BAB I
PENDAHULUAN
umumnya terdapat hunian. Juga yang terakhir adalah tentang kondisi geologi di daerah
tersebut (jenis batuan, sifat batuan, stratigrafi dan tingkat pelapukan).
Di Jawa Barat terdapat beberapa daerah yang mempunyai cirri-ciri kurang lebih seperti
yang dijelaskan diatas. Dan dapat disimpulkan daerah-daerah tersebut masuk kategori
daerah yang rawan longsor. Daerah-daerah tersebut adalah ; Kabupaten Bandung,
Kabupaten Bandung Barat, Cianjur, Bogor, Sukabumi, Garut, Ciamis dan Tasikmalaya.
Seperti yang dilansir oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) yang memperingati
warga Jawa Baratpada hari Kamis, 11 Februari 2016 kemarin, khususnya daerah-daerah
rawan longsor yang tadi disebutkan untuk berhati-hati dan berantisipasi karena
memungkinkan terjadinya bencana banjir dan longsor, termasuk angin kencang seperti
kumolonimbus.
Dan pada kesempatan kali ini akan dibahas tentang daerah rawan longsor khususnya di
daerah Kabupaten Bandung, tepatnya yang berlokasi di Kec. Parongpong Kel. Cihanjuang
Rahayu Kampung Babakan RW 12/RT 03 dan Kampung Ciwangun RW 15/RT 04.
6. Menggunakan hanya satu potongan longsoran untuk mengetahui jenis longsoran dan
analisa perhitungan longsoran.
7. Menganalisis penanganan yang harus dilakukan berdasarkan perhitungan dan keadaan
di daerah longsoran.
BAB V PEMBAHASAN
Berisi tentang analisa-analisa yang didapat dari pengolahan data yang dilakukan
seperti perhitungan dan analisa menggunakan geoslope. Serta dibahas tentang
penanganan yang harus dilakukan.
BAB VI PENUTUP
Berisi tentang kesimpulandari bab-bab sebelmnya dan saran-saran yang berguna.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
Gambar 2.1
Bidang gelincir dapat terbentuk dimana saja di daerah-daerah yang lemah. Jika longsor
terjadi dimana permukaan bidang gelincir memotong lereng pada dasar atau di atas ujung
dasar dinamakan longsor lereng (slope failure) seperti yang diperlihatkan pada Gambar
2.2a. Lengkung kelongsoran disebut sebagai lingkaran ujung dasar (toe circle), jika bidang
gelincir tadi melalui ujung dasar maka disebut lingkaran lereng (slope circle). Pada kondisi
tertentu terjadi kelongsoran dangkal (shallow slope failure) seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.2b. Jika longsor terjadi dimana permukaan bidang gelincir berada agak jauh di
bawah ujung dasar dinamakan longsor dasar (base failure) seperti pada Gambar 2.2c.
Lengkung kelongsorannya dinamakan lingkaran titik tengah (midpoint circle) (Braja M.
Das, 2002).
Proses
Gambar 2.2 Bentuk-bentuk keruntuhan lereng (a) Kelongsoran lereng, (b) Kelongsoran
lereng dangkal, (c) Longsor dangkal (Braja M. Das, 2002).
2. Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir
berbentuk cekung.
3. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerakpada bidang gelincir
berbentuk rata. Longsoran ini disebutjuga longsoran translasi blok batu.
4. Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke
bawah dengan cara jatuh bebas.Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga
meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat
menyebabkan kerusakan yang parah.
5. Rayapan Tanah
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergeraklambat. Jenis tanahnya
berupa butiran kasar dan halus. Jenistanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali.
Setelah waktuyang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-
tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.
tanah (rongga tanah) dan selanjutnya terjadi keretakan pada tanah tersebut.
Apabila hujan datang, otomatis air hujan akan masuk ke dalam rongga tanah atau
pori-pori tanah yang terbuka tadi. Air hujan yang telah memenuhi rongga,
menyebabkan terjadinya pergeseran tanah. Yang akhirnya mengakibatkan longsor
dan erosi tanah.
2. Hancurnya bebatuan
Batu yang rentan longsor adalah bebatuan yang berada di lereng, dengan jenis
batu yaitu sedimen kecil dan batuan endapan yang berasal dari gunung berapi.
Biasanya batu di lereng itu sifatnya lapuk atau tidak memiliki kekuatan dan
mudah hancur menjadi tanah, inilah pemicu terjadinya tanah longsor.
3. Hutan gundul
Penebangan hutan secara liar yang mengakibatkan memberikan dampak akibat
hutan gundul dapat berdampak pada terjadinya bencana longsor. Seperti kita tahu,
pohon-pohon yang ada di lereng bukit atau pepohonan di hutan sekitar, akarnya
bemanfaat untuk menyimpan air dan memperkuat struktur tanah. Sehingga tanah
akan tetap kokoh dan tidak longsor.
4. Getaran
Getaran kecil yang disebabkan oleh lalu lintas kendaraan di sekitar lereng
perbukitan, tidak secara langsung mengakibatkan tanah jadi longsor. Tetapi
berproses, pertama jalanan di lereng bukit yang sering dilewati kendaraan
perlahan akan mengalami keretakan yang jika dibiarkan, lama-lama akan longsor.
Sementara getaran besar yang langsung menyebabkan tanah longsor antara lain
diakibatkan oleh bahan peledak atau gempa bumi.
5. Erosi
Erosi merupakan pengikisan tanah. Penyebabnya bermacam-macam, salah
satunya adalah aliran sungai yang terus mengikis tebing di sekelilingnya. Terlebih
jika tebing itu tidak memiliki penahan berupa pepohonan, maka kemungkinan
besar tanah pada tebing bisa longsor. (baca : cara mencegah erosi tanah).
6. Bendungan susut
Turunnya permukaan tanah dan timbulnya retakan diakibatkan oleh penyusutan
muka air danau atau bendungan dengan cepat. Penyusutan ini berdampak pula
8. Menumpuknya material
Banyak warga yang ingin melakukan perluasan pemukiman dengan cara
menimbun lembah atau memotong tebing. Tanah yang digunakan untuk
menimbun lembah, belum benar-benar padat, jadi tatkala proses terjadinya hujan
tiba-tiba mengguyur dapat menimbulkan retakan dan permukaan tanah yang
turun.
1. Kuat Geser
Kuat geser terdiri dari kohesi (c) dan sudut geser dalam ( φ ).
2. Berat Isi
Berat isi diperlukan untuk perhitungan beban guna analisis stabilitas lereng. Berat isi
dibedakan menjadi berat isi asli, berat isi jenuh, dan berat isi terendam air yang
penggunaannya tergantung kondisi lapangan.
Salah satu penerapan pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah/batuan adalah
untuk analisis stabilitas lereng. Keruntuhan geser pada tanah atau batuan terjadi
akibat gerak relatif antarbutirnya. Oleh sebab itu kekuatannya tergantung pada gaya
yang bekerja antarbutirnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kekuatan geser
terdiri atas :
1. Bagian yang bersifat kohesif, tergantung pada macam tanah/batuan dan ikatan
butirnya.
2. Bagian yang bersifat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif yang
bekerja pada bidang geser.
Kekuatan geser tanah dapat dinyatakan dengan rumus :
S = C’ + ( τ - µ ) tan φ ………………………….(2.1)
Dimana :
S = kekuatan geser
τ = tegangan total pada bidang geser
µ = tegangan air pori
C’= kohesi efektif
Φ= sudut geser dalam efektif
Analisis stabilitas lereng pada dasarnya dapat ditinjau sebagai mekanisme gerak
suatu benda yang terletak pada bidang miring. Benda akan tetap pada posisinya jika
gaya penahan R yang terbentuk oleh gaya geser antara benda dan permukaan lereng
lebih besar dibandingkan dengan gaya gelincir T dari benda akibat gaya gravitasi.
Sebaliknya benda akan tergelincir jika gaya penahan R lebih kecil dibanding dengan
gaya gelincir T. Secara skematik terlihat pada Gambar (2.4). Secara matematis
stabilitas lereng dapat diformulasikan sebagai :
Dimana:
FK = faktor keamanan
R = gaya penahan
T = gaya yang
menyebabkan gelincir
Jika FK < 1 benda akan
bergerak
FK = 1 benda dalam
keadaan seimbang
FK > 1 benda akan diam
Gambar 2.4 Keseimbangan benda pada bidang miring (Braja M. Das, 2002)
……………..(2.2)
Dimana:
FK = angka keamanan terhadap kekuatan tanah.
τf = kekuatan geser rata-rata dari tanah.
τd = Tegangan geser rata-rata yang bekerja sepanjang bidang longsor.
Kekuatan geser suatu lahan terdiri dari dua komponen, friksi dan kohesi, dan dapat
ditulis sebagai berikut:
τ f = c + σ tan φ ……………(2.3)
Dimana:
c = kohesi tanah penahan
φ = sudut geser penahan
σ = tegangan normal rata-rata pada permukaan bidang longsor.
Atau dapat ditulis
τ d = cd + σ tan φ d ……………(2.4)
Dimana cd adalah kohesi dan φ d sudut geser yang bekerja sepanjang bidang
longsor. Dengan mensubstitusi persamaan (2.3) dan persamaan (2.4) ke dalam
persamaan (2.2) sehingga kita mendapat persamaan yang baru.
……………(2.5)
dan ……(2.6)
FK sama dengan 1 maka lereng dalam keadaan akan longsor. Biasanya, 1.5 untuk
angka keamanan terhadap kekuatan geser yang dapat diterima untuk merencanakan
suatu stabilitas lereng (SKBI-2.3.06, 1987). Parameter yang digunakan menyangkut
hasil pengujian dengan harga batas atau sisa dengan mempertimbangkan
ketelitiannya. Tabel 2.1 memperlihatkan faktor keamanan terendah berdasar hal-hal
tersebut di atas.
Resiko tinggi jika ada konsekuensi terhadap manusia cukup besar (ada
pemukiman), dan atau bangunan sangat mahal, dan atau sangat penting.Resiko
menengah bila ada konsekuensi terhadap manusia tetapi sedikit (bukan
pemukiman), dan atau bangunan tidak begitu mahal dan atau tidak begitu
penting.Resiko rendah bila tidak ada konsekuensi terhadap manusia dan terhadap
bangunan (sangat murah) (SKBI-2.3.06, 1987). Kekuatan geser maksimum adalah
harga puncak dan dipakai apabila massa tanah/batuan yang potensial longsor tidak
mempunyai bidang diskontinuitas (perlapisan, rekahan, sesar dan sebagainya) dan
belum pernah mengalami gerakan.Kekuatan residual dipakai apabila : (i) massa
tanah/batuan yang potensial bergerak mempunyai bidang diskontinuitas, dan atau
(ii) pernah bergerak (walaupun tidak mempunyai bidang diskontinuitas) (SKBI-
2.3.06, 1987).
Tabel 2.1 Faktor keamanan minimum stabilitas lereng (Braja M. Das, 2002)
1.
………………(2.8)
………………(2.9)
Untuk keseimbangan blok percobaan ABC, momen gaya dorong terhadap titik O
adalah sama dengan momen gaya perlawanan terhadap titik O:
………(2.10)
Atau
………(2.11)
Harga αn adalah positif jika lereng bidang longsor yang merupakan sisi bawah
dari irisan, berada pada kwadran yang sama dengan lereng muka tanah yang
merupakan sisi
atas dari irisan. Untuk
mendapatkan
angka keamanan yang
minimum yaitu angka
keamanan untuk lingkaran
kritis, beberapa
percobaan dibuat dengan
cara mengubah letak
pusat lingkaran yang
dicoba.
Metode ini umumnya dikenal sebagai Metode Irisan Sederhana (Ordinary Method
of Slice) (Braja M. Das, 2002). Untuk mudahnya, suatu lereng dalam tanah yang
homogen ditunjukkan pada Gambar (2.7). Akan tetapi metode irisan dapat
dikembangkan untuk lereng yang berlapis-lapis seperti pada Gambar (2.8). Prosedur
umum dari analisis stabilitas tanah adalah sama. Tetapi ada beberapa hal yang perlu
diingat. Untuk menghitung angka keamanan, harga-harga φ dan c tidak akan sama
untuk semua potongan. Sebagai contoh, untuk potongan no. 3 (Gambar 2.9) kita harus
menggunakan sudut geser φ = φ3 dan kohesi c = c3; serupa untuk potongan no. 2, φ =
φ2 dan c = c2 (Braja M. Das, 2002).
Gambar 2.8 Analisis stabilitas dengan metode irisan untuk tanah yang berlapis
(Braja M. Das, 2002)
a. Bishop
Cara analisis
yang dibuat
oleh A.W. Bishop
(1955)
menggunakan
cara elemen
dimana gaya
yang bekerja pada tiap elemen ditunjukkan seperti pada Gambar 2.9 Persyaratan
keseimbangan yang diterapkan pada elemen yang membentuk lereng tersebut.
Faktor keamanan terhadap keruntuhan didefinisikan sebagai perbandingan
kekuatan geser maksimum yang dimiliki tanah di bidang longsoran (Stersedia) dengan
tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan (Sperlu) (SKBI-2.3.06, 1987).
……….…..(2.12)
…………...(2.15)
Cara penyelesaian merupakan coba ulang (trial dan error) harga faktor
keamanan FK di ruas kiri persamaan (2.15), dengan menggunakan Gambar 2.9
b. Janbu
Janbu (1954) mengembangkan suatu cara analisis stabilitas lereng yang dapat
diterapkan untuk semua bidang longsoran. Besaran-besaran yang akan dicari adalah
: F (yang berhubungan dengan T, N, E dan S). Berdasarkan keseimbangan gaya
vertikal terlihat dari persamaan (2.16) dan (2.17) (SKBI-2.3.06, 1987) :
…………(2.16)
…………(2.17)
Jumlah gaya-gaya tegak lurus maupun tangensial terhadap bidang dasar irisan
adalah nol. Sehingga persamaannya adalah (SKBI-2.3.06, 1987) :
…………(2.18)
…………(2.19)
…………(2.20)
Kriteria longsor Mohr-Coulomb adalah:
…………(2.21)
Dengan menggabungkan persamaan diatas dan memisalkan x=0
(2.22)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Mulai
Mengunjungi Kepala
Desa Cihanjuang
Rahayu
Titik Longsoran
yang rawan dan
telah terjadi
longsoran
LAPORAN STUDI STABILITAS LERENG WILAYAH DESA CIHANJUANG RAHAYU 22
MEKANIKA TANAH II
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Jl. Gegerkalong Hilir Ds. Ciwaruga Kotak Pos 6468 BDCD Tlp. (022) 2013789, Ext. 266 Bandung
Survei
Marking
GPS
Data
Koordin
at
Pengolahan
Data
Analisis
FS>1 Geoslope FS<1
Selesai
3.1.1. Deskripsi
melakukan survei di dua tempat yaitu CIC RW.09 dan SMP Negeri 1 Parompong
RW.15 Desa Parompong.
c. Analisis GeoSlope
Setelah mengetahui koordinat di titik longsoran kami melakukan analisis dengan
menggunakan Software Geoslope. Analisis GeoSlope ini dilakukan untuk mengetahui
faktor keselamatan atau FS atau safety factor yaitu kondisi kestabilan tanah saat
longsoran dimana jika FS>1 belum terjadi longsoran dan FS<1 telah terjadi atau saat
longsoran terjadi. Untuk mengetahui langkah-langkah penggunaan GeoSlope, dapat
dilihat di bagian 3.3 mengenai penggunaan GeoSlope.
d. Kesimpulan dan Saran Hasil Survei
Setelah mendapatkan data dan menganalisinya, maka dapat disimpulkan apakah
lokasi tersebut harus dilaksanakan Mitigasi atau Penanggulangan. Untuk FS<1 maka
hal yang harus dilakukan adalah penanggulangan. Jika FS>1 maka hal yang harus
dilakukan adalah Mitigasi. Dari dua lokasi suvei kami, kedua-duanya memilki FS<1
maka hal yang harus dilakukan di kedua lokasi tersebut adalah penanggulangan. Perlu
diperhatikan pula penanggulangan yang cocok dilaksanakan pada keadaan lokasi
tersebut.
Saat survei peran GPS sangat penting untuk mengetahui titik kordinat tanah
longsoran tersebut, oleh karena itu penggunaan GPS sangat diperhatikan untuk
mendapatkan titik koordinat yang akurat. Dan berikut cara penggunaan GPS :
a. Berdiri di atas titik lokasi longsoran yang akan diukur.
b. Kemudian menyalakan GPS .
c. Menunggu beberapa saat sampai mendapat 4 satelite hingga muncul informasi
koordinat titik yang diukur.
2. Potongan Dua
∆z = 107º34ʹ58.03ʺ - 107º34ʹ57.98ʺ
= 0º0ʹ0.05ʺ
= 1.545 m
∆x = 1403 m – 1401 m
= 2m
3. Potongan Tiga
∆z = 107º34ʹ57.84ʺ -
107º34ʹ57.89ʺ
= 0º0ʹ0.05ʺ
= 1.545 m
∆x = 1403 m – 1400 m
= 3m
∆z = 107º34ʹ26.78 ʺ -
107º34ʹ26.12ʺ
= 0º0ʹ0.66ʺ
= 20.394 m
∆x = 1184 m – 1169 m
= 15m
2. Potongan Dua
∆z = 107º34ʹ26.53ʺ - 107º34ʹ26.09ʺ
= 0º0ʹ0.44ʺ
= 13.596 m
∆x = 1184 m – 1170 m
= 14 m
3. Potongan Tiga
∆z = 107º34ʹ26.58ʺ - 107º34ʹ26.09ʺ
= 0º0ʹ0.49ʺ
= 15.141 m
∆x = 1184 m – 1170 m
= 14 m
Dapat dilihat bahwa dalam menghitung kestabilan lereng dapat dilaksanakan dengan
GeoStudio dengan versi student atau yang terlampir adalah Student lincense. Setelah itu
pilih SLOPE/W pada pilihan “Create a project with this analysis”.
b. Yang harus dilakukan setelah membuka SLOPE/W yaitu isi parameter yang akan
digunakan untuk analisis (KeyIn Analyses)
Pada opsi Analysis type pilih “Bishop” lalu pada Slip Suface terdapat Direction of
Movement pilih “Right to Left” dan pada Advance, jumlah “Number of Slice” dapat
dipilih berapa saja. Semakin banyak “Number of Slice” maka semakin detail kondisi
tanah tersebut.
c. Membuat geometri sesuai dengan data yang ada
y
x
Nilai X dapatkan dari pengurangan dua titik koordinat yaitu titik akhir longsoran dan titik
awal longsoran
Dimana:
1’=1.85 km
1” =30.9 m
X= 0.05 x 30.9 m = 1.545 m
Dan nilai Y didapatkan dari perbedaan elevasi dari titik awal longsoran dan titik akhir
longsoran
Setelah menekan opsi Add maka akan muncul “Material Model” lalu pilih Mohr-
Coloumb. Lalu akan muncul data seperti Gambar 3.5. Untuk tanah di lokasi longsoran
kami, tanah tersebut adalah tanah lempung berpasiran. Berikut rentang data dari jenis
tanah lempung berpasiran:
�=3𝑘𝑃�−10𝑘𝑃�
�=10°−15°
Dikarenakan tingktat lempung yang sangat dominan maka nilai yang digunakan
adalah:
e. Mengambar Daerah, Material, Slip Surface Grid, dan Slip Surface Radius
Gambar 3.6 Tampilan slip surface grid dan slip surface radius
Untuk menggambar Slip Surface Radius pilih menu “Draw Slip Surface Radius”.
Slip Surface Radius diletakkan dibagian bawah geometri. Untuk menggambar Slip Surface
Grid pilih menu “Draw Slip Surface Grid” di tempatkan diatas geometri dengan kondisi
miring dengan jumlah kotak disesuaikan.
Pada menu pilih “Draw Regions” lalu pilih titik-titik daerah tanah, lalu didapatkan
garis berwarna merah.
Hal terakhir yang harus dilakukan adalah melakukan analisis. Pada opsi Solve
Manager pilih “Start” dan akan didapatkan nilai FS. Pada kasus ini FS yang didapatkan
adalah 0.739. Hal ini telah membuktikan bahwa lokasi survey tersebut telah terjadi longsor
dan hal yang harus dilakukan adalah penanggulangan.
BAB IV
INVENTARIS DAN IDENTIFIKASI DATA
4.1.1 Longsor 1
Tempat: CIC (Ciwangun Indah Camp) RW 09 Desa Cihanjuang Rahayu Kec.
Parongpong. Kab. Bandung Barat
Gambar 4.4 (a), (b), dan (c) Marking GPS longsor 1 bagian bawah
Gambar 4.5 (a), (b), dan (c) Marking GPS longsor 1 bagian atas
4.1.2. Longsor 2
Tempat : SMP Negeri 1 Parongpong
RW 15 Desa Cihanjuang Rahayu
Kec. Parongpong. Kab. Bandung Barat
Gambar 4.10 (a), (b), dan (c) Marking GPS longsor 2 bagian bawah
Gambar 4.11 (a), (b), dan (c) Marking GPS longsor 2 bagian atas
kecil.
Letak Longsoran Terhadap Badan Jalan -
Keadaan Lereng
a. Sudut Lereng Sangat curam
b. Ketinggian Sangat curam
Keadaan Medan Stabilitas Daerah Longsoran
a. Keadaan Medan:
1. Topografi Dataran tinggi
2. Penggunaan Tanah Sawah, kebun dan tempat rekreasi
b. Keadaan daerah umum Tidak stabil
Penyelidikan Lanjutan Yang Diperlukan
a. Penyelidikan lapangan As longsoran
Penampang tanah
Bidang gelincir
Tabel 4.2 Identifikasi longsor 1
4.2.2 Longsor 2
BAB V
PEMBAHASAN
Phi = 10º
γ = 19 KN/m3
Nilai kohesi yang dipakai adalah 10 kPa karena tanah yang terdapat dalam longsoran
sangat lekat sehingga dapat diketahui bahwa tanah tersebut mengandung sedikit pasir
sehingga menggunakan nilai phi yang paling kecil yaitu 10º. Berikut hasil dari pengolahan
data melalui Geoslope untuk daerah CIC dengan metode janbu :
Gambar 5.1 Longsor 1
Dari hasil analisa tersebut dapat diketahui FS atau safety factor longsoran tersebut
sebesar 0.741 yang berarti daerah tersebut merupakan daerah yang rawan longsor dan
berpotensi mengalami longsor kembali. Lalu di dapat pula informasi dari tiap slice
10 19
10º 12.078 1.4815 7.4128
Slice 1 - Janbu Method kPa KN/m3
7.4128
1 9.5593
12.078
10 19
2 Slice 2 - Janbu Method
1.4815 10º 15.814 15.994 21.958
kPa KN/m3
21.958
14.045
9.5593
15.814
10 19
3 10º 19.541 30.29 35.92
Slice 3 - Janbu Method kPa KN/m3
15.994
35.92
12.452
14.045
19.541
10 19
4 Slice 10º 23.269 44.388 49.25
Slice 97- -Janbu
JanbuMethod
Method kPa KN/m3
Slice 4 - Janbu Method
Slice
Slice86
Slice 5- -Janbu
- Janbu
JanbuMethod
Method
Method
30.29
14.186
49.25 30.628
22.741
44.688
37.924
3.7756
12.452
13.259
18.623
18.849
3.7756 6.2499
14.034
18.849
14.034
23.269
18.623
6.2499
14.379
18.073
16.345
19.609
20.986
44.388
10 19
5 Slice 5 - Janbu Method
10º 20.986 40.327 44.688
kPa KN/m3
44.688
3.7756 6.2499
20.986
10 19
6 10º 19.509 33.508 37.926
Slice 6 - Janbu Method kPa KN/m3
40.827
37.924
14.034
6.2499
19.609
10 19
7 Slice 7 - Janbu Method 10º 18.073 25.231 30.628
kPa KN/m3
33.506
30.628
18.623
14.034
18.073
10 19
8 Slice 8 - Janbu Method 10º 16.245 15.954 22.741
kPa KN/m3
25.281
22.741
18.849
18.623
16.345
15.954
LAPORAN STUDI STABILITAS LERENG WILAYAH DESA CIHANJUANG RAHAYU 47
MEKANIKA TANAH II
JURUSAN TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Jl. Gegerkalong Hilir Ds. Ciwaruga Kotak Pos 6468 BDCD Tlp. (022) 2013789, Ext. 266 Bandung
13.259
18.849
14.379
13.259
12.114
7.1879
Untuk analisis pada longsoran ke dua digunakan data-data seperti phi, kohesi dan
gamma dengan nilai yang sama, namun berbeda metode analisa, lalu di plotkan ke
Geoslope seperti pada longsoran pertama. Dan berikut hasil dari pengolahan data melalui
Geoslope untuk daerah SMP 1 Parongpong dengan metode bishop :
Gambar 5.2 Longsor 2
Dari hasil analisa tersebut dapat diketahui FS atau safety factor longsoran tersebut
sebesar 0.626 yang berarti daerah tersebut merupakan daerah yang rawan longsor dan
berpotensi mengalami longsor kembali. Lalu di dapat pula informasi dari tiap slice
longsoran tersebut sebagai berikut :
10 19
1 10º 87.008 80.409 47.57
kPa KN/m3
47.57
119.28
10 19
2 Slice 2 - Bishop Method
10º 99.687 135.13 117.44
kPa KN/m3
117.44
87.008
80.409
119.28 250.35
10 19
3 10º 103.69 197.76 196.62
Slice
99.687 3 - Bishop Method
kPa KN/m3
196.62
135.13
250.35 366.94
609.9
648.05
694.13
475.24
103.69
26.143
247.23
558.69
450.28
559.78
450.28
558.69
247.23 197.76
213.52
243.18
243
213.1
10 19
4 Slice 4 - Bishop Method 10º 145.03 343.24 358.19
kPa KN/m3
358.19
366.94 484.15
145.03
10 19
5 Slice 5 - Bishop Method 10º 180.9 466.1 496.59
kPa KN/m3
343.24
496.59
559.78
484.15
10 19
6 Slice
180.9 6 - Bishop Method 10º 213.1 571.96 609.9
kPa KN/m3
609.9
466.1
558.69
559.78
213.1
10 19
7 Slice 7 - Bishop Method
10º 243 663.32 694.13
kPa KN/m3
694.13
571.96
450.28
558.69
243
10 19
8 Slice 8 - Bishop Method 10º 243.18 643.15 648.05
kPa KN/m3
648.05
247.23
450.28
243.18
10 19
9 10º 213.52 491.31 475.24
Slice
643.15 9 - Bishop Method kPa KN/m3
475.24
26.143
247.23
213.52
491.31
10 19
10 10º 121.09 150.17 186.37
kPa KN/m3
Slice 10 - Bishop Method
186.37
150.17
26.143
121.09
5.3 Pembahasan
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan
bidang horizontal Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses geologi ataukarena
dibuat oleh manusia. Lereng yang terbentuk secara alamiah misalnya lereng bukitdan
tebing sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain yaitu galian dan
timbunanuntuk membuat jalan raya dan jalan kereta api, bendungan, tanggul sungai dan
kanal sertatambang terbuka.Suatu longsoran adalah keruntuhan dari massa tanah yang
terletak pada sebuahlereng sehingga terjadi pergerakan massa tanah ke bawah dan ke luar.
Longsoran dapatterjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau mendadak serta
denganataupun tanpa tanda-tanda yang terlihat.Setelah gempa bumi, longsoran merupakan
bencana alam yang paling banyak mengakibatkan kerugian materi maupun kematian.
Kerugian dapat ditimbulkan oleh suatulongsoran antara lain yaitu rusaknya lahan
pertanian, rumah, bangunan, jalurtransportsi serta sarana komunikasi.Analisis kestabilan
lereng harus berdasarkan model yang akurat mengenai kondisimaterial bawah permukaan,
kondisi air tanah dan pembebanan yang mungkin bekerja padalereng. Tanpa sebuah model
geologi yang memadai, analisis hanya dapat dilakukandengan menggunakan pendekatan
yang kasar sehingga kegunaan dari hasil analisis dapatdipertanyakan.Beberapa pendekatan
yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan metode-metode seperti : metode Taylor,
metode janbu, metode Fenellius, metode Bishop, dll
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor
keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang menahan
gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil, bila
dirumuskan sebagai berikut :
Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak
Dimana untuk keadaan :
• F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap
• F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor
• F < 1,0 : lereng tidak mantap
Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan
perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng, antara lain :
1. Penyebaran batuan
Penyebaran dan keragaman jenis batuan sangat berkaitan dengan kemantapan lereng, ini
karena kekuatan, sifat fisik dan teknis suatu jenis batuan berbeda dengan batuan lainnya.
Penyamarataan jenis batuan akan mengakibatkan kesalahan hasil analisis. Misalnya :
kemiringan lereng yang terdiri dari pasir tentu akan berbeda dengan lereng yang terdiri dari
lempung atau campurannya.
2. Struktur geologi
Struktur geologi yang mempengaruhi kemantapan lereng dan perlu diperhatikan dalam
analisis adalah struktur regional dan lokal. Struktur ini mencakup sesar, kekar, bidang
perlapisan, sinklin dan antiklin, ketidakselarasan, liniasi, dll. Struktur ini sangat
mempengaruhi kekuatan batuan karena umumnya merupakan bidang lemah pada batuan
tersebut, dan merupakan tempat rembesan air yang mempercepat proses pelapukan.
3. Morfologi
Keadaan morfologi suatu daerah akan sangat mempengaruhi kemantapan lereng didaerah
tersebut. Morfologi yang terdiri dari keadaan fisik, karakteristik dan bentuk permukaan
bumi, sangat menentukan laju erosi dan pengendapan yang terjadi, menent ukan arah aliran
air permukaan maupun air tanah dan proses pelapukan batuan.
4. Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh pula pada proses
pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah hujan tinggi akan
menyebabkan proses pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena
itu ketebalan tanah di daerah tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari batuan
segarnya.
5. Tingkat pelapukan
Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya angka kohesi,
besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi tingkat pelapukan, maka
kekuatan batuan akan menurun.
Pada dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab, yaitu naiknya tegangan geser
(shear stress) dan menurunnya kekuatan geser (shear strenght). Adapun faktor yang dapat
menaikkan tegangan geser adalah :
Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena erosi, longsoran terdahulu yang
menghasilkan lereng baru dan kegiatan manusia.
Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan beban, tekanan air rembesan,
dan penumpukan.
Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.
Pengangkatan atau penurunan regional, yang disebabkan oleh gerakan pembentukan
pegunungan dan perubahan sudut kemiringan lereng.
Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh pemotongan tebing oleh sungai,
pelapukan dan erosi di bawah permukaan, kegiatan pertambangan dan terowongan,
berkurangnya/hancurnya material dibagian dasar.
Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air di rekahan serta pembekuan air,
penggembungan lapisan lempung dan perpindahan sisa tegangan.
Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser adalah :
Keadaan atau rona awal, memang sudah rendah dari awal disebabkan oleh komposisi,
tekstur, struktur dan geometri lereng.
Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik, yang menyebabkan lempung
berposi menjadi lunak, disinteggrasi batuan granular, turunnya kohesi,
pengggembungan lapisan lempung, pelarutan material penyemen batuan
Perubahan gaya antara butiran karena pengaruh kandungan air dan tekanan air pori.
Perubahan struktur, seperti terbentuknya rekahan pada lempung yang terdapat di
tebing / lereng.
5.4 Penanganan
Dilihat dari jenis longsoran dan kondisi tempat terjadinya longsoran maka ada
beberapa penanganan yang tepat untuk daerah longsoran yang telah ditinjau diantaranya
sebagai berikut.
1. Pembuatan Bronjong
Bronjong adalah batu-batu yang diisi ke dalam jaring berbentuk keranjang yang
terbuat dari besi yang telah digalvanisir yang digunakan untuk menstabilkan tanah dan
mencegah erosi. Keranjang dari jaring tersebut mempunyai berbagai ukuran tapi pada
prinsipnya untuk menciptakan suatukepadatan, fleksibel, permeable dan membentuk suatu
batuan yang besar yang disatukan oleh sebuah jaring. Bronjong digunkan untuk
menstabilisasikan lereng untuk mencegah longsor, disebabkan oleh erosi atau berdasarkan
disain perencanaan tangga lereng.
Bronjong ini bisa diterapkan di daerah longsoran ke 1, karena pada daerah tersebut
longsorannya tidak terlalu tinggi sehingga tidak akan terlalu sulit dibuat dan tidak akan
menghabiskan biaya yang besar. Selain itu di daerah tersebut sudah ada lereng yang
dibuatkan bronjong yang tidak jauh dari daerah longsoran yang kami tinjau.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari survei dan analisis di lapangan yang telah dilakukan bahwa penyebab dari dua
longsoran yang berada di Desa Cihanjuang Rahayu adalah kurang padatnya tanah di mana
lapisan lemah terletak di bawah lapisan keras, tekanan air pori tanah, adanya perubahan
struktur tanah, beban lereng itu sendiri, serta curah hujan yang relatif tinggi. Faktor
keselamatan baik pada daerah longsoran satu maupun daerah longsoran dua yang didapat
dari hasil analisis software dengan bantuan alat GPS adalah kurang dari 1 yang
mengindikasikan bahwa daerah longsoran tersebut mengalami longsor dan berpotensi
mengalami longsor kembali. Pada daerah longsoran satu dapat dilakukan penanganan
berupa pembuatan bronjong dan dinding penahan tanah karena longsoran tidak terlalu
tinggi, sedangkan pada daerah longsorann dua bisa dilakukan penanganan dengan
membuat terasering atau sengkedan dikarenakan longsoran yang begitu tinggi.
6.2 Saran
Dilihat dari hasil survei dan analisis, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar
penelitian yang dilakukan mendapatkan hasil yang sesuai seperti yang diharapkan,
diantaranya :
1. Untuk mendapatkan hasil analisa jenis tanah yang lebih akurat perlu diadakannya
pengujian di laboratorium menggunakan alat yang lebih baik.
2. Perlunya alat ukur yang lengkap dalam menghitung koordinat lokasi longsoran
untuk hasil yang akurat.
3. Mengkaji ulang setiap hasil analisis dan dibandingkan dengan kondisi dilapangan.
4. Perlunya informasi dari warga sekitar mengenai longsoran yang telah terjadi.
5. Memberikan hasil analisis kepada kepala desa setempat agar longsoran dapat
ditangani sebagai mestinya.