I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi setiap DAS (Daerah Aliran Sungai) selalu dinamis mengalami
perubahan baik dari lahan, tanaman dan air karena usaha pengelolaan yang dilakakukan
oleh manusia (faktor maangemen) atau karena perubahan alam (kondisi alami).
Perubahan tersebut terutama oleh faktor yang cepat berubah seperti erosi, teras atau
bangunan konservasi tanah, dan penutupan lahan. Perubahan yang lambat berubah atau
akan berubah menurut umur geologi > 100 tahun antara lain faktor tetap seperti bentuk
lahan, tipe batuan, jenis tanah, dan kemiringan lereng.
Penginderaan jauh sebagai alat untuk mendeteksi perubahan kondisi penutupan
lahan dapat dimaksimalkan untuk beberapa perhitungan yang terkait dengan formula
analisis sidik cepat. Beberapa perhitungan dari ahasil analisis perhitungan dengan alat
bantu citra satelit yang mengandung data digital antara lain yang terkait dengan kondisi
fisik lahan seperti kemiringan lereng, arah lereng, dan penutupan lahan juga perhitungan
formula untuk mendapatkan hasil erosi kualitatif dan erosi kuantitatif.
b. Koreksi Geometrik
Ketika akurasi area, arah dan pengukuran jarak dibutuhkan, citra mentah harus
selalu diproses untuk menghilangkan kesalahan geometric dan merektifikasi citra kepada
koordinat system bumi yang sebenarnya. Dengan citra satelit, sebagai contoh, kesalahan-
kesalahan itu didahului oleh beberapa faktor seperti, putaran (roll), gerak anggukan
(pitch) dan penyimpangan dari garis lurus (yaw) platform satelit dan kelengkungan bumi.
Untuk mengoverlaikan atau memosaik citra dalam ERMapper, citra tersebut harus berada
pada system koordinat yang sama. Koordinat umumnya adalah dapat berupa "raw"
(belum terkoreksi), atau system proyeksi peta dunia yang sebenarnya.
Sebuah Ground Control Point (GCP) adalah sebuah titik di permukaan bumi
dimana antara koordinat citra diukur dalam baris dan kolom) dan proyeksi peta (diukur
dalam derajat latitude longitude, meter atau feet) dapat diidentifikasi. Rektifikasi adalah
proses menggunakan GCP untuk transformasi geometri citra sehingga masing-masing
pixel terkait dengan sebuah posisi di sistem koordinat bumi sebenarnya (seperti
latitude/longitude atau easting/northing). Proses ini kadang disebut dengan "warping"
atau 'rubhersheeting" karena data citra direntangkan atau dirapatkan sesuai keperluan
untuk menyesuaikan dengan grid peta bumi atau system koordinat.
Ortorektifikasi adalah bentuk lebih akurat dari rektifikasi karena mengambil
penghitungan sensor (kamera) dan karakteristik platform (pesawat terbang). Ini khusus
direkomendasikan untuk foto udara. Ortorektifikasi dicakup terpisah di dalam `Image
orthorectification'.
Registrasi adalah penyesuaian sederhana dua citra sehingga mereka dapat
dioverlai atau superimpose untuk perbandingan. Dalam kasus ini, citra tidak harus
direktifikasi ke dalam proyeksi peta (mereka dapat berada dalam sistem koordinat `raw').
ERMapper Rectification utilities biasanya sering digunakan untuk
melaksanakan empat jenis operasi yang berbeda.
Image to map rectification menggunakan polynomial (titik kontrol) atau gcocoding
linier untuk merektifikasi sebuah citra ke dalam sebuah datum dan proyeksi peta
menggunakan GCP
Image to image rectification menggunakan polynomial (titik kontrol) atau geocoding
linier untuk merektifikasi satu citra ke citra yang lainnya menggunakan GCP
Map to map transformation, mentranformasikan sebuah citra yang sudah direktifikasi
dari satu datum/proyeksi peta ke datum/proyeksi peta lainnya.
Image rotation, merotasikan sebuah citra kedalam beberapa derajat
Masih ada beberapa hal yang membedakan antara gambar vektor dan raster.
Namun perbedaan inti dari kedua format tersebut adalah fleksibilitasnya, vektor
mempunyai tingkat fleksibilitas yang tinggi sedangkan raster tidak. Hal ini mempunyai
dampak yang besar dalam pengimplementasiannya pada HTML. Seperti yang telah
diketahui sebelumnya, dengan tingkat fleksibiltas gambar vektor sehingga gambar dapat
dizoom atau dimodifikasi tanpa merusak gambar asli, vektor pada HTML untuk
menampilkan grafik harus mengkalkulasikan data-data yang telah disediakan dalam file
vektor tersebut pada sisi end-user. Hal ini berarti grafik harus diproses terlebih dahulu
sebelum dapat dilihat oleh pengguna. Pada raster, grafik sudah diproses sedemikian rupa
sehingga gambar yang ada dapat ditampilkan pada user tanpa melalui proses yang
panjang dan kompleks.
Dari penjelasan diatas berarti vektor memerlukan waktu proses yang lebih lama
daripada raster agar dapat ditampilkan. Hal ini akan dapat semakin jelas dilihat jika
gambar vektor dan raster ditampilkan pada halaman web dan gambar tersebut dapat
digerakkan sesuka hati dengan menggunakan javascript. Setiap terjadi perubahan pada
gambar di web seperti perubahan letak gambar, gambar berbasis vektor harus diproses
ulang sedangkan gambar berbasis raster hanya perlu disesuaikan dengan posisi yang baru.
Hal ini akan berakibat pada performa penampilan gambar pada web, gambar berbasis
vektor besar kemungkinan akan memperlambat proses modifikasi gambar pada web
melalui javascript sedangkan gambar berbasis raster sebaliknya. Berikut adalah
perbandingan gambar vektor dan raster dalam pengimplementasinnya pada halaman web
dengan menggunakan JavaScript (Tabel 1) :
Tabel 1. Perbandingan Vektor Data Grafis dan Raster Data Piksel
VEKTOR RASTER
3. Mempercepat page load halaman web Memperlambat page load halaman web
karena ukuran filenya yang rata-rata karena ukuran filenya yang rata-rata lebih
kecil daripada raster besar daripada vektor
a. Analisis Vektor
Secara implisit berbentuk struktur data vektor dengan bentuk topologi
titik/garis/area(poligon): Atribut obyek dinyatakan dengan himpunan vektor yang
menyatakan keterhubungan (relational).
• Merupakan representasi yang cocok untuk penyajian dalam format peta (konvensional).
• Obyek geografis disajikan dalam titik atau segmen garis.
• Keuntungan dan keterbatasannya:
Membutuhkan tempat penyimpanan data yang kompak
Penyajian garis yang sangat halus
Proses overlay dan perhitungan luas area memerlukan algoritma yang kompleks
Merupakan data baku pembentuk data spasial untuk keperluan SIG/peta
Kelebihan (+) :
+ Data dipresentasikan pada resolusi yang sesungguhnya
+ Hasil cetak vektor lebih estetis dan memenuhi standar kartografi
+ Sebagian besar data rujukan berbentuk vektor/peta, jadi tidak perlu konversi data
+ Lokasi geografis dapat dibuktikan keakuratannya
+ Informasi topologi dapat disimpan dengan efisian, sehingga analisa bisa efisien
Kekurangan (-):
- Koordinat tiap titik/verteks harus disimpan secara eksplisit
- Diperlukan pembentukan struktur topologi yang memakan waktu dimana setiap
perubahan perlu pembangunan ulang struktur tersebut
- Algoritma vektor kompleks dengan waktu proses yang tinggi untuk data besar
- Data kontinu, seperti tinggi permukaan bumi perlu dilakukan interpolasi
- Analisis spatial, registrasi dan filtering tidak dapat dilakukan
b. Analisis Raster
Secara eksplisit berbentuk struktur data raster: Atribut obyek dinyatakan dengan
simbol / warna / tingkat keabuan yang merupakan nilai sel atau piksel
• Semua obyek geografis dalam bentuk TGA dinyatakan dengan sel atau piksel (luasan
kecil) yang merupakan titik yang mempunyai koordinat dan atribut.
• Merupakan pendekatan yang sesuai dengan data inderaja berupa citra dijital yang
merupakan salah satu data masukan SIG.
• Keuntungan dan keterbatasannya:
Membutuhkan tempat penyimpanan data yang besar
Penyajian kurang baik / kurang halus tergantung resolusi
Representasi yang sangat kompatibel dengan proses komposit lapis data SIG
Merupakan data baku pembentuk citra dijital pada sistem inderaja
Kelebihan (+) :
+ Letak geografis dinyatakan secara eksplisit berdasarkan posisi pixel/grid cell
+ Sifat penyimpanan data dalam matriks membuat analisis ebih mudah dan cepat
+ Sifatnya inherent (tiap area memiliki atribut sendiri) sehingga memudahkan
pemodelan matematik atau analisa kuantitatif
+ Kompatibel dengan data lain dan alat keluarannya (monitor, printer dan plotter)
Kekurangan :
- Resolusi ditentukan oleh ukuran sel atau piksel atau elemen, makin kecil makin
akurat tetapi makin besar atau berat datanya
- Sulit untuk analisis jaringan dan representasi feature garis karena tergantung
ukuran pixel, karena semakin rendah rosolusi maka akan nampak kotak-kotak sel.
- Pemrosesan data atribut dikaitkan dengan data spasial akan merepotkan karena
sifatnya yang inherent, karena setiap proses atributnya selalu menyertainya.
- Karena sebagian besar data rujukan berbentuk vektor maka diperlukan konversi
dari raster ke vektor, sedangkan untuk kalkulasi lebih mudah dengan raster
- Hasil cetak data raster tidak sebaik hasil cetak data vektor (jigsaw)
b. Interpretasi Digital
Karakteristik objek menggunakan formulasi 2 jenis gelombang yaitu inframerah
(NIR) dan merah (read). Pohon yang hijau yang memiliki kandungan klorofil yang tinggi
dengan tingkat pemantulan (refleksi) yang tinggi pula akan tampak lebih cerah. Semua
objek di bumi memiliki karakteristik spectral tertentu.
Kegunaan Resolusi Spektral dan keahliannya antara lain; Dengan mengetahui
Visibelitas dan Tingkatan Spektrumnya, maka orang akan dapat menentukan kandungan
suatu mineral yang terdapat pada tanah tersebut. Sehingga diketahui daerah yang
mengandung sumber mineral. Di Dunia ini, masih sedikit lembaga yang memiliki
kemampuan mengetahui citra spectral tertentu. Salah satunya USGS, yang memiliki
Spectral Library yang mampu mengenali objek-objek di bumi secara spectral.
Jenis awan juga dapat terdeteksi. Jenia awan Cyirus, Strocumulus, Stratus
memiliki karakteristik spectral yang berbeda untuk mengetahui distribusi curah hujan.
BMG juga memanfaatkan MTSAT (meteorology satuan) yang satelitnya diopersikan oleh
Japan. Jenis Satelit yang mengorbit secara umum dibedakan menjadi dua yakni;
Geostationer dan Sansinkronos. geostationer menggunakan bumi sebagai referensi
orbitnya, sehingga kecepatan orbit bumi sama dengan kecepatan orbit satelit. Sedangkan
Sansinkronis menggunakan referensi waktu. Satelit melewati titik tertentu pada waktu
yang telah ditentukan. Alat terbaru yang akan dimiliki Departemen Geografi, Universitas
Indonesia adalah spektroradiometer dengan ketelitian resolusi 0,3 – 1 meter. Alat ini
dapat digunakan untuk merekam nilai spectrum masing-masing objek. Jenis hutan di
Indonesia secara umum dibedakan menjadi dua yakni hutan berdaun jarum (broad leaf
forest) dan hutan berdaun lebar (needle leaf forest).
Garis Jalan: garis merah; sungai: (1) merupakan gambaran unsur garis
garis biru; batas negara: garis yang dapat menunjukkan unsur besaran
hitam; sesuai dengan bentuk secara sebanding, jalan tol: garis tebal,
nyata atau khayal, pola atau jalan kampung: garis tipis; (2)
karakteristik dari unsur yang menghubungkan titik/tempat yang
diwakilinya. mempunyai kuantitas/nilai sama, contoh:
garis kontur isobar menghubungkan
tempat-tempat dengan tekanan udara
yang sama; (3) garis dengan tanda arah /
panah menyatakan arah gerakan, contoh:
arah angin atau arah perpindahan
penduduk.
Poligon contoh: wilayah pertanian dan contoh: peta kepadatan penduduk yang
wilayah hutan lindung yang tingkat kepadatannya bisa dibedakan
bisa dibedakan dengan dengan warna yang makin gelap
memberi warna area tersebut menyatakan makin padat atau dengan
dengan kuning dan hijau atau mencantumkan nilai/harga statistiknya.
dengan deskripsi textual.
Simbol area.
a. Data Spasial
Data Spasial berupa titik, garis, poligon (2-D), permukaan (3-D), terdiri dari
informasi posisi geografis. Data Spasial: merupakan data grafik berbentuk poligon yang
merupakan closed area yang menghubungkan posisi-posisi geografis di lokasi Pondok
Indah (Tabel 3).
Tabel 3. Data Spasial untuk Fromat Titik, Garis, Poligon dan Permukaan
b. Data Deskriptif
Data Deskriptif merupakan uraian atau atribut data spasial (anotasi, tabel, hasil
pengukuran, kategori obyek, penjelasan hasil analisis / prediksi dll.). Data Non-Spasial:
Luas Permukiman, Jumlah Penduduknya, Jumlah Rumah, Jumlah Kepala Keluarga,
Pendapatan Rata-Rata Kepala Keluarga, dll (Tabel 4).
Tabel 4. Data Deskriptif dalam Format Tabel, Laporan, Perhitungan dan Grafik Anotasi
Gambar 2. Beberapa Parameter Fisik yang Diperoleh dari Hasil Analisis Penginderaan
Jauh.
Gambar 3. Contoh Peta Tanah di DAS Benain-Noelmina, NTT
Gambar 5. Urutan Klasifikasi Penutupan Lahan dari Hasil Analisis Penginderaan Jauh
dengan Klasifikasi Tak Berbantuan dan Berbantuan.
b. Morfometri DAS
Dari hasil analisis data citra satelit dan biofisik lapangan akan diperoleh
beberapa faktor fisik untuk morfometri DAS, yaitu : BiR (Bifucartion Ratio), P
(Perimeter), A (Area), BL (Basin Length), BW (Basin Width), SL (Stream of Length), DF
(Drainage Frequency), Nu (Number of Length), BR (Basin Relief), RR (Relief Ratio), DD
(Drainage Density), ER (Elongation Ratio), FF (Form Factor), CR (Circulation Ratio),
SI (Shape Index), CM (Constant of channel maintenance), RN (Ruggedness number).
Dengan 7 parameter BiR, RR, DD, DF, ER, FF dan CR maka akan diperoleh prioritas
suatu DAS berdasarkan urutan tingkat kerusakan yang paling berat (Gambar 6).
Gambar 8. Peta Penutupan Lahan (Land use Land cover) dari Hasil Analisis
Penginderaan Jauh di DAS Benain-Noelmina, NTT.
c. Kelas Kemampuan Lahan
Berdasarkan peta tanah, pete lereng dan peta erosi tanah maka masing-masing
dapat diperoleh KPL tanah, KPL lereng, dan KPL tanah. Perhitungan maximumdari
ketiga KPL tersebut akan diperoleh KPL Final, dan dengan peta land use land cover maka
akan diperoleh rekomendasi konservasi tanahnya (Gambar 9).
Gambar 9. Diagram Alur Perhitungan KPL (Kelas kemampuan Lahan) dengan Analisis
Raster Penginderaan Jauh dan SIG.
d. Perhitungan Erosi Kualitatif dan Kuantitatif
C1. Erosi Kualitatif SES (Soil Erosion Status)
Perhitungan erosi kualitatif dengan mengklasifikasikan erosi berdasarkan
tingkat erosi dari ringan sampai berat dapat dihitung dengan formula SES (Soil Erosion
Status). Perhitungan SES dengan menggunakan 5 faktor biofisik yaitu : kemiringan
lereng, orientasi atau arah lereng, kerapatan drainase, penggunaan lahan dan tekstur tanah
(Gambar 10).
Gambar 12. Peta Erosi Kualitatif dengan Metode SES (Soil Erosion Status) di DAS
Grindulu, Pacitan, Jawa-Timur
C2. Erosi Kuantitatif MMF (Morgan, Morgan dan Finney)
Perhitungan erosi kuantitatif dengan menghitung besarnya erosi dalam satuan
ton/ha/th dapat dihitung dengan formula MMF (Morgan, Morgan dan Finney).
Perhitungan erosi MMF faktor penggunaan lahan (pengelolaan tanaman, intersepsi dan
aliran batang, evapotranspirasi dan kedalaman perakaran) dan faktor tanah (kelembaban
tanah, bobot jenis, indeks erodibilitas tanah), lihat Gambar 13.
Gambar 13. Perhitungan Erosi Kuantitatif dengan MMF (Morgan, Morgan dan Finney)
e. Kelas Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng dapat diperoleh dari perhitungan dengan citra satelit SRTM
(Shuttle Radar Thematic Mapper) atau dari hasil interpolasi garis kontur. Dari kedua cara
tersebut akan diperoleh peta DEM (Digital Elevation Model), selanjutnya dilakukan
klasifikasi lereng dan aspek atau arah lereng ().
Gambar 14. Perhitungan Kelas Kemiringan Lereng dan Aspek Arah Lreng dengan
Analisis Penginderaan Jauh.
Gambar 15. Peta Erosi Kuantitatif dsngan Metode MMF (Morgan, Morgan, dan Finney)
di DAS Benain-Noelmina, NTT
Gambar 16. Peta Kelas Kemiringan Lereng dari Hasil Perhitungan Analisis dari Citra
SRTM (Shuttle Radar Thematic Mapper) atau dari Hasil Interpolasi Kontur.
B. Aplikasi Data
Penginderaan jauh sebagai alat dengan teknologi mutakhir memeiliki beberapa
keterbatasan yaitu beberapa parameter fisik di lapangan tidak bisa dideteksi atau
diformulasikan berdasarkan data digital dari citra satelit. Begitu juga beberapa parameter
fisik perlu dibantu dari data penginderaan jauh dengan skala yang besar atau resolusi
yang lebih rapat dengan bantuan foto udara.
Berikut beberapa parameter fisik yang dapat dihitung dengan analisis dan
interpretasi dari citra satelit dan tidak dapat dihitung dari formulasikan citra satelit atau
dari foto udara (Tabel 5).
A. Kesimpulan
Penginderaan jauh sebagai alat atau teknologi diharapkan mampu mengurangi
keterbatasan yang dilakukan secara manual oleh manusia, misalnya untuk
mengidentifikasi obyek mata manusia secara visual hanya mampu membedakan 12 warna
sedangkan dengan data digital dapat dibedakan sampai 256 warna. Dengan angka digital
yang dimiliki oleh penginderaan jauh maka kalkulasi matematis untuk suatu formula
perhitungan misalnya untuk menghitung erosi kualitatif SES dan kuantitatif MMF dapat
dilakukandengan mudah dan cepat. Dari beberapa keunggulan tersebut maka
penginderaan jauh diharapkan mampu membantu beberapa parameter fisik untuk
mengformulasikan perhitungan SISKARDAS. Beberapa parameter fisik tersebut antara
lain : potensi banjir, daerah rawan banjir, kekeringan dan potensi air, serta kkekritisan
dan potensi lahan.
Riwayat Pendidikan :
TK : TK Aisyiyah Premulung, Surakarta (1967)
SD : SD Negeri 94 Premulung, Surakarta (1973)
SMP : SMP Negeri IX Jegon Pajang, Surakarta (1976)
SMA : SMA Muhammadiyah I, Surakarta (1980)
S1 : IPB (Institut Pertanian Bogor), Jurusan Tanah/Fak.Pertanian,BOGOR (1987)
Kursus LRI (Land Resources Inventory) kerjasama dengan New Zealand selama 9 bulan
untuk Inventarisasi Sumber Daya Lahan (1992), INDONESIA-NEW ZEALAND
S2 : ENGREF (École Nationale du Génie Rural, des Eaux et des Forêst), Jurusan
Penginderaan Jauh Satelit/ Fak.Kehutanan, Montpellier, PERANCIS (1996)
PGD : Post Graduate Diplome Penginderaan Jauh, di IIRS (Indian Institute of Remote
Sensing) di danai dari CSSTEAP (Centre for Space Science & Technology Education
in Asia and The Pasific) Affiliated to the United Nations (UN/PBB : Perserikatan
Bangsa-Bangsa), Dehradun – INDIA (2005).
Riwayat Pekerjaan :
1. Staf Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), Surakarta (1989).
2. Ajun Peneliti Madya Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BTPDAS-WIB
(Balai Teknologi Pengelolaan DAS – Wilayah Indonesia Bagian Barat), 1998.
3. Peneliti Muda Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BTPDAS-WIB (Balai
Teknologi Pengelolaan DAS – Wilayah Indonesia Bagian Barat), 2001.
4. Peneliti Madya Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BP2TPDAS-IBB (Balai
Litbang Teknologi Pengelolaan DAS - Indonesia Bagian Barat), 2005.
5. Peneliti Madya Bidang Pedologi dan Penginderaan Jauh pada BPK (Balai
Penelitian Kehutanan) Solo, 2006
Riwayat Organisasi :
1. Menwa Mahawarman, Jawa Barat (1980 – 1985)
2. HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), (1980 – 1983)
3. Ketua ROHIS BP2TPDAS-IBB, 2 periode (2000-2006)
Penghargaan :
1. Satya Lancana Karya Satya 10 tahun, No. 064/TK/Tahun 2004
Alamat Penulis :
1. Kantor : BPK SOLO, d/a Jl.Ahmad Yani Pabelan, Po.Box.295, Surakarta. Jawa
Tengah, Telp/Fax : 0271–716709, 715969. E-mail: bpksolo@indo.net.id
2. Rumah : Perumahan Joho Baru, Jl.Gemak II, Blok T.10, Rt 04/ Rw VIII,
Kel.Joho, Sukoharjo, Jawa Tengah. Telp : 0271- 591268. HP : 081.22686657
E-mail : adbsolo@yahoo.com