JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
ABSTRAK
Latar Belakang
Ketersediaan unsur hara menurut Hanisar dan Bahrum (2015), baik unsur
hara makro maupun mikro merupakan salah satu penunjang produksi tanaman dan
penambahan pupuk biasa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman.
Menurut Leovini (2012), tidak semua media tanam memiliki tingkat kesuburan
yang sama sehingga teknik pemupukan yang melebihi dosis anjuran
dikhawatirkan dalam jangka panjang dapat merusak sifat fisik, kimia dan biologi
tanah.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suud (2015), kondisi tanah dapat
diduga dengan menggunakan nilai daya hantar listrik (DHL) dengan kotak ukur
resistivitas tanah dan terbukti dapat memberikan gambaran kondisi kadar hara dan
kadar air tanah. Penelitian tersebut di titik beratkan pada studi pengaruh berbagai
tingkat kadar air, kepadatan tanah, dan rasio kadar hara N, P, K terhadap hasil
pengukuran nilai DHL, namun hasil pengukurannya masih sulit diinterpretasi
untuk menjelaskan kondisi di dalam tanah secara visual. Metode geolistrik dapat
menjadi alternatif karena selain dapat menilai hambatan juga dapat memperoleh
data visualisasi sebaran nilai resistivitas di dalam tanah.
Menurut Fuadah (2012) pendekatan secara geofisika, salah satunya adalah
metode geolistrik konfigurasi Wenner dapat diterapkan untukmenemukan suatu
kandungan di dalam bumi yang pada prinsipnya tidak terlihat secara langsung
oleh mata. Hal tersebut dapat memenuhi kebutuhan manusia terhadap jenis
material dalam tanah, terlebih tanah merupakan salah satu media yang dapat
menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Metode geolistrik
mempelajari tentang sifat aliran listrik di dalam batuan bawah permukaan bumi
sehingga banyak digunakan dalam kegiatan eksplorasi (Arsyadi, et al., 2014).
Metode geolistrik dapat dilakukan secara modeling atau dilakukan di
laboratorium. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran letak kedalaman
obyek yang ingin diketahui letak kedalamannya dalam skala laboratorium
(Effendy, 2012). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Azhar dan Gunawan
(2004) dilakukan pengukuran dengan konfigurasi Schlumberger menggunakan 4
elektroda, masing-masing 2 elektroda arus dan 2 elektroda potensial dengan
pemodelan berskala laboratorium untuk mengukur tahanan jenis suatu bahan
dengan beberapa sampel batubara dari Tambang Air Laya. Pada penelitian
tersebut metode geolistrik tahanan jenis dapat digunakan untuk memperkirakan
keberadaan dan ketebalan batubara di bawah permukaan tanah. Berlandaskan
penelitian-penelitian tersebut, metode geolistrik dapat digunakan untuk
mengidentifikasi sebaran nilai resistivitas tanah.
Tujuan Penelitian
METODE PENELITIAN
Alat
Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu,
Resistivitimeter Naniura Model NRD 300 HF, multimeter, elektroda, kabel, aki,
lampu aki, meteran, patok, terpal, tali rapia, kalkulator, alat tulis, laptop, kamera,
bor tanah, gembor.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk Urea, pupuk SP-
36, pupuk KCl, air, petak 5m x 1m, program Res2Dinv 3.4 Geotomo Software
2001, data geolistrik, sampel tanah pada petak penelitian, data curah hujan dan
hari hujan tahun 2006-2015.
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan petak
Pembuatan petak dengan panjang 5 m dan lebar 1 m di siapkan di lokasi
penelitian. Petak akan ditutup terpal dengan ukuran terpal panjang 6 m dan lebar 8
m dipasang seperti bentuk kemah sebagai naungan untuk melindungi petak dari
air hujan. Petak akan dibuat datar dengan hanya membersihkan lokasi dari gulma
dan diberi patok di tiap sudut petak, kemudian akan dibuat parit sedalam ±5 cm di
sekeliling petak penelitian. Petak kemudian disiram dengan air dan pupuk urea+
SP-36+ KCl yang telah dilarutkan. Penyiraman dilakukan menggunakan gembor
untuk menghindari terjadinya aliran permukaan pada petak.
Persiapan alat
Pengambilan data pengukuran di lapangan menggunakan alat
resistivitimeter Naniura model 300 HF. Alat resistivitimeter akan tersambung
dengan elektroda dengan menggunakan kabel dan konektor. Elektroda arus akan
terhubung ke C1 dan C2 (Current) pada alat sedangkan elektroda potensial akan
terhubung ke P1 dan P2 (Potential) pada alat.
Gambar 1.
Susunan
elektroda dalam satu lintasan
Pengolahan data
Dari hasil pengukuran akan diperoleh data hasil pengukuran yakni arus (I),
beda potensial (V), jarak spasi (n, a) yang kemudian akan melalui tahap
pengolahan data dengan memasukkan data lapangan dalam program Excel untuk
menghitung faktor konfigurasi (k), nilai resistivitas (ρ) dan hambatan (R)
kemudian membuat input untuk program Res2Dinv di program notepad kemudian
menyimpannya dengan mengklik save as dalam bentuk *.dat lalu keluar dari
program notepad.
Analisis Data
Analisa data dilakukan secara kualitatif terhadap peta penampang lintang
resisitivitas 2D sehingga akan diperoleh sebaran nilai resisitivitas tanah yang
diberi pupuk N, P, dan K dan visualisasi sebaran nilai resistivitas tanah selama
beberapa hari setelah penyiraman dan pemupukan sehingga bisa terlihat
pergerakan pupuk di dalam tanah. Analisa juga akan dikaitkan dengan nilai kadar
air pada petak. Sebaran nilai resistivitas akan tergambarkan dengan variasi warna
yang menunjukkan nilai resistivitas yang beragam untuk kemudian dianalisis.
Pembacaan dan pengeditan data dilakukan dengan menggunakan program
Res2Dinv.
Hasil
Resistivitas (Ohm.m)
pupuk N,P,K
Gambar 4. Penampang resistivitas hari ke-2 (66 jam) setelah pemberian larutan
pupuk N,P,K
Gambar 5. Penampang resistivitas hari ke-3 (72 jam) setelah pemberian larutan
pupuk N,P,K
Gambar 6. Grafik persentase nilai kadar air tanah hari ke-0 (kontrol)sampai hari
ke-3 (72 jam setelah pemberian larutan pupuk N,P,K)
Gambar 7. Grafik rata-rata nilai ρ (resistivitas) hari ke-0 (kontrol) sampai hari
ke-3 (72 jam setelah pemberian larutan pupuk N,P,K)
Pembahasan
Pada hari ke-0 (kontrol) petak tidak diberi perlakuan, berdasarkan nilai
kadar air yang diperoleh sebesar 5,46% untuk kedalaman 12,5 cm, 7,42% untuk
kedalaman 25 cm, dan 8,83% untuk kedalaman 37,5 cm. Adapun nilai rata-rata ρ
(resistivitas) untuk hari ke-0 yakni 1069,28 Ω.m pada kedalaman 12,5 cm,
1434,82 Ω.m pada kedalaman 25 cm, dan 1708,52 Ω.m pada kedalaman 37,5 cm.
Berdasarkan gambar penampang melintang resistivitas, pada hari ke-0, nilai rata-
rata ρ lebih besar dibandingkan dengan setelah diberi larutan pupuk N, P, K, dan
lapisan-lapisan warna tampak tidak beraturan. Hal ini dikarenakan tidak adanya
penambahan air dan pupuk yang merupakan penghantar listrik yang baik. Selang
kotak-kotak warna menunjukan semakin kearah kanan semakin tinggi nilai ρ.
Seperti yang terlihat pada gambar 2. semakin dalam tanah, semakin tinggi nilai ρ.
Adapaun eror data pada hari ke-0 mencapai 5,2%. Semakin rendah nilai eror
semakin baik dan semakin akurat data.
Pada hari ke-1 atau 24 jam setelah petak diberi larutan pupuk, perubahan
mulai terjadi terlihat pada nilai kadar air yang naik dari 5,46% menjadi 11,98%
pada kedalaman 12,5 cm, 7,42% menjadi 13,12% di kedalaman 25 cm, dan 8,83%
menjadi 11,86% di kedalaman 37,5 cm. Sebaliknya, nilai rata-rata ρ semakin
menurun yakni pada kedalaman 12,5 cm 1069,28 Ω.m, 187,88 Ω.m, pada
kedalaman 25 cm 473,70 Ω.m dan pada kedalaman 37,5 cm 821,61 Ω.m. Hal ini
disebabkan karena adanya pemberian larutan pupuk N,P,K 24 jam sebelumnya.
Seperti yang dipaparkan oleh Wuryantoro (2007), semakin besar kandungan air
maka akan semakin besar pula konduktivitasnya, sebaliknya jika kandungan air
berkurang maka akan semakin besar resistivitasnya. Air yang berisi campuran
terlarut pupuk N,P,K dapat menambah kemampuannya untuk menghantarkan
listrik, artinya nilai resistivitasnya menjadi lebih rendah. Dibandingkan dengan
kontrol, nilai rata-rata ρ setelah diberi larutan pupuk N,P,K turun secara
signifikan. Pada hari ke-1 kedalaman 25 cm kadar air tanah lebih tinggi
dibandingkan dengan kedalaman 12,5 cm dan 37,5 cmsedangkan nilai rata-rata ρ
pada kedalaman 25 cm menunjukkan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan nilai
rata-rata ρ pada kedalaman 12,5 cm. Pada penelitian yang dilakukan Suud, et al.,
(2015), nilai daya hantar listrik pada tanah tanpa pupuk lebih rendah dibandingkan
dengan tanah yang telah diberi pupuk. Artinya pada kedalaman 12,5 cm lapisan
tanah masih dijenuhi larutan pupuk yang telah terionisasi sehingga nilai
resistivitasnya sangat rendah dan pada saat mencapai kedalaman 25 cm
kejenuhannya lebih di dominasi oleh kadar air di bandingkan oleh pupuk.
Pada gambar 3. terlihat warna biru yang menunjukan nilai ρ cenderung
rendah. Semakin dalam tanah, nilai ρ semakin tinggi. Hal ini karena pupuk
sebagian besar diduga masih berada pada lapisan kedalaman 12,5 cm dan belum
banyak turun sampai ke kedalaman 37,5 cm sehingga pada kedalaman 37,5 cm di
hari ke-1 nilai rata-rata ρ lebih tinggi dibandingkan dengan kedalaman 12,5 cm
dan 25 cm. Sedangkan nilai kadar air meningkat karena adanya pemberian larutan
pupuk yang mengandung air. Pemberian larutan pupuk N,P,K juga mempengaruhi
susunan lapisan warna pada penampang lintang resistivitas yakni susunan warna
menjadi lebih tertata. Hal ini disebabkan oleh pemberian larutan pupuk N,P,K
yang dilakukan secara merata.
Pada hari ke-2 (66 jam setelah pemberian larutan pupuk N,P,K) nilai kadar
air naik pada kedalaman menjadi 12,5 cm 16,09%, kedalaman 25 cm 15,30% dan
kedalaman 37,5 cm 13,84%. Nilai rata-rata ρ pada kedalaman 12,5 cm mengalami
kenaikan yakni 235,85 Ω.m, kedalaman 25 cm mengalami penurunan yakni
297,46 Ω.m dan kedalaman 37,5 cm mengalami kenaikan menjadi 841,21 Ω.m.
Pada gambar 4. terlihat jelas susunan warna tidak beraturan. Ketidakstabilan nilai
ρ disebabkan karena pada pengukuran hari ke-2 terjadi banjir yang menyebabkan
tergenangnya petak dan mundurnya waktu pengambilan data lapangan.
Seharusnya pengambilan data dilakukan setelah 48 jam tetapi mundur menjadi 66
jam, secara visual penampang di dominasi warna biru yang mengindikasikan nilai
ρ rendah. Hal ini menyebabkan naiknya kadar air tanah seperti yang tergambar
pada gambar 6. Menurut Suud, et al., (2015), kadar air dalam tanah akan
membantu kadar hara potensial untuk larut dan terhidrolisis sehingga dapat
membentuk ion dan kation dalam tanah. Jika kandungan air dalam tanah sudah
terlalu jenuh maka pengukuran daya hantar listrik lebih disebabkan oleh
kandungan kejenuhan air daripada nilai daya hantar listrik akibat kandungan ion
yang telah terhidrolisis. Semakin tinggi nilai daya hantar listrik, semakin rendah
nilai resistivitas. Kemampuan pupuk untuk terionisasi dalam tanah mempengaruhi
respon naik atau turunya nilai rata-rata ρ.
Pada hari ke-3 (72 jam setelah pemberian larutan pupuk N,P,K) pada
grafik nilai kadar air terjadi penurunan namun nilai terbesar pada kedalaman 12,5
cm yakni 15,35%, di kedalaman 25 cm turun menjadi 9,34% dan di kedalaman
37,5 cm turun menjadi 7,91%. Untuk nilai rata-rata ρ terjadi penurunan dari hari
sebelumnya yakni di kedalaman 12,5 cm 124,35 Ω.m, di kedalaman 25 cm terjadi
kenaikan menjadi 345,73 Ω.m dan di kedalaman 37,5 cm 621,23 Ω.m. Pada hari
ke-3 nilai rata-rata ρ merupakan yang paling rendah dari keseluruhan hari. Hal ini
diduga karena terjadinya banjir pada hari ke-2 sehingga terjadi ketidakstabilan
atau kekacauan data pada hari ke-2, pada hari ke-3 mulai stabil kembali tergambar
secara visual pada gambar 5. susunan warna tertata kembali. Kedalaman dengan
nilai ρ terendah terdapat pada lapisan atas yang disimbolkan dengan warna biru,
semakin kedalam semakin tinggi nilai ρ. Dampak dari adanya air genangan di
petak mempengaruhi nilai rata-rata ρ menjadi lebih rendah dari hari sebelum
banjir.
Berdasarkan hasil analisis tekstur tanah diketahui bahwa tanah pada petak
penelitian memiliki tekstur pasir berlempung di semua kedalaman, dan nilai
persentase porositasnya pun tidak jauh berbeda sehingga tidak terlalu
mempengaruhi terhadap perbedaan nilai rata-rata ρ. Pemberian larutan pupuk
N,P,K pada petak penelitian dapat menurunkan nilai resistivitas tanah dan metode
geolistrik tahanan jenis ini dapat membedakan tanah yang diberi pupuk dan tidak
diberi pupuk berdasarkan hasil nilai resistivitas dan korelasinya dengan persentase
kadar air tanah yang telah diukur.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran