhadap energi yang diterimanya. Informasi yang diterima oleh sensor ini akan saling
mendukung menjadi informasi yang utuh. Sensor harus dipasang pada suatu wahana
bergerak dengan jarak yang stabil antara obyek dengan wahana agar sensor dapat
merekam energi-energi tersebut dengan baik. Wahana yang membawa sensor ini dapat
berupa wahana yang bergerak di darat melalui cara terestrial, pesawat udara, balon,
ataupun satelit.
Sensor terestrial sering digunakan untuk merekam berbagai informasi detil tentang
permukaan bumi sebagai pelengkap informasi yang dikumpulkan melalui pesawat
udara ataupun satelit. Perekaman menggunakan cara ini dapat memberikan
pemahaman yang lebih mendalam dan lengkap tentang suatu obyek dari hasil
identifikasi melalui foto udara atau citra satelit. Sensor melalui cara terestrial ini dapat
diletakkan pada suatu gedung yang tinggi, crane, atau mobil.
Sensor dengan menggunakan pesawat udara memberikan hasil berupa foto udara. Citra
foto udara memberikan informasi citra yang cukup detil. Cakupan dari citra ini lebih
luas dari pada metode terestrial. Sensor untuk merekam informasi diletakkan pada
tubuh atau sayap pesawat. Perekaman melalui satelit menghasilkan informasi berupa
citra satelit. Satelit diluncurkan dan bergerak pada orbitnya dengan membawa
beberapa sensor. Masing-masing sensor memiliki kepekaan yang berbeda-beda
terhadap gelombang elektromagetik. Hasil dari masing-masing sensor ini selanjutnya
sering dikenal dengan istilah saluran (band). Contoh citra satelit Landsat 7 ETM+
dengan 8 saluran (band) yang masingmasing band memiliki kemampuan ”melihat”
yang berbeda-beda.
Energi merupakan unsur yang sangat penting sebagai penghantar informasi dalam
penginderaan jauh. Tanpa adanya energi ini maka informasi tidak akan dapat diperoleh
oleh sensor satelit. Dengan demikian keberadaan energi yang masuk ke sensor adalah
hal pokok dari perolehan informasi tentang obyek di muka bumi. Berdasar pada bentuk
energi ini, penginderaan jauh dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu penginderaan
jauh sistem pasif dan penginderaan jauh sistem aktif.

1. Penginderaan Jauh Sistem Pasif


Penginderaan jauh sistem pasif adalah penginderaan jauh yang menangkap energi yang
berasal dari obyek. Sensor satelit sistem ini tidak membangkitkan energi sendiri.
Energi utama dalam sistem penginderaan jauh pasif ini berasal dari matahari. Energi
dari matahari dipancarkan ke obyek dan kemudian terpantulkan menuju sensor. Energi
dapat pula berasal dari pancaran suatu obyek seperti sumber-sumber thermal, misal
lokasi kebakaran hutan, sumber panas bumi, dan lain-lain. Ilustrasi dari sistem
penginderaan jauh pasif ini dapat dilihat pada Gambar.
Sumberenergi
Sensor

gelombang
elektromagnetik
menujusensor gelombang
elektromagnetikdari
matahari
Datacitra

Permukaanbumi

Gambar:Penginderaan jauh sistem pasif

sistem penginderaan jauh pasif Sumber energi pada sistem ini adalah matahari
memberikan ilustrasi dari sistem penginderaan jauh pasif. Sumber energi pada sistem
ini adalah matahari. Energi gelombang elektromagnetik dari matahari datang menuju
obyek yang kemudian akan dipantulkan menuju sensor. Sensor menerima pantulan
gelombang elektromagnetik dari obyek di muka bumi.
Sensor yang digunakan dalam penginderaan jauh sistem ini bervariasi dari sebuah
peralatan lapangan hingga yang terpasang pada satelit. Peralatan lapangan seperti
spektrofotometer dapat dipasang secara permanen diatas obyek ataupun pada wahana
yang bergerak. Wahana yang bergerak dapat berupa mobil, pesawat terbang hingga
satelit. Satelit sumber daya seperti Landsat, QuickBird, Ikonos, adalah contoh dari
sistem penginderaan jauh pasif ini.

2. Penginderaan Jauh Sistem Aktif


Penginderaan jauh sistem aktif adalah penginderaan jauh yang menggunakan energi
yang berasal dari sensor tersebut. Sensor membangkitkan energi yang diarahkan ke
obyek, kemudian obyek memantulkan kembali ke sensor. Energi yang kembali ke
sensor membawa informasi tentang obyek tadi. Serangkaian nilai energi yang
tertangkap sensor ini disimpan sebagai basis data dan selanjutnya dianalisis.
Penginderaan jauh aktif dapat dilakukan pada siang ataupun malam hari. Sistem
penginderaan jauh aktif tidak tergantung pada adanya sinar matahari, karena energi
bersumber dari sensor. Contoh dari system penginderaan jauh aktif ini adalah system
kerja radar. Radar membangkitkan energi yang diarahkan ke obyek. Energi yang
sampai pada obyek sebagian terpantul dan kembali ke sensor. Sensor radar kembali
menangkap energi tersebut, energi yang telah melakukan perjalanan menuju obyek.
Sistem penginderaan jauh ini memiliki kelebihan yaitu terkait dengan kemampuan
daya tembus dari panjang gelombang yang digunakannya. Gelombang
elektromagnetik pada sistem ini pada umumnya menggunakan spektrum geolombang
panjang, sehingga mampu melalui gangguan atmosferik seperti hamburan dan awan.
Radar ( Radio Detection And Ranging) merupakan salah satu bentuk penginderaan
jauh dengan sistem aktif. Beberapa fungsionalitas dari radar sistem aktif ini
diantaranya adalah Radar Imaging System yang menghasilkan citra radar,
Scatterometers, dan altimeter. Prinsip dasar dari radar ini adalah pemancaran dan
penerimaan balikan sinyal. Energi gelombang pendek dipancarkan dari sensor. Energi
tersebut akan bergerak menuju obyek. Sebagian sinyal yang mengenai obyek tersebut
akan berbalik dan kembali ditangkap oleh sensor radar tersebut.
Beberapa informasi yang dicatat dari pantulan sinyal yang tertangkap oleh sensor
tersebut diantaranya magnitude, fase sinyal, interval waktu antara saat sinyal
dipancarkan dan saat sinyal tertangkap kembali, polarisasi, dan frekuensi efek
Doppler. Pemancaran sinyal dan penangkapan sinyal biasanya dilakukan oleh sebuah
pemancar yang sama pada sensor radar. Ilustrasi penginderaan jauh sistem aktif dapat
dilihat pada Gambar:

Sensor

Datacitra gelombang gelombang


elektromagnetik elektromagnetikdari
menujusensor sensor

Permukaanbumi

Gambar: Penginderaan jauh sistem aktif


dari penginderaan jauh sistem aktif Energi gelombang magnetik berasal dari sensor
penginderaan jauh. Gelombang elektromagnetik merambat menuju obyek di muka
bumi dan dipantulkan kembali menuju sensor. Sensor merekam pantulan gelombang
elektromagnetik tersebut sebagai data.
Dua tipe radar yang sering digunakan adalah RAR (Real Aperture Radar) dan SAR
(Synthetic Aperture Radar). Real Aperture Radar juga sering disebut dengan SLAR
(Side Looking Airborne Radar). Kedua tipe ini sebenarnya adalah sistem radar dengan
pemancaran sinyal searah yang biasanya menggunakan pesawat terbang.
Perbedaan pokok antara sistem RAR dan SAR adalah pada arah azimutnya. Real
Aperture Radar memiliki resolusi azimut yang ditentukan oleh lebar sapuan
(beamwidth), sehingga resolusi azimutnya proporsional dengan jarak antara radar
dengan targetnya. Synthetic Aperture Radar menggunakan pemrosesan sinyal untuk
mensintesiskan beberapa rangkaian rekaman pantulan sinyal yang tertangkap sensor.
Citra radar memiliki karakteristik yang secara mendasar berbeda dengan berbagai citra
yang diperoleh secara optis seperti citra satelit sumberdaya ataupun foto udara.
Karakteristik ini terkait dengan teknik yang digunakan dalam pengambilan citra radar
dan juga pada konsep radiometri. Citra radar yang tercetak menjadi bentuk hardcopy,
secara visual akan nampak sangat berbeda dengan citra yang dihasilkan dari citra
satelit lain ataupun pandangan mata manusia.
Bayangan pada citra radar terkait dengan kemiringan pancaran energi gelombang
mikro dari sistem radar, bukan karena faktor geometri sudut pancaran matahari.
Tingkat keabu-abuan (greyscale) pada citra radar terkait dengan kekuatan relatif
gelombang mikro yang dipencarbalikkan oleh elemen bentang lahan. Intensitas nilai
pencarbalikan sinyal akan berragam tergantung pada kekasaran bentang lahan dan
kemiringan lahan. Sinyal radar terutama terkait dengan kondisi geometris area yang
menjadi target.
Parameter yang digunakan dalam analisis citra radar adalah rona, tekstur, bentuk,
struktur, dan ukuran. Rona pada citra radar adalah intensitas rata-rata dari sinyal yang
terpencarbalikkan. Sinyal yang tinggi akan dimunculkan dengan rona yang cerah,
sedangkan sinyal rendah akan dimunculkan dengan rona gelap. Tekstur pada citra
radar terkait dengan distribusi spasial dari resolusi sel. Terdapat tiga golongan tekstur
pada citra radar ini yaitu tekstur mikro, tekstur meso dan tekstur makro. Bentuk dapat
didefinisikan sebagai bentuk spasial yang terkait dengan kontur yang relatif konstan
atau batas-batas obyek secara sederhana. Beberapa obyek seperti jalan, jembatan,
landasan pesawat terbang, dan lain-lain dapat dikenali dari bentuknya. Struktur adalah
susunan obyek secara spasial yang meliputi seluruh wilayah dengan konfigurasi yang
berulang. Ukuran obyek ini digunakan sebagai elemen pengenal secara kualitatif pada
citra radar. Ukuran dari obyek yang dikenali pada citra memberikan pemahaman relatif
tentang skala dan berbagai dimensi dari obyek-obyek yang lain.

Orbit Satelit
Perekaman informasi oleh satelit dilakukan pada suatu jalur terbangnya. Jalur terbang
satelit ini disebut dengan Orbit. Orbit dari satelit disesuaikan dengan kemampuan
sensor dan tujuan perekamannya. Orbit satelit memiliki variasi pada ketinggian,
orientasi, ataupun rotasi relatifnya terhadap bumi. Berdasar pola orbitnya, satelit
penginderaan jauh dikenal geostationary orbit dan near polar orbit. Perbedaan
mendasar dari kedu orbit tersebut adalah pada arah pergerakan satelit tersebut. Satelit
dengan pola geostationary orbit bergerak searah dengan rotasi bumi, sedangkan satelit
near polar orbit bergerak tegak lurus dengan arah rotasi bumi.

1. Geostationary Orbit
Satelit dengan orbit geostasioner memiliki ketinggian sekitar 36.000 kilometer.
Kecepatan gerak rotasi sama dengan gerak rotasi bumi. Dengan ketinggian dan
kecepatan yang sama dengan rotasi bumi ini, maka satelit tersebut dapat mengamati
suatu wilayah secara terus-menerus di setiap waktu. Satelit ini dapat mengamati
berbagai perubahan yang terjadi setiap saat untuk wilayah yang diamatinya. Satelit ini
seakan-akan selalu berada ditempatnya (geostasioner). Satelit yang menggunakan orbit
ini biasanya adalah satelit komunikasi dan satelit cuaca. Contoh dari satelit jenis ini
adalah satelit Palapa yang dimiliki Indonesia.
Gambar:Orbit geostationary
dari orbit geostationary. Orbit satelit searah dengan perputaran bola bumi pada
porosnya. Kesamaan arah rotasi ini mengakibatkan satelit seakan-akan berada tetap
pada posisinya.

2. Near Polar Orbit


Satelit dengan orbit Near Polar mengelilingi bumi dengan arah utara – selatan tegak
lurus dengan perputaran bumi, atau sebaliknya. Pada saat satelit berada pada bagian
muka bumi yang berhadapan dengan matahari, sensor merekam pantulan energi
matahari yang mengenai muka bumi. Pada saat satelit berada pada area bayang-bayang
(malam), beberapa sensor seperti sensor termal masih dapat merekam energi yang
dipancarkan oleh permukaan bumi. Satelit penginderaan jauh sumberdaya biasanya
memiliki orbit ini. Orbit ini dapat meliput sebagian besar wilayah muka bumi dalam
satu periode orbit. Satelit akan merekam ulang area yang sama pada rentan waktu
tertentu. Rentang waktu perekaman ulang area yang sama ini disebut sebagai resolusi
temporal. Ilustrasi dari orbit near polar dapat dilihat pada Gambar.
Gambar:Orbit near polar
orbit near polar. Orbit satelit memotong arah rotasi bumi pada porosnya. Paduan arah
orbit satelit dengan rotasi bumi mengakibatkan seakan-akan lokasi satelit selalu
berpindah dari waktu ke waktu. Pergerakan ini memungkinkan perekaman pada
hampir seluruh permukaan bumi.

Resolusi Citra Pengideraan Jauh

1. Resolusi Spasial
Ketinggian wahana perekam dengan permukaan bumi yang direkamnya memainkan
peranan dalam data hasil penginderaan ini. Jarak yang tinggi dari wahana perekam
memungkinkan merekam area permukaan bumi yang lebar. Dengan kata lain, satelit
ini memiliki area cakupan (swat) yang luas. Tetapi di sisi lain, dengan semakin
tingginya wahana perekam ini akan berakibat pada kedetilan obyek yang dapat
direkamnya. Obyek individual seperti rumah, pohon, dan berbagai obyek lain sulit
dipisahkan satu persatu secara individual.
Wahana perekaman seperti pesawat udara yang menghasilkan foto udara, memiliki
ketinggian terbang yang lebih rendah dibandingkan satelit.. Hal ini memberikan
pengaruh pada kedetilan data foto udara yang lebih memungkinkan pemisahan dan
identifikasi obyek secara individual dibandingkan dengan citra satelit. Namun
demikian, area cakupan dari sebuah data foto udara jauh lebih sempit dibandingkan
dengan area cakupan citra satelit.
Citrautuh

Pikselcitra

Areaterrekam
Permukaanbumi
30 m
30 m

Gambar: Resolusi spasial citra

memberikan ilustrasi tentang resolusi spasial citra. Suatu area dengan luasan tertentu
di muka bumi akan terrekam sebagai sebuah piksel pada citra. Ilustrasi tersebut
menggambarkan resolusi spasial citra adalah seluas 30 meter x 30 meter. Data spektral
pada sebuah piksel citra mewakili energi yang berasal dari area di muka bumi dengan
luasan tersebut.
Kemampuan merekam obyek ini juga dipengaruhi oleh sensor. Sensor sebuah satelit
memiliki kemampuan merekam obyek terkecilnya berbeda-beda. Satelit Landsat 7
ETM+ mampu merekam obyek terkecil dilapangan sebesar 30 x 30 meter, kecuali
sensor pankromatik yang memiliki resolusi 15 meter. Satelit Ikonos merekam dengan
obyek terkecilnya 1 x 1 meter. QuickBird dengan ukuran obyek terkecilnya 0,6 x 0,6
meter. Kemampuan sensor dalam merekam obyek terkecil pada tiap pikselnya ini
disebut dengan resolusi spasial. Resolusi spasial pada sensor pasif terutama
dipengaruhi oleh sudut pandangnya yang disebut dengan Instantaneous Field of View
(IFOV). Area dipermukaan bumi yang tercakup dalam sebuah luasan IFOV disebut
dengan sel resolusi (Resolution Cell).
Citra satelit terbentuk dari serangkaian matrik elemen gambar yang disebut dengan
piksel. Piksel merupakan unit terkecil dari sebuah citra. Piksel sebuah citra pada
umumnya berbentuk segi empat dan mewakili suatu area tertentu pada citra. Jika
sebuah sensor memiliki resolusi spasial 20 meter dan citra dari sensor tersebut
menampilkannya secara penuh, maka masing-masing piksel akan mewakili area seluas
20 x 20 meter. Citra yang menampilkan area dengan cakupan yang luas biasanya
memiliki resolusi spasial yang rendah. Hal ini banyak terdapat pada citra-citra dari
satelit komersial. Citra dengan resolusi tinggi akan menampilkan obyek secara detil.
Satelit militer biasanya didesain untuk hal ini.
Citra dari satelit ini mampu menampilkan obyek secara detil.

2. Resolusi Spektral
Resolusi spektral adalah adalah kemampuan sensor untuk membedakan interval
sebuah panjang gelombang. Semakin halus resolusi spektral sensor, semakin pendek
panjang gelombang dapat dipisahkan menjadi saluran-saluran (band) yang terpisah.
Sebagai contoh, citra satelit Landsat TM memiliki 7 saluran. Satelit Landsat TM
memiliki sensor dengan kepekaan pada masing-masing rentang interval panjang
gelombang hingga sebanyak 7 saluran. Masing-masing sensornya hanya merekam
energi panjang gelombang dengan rentang tertentu.
Film hitam putih merekam panjang gelombang dari 0,4 mm hingga 0,7 meter. Film ini
menghasilkan citra yang berwarna hitam dan putih saja, karena seluruh panjang
gelombang yang terrentang pada interval tersebut terrekam pada satu titik. Seperti telah
diketahui, rentangan 0,4 mm hingga 0,7mm terdiri dari banyak warna yang diantaranya
adalah warna primer yaitu biru, hijau, dan merah. Perpaduan dari ketiga warna tersebut
menghasilkan gradasi warna keabuan (greyscale).

400nm 500nm 600nm 700nm

Sensor1

Band1 Sensor2
Band2
Band3
Band4
Bandn

Gambar:Resolusi spektral citra

merupakan ilustrasi dari resolusi spektral sensor. Sensor merekam energi


elektromagnetik dari obyek pada beberapa saluran. Sensor-sensor tersebut hanya
merekam pada satu rentang panjang gelombang tertentu. Hasil rekaman dari sensor
tersebut selanjutnya disebut sebagai saluran (band). Pada film berwarna, interval
panjang gelombang dari 0,4 mm hingga 0,7 mm tersebut dipisahkan menjadi beberapa
saluran yaitu saluran biru (0,4 – 0,5mm), saluran hijau (0,5 – 0,6 mm) dan saluran
merah (0,6 – 0,7 mm). Film ini akan menghasilkan citra yang berwarna karena masing-
masing saluran terrekam oleh pada salurannya masing-masing. Gambar 12. sebelah
kanan memberikan ilustrasi tentang kerincian resolusi spektral citra. Berdasar ilustrasi
tersebut, sensor 1 memiliki resolusi spektral lebih tinggi dibandingkan dengan sensor
2. Sensor 1
membagi spektrum tampak menjadi tiga saluran, sementara sensor 2 hanya menjadi
satu saluran. Masing-masing saluran tersebut akan menjadi satu buah data citra satelit.

3. Resolusi Radiometrik
Karakteristik radiometrik menjabarkan kandungan informasi aktual sebuah citra.
Resolusi radiometrik dari suatu sistem pencitraan menguraikan kemampuannya untuk
membedakan perbedaan energi. Sensor dengan nilai resolusi radiometrik halus akan
lebih sensitif untuk mendeteksi perbedaanperbedaan kecil dalam sebuah energi
terpantulkan.

4. Resolusi Temporal
Disamping resolusi spasial, resolusi spektral, dan resolusi radiometrik, juga penting
dipahami tentang resolusi temporal. Resolusi temporal berkaitan dengan waktu orbit
dari satelit penginderaan jauh yang membawa sensor tersebut. Resolusi temporal
adalah waktu yang digunakan oleh suatu satelit dalam merekam data sebuah wilayah
dengan posisi yang sama. Suatu satelit akan merekam ulang sebuah wilayah yang sama
dalam beberapa periode ulangnya. Pada umumya sebuah satelit merekam wilayah yang
sama dalam beberapa hari kemudian setelah perekaman pertamanya.
Perubahan yang terjadi di permukaan bumi menimbulkan perubahan karakteristik
spektral pada citra. Dengan demikian, dengan melakukan pembandingan karakteristik
spektral pada citra yang berlainan waktu perekamannya akan dapat peroleh analisis
perubahan yang ada pada permukaan bumi.

Interpretasi Citra
Data penginderaan jauh adalah berupa citra. Citra penginderaan jauh memiliki
beberapa bentuk yaitu foto udara ataupun citra satelit. Data penginderaan jauh tersebut
adalah hasil rekaman obyek muka bumi oleh sensor. Data penginderaan jauh ini dapat
memberikan banyak informasi setelah dilakukan proses interpretasi terhadap data
tersebut.
Interpretasi citra merupakan serangkaian kegiatan identifikasi, pengukuran dan
penterjemahan data-data pada sebuah atau serangkaian data penginderaan jauh untuk
memperoleh informasi yang bermakna. Sebuah data penginderaan jauh dapat
diturunkan banyak informasi dari serangkaian proses interpretasi citra ini.

1. Analisis Visual Citra Penginderaan Jauh


Analisis visual adalah satu metode perolehan informasi telah cukup lama diaplikasikan
dalam data penginderaan jauh. Zanella dkk (2012) menyatakan bahwa sebagian besar
penelitian dalam hal ekologi bentang lahan menggunakan analis visual untuk
memperoleh informasi terkait berbagai ukuran bentang lahan. Analisis visual banyak
dilakukan pada foto udara ataupun citra berresolusi tinggi lainnya. Analisis visual juga
dapat dilakukan pada data citra resolusi menengah dengan dikombinasikan dengan
beberapa teknik pengolahan digital (Yang dkk, 2011; Kinkeldey, 2014; Turdukulov
dkk, 2015). Pada umumnya analisis dilakukan pada data penginderaan jauh dalam
bentuk tercetak, walaupun analisis ini dapat pula dilakukan pada media digital.
Definisi analisis visual atau interpretasi visual menurut Howard (1996) adalah aktivitas
visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi untuk tujuan
identifikasi obyek dan menilai maknanya. Interpretasi visual mendasarkan pada kunci-
kunci interpretasi dasar seperti rona atau warna, pola, bentuk, bayangan, lokasi absolut
dan relatif, dan tekstur (Soetanto, 1994; de Jong, 2005; Horning dkk, 2005).
Rona digunakan pada citra hitam putih, sedangkan warna digunakan pada citra
berwarna. Rona pada citra foto hitam putih dipengaruhi oleh jumlah sinar yang
terpantul oleh permukaan obyek dan tertangkap oleh sensor. Oleh karena itu, Soejitno
(1995) menyatakan rona tidak tentu dapat digunakan sebagai kunci interpretasi
khususnya dalam analisis jenis batuan, karena sangat mungkin batuan yang sama akan
memiliki rona berbeda dalam sebuah citra.
Pola adalah rangkaian bentuk geologi, topografi, vegetasi, ataupun fenomena
permukaan bumi lainnya. Pola sering memberikan informasi penting terkait sesuatu
yang ada di bawah permukaan bumi seperti air tanah, kandungan mineral, ataupun
batuan setempat.
Bentuk adalah ukuran kualitatif panjang, lebar dan tinggi sebuah obyek. Interpretasi
terhadap bentuk memberikan informasi penting terkait dengan jenis, kualitas, dan
kuantitas obyek tunggal ataupun jamak. Sebagai contoh, bentuk memanjang akan
memberikan petunjuk interpretasi pada obyek jalan, sungai, ataupun rel kereta api.
Bentuk persegi memberikan petunjuk interpretasi pada obyek-obyek bangunan dan
lain-lain.
Ukuran adalah satu informasi penting yang sering dikaitkan dengan bentuk.
Interpretasi obyek kendaraan pada sebuah jalan dapat dipertajam hingga menentukan
jenis kendaraan dengan melihat pada ukuran obyek tersebut. Bus dan truk memiliki
ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan sedan.
Bayangan adalah area yang tertutup oleh obyek di sekitarnya yang lebih besar sehingga
informasi pada area tersebut tidak terrekam oleh sensor. Area bayangan dapat
dimanfaatkan dalam aplikasi interpretasi citra resolusi tinggi atau foto udara untuk
menentukan arah ataupun tinggi sebuah obyek.
Lokasi adalah posisi obyek tersebut dalam suatu koordinat tertentu atau letak sebuah
obyek berbanding dengan obyek lainnya. Informasi lokasi obyek sangat bermanfaat
dalam interpretasi. Obyek kecil di lokasi perairan memberikan informasi interpretasi
sebagai alat pertanian perikanan, alat transportasi air, ataupun benda lain yang
mengapung.
Tekstur adalah kekasaran atau kehalusan visualisasi permukaan obyek pada citra.
Tekstur kasar mengindikasikan adanya heterogenitas pada kerumunan obyek di muka
bumi. Interpretasi dari sebuah tutupan vegetasi dengan tekstur kasar memberikan
petunjuk adanya variasi jenis dan ukuran vegetasinya. Kondisi tersebut
memungkinkan interpretasi lebih detil terhadap tutupan vegetasi tersebut, misal
sebagai hutan lebat atau kebun campuran.
Asosiasi adalah keterkaitan suatu fenomena dengan fenomena lain di sekelilingnya.
Obyek meluas dengan tekstur halus yang berasosiasi dengan adanya beberapa jaringan
jalan dan permukiman, dapat memberikan informasi interpretasi yang mengarah pada
area perladangan atau kebun.
Interpretasi pada citra resolusi menengah dan rendah seperti pada citra satelit Landsat
juga dapat dilakukan melalui analisis visual. Analisis visual pada data citra satelit ini
sering memanfaatkan citra multispektral yang merupakan visualisasi kombinasi dari
beberapa saluran spektral. Gambar 13. merupakan contoh dari visualisasi citra
multispektral.
Gambar 13. Citra multispektral 542 Landsat 8 OLI
Gambar 13. merupakan contoh dari visualisasi citra multispektral citra Landsat 8 OLI
yang dibentuk melalui kombinasi band 5, band 4, dan band 2. Obyek vegetasi nampak
sebagai warna merah, lahan terbuka nampak sebagai warna putih cerah, sedangkan
tubuh air nampak sebagai rona gelap.
Beberapa keuntungan dari metode analisis visual terhadap data citra satelit tercetak
yaitu :
• Relatif lebih sedikit biaya pembuatan
• Permasalahan iluminasi pada citra digital seperti bayangan, dapat dimanfaatkan
sebagai alat bantu interpretasi
• Lebih sedikit latihan yang diperlukan untuk proses interpretasi
• Mendasarkan pada penggunaan kemampuan otak manusia dalam proses
interpretasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam teknik analisis visual data penginderaan
jauh ini adalah faktor subyektifitas interpreter yang sering memberikan pengaruh
terhadap hasil interpretasi. Pengalaman dan pengetahuan interpreter terhadap lokasi
atau obyek amatan sangat berperan dalam proses interpretasi. Analisis visual juga
memerlukan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan dengan teknik digital dalam
proses analisis tersebut. Bentuk dan kualitas data citra dapat memberikan pengaruh
terhadap akurasi hasil interpretasi.

2. Analisis Digital Citra Penginderaan Jauh


Citra penginderaan jauh dibentuk oleh data numeris nilai radian permukaan bumi yang
diwujudkan dalam angka digital pada masing-masing saluran panjang gelombang
(Mather, 2004). Citra penginderaan jauh membawa informasi melalui pengukuran-
pengukuran spektral energi dan keterkaitan antar piksel dalam suatu citra komposit
(Madhok dan Landgrebe, 2001). Berdasar hal tersebut, informasi dapat diperoleh
melalui pengenalan pola-pola spektral yang diturunkan melalui analisis digital citra.
Pola spektral tersusun oleh respon spektral beberapa panjang gelombang terhadap
suatu obyek. Qiwei dkk (2003) mengungkapkan bahwa setiap obyek memiliki
karakteristik yang berbeda dalam interaksinya dengan suatu panjang gelombang
elektromagnetik. Sejalan dengan hal tersebut, Adam dan Gillespie (2006) menjelaskan
bahwa pola spektral terbentuk oleh perbedaan kemampuan berbagai material dalam
menyerap, memantulkan, dan memancarkan energi radiasi.
Analisis digital dilakukan dengan berdasar pada pengamatan karakteristik nilai
spektral. Analisis digital dilakukan menggunakan metode digital melalui pengolahan
nilai spektral citra. Analisis dilakukan melalui proses aritmetik citra. Contoh metode
sederhana dari analisis digital ini adalah dengan memanfaatkan histogram citra dan
pengelompokan nilai piksel. Beberapa metode analisis digital terotomasi dilakukan
melalui prosedur sistem pakar yang memadukan data-data penginderaan jauh. Model
matematis sering dimanfaatkan dalam hal ini. Model ini banyak terdapat pada berbagai
perangkat lunak penginderaan jauh dalam bentuk modul yang tertuang pada menu.
Operasi Digital Citra
Analisis digital citra satelit memerlukan metode digital seperti operasi titik, operasi
aljabar, filtering, transformasi, dan klasifikasi. Metode digital tersebut menggunakan
metode pengolahan data spektral melalui suatu model matematis.Operasi titik menitik
beratkan pada pengubahan nilai spektral piksel yang ditujukan untuk meningkatkan
kualitas visual citra. Contoh dari operasi titik ini adalah perentangan kontras dan
histogram ekualisasi. Operasi aljabar merupakan proses perbandingan nilai spektral
piksel dari dua saluran citra. Contoh operasi ini adalah operasi matematis dan
perbandingan citra. Hasil operasi aljabar ini yang sering digunakan adalah citra indeks.
Citra indeks vegetasi seperti NDVI, PVI, VI, dan lain-lain adalah bentuk citra hasil
operasi ini. Nilai spektral citra indeks memberikan penekanan pada aspek tertentu.
Indeks vegetasi menghasilkan nilai spektral yang tinggi pada area bertutupan vegetasi
lebat. Secara visual area bertutupan vegetasi ini akan nampak sangat cerah, sementara
yang tidak bertutupan vegetasi akan nampak gelap.
Operasi filter merupakan kebalikan dari operasi penajaman citra. Operasi filter
menghasilkan citra yang lebih tergeneralisasi. Hasil perekaman permukaan bumi
sering memberikan informasi visual yang sangat kompleks. Kompleksitas ini dalam
skala tertentu tidak diperlukan. Operasi filtering dapat digunakan untuk mengurangi
kompleksitas data citra ini. Transformasi digunakan untuk meningkatkan
interpretabilitas citra terkait dengan aspek resolusi. Pada beberapa kasus dua citra
dengan resolusi yang berbeda dapat digabungkan sehingga menghasilkan informasi
yang lebih tajam.
Klasifikasi adalah suatu proses pengelompokan nilai spektral citra melalui prosedur
klasifikasi terotomasi. Hasil proses klasifikasi ini dapat digunakan sebagai dasar
pembuatan peta-peta tematik. Metode klasifikasi yang banyak digunakan dalam
penginderaan jauh adalah operasi beracuan dan operasi tak beracuan. Klasifikasi
beracuan memerlukan spektral acuan untuk tiap kelas klasifikasi. Spektral acuan
diambil dari kelompok spektral yang homogen dari suatu area. Proses klasifikasi akan
mengelompokkan seluruh spektral piksel berdasar kemiripannya dengan nilai spektral
acuan tersebut. Klasifikasi tak beracuan tidak memerlukan nilai spektral acuan.
Klasifikasi ini mengelompokkan nilai spektral citra berdasar titik berat dari suatu ruang
spektral.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, J.B., Gillespie A.R., 2006. Remote Sensing of Landscape with Spectral Images
– A Physical Modeling Approach, Cambridge University Press, New York
Aggarwal, 2004. Principle of Remote Sensing, Satellite Remote Sensing and GIS
Application in Agricultural Meteorology, hal. 23 - 38.
Bianchetti, R., 2011. Considering visual perception and cognition in the analysis of
remotely sensed images, Adfa-Springer.
de Jong, S., van der Meer, F.D., 2004. Remote Sensing Image Analysis, Springer,
Dordrech.
Elachi, C., Zyl, J.V., 2006. Introduction to the Phisics and Techniques of Remote
Sensing, Second Edition, John Wiley & Sons, New Jersey.
Horning, N., Robinson, J. A., Sterling, E. J., Turner, W., Spector, S., 2005. Remote
sensing for ecology and conservation – a handbook of techniques. Oxford
University Press.
Howari, F.M., Sherif, M.M., Singh, V.P., Al-Asam, M.S., 2007. Dalam : Thangarajan,
M. (editor). Groundwater: Resource Evaluation, Augmentation, Contamination,
Restoration, Modeling and Management, Springer, Netherland.
Huete, A.R, Glenn, E.P., 2011. Remote Sensing of Ecosystem Structure and Function,
Advance in Environtment Remote Sensing, CRC Press. Boca Raton.
Kinkeldey, C., 2014. A concept for uncertainty-aware analysis of land cover change
using geovisual analytics. ISPRS Int. J. Geo-Inf., Vol. 3, Hal. 1122 1138.
Leverington, D. W., 2010. Discrimination of sedimentary lithologies using Hyperion
and Landsat Thematic Mapper data: a case study at Melville Island, Canadian
High Arctic, International Journal of Remote Sensing, Vol. 31, No. 1, Hal. 233-
260.
Madhok, V., Landgrebe, D.A., 2002. A processing model for remote sensing data
analysis, IEEE Life Fellow.
Mather, P.M., 2004. Computer Processing of Remotely-Sensed Images, Wiley & Sons,
England.
Qiwei C., Anjun L., Kangning X., Sinzhen X., Jun W., Juan X., 2003. Spectral Feature-
Based Model for Extracting karst Rock-Desertification from Remote

Anda mungkin juga menyukai