Anda di halaman 1dari 48

1.

TEKNOLOGI LIDAR
Pada dasarnya sistem Lidar terdiri atas komponen dari sistem
sensor Laser dan komponen navigasi (gambar 1). Sistem sensor Laser
fungsinya adalah untuk mendapatkan informasi jarak sensor terhadap
permukaan tanah. Komponen navigasi digunakan untuk mendapatkan
informasi posisi pesawat, yang berupa alat penetuan posisi yang akurat
berupa Global Positioning System (GPS) dan alat pencatat sikap (attitude)
sensor berupa Inertial Navigation System (INS) dengan peralatan berupa
Inertial Measurement Unit (IMU) seperti pada gambar 1 berikut:

Sistem sensor Relasi Orientasi


Laser Geometrik Absolute Sensor

Pergerakan Sensor
Cermin Laser INS (Inertial
Rotasi dan GPS Navigation
Osilasi System)

Koordinat Pesawat
Sudut antara Jarak antara antena GPS Udara dan
sorotan Laser Laser dan dalam sikap Sensor
dan Nadir Obyek sistem ( Roll, Pitch,
WGS 84 Yaw)
(XYZ)

Gambar 1. Komponen dari Lidar

2. HUBUNGAN MATEMATIK DAN FORMULA-FORMULA PADA


SISTEM LIDAR
Hubungan matematik dan formula-formula Lidar berguna untuk
memahami beberapa prinsip dasar dan juga untuk perencanaan
penerbangan. Hubungan matematik juga dapat digunakan untuk
menghitung secara pendekatan dari nilai parameter yang tidak diketahui
dari system Lidar. Selanjutnya dibahas beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi akurasi dari koordinat 3D, terutama jarak, posisi, attitude
dan kesalahan offset waktu. Kesalahankesalahan ini menyebabkankan
adanya kesalahan koordinat 3D. Untuk pendekatan diasumsikan bahwa
roll, sudut pitch adalah nol, penyiam laser sepanjang bidang vertikal
terhadap arah terbang dan dalam garis equidistant dan terrain datar. Juga
diasumsikan bahwa daerah yang terliput terdiri dari beberapa overlap strip
pararel dengan panjang yang sama dan kecepatan terbang dan tinggi
terbang konstan (Baltsavias, 1999a).
Untuk hubungan ini contoh numerisnya diberikan . Dalam contoh ini nilai
dasar masukan digunakan :
t = 0.1ns; v = 216 km/h (= 60 m/s) = 30deg; = 1mrad ( = 0.0573 deg);
F = 10kHz; fsc = 30 Hz; h = 750 m; Tf= 3 h ( = 10,800 s); W = 10 km;
L = 15 km; q = 15 %; tmin = tp = 10 ns; trise = 1 ns
Hubungan Matematik dan Formula untuk Lidar
1. Divergen sinar laser minimum

IFOVdiff = 2.44 ........................................(1)
D
Contoh = C = 1550 nm, D = 66 cm : IFOVdiff = 0.057 mrad
2. Diameter Laser footprint
AL = D + 2h tan ( / 2 ) , karena D umumnya kecil
AL = 2h tan ( / 2 ) dan karena kecil
AL = h ....................................................................(2)
Dengan dalam satuan radian, untuk contoh setiap 100 m tinggi terbang
laser footprint adalah 1/10 dari divergen sinar laser (dalam miliradian)
contoh h = 660 m; = 1 mrad : AL 0.66 m

3. Ketinggian terbang minimum di atas tanah

Hal ini biasanya dibatasi berhubungan dengan spesifikasi platform,


peraturan Negara (seringkali berbeda untuk kota dan area lainnya) dan
jarak pandang yang aman

4. Lebar Cakupan (Swath Width)



SW = 2h tan = h ....................................... (3)
2


Dengan = 2 tan
2

Untuk penyiam bentuk Z, panjang garis scan sesungguhnya antara kiri


dan kanan batas cakupan, yang sedikit lebih lebar dari lebar cakupan,
tetapi perbedaan itu sangat kecil

Contoh : h = 660 m; = 60o : SW = 762 m , = 1,154

5. Jumlah titik per garis penyiam

dalam hal ini N bebas dari tinggi terbang di atas tanah dan lebar cakupan

N = F/ fsc .................... (4)

Contoh F = 50 kHz, fsc = 60 Hz : N = 833

6. Spasi atau Jarak titik sepanjang track

dxalong = v/ fsc ................................(5)

(dalam hal ini dxalong tidak terpengaruh dari tinggi terbang, berkebalikan
terhadap rerata dxacross )

Contoh v = 60 m/s; fsc = 60 Hz; dxalong = 1 m

Untuk penyiam berbentuk Z , diberikan jarak sepanjang track antara titik-


titik yang saling berhubungan dari 2 garis penyiam yang berurutan.
Sebagai contoh titik ke3 dari garis scan i kepada titik ke 3 dari i+ 1.

7. Spasi titik track menyilang

Asumsi jarak sama antara titik sepanjang garis scan dan medan yang rata

dxacross = SW /N .......... (6)


SW= 762 m, N = 833, dxacross=762/833=0,91 m
8. Kebutuhan jumlah jalur terbang

n = (W SW)/(SW(1-q/100)) ........ (7)

Untuk koridor pemetaan biasanya n = 1

Contoh: W = 2,5km, q = 30 %, SW = 762 m: n = 3 jalur

N = (2500-762)/(762(1-0.3)= 3,25

Untuk praktisnya selama perencanaan terbang, ketinggian terbang dipilih


pada titik terendah yang diukur , ketika jalur terbang overlap dihitung
berdasarkan pada titik tertinggi untuk menghindari gap yang disebabkan
oleh sempitnya cakupan

9. Liputan area

q
A = SW* v *Ts [(n-1) (1 - ) + 1]
100

q
= SW*L [(n 1) (1 - + 1]
100

Dengan Ts = L/v

Untuk n = 1 (sebagai contoh koridor pemetaan)

A = SW *v*Ts = SW* L. ........(8)

Contoh

L = 15 km, v = 60m/s, q = 30%, SW = 762 m, n = 3: Ts = 250 s, A = 11,43


km2

untuk 3 jalur, A = 1,752 *15 km2=26,28 km2

10. Kepadatan titik per unit area


d = (F*n *Ts) /A ....(9)

Contoh A = 26,28 km2, Ts = 250 s, n = 3, F = 50 kHz: d = 1,43 titik /m2


11. Jumlah Data
Jumlah data berhubungan dengan data final (bukan interpolasi grid),
Bukan data selama hasil proses scanning. Asumsi 21 byte per
pengukuran titik untuk merekam jumlah titik ,X, Y, Z, waktu dan kualitas
kode, penyimpanan binary, 4 bit untuk masing-masing 5 data pertama dan
1 bit untuk kualitas kode (jumlah titik bisa dilewati). Untuk intensitas
perekaman, 1 bit per titik harus ditambah dan untuk kelipatan echo tiap
pulsa, dikalikan total dengan jumlah echo per pulsa.
C = F*Tf * 21 bytes ....(10)
Contoh : F = 50 kHz, Tf = 1 h ; C = 3780 GBytes

3. KONFIGURASI SISTEM LIDAR


Secara umum sistem Lidar wahana udara (gambar 3) merupakan
perpaduan antara LRF (Laser Range Finder), POS (Positioning and
Orientation System) yang secara jelas dengan mengintegrasikan DGPS
(Differential Global Positioning System), IMU (Inertial Measurement Unit)
dan Control Unit (Wehr dan Lohr, 1999). Laser mengukur jarak ke
permukaan tanah atau obyek dan menghasilkan posisi 3 demensi bila
dikombinasikan dengan posisi dan orientasi dari sensor. Karakteristik dari
Lidar wahana udara secara umum, dijelaskan pada tabel 2 ( Baltsavias,
1999a; Optech, 2003). Gambarannya ada pada gambar 2 dan gambar 3
serta sistem sensor Laser terhadap suatu sistem referensi koordinat
tertentu (gambar 4).
Tabel 2. Karakteristik dari Lidar wahana udara secara umum

Parameter Besaran Besaran


min dan maks
Panjang Gelombang 810 - 1550 1000 - 1200
(nm)
Sudut penyiam 14 - 75 20-40
(derajat)
Rit pulsa (kHz) 5 -83 5 - 15
Rit scan (Hz) 20-630 25-40
Tinggi terbang- h (m) 20 - 6100 200-300 (H)
500 1000 (A) *)
Lebar swath (m) 0,25 h 1,5 h 0,35 h 0,7 h
GPS frekuensi (Hz) 1 -10 1-2
IMU frekuensi (Hz) 40-200 50
Divergensi Beam 0,05 - 4 0,25 - 2
(mrad)
Diameter tapakkaki (m) 0,05 - 2 0,25-1 (h=1000m)
Spasi across-track (m) 0,1 - 10 0,5 - 2
Spasi sepanjang track 0,06 -10 0,3 - 1
(m)
Akurasi jarak (cm) 2 - 30 5 - 15
Akurasi Ketinggian 10-60 15-20
(cm)
Akurasi Planimetrik (m) 0,1-3 0,3 - 1
*) H = Helicopter, A=Airplane
Sumber : Raber, et al. (2005)

Gambar 2. (a).Paradigma LIDAR, (b) pancaran pulsa mengenai obyek,


dan (c) pantulan balik yang dideteksi alat penerima. sumber Kraus dan
Pfeifer (1998).
Gambar 3. Pemetan Lidar wahana udara

4. HUBUNGAN ANTARA SISTEM REFERENSI

Gambar 4. Hubungan antara sistem referensi koordinat


(Sumber : Hu, 2003)
Sedangkan rumus yang menyatakan hubungan antara sistem-
sistem koordinat dinyatakan pada persamaan sebagai berikut :
0
ri m rGPS
m
(t ) RINS
m INS
(t ) Rlaserunit INS
rlaserunit Rlaserunit
INS laserunit
Rlaserbeam (t ) 0 ..........(11)
i

ri m :Vektor koordinat titik (i) dalam bingkai peta (m-frame)

m
rGPS :GPS vektor koordinat terinterpolasi dalam bingkai peta
INS
rlaserunit :Perbedaan letak (lever arm) antara pusat INS dan origin
sistem koordinat unit Laser, ditentukan dengan kalibrasi.
i :Vektor koordinat titik (i) dalam sistem koordinat sorotan
Laser
m
RINS (t ) :Matrik rotasi terinterpolasi antara bingkai badan IMU (b-
frame) dan bingkai peta (m-frame).
INS
Rlaserunit :Rotasi differensial (boresight) antara bingkai unit Laser
dan bingkai badan INS, ditentukan dengan kalibrasi.

laserunit
Rlaserbeam (t ) :Rotasi differensial antara bingkai sorotan Laser dan
bingkai
unit Laser saat (t), ditentukan dengan mekanisme
penyiam Laser.

(t ) :Waktu pengambilan titik, ditentukan dengan sinkronisasi.

Komponen sistem sensor Laser terdiri atas sensor Laser dengan


cermin. Sensor Laser melakukan pengukuran jarak antara sensor
terhadap permukaan tanah. Permukaan jarak ada yang menggunakan
prinsip beda waktu dan ada yang menggunakan prinsip beda fase
(Baltsavias, 1999b). Pada pengukuran jarak dengan prinsip beda waktu,
maka
t t
R c ; R c ; ........................................................................(12)
2 2

R merupakan jarak antara sensor dan obyek yang diukur, c


merupakan kecepatan cahaya, sedangkan t merupakan waktu tempuh
sinyal. Karena sinyal menempuh perjalanan dari sensor ke obyek dan
kembali lagi ke sensor, maka faktor 2 harus dimasukkan. Pengukuran
waktu tempuh sinyal dapat dilakukan sampai mendekati level 10 -10 detik
(Ackermann, 1999). Pada pengukuran jarak dengan prinsip beda fase (Li ,
et al., 2005), maka :
R = (1/4 ) x (c/f) ; R= (1/4 ) x (c/f) ; ........................(13)
Dalam hal ini :
f = frekuensi (Hz), = fase (rad) dan = resolusi fase (rad)
Cermin digunakan untuk memantulkan sinyal dari pembangkit
Laser ke permukaan tanah. Ada dua jenis cermin yang digunakan yaitu
Cermin putar dan Cermin osilasi, dengan pola pantulannya masing-
masing (gambar 5)

ii iii

a b
Gambar 5. (a) Pola penyiaman dengan cermin osilasi , dan (b) cermin
putar.

Arah panah menunjukkan arah terbang. Terdapat beberapa


pendefinisian tentang satu garis penyiaman (scan line), yaitu i, ii, iii. Hal
yang perlu diperhatikan adalah adanya perbedaan tentang definisi satu
garis penyiaman dalam data hasil penyiaman dengan cermin osilasi.
Karakteristik lain dari sensor Laser adalah :
a. panjang gelombang dari sinar Laser yang digunakan,
b. sudut divergensi,
c. ukuran pulsa sinar Laser di permukaan tanah (foot print size)
d. frekuensi pemancaran pulsa,
e. frekuensi penyiaman,
f. sudut penyiaman.
Sudut divergensi merupakan sudut yang terbentuk antara 2 kali
pancaran pulsa sinar Laser yang berurutan. Sudut ini ditentukan oleh
panjang gelombang sinar Laser yang digunakan dan foot print size.
Frekuensi pemancaran pulsa sinar Laser dan frekuensi penyiaman
biasanya dapat diatur. Frekuensi pemancaran pulsa menunjukkan
seberapa sering pulsa sinar Laser dipancarkan dari alat pembangkitnya
tiap satu detik. Sedangkan frekuensi penyiaman menunjukkan seberapa
banyak garis penyiaman yang dapat dilakukan dalam satu detik. Pada
sistem yang ada saat ini frekuensi pemancaran pulsa berkisar dari 5 kHZ
sampai dengan 83 kHz, bahkan saat ini terdapat sistem yang mencapai
200 kHz (Optech, 2003). Kedua hal tersebut, ditambah dengan faktor
ketinggian terbang dari atas permukaan tanah akan menentukan
kerapatan titik tiap satu satuan luas tertentu. Dari ketinggian terbang 900m
1000 m, bisa didapatkan kerapatan titik tiap 25 m 2 sampai dengan 20
titik tiap 1 m2.
Jika dianalogikan dengan pengukuran terestris menggunakan
rambu ukur, maka kerapatan titik dengan 1 buah titik tiap 25 m2 akan
sama dengan pendirian rambu ukur tiap luasan 5 x 5 m. Sedangkan
kerapatan titik dengan 20 buah titik tiap 1 m2 akan sama dengan
pendirian rambu sebanyak 20 kali di daerah dengan luasan (1 x 1) m 2. Hal
yang seperti itu tentu saja tidak mungkin dilakukan dalam survei
konvensional, karena kendala waktu dan dana. Belum lagi untuk daerah-
daerah yang medannya sulit, seperti tepi sungai, kawasan pesisir, dan
sebagainya.

5. KOMPONEN KOMPONEN LIDAR


Lidar wahana udara merupakan sistem Laser yang dirancang untuk
mengumpulkan data ketinggian dari permukaan bumi secara langsung
dan secara digital. Alat Lidar memancarkan sinar Laser menuju target.
Beberapa sinar Laser tersebut dipantulkan kembali ke alat tadi untuk
dianalisis. Range Finder Lidar digunakan untuk mengukur jarak dari alat
Lidar ke target (Ackermann, 1999). Waktu yang diperlukan oleh sinar
untuk berjalan bolak-balik ke alat Lidar, digunakan untuk menentukan
jarak ke target Lidar dioperasikan pada sinar ultraviolet, sinar tampak atau
sinar inframerah dekat daerah spektrum elektromagnetik, yang mana
panjang gelombangnya jauh lebih pendek dengan RADAR konvensional.

5.1. Jarak Laser (Laser Ranging)


Selama misi penerbangan, pesawat udara berotasi pada tiga
sumbunya, yang disebut roll, pitch dan yaw. Hubungan yang lebih mudah
difahami di antara posisi dan sikap (attitude) dari penyiam Laser, sudut
instan cermin dan jarak terukur seperti tergambar pada gambar 6
(Baltsavias 1999b)

z Z

x
arah terbang
y
Xo, Yo, Zo


h D
Y
X

Gambar 6. Jarak Laser, posisi dan sudut-sudut rotasi scanner

Keterangan :

h : tinggi terbang
roll ( ) : rotasi pada sumbu x (arah terbang pesawat)
pitch ( ) : rotasi pada sumbu y
yaw ( ) : rotasi pada sumbu z
Xo, Yo, Zo : posisi alat Lidar

LRF bekerja seperti halnya Radar pada umumnya, kecuali bahwa


Laser mengirim pulsa sempit atau sorotan (beam) sinar yang lebih baik
dari pancaran gelombang radio. Hal itu terdiri atas dua unit yaitu : optis-
mekanis scanner (penyiam) dan unit pengukur jarak Laser (Wehr dan
Lohr, 1999). Penyiam tersebut terdiri dari pemancar Laser dan penerima
elektro-optis. Cara kerja LRF adalah berupa penyiam Laser yang
mengeluarkan pulsa optis dan pulsa tersebut akan dipantulan dari obyek
dan kembali ke alat penerima. Alat penghitung dengan kecepatan tinggi
mengukur waktu perjalanan sinar mulai pulsa berangkat sampai pulsa
kembali. Akhirnya hasil pengukuran waktu dikonversi menjadi jarak dari
penyiam sampai obyek.
Keterpaduan posisi dan sistem orientasi terdiri atas DGPS
(Differential GPS) dan IMU (Wehr dan Lohr, 1999) . GPS merupakan
konstelasi dari 24 satelit yang mengorbit bumi dan selalu memancarkan
sinyal yang memungkinkan seseorang menentukan posisi di muka bumi
setiap saat dan di mana saja dengan ketelitian yang sangat tinggi. IMU
terdiri dari dua komponen yaitu akselerator dan gyroscope, pengindera
penambah linear dan kecepatan sudut dari sistem koordinat platform-
fixed. Teknik inersial didasarkan pada integrasi linear dan kecepatan
sudut yang kemudian dapat digunakan untuk menghitung posisi platform
dan tiga sudut rotasi (Mohamed dan Price, 2003). Posisi Penyiam (X0, Y0,
Z0) ditentukan dengan GPS dan IMU menentukan sudut rotasi platform
(sudut putar arah terbang), (sudut putar melintang arah terbang) dan
(sudut putar yang tegak lurus sumbu terbang).

5.2. Penyiaman (Scanning)


Ada beberapa jenis penyiam (scanner) yang biasa digunakan untuk
akuisisi data Lidar (Optech, 2003) yaitu :
1. Penyiam cermin putar-kecepatan konstan (gambar 7),
2. Penyiam cermin osilasi (gambar 8)
3. Penyiam cermin nutasi (gambar 9)
4. Penyiam elips (gambar 10)
Gambar 7. Pola penyiaman kecepatan konstan (Maune,2007)

Gambar 8. Pola penyiaman cermin osilasi (Maune,2007)

Gambar 9. Pola penyiaman cermin nutasi (Maune,2007)


Gambar 10. Pola penyiam eliptik (Maune,2007)

5.3. Sistem Navigasi dan Unit Kontrol

Unit kontrol mengatur antarmuka digital antara LRF dan POS


(Wehr dan Lohr, 1999) . Geocoding dari pengukur penyiam Laser
memerlukan sinkronisasi yang tepat antara LRF dan POS. LRF mengukur
hanya vektor spasial dari penyiam Laser ke titik ground pada permukaan
bumi yang dibidik dengan sorotan Laser. Dengan mengkombinasikan
informasi GPS dan IMU menggunakan teknik Kalman filtering dapat
memperoleh penentuan posisi dan sikap (attitude) yang lebih teliti
(Schenk, 2001). Hasil akhir berupa data orientasi luar yaitu ( X0, Y0, Z0, ,
, ) (Baltsavias 1999b). Untuk menghitung posisi titik tiga demensi, unit
perekam pengukur jarak, sudut cermin scanner, posisi GPS dan informasi
orientasi IMU pada setiap saat (epoch) bidikan Laser dan kemudian
menampilkan serangkaian transformasi untuk merotasi dan menggeser
(translasi) jarak Laser dari sistem koordinat lokal pesawat udara ke dalam
sistem koordinat WGS84 (Gambar 11)
Gambar 11. Kesalahan akibat misalignment (Optech, 2003)

6. PEROLEHAN DATA LIDAR.

Beberapa pengertian yang digunakan dalam akuisisi, pengolahan


dan penggunaan data Lidar seperti tersebut di bawah ini, Raber dan
Cannistra (2005) :
1. Sistem Penentuan Posisi Global Wahana Udara ( Airborne Global
Positioning System = AGPS); Teknologi untuk menghitung
informasi koordinat X, Y dan Z dari udara yang dihubungkan satu
atau beberapa stasiun di pemukaan tanah. AGPS sensor ini sering
digunakan untuk fotogrametri dan akuisisi sensor aktif data Lidar.
2. Tanah Gundul (Bare earth); Data ketinggian digital di atas
permukaan tanah, yang bebas terhadap vegetasi, bangunan dan
berbagai macam struktur bangunan manusia. Ketinggian di atas
permukan tanah, data Tanah Gundul dapat dimodelkan sebagai
MED.
3. Garispatah (Breakline); fitur linear yang mendiskripsikan perubahan
permukaan smooth atau kontinyu. Garispatah biasanya ditemui
sepanjang tepi jalan dan sepanjang fitur hidrografi untuk memandu
pembuatan garis kontur yang teliti.
4. Model Elevasi Digital (MED), (Digital Elevation Model); sebuah
singkatan yang digunakan untuk menjelaskan data topografi digital.
Pada spasi interval yang rapat, dapat mewakili bentuk Tanah
gundul.
5. Model Permukaan Digital , (Digital Surface Model) ; Data set
ketinggian yang dibentuk dari koordinat teliti X, Y dan Z dari sistem
pantulan data Lidar. Model Permukaan Digital berisi semua
informasi data topografi, planimetri dan vegetasi untuk daerah
tersebut pada saat penyiaman Laser berlangsung.
6. Model Medan Digital (MMD), ( Digital Terrain Model); Sama dengan
MED, tetapi lebih menekankan pada fitur topografi di atas
permukaan tanah, seperti halnya kerapatan titik, garispatah yang
menggambarkan bentuk medan.
7. Unit Pengukuran Inersial ( Inertial Measurement Unit = IMU);
Teknologi untuk menghitung roll, pitch, dan heading dari obyek
yang bergerak, sebagai misal ; sensor Lidar atau Kamera udara.
8. Deteksi Sinar dan Jarak ( LIght Detection And Ranging = LIDAR);
Teknologi yang menggunakan Penyiam Laser Wahana udara
pengukur jarak (Airborne Scanning Laser Range Finder) untuk
memperoleh data topografi teliti, juga disebut Airborne Laser Swath
Mapping (ALSM).
9. Intensitas LIDAR ( LIDAR Intensity); Kekuatan dari pulsa sinar pada
waktu pengamatan. Besarnya intensitas dapat digunakan untuk
membuat file citra raster yang ditampilkan sebagai peta citra atau
bisa disimpan sebagai besaran intensitas setiap titik pada waktu
diukur.
10. Rit Pulsa LIDAR ( LIDAR Pulse Rate); Biasanya berkaitan dengan
jumlah pulsa sinar yang dipancarkan setiap detik dalam sebuah
penyiaman. Rit pulsa akan bervariasi tergantung jenis sensornya,
antara 5000 sampai 50.000 pulsa per detik.
11. Pantulan LIDAR ( LIDAR Returns ); Jumlah sinyal yang diterima
setiap detik. Beberapa sensor Lidar dapat menangkap ribuan
pantulan sinar per detik. Umumnya pantulan awal dan akhir
digunakan untuk aplikasi pemetaan. Pantulan awal mengukur
obyek pertama yang teramati, sedangkan pantulan akhir biasanya
mengukur permukaan tanah bila tidak terhalang obyek.
12. Jaringan Segitiga takteratur (Triangulated Irregular Network = TIN);
sejumlah perpotongan dan tidak tumpang tindih segitiga yang
dihitung dari titik-titik ruang yang tidak teratur dengan koordinat X,
Y dan Z. Model TIN digunakan untuk membentuk permukaan tanah
dari data MED.
13. Kosong (Voids); Bagian data set ketinggian digital yang tidak
tersedia data ketinggiannya.

7. AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LIDAR


Saat ini sudah banyak sistem Lidar komersial di pasaran yang
menyediakan jasa pemetan Lidar (Baltsavias 1999a). Seluruh proses
pemetaan dengan Lidar wahana udara dilakukan secara bertahap mulai
dari perencanaan jalur terbang, akuisisi data dan produksi titik tinggi.
Parameter-parameter tinggi terbang, sudut petak (swath) , rate scanning,
pertampalan samping jalur terbang dan kecepatan pesawat menentukan
kerapatan titik dan parameter tersebut dikemas untuk mengakomodasi
keperluan pekerjaan proyek (Baltsavias 1999b). Ketelitian data jarak
tergantung dari konfigurasi spesifik dari sistem Lidar. Sampai saat ini
ketelitian sistem Lidar komersial mencapai 15 cm secara vertikal dan 30
cm secara horisontal ( Fowler, 1999).
Kebutuhan untuk validasi ketelitian dan perataan yang
memungkinkan dipengaruhi oleh eksistensi residu sistematik pada DGPS,
IMU dan Sistem pengukuran jarak (Schenk, 2001). Sebagai tambahan
untuk data jarak, beberapa sistem Lidar menyediakan informasi pada
intensitas pencatat sinyal, informasi beberapa jenis obyek pada tapakkaki
(foot print) Laser dari pulsa tunggal (Ackermanm, 1999; Optech, 2003).
Intensitas tangkapan pulsa balik yang secara spesifik dapat membedakan
jenis vegetasi. Bila sorotan sinar menggelembung pada tapak obyek,
maka unit akan merekam pantulan dari kanopi pohon atau atap rumah
dan pantulan sinar dari tanah sebagai dua perbedaan ketinggian dari
pulsa tunggal (Schenk, 2001; Optech, 2003). Proses akuisisi data Lidar
menurut Raber dan Cannistra (2005), sama dengan akuisisi foto udara.
Perencanaan yang matang diperlukan sebelum proses akuisisi data,
pemahaman terhadap peralatan yang akan dipergunakan harus
dimengerti untuk penentuan parameter penerbangan.
Langkah-langkah proses akuisisi data Lidar seperti pada gambar 12.

Rencana Terbang Mobilisasi Instalasi


Peralatan

Verifikasi Misi Kalibrasi


Lapangan Penerbangan

Post- Proses Pembentukan Proses lanjut


Titik

Gambar 12. Langkah-langkah akuisisi data Lidar


1. Rencana terbang
Kunci utama perencanaan penerbangan adalah kecermatan
peralatan dan cakupan daerah, juga termasuk tinggi terbang, jumlah
pertampalan samping dan perencanaan jalur terbang melintang untuk
meningkatkan ketelitian. Parameter yang lain berupa kecepatan pesawat
dan lebar swath. Sebagai bagian dari perencanaan termasuk ijin terbang
yang harus disiapkan.
2. Mobilisasi
Dalam pekerjaan ini termasuk mobilisasi pesawat udara, sensor,
personil operasi lapangan ke lokasi proyek. Biasanya diperlukan 2 3
orang untuk membantu koleksi data, pilot dan mekanik pesawat udara,
operator sistem Lidar dan surveyor di darat. Aktifitas di darat meliputi
pengamatan GPS pada statiun utama , titik pengamatan dan survei test
validasi dan kalibrasi di lapangan.
3. Instalasi instrumen
Pekerjaan ini termasuk instalasi sistem Lidar di dalam pesawat
udara yang dilakukan sebelum dan sesudah survei berlangsung.
4. Kalibrasi Sistem
Kalibrasi sistem harus dilakukan setiap kali sistem Lidar dilepas
dan dipasang kembali dari pesawat udara. Kalibrasi ini berkaitan dengan
kerja sensor untuk survei dan hubungan geometris antara Sensor, antena
AGPS dan IMU.
5. Misi Penerbangan
Dalam sebuah misi penerbangan termasuk terbang survei dan
inisialisasi antara Sensor Lidar dan AGPS. Data umumnya berupa jalur
terbang yang terdiri dari beberapa jalur terbang yang merupakan satu misi
penerbangan.
6. Verifikasi Lapangan
Tes jalur terbang harus dilakukan menggunakan GPS atau survei
lapangan untuk validasi pengumpulan data lapangan. Verifikasi ini harus
diintegrasikan dengan data yang dikumpulkan dari data Lidar.
7. Post-proses
Pekerjaan ini termasuk pengolahan data Lidar dengan informasi
AGPS dan data IMU untuk menentukan model permukaan tanah.
8. Pembentukan Titik
Pembentukan titik-titik dilakukan untuk memperoleh model
permukaan tanah.
9. Proses Lanjutan
Pada proses ini dilakukan pemeriksaan adanya gap pada akuisisi
data lapangan baik data Lidar maupun hasil foto udara.
Informasi tambahan tentang parameter penerbangan adalah :
a. Keberadaan Awan yang mempengaruhi tinggi terbang,
b. Ijin Terbang untuk daerah rahasia dan pengawas penerbangan
(Security Officer),
c. Keselamatan penerbangan pada ketinggian antara 800 1500
meter,
d. Waktu penerbangan; akuisisi data Lidar dapat dilakukan siang
maupun malam hari,
e. Kondisi cuaca.
8. PERATAAN ANTAR JALUR TERBANG
Penggabungan data dilakukan hanya jika seluruh hasilnya
konsisten secara spasial. Persoalan yang sering terjadi pada data Lidar
adalah data tersebut menunjukkan pergeseran secara sistematik pada
elevasi dan posisi horisontalnya ketika dibandingkan dengan sumber data
lainnya, misal peta, dan kesalahan sistematik antara bagian-bagian yang
overlap dari data dengan sensor yang sama. Meskipun kesalahan-
kesalahan random ada pada seluruh pengukuran sensor, kesalahan
sistemastik sebagian besar mengacu pada ketidaktepatan atau
ketidaklengkapan kalibrasi. Pada sistem Lidar, parameter-parameter yang
mengandung kesalahan dari ketidaksejajaran (misalignment) antara
komponen navigasi dan komponen Laser perlu dihilangkan. Pengaruh dari
kesalahan-kesalahan tersebut tunjukkan pada gambar 13.

Gambar 13. Pergeseran pada jalur pertampalan akibat kesalahan kalibrasi


Gambar 13. menunjukkan profil melintang dari sebuah bangunan yang
berada pada area penyiaman yang bertampalan. Ketidaksamaan jalur-
jalur terbang (digambarkan dengan garis hijau dan biru) menunjukkan
bahwa bangunan tersebut nampak bergeser dari satu jalur terbang ke
jalur terbang lain dan permukaan tanah tidak konsisten. Jika
menggunakan ekstraksi fitur pada data, ketidaksejajaran (misalignment)
dari dua buah jalur akan menyebabkan kesalahan-kesalahan yang
diperoleh pada produk yang dihasilkan dari data Lidar.
Tujuan metode kalibrasi ini adalah memperoleh kesamaan
ketidaksejajaran sudut pandangan yang salah (boresight misalignment
angles) secara global dari beberapa jalur terbang yang berbeda. Model
persamaan kalibrasi diperoleh dari persamaan pengamatan sederhana :
m
ri m = rnav (t ) Rbm (t ) [ Rsb . ri s a b ]...(14)

Dalam hal ini :


ri m : koordinat dari sasaran Laser (i) dalam kerangka peta (m-frame)
m
rnav (t ) : koordinat dari sensor-sensor navigasi terkombinasi (GPS/INS)
dalam kerangka peta
m
Rb (t ) : matriks rotasi yang diinterpolasi dari kerangka tubuh navigasi (b-
frame) ke kerangka peta
Rsb : rotasi dari kerangka tubuh pada kerangka penyiam (s-frame) ke
kerangka tubuh
s
ri : vektor Laser dari penyiam dalam s-frame
ab : koordinat offset antara b-frame dan s-frame

Persamaan ini mengandung ketidaksejajaran sudut pandangan yang


salah ( Rsb ). Komponen-komponen Laser diperluas untuk memasukkan

sudut penyiam:
L
0

r = RL (t ) . r = RL (t ) 0 ...(15)
s S L S

0

Keterangan :
RLS (t ) : adalah rotasi dari kerangka Laser ke kerangka penyiam
menggunakan
cermin sudut penyiaman
rL : adalah vektor jarak Laser dalam kerangka cermin Laser (L-
frame)
d : pengukuran jarak yang terkoreksi dari Laser

Dikombinasikan, maka persamaan akan menjadi :

(t) Rbm (t) [ Rsb . RL (t) . r L a b ]..............................(16)


s
ri m = rnav
m

Dalam hal ini :


Rbm (t )
: matriks rotasi penuh dengan roll, pitch dan heading yang

diambil dari sensor navigasi (, , )


Rsb : matriks rotasi penuh untuk parameter-parameter yang memiliki
kesalahan penyusunan (, , )
RLS (t ) : matriks rotasi sekitar sumbu sekunder dengan sudut penyiam
()

Persamaan ini merupakan model dasar dari parameter-parameter


tambahan yang dapat ditambahkan. Untuk menambahkan sebuah
parameter karena kesalahan penyiam yang mengacu pada puntiran/torsi,
sudut penyiam harus diperluas:
= o .............................................................(17)

Keterangan :
: adalah sudut penyiaman yang terkoreksi digunakan pada
matriks rotasi penyiam RLo (t)
o : adalah sudut penyiaman mentah (raw scanner angle) dari
pencatat kode sudut penyiaman
: adalah jumlah koreksi-koreksi pada penyiam.
: adalah koreksi atmosfer.
Koreksi penyiam untuk puntiran/torsi dapat dimodelkan sebagai fungsi dari
sudut penyiam mentah, yaitu:
torsion = c. n ..................................................................................(18)

Keterangan :
c adalah nilai koreksi konstan untuk torsi
Persamaan gabungan untuk setiap epoh, menjadi:

Rbm {,,} [ Rsb {,,}. RL (t) { , c }. r L a b ]...............(19)


m s
r m = rnav
Parameter-parameter kalibrasi yang tidak diketahui (unknown) untuk
persamaan ini adalah:
x = , , k, c ...................................................................................(20)
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya,
parameter-parameter yang tidak diketahui dapat diselesaikan dengan
melakukan pengamatan titik-titik kontrol pada data Lidar. Kegunaan titik-
titik kontrol tersebut memungkinkan terbentuknya model parameter
kuadrat terkecil dan memberikan solusi khusus untuk perolehan
parameter-parameter kalibrasi. Titik-titik tersebut sangat diperlukan sekali
untuk melakukan metode kalibrasi dengan tidak tergantung pada titik-titik
kontrol tanah yang telah diketahui.
Satu cara untuk menyelesaikan persamaan pengamatan adalah
dengan melakukan pengamatan berbeda, kecuali fitur-fitur yang tidak
terkontrol pada area yang bertampalan. Fitur-fitur tersebut mungkin
memiliki kesamaan dengan yang digunakan dalam fotogrametri
konvensional seperti penandaan jalan; tetapi harus menghindari fitur-fitur
yang tidak kontinyu (non-continous features) seperti tepi-tepi bangunan
mengingat kemungkinan terjadinya kesalahan pengukuran. Kesalahan-
kesalahan kalibrasi menghasilkan ketidaksesuaian koordinat antara fitur-
fitur yang ada. Oleh karena itu penyelesaian kalibrasi dapat diperoleh
dengan cara meminimalkan ketidaksesuaian tersebut, yaitu untuk fitur
yang diamati dalam 2 strip yang overlap:
Pengguna mengamati fitur pada masing-masing strip,
(, , )
Jika efek dari tiap kesalahan kalibrasi tidak saling berhubungan dalam
pengamatan fitur, maka rata-rata untuk koordinat-koordinat fitur harus
diperkirakan nilai posisi yang sebenarnya,
X
i
X X
Y Y
1

n
Y = i 1 ..........................................(21)
n
Z Z t arg et Z sebenarnya
rata rata

Ketidaksesuaian antara posisi rata-rata dan posisi yang diamati pada titik
menjadi informasi kesalahan penutup yang diperlukan untuk
menyelesaikan parameter-parameter yang tidak diketahui dengan
meminimalisasi kuadrat terkecil (least-square minimization),
menggunakan parameter dari (Ackermann, 1999):
__ __
l = f ( x ) .............................................................................................(22)
__ ___
r = A + w .............................................................(23)
W = f ( x o ) 1 ...................................................................................(24)
__ __ __

= ( AT C11 ) 1 . AT C11 w x = xo + .......(25)


Keterangan :

l : adalah vektor untuk pengamatan yang diselesaikan

x : adalah vektor untuk unknown



f ( x) : adalah persamaan pengamaatan

r : adalah vektor untuk residual pengamatan yang diminimalkan

A : adalah matriks untuk derivasi parsial pada respect x


__

: adalah vektor untuk koreksi terhadap unknown


w : adalah vektor untuk kesalahan penutup
xo : adalah vektor untuk perkiraan awal
l : adalah vektor untuk rata-rata tiap nilai seri titik
C1 1 : adalah apriori matriks bobot

Sebagai model nono-linear, cara ini harus diiterasikan sampai


penyelesaiannya telah ditemukan, yaitu:
__ n __ n
w n 1 = f( x n + )-1, sampai = 0 ..(26)

Jika sensor IMU diperkirakan berorientasi ke kerangka Laser, maka


sudut-sudut pandangan yang dihasilkan (boresight) akan menjadi sangat
kecil. Perkiraan awal besarnya = 0 untuk sudut-sudut pandangan akan
cukup untuk memulai proses iterasi. Kualitas yang dihasilkan tergantung
pada jumlah dekorelasi yang cukup dari kesalahan kalibrasi pada posisi-
posisi fitur yang diamat. Sebaliknya, ini tergantung pada karakteristik data
yang ditentukan oleh perencanaan penerbangan (flight planning).
Algoritma yang dipergunakan dalam teknik pengolahan data Lidar
adalah meliputi:
1. Penapisan (Filtering); biasanya pada pekerjaan ini merupakan
langkah manipulasi hasil pengukuran yang tidak diperlukan atau
mencari permukaan tanah yang kontinyu dari berbagai data
campuran yang ada di permukaan tanah dan yang ada di atasnya
(Soininen, 2005). Untuk membedakan titik-titik yang ada di atas
bangunan maupun di kanopi pohon yang diharapkan di permukaan
tanah, maka digunakan cara statistik dan penapisan morfologi atau
fungsi berat yang sering digunakan (Vosselman, 2000). Data
mentah seberkas titik Lidar bisa diproses untuk menghilangkan
kesalahan kasar (blunders) yang terlihat adanya ketidak kontinyu di
atas permukaan tanah.
2. Segmentasi (Segmentation) ; Pada tahap ini berarti bahwa adanya
pemisahan di antara seberkas titik ke dalam jalur homografik yang
mendiskripsikan perbedaan geometrik, radiometrik atau struktur
tekstur (misal : jalan, bangunan atau vegetasi). Hal ini dilakukan
dengan menggunakan thresholding, clustering, deteksi batas
algoritma organisasi persepsi (Sithole, 2002). Sedangkan segmen
bangunan dapat dideteksi dengan membandingkan ketinggian.
3. Klasifikasi (Classification); Proses ini untuk membedakan di antara
beberapa obyek permukaan tanah (misal : bangunan, jalan-jalan,
semak-semak dan pohon) yang dikelompokkan menjadi beberapa
kelas yang berbeda pada klaster titik, (Soininen, 2005) dengan
menggunakan algoritma pola pengenalan (pattern recognition).
4. Interpolasi (Interpolation); Pelaksanaan interpolasi memperkirakan
ketinggian titik di beberapa lokasi. Banyak metoda untuk
menginterpolasi titik-titik yang tersebar atau permukaan format
raster. Metoda yang paling umum digunakan untuk interpolasi
adalah TIN atau Kriging, sedangkan untuk interpolasi citra raster
menggunakan tetangga terdekat (nearest neighbor), interpolasi
bilinear dan cubic convolution (Soininen,2005).
5. Pemodelan (Modelling); Pada tahap ini dibentuk permukaan tanah
atau obyek dasar pada bentuk geometrik properti. Permukaan
tanah diperkirakan sebagai kepingan yang menyambung secara
smooth yang dibentuk TIN. Untuk bentuk kombinasi yang berbeda
berupa jalan-jalan yang membentuk model jalan pada tingkat
resolusi yang berbeda sehingga membentuk pemandangan yang
berbeda. (Vosselman, 2000). Obyek akan dibedakan dalam bentuk
fitur dengan menggunakan parametrik, prismatik dan model
polihedral yang dapat dikonversi menjadi bingkai kawat (wire
frame).
6. Penghalusan (Smoothing) ; tahap ini berupa penghalusan untuk
menghilangkan gangguan noise secara acak agar menghasilkan
permukaan yang smooth, sehingga bentuk kontur akan lebih baik.
Pelaksanaan ini biasanya secara iteratif, membandingkan titik
dengan titik dekatnya dan meratakan ketinggiannya. Biasanya
bentuk yang paling cocok (the best fit) dihitung untuk sekelompok
titik dan titik pusat ketinggian yang digunakan. (Soininen,2005).
7. Interaksi Manusia (Human Interaction); Tahap ini merupakan
interaksi manusia untuk mengaplikasikan keahliannya untuk
mengolah komputer dari data Lidar. (Vosselman, 2000; Sithole,
2002).

9. KUALITAS MED DARI DATA LIDAR


Menurut ISO19113, 2002 dalam Hu, 2003, kualitas geoinformasi dapat
dideskripsikan dengan elemen kualitas data sebagai berikut :
a. Kelengkapan (completeness) : kelengkapan fitur termasuk
atribut dan hubungannya.
b. Konsistensi logis (logical consistency) : tingkat kelekatannya
pada aturan logis struktur data, atribut dan hubungannya (
struktur data dapat berupa konseptual, logikal adan fisik)
c. Ketelitian posisi (positional accuracy) : ketelitian posisi fitur
d. Ketelitian temporal (temporal accuracy): ketelitian temporal
atribut dan temporal hubungan fitur
e. Ketelitian tematik (thematic accuracy) : ketelitian kuantitatif
atribut dan kelengkapan nonkuantitatif atribut dan klasifikasi fitur
serta hubungannya.
Dalam kasus kualitas MED, kelengkapan, ketelitian posisi dan
ketelitian tematik mendapat perhatian yang signifikan. Ketelitian posisi
biasanya berupa ketelitian vertikal dan horisontal yang ditunjukkan dengan
perhitungan Root Mean Squared Error (RMSE) yang dihubungkan dengan
sejumlah titik kontrol. Menurut (FEMA, 2002) asumsi kesalahan berupa
distribusi normal, metadata akan menyatakan : MED dites untuk 1,96 x
RMSE (vertikal atau horisontal) ketelitian pada tingkat kepercayaan 95%.
Di lain pihak, perhitungan kualitatif dari kualitas MED dapat juga
dikerjakan melalui inspeksi visual kemampakan MED. Visualisasi
perangkat yang efisien untuk mengidentifikasi kesalahan dengan ketidak
konsistensian dalam set data.
(FEMA, 2002 dalam Luethy dan Ingensand, 2003) menyarankan 6
langkah aspek teknis tentang kualitas MED Lidar :
1. Ketelitian horisontal dan vertikal
2. Kerapatan titik
3. Data kosong, daerah tidak ada titik data, yang dalam hal ini
pantulan jamak telah diukur menurut ketentuan. Data void dapat
disebabkan oleh malfungsi sistem atau permukaan tidak
memantulkan (air, soil basah)
4. artifak, daerah anomali elevasi atau osilasi dan berlipat dalam data
MED yang menghasilkan kesalahan sistematik, kondisi lingkungan
atau post proses tidak lengkap
5. Outlier sering menyebabkan hasil yang salah untuk mencapai
permukaan tanah yang betul dari proses penyaringan. Outlier
tunggal dapat mengesampingkan puluhan atau ratusan titik cek
yang teliti, membuat seluruh nilai RMSE menjadi jelek.
6. Step, daerah yang secara tiba-tiba berubah ketinggiannya. Step
biasanya terlihat antara jalur terbang yang berdekatan dan
disebabkan data navigasi atau kalibrasi yang salah.
Sumber kesalahan MED Lidar dan cara meningkatkan ketelitian
didapat dengan upaya yang diambil untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang menyebabkan ketelitian horisontal dan vertikal dari MED Lidar dan
meningkatkan cara untuk mengeliminasinya. Untuk meningkatkan kualitas
hasil (Crombaghs, Brugelmann,et al. ,2000) mengidentifikasi 4 komponen
utama yang menyebabkan kesalahan geometris data Lidar (gambar 14)
a. Kesalahan tiap titik
Seharusnya untuk mengukur keragu-raguan dari setiap titik
penyiam Laser menyebabkan kesalahan random atau noise titik sekitar
10-15 cm. Hal itu dapat diturunkan dengan cara meratakan ketinggian dari
sejumlah titik dalam area guna keperluan menghitung nilai ketinggian
rerata pada daerah tersebut. Perbedaan tinggi titik pada perataan jalur
atau perhitungan ketelitian tidak harus dihitung secara individu titik sebab
noise titik akan mempengaruhi hasil.
Jika perbedaan dihitung sebagai perbedaan rerata dari grup yang terdiri
minimal 100 titik pada daerah tersebut kira-kira (50x50)m2 maka
kesalahan random dapat minimal. Titik noise sebesar 12 cm hasil dari
(12x2)/100=1,7 cm untuk perbedaan rerata tinggi.

Gambar 14. Komponen kesalahan dari akuisisi Lidar


b. Kesalahan tiap pengamatan GPS
Pengamatan GPS internal biasanya di set untuk setiap detik. Setiap
pengamatan GPS menyebabkan kesalahan random. Kesalahan GPS ini,
besarnya konstan untuk seluruh titik Laser terukur selama detik tersebut.
Biasanya titik-titik tersebut terletak dalam luasan jalur terbang kira-kira
60m panjang yang tergantung dari kecepatan pesawat (v = 60 m/detik).
c. Kesalahan tiap jalur
GPS dan sensor IMU diperlukan untuk mengukur posisi dan
orientasi pesawat udara sepanjang jalur terbang. Sistem GPS/IMU
mengenalkan vertikal offset untuk setiap jalur sepanjang jalur sebesar tilt
memanjang atau melintang. Kadang-kadang efek dari kesalahan
sistematik yang disebabkan GPS/IMU yaitu efek parabolik jalur melintang,
puntiran jalur dan efek periodik arah jalur terbang.

d. Kesalahan tiap blok


Pengukuran referensi terestris (titik kontrol tanah) digunakan untuk
mengoreksi blok pengukuran Laser. Sehingga, kesalahan pengukuran
referensi menyebabkan seluruh blok data ketinggian Laser. Perataan jalur
terbang dan teknik koreksi deformasi jalur terbang telah dikembangkan
untuk meminimalkan komponen kesalahan tersebut.

10. MODEL PERMUKAAN DIGITAL (MPD) dan MODEL ELEVASI


DIGITAL (MED)

MPD merupakan data set ketinggian yang dibentuk dari koordinat


teliti X, Y dan Z dari sistem pantulan data Lidar yang memuat semua
informasi data topografi, planimetri dan vegetasi, baik buatan manusia
maupun alam untuk daerah tersebut pada saat penyiaman Laser
berlangsung, seperti pada gambar 15.

Gambar 15. MPD, MED dan Normal MPD (Maune,2007)


Sedangkan pengertian Model Elevasi Digital umumnya berkaitan
representasi permukaan topografi yang mempunyai ketinggian medan.
Ketinggian medan yang mewakili posisi permukaan tanah mempunyai
posisi horisontal tertentu, sehingga data Lidar dapat digunakan langsung
sebagai model elevasi digital sebab mempunyai koordinat x,y,z untuk
setiap posisinya, akan tetapi bila elevasi tersebut di atas permukaan tanah
dan di situ ada obyeknya , maka lokasi tersebut merupakan model
permukaan digital.

Data seberkas titik


Lidar (*.x,y,z)

Model Permukaan 1. Penentuan Grid


Digital 2. Algoritma interpolasi

Penghilangan obyek diatas medan


Klasifikasi 1. Morfologi penapisan
2. Proses klasifikasi citra

Medan Non Medan

Konversi Interpolasi Model Elevasi Digital


data

Model Elevasi Digital

Normal MPD = MPD - MED

Gambar 16. Pendekatan umum MPD dan MED


10. PELAKSANAAN AKUISISI DAN PENGOLAHAN DATA LIDAR

Beberapa tahapan pelaksanaan akuisisi dan pengolahan data


Lidar yaitu :
1. Persiapan
2. Rencana jalur terbang
3. Setting Lidar System
4. Kalibrasi Lidar System
5. Pelaksanaan Scanning
6. Data download, Management dan backup Data
7. Pengolahan Data Lidar
8. Pengolahan Digital Foto
9. Kebutuhan Fasilitas Penunjang
LANGKAH PELAKSANAAN
1) Persiapan
Persiapan Administrasi
Berdasarkan Surat Perintah Kerja akan dilakukan sebagai berikut :
Permohonan Security Clearance. Security Clearance akan diterbitkan oleh
Direktorat Wilayah Pertahanan, Dirjen Strategi Pertahanan, Departemen
Pertahanan, RI dengan mengisi Formulir A dan Formulir Rencana
Kegiatan yang dilampiri Pengantar Security Clearance.
Baik Form A maupun pengantar SC harus diajukan dan ditanda tangani
Pemberi Pekerjaan atau Bupati/Walikota setempat atau Dinas di wilayah
PemKab/PemKota apabila yang mengajukan adalah Pihak Swasta.
Security Clearance normalnya memerlukan waktu selama 1 minggu
setelah berkas lengkap. Berdasarkan security clearance yang ada
dimohonkan Security Officer untuk mengikuti kegiatan survei tersebut.
Bersamaan dengan permohonan security officer dimohonkan pula Security
Clearance ke Mabes TNI-AU.
Surat Jalan
Surat jalan sangat diperlukan untuk memobilisasi peralatan kerja dan BBM untuk
operasi khususnya penerbangan. Tanpa adanya maksud dan tujuan yang jelas,
memobilisasi peralatan, khususnya BBM bisa dikenai sanksi hukum tertentu,
apalagi saat ini kondisi negara rawan kekurangan BBM.

Persiapan Teknis
Keberhasilan misi Airborne Laser Scanning berawal dari persiapan teknis ini,
yang terdiri dari :
Ground Reference
Merupakan titik yang mempunyai koordinat dan tinggi yang digunakan sebagai
dasar kalkulasi data lidar maupun digital image. Titik ini normalnya telah ada dan
tersebar diseluruh wilayah Indonesia yang dibangun oleh Bakosurtanal.
Umumnya titik yang ada pada tugu beton yang mempunyai posisi koordinat
berada di wilayah Bandara, sedang titik referensi elevasi berada di luar wilayah
Bandara, maupun tersebar pada jembatan sungai keluar masuk kota.
Apabila tidak terdapat titik nasional yang dibangun Bakosurtanal ini,
diusahakan menggunakan titik referensi lokal yang ada.
Fuel ( BBM )
Operasi penerbangan Airborne Laser Scanner akan dilakukan dengan Pesawat
Terbang bermesin Piston, sehingga memerlukan BBM dengan octant 110 yaitu
avgas ( Aviation Gasoline ).
Karena pengguna dan pemakai Avgas ini relatif jarang di Indonesia, ada
kemungkinan status Avgas tidak tersedia di Bandara Halim PK saat
pelaksanaan, sehingga diperlukan mengangkut dari luar wilayah yang masih
tersedia, seperti di Surabaya atau Semarang.

Peta-peta kerja
Peta kerja terdiri dari :
Route Chart penerbangan
Peta JOG 1 : 250.000
Peta Topografi 1 : 250.000

Selain peta kerja perlu dilengkapi data elevasi wilayah pemetaan seperti SRTM
untuk perencanaan jalur terbang.

OFFSET ( LEVER ARM ) ANTENA GPS

Dikarenakan data posisi yang ditentukan mengunakan GPS adalah di pusat


antena GPS yang dipasang ditubuh/fuselage pesawat, sedangkan rekaman
data adalah laser dan digital kamera, maka diperlukan offset atau ukuran jarak
dari antena GPS terhadap pusat laser generator dan pusat CCD (charge
coupled device) kamera, atau yang disebut offset data.
MOUNTING ANGLE (Lever arm)
Berbeda dengan offset Lever arm, Mounting Angle adalah perbedaan orientasi
antara 2 body frame atau lebih
Network Attached SERVER
Dikarenakan data hasil scanning cukup besar ( 1.5 MB setiap second scanning
time ) ditambah digital imagery 23 MB setiap Raw Image dan 130 MB tif
tiap image maka semua data perlu di downloading pada PORTABLE
SERVER dengan kapasitas yang memadai. Dikarenakan menggunakan NAS (
Network Attached Server ) portable dengan storage sebesar 2 TB ( Terra Byte )
dengan Gigabit Ethernet komunikasi yang dapat diakses secara bersamaan
pada beberapa laptop sebagai client.

2) Rencana jalur terbang


a) Permukaan Obyek Scanning
Perkiraan kondisi permukaan obyek yang akan di scanning akan
menentukan strategi scanning.
Semakin halus permukaan semakin kecil nilai pantulan sinar lasernya.
Berdasarkan klasifikasi Scanner yang akan digunakan, yaitu type LMS,
kekasaran permukaan wilayah perkotaan termasuk obyek dengan
pantulan sebesar 20% yang terdiri dari permukaan tanah tertutup aspalt,
tertutup bangunan,tertutup corn block dan sebagian kecil bervegetasi
tanaman keras,sebagian kecil merupakan wilayah tanah kering terbuka .
Nilai pantulan obyek ini akan menentukan ketinggian scanning.

Gambar 17.

b) Tinggi Terbang
Tinggi terbang scanning akan ditentukan oleh obyek yang akan di scan,
yaitu tingkat kekasaran obyek yang akan berpengaruh terhadap nilai
pantulan laser.
Sesuai dengan urain sebelumnya, bahwa nilai pantulan wilayah perkotaan
adalah sebesar 20%, maka tinggi terbang adalah sebesar 660 meter.
c) Arah Penerbangan
Arah penerbangan akan dilakukan ke arah Utara-selatan. Selain mengikuti
arah memanjang batas wilayah kecamatan yang akan di scan, arah Utara-
selatan mendekati arah jalur jalan.
Scan dengan arah searah memanjang wilayah yang di scan akan efektif
dan ekonomis, karena jumlah jalur terbang akan minimum karena jumlah
jalur belok minimum.
Pertimbangannya adalah agar sebanyak mungkin titik scan bisa mencapai
permukaan tanah terutama jalan. Dengan arah penerbangan hampir
sejajar arah jalan utama,dimana jalan cabangnya secara normal juga akan
terliput titik scan. Hal ini dipertimbangkan karena wilayah scanning adalah
rapat bangunan pemukiman, di samping itu untuk keperluan perkotaan,
jalan raya harus terliput sebanyak mungkin titik scan yang cukup penting
untuk prediksi banjir perkotaan.
Selain pertimbangan teknis tersebut di atas, arah penerbangan Utara-
Selatan juga akan meminimalkan kasus non teknis karena wilayah
perkotaan yang akan di scan mempunyai kendala penerbangan tertentu.
Apalagi penerbangan dengan ketinggian 660 meter atau 2000 feet di atas
permukaan tanah.
Penerbangan dengan ketinggian tersebut (2,000 ft) dengan control lokal,
(contoh : dalam kontrol menara Halim PK). Untuk penerbangan dengan
ketinggian 5,000ft ke atas baru masuk pada control menara pengawas
regional (contoh : Cengkareng). Hanya dengan pertimbangan safety
penerbangan saja, maka penerbangan akan dilakukan dengan koordinasi
menara pengawas penerbangan regional (Cengkareng) termasuk pemberi
tahuan pada setiap insan penerbangan di sekitarnya yang sedang
melakukan kegiatan dengan menerbitkan NOTAM (Notice To Air Man)
Adapun contoh rencana Jalur terbang adalah sebagai berikut:
Gambar 18. Rencana jalur terbang
Jumlah Jalur terbang adalah 24 lines ,dengan jalur terpanjang adalah
12,6 Km. Pada Run 8 dan Run 9
Total Line-Km Jalur terbang adalah 196 Km
Jalur terbang untuk scanning akan digunakan juga untuk jalur terbang
digital foto pada saat bersamaan (simultan)

d) Cakupan Lidar dan Foto Digital


Dengan ketinggian terbang 660 meter, maka akan diperoleh lebar
cakupan untuk Lidar maupun foto digital adalah sebagai berikut:
Lidar mempunyai Cakupan dengan lebar 660 meter, panjang
sesuai dengan panjang jalur terbang atau tergantung perolehan sesuai
kondisi cuaca saat scanning dilakukan. Cakupan Lidar ini biasa
disebutkan dengan Carpet swath width, karena menyerupai benuk karpet
yang digelar memanjang. Cakupan selebar 660 tersebut diperoleh karena
sudut scan sebesar 60 dengan ketinggian 660 meter akan memperoleh
lebar cakupan sama dengan tinggi terbang.
Untuk keperluan data prosesing yaitu perataan data Lidar maka
perekaman data Lidar dilakukan bertampalan kearah sejajar jalur terbang
sebesar 30%.

Cakupan digital foto


Berbeda dengan cakupan Lidar yang tidak dibatasi frame atau frameless,
Digital foto mempunyai frame dengan jumlah 4080 pixel X 5060 pixel.
Untuk penerbangan dengan ketinggian 660 meter digital foto akan
mempunyai resolusi pixel sebesar 12 cm, sehingga ukuran cakupan
setiap frame foto adalah 490 meter X 607 meter, dimana lebar foto
adalah searah jalur terbang.
Setiap frame foto akan mempunyai pertampalan sebesar 30% baik searah
jalur terbang maupun tegak lurus jalur terbang.
Frame foto digital akan mengikuti jalur terbang scanning Lidar.
3) Setting Lidar System
Setting Lidar akan menentukan hasil akhir dari data yang akan dihasilkan.
Karena akan menggunakan fixed wing, maka setting system Lidar akan
dilakukan di dalam kabin pesawat.
Yang perlu diperhatikan adalah tingkat vibrasi pesawat karena putaran
mesin yang akan mempengaruhi kualitas data Lidar, baik dari laser
generatornya, image motion maupun data IMU.
Setelah dilakukan setting system Lidar, harus segera dilakukan
pengukuran OFFSET antena GPS terhadap Lidar maupun Kamera Digital,
yang akan dilakukan dengan metode terristrial total station

4) Kalibrasi Lidar System


Setelah System Lidar dipasang pada pesawat terbang dan dilakukan
pengukuran OFFSET maka sebelum system dilakukan untuk scanning,
harus dilakukan kalibrasi terlebih dahulu.
Adapun rencana kerja kalibrasi akan dilakukan di landasan pacu yang
tidak terlalu sibuk seperti di Pondok Cabe atupun di Semplak Bogor.
Kalibrasi dilakukan dengan melakukan penerbangan dan exposure foto
secara bersamaan pada ketinggian sesuai dengan rencana scanning yaitu
660 meter.
Scanning dilakukan searah landasan pacu dan cross run, masing-masing
pada jalur terbang arah bolak balik sehingga pada ketinggian terbang 660
meter akan didapat 4 jalur scan dan foto.
Kalibrasi dilanjutkan dengan ketinggian setengahnya yaitu pada
ketinggian terbang 330 meter.
Ilustrasi rencana kerja Kalibrasi adalah sebagai berikut :

Gambar 19 Kalibrasi Lidar udara

Ilustrasi di atas terdiri dari 2 bagian yaitu bagian kiri dan sebelah kanan.
Bagian kiri menggambarkan pandangan dari atas Landasan Pacu yang
akan memperoleh 4 jalur scan, sedangkan Ilustrasi sebelah kanan
merupakan pandangan view bird untuk menggambarkan landasan pacu di
scan pada ketinggian maupun arah yang berbeda.
5) Pelaksanaan Scanning
Setelah pesawat terbang disiapkan dan di-release terbang oleh Mekanik
yang bersertifikat sesuai dengan otorisasinya, Pilot harus melakukan pre-
flight check terlebih dulu. Pre flight dilakukan terutama pada mekanisme
flight control yang sangat menentukan untuk penerbangan scanning.
Setelah pilot melakukan preflight check dan dirasa tidak ada kelainan
mesin dan panel kontrol, maka sebelum terbang, pilot akan membuat
rencana penerbangan dengan mengisi formulir Flightplan di serahkan
kepada menara pengawas penerbangan.
Selanjutnya menara pengawas penerbangan akan selalu berkoordinasi
dan membimbing penerbangan ke lokasi scanning.
Scanning dan perekaman digital foto akan dilakukan dengan ketinggian
660 meter di atas tanah atau 2000 feet kearah Utara-Selatan sesuai
rencana jalur terbang.
Scanning dan perekaman digital foto akan di mulai kira-kira 500 meter
sebelum dan sesudah ujung rencana jalur scan.
Selama scanning dan perekaman digital foto, status pesawat harus
STRAIGHT and Level, yang berarti harus lurus tanpa kelak-kelok.
Sebelum scanning dilakukan, status GPS/INS harus sudah merekam data
GPS pada interval setiap detik dan INS harus merekam data sebanyak
200 data setiap detik.
Selama scanning dan perekaman digital foto, operator mengamati
indikator yang ada seperti indikator Pesawat untuk koordinasi dengan pilot
agar pesawat dilakukan koreksi seperlunya karena pengaruh angin
misalnya atau karena fisik pilot telah lelah maupun stress.
Selain indikator pesawat, operator Lidar juga akan mangawasi status
indikator Lidar, baik indikator jarak ke permukaan yang discan maupun
indicator flow data ke unit recorder dan load Hard Disk data Recorder.
6) Data download, Management dan backup Data
Hasil scan akan menghasilkan data yang sangat besar yaitu kira-kira 1.5
Mb setiap detik. Termasuk jumlah foto yang cukup banyak yaitu 3 foto
setiap 1 Km panjang jalur terbang.
Sehingga setiap penerbangan scaning dan perekaman foto mempunyai
data hasil scan, perlu segera dilakukan download sesuai dengan system
management file pada folder yang disiapkan. Nama dan tingkatan dari
Folder akan dikonsultasikan pada pemberi pekerjaan terlebih dahulu
sebelum digunakan untuk download data.
Raw data setelah di download akan segera di BackUp sebagai standard
prosedur scaning lidar.

7) Pengolahan data Lidar


Trajectory
Trajectoty adalah Lintasan Penerbangan saat dilakukan scanning dan
perkaman digital foto.
Trajectory ini diperoleh dari pengolahan data GPS Kinematik dan INS
yang direkam saat pelaksanaan scanning.
Trajectory merupakan gambaran dari tabulasi yang berisi data sebagai
berikut :

Time Long Lat Elev Roll Pitch Yaw


Trajectory dalam ilustrasi grafis adalah sebagai berikut :

Gambar 20. Trayektori


Trajertory berfungsi sebagai awal pengolahan data Lidar maupun digital
orthofoto
Digital Signal Processing
Hasil scanning yang di download masih berupa pulsa digital seperti
ilustrasi berikut

Gambar 21. Pantulan Lidar


Sehingga perlu dilakukan pengolahan signal procesing. Dengan
menggunakan Algoritma Full Wave Form ,hasil rekaman data Lidar akan
diproses manghasilkan Lidar point Cloud seperti tampak pada penampang
berikut :

Gambar 22. penampang melintang


Dari Ilustrasi penampang tersebut tampak semua titik pantulan laser
seperti Bangunan, vegetasi maupun ground terrain.
Hasil Signal Prosesing masih dalam sistem koordinat Laser, sehingga
perlu ditransformasikan pada sistem koordinat Ground.
Transformasi Koordinat Point Cloud
Point Cloud dalam system koordinat Laser harus di transformasikan
kedalam system tanah agar dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
Transformasi point cloud akan menggunakan data Trajectory seperti
disebutkan dalm tabel Trajectory dalam uraian sebelumnya.

Adjustment Data Lidar


Hasil Scan data Lidar pada 2 arah yang berbeda akan mempunyai
kesalahan karena terdapat perbedaan sudut kecil saat pemasangan
seperti pada ilustrasi berikut :

Gambar 23. perataan antar jalur


Sebelum Adjustment Setelah Adjustment

Gambar 24 Pengaruh perataan

Klasifikasi Point Cloud data Lidar


Point cloud data Lidar pada sistem koordinat tanah berupa data DSM
(Digital Surface Model) yaitu kumpulan dari titik-titik dengan kerapatan 1
meter yang terletak baik di permukaan tanah, di atas atap bangunan, di
kanopi vegetasi harus diklasifikasikan untuk mendapatkan data terrain
atau dikenal dengan istilah DEM (Digital Elevasi Model), yaitu kumpulan
titik-titik yang mempunyai elevasi hanya di permukaan tanah saja.
DEM ini berfungsi untuk pengolahan foto digital untuk menghasilkan peta
foto yang akurat.
Selain itu data DEM juga dapat berfungsi untuk evaluasi, analisa maupun
simulasi Banjir dan tsunami.
Prosedur kerja klasifikasi akan menggunakan Algoritma klasifikasi daerah
perkotaan ,yaitu dengan terrain yang relatif datar, dengan bangunan
pemukiman yang rapat.

8) Pengolahan Digital Foto

Time Image
Time Image merupakan daftar file foto digital yang dilengkapi dengan
Time stamp yaitu waktu yang didapat dari pertengahan waktu exposure.
Time stamp ini bersama Trajectory akan mendapatkan layout foto digital,
yang bersamaan dengan data GPS/INS , time stamp dan file foto digital
akan diolah menghasilkan ortho foto.

Digital Orthofoto
Digital orthofoto akan didapat dari rektifikasi setiap frame foto digital
sesuai dengan data GPS/INS dan time stamp dan data mass point DEM
hasil klasifikasi point cloud data Lidar.
Digital foto yang di mosaic dan di cutting sesuai dengan lembar Peta
Daerah Survei akan menghasilkan peta foto yang dimaksud.
Peta foto juga dilengkapi dengan Legenda dan Nama-nama geografi.

9. Kebutuhan Fasilitas Penunjang


Fasilitas penunjang yang cukup penting dalam layanan jasa pemetaan
Lidar ini adalah :
1. Pesawat Terbang Survei
2. Lidar Generator
3. Airborne Data Recorder
4. GPS Kinematik
5. Inertial Measurement Unit
6. Server Komputer
7. Software pengolahan data Lidar
8. Software pengolahan foto Digital
Foto berikut adalah system Lidar yang akan digunakan untuk layanan jasa
pemetaan Lidar :

I.M.U

Lidar Kamera
Scanner Digital

Gambar 25. Pesawat udara

Gambar 26 Konfigurasi Lidar

Pesawat Terbang Survei Lidar


12. KONTROL KUALITAS DATA LIDAR
Pada data Lidar tidak terdapat Redundancy seperti stereo foto
udara, maka diperlukan prosedur kontrol kualitas. Redundancy adalah
data lebih untuk maksud memeriksa kesalahan blunder sekaligus untuk
perataan hasil agar mendapatkan kualitas yang lebih baik. Kontrol kualitas
untuk penelitian ini dilakukan dengan pengukuran di darat untuk
menghasilkan data kontrol yang berupa koordinat X-Y dan Z pada lokasi
tertentu. Lokasi area kontrol kualitas ditentukan pada daerah yang
mendekati jalur terbang, pada daerah yang dapat diidentifikasi letaknya
secara visual. Seperti contoh adalah pada daerah di sekitar sungai dan di
persimpangan jalan atau jembatan, di depan bangunan rumah yang
mempunyai kenampakan spesifik agar tidak salah pada identifikasinya.
Pengukuran dilakukan dengan GPS Geodetik statik defferensial
positioning dari titik referensi yang digunakan sama sewaktu pelaksanaan
pemotretan udara maupun pada pengambilan data penyiaman agar tidak
terdapat kesalahan sistem referensinya sedangkan detilnya diukur
menggunakan Total Station. Dengan mamasukkan data koordinat dan
elevasi hasil pengukuran lapangan tersebut, dapat diketahui perbedaan
yang terjadi atau adanya kesalahan dan besar perbedaannya. Apabila
sifat kesalahan yang ada adalah linear, maka dapat disimpulkan terjadi
kesalahan sistematik, sehingga perlu dilakukan koreksi berdasarkan
kaidah hitungan kuadrat terkecil.
Pemeriksaan Lapangan (Field check) dilakukan untuk memperoleh
ketelitian MED yang diperoleh dari sistem Lidar untuk tutupan lahan
daerah persawahan, permukiman, lingkungan sungai dan daerah hutan.
Data Lidar dibandingkan dengan pengukuran terestris pada masing-
masing tutupan lahan ke arah vertikal dan horizontal . Adapun
perhitungan selisih beda tinggi antara posisi titik Lidar dan titik Lapangan
dengan menggunakan interpolasi linier seperti pada gambar 27.
Sedangkan untuk perbedaan posisi horisontal diukur berdasarkan citra
ortofoto yang mewakili kondisi lapangan dengan posisi titik Lidar seperti
ditunjukkan pada gambar 28.
titik lidar

titik lapangan

Gambar 27 . Pemeriksaan Lapangan antara titik Lidar dan titik lapangan


dengan cara interpolasi linier

Gambar 28. Pemeriksaan Lapangan antara titik Lidar dan ortofoto pada
1 posisi horisontal

PELAKSANAAN KONTROL KUALITAS

Ketelitian Vertikal
Ketelitian vertikal data Lidar diperoleh dengan mengukur perbedaan
elevasi obyek permukaan bumi secara terestris dengan elevasi hasil
scanning dan dinyatakan dengan Root Mean Square Error (RMSE).
Besaran ini merupakan akar kuadrat rata-rata dari sejumlah perbedaan
kuadrat antara nilai koordinat dataset dan nilai koordinat dari sumber
yang bebas pada titik yang identik dengan ketelitian yang lebih tinggi.

........(27)

Keterangan: ZdataI = koordinat vertikal titik uji yang ke I, ZcheckI =


koordinat vertikal titik uji yang di peroleh dari sumber yang bebas dan
ketelitian lebih tinggi, n = jumlah titik diuji, I = angka dari 1 sampai n.
Kondisi ini diasumsikan bahwa kesalahan sistematik telah dihilangkan
sebaik mungkin. Jika kesalahan vertikal terdistribusi normal maka faktor
1,96 untuk menghitung kesalahan linier pada 95% tingkat kepercayaan.
Ketelitian vertikal yang berupa ketelitian Z dihitung menurut NSSDA
dengan menggunakan formula

..(28)

Anda mungkin juga menyukai