Anda di halaman 1dari 36

Modul

Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh

Pelatihan
Tema :
Monitoring Tipe Lahan & Kesehatan Tanaman

Oleh

Fajar Rahmawan
Earth Scientist
Email : fajar_rahmawan@yahoo.com
Phone : +62 819 448 801 81

Probolinggo, 11 - 15 Juli 2016


HARI-1
SESI 1 Pengenalan Dasar GIS & Remote Sensing
a. Pengenalan tipe dan struktur data spasial
Apa si itu spasial? dan apa si itu data spasial? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia spasial
memiliki makna : berkenaan dengan ruang atau tempat; sedangkan data spasial menurut Wikipedia
adalah data yang memiliki referensi ruang kebumian (georeference) dimana berbagai data atribut
terletak dalam berbagai unit spasial.
Lalu apa tipe/format dari data spasial itu?
Beberapa peneliti mengkelompokkan menjadi tiga tipe data yaitu : Raster, Vektor dan Numeric/script;
seiring dengan perkembangan pemahaman mengenai tipe data maka dengan tegas penulis bisa
menambahkan tipe data Numerical Raster, Vectoral Raster & Numerical Vector artinya ada karakter
data dari tipe Numerik dan Raster, Vektor dan Raster dan juga Numerik dan Vektor; jika digabungkan
semuanya bisa membentuk suatu tipe data baru yang bisa disebut Database. Bisa dilihat pada ilustrasi
pada Gambar (harus dihapal dan dipahami) dibawah ini :

Manfaat Nyata Data Spasial : Dari jaman nenek moyang pengetahuan dan ilmu pemetaan
berkembang pesat sampai saat ini, dengan banyak sekali data spasial yang dihasilkan. banyak juga
orang-orang yang menekuni bidang ini, bukan hanya seorang Mahasiswa dari jurusan Geografi,
melainkan dari berbagai disiplin ilmu termasuk yang paling fenomenal adalah di bidang politik
(GeoPolitik). Tentunya dengan pengetahuan yang mendalam seperti hobi yang menjadi profesi. Bukan
hanya peneliti, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), maupun pemerintahan memanfaatkan data
tersebut. Salah satu bentuk pemanfaatan yang digunakan adalah untuk membentuk suatu penataan
ruang wilayah, atau yang biasa dikenal sebagai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) baik tingkat
Kabupaten, Provinsi maupun tingkat Nasional. Sekarang ini data spasial menjadi media penting untuk
perencanaan pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Dengan
memanfaatkan berbagai sumber data yang legal maupun yang tidak diketahui secara pasti sumbernya.

Modul Pelatihan | 1
b. Software GIS & Remote Sensing
Aplikasi dan cara install terdapat di Folder SESI 1 -- b
SESI 2 Data & Wali Data
a. Akses Data Melalui Server Wali Data
Bagaimana cara akses data tersebut? Sebelum pertanyaan ini dijawab alangkah baiknya kita
mengetahui kebutuhan data seperti apa? Mau diapakan datanya? Kebutuhan tipe datanya apa? Untuk
mendapatkan data tersebut bisa menghubungi Instansi terkait, seperti data RBI Badan Informasi
Geospasial, Fungsi Kawasan Hutan Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Citra Satelit
Resolusi Menengah Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dsb.
Alamat Akses Data :
Badan Informasi Geospasial : http://portal.ina-sdi.or.id/arcgis/rest/services
Kementrian Kehutanan : http://webgis.dephut.go.id/arcgis/services
Kementrian Perhubungan : http://gis.dephub.go.id/ArcGIS/Services
Kementrian Pekerjaan Umum : http://sigi.pu.go.id/arcgis/services
Kementrian Pertanian : http://gis.deptan.go.id/arcgis/services

Modul Pelatihan | 2
b. Akses citra resolusi tinggi & pembacaan tanggal akuisisi
Tutorial Teknis
Akses Images :

Modul Pelatihan | 3
SESI 3 Konsep Kalibrasi Citra Sampai Menjadi Data Siap Pakai
a. Koreksi Geometri
b. Koreksi Atmosferik
Koreksi geometri & atmosferik merupakan proses pemulihan citra bertujuan agar gambar yang
diperoleh sesuai dengan keadaan aslinya. Koreksi radiometrik dilakukan dengan metode penyesuaian
histogram, karena dari histogram dapat diketahui nilai digital terendah dan tertinggi data citra. Dengan
menampilkan histogram semua band yang digunakan, maka akan diketahui band-band yang
mempunyai offset dan band-band yang tidak mempunyai offset. Offset adalah nilai respon terkecil
yang nilainya > 0, rumus yang digunakan yaitu :

DNT = DN data asli DN min

Keterangan :
DNT = Digital Number terkoreksi pada citra satelit ; DN = Digital Number pada citra satelit

Koreksi geometrik dilakukan dengan dua tahap yaitu transformasi koordinat dan resampling. Pertama
transformasi koordinat menggunakan GCP (Ground Control Point) yaitu kenampakan geografis yang
stabil sifat radiometrik dan geometriknya serta lokasinya diketahui secara tepat. Misalnya, sudut dari
suatu bangunan, persimpangan jalan dan sebagainya. Selanjutnya, GCP yang sudah ditentukan akan
ditempatkan pada citra dan pada peta topografi dengan tingkat akuras satu pixel.
(Sample data dan tutorial teknis lihat folder SESI 3 -- Landsat Radiometric Callibration)

SESI 4 Input Data Koordinat Batas Wilayah HUTAN RAKYAT


Contoh : Tabel Data Koordinat Batas Wilayah HR Mongonsidi Pasuruan

Koordinat Hutan Rakyat (HR)


Bujur Timur (x) Lintang Selatan (y)
Batas
Deg Min Sec Deg Min Sec
1 112 54 11,195 7 50 23,631
2 112 53 1,012 7 48 8,475
3 112 53 46,491 7 48 55,782
4 112 52 46,756 7 51 33,475
5 112 50 50,308 7 51 38,93
6 112 50 6,788 7 49 26,981
7 112 50 2,753 7 50 56,74
Catatan : Sistem Koordinat : GCS World Geodetic System 1984 (WGS 84)

Langkah pengerjaan :
1. Konversi format Degree Minute Second (DMS) menjadi Decimal Degrees dengan menggunakan Microsoft
Excel dan simpan ke Microsoft excel format 97-03 (.xls)
Bujur : Degree + (Minute/60) + (Second/3600)
Lintang : Degree + (Minute/60) + (Second/3600) jika negatif atau di wilayah selatan kalikan dengen -1
2. Buka ArcMap File Add Data Add XY Data
3. Gunakan Tipe koordinat sesuai dengan informasi data awal
4. Export ke Shapefile Convert Point to Line Line to Polygon
5. Jika menghitung Luas : Convert sistem Koordinat dari GCS ke PCS

Modul Pelatihan | 4
HARI-2
SESI 1. KLASIFIKASI JENIS TIPE & PENUTUP LAHAN
Istilah penggunaan lahan (land use), berbeda dengan istilah penutup lahan (land cover). Penggunaan
lahan biasanya meliputi segala jenis kenampakan dan sudah dikaitkan dengan aktivitas manusia dalam
memanfaatkan lahan, sedangkan penutup lahan mencakup segala jenis kenampakan yang ada di permukaan
bumi yang ada pada lahan tertentu. Penggunaan lahan merupakan aspek penting karena penggunaan lahan
mencerminkan tingkat peradaban manusia yang menghuninya.
Townshend dan Justice (1981) juga memiliki pendapat mengenai penutupan lahan, yaitu penutupan
lahan adalah perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di
permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut. Sedangkan Barret dan
Curtis, tahun 1982, mengatakan bahwa permukaan bumi sebagian terdiri dari kenampakan alamiah (penutupan
lahan) seperti vegetasi, salju, dan lain sebagainya. Dan sebagian lagi berupa kenampakan hasil aktivitas
manusia (penggunaan lahan).
Kenampakan penggunaan lahan berubah berdasarkan waktu, yakni keadaan kenampakan penggunaan
lahan atau posisinya berubah pada kurun waktu tertentu. Perubahan penggunaan lahan dapat terjadi secara
sistematik dan non-sistematik. Perubahan sistematik terjadi dengan ditandai oleh fenomena yang berulang,
yakni tipe perubahan penggunaan lahan pada lokasi yang sama. Kecenderungan perubahan ini dapat
ditunjukkan dengan peta multiwaktu. Fenomena yang ada dapat dipetakan berdasarkan seri waktu, sehingga
perubahan penggunaan lahan dapat diketahui. Perubahan non-sistematik terjadi karena kenampakan luasan
lahan yang mungkin bertambah, berkurang, ataupun tetap. Perubahan ini pada umumnya tidak linear karena
kenampakannya berubah-ubah, baik penutup lahan maupun lokasinya (Murcharke, 1990).
Penggunaan lahan mencerminkan sejauh mana usaha atau campur tangan manusia dalam
memanfaatkan dan mengelola lingkungannya. Data penggunaan/tutupan lahan ini dapat disadap dari foto udara
secara relatif mudah, dan perubahannya dapat diketahui dari foto udara multitemporal. Teknik interpretasi foto
udara termasuk di dalam sistem penginderaan jauh. Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk
memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala dengan cara menganalisis data yang diperoleh dengan
menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer,
1997).
Sistem klasifikasi penggunaan lahan yang digunakan adalah sistem klasifikasi penggunaan lahan
menurut Malingreu. Dalam suatu kerangka kerja, menurut Dent (1981) dalam membuat klasifikasi penggunaan
lahan dibagi menjadi tingkatan-tingkatan ynag terbagi menjadi kelompok-kelompok sebagai berikut :
a) Land cover/land use Order (cover type)
b) Land cover/land use Cover Classes
c) Land cover/land use Sub-Classes
d) Land cover/land use Management Units (comparable to land utilization types).
Dari klasifikasi tersebut oleh Malingreu diubah menjadi 6 kategori sebagai berikut :
a) Land cover/land use Order e.g. vegetated area
b) Land cover/land use Sub-Order e.g. cultivated area
c) Land cover/land use Family e.g. permanently cultivated area
d) Land cover/land use Class e.g. Wetland rice (sawah)
e) Land cover/land use Sub-Class e.g. irrigated (sawah)
f) Land Utilization Type e.g. continous rice.

Modul Pelatihan | 5
Teknik Klasifikasi citra
Klasifikasi citra adalah mengelompokkkan objek berdasarkan class (kelas) tertentu. Sehingga kita dapat
dengan mudah mengenali objek apa saja yag ada di permukaan bumi serta berapa luas areanya. Dalam
klasifikasi citra ada dua model yang digunakan yaitu:
1. Klasifikasi Supervised (Terbimbing)
2. Klasifikasi Unsupervised (Tak terbimbing)

1. Klasifikasi Supervised
Klasifikasi supervised atau biasa di sebut klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang menggunakan
trace area. Jadi kita menentukan objek apa saja yang ada di peta dengan membuat semacam polygon
untuk daerah tertentu (signature file). Kemudian aplikasi akan mencari daerah yang mempunyai
kesamaan dengan berdasarkan data signature yang telah kita buat.

Langkah teknis klasifikasi citra Supervised:

1. Buka ArcGis
2. Tampilkan data citra yang akan diklasifikasi
3. Buat signature. Klik Arctoolbox > Spatial Analyst > Multivariate > Create Signatures.
4. Aktifkan toolbar Image classifcation terlebih dahulu. (Customize > Toolbar > Image classificaation)
5. Buat training area dengan menggunakan draw polygon, pertama buat training area untuk hutan.
Gunakan zoom in untuk mengenali kenampakan hutan. Gunakan cara yang sama buat training area
yang lain seperti sawah, lahan kosong dan pemukiman.

Klik pada training sample manajer untuk menuliskan hasil draw polygon.

6. Simpan hasil Training sample manager dengan mengklik create a signature.

Modul Pelatihan | 6
7. Mengeksekusi hasil create signature, pilih Maximum Likelihood Classification dalam toolbox image
classification.

8. Masukkan input raster bands-nya dan input file signature dengan file signature hasil create signature
(ekstensi .GSG) dan simpan output raster terklasifikasi pada lokasi yang diinginkan, klik OK.

2. Klasifikasi Unsupervised
Klasifikasi unsupervised (tak terbimbing) adalah klasifikasi yang hanya memasukkan jumlah kelasnya
kemudian otomatis aplikasi akan mencari kelas mana yang dimaksud berdasarkan nilai pixel yang sama

Langkah teknis klasifikasi citra Unsupervised:

a. Tampilkan data citra yang akan diklasifikasi dengan iso cluster


b. Klik ArcToolbox buka Spatial Analyst Tools ->Multivariate ->Iso Cluster unsupervised
classification.
c. Pada tab isocluster pilih input raster tado pulia (daerah yang diklasifikasi unsupervised), number
of dasses (sesuai penafsiran) simpan, klik ok dan tunggu proses selesai.
d. Pilih ArcToolbox > Spatial Analyst > Multivariate > Maximum Likelihood.
e. Masukkan input raster bands-nya dan input file signature dengan file signature hasil create
signature (ekstensi .GSG) dan simpan output raster terklasifikasi pada lokasi yang diinginkan,
klik OK.
Modul Pelatihan | 7
SESI 2. MONITORING KESEHATAN TANAMAN HUTAN (Forest Health Monitoring)

Pemetaan monitoring kesehatan hutan bisa dilakukan dengan menggunakan pengindraan jauh,
salah satu aplikasi seperti ENVI menawarkan tools bernama ; tools
ini berfungsi untuk memetakan daerah yang terindikasi adanya hama dan pembusukan pada daun,
aplikasi ini berguna untuk mengetahui kayu-kayu yang akan dipanen. Biasanya hutan dengan kondisi
stress yang rendah adalah hutan yang sehat dan hutan dengan kondisi stress yang tinggi menunjukkan
tanda-tanda tanaman mati, kanopi yang jarang dan cahaya matahari yang tidak effisien.

harus menggunakan index vegetasi :


1. Saluran Kehijauan dan Saluran Menengah (Near Infra Red) : menunjukkan distribusi
vegetasi
2. Pigmen Daun : menunjukkan konsentrasi carotenoids dan pigmen antosianin yang
dapat mendeteksi tingkat setres
3. Kadar Air : untuk menunjukkan kadar air
4. Efisiensi Penggunaan Cahaya, menunjukkan tingkat pertumbuhan hutan

Hasil analisa dari dibagi menjadi 9 kelas, dari hutan yang lemah
(Least healthy) sampai hutan paling sehat (Most healthy).

Klasifikasi yang digunakan lebih baik lagi jika dilakukan uji lapangan, artinya kelas yang didapat
harus diverifikasi dengan data lapang, untuk menyesuaikan (calibration).

1. Cara Akses Data EO-1 Hyperion :


http://glovis.usgs.gov/ Dataset EO-1 EO-1 Hyperion pilih data Go Add
Send to Cart Username : FajarRahmawan ; pass : fajar120190 (jangan dirubah ya!) tekan
icon download pilih L1T product in GeoTiff format

Modul Pelatihan | 8
2. INDEKS VEGETASI
A. Indeks Vegetasi
Cambell (2011) menjelaskan, Indeks vegetasi atau VI (vegetation index), dianalisa
berdasarkan nilai-nilai kecerahan digital, dilakuakan untuk percobaan mengukur biomassa atau
vegetatif. Sebuah VI terbentuk dari kombinasi dari beberapa nilai spektral dengan menambahkan,
dibagi, atau dikalikan dengan cara yang dirancang untuk menghasilkan nilai tunggal yang
menunjukkan jumlah atau kekuatan vegetasi dalam pixel.
Tingginya nilai dari VI mengidentifikasi piksel ditutupi oleh besarnya proporsi vegetasi
sehat. Bentuk paling sederhana dari VI adalah rasio antara dua nilai digital dari band spektral
yang terpisah. Beberapa rasio band didefinisikan dengan menerapkan pengetahuan tentang
perilaku spektral vegetasi hidup. Rasio band antara pengukuran reflektansi di bagian terpisah
spektrum. Rasio efektif dalam meningkatkan atau mengungkapkan informasi laten saat ada
hubungan terbalik antara dua tanggapan spektral dengan biofisik yang sama fenomena. Jika dua
fitur memiliki perilaku spektral yang sama, rasio memberikan sedikit tambahan informasi, tetapi
jika mereka memiliki respon spektral sangat berbeda, rasio antara dua nilai memberikan nilai
tunggal yang singkat mengungkapkan kontras antara dua reflectances. Untuk vegetasi hidup,
strategi ini bisa sangat efektif karena hubungan terbalik antara kecerahan vegetasi pada sinar
merah dan inframerah, hal ini menunjukan bahwa ada, penyerapan sinar merah (R) oleh klorofil
dan refleksi yang kuat dari inframerah (IR) radiasi oleh jaringan mesofil memastikan bahwa nilai-
nilai merah dan inframerah akan sangat berbeda dan rasio IR / R pada tanaman tumbuh aktif akan
tinggi. Tanpa ada vegetasi permukaan, termasuk air terbuka, fitur buatan manusia, tanah kosong,
dan mati atau vegetasi stres, tidak akan menampilkan respon spektral tertentu, dan rasio akan
menurun pada besaranya. Didalam proses indeks vegetasi band inframerah dan band merah
diprioritaskan, dikarenakan band ini sangat kontras dan menampilkan citra saluran baru dengan
meprioritaskan kerapatan vegetasi.
Indeks vegetasi adalah besaran nilai kehijauan vegetasi yang diperoleh dari pengolahan
sinyal dijital data nilai kecerahan (brightness) beberapa kanal data sensor satelit. Untuk
pemantauan vegetasi, dilakukan proses pembandingan antara tingkat kecerahan kanal cahaya
merah (red) dan kanal cahaya inframerah dekat (near infrared). Fenomena penyerapan cahaya
merah oleh klorofil danpemantulan cahaya inframerah dekat oleh jaringan mesofil yang terdapat
pada daun akan membuat nilai kecerahan yang diterima sensor satelit pada kanal- kanal tersebut
akan jauh berbeda. Pada daratan non-vegetasi, termasuk diantaranya wilayah perairan,
pemukiman penduduk, tanah kosong terbuka, dan wilayah dengan kondisi vegetasi yang rusak,
tidak akan menunjukkan nilai rasio yang tinggi (minimum). Sebaliknya pada wilayah bervegetasi
sangat rapat, dengan kondisi sehat, perbandingan kedua kanal tersebut akan sangat tinggi
(maksimum) inframerah dekat sedangkan pada sinar merah pantulan vegetasi menurun. Pola
pantulan spektral air menurun pada sinar inframerah dan merah (Suniana. 2008).

Modul Pelatihan | 9
Grafik vegetasi dan tanah

Analisis Kehijauan (Broadband) kehijauan adalah salah satu langkah yang paling sederhana dari kuantitas
umum dan pantulan vegetasi hijau. Mereka adalah kombinasi pengukuran reflektansi yang sensitif terhadap
efek gabungan konsentrasi klorofil daun, luas daun kanopi, dedaunan menggumpal, dan bentuk kanopi. VI
(Vegetation Index) ini dirancang untuk memberikan ukuran jumlah keseluruhan dan kualitas bahan klorovil
vegetasi, yang penting untuk memahami keadaan vegetasi untuk tujuan apapun. VI ini merupakan pengukuran
integratif faktor ini dan juga berkorelasi dengan penyerapan pecahan photosynthetically radiasi aktif dari
kanopi dedaunan tanaman yang menjadi atap hutan) dan tumbuhan piksel. Mereka tidak memberikan informasi
kuantitatif pada satu faktor biologis atau lingkungan, tetapi korelasi yang luas telah ditemukan antara kehijauan
broadband VI dan kanopi.
Broadband kehijauan VI membandingkan pengukuran reflektansi dari puncak reflektansi vegetasi di
kisaran dekat-inframerah untuk pengukuran lain yang diambil dalam rentang merah, di mana klorofil menyerap
foton untuk menyimpan menjadi energi melalui fotosintesis. Penggunaan pengukuran inframerah-dekat,
dengan kedalaman penetrasi yang lebih besar melalui kanopi dari merah, memungkinkan terdengar dari jumlah
total vegetasi hijau di kolom sampai jenuh sinyal pada tingkat yang sangat tinggi. Karena fitur ini spektrum
cukup luas, banyak dari indeks kehijauan broadband dapat bekerja secara efektif, bahkan dengan data gambar
yang dikumpulkan dari sensor multispektral broadband, seperti AVHRR, Landsat TM, dan QuickBird.
Aplikasi termasuk vegetasi fenologi (pertumbuhan) studi, penggunaan lahan dan penilaian dampak iklim, dan
pemodelan produktivitas vegetasi.

Modul Pelatihan | 10
JENIS INDEKS VEGETASI

1. Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)


Indeks ini merupakan ukuran yang sehat, vegetasi hijau. Kombinasi formulasi perbedaan
normalisasi dan penggunaan tertinggi penyerapan dan pantulan daerah klorofil membuatnya
kuat atas berbagai kondisi. Hal ini dapat, bagaimanapun, jenuh dalam kondisi vegetasi yang
lebat ketika LAI menjadi tinggi. Nilai indeks ini berkisar dari -1 sampai 1. Kisaran umum untuk
vegetasi hijau 0,2-0,8.
Reference: Rouse, J., R. Haas, J. Schell, and D. Deering. Monitoring Vegetation Systems in the
Great Plains with ERTS. Third ERTS Symposium, NASA (1973): 309-317.

2. Difference Vegetation Index (DVI)


Indeks ini membedakan antara tanah dan vegetasi, tetapi tidak memperhitungkan perbedaan
antara reflektansi dan cahaya yang disebabkan oleh efek atmosfer atau bayangan.
Reference: Tucker, C. "Red and Photographic Infrared Linear Combinations for Monitoring
Vegetation. Remote Sensing of Environment 8 (1979): 127-150.

3. Renormalized Difference Vegetation Index (RDVI)


Renormalized Perbedaan Vegetasi Index (RDVI), Indeks ini menggunakan perbedaan antara
panjang gelombang dekat-inframerah dan merah, bersama dengan NDVI, untuk menyoroti
vegetasi sehat. Hal ini tidak sensitif terhadap efek dari geometri tanah dan melihat matahari.
Reference: Roujean, J., and F. Breon."Estimating PAR Absorbed by Vegetation from
Bidirectional Reflectance Measurements."Remote Sensing of Environment 51 (1995): 375-384.

4. Simple Ratio (SR)


Rasio sederhana, Indeks ini adalah rasio (1) panjang gelombang dengan pantulan tertinggi untuk
vegetasi dan (2) panjang gelombang penyerapan klorofil terdalam. Persamaan sederhana mudah
dipahami dan efektif atas berbagai kondisi. Seperti dengan NDVI, dapat menjenuhkan di vegetasi
padat ketika LAI menjadi sangat tinggi.
Reference: Birth, G., and G. McVey. "Measuring the Color of Growing Turf with a Reflectance
Spectrophotometer." Agronomy Journal 60 (1968): 640-643.

5. Transformed Difference Vegetation Index (TDVI)


Indeks ini berguna untuk memantau tutupan vegetasi di lingkungan perkotaan. Ini tidak jenuh
seperti NDVI dan SAVI.
Reference: Bannari, A., H. Asalhi, and P. Teillet. "Transformed Difference Vegetation Index
(TDVI) for Vegetation Cover Mapping" In Proceedings of the Geoscience and Remote Sensing
Symposium, IGARSS '02, IEEE International, Volume 5 (2002).

Modul Pelatihan | 11
6. WorldView Improved Vegetative Index (WV-VI)
Indeks ini menggunakan WorldView-2 band untuk menghitung NDVI. Nilai indeks ini berkisar
dari -1 sampai 1. Kisaran umum untuk vegetasi hijau 0,2-0,8.

7. Infrared Percentage Vegetation Index (IPVI)


Persentasi vegetasi mengunakan inframerah, Indeks ini secara fungsional sama dengan NDVI,
tetapi komputasi lebih cepat. Nilai berkisar dari 0 ke 1.
Reference: Crippen, R. "Calculating the Vegetation Index Faster." Remote Sensing of
Environment 34 (1990): 71-73.

Indeks Vegetasi Menekan Latar belakang Tanah


8. Soil Adjusted Vegetation Index (SAVI)
Indeks vegetasi tanah disesuaikan, Indeks ini mirip dengan NDVI, tetapi menekan efek piksel
tanah. Menggunakan faktor penyesuaian kanopi latar belakang, L, yang merupakan fungsi dari
kerapatan vegetasi dan sering membutuhkan pengetahuan sebelumnya dari jumlah vegetasi.
Huete (1988) menunjukkan nilai optimal L = 0,5 untuk memperhitungkan orde pertama variasi
latar belakang tanah. Indeks ini paling baik digunakan di daerah dengan vegetasi yang relatif
jarang di mana tanah terlihat melalui kanopi.
Reference: Huete, A. "A Soil-Adjusted Vegetation Index (SAVI)." Remote Sensing of
Environment 25 (1988): 295-309.

9. Modified Soil adjusted vegetation Index (MSAVI )


Kemudian MASAVI dirumuskan sebagai berikut ini :
L dihitung sebegai L = 1 - 2s (NDVI) (WDVI), dan s adalah kemiringan garis tanah

10. Optimized Soil Adjusted Vegetation Index (OSAVI)


Pengoptimalan Indeks vegetasi disesuaikan dengan latar belakang tanah (OSAVI) Indeks ini
didasarkan pada Tanah Disesuaikan Indeks Vegetasi (SAVI). Menggunakan nilai standar 0,16
untuk faktor kanopi penyesuaian latar belakang. Rondeaux (1996) menetapkan bahwa nilai ini
memberikan variasi tanah lebih besar dari SAVI untuk tutupan vegetasi rendah, sementara
menunjukkan sensitivitas meningkat untuk menutupi vegetasi yang lebih besar dari 50%. Indeks
ini paling baik digunakan di daerah dengan vegetasi yang relatif jarang di mana tanah terlihat
melalui kanopi.
Reference: Rondeaux, G., M. Steven, and F. Baret. "Optimization of Soil- Adjusted Vegetation
Indices." Remote Sensing of Environment 55 (1996): 95107.

11. Modified Non-Linear Index (MNLI)


Modifikasi indeks non linear, Indeks ini merupakan sebuah peningkatan pada indeks Non-Linear
(Perpusnas) yang menggabungkan Tanah Disesuaikan Indeks Vegetasi (SAVI) untuk menjelaskan latar
belakang tanah. EVI menggunakan faktor penyesuaian kanopi latar belakang (L) nilai 0,5.
Reference: Yang, Z., P. Willis, and R. Mueller. "Impact of Band-Ratio Enhanced AWIFS Image to Crop
Classification Accuracy." Proceedings of the Pecora 17 Remote Sensing Symposium (2008), Denver, CO.

Modul Pelatihan | 12
Indeks Kehijauan
12. Green Difference Vegetation Index (GDVI)
Indeks perbedaan kehijauan vegetasi, Indeks ini awalnya dirancang dengan fotografi warna
inframerah untuk memprediksi kebutuhan nitrogren untuk jagung.
Reference: Sripada, R., et al. "Aerial Color Infrared Photography for Determining Early In-season
Nitrogen Requirements in Corn." Agronomy Journal 98 (2006): 968-977.
13. Green Normalized Difference Vegetation Index (GNDVI)
Menormaslisasikan indeks kehijauan, Indeks ini mirip dengan NDVI kecuali bahwa mengukur
spektrum hijau 540-570 nm bukan spektrum merah. Indeks ini lebih sensitif terhadap konsentrasi
klorofil dari NDVI.
Reference: Gitelson, A., and M. Merzlyak. "Remote Sensing of Chlorophyll Concentration in Higher
Plant Leaves." Advances in Space Research 22 (1998): 689-692.
14. Green Ratio Vegetation Index (GRVI)
Indeks rasio kehijauan, indeks ini sangat sensitive pada fotosintesis kanopi hutan. Yang mana sinar
hijau dan sinar inframerah memberikan reflektan yang besar pada konsentrasi klorofil kanopi.
Reference: Sripada, R., et al. "Aerial Color Infrared Photography for Determining Early In-season
Nitrogen Requirements in Corn." Agronomy Journal 98 (2006): 968-977.
15. Green Atmospherically Resistant Index (GARI)
Indeks yang tahan dengan efek kehijauan atmosfer. Indeks ini lebih sensitif terhadap berbagai
konsentrasi klorofil dan kurang sensitif terhadap efek atmosfer dari NDVI. Gamma konstan adalah
fungsi bobot yang tergantung pada kondisi aerosol di atmosfer. ENVI menggunakan nilai 1,7, yang
merupakan nilai yang direkomendasikan dari Gitelson, Kaufman, dan Merzylak (1996).
Reference: Gitelson, A., Y. Kaufman, and M. Merzylak. "Use of a Green Channel in Remote
Sensing of Global Vegetation from EOS-MODIS." Remote Sensing of Environment 58 (1996).

16. Green Vegetation Index (GVI)


Indeks vegetasi hijau, Indeks ini meminimalkan efek tanah background sementara menekankan
vegetasi hijau. Menggunakan koefisien global yang mempertimbangkan nilai-nilai pixel untuk
menghasilkan band-band baru diubah. Hal ini juga dikenal sebagai indeks vegetasi hijau Landsat TM
Tasseled Cap. Nilai berkisar dari -1 sampai 1. GVI awalnya dirancang untuk digunakan dengan
Landsat TM, tetapi juga akan bekerja dengan band-band yang sesuai dari Landsat ETM + dan
Landsat 8.
Reference: Kauth, R., and G. Thomas. "The Tasselled Cap-A Graphic Description of the Spectral-
Temporal Development of Agricultural Crops as Seen By Landsat" In Proceedings of the LARS
1976 Symposium of Machine Processing of Remotely-Sensed Data, West Lafayette, IN: Purdue
University, pp. 4B41-4B51.

Modul Pelatihan | 13
17. Global Environmental Monitoring Index (GEMI)
Indek Pemantauan Lingkungan global (GEMI) Indeks vegetasi non-linear ini digunakan untuk
pemantauan lingkungan global dari citra satelit dan upaya untuk mengoreksi efek atmosfer. Hal ini
mirip dengan NDVI tetapi kurang sensitif terhadap efek atmosfer. Hal ini dipengaruhi oleh tanah
kosong; Oleh karena itu, tidak dianjurkan untuk digunakan di daerah vegetasi jarang atau cukup
padat.
Reference: Pinty, B., and M. Verstraete. GEMI: a Non-Linear Index to Monitor Global Vegetation
From Satellites. Vegetation 101 (1992): 15-20.

Indeks Vegetasi Menekan Hamburan Atmosfer


18. Visible Atmospherically Resistant Index (VARI)
Indeks tahan terhadap resistan atmospher (Vari) Indeks ini didasarkan pada ARVI dan digunakan
untuk memperkirakan fraksi vegetasi dalam sebuah adegan dengan sensitivitas rendah untuk efek
atmosfer.
Reference: Bannari, A., H. Asalhi, and P. Teillet. "Transformed Difference Vegetation Index (TDVI)
for Vegetation Cover Mapping" In Proceedings of the Geoscience and Remote Sensing Symposium,
IGARSS '02, IEEE International, Volume 5 (2002).
19. Atmospherically Resistant Vegetation Index (ARVI)
Indeks ini adalah perangkat tambahan untuk NDVI yang relatif tahan terhadap faktor atmosfer
(misalnya, aerosol). Menggunakan pantulan biru untuk mengoreksi pantulan merah untuk hamburan
atmosfer. Hal ini paling berguna dalam wilayah tinggi konten aerosol atmosfer, termasuk daerah
tropis terkontaminasi oleh jelaga dari slash-dan-bakar pertanian. y adalah gamma konstan adalah
fungsi bobot yang tergantung pada jenis aerosol. ENVI menggunakan nilai 1 untuk gamma. Anda
harus memperbaiki citra untuk efek atmosfer (termasuk aerosol) menggunakan FLAASH sebelum
komputasi indeks ini. Nilai indeks ini berkisar dari -1 sampai 1, dengan nilai-nilai pixel yang lebih
tinggi sesuai dengan sehat dan hijau vegetasi.
Reference: Tucker, C. "Red and Photographic Infrared Linear Combinations for Monitoring
Vegetation. Remote Sensing of Environment 8 (1979): 127-150.
20. Leaf Area Index (LAI)
Indeks area daun, Indeks ini digunakan untuk memperkirakan penutup dedaunan dan untuk
meramalkan pertumbuhan tanaman dan hasil.
Reference: Boegh, E., H. Soegaard, N. Broge, C. Hasager, N. Jensen, K. Schelde, and A. Thomsen.
"Airborne Multi-spectral Data for Quantifying Leaf Area Index, Nitrogen Concentration and
Photosynthetic Efficiency in Agriculture." Remote Sensing of Environment 81, no. 2-3 (2002).

Modul Pelatihan | 14
21. Modified Simple Ratio (MSR)
Modeifikasi rasio sederhana, Indeks ini dikembangkan suatu perbaikan atas RDVI dengan
menggabungkan Ratio Simple ke dalam rumus. Hasilnya adalah peningkatan kepekaan terhadap
vegetasi parameter biofisik.
Reference: Chen, J. "Evaluation of Vegetation Indices and Modified Simple Ratio for Boreal
Applications." Canadian Journal of Remote Sensing 22 (1996): 229-242.
22. Moisttue Stees Index (MSI)
Kombinasi saluran inframerah dekat dan inframerah tengah sebagai berikut ini :

23. Non-Linear Index (NLI)


Indeks tidak linear, Indeks ini mengasumsikan bahwa hubungan antara banyak indeks vegetasi dan
permukaan parameter biofisik adalah non-linear. Hal linearizes hubungan dengan parameter
permukaan yang cenderung non-linear.
Reference: Goel, N., and W. Qin. "Influences of Canopy Architecture on Relationships Between
Various Vegetation Indices and LAI and Fpar: A Computer Simulation." Remote Sensing Reviews
10 (1994): 309-347.
Indeks Tanah Terbuka
Bare soil index dikmbangkan dalam model FCD , diasumsikan bahwa nilai indeks vegetasi kurang dipercaya
jika tutupan vegetasi kurang dari 50%. Asumsi menurut Rikimaru et al. 2002, didasari berdasarkan hubungan
timbalbalik antara keberadaan tanah dan vegetasi (semakin dominan tanah, semakin sedikit vegetasi, dan
sebaliknya).
Rumus BI adalah :
Dry or Karbon
Karbon Vis memberikan perkiraan jumlah karbon di negara kering lignin dan selulosa. Lignin adalah
molekul berbasis karbon yang digunakan oleh tanaman untuk komponen struktural; selulosa terutama
digunakan dalam pembangunan dinding sel dalam jaringan tanaman. Molekul karbon kering yang hadir
dalam jumlah besar di bahan kayu dan pikun, mati, atau vegetasi aktif. Bahan-bahan ini mudah terbakar saat
kering. Peningkatan bahan-bahan ini dapat menunjukkan kapan vegetasi sedang mengalami penuaan. Lihat
Karbon untuk informasi lebih lanjut. Anda dapat menggunakan VI ini untuk analisis bahan bakar api dan
deteksi sampah permukaan. Mereka menggunakan pengukuran reflektansi di kisaran inframerah gelombang
pendek untuk mengambil keuntungan dari fitur penyerapan dikenal selulosa dan lignin.
1. Normalized Difference Lignin Index
Indeks ini memperkirakan jumlah relatif lignin yang terkandung dalam kanopi vegetasi. Reflektansi
di 1754 nm sangat ditentukan oleh konsentrasi lignin dari daun, serta biomassa daun keseluruhan
kanopi. Bersama-sama, konsentrasi lignin daun dan kanopi biomassa daun digabungkan dalam
kisaran 1750 nm untuk memprediksi jumlah konten kanopi lignin. Aplikasi termasuk analisis
ekosistem dan deteksi sampah tanaman permukaan.

Modul Pelatihan | 15
2. Cellulose Absorption Index
Indeks ini menunjukkan permukaan terkena mengandung bahan tanaman kering. Serapan di 2000
nm sampai 2200 nm kisaran sensitif terhadap selulosa. Aplikasi termasuk pemantauan tanaman
residu, tanaman kanopi penuaan, kondisi bahan bakar api di ekosistem, dan manajemen
penggembalaan. Nilai indeks ini berkisar dari -3 ke lebih dari 4. Kisaran umum untuk vegetasi hijau
-2 sampai 4. Lihat Narrowband Definisi untuk rentang yang diijinkan dari panjang gelombang.
References:
Daughtry, C. "Discriminating Crop Residues from Soil by Short-Wave Infrared Reflectance."
Agronomy Journal 93 (2001): 125-131.
Daughtry, C., E. Hunt Jr., and J. McMurtrey III. "Assessing Crop Residue Cover Using Shortwave
Infrared Reflectance." Remote Sensing of Environment 90 (2004): 126-134.

3. Plant Senescence Reflectance Index


Indeks ini memaksimalkan sensitivitas indeks untuk rasio karotenoid massal (alpha-karoten & beta-
karoten) untuk klorofil. Peningkatan PSRI menunjukkan peningkatan stres kanopi (karotenoid
pigmen), timbulnya kanopi penuaan, dan buah tanaman pematangan. Aplikasi termasuk pemantauan
vegetasi kesehatan, tanaman fisiologis deteksi stres, dan produksi tanaman dan analisis hasil.
Reference : Merzlyak, J., et al. "Non-destructive Optical Detection of Pigment Changes During Leaf
Senescence and Fruit Ripening." Physiologia Plantarum 106 (1999): 135-141.
Leaf Pigmen/Pigmen Daun
1. Anthocyanin Reflectance Index 1 (ARI 1)
Anthocyanin adalah pigmen yang larut dalam air yang melimpah di baru membentuk daun dan
mereka penuaan menjalani. Melemahnya vegetasi mengandung konsentrasi tinggi anthocyanin,
sehingga indeks ini merupakan salah satu ukuran dari vegetasi stres. Peningkatan ARI 1
menunjukkan perubahan kanopi di dedaunan melalui pertumbuhan baru atau kematian. Indeks ini
menggunakan pengukuran reflektansi dalam spektrum terlihat untuk mengambil keuntungan dari
tanda tangan penyerapan pigmen yang terkait dengan stres.
Reference: Gitelson, A., M. Merzlyak, and O. Chivkunova. "Optical Properties and Nondestructive
Estimation of Anthocyanin Content in Plant Leaves." Photochemistry and Photobiology 71 (2001).

2. Anthocyanin Reflectance Index 2 (ARI 2)


Indeks ini merupakan modifikasi dengan ARI 1 yang mendeteksi konsentrasi yang lebih tinggi dari
anthocynanins di vegetasi. Menggunakan pengukuran reflektansi dalam spektrum terlihat untuk
mengambil keuntungan dari tanda tangan penyerapan pigmen yang terkait dengan stres. Lihat
Narrowband Definisi untuk rentang yang diijinkan dari panjang gelombang.
Reference: Gitelson, A., M. Merzlyak, and O. Chivkunova. "Optical Properties and Nondestructive
Estimation of Anthocyanin Content in Plant Leaves." Photochemistry and Photobiology 71 (2001).

Modul Pelatihan | 16
3. Carotenoid Reflectance Index 1 (CRI 1)
Fungsi karotenoid dalam proses penyerapan cahaya pada tanaman, serta dalam melindungi tanaman
dari efek berbahaya dari terlalu banyak cahaya. Melemahnya vegetasi mengandung konsentrasi
tinggi dari karotenoid, sehingga indeks ini merupakan salah satu ukuran dari vegetasi stres. Nilai
CRI1 lebih tinggi berarti konsentrasi relatif caratenoid lebih besar untuk klorofil. Nilai indeks ini
berkisar dari 0 sampai lebih dari 15. Rentang umum untuk vegetasi hijau adalah 1 sampai 12. Indeks
ini menggunakan pengukuran reflektansi dalam spektrum terlihat untuk mengambil keuntungan dari
tanda tangan penyerapan pigmen yang terkait dengan stres.
Reference: Gitelson, A., et al. "Assessing Carotenoid Content in Plant Leaves with Reflectance
Spectroscopy." Photochemistry and Photobiology 75 (2002): 272-281.

4. Carotenoid Reflectance Index 2 (CRI 2)


Indeks ini merupakan modifikasi untuk CRI1 yang memberikan hasil yang lebih baik di daerah
konsentrasi karotenoid yang tinggi. Nilai CRI2 lebih tinggi berarti konsentrasi relatif caratenoid
lebih besar untuk klorofil.Nilai indeks ini berkisar dari 0 sampai lebih dari 15. Rentang umum untuk
vegetasi hijau adalah 1 sampai 11. Indeks ini menggunakan pengukuran reflektansi dalam spektrum
terlihat untuk mengambil keuntungan dari tanda tangan penyerapan pigmen yang terkait dengan
stres. Data reflektansi harus ditingkatkan dari 0 sampai 1.
Reference: Gitelson, A., et al. "Assessing Carotenoid Content in Plant Leaves with Reflectance
Spectroscopy." Photochemistry and Photobiology 75 (2002): 272-281.

Modul Pelatihan | 17
Menghitung index vegetasi :
Buka ENVI 5.3 (PC Version x86/x64) File Open : _MTL_L1T.TXT

Pada Toolbox ketik vegetation Vegetation Index Calculator Select Input File OK

Pilih File Choose berikan nama (disarankan .dat) Open OK (tunggu proses)

Modul Pelatihan | 18
2. Melihat kesehatan hutan :
Metode 1 : Forest Health Vegetation Analysis Tools
Pilih Forest Health Vegetation Analysis Select Input File OK

Pilih File Choose berikan nama (disarankan .dat) Open OK (tunggu proses)

Metode 2 :
Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) : Hubungan Kesehatan Tanaman & Kepadatan Tanaman

Penjelasan Trainer !

Modul Pelatihan | 19
HARI-3
SESI 1 Aplikasi Dasar GIS
a. Georeferensi (Registrasi Gambar)
Peta peta tersebut dapat dijadikan salah satu sumber data dalam software ArcGIS Desktop. Dengan
adanya peta digital tersebut dapat digambarkan lagi kedalam software ArcMap sehingga menjadi data
vector. Setelah menjadi data vector, barulah data ini dapat digunakan untuk analisis selanjutnya sesuai
dengan tujuan si pembuat peta.
Langkah langkah untuk memasukkan data dari Peta Analog kedalam software ArcMap adalah
sebagai berikut :
1. Konvert Peta Analog Menjadi Peta Digital.
Pengolahan data spasial akan dikerjakan menggunakan seperangkat computer atau laptop.
oleh karena itu, data data yang ada juga harus berupa data digital. Untuk sumber data peta
yang berupa peta analog, terlebih dahulu harus dikonvert menjadi peta digital. Salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan scaning peta tersebut, kemudian simpan
dalam format *.jpeg atau *.tiff. Jika sudah menjadi format digital maka siap untuk dilakukan
proses selanjutnya. Apabila data peta sudah berupa Peta Digital maka dapat dilanjutkan
dengan langkah berikutnya.
2. Memproyeksikan Peta Digital.
Peta digital yang akan diinput kedalam ArcMap terlebih dahulu harus memiliki sistem
proyeksi. Sistem proyeksi sendiri merupakan suatu cara dalam usaha menyajikan dari suatu
bentuk yang mempunyai dimensi tertentu ke dimensi lainnya. Dalam hal ini adalah dari bentuk
matematis bumi (Elipsoid atau Elip 3 dimensi) ke bidang 2 dimensi berupa bidang datar
(kertas). Untuk memberikan sistem proyeksi kedalam peta digital dilakukan dengan cara :
Tutorial Teknis

Buka ArcCatalog dan navigasikan ketempat dimana file peta digital disimpan. Data peta digital
dalam bentuk *.jpeg akan Nampak dengan symbol diikuti dengan nama file.
1. Klik kanan pada file peta digital tersebut lalu pilih Properties

2. Kemudian akan muncul tab Raster Dataset Properties, kemudian scroll down dan cari kolom spatial
reference. Jika data peta digital tersebut belum memiliki sistem koordinat, maka pada kolom spatial
reference akan terdapat tulisan <undefined>

Modul Pelatihan | 20
3. Kemudian klik tombol pada sebelah kanan <undefined> untuk memilih sistem proyeksi.
Setelah klik tombol edit kemudian akan muncul tab Spatial Reference Properties

4. Kemudian klik untuk memilih sistem proyeksi yang akan digunakan. Setelah itu akan muncul tab
browse coordinate system dan terdapat pilihan sistem proyeksi, baik Geographic Coordinate System,
atau Projected Coordinate System. Dalam pemilihan sistem proyeksi hendaknya dilihat sistem grid yang
dipakai pada peta tersebut. Jika menggunakan sistem grid derajad menit detik (DMS) maka dapat
menggunakan Geographic Coordinate System, sedangkan jika pada peta digital tersebut menggunakan
sistem grid UTM maka dapat menggunakan Projected Coordinate System.
5. Jika sudah memilih klik add kemudian ok, maka seharusnya pada Raster Dataset Properties untuk
kolom Spatial Reference sudah ada nama sistem koordinat yang dipilih.

Modul Pelatihan | 21
6. Peta digital yang sudah memiliki sistem koordinat kemudian dapat dilakukan proses georeferencing c.
Proses Georeferencing Peta digital yang sudah memiliki sistem koordinat, jika dipanggil kedalam
ArcMap tidak akan terletak pada posisi sebenarnya pada permukaan bumi. Oleh karena itu, peta digital
tersebut harus dikunci keposisi sebenarnya dengan menggunakan bantuan informasi koordinat yang ada
pada gambar peta digital itu sendiri. Proses ini dinamakan proses georeferencing, langkah langkah
dalam proses georeferencing adalah :
7. Buka ArcMap dan aktifkan ToolBar Georeferencing. Untuk mengaktifkan toolbar georeferencing,
klik kanan pada wilayah toolbar yang kosong kemudian centang georeferencing
8. Panggil peta digital menggunakan icon atau bisa langsung drag and drop file tersebut dari
ArcCatalog ke ArcMap.
9. Tentukan titik ikat pada peta digital, biasanya dalam proses georeferencing membutuhkan 3 titik ikat,
namun akan lebih baik jika memiliki 4 titik ikat yang diletakkan pada setiap sudut kanan atas dan kiri
atas serta kanan bawah dan kiri bawah.
10. Pilih icon pada toolbar georeferencing untuk menentukan titik control. Tanda + merupakan titik
koordinat source (koordinat peta digital) sedangkan tanda + merupakan titik koordinat destination
(koordinat sebenarnya). Jadi dalam proses georeferencing, dilakukan penggeseran dari lokasi koordinat
source koordinat destination.
11. Arahkan tanda + ke salah perpotongan grid koordinat pada peta digital, dan usahakan tepat diantara
perpotongan grid koordinat. Setelah dirasa tepat, lakukan klik kiri kemudian tanpa menggeser crusor
atau tanda + lakukan klik kanan pada titik yang sama sehingga muncul tab yang berisikan Input X and
Y, Input DMS of Lon and Lat, dan Cancel Point

Modul Pelatihan | 22
12. Apabila peta digital menggunakan Geographic Coordinat System, maka dapat dipilih Input DMS of
Lon and Lat. Seperti pada gambar diatas, sistem grid menggunakan DMS, sehingga dapat melakukan
input koordinat menggunakan DMS.

13. Pilihan Input DMS of Lon and Lat akan memunculkan Tab Enter Coordinates DMS, seperti gambar
diatas. Gambar pertama diatas menunjukkan lokasi titik koordinat peta digital pada permukaan bumi.
Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan koordinat lokasi peta digital (yang pada titik itu menunjukkan
koordniat 1180 BT dan 40 LU) dengan posisi dipermukaan bumi yang sebenarnya (pada titik sebenarnya
menunjukkan koordinat 9920 47 41 BT dan 2290 47 47 LS). Oleh Page | 8 sebab itu maka perlu
digeser dengan cara menuliskan koordinat sebenarnya sesuai dengan informasi pada gambar peta digital,
seperti yang ditunjukkan gambar kedua diatas.
14. Apabila informasi grid pada peta digital menggunakan sistem grid UTM, maka untuk memasukkan titik
koordinat ikatnya dapat dengan memilih Input X and Y. Langkah yang dilakukan sama dengan cara
Input DMS of Lon and Lat
15. Untuk melakukan georeferencing setidaknya membutuhkan 4 titik ikat. Dan perlu diingat bahwa dalam
melakukan georeferencing juga harus memperhatikan nilai dari RMS Error (RMSE). RMSE merupakan
nilai yang menunjukkan tingkat ketelitian dalam kaitannya dengan perubahan image atara sumbu x dan
y. Singkatnya bahwa semakin kecil nilai RMSE mengindikasikan bahwa semakin teliti hasil dari titik ikat
yang dibuat. Untuk melihat RMSE klik pada tombol View link table yang berada pada tools
georeferencing.

16. Setelah memilih view link table kemudian akan muncul tab link table. Pada link table akan terlihat
informasi mengenai titik ikat (1), posisi koordinat awal (2), posisi koordinat peta (3), nilai RMS Error (4),
dan metode transformasi (5).

Modul Pelatihan | 23
17. Pada contoh diatas terlihat bahwa nilai RMS Error mencapai nilai 7.67579. Nilai tersebut akan
menjadikan bentuk image yang akan kita georeferencingkan akan menjadi rusak. Rusak disini berarti
bahwa image yang kita georeferencingkan akan berubah bentuk.

18. Kesalahan tersebut dapat terjadi karena kesalahan dalam beberapa titik ikat pada saat memasukkan nilai
koordinat yang dituju. Pada umunya link yang berpengaruh besar terhadap kesalahan adalah link yang
memiliki nilai residual paling tinggi. Oleh karena itu kita dapat hapus link yang memiliki nilai residual
yang paling besar.

19. Untuk menghapus, pilih link yang memiliki nilai residual paling besar, dalam contoh diatas link no 3,
klik link no 3 sampai berwarna biru, kemudian tekan tanda pada bagian kanan atas. Maka link no 3
akan terhapus.
20. Setelah link no 3 dengan nilai residual paling besar sudah ter delete, maka secara otomatis nilai RMS
Error akan terkoreksi dan berubah, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Modul Pelatihan | 24
21. Dapat terlihat bahwa nilai RMS Error dari yang sebelumnya turun menjadi 1.95824. Untuk lebih
memperkecil nilai RMS Error, dapat dilakukan deleting untuk link yang memiliki nilai residual terbesar
hingga mencapai nilai RMS Error paling kecil.
22. Setelah mendapatkan nilai RMS Error yang cukup kecil (dianjurkan 4 angka nol dibelakang koma)
maka siap untuk dilakukan update georeferencing. Caranya dengan klik Georeferencing kemudian pilih
Update Georeferencing

23. Tunggu hingga proses selesai, peta digital dalam format raster siap digunakan dan sudah pada posisi
sebenarnya.
24. Apabila peta analog ataupun yang sudah dalam bentuk digital tidak memiliki grid dan koordinat, peta
tersebut masih tetap bisa dilakukan georeferencing. Yang dibutuhkan pada kasus semacam ini adalah peta
tema lain yang sudah digeoreferencing dan memiliki informasi peta yang sama, misalnya sama-sama
memiliki informasi pola aliran sungai.
25. Langkahnya hampir sama dengan cara sebelumnya, yaitu dengan mencari titik ikat. Bedanya pada saat
memasukkan koordinat tujuan (x,y map) tidak dengan melakukan inputing angka koordinat (baik DMS
atau DD atau UTM), namun dengan langsung menandai pada lokasi yang dituju. Pemilihan lokasi pada
peta yang dituju ini jelas harus disesuaikan bentuk dan polanya dengan lokasi pada peta yang ingin
digeoreferencing.

26. Pada gambar diatas tanda source coordinate yang dilambangkan dengan tanda + berada pada garis
lekukan sungai peta digital yang ingin digeoreferencing. Untuk koordinat revisi, mengacu pada shapefile
sungai (pada gambar garis berwarna pink), maka tanda + diletakkan pada garis lekukan sungai pada
shapefile sungai. Buat minimal 4 titik ikat dengan cara yang sama.

Modul Pelatihan | 25
27. Setelah memiliki 4 atau lebih titik ikat kemudian cek RMS Error untuk mendapat ketelitian yang baik,
kemudian setelah dirasa cukup, lakukan Update Georeferencing, dan peta digital siap digunakan.
b. Digitasi Gambar
Sketsa (sketch) adalah bentuk yang digambar dengan menggunakan sketch tool secara sementara dan
berfungsi untuk melaksanakan tugas yang ditentukan dalam daftar create feature. Fitur baru
kemudian terbentuk sesuai dengan garis sketsa yang dibuat. Tipe dari sketsa, - titik, garis atau
poligon-, ditentukan oleh tipe layer target.

Tools Membuat Sketsa Tool-tool sketsa, sering juga disebut Sketch Construction Tool terdiri atas :

Straight Segment, Digunakan untuk membuat garis atau polygon dengan arah garis lurus per
segment.
Arc Segment, Tool ini digunakan untuk membuat garis lengkungan yang membutuhkan 3
parameter yaitu titik awal, titik aksis dan titik akhir. Garis sketsa yang terbentuk akan selalu melalui
ketiga titik tersebut walaupun titik kedua (aksis) tidak terlihat.
End Point Arc Segment, Hampir sama dengan Arc segment, namun parameter lengkungan kurva
ditentukan pada sesi akhir dan dapat menggunakan nilai tertentu dengan menggunakan tombol R
Trace, Digunakan untuk mengikuti bentuk fitur yang telah ada (tracing). Fitur yang akan diikuti
geometrinya harus terseleksi terlebih dahulu.

Right Angle, Digunakan untuk membuat garis dengan sudut 900 dari garis sebelumnya.
Midpoint, Digunakan untuk mendapatkan titik tengah antara 2 titik yang di klik (titik awal &
titik akhir)

Distance-Distance, Tool ini bekerja dengan memanfaatkan titik singgung antara 2 lingkaran
yang ditentukan radiusnya. Bila kedua lingkaran tersebut tidak bersinggungan, maka tidak akan
terdapat verteks yang dihasilkan oleh tool ini, sebaliknya akan terdapat 2 titik singgung yang dapat
dipilih. Untuk memasukkan nilai radius yang akurat gunakan tombol R.
Modul Pelatihan | 26
Distance-Distance, Tool ini digunakan untuk menentukan verteks berdasarkan 2 titik input. Satu
titik input memerlukan parameter sudut (bearing), sedangkan titik input yang lain memerlukan
parameter jarak. Salah satu contohnya adalah menentukan posisi tiang listrik yang berjarak X meter
dari sudut bangunan A dan memiliki sudut arah sebesar derajat dari titik perpotongan (interseksi)
jalan. Gunakan tombol A untuk memasukkan parameter sudut dan tombol R untuk parameter
Jari-jari lingkaran secara tepat.
Intersection, Tool ini digunakan untuk menemukan titik singgung antara 2 garis.
Tangent Curve Segment, Tool ini membuat segmen yang berbentuk tangensial terhadap segmen
sebelumnya. Tool ini aktif jika telah ada segmen yang dibuat dengan menggunakan tool lain.

Bezier Curve Segment, Tool ini digunakan untuk merapikan segment yang berbentuk kurva,
dengan mengubah sudut dan jarak dapat membentuk kurva S.

Point, Tool ini untuk membuat titik.

Edit Vertices, Menu yang digunakan untuk membantu dalam editing vertek, baik menambah,
mengurangi, ataupun menggeser.

Reshape Feature Tool, Tool yang digunakan untuk menambah dan mengurangi feature guna
memperbaiki bentuk feature.

Cut Polygon Tool, Tool ini digunakan untuk membagi feature polygon.
Split Tool, Tool ini digunakan untuk membagi atau memisahkan feature line.
Rotate Tool, Tool ini digunakan untuk memutar feature. Dengan mengingat bahwa konsep
editing fitur di dalam ArcGIS banyak bergantung pada penggunaan sketch, kiranya perlu dipahami
komponen-komponen yang membentuk sketch tersebut :
Start Point, adalah titik mulainya garis sketch;
End Point, adalah titik berakhirnya garis sketch;
Verteks, adalah titik-titik (node) yang berada diantara Start Point dan End Point;
Segment, adalah garis yang menghubungkan 2 titik (node);

Selama dalam sesi pembuatan sketsa, komponen-komponen pembentuk sketsa juga dapat diubah,
misalnya:
Menghapus/menambah verteks;
Membalik (flipping) sketsa;
Melihat/memindahkan posisi verteks secara relatif maupun absolute;
Memotong panjang garis sketsa (trim); dan
Melihat properti sketsa;
Semua menu untuk memodifikasi sketsa tersebut dapat diakses dengan cara klik kanan pada sketsa
sehingga muncul pop up menu untuk mengubah sketsa. Contoh dibawah ini memperlihatkan cara
melihat properti sketsa.

Modul Pelatihan | 27
Snapping
Snapping adalah salah satu fasilitas editing ArcMap yang memegang peranan penting dalam
menghasilkan output editing yang akurat dengan cara mengatur perilaku sketsa.
a. Type Snapping
Pada proses editing fasilitas snapping dapat diberlakukan berdasarkan layer, sketsa atau topologi.
Berdasarkan dasar inilah tipe snapping dibedakan atas layer snapping, sketch snapping dan topology
snapping. Penentuan properti snap yang diaktifkan diatur dalam kotak dialog snapping environment
Window. Berikut ini adalah properti snapping berdasarkan tipenya :

b. Snapping Environment Window


Kotak dialog ini dapat diakses melalui menu Editor pada Toolbar Editor dan hanya bisa diakses
dalam mode editing.

c. Mematikan fasilitas snapping


Untuk mematikan fasilitas snapping secara sementara tekan tombol Spasi (SPACEBAR) pada
keyboard sambil melakukan editing. Snapping akan kembali aktif segera tombol tersebut dilepas.
Untuk mematikan fasilitas snapping secara tetap, bersihkan tanda centang yang ada pada kotak
dialog Snapping Environment.
d. Snapping to Feature Command
Pada saat pembuatan sketsa, terdapat juga bantuan snapping yang dapat diakses melalui klik kanan
pada fitur lain yang telah ada sehingga muncul pop up menu. Berikut adalah tipikal urutan
penggunaan perintah tersebut:
Dengan menggunakan salah satu tool sketsa, klik kanan pada fitur eksisting
Pada pop up menu yang muncul, sorot menu snap to feature, selanjutnya pilih tipe snapping
yang diinginkan
Verteks sketsa yang terbentuk akan segera di-Snap sesuai dengan tipe snapping yang dipilih.

Modul Pelatihan | 28
Digitasi On Screen
Proses digitasi merupakan tahap membuat feature data spasial baru. Data spasial sendiri meliputi data
point, polygon, dan line. Penggambaran data data tersebut dalam ArcMap dapat dikatakan sebagai
digitasi on screen. Tentu saja dalam mebuat gamabaran atau digitasi diperlukan data dasar sebagai
acuan untuk melakukan digitasi. Data dasar tersebut dapat berupa peta digital berformat *.jpeg yang
sudah digeoreferencing, atau juga dapat menggunakan citra satelit dan foto udara. Langkah langkah
untuk melakukan digitasi adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan shapefile sebagai layer kosong.
Jalankan ArcCatalog, lalu navigasikan ke folder dimana shapefile nantinya akan disimpan.
Untuk membuat shapefile baru, klik kanan pada ruang yang kosong kemudian pilih New,
kemudian klik Shapefile

Kemudian akan muncul tab create new shapefile.


Isikan kolam Name dengan nama shapefile yang akan dibuat.
Isikan Feature Type dengan tipe geometri data, point untuk titik, polyline untuk garis, dan
polygon untuk bidang luasan.
Isikan juga sistem ptoyeksi yang akan dipakai dengan memilik tombol

Modul Pelatihan | 29
Setelat terisi pilih Ok dan nanti akan muncul shapefile dengan nama yang sudah kita buat
pada tampilan di ArcCatalog.

b. Proses manual digitasi.


Panggil data shapefile yang baru saja dibuat kedalam ArcMap.
Untuk melakukan digitasi perlu adanya peta dasar atau citra, oleh sebab itu panggil juga
sumber data tersebut ke dalam ArcMap

Untuk memulai digitasi, klik Editor kemudian pilih Start Editing. Pastikan target editing
adalah shapefile yang dimaksud.

Untuk memulai digitasi, klik tombol pada toolbar editor. Jenis digitasi sesuai dengan
construction tool yang dipilih. Construction tool berada di kanan bawah.

Modul Pelatihan | 30
Setelah semua siap, proses digitasi dapat dilakukan dengan menggunakan bantual dari tool
tool sketsa yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Tahap digitasi ini dilakukan dalam usaha untuk merubah data raster menjadi data vector,
dengan proses intepretasi atau delineasi data raster. Proses Intepretasi dan delineasi ini
dilakukan pada sumber data semisal Peta Digital, foto udara, ataupun citra satelit.

Setelah selesai, untuk mengakhiri digitasi, klik 2 kali kemudian save edit lalu stop editing
SESI 2 Layouting
a. Layout standar kartografi

(Penjelasan Trainer)

Modul Pelatihan | 31
Contoh Layout :

Modul Pelatihan | 32
Modul Pelatihan | 33
HARI-4
SESI 1. Monitoring Hasil Olahan Data
A. Modul GPS on ANDROID (A-GPS / GLONASS)
Gunakan aplikasi AndroiTS GPS Test

B. Monitoring Kesehatan Tumbuhan

Modul Pelatihan | 34
HARI-5
a. Ujian Kasus 1.
b. Ujian Kasus 2.

Modul Pelatihan | 35

Anda mungkin juga menyukai