Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGINDERAAN JAUH

PERCOBAAN VI
PRE PROCESSING IMAGE

NAMA : ABRAHAM PRAKOSO


NIM : 1811014110001
ASISTEN : MUHAMMAD RIDHO

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S-1 FISIKA
BANJARBARU

2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH

Nama : Abraham Prakoso


NIM : 1811014110001
Program Studi : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Judul Percobaan : Pre Processing Image
Hari, Tanggal Percobaan : Kamis, 8 April 2021
Asisten : Muhammad Ridho

Nilai Banjarbaru, 2021

Asisten

(Muhammad Ridho)
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada zaman sekarang ini khususnya di Indonesia informasi mengenai
permukaan bumi menyebabkan kegiatan survei pemetaan di Indonesia semakin
meningkat. Pelaksanaan kegiatan survei pemetaan dapat dibedakan melalui
duamacam teknologi, yaitu Penginderaan Jauh (PJ) dan Sistem Informasi
Geografi (SIG). Penginderaan jauh merupakan aktivitas penyadapan informasi
tentang objek atau gejala di permukaan bumi (atau permukaan bumi) tanpa
melalui kontak langsung. Karena tanpa kontak langsung, diperlukan media supaya
obyrk atau gejala tersebut dapat diamati dan ‘didekati’ oleh si penafsir. Media ini
berupa citra (image atau gambar). Citra adalah gambaran rekaman suatu objek
(biasanya berupa gambaran pada foto) yang dibuahkan dengan cara optik, elektro-
optik, optik mekanik, atau elektronik. Pada umumnya ia digunakan bila radiasi
elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan dari suatu objek tidak
langsung direkam pada film (Puntodewo, 2003).
Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra
dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek
tersebut sedangkan penginderaan jauh (Remote sensing) adalah ilmu dan seni
untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui
analisis data yang diperoleh dengan menggunakan suatu alat tanpa kontak
lansung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer,
1994).
Dalam menganalisis karakteristik wilayah, wilayah kajian harus mencakup
dan mewakili seluruh wilayah serta harus menampilkan gambar yang dapat
diinpretasikan dengan mudah. Oleh karena itu, diperlukan proses-proses dalam
penginderaan jauh untuk memudahkan hal tersebut. Beberapa contohnya adalah
proses pemotongan (Cropping), composite, dan mozaik. Pada proses ini
diperlukan ketelitian dan teknik yang jelas dalam prosesnya karena jika tidak
dilakukan dengan prosedur yang benar, tampilan yang diinginkan tidak akan
didapatkan (Kurniawan, 2013).
Penginderaan jauh merupakan salah satu studi yang digunakan untuk
proses akuisisi data tanpa menyentuh langsung objek yang dituju menggunakan
alat atau wahana. Sehingga perekaman atau pengambilan data dilakukan di udara
yang bertujuan untuk menganalisis permukaan bumi dari jarak jauh. Data yang
diperoleh melalui proses perekaman tersebut berupa citra (gambar) perlu
dilakukan pengolahan dan analisis lebih lanjut untuk mendapatkan informasi
secara mnyeluruh tentang objek-objek yang ada di permukaan bumi. Hasil dari
analisis citra ini dapat digunakan dan diaplikasikan untuk keperluan berbagai
kepentingan bidang ilmu yann terkait. Terdapat berbagai teknik yang harus
diperhatikan untuk mendapatkan data yang baik untuk dilakukan analisis, yaitu
salah satunya dalam proses pre – processing citra. Dimana proses ini menentukan
keakuratan serta kejelasan hasil data citra. Oleh karena itu, untuk lebih
memperjelas kegunaan serta langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam
melakukan proses pre – processing citra ini (Anugrah, 2017).
1.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Memproses data image sebelum dianalisis
2. Memotong image, menggabung image, menggabung saluran band
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Penginderaan Jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh
dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, atau fenomena yang
dikaji. Dalam pengolahannya, penginderaan jauh sangat diperlukan cara – cara
yang cepat, tepat untuk mendapatkan data permukaan bumi yang semakin
kompleks. Salah satunya adalah mengolah data penginderaan jauh satelit secara
digital yang memberikan informasi spasial permukaan bumi yang berkualitas
(Lillesand dan Kiefer, 1994).
Penginderan Jauh merupakan terjemahan kata dari bahasa inggris “Remote
Sensing” yang merupakan istilah umum yang digunakan untuk menyebut suatu
kegiatan pendugaan keterangan suatu objek dari jarak jauh tanpa perlu menyentuh
atau mendatanginya. Disiplin ilmu ini sering disebut merupakan cabang ilmu dari
Geografi dan telah berkembang dengan cepat sehingga terdapat berbagai
penafsiran dari beberapa ahli mengenai definisi atau pengertiannya. Pengertiannya
pun berkembang seiring perkembangan teknologi yang digunakan. Penginderaan
jauh telah didefinisakan secara bervariasi namun pada dasarnya merupakan ilmu
pengetahuan atau seni untuk mengungkapkan sesuatu mengenai suatu objek tanpa
menyentuhnya secara langsung. Sedangkan dalam Manual of Remote Sensing,
American Society of Photogrammetry pada tahun 1983 membuat suatu definisi
bahwa Penginderaan Jauh adalah Pengukuran atau pengumpulan informasi dari
beberapa sifat objek atau fenomena dengan suatu alat perekaman yang tidak
kontak secara fisik dengan obyek atau fenomena yang sedang diamati. Istilah
penginderaan jauh di beberapa negara, antar lain Remote sensing (Amerika
Serikat), Teledetection (Perancis), Telepercepcion (Spanyol) dan Fernerkundung
(Jerman) (Darmawan, 2018).
Penginderaan jauh memiliki keunggulan apabila diperhitungkan dari luas
bidang ilmu, frekuensi dan manfaat penggunaan. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain :
1. Citra menggambarkan objek, daerah, dan gejala di permukaan bumi
dengan wujud dan letak objek yang mirip seperti di permukaan bumi,
relatif lengkap, meliputi daerah yang luas, serta bersifat permanen.

2. Mampu menampilkan gambaran tiga dimensi.

3. Karaktersitik objek yang tidak tampak dapat diwujudkan dalam bentuk


citra sehingga dimungkinkan pengenalan objeknya.

4. Citra dapat dibuat secara cepat meskipun untuk daerah yang sulit dijelajahi
secara terestrial.

5. Merupakan satu-satunya cara untuk pemetaan daerah bencana.

6. Citra sering dibuat dengan periode ulang yang pendek.


Resoluasi pada disiplin ilmu penginderaan jauh dapat merujuk kepada empat
istilah, yaitu:
a. Resolusi spasial adalah Resolusi spasial dalam penginderaan jauh berarti
ukuran terkecil obyek yang dapat direkam oleh suatu sistem sensor
sehingga menunjukkan kerincian informasi yang dapat disajikan oleh
suatu sistem sensor. Objek terkecil ini disajikan dalam sebuah piksel.

b. Resolusi spektral adalah kerincian panjang gelombang elektromagnetik


yang digunakan dalam perekaman obyek pada sensor.
c. Resolusi temporal adalah intensitas perekaman suatu wahana pada
tempat/posisi yang sama.
d. Resolusi radiometrik adalah tingkat kepekaan sensor terhadap perbedaan
terkecil kekuatan sinyal yang dihasilkan dari objek perekam sehingga
dibedakan dari segi warna dan intensitas cahaya.
(Darmawan, 2018).
Teknologi penginderaan jauh satelit dipelopori oleh NASA Amerika
Serikat dengan diluncurkannya satelit sumber daya alam yang pertama, yang
disebut ERTS-1 (Earth Resources Technology Satellite) pada tanggal 23 Juli
1972, menyusul ERTS-2 pada tahun 1975, satelit ini membawa sensor RBV
(Return Beam Vidicon) dan MSS (Multi Spectral Scanner) yang mempunyai
resolusi spasial 80 x 80 m. Satelit ERTS-1, ERTS-2 yang kemudian setelah
diluncurkan berganti nama menjadi Landsat 1, Landsat 2, diteruskan dengan seri-
seri berikutnya, yaitu Landsat 3, 4, 5, 6, 7 dan terakhir adalah Landsat 8 yang
diorbitkan bulan Februari 2013. Sebenarnya Landsat 8 lebih cocok disebut
sebagai satelit dengan misi melanjutkan Landsat 7 dari pada disebut sebagai satelit
baru dengan spesifikasi yang baru pula. Ini terlihat dari karakteristiknya yang
mirip dengan Landsat 7, baik resolusinya (spasial, temporal, spektral), metode
koreksi, ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang dibawa. Hanya saja
ada beberapa tambahan yang menjadi titik penyempurnaan dari Landsat 7 seperti
jumlah kanal, rentang spektrum gelombang elektromagnetik terendah yang dapat
ditangkap sensor serta nilai bit (rentang nilai nomor digital) dari tiap piksel citra
(Amliana, 2016).
Citra merupakan suatu data hasil perolehan pemotretan permukaan bumi
oleh satelit. Citra ini dapat dibedakan menjadi citra foto atau foto udara dan citra
non-foto. Citra digital merupakan representasi 2 dimensi objek dunia nyata, pada
penginderaan jauh, citra merupakan gambaran sebagian permukaan bumi yang
dilihat dari luar angkasa melalui satelit atau dari udara melalui pesawat terbang.41
Citra landsat merupakan citra satelit yang awalnya diperlopori oleh NASA
Amerika Serikat dengan diluncurkannya satelit sumberdaya alam yang pertama,
yang disebut ERTS-1, kemudian satelit ini berganti nama menjadi Landsat.
Perkembangan citra landsat bertahap dari citra landsat 1 sampai dengan saat ini
ada citra landsat 8, landsat ini membawa sensor TM (Thematic Mapper) yang
mempunyai resolusi 30 x 30 m. Terdapat banyak aplikasi dari data Landsat TM
seperti pemetaan penutupan lahan, pemetaan penggunaan lahan, pemetaan tanah,
pemetaan geologi, pemetaan suhu permukaan dan lain-lain.42 Selain citra landsat
terdapat citra lainnya seperti IKONOS, Quickbird, TERRA, IRS, SPOT 4 dan
lainnya, biasanya tergantung kepada nama dan jenis satelit yang digunakan. Citra
digital hasil rekaman sensor TM, memiliki beberapa band yang memiliki ciri
kepekaan tersendiri untuk mendeteksi unsur-unsur spasial, band-band tersebut
antara lain:
a. Band 1 (biru): merupakan band yang relatif pendek tetapi memiliki daya
penetrasi yang lebih baik dari yang lain. Oleh sebab itu, band ini di pilih
untuk mengamati unsur aquatic ecosystem (ekosistem perairan). Band ini
biasa dipakai untuk mendeteksi keberadaan sedimen di perairan, pemetaan
coral-reefs, dan kedalaman air.
b. Band 2 (hijau): kualitas band ini tidak jauh beda dari band 1, tetapi tidak
seekstrim itu. Band ini dipilih untuk mengamati kehijauan unsur-unsur
vegetasi.
c. Band 3 (merah): karena unsur vegetasi menyerap hampir semua cahaya
merah (penyerap klorofil), maka band ini diperlukan untuk membedakan
unsur vegetasi dan unsur tanah, dan juga untuk memonitor kesehatan
unsur vegetasinya.
d. Band 4 (near infrared) : karena air menyerap hampir semua radiasi
elektromagnetik pada domain ini, maka unsur tubuh air nampak gelap. Hal
ini berbeda dengan pantulan yang agak cerah pada unsur tanah dan unsur
vegetasi. Oleh karena itu, band ini sangat baik untuk mendefinisikan batas
air-daratan dan tipe/kelas unsur vegetasi.
e. Band 5 (short-wave infrared/ SWIR) : band ini juga sangat sensitif
terhadap kelembapan, karena itu bisa digunakan untuk memonitor
kelembapan unsur tanah dan unsur vegetasi. Selain itu, band ini juga baik
dalam membedakan unsur awan dan salju.
f. Band 7 (short-wave infrared/SWIR) : band ini juga digunakan untuk
pengamatan kelembapan unsur vegetasi, selain untuk pemetaan unsur
tanah dan batuan.
g. Band 6 (long-wave infrared/LWIR, thermal infrared): band ini merupakan
band thermal, artinya band ini bisa digunakan untuk mengukur suhu
permukaan. Selain itu, band ini juga sering digunakan untuk memenuhi
kebutuhan aplikasi geologi, tekanan suhu tumbuhan, untuk membedakan
unsur awan dan tanah yang kenampakannya cukup terang.
(Inopianti, N. 2017).
Koreksi radiometrik merupakan tahapan awal pengolahan data sebelum
analisis dilakukan, misalanya untuk identifikasi persebaran lamun.Koreksi
radiometrik juga merupakan teknik perbaikan citra satelit untuk menghilangkan
efek atmosferik yang mengakibatkan kenampakan bumi tidak selalu tajam. Proses
koreksi radiometrik mencakup koreksi efek-efek yang berhubungan dengan sensor
untuk meningkatkan kontras (enhancement) setiap piksel (picture element) dari
citra, sehingga objek yang terekam mudah diinterpretasikan atau dianalisis untuk
menghasilkan data/informasi yang benar sesuai dengan keadaan lapangan (Sari,
2017).
Koreksi radiometrik dilakukan pada kesalahan oleh sensor dan
sistemsensor terhadap respon detektor dan pengaruh atmosfer yang stasioner.
Koreksi radiometrik dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau distorsi yang
diakibatkan oleh tidak sempurnanya operasi dan sensor, adanya atenuasi
gelombang elektromagnetik oleh atmosfer, variasi sudut pengambilan data,variasi
sudut eliminasi, sudut pantul dan lain-lain yang dapat terjadi selama pengambilan,
pengiriman serta perekaman data. Spesifikasi kesalahan radiometric adalah :
a. Kesalahan sapuan akibat pemakaian Multi Detektor dalam mengindra
garis citra

b. Memperkecil kesalahan pengamatan detektor yang berubah sesuai


perubahan waktu

c. Kesalahan berbentuk nilai digital yang mempunyai hubungan linier


dengan tingkat radiasi dan panjang gelomang elektromagnetik

d. Koreksi dilakukan sebelum data didistribusi

e. Koreksi dilakukan dengan kalibrasi cahaya yang keluar dari detektor


dengan mengarahkan scanner pada filter yang disinari secara elektronik
untuk setiap sapuan.

f. Kesalahan yang dapat dikoreksi otomatis adalah kesalahan sistematik dan


tetap, yang tetap diperkirakan sebelumnya

g. Kesalahan garis scan dapat dikoreksi dengan penyesuaian histogramtiap


detector pada daerah-daerah homogeny misalnya diatas badan air,apabila
ada penyimpangan dapat diperbaiki

h. Kesalahan bias atau pengaturan kembali detektor apabila mean dan median
detektor berbeda.
(Soenarmo, 1994).
Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra
dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek
tersebut sedangkan penginderaan jauh (Remote sensing) adalah ilmu dan seni
untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui
analisis data yang diperoleh dengan menggunakan suatu alat tanpa kontak
lansung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Interpretasi citra \
pengindraan jauh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu interpretasi secara
manual dan interpretasi secara digital. Interpretasi secara manual adalah
interpretasi data pengindraan jauh yang mendasarkan pada pengenalan
ciri/karakteristik objek secara keruangan. Karakteristik objek dapat dikenali
berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan,
rona/warna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti. Tahap awal dalam
pengolahan citra yaitu cropping image atau pemotongan citra. Cropping, adalah
mengambil bagian gambar tertentu yang kita Inginkan. Pemotongan citra
dilakukan pada lokasi-lokasi yang dijadikan tempat penelitian. Pemotongan citra
dilakukan untuk mendapatkan daerah yang representative sebagai daerah
penelitian. Disamping itu cropping bertujuan untuk menghemat memori yang
digunakan sehingga pemrosesan lebih cepat. Mozaik citra yaitu menggabungkan
beberapa citra ke dalam satu citra yang meliputi keseluruhan area. Untuk
melakukan mosaik citra , terlebih dulu tampilkan semua citra yang akan dimosaik
dalam satu View dan pastikan mereka mempunyai jumlah band yang sama. Oleh
karena daerah yang dikaji biasanya meliputi beberapa lembar foto maka
diperlukan metode yang sistematis untuk memperoleh gambaran umum wilayah,
interpretasi setiap foto, serta pemindahan hasil interpretasi ke peta dasar, maka
dilakukan metode penyusunan mozaik sementara (Kurniawan, 2013).
Pre-procesing image merupakan proses pengolahan data-data citra untuk
di analisis lebih lanjut. Preprocesing ini bisa pembersihan noise pada citra,
pengubahan format warna citra, proses deteksi edge dan pojokan-pojokan pada
citra. Beberapa proses yang ada diantaranya adalah komposit, cropping dan
mozaik citra. Preprocessing memerlukan tahapan untuk menjamin kelancaran
pada proses berikutnya (Santoso, 2021).
Secara umum proses pre – processing citra bertujuan untuk memperjelas
serta memperbaiki kualitas citra (gambar) sehingga akan lebih mudah dalam
melakukan analisis data citra pada tahapan selanjutnya. Sebagai contoh yang
dikutip dari jurnal aplikasi fisika volume 7 nomor 2 dengan judul “Segmentasi
Jaringan Otak Putih , Jaringan Otak Abu-Abu, dan Cairan Otak dari Citra MRI
Mneggunakan Teknik K-Means Clustering” menyebutkan bahwa proses pre-
processing dalam melakukan penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas
tampilan citra agar memiliki format yang lebih baik sehingga citra tersebut lebih
mudah untuk dilakukan pengolahan dalam proses selanjutnya (Anugrah, 2017).
Metode-metode yang digunakan dalam pre composite citra ini bias
dilakukan dengan beberapa tahapan yang berurutan. Dengan adanya pre komposit
gambar citra ini bias dijadikan sebagai langkah awal dalam menentukan output
yang didapat pada citra yang akan dihasilkan dan ditampilkan sebagai literature
peta yang sudah ditampilkan dengan layout lengkap (Kurniawan, 2013).
Pada proses interpretasi ini tidak lepas dari proses identifikasi dan evaluasi
kondisi lahan pada sub DAS Lesti yang didapat dari survey lapangan. Proses
pengolahan citra ASTER dibedakan menjadi tiga tahap utama yaitu pre
processing, processing dan post processing.
1. Tahap Pre Processing
a. Registrasi Citra
Proses ini bertujuan mensuperposisikan(overlay) data citra dengan layer
GIS yang sudah tergeoreferensi atau sudah diketahui koordinat dan sistem
proyeksinya, dalam penelitian ini dipergunakan peta BAKOSURTANAL
dengan layer jalan dan sungai.
b. Komposit Citra
Komposit citra bertujuan untuk menentukan komposisi RGB (Red, Green,
Blue) dari citra yang akan dilakukan analisa, sehingga objek dalam citra
dapat dikenali secara unsupervised dan nantinya dibandingkan dengan
pengamatan dilapangan (supervised).
c. Pemotongan Citra
Pemotongan citra bertujuan untuk mendapatkan citra dengan bentuk DAS
yang diinginkan. Pemotongan citra dilakukan menggunakan batas DAS
dalam bentuk vektor yang sudah dibuat dengan menggunakan watershed
delineation pada AVSWAT 2000, dalam studi ini dipergunakan batas DAS
dengan format shape file (*.shp).
2. Tahap Processing
Klasifikasi tematik citra ASTER dilakukan menggunakan 2 metode, yaitu
klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised) dan klasifikasi terbimbing
(supervised).
a. Unsupervised Classification
Klasifikasi tidak terbimbing merupakan proses pengelompokan pixel-pixel
pada citra menjadi beberapa kelas menggunakan analisa cluster (cluster
analysis) menggunakan metode Iso Data. Sampai disini peta citra dapat
diinterpretasikan menjadi beberapa tata guna lahan misalkan, lahan
terbuka, lahan tertutup vegetasi, lahan hutan.
b. Supervised Classification
Klasifikasi terbimbing merupakan proses pengelompokan pixel-pixel
berdasarkan hasil survey. Tahap ini merupakan identifikasi dan klasifikasi
pixelpixel melalui training area, selanjutnya tataguna lahan lebih
didetailkan lagi berdasarkan survey kondisi lapangan. Misalkan untuk
kawasan vegetasi dapat dirinci lebih detail menjadi lahan persawahan padi,
perkebunan kopi, perkebunan teh dan lain-lainya.
3. Tahap Post Processing
Post processing bertujuan untuk meningkatkan tingkat akurasi hasil analisa
klasifikasi. Tahap ini terdiri dari majority analysis dan Exporting Classes To
Vector Layers.
a. Mayority & Minority Analysis
Dua cara analisa yang dapat digunakan, yaitu metode majority dan metode
minority. Metode majority merupakan metode yang mengubah pixel yang
tadinya belum terklasifikasi ke dalam klas terdekat yang mayoritas.
Metode minority, adalah metode yang mengubah pixel yang tadinya belum
terklasifikasi ke dalam klas terdekat yang minoritas.
b. Classification to Vektor
Untuk dapat mempermudah mengolah hasil interpretasi citra yang sudah
dilakukan, maka file citra perlu diubah menjadi bentuk vektor.
(Wibowo, 2013).
BAB III
METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 8 April 2021 pukul 16.00
WITA sampai dengan selesai, di Laboratorium Fisika Komputasi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan adalah :
1. Seperangkat komputer atau laptop,
2. Peta wilayah HSU yang sudah dikoreksi radiometri,
3. Landsat 8,
4. ENVI 5.1.
3.3 Prosedur Percobaan
Prosedur pada praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Memasukkan data citra yang telah di koreksi radiometric ke
dalam program software ENVI 5.1.
2. Memotong citra menjadi dua buah dengan ‘Region of
Interest Tool’.
3. Citra yang telah dipotong tersebut kemudian digabungkan
kembali dengan ‘Pixel Based Mosaicking’.
4. Mengubah RGB band untuk menghilangkan warna merah
pada citra
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra
dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek
tersebut sedangkan penginderaan jauh (Remote sensing) adalah ilmu dan seni
untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui
analisis data yang diperoleh dengan menggunakan suatu alat tanpa kontak
lansung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji.
Pada percobaan kali ini yaitu tentang Pre Processing Image. Secara umum
pre-processing citra bertujuan untuk memperjelas serta memperbaiki kualitas citra
(gambar) sehingga akan lebih mudah dalam melakukan analisis data citra pada
tahapan selanjutnya. Preprocesing ini bisa pembersihan noise pada citra,
pengubahan format warna citra, proses deteksi edge dan pojokan-pojokan pada
citra. Beberapa proses yang ada diantaranya adalah komposit, cropping dan
mozaik citra. Preprocessing memerlukan tahapan untuk menjamin kelancaran
pada proses berikutnya. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk memproses data
image sebelum di analisis dan memotong image, menggabung image, serta
menggabung saluran band.
1. Pemotongan Citra dengan ROIs
Gambar 1. Pemotongan Hasil Radiometrik dengan Rectangle di ROIs
Pada percobaan ini hal pertama yang dilakukan adalah dengan
memasukkan citra Kabupaten Balangan yang telah dikoreksi radiometric pada
percobaan sebelumnya ke dalam program ENVI. Koreksi radiometrik dilakukan
untuk memperbaiki kesalahan atau distorsi yang diakibatkan oleh tidak
sempurnanya operasi dan sensor, adanya atenuasi gelombang elektromagnetik
oleh atmosfer, variasi sudut pengambilan data, variasi sudut eliminasi, sudut
pantul dan lain-lain yang dapat terjadi selama pengambilan, pengiriman serta
perekaman data. Klasifikasi terbimbing merupakan proses pengelompokan pixel-
pixel berdasarkan hasil survey. Tahap ini merupakan identifikasi dan klasifikasi
pixelpixel melalui training area, selanjutnya tataguna lahan lebih didetailkan lagi
berdasarkan survey kondisi lapangan. Selanjutnya citra dipotong menjadi empat
bagian menggunakan ROI sesai dengan hasil pada gambar 1. Cropping, adalah
mengambil bagian gambar tertentu yang kita Inginkan. cropping bertujuan untuk
menghemat memori yang digunakan sehingga pemrosesan lebih cepat. Citra
bagian kanan atas diberi warna merah, citra bagian kiri atas diberi warna hijau,
citra bagian kanan bawah diberi warna biru dan citra bagian kiri bawah diberi
warna kuning. Adapun hasil pemotonngan pada ROIs sesui dengan gambar 2.
Gambar 2. Hasil Pemotongan dengan Rectangle di ROIs

2. Pengabungan kembali Citra dengan Pixel


Mozaic

Gambar 3. Pengabungan Kembali Citra dengan Pixel Mozaic

Pada gambar 3 dilakukan suatu proses selanjutnya yaitu pengabungan citra


dengan menggunakan Pixel Mozaic. Citra yang di potong kemudian digabungkan
kembali dengan ‘Pixel Based Mosaicking’. Pengabungan dilakukan kepada citra
dari keempat potongan, baik potongan 1, potongan 2, potongan 3 dan potongan 4.
Mozaik citra yaitu menggabungkan beberapa citra ke dalam satu citra yang
meliputi keseluruhan area. Untuk melakukan mosaik citra , terlebih dulu
tampilkan semua citra yang akan dimosaik dalam satu View dan pastikan mereka
mempunyai jumlah band yang sama. Setelah dilakukan penggabungan citra maka
diperoleh hasil citra penggabungan berwarna kemerahan seperti pada gambar 4.
Dengan adanya penggabungan citra maka saluran band yang ada pada citra juga
ikut bergabung. Hal ini yang mengakibatkan kita perlu mengubah saluran band
sebanyak tiga kali. Hasil nya adalah seperti gambar 4.

Gambar 4. Hasil Pengabungan Kembali Citra dengan Pixel Mozaic


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah :
1. Pre Composite Image sangat perlu dilakukan dalam membuat tampilan
citra yang tepat sasaran terhadap fokus kajian, sehingga penginterpretasian
dapat dengan mudah dilakukan
2. Pada pengunaan metode ini banyak langkah dan prosedur yang dilakukan
dimana kita dapat membedakan antar False Color dan True Color dimana
keduanya hanya dibedakan oleh kombinasi Band yang digunakan. Pada
tampilan ini juga diperlukan proses Mozaic Image Processing dimana
dapat memperbaiki tampilan kombinasi warna pada citra sesuai dengan
tampakan sebenarnya, dengan kombinasi RGB (Red Green Blue ).

5.2 Saran
Praktikan disarankan mengerti dan memahami langkah-langkan dalam
melakukan praktikum ini karena jika terjadi kesalahan maka akan menghasilkan
citra yang salah.
DAFTAR PUSTAKA

Anugrah, B. 2017. Rangkuman Jurnal Pre Processing Citra. Institut Teknologi


Bandung : Bandung.

Kurniawan, S. 2013. Pre Processing Image (Composite, Cropping, dan Mosaic


Image). Institut Pertanian Bogor : Bogor.

Lillesand, T. M. & R. W. Kiefer. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation.


Second Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Wibowo, L.A. 2013. Penggunaan Citra Aster Dalam Identifikasi Peruntukan
Lahan Pada Subdas Lesti (Kabupaten Malang). Jurnal Teknik
Pengairan. Vol 4 : No. 1.
Puntodewo, A., dkk. 2003. Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan
Sumberdaya Alam. Center for International Foresry Research : Bogor.

Darmawan, A., Harianto, S. P., Santoso, T., & Winarno, G. D. (2018). Buku ajar
penginderaan jauh untuk kehutanan.

Amliana, D. R., Prasetyo, Y., & Sukmono, A. (2016). Analisis Perbandingan Nilai
NDVI Landsat 7 dan Landsat 8 Pada Kelas Tutupan Lahan (Studi Kasus:
Kota Semarang, Jawa Tengah). Jurnal Geodesi Undip, 5(1), 264-274.

Sari, D. P., & Lubis, M. Z. (2017). Pemanfaatan Citra Landsat 8 Untuk


Memetakan Persebaran Lamun Di Wilayah Pesisir Pulau Batam. Jurnal
Enggano, 2(1), 38-45.

Inopianti, N. (2017). Pemanfaatan aplikasi sistem informasi geografis (SIG) dan


penginderaan jauh untuk pemetaan daerah rawan kekeringan di
kabupaten sukabumi (Bachelor's thesis, Fakultas: Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

Santoso, M. A., Aprijanto, A., Prijambodo, T., & Shadikin, A. (2021, January).
Konsep Safety Beach Management System Rip Current Dengan Teknologi
Video Image Processing. In Semnas Ristek (Seminar Nasional Riset dan
Inovasi Teknologi). 5(1).

Soenarmo, Sri Hartanti. 1994. Pengindraan Jauh dan Pengenalan Sistem


Informasi Geografi untuk Bidang ilmu Kebumian. ITB : Bandung.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai