Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PERCOBAAN VI
MODEL BUILDER

OLEH :
NAMA : TRI SANTOSO
NIM : 1811014310004
ASISTEN : MUHAMMAD RIDHO

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FISIKA
BANJARBARU

2021
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIKUM

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Nama : Tri Santoso


NIM : 1811014310004
Judul Percobaan : Model Builder
Tanggal Percobaan : 28 April 2021
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Program Studi : Fisika
Asisten : Muhammad Ridho

Nilai Banjarbaru, 2021


Asisten

(Muhammad Ridho)
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bagian dari kemajuan teknologi informasi (information technology)
kadang dikenal dengan GIS (Geographic Information System). Sebagai teknologi
berbasis komputer, GIS harus diperhitungkan bagi mereka yang berkecimpung
dalam berbagai bidang pekerjaan seperti perencanaan, inventarisasi, monitoring,
dan pengambilan keputusan. GIS dapat didefinisikan sebagai suatu alat yang dapat
digunakan untuk mengelola (input, manajemen, proses dan output) data spasial
atau data yang bereferensi geografis. Setiap data yang merujuk lokasi di
permukaan bumi dapat disebut sebagai data spasial bereferensi geografis.
Misalnya data kepadatan penduduk suatu daerah, data jaringan jalan, data vegetasi
dan sebagainya (Nichols, 2012).
Sistem Informasi Geografis merupakan sistem informasi berbasis
komputer yang digunakan untuk melakukan analisis terhadap objek geografi serta
atribut data non spasial yang dihubungkan dengan objek geografi di permukaan
bumi. Kunci fundamental dari data dasar dalam Sistem Informasi Geografis
adalah bahwa data tersebut merupakan suatu informasi atau koleksi informasi
yang mempunyai referensi terhadap suatu tempat di bumi (geo-referenced)
melalui suatu sistem koordinat tertentu (Danoedoro, 1990).
Aplikasi SIG dapat digunakan untuk berbagai kepentingan selama data
yang diolah memiliki refrensi geografi, maksudnya data tersebut terdiri dari
fenomena atau objek yang dapat disajikan dalam bentuk fisik serta memiliki
lokasi keruangan. Teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk
investigasi ilmiah, pengelolaan sumber daya, perencanaan pembangunan,
kartografi dan perencanaan rute. Misalnya SIG bisa membantu perencana untuk
secara cepat menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam, atau
SIG dapat digunaan untuk mencari lahan basah (wetlands) yang membutuhkan
perlindungan dari polusi (Dulbahri, 1995).
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem informasiyang
dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat
geografi atau dengan kata lain SIG adalah suatu sistem basis data dengan
kemampuan khusus untuk menengani data yang bereferensi keruangan (spasial)
bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Atau dalam arti yang lebih sempit
adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun,
menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi bereferensi geografis,
misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database. Para
praktisi juga memasukkan orang yang membangun dan mengoperasikannya data
sebagai bagian dari sistem ini (Purwaamijaya, 2008).
Sebelum data geografi digunakan dalam SIG, data tersebut harus
dikonversi kedalam format digital. Proses tersebut dinamakan digitasi. Proses
digitasi memerlukan sebuah hardware tambahan yaitu sebuah digitizer kengkap
dengan mejanya. Untuk mendigitasi peta harus dilekatkan pada peta digitasi titik
dan garis ditelusuri dengan kursor digitasi atau keypad. Digitasi ini memerlukan
software tertentu seperti ARC/INFO Autocad, MapInfo atau software lain yang
dapat mensupport proses digitasi tersebut. Untuk SIG dengan teknologi yang lebih
modern, proses konversi data dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi
scanning (Soenarmo, 1994).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
1. Mengetahui konsep kerja dari model builder.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Informasi Geografis Merupakan gabungan dari tiga unsur pokok


yaitu sistem, informasi, dan geografis. SIG merupakan salah satu sistem
informasi, seperti yang telah dibahas di muka, dengan tambahan unsur
"Geografis". Atau, SIG merupakan suatu sistem yang menekankan pada unsur
"informasi geografis". Sistem merupakan sekumpulan ide yang berhubungan satu
dengan lainnya namun mempunyai tujuan dan sasaran yang sama. Sistem
informasi kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumberdaya fisik dan logika.
Atau suatu sistem yang terpadu untuk manyajikan informasi guna mendukung
fungsi operasi, manajemen dan pengambilan keputusan dalam organisasi.
(Borrough, 1986).
Sistem Informasi Geografis dibagi menjadi dua kelompok yaitu sistem
manual (analog) dan sistem otomatis (yang berbasis digital computer). Perbedaan
yang paling mendaasar terletak pada cara pengelolaanya. Sistem informasi manual
biasanya menggabungkan beberapa data seperti peta, lembar transparansi untuk
tumpang susun (overlay), foto udara, laporan statistik dan laporan survei lapangan
ke semua data tersebut dikompilasi dan dianalisis secara manual dengan alat tanpa
komputer. Sedangkan Sistem Informasi Geografis otomatis telah menggunakan
komputer sebagai sistem pengolah data melalui proses digitasi. Sumber data
digital dapat berupa citra satelit atau foto udara digital serta foto udara yang
terdigitasi. Data lain dapat berupa peta dasar terdigitasi (Waljiyanto, 2000).
Pada hakikatnya, SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah suatu
rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran situasi ruang
muka bumi atau informasi tentang ruang muka bumi yang diperlukan untuk dapat
menjawab atau menyelesaikan suatu masalah yang terdapat dalam ruang muka
bumi yang bersangkutan. Rangkaian kegiatan tersebut meliputi pengumpulan,
penetaan, pengolahann penganalisisan dan penyajian data-data / fakta-fakta yang
ada atau terdapat dalam ruang muka bumi tertentu. Data / fakta yang ada atau
terdapat dalam ruang muka bumi tersebut, sering juga disebut sebagai data/fakta
geografis atau data / fakta spasial. Hasil analisisnya disebut informasi geografis
atau informasi spasial. Jadi, SIG adalah rangkaian kegiatan pengumpulan
penataan, pengolahan dan penganalisisan data / fakta spasial sehingga diperoleh
informasi spasial untuk dapat menjawab atau menyelesaikan suatau masalah
dalam ruang muka bumi tertentu (Galati, 2006).
Tujuan pokok dari pemanfaatan Sistem Informasi Geografis adalah untuk
mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah dan tersimpan sebagai
atribut suatu lokasi atau obyek. Ciri utama data yang bisa dimanfaatkan dalam
Sistem Informasi Geografis adalah data yang telah terikat dengan lokasi dan
merupakan data dasar yang belum dispesifikasi. Data-data yang diolah dalam SIG
pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data atribut dalam bentuk digital,
dengan demikian analisis yang dapat digunakan adalah analisis spasial dan
analisis atribut. Data spasial merupakan data yang berkaitan dengan lokasi
keruangan yang umumnya berbentuk peta. Sedangkan data atribut merupakan data
tabel yang berfungsi menjelaskan keberadaan berbagai objek sebagai data spasial
(Dulbahri, 1993).
Dengan memperhatikan pengertian sistem informasi, maka SIG
merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumberdaya fisik dan
logika yang berkenaan dengan objek-objek yang terdapat di permukaan bumi.
Jadi, Sistem Infirmasi Geografis juga merupakan sejenis perangkat lunak yang
dapat digunakan untuk pemasukan, penyimpanan,manipulasi, menampilan, dan
keluaran informasi geografis berikut atribut-atributnya. Definisi SIG selalu
berkembang, bertambah, dan bervariasi. Hal ini terlihat dari banyaknya definisi
SIG yang telah dikembangkan. Selain itu, SIG juga merupakan suatu bidang
kajian ilmu dan teknologi yag relatif baru, digunakan oleh berbagai bidang
disiplin ilmu, dan berkembang dengan cepat (Prahasta, 2002).
Sistem Informasi Geografis sebagai suatu sistem yang banyak membantu
dalam hal memvisualisasikan dunia nyata, dan juga banyak metode-metode yang
diterapkan pada bidang geofisika. Contohnya seperti pemetaan air tanah software
yang digunakan adalah ArcGIS dan ArcView. Untuk mendapat data yang dapat
dimasukan di ArcGIS dan ArcView, dilakukan observasi lapangan menggunakan
GPS, karena dengan alat tersebut akan terekam semua data koordinat x,y dari titik
sampel yang diambil. Selain itu, dilakukan pengukuran kedalaman muka air tanah
dengan menggunakan alat khusus atau dengan manual menggunakan meteran.
Setelah data yang didapat dan diolah dengan komputer menggunakan perangkat
lunak (software) ArcGIS dan Arcview (Nichols, 2012).
Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System
(GIS) adalah suatu sistem basis data yang mempunyai kemampuan untuk
menangani data bereferensi spasial yang bersamaan dengan seperangkat operasi
kerja. Menurut Anon dalam Sastrohartono, Sistem Informasi Geografis adalah
sistem informasi yang bisa dipadukan antara data grafis dan data teks yang
kemudian dihubungkan secara geografis di bumi (georeference). Sistem
Informasi Geografis saat ini telah berkembang dengan sangat cepat, sehingga
pengecekan lokasi dari maps akan bisa lebih memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pendampingan yang akan bisa dilakukan untuk bisa menerima perkembangan
teknologi ini diharapkan bisa menjadikan partisipasi masyarakat bisa
berkembang dan mengubah perilaku masyarakat pada umumnya. Teknologi
Informasi dan Komputer (TIK) merupakan hal yang mendasar untuk bisa
diketahui oleh semua pihak, hal ini bisa diciptakan sebuah kawasan yang bisa
muncul untuk bisa dikembangkan ke masyarakat lebih luas. Sistem Informasi
Geografis merupakan sistem perangkat lunak geospasial yang secara umumnya
memiliki kemampuan untuk mambangun, menyimpan, mengelola dan
menampilkan informasi geografis, misalnya data yang telah diidentifikasi
menurut titik lokasinya. dalam sebuah database, sistem informasi geografis dapat
membantu dalam perencanaan, pengawasan dan pembuatan keputusan dengan
memadukan antara data spasial dan non-spasial. Pada dasarnya, sistem informasi
geografis adalah suatu sistem terdiri dari komponen-komponen yang saling
berkaitan (berhubungan) dalam mencapai suatu sasaran, berdasarkan informasi
(data, fakta, kondisi, fenomena) berbasis geografis (daerah, spasial, keruangan)
yang dapat dicek posisinya di permukaan bumi (bergeoferensi). Kedua jenis data,
baik spasial maupun tubular/tekstual disimpan dalam suatu sistem yang dikenal
dengan basis data SIG. Sistem basis data ini merupakan komponen utama yang
harus tersedia dalam SIG, disamping komponen lain seperti sistem komputer,
sumber daya manusia dan organisasi atau wadah pengelolaan yang
mengendalikan penggunaan SIG. GIS memiliki berapa komponen yaitu
komputer, data geospasial, dan pengguna. SIG mengolah 2 macam data yaitu
data geospasial atau yang biasanya disebut data spasial dan data nonspasial
(atribut).

Gambar 1. Komponen GIS

(Sa’ad, 2020).
Model raster memberikan informasi spasial apa yang terjadi dimana saja
dalam bentuk gambaran yang degeneralisasi. Dengan model ini, dunia nyata
disajikan sebagai elemen matriks atau sel grid yang homogen. Dengan model data
raster, data geografi ditandai oleh nilai-nilai elemen matriks persegi panjang dari
suatu objek. Dengan demikian, secara konseptual, model data raster merupakan
model data spasial yang paling sederhana. Data raster dapat dikonversi ke sistem
koordinat geo-referensi dengan cara meregistrasi sistem grid raster ke sistem
koordinat geo-referensi yang diinginkan. Dengan demikian, setiap sel pada grid
memiliki posisi geo-referensi. Dengan adanya sistem geo-referensi, sejumlah set
data raster dapat diatur sedemikian sehingga memungkinkan dilakukan analisis
spasial (Soenarmo, 1994).
Data raster (atau disebut juga dengan sel grid) adalah data yang dihasilkan
dari sistem penginderaan jauh. Pada data raster, objek geografis direpresentasikan
sebagai struktur sel grid yang disebut dengan pixel (picture element). Pada data
raster, resolusi (definisi visual) tergantung pada ukuran pixel-nya. Dengan kata
lain resolusi pixel menggambarkan ukuran sebenarnya dari permukaan bumi yang
diwakili oleh setiap pixel pada citra. Semakin kecil ukuran permukaan bumi yang
direpresentasikan oleh satu sel, maka semakin tinggi resolusinya. Data raster
sangat baik untuk merepresentasikan batas-batas yang berubah secara gradual,
seperti jenis tanah, kelembaban tanah, vegetasi, suhu tanah dan sebagainya.
Keterbatasan utama dari data raster adalah besarnya ukuran file, semakin tinggi
resolusi grid-nya semakin besar pula ukuran filenya dan sangat tergantung pada
kapasitas perangkat keras yang tersedia. Kemudian, data vektor adalah data yang
direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan
menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (poligon). Ada
tiga tipe data vektor (titik, garis, dan poligon) yang bisa digunakan untuk
menampilkan informasi pada peta. Titik bisa digunakan sebagai lokasi sebuah
kota atau posisi menara radio. Garis bisa digunakan untuk menunjukkan rute suatu
perjalanan atau menggambarkan batasan (boundary). Poligon bisa digunakan
untuk menggambarkan sebuah danau atau sebuah negara pada peta dunia. Dalam
format vektor, bumi direpresentasikan sebagai suatu mosaik dari garis (arcline),
poligon (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik
yang sama), titik point (node yang mempunyai label) dan nodes (merupakan titik
perpotongan antara dua baris). Setiap bagian dari data vektor dapat saja
mempunyai informasi - informasi yang bersosiasi satu dengan lainnya seperti
penggunaan sebuah label untuk menggambarkan informasi pada suatu lokasi. Peta
vektor terdiri dari titik, garis, dan poligon. Masing – masing format data
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pemilihan format data yang digunakan
sangat tergantung pada tujuan penggunaan, data yang tersedia, volume data yang
dihasilkan, ketelitian yang diinginkan, serta kemudahan dalam analisis. Data
vektor relatif lebih ekonomis dalam hal ukuran file dan presisi dalam lokasi, tetapi
sangat sulit untuk digunakan dalam komputasi matematik. Sedangkan data raster
biasanya membutuhkan ruang penyimpanan file yang lebih besar dan presisi
lokasinya lebih rendah, tetapi lebih mudah digunakan secara matematis.
Gambar 2. Tampilan data vektor dan data raster

(Danoedoro, 1990).
Data raster dapat dikonversi ke sistem koordinat geo-referensi dengan cara
meregistrasi sistem grid raster ke sistem koordinat geo-referensi yang diinginkan.
Dengan demikian setiap sel pada grid memiliki posisi geo-referensi. Dengan
adanya sistem georeferensi, sejumlah set data raster dapat ditata sedemikian
sehingga memungkinkan dilakukan analisis spasial (Soenarmo, 1994).
Dalam model data raster setiap lokasi direpresentasikan sebagai suatu
posisi sel. Sel ini diorganisasikan dalam bentuk kolom dan baris sel-sel dan biasa
disebut sebagai grid. Dengan kata lain, model data raster menampilkan,
menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks
atau piksel-piksel yang membentuk grid. Setiap piksel atau sel ini memiliki atribut
tersendiri, termasuk koordinatnya yang unik (Sumaryono, 1999).
Overlay adalah prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem Informasi
Geografis). Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas
grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot.
Secara singkatnya, overlay menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang
lain beserta atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang
memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut. Overlay merupakan proses
penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Secara sederhana overlay disebut
sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk
digabungkan secara fisik (Darmawan, 2017).
Overlay adalah prosedur penting dalam analisis SIG (Sistem Informasi
Geografis). Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas
grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot.
Secara singkatnya, overlay menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang
lain beserta atribut – atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang
memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut.
Gambar 3. Teknik overlay dalam Sistem Informasi Geografis

Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Secara
sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari
satu layer untuk digabungkan secara fisik. Pemahaman bahwa overlay peta
(minimal dua peta) harus menghasilkan peta baru adalah hal mutlak. Dalam
bahasa teknis harus ada poligon yang terbentuk dari dua peta yang di-overlay. Jika
dilihat data atributnya, maka akan terdiri dari informasi peta pembentukya.
Misalkan Peta Lereng dan Peta Curah Hujan, maka di peta barunya akan
menghasilkan poligon baru berisi atribut lereng dan curah hujan. Teknik yang
digunakan untuk overlay peta dalam SIG ada dua yakni union dan intersect. Jika
dianalogikan dengan bahasa matematika, maka union adalah gabungan, intersect
adalah irisan. Hati-hati menggunakan union dengan maksud overlay antara peta
penduduk dan ketinggian. Secara teknik bisa dilakukan, tetapi secara konsep
overlay tidak.

Gambar 4. Variabel overlay dalam Sistem Informasi Geografis


(Guntara, 2013).
Digitizing adalah proses menggambar ulang fitur geografi pada peta
analog menjadi format digital dengan digitizing tablet atau mouse yang
dihubungkan dengan komputer, hasil dari proses digitasi ini kemudian disimpan
dalam bentuk data spasial. Metode digitasi secara umum dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu dengan menggunakan digitizer yang menggunakan meja digitasi
dan yang langsung onscreen di layar monitor. Digitasi onscreen paling sering
digunakan karena lebih mudah dilakukan, tidak memerlukan tambahan alat
lainnya dan lebih mudah dikoreksi apabila terjadi kesalahan. Kemudian, overlay
adalah pengaturan data geografi dalam tema yang terpisah berformat *.lyr, dan
masing – masing tema ini juga dapat di-overlay menjadi satu data layer yang
terintegrasi menjadi map document berformat *.mxd (Nugroho dan Susilo, 2010).
Digitasi merupakan proses mengubah fitur geografis pada peta analog
(format raster) menjadi format digital (format vektor) menggunakan meja digitasi
digitizer yang dihubungkan dengan komputer. Digitizer merupakan perangkat
pada meja digitasi digunakan untuk melacak fitur fitur yang ada pada peta analog
yang kemudian disimpan sebagai data spasial. Digitasi juga dapat dilakukan
dengan on screen, yaitu digitasi pada layar komputer / laptop dengan bantuan
piranti lunak seperti ArcGIS, ArcView, dan piranti lunak lainnya (Luthfina,
2019).
Digitasi merupakan proses mengubah fitur geografis pada peta analog
(format raster) menjadi format digital (format vektor) menggunakan meja digitasi
digitizer yang dihubungkan dengan computer. Proses digitasi dilakukan dengan
mendeliniasi lajur dan jalur garis, batas tepi dari objek yang ada. Seperti jalan,
sungai, batas bidang tanah, bangunan, dan lain-lain. Proses digitasi disesuaikan
dengan kebutuhan data yang akan dihasilkan dengan melakukan interpretasi citra
satelit berdasarkan unsur unsur intrepretasi yang ada. Peta yang akan didigitasi
terlebih dahulu harus diubah ke dalam format raster baik itu melalui proses
scanning dengan alat scanner atau dengan alat pemotretan. Jika peta tersebut
merupakan citra hasil foto udara ataupun satelit maka dapat langsung dimasukkan
ke dalam software digitasi. Ketelitian suatu hasil digitasi dipengaruhi besaran
skala yang digunakan pada proses digitasi (Panjaitan, 2019).
Model Builder adalah sebuah aplikasi untuk membuat, mengedit, dan
mengelola model. Model adalah cara untuk menerangkan suatu proses dengan
menyederhanakan objek dan kinerjanya. Dalam ArcGIS terdapat fasilitas Model
Builder yang dapat mengaplikasikan definisi model. Arti lain Model Builder
adalah suatu alat yang bersifat grafis untuk perancangan model, simulasi dan
analisis matematika yang terdiri dari sistem persamaan diferensial biasa. Dengan
menggunakan Model Builder direpresentasikan dengan bentuk aliran atau
flowchart yang memudahkan dalam memahami proses dari sebuah model. Pada
software ArcGIS, Model Builder bisa langsung digunakan tanpa memerlukan
ekstensi khusus, berbeda dengan menggunakan software ArcView model builder
bisa dipakai dengan syarat adanya ekstensi Model Builder. Fitur ini dapat
digunakan untuk proses yang dikembangkan secara bersamaan atau sendiri-
sendiri. Contoh penggunaan Model Builder, seperti penentuan kawasan lindung,
pembuatan batas DAS atau daerah aliran sungai secara otomatis dengan
menggunakan software ArcGIS, pembuatan peta NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)
dan masih banyak lagi (Borrough, 1986).
Model Builder secara umum pada perangkat lunak ArcGIS bisa disebut
sebagai sebuah aplikasi atau modul tambahan yang dapat memfasilitasikan cara
untuk  mengotomasikan (batch) sejumlah urutan proses rutin mengenai
pembuatan data spasial agar kemudian dapat diulangi secara presisi kapan saja
dan oleh siapa saja tanpa kesalah yang berarti. Aplikasi tambahan ini digunakan
untuk menentukan proses-proses serta urutan kerja sejumlah tools dan sript terkait
yang dimilikinya khususnya yang terdapat di dalam panel  ArcToolbox. Selain itu
di dalam aplikasi tersebut setiap pengguna akan menyusun (menyisipkan atau
drag and drop) diagram-diagram model simbol atau objek data dan proses yang
diperlukan untuk melakukan analisis spasial yang biasa disebut aliran kerja.
Model Builder mempunyai beberapa keunggulan sebagai berikut :
1. Memroses sebuah model secara sekaligus tidak satu persatu.
2. Dapat membantu mengeksplorasi suatu fitur yang digunakan dalam proses
membuat model.
3. Sangat mudah digunakan dengan menggunakan logika dan lain-lain.
4. Keunggulan paling utama model builder adalah dapat memroses model
yang sederhana sampai paling rumit.

Gambar 5. Ilustrasi Model Bulider pada ArcGIS


(Guntara, 2015).
Model Builder adalah aplikasi dimana pengguna bisa mengembangkan
geoprocessing dalam bentuk model atau bisa mengenalnya sebagai diagram atau
flowchart. Model dalam geoprocessing (proses analisis spasial) disini diartikan
sebagai sekumpulan proses analisa spasial yang melakukan konversi data input
untuk menghasilkan output peta (layer atau feature class) dengan menggunakan
fungsi-fungsi spasial tertentu. Dengan menggunakan Model Builder, model
spasial bisa sangat mudah dibuat, dieksekusi, disimpan, dimodifikasi, dan
digunakan secara bersama-sama. Dengan fitur ini, pengguna mampu melakukan
hal berikut :
1. Menilai area-area geografis sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
2. Melakukan prediksi apa yang akan terjadi pada area-area geografis ata
perlakuan yang diberikan padanya.
3. Mendapatkan solusi, mencari pola, dan memperluas pemahaman terhadap
sistem yang yang bersangkutan.
(Nichols, 2012).
BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis 14 April 2021 pukul 16.00
WITA sampai dengan selesai, di Laboratorium Fisika Komputasi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan adalah:
1. Seperangkat komputer atau laptop,
2. Software ArcGIS 10.3 (ArcMap),
3. Data berupa file SHP batas daerah penelitian, data hujan, data kelerengan,
dan tanah.

3.3 Prosedur Percobaan


Prosedur kerja dari praktikum kali ini yaitu :
1. Membuat project baru pada ArcMap 10.3.
2. Menyiapkan data berupa file SHP batas daerah penelitian, data hujan, data
kelerengan, dan tanah.
3. Melakukan drag and drop pada file SHP batas daerah penelitian, data
hujan, data kelerengan, dan tanah.
4. Memotong daerah penelitian, dalam hal ini daerah Sungai Pinang
5. Membuka jendela model builder
6. Melakukan drag and drop pada file hujanbanjar.shp, lerengkabbanjar.shp,
dan tanah_kabbanjar.shp ke Model Builder.
7. Menjalankan perintah seperti ArcToolbox → Analyisis Tools → Extract
→ Clip. Kemudian, melakukan drag and drop pada fitur clip ke Model
Builder.
8. Menambahkan garis koneksi dari shp hujan menuju clip dengan memilih
menu input.
9. Mebuka model builder clip dengan cara meng-klik kanan pada model clip
dan pilih open.
10. Menambahkan output shp daerah penelitian.
11. Mengulangi langkah-langkah diatas untuk shp tanah dan jenis tanah.
12. Menjalankan perintah seperti ArcToolbox → Analyisis Tools → Overlay
→ Intersect. Kemudian, melakukan drag and drop pada fitur Intersect ke
Model Builder dan koneksikan menggunakan garis koneksi dari shp tanah,
shp hujan dan shp lereng hasil clip menuju intersect.
13. Membuka model builder intersect dengan cara meng-klik kanan pada
model intersect dan pilih open untuk mengatur penyimpanan hasil
intersect.
14. Menjalankan perintah seperti ArcToolbox → Data Management Tools →
Fields → Add Field. Kemudian, melakukan drag and drop pada fitur Add
Field ke Model Builder dan koneksikan menggunakan garis koneksi dari
hasil intersect menuju add field.
15. Membuka model builder add field dengan cara meng-klik kanan pada
model add field dan pilih open, kemudian mengisi kolom perintah nama
field dan type field (type field menjadi double).
16. Menjalankan perintah seperti ArcToolbox → Data Management Tools →
Fields → Calculated Field. Kemudian, melakukan drag and drop pada
fitur Calculated Field ke Model Builder dan koneksikan menggunakan
garis koneksi dari hasil add field menuju calculate field.
17. Membuka model builder calculate field dengan cara meng-klik kanan pada
model calculate field dan pilih open, untuk field name masukkan field
yang telah dibuat sebelumnya sedangkan expression silahkan masukkan
rumus : [BOBOT_OLAY] + [BOBOT_TNH] + [BOBOT_LRG].
18. Menjalankan perintah seperti ArcToolbox → Data Management Tools →
Generalization → Dissolve. Kemudian, melakukan drag and drop pada
fitur Dissolve ke Model Builder dan koneksikan menggunakan garis
koneksi dari hasil calculate field menuju dissolve.
19. Membuka model builder Dissolve dengan cara meng-klik kanan pada
model Dissolve dan pilih open untuk mengatur penyimpanan hasil dissolve
dan mencentang semua dissolve_fields.
20. Mengaktifkan Add to Display pada file hasil akhir Overlay dengan cara
meng-klik kanan pada hasil disslove dan pilih Add to Display.
21. Mengaktifkan Model Parameter pada file hasil akhir Overlay dan
hujanbanjar.shp, lerengkabbanjar.shp, tanah_kabbanjar.shp yang telah di
clip pada model builder dengan cara meng-klik kanan pada hasil disslove
dan pilih Model Parameter.
22. Meng-klik Run dan menunggu tampilan file hasil akhir Overlay.
23. Melakukan penyimpanan flowchart pada Model Builder.
24. Melakukan-klik kanan pada hasil overlay → Properties → symbology →
categories (pada Value Field masukkan field yang dibuat pada model
builder) → Add All Values → Ok.
25. Membuat layout peta fungsi kawasan dengan informasi fungsi kawasan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Model Builder merupakan sebuah aplikasi untuk membuat, mengedit, dan


mengelola model. Model adalah cara untuk menerangkan suatu proses dengan
menyederhanakan objek dan kinerjanya. Dalam ArcGIS terdapat fasilitas Model
Builder yang dapat mengaplikasikan definisi model. Arti lain Model Builder
adalah suatu alat yang bersifat grafis untuk perancangan model, simulasi dan
analisis matematika yang terdiri dari sistem persamaan diferensial biasa. Dengan
menggunakan Model Builder direpresentasikan dengan bentuk aliran atau
flowchart yang memudahkan dalam memahami proses dari sebuah model.

Gambar 6. Diagram alir proses Overlay pada Model Builder.


Pada praktikum ini dilakukan proses Overlay (tumpang tindih) dari
beberapa file dengan cara yang berbeda, yakni dengan menggunakan Model
Builder. Adapun kumpulan file yang digunakan seperti hujanbanjar.shp,
lerengkabbanjar.shp, tanah_kabbanjar.shp dan tuplahkabbanjar.shp. Awal proses
yakni dengan melakukan pemotongan daerah yang ingin dilakukan overlay, dalam
hal ini daerah yang digunakan adalah kawasan Sungai Pinang. Selanjutnya
melakukan proses overlay dengan cara meng-klik Model Builder dan melakukan
drag and drop pada keempat file tersebut ke Model Builder. Kemudian
menjalankan perintah seperti ArcToolbox → Analyisis Tools → Extract → Clip.
Kemudian, melakukan drag and drop pada fitur clip ke Model Builder.
Selanjutnya menambahkan garis koneksi dari shp hujan menuju clip dengan
memilih menu input dan membuka model builder clip dengan cara meng-klik
kanan pada model clip dan pilih open lalu menambahkan output shp daerah
penelitian. Mengulangi langkah-langkah diatas untuk shp tanah dan jenis tanah.
Kemudian menjalankan perintah seperti ArcToolbox → Analyisis Tools →
Overlay → Intersect dan melakukan drag and drop pada fitur Intersect ke Model
Builder serta koneksikan menggunakan garis koneksi dari shp tanah, shp hujan
dan shp lereng hasil clip menuju intersect. Kemudian membuka model builder
intersect dengan cara meng-klik kanan pada model intersect dan pilih open untuk
mengatur penyimpanan hasil intersect. Selanjutnya menjalankan perintah seperti
ArcToolbox → Data Management Tools → Fields → Add Field. Kemudian,
melakukan drag and drop pada fitur Add Field ke Model Builder dan koneksikan
menggunakan garis koneksi dari hasil intersect menuju add field lalu membuka
model builder add field dengan cara meng-klik kanan pada model add field dan
pilih open, kemudian mengisi kolom perintah nama field dan type field (type field
menjadi double). Menjalankan perintah seperti ArcToolbox → Data Management
Tools → Fields → Calculated Field. Kemudian, melakukan drag and drop pada
fitur Calculated Field ke Model Builder dan koneksikan menggunakan garis
koneksi dari hasil add field menuju calculate field dan membuka model builder
calculate field dengan cara meng-klik kanan pada model calculate field dan pilih
open, untuk field name masukkan field yang telah dibuat sebelumnya sedangkan
expression silahkan masukkan rumus : [BOBOT_OLAY] + [BOBOT_TNH] +
[BOBOT_LRG]. Langkah selanjutnya menjalankan perintah seperti ArcToolbox
→ Data Management Tools → Generalization → Dissolve. Kemudian,
melakukan drag and drop pada fitur Dissolve ke Model Builder dan koneksikan
menggunakan garis koneksi dari hasil calculate field menuju dissolve. Dan
membuka model builder Dissolve dengan cara meng-klik kanan pada model
Dissolve dan pilih open untuk mengatur penyimpanan hasil dissolve dan
mecentang semua dissolve_fields. Mengaktifkan Add to Display pada file hasil
akhir Overlay dengan cara meng-klik kanan pada hasil disslove dan pilih Add to
Display dan mengaktifkan Model Parameter pada file hasil akhir Overlay dan
hujanbanjar.shp, lerengkabbanjar.shp, tanah_kabbanjar.shp yang telah di clip pada
model builder dengan cara meng-klik kanan pada hasil disslove dan pilih Model
Parameter. Selanjutnya meng-klik Run dan menunggu tampilan file hasil akhir
Overlay dan melakukan penyimpanan flowchart pada Model Builder. Terakhir
melakukan-klik kanan pada hasil overlay → Properties → symbology →
categories (pada Value Field masukkan field yang dibuat pada model builder) →
Add All Values → Ok. Dan membuat layout peta fungsi kawasan dengan
informasi fungsi kawasan. Bisa dilihat pada gambar 6 yang merupakan diagram
alir proses Overlay yang begitu sistematis.
Ketika dilakukan Run, maka akan ditampilkan hasil dari Overlay tersebut..
Dari proses ini semua, Model Builder membantu menyederhanakan langkah –
langkah dalam menganalisis suatu permasalahan. Dan dapat dilihat pada gambar
7. Berikut merupakan hasil pemetaan overlay Kawasan Kabupaten Banjar,
Kalimantan Selatan.

Gambar 7. Peta hasil Overlay Kawasan Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah :
1. Model Builder adalah aplikasi dimana pengguna bisa mengembangkan
geoprocessing dalam bentuk model atau bisa mengenalnya sebagai
diagram atau flowchart. Model Builder memiliki konsep dapat
memfasilitasikan cara untuk  mengotomasikan (batch) sejumlah urutan
proses rutin mengenai pembuatan data spasial agar kemudian dapat
diulangi secara presisi kapan saja dan oleh siapa saja tanpa kesalahan yang
berarti. Banyak keunggulan, diantaranya mampu memroses model yang
sederhana sampai paling rumit, membantu mengeksplorasi suatu fitur yang
digunakan dalam proses membuat model, sangat mudah digunakan dengan
menggunakan logika dan lain-lain.
5.2 Saran
Praktikan disarankan mengerti dan memahami langkah-langkah dalam
melakukan praktikum ini agar tidak salah dalam pengerjaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Borrough. 1986. Principles Of Geographical Information System For Land


Resources Assesment. New York : Oxford University Press
Danoedoro, P. 1990. Beberapa Teknik Operasi dalam Sistem Informasi
Geografis. UGM. Yogyakarta.
Darmawan, K., & Suprayogi, A. 2017. Analisis tingkat kerawanan banjir di
kabupaten sampang menggunakan metode overlay dengan scoring
berbasis sistem informasi geografis. Jurnal Geodesi Undip. 6(1) : 31-40.
Dulbahri. 1995. Sistem Informasi Geografis. Yogyakarta : UGM
Galati, S. R. 2006. Geographic Information Systems Demystified. Artech House.
Boston.
Guntara, I. 2013. Pengertian Overlay dalam Sistem Informasi Geografis.
http://www.guntara.com/2013/01/pengertian-overlay-dalam-sistem.html
diakses pada tanggal 3 April 2019.
Guntara, I. 2015. Penginderaan Jauh – Sistem Informasi Geografis. Yogyakarta :
UGM.
Luthfina, M. A. W., Sudarsono, B., & Suprayogi, A. 2019. Analisis Kesesuaian
Penggunaan Lahan Terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2010-
2030 Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Kecamatan Pati. Jurnal
GeodesiUndip. 8(1) : 74-82.
Nichols, J. 2012. Basic Facts on Geographic Information Systems. John Wiley &
Sons Ltd. New Jersey.
Nugroho, A. & Y. S. B. Susilo. 2010. Pembuatan Peta Digital Topografi Pulau
Panjang, Banten, Menggunakan ArcGIS 9.2 dan Surfer 8. Jurnal
Pengembangan Energi Nuklir. 12(1) : 38 – 44.
Panjaitan, A., Sudarsono, B., & Bashit, N. 2019. Analisis Kesesuaian Penggunaan
Lahan Terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (Rtrw) Di Kabupaten
Cianjur Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Jurnal Geodesi
Undip. 8(1), 248-257.
Prahasta, Eddy. 2002. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis.
Bandung : Informatika
Purwaamijaya, I. M., 2008. Teknik survey dan pemetaan. Bandung : Departemen
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Sa’ad, M.I., Muhammad, S., M. Rizki, P. S., Kusrini. & M. Syukri, M. 2020.
Sistem Informasi Geografis (SIG) Pemetaan Kost-Kosan Menggunakan
Metode Formula Haversine. Jurnal Sains Komputer & Informatika (J-
SAKTI). 4(1) : 54 – 65.
Soenarmo, S. H. 1994. Pengindraan Jauh dan Pengenalan Sistem Informasi
Geografi untuk Bidang ilmu Kebumian. Bandung : ITB.
Sumaryono. 1999. Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Pemantauan Reboisasi
Di Sub DAS Roraya-Kendari. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahun Ke-8
MAPIN (Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia). Jakarta.
Waljiyanto. 2000. Sistem Basis Data : Analisis dan Permodelan Data.
Yogyakarta : J&J Learning.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai