Anda di halaman 1dari 6

A.

METODE DAN TEKNIK PEMETAAN


Pemetaan kawasan pada dasarnya adalah merupakan kegiatan identifikasi perubahan
fungsi lahan yang dapat diamati pada peta dalam kurun waktu tertentu. Untuk
mengetahui seberapa besar perubahan yang terjadi pada suatu kawasan, dibutuhkan
peta tutupan lahan dalam kurun waktu tertentu (data berseri), misalnya peta tutupan
lahan tahun 2008, tahun 2009, dan tahun 2011. Atau jika memungkinkan data tutupan
lahan setiap tahunnya.

Pemetaan tutupan lahan dapat dilakukan dengan menggunakan citra satelit. Jenis citra
satelit yang umum digunakan adalah citra satelit Landsat-7 ETM atau citra satelit
beresolusi tinggi misalnya Ikonos atau Quickbird atau foto udara. Pemetaan tutupan
lahan tersebut didasarkan pada interpretasi dengan menggunakan software pengolah
data raster.
Jika citra satelit yang digunakan berupa citra landsat-7 ETM. Interpretasi dilakukan
dengan menggunakan software Argis 10 untuk menganalisa tutupan. Hasil dari analisis
citra satelit tersebut kemudian di convert kedalam bentuk vector.

Untuk lebih mendayagunakan citra satelit sehingga bisa digunakan oleh banyak
kalangan terutama untuk kepentingan tutupan lahan, maka citra satelit tersebut harus
diinterpretasi (ditafsirkan) menjadi informasi. Salah satu proses interpretasi yang paling
sering dilakukan adalah interpretasi untuk pemetaan penutup lahan dan vegetasi.
Dalam teori penginderaan jauh, terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk
proses interpretasi citra satelit yaitu interpretasi otomatis atau yang juga disebut
dengan klasifikasi multispektral dan interpretasi visual (manual).

Interpretasi otomatis hanya bisa dilakukan pada citra satelit format digital dengan
bantuan sistem komputer. Interpretasi otomatis ini semata-mata hanya mengandalkan
nilai kecerahan untuk membedakan obyek-obyek yang terekam pada citra. Garis besar
proses interpretasi otomatis ini adalah, interpreter harus memilih sekelompok nilai
kecerahan yang homogen sebagai daerah contoh (sampel area) dan dianggap mewakili
obyek tertentu. Diambil beberapa sampel untuk mewakili setiap kelas tutupan lahan.
Berdasarkan sampel-sampel ini komputer akan mencocokan nilai kecerahan sampel
(dengan aturan matematis tertentu) dengan nilai-nilai kecerahan pada keseluruhan citra
dan menggolongkannya ke dalam kelas tutupan lahan tertentu.

Kelebihan dari teknik interpretasi otomatis ini adalah cepat, karena dilakukan dengan
bantuan komputer. Namun dalam pelaksanaannya teknik ini akan optimal jika daerah
kajian memiliki obyek-obyek yang relatif homogen dengan cakupan yang luas.
Disamping itu karena teknik ini mengandalkan nilai kecerahan, maka gangguan atmosfir
seperti hamburan dan awan juga harus sekecil mungkin. Sayangnya kondisi ini sulit
ditemui di daerah tropis seperti Indonesia. Penutup lahan di Indonesia sebagian besar
adalah heterogen dan gangguan atmosfir seperti hamburan dan awan juga cukup
tinggi.

Disisi lain terdapat teknik interpretasi visual (manual) citra satelit yang merupakan
adaptasi dari teknik interpretasi foto udara. Citra satelit yang dimaksudkan disini adalah
citra satelit pada saluran tampak dan perluasannya. Adaptasi teknik ini bisa dilakukan
karena baik citra satelit tesebut dan foto udara, sama-sama merupakan rekaman nilai
pantulan dari obyek. Namun karena perbedaan karakteristik spasial dan spektralnya,
maka tidak keseluruhan kunci interpretasi dalam teknik interpretasi visual ini bisa
digunakan. Kelebihan dari teknik interpretasi visual ini dibandingkan dengan interpretasi
otomatis adalah dasar interpretasi tidak semata-mata kepada nilai kecerahan, tetapi
konteks keruangan pada daerah yang dikaji juga ikut dipertimbangkan. Interpretasi
manual ini peranan interpreter dalam mengontrol hasil klasifikasi menjadi sangat
dominan, sehingga hasil klasifikasi yang diperoleh relatif lebih masuk akal.

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut maka interpretasi citra Landsat 7 ETM digital
menggunakan gabungan metode penafsiran secara klasifikasi teracu (supervised
classification) dan metode secara manual/visual atau delineasi secara on screen
digitation. Penggabungan kedua metode ini menghasilkan klasifikasi yang lebih rinci dan
cepat sebab klasifikasi teracu akan membantu mempermudah klasifikasi secara
keseluruhan, terutama untuk memperoleh batas delineasi pada kelas-kelas dengan
poligon yang besar seperti kelas hutan, laut, danau dan yang lainnya. Sedangkan
metode secara manual/visual dapat lebih memperinci hasil kliasifikasi teracu, terutama
untuk memisahkan, menggabungkan atau menambahkan kelas-kelas yang tidak bisa
dilakukan secara klasifikasi teracu.

Penggabungan klas hasil klasifikasi dengan digitizion on screen. Adapun kombinasi band
yang yang umum digunakan pada saat penafsiran citra satelit secara manual/visual
yaitu 4-5-3 dan 5-4-2 dimana berbagai kenampakkan vegetasi baik alami maupun yang
ditanam dapat terlihat dengan jelas. Untuk mempermudah pengenalan tipe-tipe
penutup lahan pada suatu citra Landsat-TM warna tidak standar (band 2-3-4). Namun
hal ini bisa pula diterapkan pada citra dengan kombinasi band lainnya dengan
menerapkan elemen-elemen penafsiran lainnya selain warna. Kunci eliminasi teresebut
pada prinsipnya disusun agar interpretasi berlanjut langkah demi langkah dari yang
umum ke yang khusus, dan kemudian menyisihkan semua kenampakan atau kondisi
kecuali satu yang diidentifikasi.

Untuk penafsiran manual/visual (on screen digitation), perlu memperhatikan pola


jaringan sungai, danau atau garis pantai didelineasi yang diikuti dengan pola jaringan
jalan, hal ini akan membantu dalam penafsiran obyek-obyek atau vegetasi yang terliput
pada citra yang ada. Selanjutnya dilakukan deteksi pada obyek-obyek dengan
melakukan delineasi batas luar pada kelompok yang yang mempunyai warna yang
sama dan memisahkannya dari yang lain. Langkah terakhir adalah mengidentifikasi dan
analisis obyek atau tipe vegetasi dengan menggunakan informasi spasial seperti
ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan asosiasi dan situs (Lillesand dan Kiefer, 1979;
Sutanto, 1985).
Untuk data tutupan lahan tahun 2003 dan tahun 2006 konsultan dapat melakukan
analisis tutupan lahan dengan menggunakan citra satelit beresolusi tinggi, sementara
tutupan lahan tahun 2000 dilakukan dengan menggunakan citra satelit Landsat-7 ETM.

Gambar 3.1. Citra satelit Ikonos Tahun 2003

Gambar 3.2. Citra Satelit Quickbird Memperlihatkan


Banyak Perubahan Penggunaan Lahan
Gambar 3.3. Citra Landsat-7 ETM

Gambar 3.4. Hasil interpretasi Tutupan Lahan


Besarnya pertumbuhan kawasan tersebut dapat diketahui dengan melakukan overlay
peta penggunanan lahan untuk beberapa kurun waktu tertentu, misalnya tutupan lahan
tahun 2002 dengan tahun 2006 atau tahun 2008 dengan tahun 2011. Overlay peta-peta
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan software GIS (Geographical
Information System). Hasil overlay tutupan lahan tersebut akan memperlihatkan
perubahan yang secara otomastis dapat dihitung luasannya.

Secara spasial analisis buffer dapat dilakukan untuk menganalisis pengaruh perubahan
fungsi kawasasan terhadap lingkungan di sekitarnya. Analisis buffer dilakukan pada
pusat-pusat pertumbuhan baik pusat pertumbuhan eksisting maupun rencana pusat
pertumbuhan. Hal ini akan memberikan gambaran dan perkiraan arah pertumbuhan
kawasan dimasa yang akan datang. Analsis ini perlu ditunjang dengan analsisi statistic
lainnya seperti analisis ekonomi, kependudukan dan sosial budaya.

Gambar 3.5. Contoh Analisis Buffer, Pengaruh Pada Pusat-pusat Pertumbuhan Terhadap Kawasan
Sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai