Anda di halaman 1dari 86

Pemrosesan Citra

BAB VIII
PEMROSESAN CITRA

8.1 Pengertian

Menurut Sutanto (1989), mosaik adalah sejumlah foto yang bertampalan untuk
menggambarkan suatu daerah tertentu secara utuh. Lembaran utuh ini dibuat
dengan menghilangkan tampalan dan menyambung tiap foto secara cermat.

Foto mosaik mempunyai beberapa kelebihan terhadap peta, antara lain:


1. Menyajikan sejumlah besar objek yang secara relatif sesuai dengan letak
planimetrinya.
2. Objeknya lebih mudah dikenali karena tergambar secara piktoral.
3. Biaya pembuatan mosaik untuk daerah yang luas dan untuk berbagai tujuan
akan jauh lebih murah, dibanding biaya pembuatan peta tanpa menggunakan
foto udara.

Karena obyeknya lebih mudah dikenali, maka foto mosaik sangat berguna untuk
menjelaskan kondisi sesaat atau rencana pembangunan kepada pihak yang
terbiasa dengan peta. Kelemahan foto mosaik antara lain karena ia bukan
merupakan gambaran planimetrik yang benar.

Kegunaan foto mosaik selain untuk kepentingan survey geologi berikut bidang
terapannya, maka yang paling banyak adalah dalam bidang perencanaan
penggunaan lahan dan perencanaan rekayasa. Mosaik menyajikan gambaran
lengkap secara komprehensif dan dapat dibuat dengan cepat. Perwujudan-
perwujudan yang diperlukan untuk proyek dan juga perwujudan yang akan
mempengaruhi proyek itu dapat segera ditafsirkan. Alternatif rencana dapat
disiapkan sehubungan dengan jenis tanah, pola pengaliran, perujudan geologi, dan
penggunaan lahannya. Dengan dimungkinkannya kajian rinci ini, maka dapat dipilih
rencana menyeluruh yang tebaik.
Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 132
Pemrosesan Citra

Foto mosaik dapat dibedakan atas tiga jenis (Wolf, 1983 dan Ligterink, 1972 dalam
Sutanto, 1989):
1. Mosaik terkontrol.
2. Mosaik tak terkontrol.
3. Mosaik setengah terkontrol

8.1.1. Mosaik terkontrol


Mosaik terkontrol memenuhi spesifikasi tertentu tentang ketelitian peta dan dapat
digunakan sebagai peta dalam penyadapan data jarak dan luas. Ia merupakan
mosaik yang paling teliti diantara jenis mosaik diatas. Mosaik terkontrol dibuat dari
foto udara vertikal yang telah mengalami proses rektifikasi dan penisbahan.
Rektifikasi dimaksudkan untuk menghilangkan kesalahan oleh kemiringan pesawat,
sedang penisbahan dimaksudkan untuk menyeragamkan skala diseluruh bagian
foto.

Pada daerah datar, mosaik terkontrol umumnya dibuat berdasarkan metoda keping
berlubang (islotted template). Penyusunan berpedoman pada titik ikat yang
disesuaikan dengan titik kontrol medan. Koordinat titik ikat ini digambarkan pada
lembaran tersendiri berdasarkan dengan skala yang dikehendaki. Kemudian negatif
fotonya direktifikasi, yaitu dengan menyesuaikan terhadap kordinat titik ikat itu.
Dengan menggunakan alat yang disebut rectifer, gambaran titik tertentu yang diberi
tanda pada negatif dibuat berimpit dengan titik yang telah ditentukan kordinatnya.
Bila bahan ini diganti dengan emulsi fotografik yang bahannya tidak mengkerut,
maka akan diperoleh positif yang proyeksinya vertikal. Dengan demikian berarti
dihilangkannya perbedaan skala antara tiap negatif dan juga kesalahan oleh
kemiringan pesawat. Mosaik terkontrol dibuat dengan memadukan positif yang
telah dikoreksi ini. Bagi daerah pegunungan, cara keping berlubang kurang
memadai untuk penyusunan mosaik terkontrol. Pada umumnya terpaksa digunakan
instrumen rumit yaitu orthophotoscope untuk menghilangkan kesalahan oleh
kemiringan pesawat dan relief pada tiap foto.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 133


Pemrosesan Citra

Bila pada mosaik terkontrol diberi sistem grid dan huruf, mosaik ini disebut peta
foto. Pada peta foto sering digambarkan perujudan tertentu seperti jalan, jalan
kereta api, dan perujudan lain yang penting.

8.1.2. Mosaik tak terkontrol


Mosaik tak terkontrol dibuat memotong dan menyusun foto suatu daerah tanpa
penyesuaian skala serta ukuran lainnya. Untuk itu tidak diperlukan titik kontrol
medan dan tidak dilakukan reftifikasi terlebih dahulu terhadap foto yang akan
digunakan dalam penyusunan mosaik.

Mosaik tak terkontrol dapat digunakan untuk mengetahui gambaran umum daerah
yang bersangkutan, tetapi tidak dapat digunakan untuk pengukuran. Pergeseran
letak oleh relief sering menimbulkan deformasi yang serius dan kadang
menyebabkan kekosongan dibeberapa tempat. Mosaik tak terkontrol yang
kualitasnya memadai hanya dapat diperoleh bagi daerah datar yang fotonya benar-
benar vertikal.

8.1.3. Mosaik setengah terkontrol


Penyusunan mosaik setengah terkontrol merupakan gabungan antara spesifikasi
mosaik terkontrol dan mosaik tak terkontrol. Ia dapat disusun dengan menggunakan
titik kontrol medan, tetapi fotonya tanpa direktifikasi maupun penisbahan.
Kombinasi lainnya ialah fotonya direktifikasi, tetapi tanpa kontrol medan.
Ketelitiannya terletak antara mosaik terkontrol dan mosaik setengah terkontrol. Foto
mosaik juga dapat dibedakan berdasarkan kegunaannya.

Atas dasar ini foto mosaik dibedakan menjadi mosaik indeks dan mosaik jalur, yaitu:
1. Mosaik indeks juga sering disebut dengan indeks foto, dibuat secara kasar
tanpa pemotongan dan perekatan. Pembuatannya dilakukan dengan menyusun
lalu memotretnya menjadi satu lembar foto. Kegunaannya yaitu sebagai
pedoman bagi nomor foto dan daerah liputannya dengan mengamati mosaik
indeks, maka dapat diketahui foto yang mana yang harus diambil dari arsip
untuk maksud tertentu. Mosaik indeks merupakan mosaik tak terkontrol.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 134


Pemrosesan Citra

2. Mosaik jalur merupakan susunan foto dari sepanjang jalur tunggal. Ia sangat
bermanfaat untuk perencanaan dan pembuatan desain proyek rekayasa yang
memanjang seperti jalan, jalur telekomunikasi, listrik, waduk dll. Mosaik jalur
dapat berupa mosaik terkontrol, setengah terkontrol, atau tak terkontrol.

Gambar 8.1. Bagan alir tahapan interpretasi foto udara.

8.2 Penginderaan Berbasis Energi Gelombang Elektromagnetik

Lillesand dan Kiefer (1997), menyatakan bahwa prinsip dasar dalam


penginderaaan dengan energi gelombang elektromagnetik untuk sumber daya
alam ada 2 yaitu pengumpulan dan analisis data.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 135


Pemrosesan Citra

Elemen proses pengumpulan data meliputi sumber energi, perjalanan energi


melalui atmosfir, interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi, sensor
wahana satelit atau pesawat terbang dan hasil pembentukan data dalam bentuk
piktoral dan atau numerik. Proses analisis data meliputi pengujian data dengan
menggunakan alat interpretasi dan alat pengamatan analisis data piktoral dan atau
komputer untuk menganalisis data sensor numerik.

Keunggulan yang ditawarkan oleh teknik ini jika dibandingkan dengan metode
konvesional survei lapangan, yaitu:
1. Memberikan gambaran yang sinoptik (Synoptik Value): sebuah citra Landsat
misalnya, dapat memberikan informasi detail mengenai ciri dan pola suatu
lahan atau obyek di muka bumi seluas 185 km x 185 km, dimana hal ini tidak
dapat diberikan oleh teknik lain. Citra juga dapat memberikan gambaran
pendahuluan suatu area sehingga merupakan saringan dalam memilih daerah
yang akan diteliti secara lebih rinci. Hal ini akan menghemat waktu dan biaya
karena dapat mengurangi penelusuran data besar yang diperlukan sebelum
suatu penelitian yang meliputi suatu areal dilakukan. Peliputannya bersifat
global (Worldwide Coverage): daratan dan perairan dangkal di bumi dapat
dipantau.
2. Peliputan yang berulang (Repetitive Coverage): informasi peliputan global
tersebut dapat diperoleh setiap 16 hari, sehingga dapat digunakan pula
sebagai alat monitoring.
3. Keseragaman waktu (Uniformity Over Time): satelit melewati suatu titik di
permukaan bumi hampir selalu tepat pada waktu lokal yang sama. Hal ini
menyebabkan kita dapat melakukan pemantauan suatu target dengan
iluminasi cahaya yang relatif sama.
4. Analisis berbagai panjang gelombang (Multispectral Analisys): data yang
diperoleh serentak dalam beberapa panjang gelombang melalui sistem optik
yang sama. Hal ini menyebabkan kita dapat membuat tumpang tindih (Overlay)
beberapa saluran/band sehingga membentuk suatu citra komposit (Lillesand
dan Kiefer, 1997).

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 136


Pemrosesan Citra

5. Analisis berbagai panjang gelombang (Multispectral Analisys): data yang


diperoleh serentak dalam beberapa panjang gelombang melalui sistem optik
yang sama. Hal ini menyebabkan kita dapat membuat tumpang tindih (Overlay)
beberapa saluran/band sehingga membentuk suatu citra komposit (Lillesand
dan Kiefer, 1997).

8.3 Pengolahan Citra Digital

Dalam melakukan pengolahan citra digital multispektral, meliputi beberapa tahapan


sebagai berikut:
1. Koreksi geometrik (geometric correction): bertujuan untuk mengoreksi data
citra terhadap sistem koordinat bumi, supaya informasi data citra telah sesuai
dengan keberadaanya di bumi. Ada dua istilah koreksi geometrik:
a. Registrasi: proses koreksi geometrik dari citra belum terkoreksi dengan
citra yang sudah terkoreksi.
b. Rektifikasi: proses koreksi geometrik antara citra belum terkoreksi dengan
peta.
2. Koreksi radiometrik (radiometric correction): bertujuan untuk memperbaiki
kualitas visual citra dan sekaligus memperbaiki nilai-nilai piksel yang tidak
sesuai dengan pantulan dan pancaran spektral obyek yang sebenarnya.
3. Penajaman citra (image enhancement): bertujuan untuk memperjelas
kenampakan citra dengan memanipulasi nilai spektral pada citra sehingga
memudahkan dalam melakukakan interpretasi. Teknik penajaman ini terbagi
atas dua:
a. Penajaman titik (spectral enhancement): mengubah nilai kecerahan tiap
piksel pada citra secara terpisah untuk menonjolkan kecerahan obyek
tertentu. Metodenya melalui perentangan nilai spectral secara linear (linear
stretching).
b. Penajaman lokal (spatial enhancement): pengubahan nilai piksel yang
berkaitan dengan nilai piksel sekelilingnya untuk mengubah tekstur citra

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 137


Pemrosesan Citra

secara keseluruhan. Metodenya melalui penyaringan nilai citra terhadap


nilai sekelilingnya (filtering).
4. Pemotongan citra (image cropping): bertujuan untuk mendapatkan batasan
wilayah/kawasan yang hendak dikaji. Pemotongan dilakukan karena umumnya
data satu scene citra mencakup wilayah yang luas, misalnya path/row 114/64
mencakup wilayah Sulawesi Selatan yang sebagian besar daerah bagian
Selatan. Kadang tidak semua data yang tercakup dalam scene tersebut kita
dibutuhkan. Selain itu dengan pemotongan citra bertujuan untuk memperkecil
besar file yang kita gunakan dan mempercepat proses-proses pengolahan
citra.
5. Komposit citra (image composit): merupakan modifikasi saluran/kanal/band
citra untuk menonjolkan beberapa aspek. Pemilihan band didasarkan atas
kebutuhan pengolahan data. Misalnya untuk memperlihatkan penutup lahan
kawasan pesisir dan laut, maka disarankan menggunakan komposit citra 321,
maksudnya band 3 diberi warna merah, band 2 diberi warna hijau, dan band 1
diberi warna biru, yang biasa disebut dengan Red, Green, Blue (RGB).
6. Klasifikasi (classification)
a. Klasifikasi terbimbing (supervised classification) adalah klasifikasi nilai
pixel didasarkan pada contoh daerah yang diketahui jenis objek dan nilai
spektralnya.
b. Klasifikasi tak terbimibing (unsupervised classification) adalah klasifikasi
tanpa daerah contoh yang diketahui jenis objek dan nilai spektralnya.
c. Klasifikasi tak terbimbing menggunakan algoritma untuk mengkaji atau
menganalisis sejumlah besar pixel yang tidak dikenal dan membaginya
dalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan nilai digital citra.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 138


Pemrosesan Citra

Gambar 8.1. Proses klasifikasi citra

7. Orientasi medan (ground truth) dan uji ketelitian:


a. Orientasi medan (ground truth): dilakukan guna menyakinkan kebenaran
hasil interpretasi dan membetulkannya jika terjadi kekeliruan atau
kesalahan dalam menginterpretasi. Selain itu dalam orientasi medan ini
dilakukan penambahan data yang diperlukan dan yang tidak disadap dari
citra.
b. Uji ketelitian: dilakukan untuk menguji kebenaran hasil interpretasi citra
digital atau peta tentatif dengan kondisi sebenarnya di lapangan
c. Interpretasi ulang/akhir (re-Interpretation): dilakukan setelah orientasi
medan.
d. Annotasi dan pencetakan: annotasi dilakukan untuk membuat lay out atau
tampilan citra yang akan dicetak agar sesuai dengan kaidah-kaidah
kartografi. Pencetakan dapat dilakukan dengan dua cara, yakni secara
langsung mencetak di kertas maupun dalam bentuk file.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 139


Pemrosesan Citra

8.4 Tutorial QGIS

8.4.1 Membuat data vektor


Membuat data vector terlebih dahulu kita mengklik Toolbar New untuk membuat
sebuah proyek baru setelah itu ikuti tahap berikut:
1. Klik new shapefile layer
2. Setelah itu akan muncul layer sbb:

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 140


Pemrosesan Citra

Pilih type garis/line, setelah itu klik. Tentukan CRS, maka akan seperti berikut:

1. Pilih system koordinat WGS84, EPSG : 4326, klik Ok


2. Setelahitu, Klik ok lagi, maka akan muncul dialog SAVE “
3. Untuk latihan ini kita kasih nama file tes tvektor, lalu klik OK

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 141


Pemrosesan Citra

Di dekstop QGIS, maka akan muncul hasil save tadi :

 Setelah itu klik pada test vector lalu, klik toolbar edit
 Lalu klik toolbar add feature Lalu tambahkan pada layer display untuk
membuat garis

 Untuk mengakhiri garis maka klik Kanan, setelah itu akan muncul

 Isi id misalnya dengan nomor 1, klik Ok


 Setelah selesai maka klik lagi toolbar edit , maka akan keluar dialog

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 142


Pemrosesan Citra

 Lalu klik save untukmenyimpan


 Dan hasilnya untuk pembuatan Vektor Line:

8.4.2 Membuat data raster


 Sediakan gambar raster berformat jpg/png/tiff
 Adanya data koordinat padagambar raster tersebut

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 143


Pemrosesan Citra

Contoh data raster:

 Setelah diperoleh data tersebut, pada QGIS pilih menu Raster lalu pilih
Georeferencer

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 144


Pemrosesan Citra

 Setelah itu klik pada toolbar open raster , lalu pilih raster

 Setelah terbuka seperti gambar diatas maka pilih toolbar add point
Setelah itu, inputkan data koordinat ke empat titik koordinat tersebut sesuai
keempat posisi masing-masing

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 145


Pemrosesan Citra

 Lalu klik untuk menentukan referensi koordinat

Pilih WGS 84
EPSG:
4326, klik Ok
Setelah itu,
tentukan posisi
output raster
dengann ama file
raster modifikasi
Setelah ditentukan
posisi output lalu
klik OK.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 146


Pemrosesan Citra

 Setelah semua OK, maka klik toolbar start georeferencer

 Jika berhasil maka akan tampil pada layer list sesuai dengan nama output
raster tadi.
 Setelah itu, close dialog georeferencer tadi, lalu klik save point bila muncul
dialog untuk menyimpan ulang.
 Jika semuanya berhasil maka akan di dapat data raster jpg/png/tiff dengan
data koordinat.Cek dengan menggerakan kursor pada raster, maka di kotak
informasi koordinat akan berubah sesuai pergerakan kursor.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 147


Pemrosesan Citra

8.4.3 Membuat data spasial (raster dan vektor)


Dalam tahap ini kita akan menandai pusat erupsi pada data raster dan menandai
struktur gunungapi.

Membuat data vektor polygon pada raster


 Pertama -tama kita akan mengedit pada file vektor yang sudah ada,
caranya

 Klikpada file test vektor, lalu klik toolbar edit


 Lalupilih menu vektor, lalu pilih tools geometri lalu pilih lines to poligons

 Setelah itu akan muncul kotak dialog, setelah itu pilih file test vector tadi

 Lalu klik navigasi,untuk output shape


 Lalu simpan dengan nama file pusat erupsi, setelah selesai, klik save
Lalu klik Ok
 Jika berhasil maka akan muncul pada layer list

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 148


Pemrosesan Citra

 Klik pada file pusat erupsi tadi, laluklik toolbar edit

 Setelah itu klik add feature


 Lakukan trace pada titik di bawah ini

 Setelah selesai, klik kanan lalu


masukan id, misalnya 2,(usaha
kan untuk id selalu berbeda dari
sebelumnya)

 Lalu klik Ok

 Untuk melihat hasil trace, pindahkan posisi posisi file raster modifikasi ke
posisi bawah, dengan cara mendrag dan geser kebawah

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 149


Pemrosesan Citra

 Maka hasil trace pusat erupsi akan muncul

 Beri tanda untuk pusat erupsi lainnya, dengan klik add feature
 Lakukan kembali proses trace dan input id.
 Jika telah selesai pada klik file pusat erupsi pada layer list lalu klik toolbar
edit lalu save

Membuat data vektor line pada raster


Karena sudah membuat contoh line sebelumnya, untuk membuat line kita tinggal

aktifkan toolbar edit pada file test vektor yang ada di layer list, lalu klik toolbar

add feture .
 Setelah persiapan di atas maka tentukan circle dari gunung api pada
raster tersebut

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 150


Pemrosesan Citra

 Setelah itu lakukan trace sesuai kelurusan gunung api pada raster

 Setelah selesai, klik kanan lalu masukan id, misalnya 3,(usahakan untuk
id selalu berbeda dari sebelumnya)
 Klik ok jika sudah.

Memperjelas vektor line


 Tahap selanjutnya ialah memperjelas vektor line diatas
 Klik kanan pada di layer list pilih file test vektor, lalu pilih properties

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 151


Pemrosesan Citra

 Di properties ubah warna dan lebar

 Ubah warna menjadi terang, misalnya merah terang


 Setelah, itu ubah lebar garis menjadi 1,0
 Setelah itu klik Apply
 Jika telah selesai pada klik file test vector pada layer list lalu klik toolbar

edit lalu save

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 152


Pemrosesan Citra

Jika selesai maka hasil akan seperti berikut :


Data vektor poligon
yang menunjukan
pusat erupsi

Data vektor line yang


Menunjukan struktur
gunungapi

 Jika telah selesai klik toolbar save as untuk menyimpan proyek ,


Simpan dengan nama file latihan dan berformat .QGS

8.5 Tutorial SNAP (Orthorectification)


Tujuan dari tutorial ini adalah untuk memberikan pengguna penginderaan jauh
pemula dan berpengalaman dengan petunjuk langkah demi langkah tentang
bekerja dengan data ALOS PALSAR dengan SNAP.
Dalam tutorial ini Anda akan memproses kalibrasi data, multilook, speckle filter,
deskew, terrain correction.

Contoh Data
Data yang akan kita gunakan adalah ALOS PALSAR SLC Level 1.1 (Slant Range,
Single-Look Complex) Single-Pol (HH) sebagai data SAR, dapat di peroleh di:
https://vertex.daac.asf.alaska.edu/
Buka Produk

Tahap 1 – BukaProduk: gunakan simbol Open Product di sebelah atas


toolbar dan caril okasi data yang kita akan gunakan dalam format data CEOS

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 153


Pemrosesan Citra

Gambar 1. Buka produk

Tahap 2 – Melihat produk data: dalam Products View kita akan melihat data
produk yang dibuka. Didalam band produk kita akan melihat dua polarisasi:
Untuk setiap polarisasi, itu semua merupakan data complex dengan band i dan q
kuga band virtual intensity.

Gambar 2. Tampilan data produk pada folder band

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 154


Pemrosesan Citra

Gambar 3. Hasil produk intensity HH

8.5.1 Kalibrasi data


Supaya data SAR bekerja dengan benar, pertama-tama data harus dikalibrasi. Hal
ini dilakukan khususnya ketika mempersiapkan data untuk mosaicking dimana kita
akan menghasilkan produk data yang memiliki beberapa incidence angles dan
tingkat kecerahan relatif.

Kalibrasi radiometric mengoreksi gambar SAR sehingga nilai-nilai pixel benar-


benar mewakili backscatter radar daripantulan permukaan.
Tahap 3–Kalibrasi data: Dari menu Radar, arahkan kursor mouse menuju menu
Radiometric dan pilih Calibrate.

Gambar 4. Menu radiometric calibrate

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 155


Pemrosesan Citra

Gambar 5. Radiometric calibration

Jika tidak dipilih source bands (band yang menjadi data awal yang akan diproses)
manapun, oprasi kalibrasi akan otomatis memilis semua band. Hilangkan tanda
centang ‘save in complex’ sehingga oprasi kalibrasi akan menghasilkan band
Sigma 0.
Setelah kalibrasi, produk baru akan dihasilkan berisi band yang telah dikalibrasi
Sigma 0.

Gambar 6. Hasil radiometric calibration band HH

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 156


Pemrosesan Citra

8.5.2 Multilooking

Proses Multilook dapat digunakan untuk menghasilkan produk dengan ukuran


gambar piksel nominal. Multiple looks dapat dihasilkan dari rata-rata

sel resolusi sepanjang range dan atau azimuth yang akan meningkatkan resolusi
radiometric tetapi menurunkan resolusi spasial.

Hasilnya, gambar akan memiliki lebih sedikit noise dan perkiraan luas jarak pixel
setelah dikonversi dari slant range ke ground range.
Tahap 4 - Multilook : Dari menu Radar, pilih multilooking.

Gambar 7. Pilih multilooking

Pada dialog multilook di kolom source bands kita tidak memilih band spesifik
sehingga nanti yang akan diproses adalah semua band. Selanjutnya pilih
independent looks bila kita ingin menentukan range dan azimuth looks sesuai
yang kita inginkan, tetapi apabila kita memilih GR square pixel maka pixselnya
akan berbentuk persegi dan sesuai dengan ground range, lalu klik run.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 157


Pemrosesan Citra

Gambar 8. Dialog multilooking

Speckle Filtering
Speckle disebabkan oleh interferensi konstruktif dan destruktif acak menghasilkan
salt dan peppernoise pada gambar.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 158


Pemrosesan Citra

Speckle filters diterapka npada data untuk mengurangi jumlah noise akan tetapi
mengurai resolusi pada gambar.

Tahap 5 – Speckle Filterring: Pilih produk data hasil mult looked dan kemudian
pilih speckle filtering/single product dari menu radar.

 Di dalam dialog speckle filter, pilih refined lee.

gambar 11. Dialog speckle filter

 Klik run untuk diproses

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 159


Pemrosesan Citra

ALOS Deskewing
Untuk data ALOS Level 1.1, data didisribusikan dalam geometri yang terbalik.
Sehingga secara umum data harus dilakukan deskewed untuk memindahkan data
ke dalam geometri Doppler seperti geometri sebelum melakukan standar proses
SAR.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 160


Pemrosesan Citra

Tahap 5 – Deskewing: Pilih ALOS Deskewing dari menu Geometry

gambar 13. menu alos deskewing

Gambar 14. Dialog alos deskewing

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 161


Pemrosesan Citra

Gambar 15. Hasil dari alos dewskewed

8.5.3 Terrain correction


Terrain Correction akan menggeocode citra dengan mengkoreksi distorsi geometrik
SAR menggunakan digital elevation model (DEM) dan membuat produk proyeksi
peta.

Geocoding mengubah citra atau gambar dari Slant Range atau Ground Range
Geometry kedalam sistem proyeksi peta. Terrain Geocoding memerlukan Digital
Elevation Model (DEM) untuk mengkoreksi efek yang ada pada geometri SAR
seperti foreshortening, layover dan shadow.

Foreshortening
Periode waktu lereng diterangi oleh pulsa di transmisikan dari energi radar
menentukan panjang lereng pada citra radar.

Hal ini menyebabkan pemendekan kemiringan daerah pada citra radar dalam
semua kasus kecuali ketika sudut local kejadian (θ) adalah sama dengan 90˚.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 162


Pemrosesan Citra

Layover
Ketika bagian atas kemiringan daerah lebih dekat dengan platform radar dari
bagian bawah sebelumnya akan disimpan lebih cepat dari yang terakhir.

Urutan di mana titik sepanjang daerah dicitrakan menghasilkan gambar yang


muncul terbalik. Radar layover tergantung pada perbedaan dalam kisaran jarak
miring antara bagian atas dan bawah dari fitur tersebut.

Shadow
Belakang lereng menjadi kabur dari sinar pencitraan tidak menyebabkan daerah
kembali atau radar shadow.

Efek distorsi ini dapat dilihat di bawah ini. Jarak antara 1 dan 2 dapat terlihat lebih
pendek dari yang seharusnya dandan gelombang kembali untuk nomor 4 dapat
terjadi sebelum gelombang kembali untuk nomor 3, hal ini terjadi karena efek dari
ketinggian.

Gambar 16. Efek geometri SAR

Tahap 6- Terrain Correction: dari menu radar =>geometric =>Terrain


Corection dan pilih Range- Doppler Terrain Correction.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 163


Pemrosesan Citra

Gambar 17. Menu range-doppler terrain correction

Sebagai setingan awal, terrain correction akan mengguanakan DEM SRTM 3 sec.
Software secara otomatis akan menentukan DEM diperlukan dan didownload
dengan otomatis dari internet.
Output standar proyeksi peta adalah Lintang dan bujur geografik.

Gambar 18. Dialog range-doppler terrain correction

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 164


Pemrosesan Citra

8.5.4 Membuat subset


Untuk mengurangi jumlah proses yang diperlukan, kita bias membuat subset di
sekitar daerah yang diinginkan.

Tahap 7 – Membuat subset: Klik kanan mouse pada gambar dan pilih spatial
subset from view dalam menu yang tampil.

Gambar 20. menu spatial subset


 Atau bisa juga pada menu Raster pada Toolbar lalu pilih subset.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 165


Pemrosesan Citra

Gambar 21. Menu subset

 Maka akan muncul tampilan dialog subset seperti gambar di bawah ini.

Gambar 22. Dialog subset

Pada subset kali ini kita akan melakukannya dengan cara memasukkan
koordinat darah yang diinginkan di gambar di dialog specify product subset
=>pilih spatial subset =>geo coordinates, masukkan koordinat sebagai
berikut:
 North : -7.00
 West : 107.72

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 166


Pemrosesan Citra

 South : -7.23
 East : 107.95

 Lalu klik run, maka hasilnya akan tampak seperti gambar di bawah ini.

Tahap 8 – Membuat citra dalam skala desibel: Klik-kanan dalam produk


explorer band Sigma0_HH dan pilih Linear to/from dB.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 167


Pemrosesan Citra

 Maka band virtual baru akan terbentuk dengan persamaan


10*log10(sigma0_HH).

 Klik-dua kali pada Sigma0_HH_db untuk membukan band tersebut.

Gambar 23.Hasil subset

8.6. Tutorial SNAP (POLARIMETRIC)

8.6.1 Membuat gambar RBG


Tahap 8– Membuat subset : Klik kanan mouse pada produk data subset dan
pilih Open RGB image windows dalam menu yang tampil.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 168


Pemrosesan Citra

Gambar 27. Menu RGB

 Gunakan kombinasi intensity_HH untuk R, intensity HV untuk G, dan


Intensity VV untuk B

Gambar 28. RGB (intensity HH, intensity HV, intensity VV)

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 169


Pemrosesan Citra

Gambar 29. Hasil RGB (intensity HH, intensity HV, intensity VV)

8.6.2 Polarimetric matrix generation


Semua menu untuk polarimetrik bekerja dengan matrik coherency atau
covariance sebagai inputnya. Dengan produk Full Pol SLC seperti pada data
ALOS PALSAR, kita bias menggunakan operator matrix generation untuk
mengubah produk menjadi covariance matrix T3.
Tahap9 – Membuat matrikT3: Pilih Polarimetric Matrix Generation dari menu
Polarimetric.

Gambar 30. Menu polarimetric matrix generation

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 170


Pemrosesan Citra

 Pilih polarimetric matrix T3 lalu klik run.

Gambar 31. dialog polarimetric matrix generation

 Maka akan muncul matrik T3 pada kolom product expoler

Gambar 32. Produk matrik T3

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 171


Pemrosesan Citra

Gambar 33. Gambar band t11 darimatrikt3

8.6.4 Polarimetric speckle filtering


Untuk membersihkan bintik-bintik noise yang melekat di dalam gambar SAR,
kita dapat menggunakan speckle filter. Untuk polarimetric speckle filtering
pada SNAP filter yang tersedia adalah:
 Boxcar
 Improved Lee Sigma
 Refined Lee
 Intensity Driven Adaptive Neighbourhood (IDAN)

Tahap 10 - Apply a Speckle Filter: Pilih Polarimetric Speckle Filter


dari menu Polarimetric.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 172


Pemrosesan Citra

Dalam processing parameter tab, pilih Refined Lee speckle filter.Lalu klik run.

Gambar 35. Dialog polarimetrix speckle filter

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 173


Pemrosesan Citra

Gambar 36. Hasil band C22 daripolarimetrix speckle filter

8.6.5 Polarimetric decompositions


Polarimetric decompositions, memungkinkan memisahkan kontribusi dari
hamburan yang berbeda dan dapat digunakan untuk mengekstrak informasi
tentang proses hamburan. Polarimetric decomposition yang terdapat di SNAP
antara lain:
 Sinclair
 Pauli
 Freeman-Durden
 Yamaguchi
 Van Zyl
 Cloude
 H-a Alpha
 Touzi

Tahap11 - Produce a decomposition: Pilih Polarimetric Decomposition dari


menu Polarimetric

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 174


Pemrosesan Citra

Gambar 37. Menu polarimetric decomposition

Pada processing parameter di dialog polarimetric decomposition untuk pilihan


decomposition pilih Pauli Decomposition.

Gambar 38. Dialog polarimetric decomposition

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 175


Pemrosesan Citra

Gambar 39. Hasil RGB dari pauli decomposition

Tahap12–Mengubah data hasil RGB menjadi file gambar: untuk mengubah


tipe data, pilih convert data type dari menu Raster.

Dalam dialog convert data type, pilih output UNIT8 menggunakan scaling linear
clipping 95 % dari histogram.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 176


Pemrosesan Citra

Gambar 41. Dialog convert datatype

Setelah diubah tipe datanya, baru kita simpan hasil polarimetrik dengan format file
gambar. Dari menu File, pilih export=>other =>view as image

Gambar 42. Menu menyimpan dalam bentuk format gambar

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 177


Pemrosesan Citra

Gambar 43. Pauli decomposition

Gambar 44.Sinclair decomposition

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 178


Pemrosesan Citra

Gambar 45. Freeman-Durden decomposition

Gambar 46. Yamaguchi decomposition

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 179


Pemrosesan Citra

Gambar 47. Van Zly decomposition

Gambar 48. Cloude decomposition

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 180


Pemrosesan Citra

Gambar 49. H-A-Alpha decomposition

Gambar 50. Touzi decomposition

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 181


Pemrosesan Citra

8.7 Citra Landsat

8.7.1 Tujuan
Tujuan interpretasi citra Landsat adalah untuk:
1. Mengenal dan mengetahui kenampakan-kenampakan geologi dan
geomorfologi yang dapat direkam oleh citra Landsat.
2. Membuat peta satuan geomorfologi atas dasar genetiknya.
3. Penafsiran litologi dan struktur geologi
4. Pembuatan peta geologi.

8.7.2 Dasar teori


Citra Landsat merupakan gambaran permukaan bumi yang diambil dari luar
angkasa dengan ketinggian kurang lebih 818 km dari permukaan bumi, dengan
skala 1: 250.000
Pada satu lembar citra landsat dapat meliputi daerah seluas sekitar 185 km x 185
km. Citra landsat merupakan citra yang dihasilkan dari beberapa spektrum dengan
panjang gelombang yang berbeda, yaitu:
1. Saluran 4 dengan panjang gelombang 0,5–0,6 m pada daerah spektrum biru,
baik untuk mendeteksi muatan sedimen ditubuh perairan, gosong, endapan
suspensi dan terumbu.
2. Saluran 5 dengan panjang gelombang 0,6–0,7 m pada daerah spektrum hijau,
baik untuk mendeteksi vegetasi, budaya, dll.
3. Saluran 6 dengan panjang gelombang 0,7–0,8 m pada daerah spektrum
merah, baik untuk mendeteksi relief permukaan bumi, batas air dan daratan.
4. Saluran 7 dengan panjang gelombang 0,8–1,1, m pada daerah dengan infra
merah, yang lebih kecil untuk mendeteksi relief permukaan bumi bila
dibandingkan dengan saluran 6.
Warna pada citra merupakan nilai refleksi dari vegetasi, tubuh perairan atau tubuh
batuan permukaan bumi. Oleh karena itu, interpretasi geologiu melalui citra landsat
lebih didasarkan pada perbedaan nilai refleksi tersebut.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 182


Pemrosesan Citra

8.7.3 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penafsiran citra landasat adalah:
1. Citra Landsat warna majemuk lembar Jawa Tengah
2. Peta Geologi lembar Jawa Tengah
3. Transparansi
4. Kapas, aceton, dan cellotype
5. Spidol OHP berwarna fine
6. Kaca pembesar (tersedia di Laboratorium GCPJ)
7. Penggaris

Gambar 8.3. Kolom stratigrafi daerah Amadeus Basin.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 183


Pemrosesan Citra

Gambar 8.4. Peta lokasi daerah Amadeus Basin.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 184


Pemrosesan Citra

Gambar 8.5. Citra radar daerah Amadeus Basin.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 185


Pemrosesan Citra

8.8 CITRA LIDAR

8.8.1 Pengertian
Pemetaan light detection and ranging (LIDAR) adalah metode terpercaya untuk
mengumpulkan secara akurat dan tepat mengenai informasi gambaran spasial
bumi yang mencakup bentuk dan karakteristik permukaan bumi. Pemetaan terbaru
teknologi ini mampu memeriksa keadaan alam dalam cakupan yang besar dengan
akurasi, presisi, dan fleksibilitas yang lebih baik dari teknologi sebelumnya.

Lidar telah menjadi metode untuk mengumpulkan data elevasi yang akurat. Teknik
“remote sensing” ini relatif mirip dengan radar, namun Lidar menggunakan sinar
laser dibandingkan dengan gelombang radio.

Gambar 8.6 Diagram skematis penerbangan lidar menunjukkan pemindaian garis


yang menghasilkan garis yang parallel.

Lidar sering juga disebut dengan LADAR atau ”Lasar Altimetry”, adalah akronim
dari Light Detection and Ranging. Hal ini menunjuk terhadap teknologi
penginderaan jauh yang memancarkan panas, memfokuskan sinar dan mengukur
Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 186
Pemrosesan Citra

waktu yang dibutuhkan refleksi untuk terdeteksi oleh sensor. Informasi ini untuk
memperhitungkan jarak terhadap objek. Dalam hal ini, lidar dapat disamakan
dengan radar, kecuali lidar ini mengacu pada tenaga sinar laser. Tiga dimensi
koordinat dapat dihitung berdasar:
1. Perbedaan waktu antara sinar laser yang dipancarkan hingga diterima
kembali.
2. Sudut dimana sinar ditembakkan.
3. Lokasi absolut dari sensor diatas permukaan bumi.

Teknologi remote sensing dibedakan atas dua tipe, yaitu:


1. Sistem pasif: mendeteksi radiasi yang dibentuk oleh energi dari sumber
eksternal misalnya matahari
2. Sistem aktif: mendeteksi radiasi yang dibentuk oleh energi dari sumber
internal (alat itu sendiri), contohnya lidar.

Kelemahan dari teknologi LiDAR ini adalah tidak bisa menembus awan maupun
hujan.Instrument lidar dapat secara lebih akurat karena memiliki sampling rates
lebih dari 150 kHz (150,000 pulse per detik). Data LiDAR dapat memiliki akurasi
absolut kira kira 6-12 inci.

8.8.2 Tipe data LiDAR


Seperti data elevasi, lidar dapat tersimpan dalam beberapa format. Native data
diterima sebagai point yang dapat diproses untuk membuat format DEM atau TIN
yang dapat membuat kontur.

1. Point
Data ini biasanya tersimpan dalam format LAS dimana “merupakan format file
binary yang informasi spesifik terhadap LiDAR”. Tidak hanya nilai x,y,z, data
LiDAR sendiri dapat membawa informasi waktu, jalur udara, dan klasifikasi
poin setiap titiknya.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 187


Pemrosesan Citra

Gambar 8.7 Point lidar yang menggambarkan perbedaan data atribut.

2. Digital elevation model (DEM)


Data DEM termasuk dalam data raster dengan format GeoTiff/ TIN.

Gambar 8.8 Representasi format surface.


3. Hillshade
Hillshading adalah teknik yang membantu variasi dalam data elevasi. Artinya
menirukan bagaimana keadaan tanah jika matahari menyinari target dari sudut
tertentu. Efek ini dapat terbentuk dari banyak program yang secara normal
dipakai untuk pengolahan data elevasi.
Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 188
Pemrosesan Citra

Foto udara yang telah ter-hillshaded dalam gambar di bawah ini menyoroti
tekstur dalam permukaan TIN dan mengungkap ketidaksempurnaan dalam
jalan yang tidak jelas. Teknik ini berguna selama tinjauan kepastian kualitas dan
visualisasi dari data LiDAR.

Gambar 8.9 Hillshade TIN.

4. Kontur
Kontur merupakan bagian dari data vector dan paling sering didapatkan dari
pra-konstruksi DEM atau TIN. Kontur yang didapat secara langsung dari data
LiDAR bisa dibilang akurat namun tidak “bersih” dan kadang membutukan level
interpolasi, simplifikasi, smoothing, atau editing manual untuk menyusun produk
yang dapat lebih mudah diintepretasi oleh mata manusia. Dalam proses
cleaning dan editing vector, posisi kontur dapat sedikit bergantian dan sedikit
futir mungkin dapat dihilangkan.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 189


Pemrosesan Citra

Pembentukan breaklines manual secara akurat dibutuhkan untuk mendapat


kontur dengan akurasi dari data LiDAR; hal ini merupakan proses yang
memakan biaya besar. Teknik fotogrametri biasanya dipakai untuk membuat
breaklines tiga dimensi bersama dengan fitur spesifik. Teknik ini sering disebut
dengan “lindgrametri”. Lindgrametri menggunakan intensitas nilai dari point lidar
sebagai “foto” yang telah diproses, menggunakan point elevasi, kedalam foto
tiga dimensi. Foto tiga dimensi kemudian dapat digunakan untuk
menggambarkan breaklines. Hasilnya, imagery yang tersebar tidak harus
diterbangkan dimana breaklines dibutuhkan; meski begitu, hasil lindgrametri
beraklines biasanya tidak memiliki resolusi setinggi fotogrametri asal.

Gambar 8.10 Meter contours generated from lidar data.


Meskipun kontur yang terbentuk kurang akurat dibandingkan data yang sudah
ada, dalam pembuatannya sudah mendefinisikan apa arti data lidar, serta
dapat mengetahui keakuratan dari data lidar tersebut. Pembuatan kontur ini
secara langsung dapat digunakan dalam dunia keteknikan untuk mendukung
sebuah proyek yang sedang dikerjakan, dimana lebih diutamakan data
vertikal daripada data horizontal.

8.8.3 Kesimpulan
Data yang dihasilkan dari lidar termasuk kedalam data kasar yang diproses
melalui data kontur dan data permukaan (DEM). Data yang dihasilkan meliputi
data tinggian, klasifikasi lereng, intensitas lereng, dll. Data permukaan (DEM)

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 190


Pemrosesan Citra

dibuat untuk memreprentasikan bentuk muka bumi secara kasar dan dapat
dikembangkan menjadi data 3-dimensional sehingga dapat mendukung kerja
dalam dunia keteknikan.

8.8.4 Kegunaan data lidar


1. Sebagai input data SIG
Perangkat lunak yang paling umum digunakan dalam pengolahan data lidar
adalah ArcGIS. ArcGIS merupakan perangkat lunak yang sangat berguna dan
bersifat flexible dalam menampalkan data-data lidar, generasi kontur dan dapat
melakukan analisa-analisa dengan baik. Perangkat lunak lain yang sering
digunakan termasuk Global Mapper and AutoCad Map (Land Survey). Sebagai
tambahan ada pula perangkat lunak lain berbasis lidar yang berupa plug-in
ArcGIS seperti LAStools, yang menyediakan analisa data lidar menggunakan
perhitungan algoritma dan dapat diexport menjadi format umum GIS dan CAD.

Mengerjakan data lidar dalam ArcGIS diperlukan kehati-hatian dan kemampuan


khusus. Data lidar dapat direpresentasikan berupa beberapa format berbeda
seperti: titik, garis dan polygon. Bagaimanapun, tidak semua format kompatibel
terhadap ArcGIS, maka pengguna harus paham terhadap format yang sedang
dikerjakan dan versi perangkat lunak yang digunakan.
2. Kontur
Kontur dapat dibuat menggunakan ArcGIS melalui menu Spatial Analyst or 3D
Analyst atau dapat didownload secara online berupa data dengan format .shp
or .dxf. Bagaimanapun cara kontur didapatkan, diperlukan data permukaan
untuk membuatnya. Data permukaan dapat dibuat menggunakan banyak cara
dimana menghasilkan data yang berbeda-beda seperti lokasi, geometri, dan
tampilan kontur. Dengan menggunakan ArcGIS data kontur dapat dengan
mudah dimanipulasi untuk mengakali beberapa kontur yang “tidak masuk akal”
dikarenakan faktor luar seperti proses antropogenik, dll.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 191


Pemrosesan Citra

Gambar 8.11. Kontur yang digenerasi berdasarkan data lidar di ArcGIS.

3. Titik
Format vektor lainnya adalah titik, yang juga merupakan format asli lidar data.
Dua format file yang umum untuk titik adala LAS dan ASCII. Ada masalah
mengenai ukuran dan format ketika menggunakan format vektor titik di ArcGIS
yang dapat mempersulit processing. Versi terbaru dari ArcGIS (di atas 8.8)
memiliki wadah data baru yang secara signifikan membantu dalam penggunaan
format vektor titik LIDAR. Sebuah file format vektor titik LIDAR untuk area yang
berukuran relatif kecil dapat memegang 1.000.000-2.000.000 poin, jika dalam
format shapefile dapat lumayan memperlambat aplikasi. Untuk alasan ini,
penting untuk mengurangi tingkat kedetilan dari proyek atau hanya memilih
jenis hal yang Anda tertarik (misalnya, jika tertarik topografi saja, meminimalkan
poin hanya tanah diklasifikasikan, atau kembali terakhir).

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 192


Pemrosesan Citra

Tabel 8.1. Interval kontur (CI) dan standar akurasi variasi pada
Centimeter RMSE (NSSDA 1998) [cm].

RMSE (NSSDA 1998) [cm]

CI NMAS’ 48 ASPRS Class 1 ASPRS Class 2 ASPRS Class 3

1 9.3 10.2 20.3 30.5


2 18.5 20.3 40.6 61.0
3 28.8 30.5 61.0 91.4

Longitude, Latitude, Elevation


-85.998865, 36.463294, 12.54
-85.998866, 36.463293, 12.36

Pembukaan sebuah file titik ASCII secara umum membutuhkan sebagai berikut:
1. Menkonversikan ke sebuah format text yang dibatasi, database, atau format
pengolah angka.
2. Menambahkan data tabular (pada ArcGIS: File > Add Data > Add XY Data) dan
menspesifikan koreksi x, y, dan z lapangan dan sistem koordinat. File titik LAS
merupakan LAS point files are format biner yang dapat dibaca oleh ArcGIS
(sebelumnya ke 10.1) tetapi sebelum pemprosesan membutuhkan
menggunakan tools ArcGIS. Beberapa kegunaan bebas tersedia untuk
membantu membawa data LAS ke ArcGIS. Tersimpel disebut reader LAS ke
ArcGIS (www.geocue.com/support/utilities.html), yang mana memungkinkan
ArcGIS membaca file-file LAS (Gambar 4-8), dengan fasilitas ini, file-file LAS
muncul ketika mengamati file data dalam ArcCatalog atau ketika
menambahkan data dalam ArcMap. Pilihan lainnya adalah LiDAR LAStools
memproses toolbox (from http://rapidlasso.com) bahwa memungkinkan
pendayagunakan koleksi efisien tools LAS command-line tools dari ArcGIS.
Toolbox secara sederhana ditambahkan untuk ArcToolbox, dan perbedaan
tools pemprosesan tersedia untuk menghasilkan 3 dimensional multi-point dan
titik shapefiles, kontur, DEMs, dan lainnya. Tercatat bahwa secara bebas

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 193


Pemrosesan Citra

tersedia untuk tujuan evaluasi tetapi perijinan pembatasan penggunaan kondisi


tertentu (see http://lastools.org/LICENSE.txt).
Bidang atribut tabel untuk berkas dimuat sebagai .dbf (Gambar 4-2) dan dengan
pembaca LAS (Gambar 4-3) menyoroti perbedaan antara teknik teknik untuk
mengambil data ke GIS. Pembaca reader dan program LAStools “las2shp”
menjadikan titik titik koordinat 3D (titikZ; Gambars 4-3); (Gambar 4-2) tetapi
termasuk sebuah ketinggian lapangan dalam tabel bahwa dapat diseleksi untuk
mendefinisikan sebuah simbologi

Gambar 8.12. Informasi atribut kontur diimpor dari database.

Gambar 8.13. Informasi atribut LAS– termasuk elevasi, klasifikasi,


intensitas, dan number.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 194


Pemrosesan Citra

Gambar 8.14. Titik-titik yang diwarnai oleh nilai intensitas.


(Gambar 8.8.) atau digunakan untuk analisis lebih lanjut dengan salah satu
ekstensi ArcGIS untuk membuat permukaan atau kontur (Lihat "Permukaan").
Sebuah DEM sederhana dapat dibuat dengan menggunakan ArcToolbox
(Konversi Peralatan> Untuk Raster> Fitur untuk Raster) jika Analyst Spasial atau
ekstensi 3D Analyst tidak tersedia. Intensitas juga dapat dilambangkan jika
tersedia di titik atribut untuk membuat "gambar samar."

Permukaan (Grids) - produk LIDAR yang paling umum adalah grid atau raster
tinggi permukaan. Permukaan dikembangkan dari data LIDAR yang mempunyai
highlight yang tinggi (akurasi tinggi pada daerah yang luas), dan merupakan dasar
untuk mengembangkan beberapa bentuk produk turunan. Beberapa kode data
atau deskripsi digunakan untuk menjelaskan elevasi atau permukaan permukaan.
Tiga istilah sering disebut ketika menggambarkan produk elevasi adalah:
1. Ketinggian digital Model (DEM),
2. Model medan digital (DTM), dan
3. Model permukaan digital (DSM).

Istilah "DEM" biasanya digunakan sebagai gambaran umum dari permukaan


elevasi. Hal ini sering digunakan dalam hubungannya dengan deskripsi tertentu
Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 195
Pemrosesan Citra

atau tambahan, seperti DEM bumi yang datar atau topo-bathy DEM, yang
menyediakan informasi lebih lanjut. Sebuah "DTM" umumnya produk dari bumi
yang datar untuk membuktikan respresentasi permukaan bumi, atau
dimaksudkan untuk memberikan representasi terbaik, dan dapat menggabungkan
informasi tambahan (misalnya, breaklines) untuk lebih mewakili permukaan.
Sebuah "DSM" adalah istilah yang lebih umum didefinisikan dan dapat mencakup
semua jenis produk yang mewakili permukaan, apakah tanah datar atau
permukaan di sepanjang puncak-puncak pohon. Sebagian besar aplikasi elevasi
bumi disajikan dengan baik oleh Dems atau DTM. Seperti ditunjukkan
sebelumnya, ini membutuhkan penghapusan poin yang jatuh pada non-medan
fitur (misalnya, pohon, mobil, rumah). Jenis proses, untuk sebagian besar,
ditangani dengan menggunakan software LIDAR-spesifik; Namun, ada beberapa
ekstensi software LIDAR-spesifik yang bekerja dalam ArcGIS yang dapat
digunakan untuk mengklasifikasikan poin dan membuat DEM bumi. ArcGIS,
dengan 3D Analyst atau Analyst Tata Ruang, dapat interpolasi Dems dari data
titik, dan ArcGIS tanpa ekstensi dapat membaca dan menampilkan beberapa
format DEM yang berbeda dibuat dengan perangkat lunak terpisah. Analisis DEM
(misalnya, menghitung perbedaan ketinggian, menghasilkan aspek dan
kemiringan grid, menghasilkan profil 3D, atau menciptakan kontur),
bagaimanapun, memerlukan salah satu ekstensi.

Seperti disebutkan, ArcGIS dapat menangani beberapa format grid termasuk


GeoTiffs (tif), Esri Grids, dan Erdas Imagine (.img) file. Untuk format umum lainnya,
"Konversi Tools" toolbox memiliki sebagian kemampuan jaringan atau raster impor
yang dibutuhkan. Yang paling umum digunakan untuk data LIDAR termasuk ASCII
untuk Raster dan mengambang (.flt) ke alat Raster. Jika analisis direncanakan,
sebagian besar pengguna perlu memiliki 3D Analyst atau Analyst Tata Ruang.
Gambar 4-14 dan 4-15 diciptakan di ArcGIS menggunakan 3D Analyst untuk
pertama kali membuat TIN (Triangulasi jaringan yang tidak teratur) kumpulan data
dan kemudian dikonversi ke grid (raster). Data diambil dari set point data yang telah
diklasifikasikan. DSM (Gambar 8.14.) dibuat menggunakan semua poin, dan DTM

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 196


Pemrosesan Citra

(Gambar 8.15.) diciptakan dengan memilih yang memenuhi klasifikasi, yang


merupakan kelas standar untuk titik tanah.

Gambar 8.15. Digital surface model.

Gambar 8.16. Digital terrain model or bare-earth DEM.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 197


Pemrosesan Citra

Selanjutnya "visualisasi" analisis permukaan di ArcGIS dengan penggunaan 3D


Analyst atau Analyst Spasial termasuk menciptakan citra hillshade (Gambar 8.14.).
Hillshading membawa keluar aspek yang lebih halus dari data dan dapat membantu
menyoroti fitur yang lebih kecil dan juga kelemahan atau aspek pengumpulan data.
Misalnya, pola garis horizontal berjalan pada sekitar 45 derajat pada Gambar 8.14
mungkin merupakan arah scanning dari sensor LIDAR. Data memiliki penampilan
dan mungkin hasil dari sedikit masalah dalam instrumen pengukuran inersia (IMU).
Baris hanya beberapa sentimeter tetapi muncul cukup baik untuk lebih baik atau
lebih buruk. Kontur dibuat dari data tersebut mungkin akan memiliki penampilan zig-
zag (terutama di daerah datar).

Raster Hillshade dibuat dalam ArcGIS tidak memiliki "elevasi" nilai-nilai;


melainkan mereka adalah gambar hanya hitam dan putih. lapisan Hillshade bisa
dibuat semi-transparan dan menutupi data elevasi untuk membuat "komposit"
DEM (Gambar 8.16). Selain itu, gambar hillshaded komposit juga dapat dibuat
oleh mengalungkan orthoimages lebih grid elevasi.

Gambar 8.17. Hillshade dari arah berbeda dari sudut matahari.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 198


Pemrosesan Citra

Akhirnya, analisis umum dari sebuah permukaan adalah pembentukan kontur


(Gambar 4-19), dimana dapat mencakup pembentukan garis pantai (misalnya,
ketinggian mewakili ketinggian air rata-rata atau rata-rata permukaan laut). Seperti
disebutkan sebelumnya, kontur yang dihasilkan dari data LIDAR tidak akan
biasanya memiliki penampilan yang halus, karena data berisi fekuensi “noise” yang
tinggi secara signifikan (yaitu, banyak poin berdekatan dengan sedikit variasi nilai
elevasi). Kontur dapat dihasilkan baik menggunakan 3D Analyst atau Spatial
Analyst (Surface> Contour). Sementara kontur adalah produk yang populer, perlu
dicatat bahwa banyak data yang hilang dan bahwa kontur adalah teknik
"penyederhanaan". Ini adalah contoh dari beberapa teknik "visualisasi" sederhana
yang dapat menguntungkan sebagian besar aplikasi; analisis lebih lanjut akan
tergantung pada penggunaan tertentu atau aplikasi data. visualisasi tiga dimensi
dengan cepat menjadi lebih umum dan tidak membawa aspek yang lebih intuitif
untuk data.

8.8.5 Ringkasan
Menggunakan data LIDAR di beberapa program GIS memang memiliki kesulitan
yang melekat yang berasal dari sejumlah besar data yang disediakan bahkan untuk
daerah kecil. Titik dapat dimuat dalam beberapa format; Namun, banyaknya
mereka dapat menciptakan masalah penggunaan. Solusi sederhana adalah untuk
mendapatkan data sebagai DEM (raster) yang sudah dibuat sebelumnya atau
sebagai kontur (garis); keduanya secara umum lebih mudah digunakan daripada
titik kasar.

Setelah permukaan terbentuk, analisis yang berbeda dapat dilakukan untuk


keduanya visualisasi dan tujuan analitik. Untuk memaksimalkan penggunaan
analisis dan pengoperasian dalam batas-batas set data, penting untuk memeriksa
metadata untuk akurasi dan, juga, proses yang digunakan untuk menghasilkan data
mentah. Bab ini menyoroti Platform ArcGIS ESRI dan metode terkait yang diberikan
digunakan secara luas dalam komunitas pengelolaan pesisir.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 199


Pemrosesan Citra

8.9 Elemen dari Interpretasi Visual Gambar

Meskipun sebagian besar orang telah memiliki pengalaman substansial dalam


menafsirkan foto konvensional dalam kehidupan sehari-hari mereka (misalnya foto,
koran) interpretasi citra sering berangkat dari interpretasi citra sehari-hari dalam
tiga hal penting: (1) penggambaran fitur dari overhead, sering terlihat asing,
perspektif; (2) penggunaan frekuensi panjang gelombang di luar bagian terlihat dari
spektrum; dan (3) penggambaran permukaan bumi pada skala dan resolusi yang
terlihat asing. Sementara faktor-faktor ini mungkin tidak signifikan terhadap juru
interpretasi gambar yang berpengalaman, mereka dapat merupakan tantangan
besar untuk analis gambar pemula. Sebuah studi sistematis citra satelit biasanya
melibatkan beberapa karakteristik dasar dari fitur yang ditampilkan pada sebuah
foto. Karakteristik yang tepat berguna untuk setiap tugas tertentu dan cara di mana
mereka dianggap tergantung pada bidang aplikasi. Namun, sebagian besar aplikasi
mempertimbangkan karakteristik dasar berikut, atau variasi dari mereka: bentuk,
ukuran, pola, nada (atau warna), tekstur, bayangan, situs, dan asosiasi.
1. Bentuk mengacu pada bentuk umum, konfigurasi, atau garis besar dari objek
individu. Dalam kasus foto stereoskopik, tinggi objek juga mendefinisikan
bentuknya. Bentuk beberapa objek yang begitu khas bahwa gambar mereka
dapat diidentifikasi hanya dari kriteria ini. Bangunan Pentagon dekat
Washington DC adalah contoh klasik. Semua bentuk yang jelas ini tidak
diagnostik, tapi setiap bentuk memiliki beberapa arti untuk juru interpretasi foto.
2. Ukuran objek pada foto-foto harus dipertimbangkan dalam konteks skala
gambar. Sebuah gudang penyimpanan kecil, misalnya, mungkin disalahartikan
sebagai gudang besar jika ukuran tidak diindahkan / dipertimbangkan ukuran
relatif antara objek-objek pada foto dengan skala yang sama juga harus
diperhatikan.
3. Pola berkaitan dengan penataan ruang benda. Pengulangan bentuk umum
tertentu atau hubungan adalah karakteristik dari banyak objek, baik alami dan
buatan, memberikan benda pola tertentu yang membantu ahli interpretasi
dalam mengenali mereka. Teater drive-in outdoor (teater yang mobil bisa
masuk didalamnya), misalnya, memiliki tata letak tertentu dan pola ruang parkir

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 200


Pemrosesan Citra

yang membantu dalam identifikasi. Teater Drive-in telah salah diidentifikasi


sebagai subdivisi perumahan oleh interpreter pemula yang tidak hati-hati
mempertimbangkan ukuran, bentuk, dan pola. Demikian juga, tata ruang yang
mengatur pohon di kebun sangat berbeda dengan pohon yang tumbuh di hutan.
4. Rona mengacu pada kecerahan relatif atau warna objek pada citra. Tanpa
perbedaan rona, bentuk, pola, dan tekstur dari benda-benda tidak dapat
dipahami. Citra berwarna memungkinkan seorang ahli interpretasi untuk
mengeksploitasi perbedaan rona.
5. Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada gambar. Tekstur dihasilkan
oleh agregasi fitur unit yang mungkin terlalu kecil untuk dilihat secara individual
pada gambar, seperti daun pohon dan bayangan daun. Ini adalah produk dari
masing-masing bentuk individual, ukuran, pola, bayangan dan rona. Hal ini
menentukan kelancaran visual secara keseluruhan atau kekasaran fitur citra.
Saat skala foto itu berkurang, tekstur dari setiap objek atau daerah tertentu
menjadi lebih halus progresif dan akhirnya menghilang. Ahli Interpretasi sering
dapat membedakan antara fitur dengan reflektansi yang sama berdasarkan
perbedaan tekstur.
6. Bayangan adalah hal penting untuk ahli interpretasi dalam dua hal yang
berlawanan: (1) bentuk atau garis besar bayangan memberikan sebuah kesan
tampilan profil objek (yang membantu penafsiran) dan (2) objek di dalam
bayang-bayang mencerminkan sedikit cahaya dan sulit untuk membedakan
dari foto-foto (yang menghalangi interpretasi). Misalnya, bayangan yang
dihasilkan oleh berbagai jenis pohon atau fitur budaya (jembatan, silo, menara,
dll) pasti dapat membantu dalam identifikasi pada gambar. Juga, bayangan
yang dihasilkan dari daerah dengan perbedaan elevasi , terutama dalam kasus
gambar yang sudut mataharinya rendah, dapat membantu dalam menilai
variasi topografi alam yang mungkin membantu dalam diagnosa berbagai
bentang alam geologi.
7. Site atau tempat merujuk ke lokasi topografi atau geografis dan merupakan
bantuan yang sangat penting dalam identifikasi jenis vegetasi. Misalnya, jenis
pohon tertentu akan tumbuh di tempat-tempat dataran tinggi yang kering,
sedangkan jenis pohon lainnya diperkirakan akan terjadi pada tempat dataran

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 201


Pemrosesan Citra

rendah yang basah. Juga, berbagai jenis pohon hanya terjadi di daerah-daerah
geografis tertentu.
8. Asosiasi mengacu pada terjadinya fitur tertentu dalam hubungannya dengan
sesuatu yang lain. Misalnya, bianglala mungkin akan sulit untuk diidentifikasi
saat dibangun di sebuah lapangan dekat gudang gandum, tapi akan mudah
untuk diidentifikasi ketika di daerah yang dianggap atau dikenal sebagai
sebuah taman hiburan.

8.10 Proses Pendekatan dalam Interpretasi (Approaching The Interpretation


Process)

Tidak ada satu pun, cara yang tepat dalam pendekatan proses interpretasi. Bahan
citra tertentu dan peralatan interpretasi yang tersedia akan mempengaruhi
bagaimana tugas interpretasi tertentu dilakukan. Di luar faktor-faktor ini, tujuan
spesifik interpretasi akan menentukan proses interpretasi yang digunakan. Banyak
aplikasi yang memerlukan seorang analis gambar (Interpreter) untuk
mengidentifikasi dan menghitung berbagai perbedaan objek yang terjadi di daerah
studi. Misalnya, jumlah dapat dipakai untuk barang-barang seperti kendaraan
bermotor, tempat tinggal perumahan, perahu rekreasi, atau hewan. Aplikasi lain
dari proses interpretasi sering melibatkan identifikasi kondisi anomali. Sebagai
contoh, ahli interpretasi mungkin survei di daerah yang luas dan mencari fitur
seperti sistem septik yang gagal, sumber dari pencemaran air yang masuk ke
sungai, daerah hutan yang diserang oleh serangga atau penyakit tertentu, atau
bukti tempat yang memiliki potensi data geologi yang signifikan.

Banyak aplikasi interpretasi citra melibatkan deliniasi unit areal berlainan sepanjang
gambar. Misalnya, pemetaan penggunaan lahan, jenis tanah, atau tipe hutan
membutuhkan ahli interpretasi untuk menguraikan batas- batas antara daerah satu
jenis dengan yang lainnya. tugas-tugas semacam dapat menjadi masalah ketika
batas antara lainnya tidak jelas, tapi tak menentu atau gradasi dari satu jenis daerah
ke daerah lain.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 202


Pemrosesan Citra

Dua masalah yang sangat penting harus ditangani sebelum ahli interpretasi
melakukan tugas meliniasi unit areal terpisah pada foto. Yang pertama adalah
definisi kriteria yang akan digunakan untuk memisahkan berbagai kategori fitur
yang terjadi dalam foto-foto atau citra. Misalnya, dalam pemetaan tata guna lahan
seorang ahli interpretasi harus mengetahui betul didalam pikiran apa karakteristik
khusus yangmenentukan apakah suatu daerah itu perumahan, komersial, atau
industri. Demikian pula, jenis proses pemetaan hutan harus melibatkan definisi
yang jelas tentang apa yang merupakan area yang akan digambarkan dalam
spesies, tinggi, atau spesies kepadatan tertentu.

Isu penting kedua di deliniasi unit areal tertentu pada foto adalah pemilihan unit
pemetaan minimum/minimum mapping unit (MMU) untuk diimplementasikan dalam
proses. Hal ini mengacu pada entitas terkecil pada ukuran areal yang akan
dipetakan sebagai daerah diskrit. Pemilihan MMU akan menentukan tingkat detail
yang disampaikan oleh interpretasi.

Setelah kriteria dan MMU telah ditentukan, ahli interpertasi dapat memulai proses
menggambarkan batas-batas antara jenis fitur. Pengalaman menunjukkan bahwa
dianjurkan untuk menggambarkan jenis fitur yang paling sangat kontras pertama
dan bekerja dari umum ke khusus. Sebagai contoh, dalam upaya pemetaan tata
guna lahan akan lebih baik untuk memisahkan daerah pemukiman dari air dan
pertanian sebelum memisahkan kategori yang lebih rinci dari masing-masing jenis
fitur ini berdasarkan perbedaan halus.

Dalam aplikasi tertentu, ahli interpretasi mungkin memilih untuk menggambarkan


daerah citra sebagai bagian dari proses delineasi. Ini adalah wilayah dengan rona
cukup seragam, tekstur, dan karakteristik gambar lainnya. Ketika awalnya diliniasi,
jenis fitur identitas daerah ini mungkin tidak diketahui. Observasi lapangan atau
kebenaran dasar lainnya kemudian dapat digunakan untuk memverifikasi identitas
masing-masing daerah. Sayangnya, tidak selalu satu-ke-satu korespondensi
antara munculnya daerah gambar dan kategori pemetaan. Namun, penggambaran
Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 203
Pemrosesan Citra

daerah seperti sering berfungsi sebagai alat stratifikasi dalam proses interpretasi
dan dapat berharga dalam aplikasi seperti pemetaan vegetasi (di mana daerah
gambar sering sesuai langsung ke kelas vegetasi).

8.11 Batasan dan Pengertian

Fotogrametri merupakan seni ilmu, dan teknologi perolehan informasi terpercaya


tenteng obyek fisik dan lingkungan melalui proses perekaman, pengukuran,
penafsiran citra foto dan pola gradasi tenaga elektromagnetik serta fenomena lain
(Thomson dan Gruner 1980 dalam Sutanto 1989).

Pada interpretasi citra (foto udara) fotogrametri diperlukakan karena:


1. Untuk menentukan letak relatif obyek atau fenomena dan untuk menentukan
ukuran lainnya.
2. Untuk menggambarkannya pada peta.

Dalam praktikum ini fotogrametri diperlukan sebagai alat bantu untuk menentukan
aspek kuantitatif informasi geologi pada foto udara. Oleh karena itu berdasarkan
tujuan fotogrametri untuk survey geologi dan tersediannya alat, maka hanya
dipraktekkan fotogrametri dasar yang menggunakan instrument dan perhitungan
sederhana. Bukan fotogrametri yang sebenarnya yang menggunakan instrument
khusus dengan perhitungan yang rumit.

8.12 Tujuan

Tujuan praktikum acara fotogrametri adalah agar praktikan:


1. Mampu melakukan pengukuran dan perhitungan paralak baik secara
monoskopik maupun stereoskopik.
2. Mampu melakukan perhitungan beda tinggi.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 204


Pemrosesan Citra

3. Mampu mengembangkan dasar perhitungan beda tinggi dan jarak datar untuk
menghitung parameter kuantitatif lainnya. Seperti menentukan arah jurus dan
besarnya kemiringan lapisan, tebal lapisan batuan, dan lereng.

8.13 Skala Foto Udara Vertikal

Skala foto udara merupakan perbandingan antara jarak pada foto udara dengan
jarak sebenarnya dilapangan. Skala foto sangat diperlukan untuk menentukan
ukuran obyek maupun untuk mengenalinya.

8.13.1 Cara menentukan skala foto udara vertikal


Ada beberapa cara untuk menentukan skala foto udara vertikal:
1. Perbandingan antara panjang fokus dan tinggi terbang.
Rumus yang dipergunakan dengan cara ini adalah sebagai berikut:

f
S=
H

S: skala
f: fokus
H: tinggi terbang
Berdasarkan rumus diatas, maka skala foto udara vertikal:
a. Berbanding lurus terhadap panjang fokus kamera.
b. Berbanding terbalik terhadap tinggi terbang diatas bidang rujukan.
c. Seragam disembarang tempat, apabila daerah yang difoto berupa bidang
datar, tinggi terbang tetap dan pemotretannya benar–benar vertikal.
2. Membandingkan jarak foto terhadap jarak lapangan.
Cara ini hanya dapat dilakukan bila kita membawa foto udara ke lapangan,
atau kalau kita tahu jarak sesungguhnya obyek dilapangan dari obyek yang
tergambar pada foto.
Skala dihitung berdasarkan rumus:

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 205


Pemrosesan Citra

df
S=
dl
S: Skala
df: jarak pada foto
dl: jarak dilapangan
Contoh: Jarak ab pada foto udara 3 cm dan jarak AB di lapangan 24 m, maka
perhitungan skalanya.
3 cm
S= = 1 : 800
2.400 cm
1. Membandingkan jarak pada foto terhadap jarak pada peta yang telah diketahui
skalanya. Rumus skala foto udara dengan cara ini adalah:

Df Dp
=
1/Pf 1/Pp
Dp = Df
Pf = Pp atau Pf x Df = Dp x Pp
Dp
Pf = x Pp
Df
Pf: Penyebut skala foto
Pp: Penyebut skala peta
Df: Jarak pada foto
Dp: Jarak pada peta

Contoh:
Jarak ab pada foto = 2 cm dan jarak AB pada peta = 4 cm, skala peta 1: 25.000,
maka skala foto adalah:
4
Pf = x 25.000 = 50.000
2
Jadi, skala foto sebesar 1: 50.000

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 206


Pemrosesan Citra

8.13.2 Paralak
Paralak stereoskopik adalah perubahan kedudukan gambaran titik pada foto udara
yang bertampalan yang disebabkan oleh perubahan kedudukan kamera. Paralak
ini disebut juga dengan paralak absolut atau paralak total (Ligteri 1982).
Paine (1981) mengemukakan definisi lain, yaitu bahwa paralak absolute adalah
perubahan letak topografik yang terjadi pada foto udara bertampalan. Lebih jauh
dikemukakan bahwa paralak absolute suatu titik adalah perbedaan aljabar yang
diukur sepanjang sumbu X, berpangkal dari sumbu Y kearah titik–titik bersangkutan
yang tergambar pada tampalan foto udara. Hal ini dilandasi oleh asumsi bahwa
masing – masing foto udara itu benar-benar vertical dan dengan tinggi terbang yang
sama. Pada gambar 3.1. Titik A dan B terletak di atas bidang rujukan dan titik P
terletak pada titik utama. Nilai paralak absolutnya merupakan jumlah nilai sumbu X
masing-masing titik, yaitu jumlah absolutnya (tanpa tanda negatif).

Jadi nilai paralak absolut titik A, B, U, pada foto yaitu Pa, Pb, dan Pu besarnya:

Pa = Xa1+Xa2

Pb = Xb1+Xb2

Pu = U2. U1= b2 atau basis foto.

Karena titik u terletak pada titik utama foto kiri, maka paralaknya pada foto kiri = 0

8.13.3 Basis foto


Basis foto adalah jarak antara dua pemotretan berurutan. Hal ini menyebabkan
kenampakan adanya pergeseran titik pusat foto satu dengan foto berikutnya. Jarak
pergeseran pada lembar foto ini disebut photo base atau basis foto. Besarnya basis
foto pada sepasang foto udara adalah rata-rata dari hasil pengukuran dua basis foto
tersebut (Gambar 8.17.1 dan 8.17.2).

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 207


Pemrosesan Citra

Gambar 8.18.1. Paralak titik A, B,dan U

Gambar 8.18.2. Paralak titik a, b, dan u

8.14 Tahapan

8.14.1 Pengukuran paralak secara stereoskopik


Pengukuran paralak dilakukan dengan menggunakan batang paralak atau meter
paralak (parallax bar/meter) terdiri dari dua keeping kaca yang diberi tanda
padanya. Tanda ini disebut tanda apung (floating mark). Masing – masing keping
kaca dipasang pada batang yang dapat diatur panjangnya. Batang itu juga dapat
digerakkan dengan memutar sekrup micrometer. Pemutaran sekrup ini berarti
memperpanjang atau memperpendek jarak antara dua kaca.

Pengukuran paralak dilakukan setelah foto disetel di bawah pengamatan


stereoskopis, Tanda apung kaca kiri diletakkan pada titik yang akan diukur
paralaknya difoto kiri. Tanpa melihatnya dengan stereoskop, tanda apung kanan

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 208


Pemrosesan Citra

diletakkan pada titik yang akan diukur paralaknya difoto kanan. Kemudian barulah
diamati dengan stereoskop sehingga dua titik apung lebur menjadi satu dan
menempel pada titik yang diukur paralak. Keadaan ini dicapai dengan memutar-
mutar serkrup mikrometer.

Dua titik apung yang telah lebur menjadi satu titik belum tantu menempel pada titik
yang diukur. Hal ini harus diusahakan benar hingga menempel. Hanya dalam
keadaan demikian pembacaan paralak pada sekrup micrometer benar.
Perhatikan Gambar 8.19.1 dibawah ini:

Gambar 8.19.1. Peleburan titik apung dan penempelan pada titik yang di ukur
(Sutanto, 1989)

Dari gambar diatas ini peleburan titik apung telah dicapai pada A2, tetapi titik ini
masih mengapung diatas permukaan tanah. Paralak yang terbaca terlalu besar. Bila
sekrup micrometer diputar akan tercapai peleburan pada A1, maka pembacaan ini
benar. Bila diputar lagi, dapat pula terjadi peleburan pada titik A3 yang menembus
tanah, maka pembacaan ini salah. Batang paralak ini disajikan pada gambar 8.19.2
dibawah ini:

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 209


Pemrosesan Citra

Gambar 8.19.2. Batang paralak (1) kaca, (2) tanda apung, (3) skala untuk
pembacaan paralak pada batang (mm), misalnya terbaca angka 11 lebih sedikit,
berarti pembacaan paralak 11 mm; (4) sekrup mikrometer, missal terbaca 46,
berarti pembacaan paralak 11,46 mm.

8.14.2 Beda paralak


Beda tinggi antara dua titik yang tergambar dapat diukur berdasarkan beda
paralaknya. Paralak suatu titik dapat diukur dan dinyatakan dengan formula:

Formula paralak
p: beda paralak
b: base foto
Formula beda tinggi
H: tinggi terbang
h: beda tinggi

Contoh perhitungan beda tinggi:


Berdasarkan formula beda tinggi diatas dapat dihitung beda tinggi, data yang
diperoleh dari foto udara adalah tinggi terbang (H)= 3,840 m, b= 65 mm, dan P= 2
mm.
H 3,840
h= xp= x2 = 118 m
b 65

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 210


Pemrosesan Citra

Selaniutnya perhitungan beda tinggi juga dapat dilakukan dengan NOMOGRAM


(Gambar 8.18.3) Nomogram telah dirancang sesuai dengan formula di atas yang
penggunaannya dapat dilakukan dengan mudah. Pada gambar tersebut juga
terlihat ada dua skala dan satu garis vertikal tanpa skala. Skala 1 bagian kanan
untuk harga tinggi terbang (H) dan skala 1 bagian kiri untuk harqa beda tinggi,
sedangkan skala 2 bagian kanan adalah harga beda paralak dan skala 2 bagian kiri
harga base foto.

Contoh penggunaan nomogram:


Diketahui H: 3.840 m b = 65 mm dan p = 2 mm, maka urutan penggunaan
nomogram adalah sebagai berikut:
1. Cari harga H = 3,840 m pada skala 1 bagian kanan, lalu ditandai.
2. Cari harga p = 2 pada skala 2 bagian kanan, lalu tandai.
3. Cari harga b = 65 mm pada skala 2 bagian kiri lalu tandai.
4. Tariklah garis yang dimulai dari harga H skala1 bagian kanan melaui harga p
skala 2 bagian kanan hingga bertemu dengan garis 3, kemudian melalui harga
b pada skala 2 bagian kiri hingga bertemu dengan harga h pada skala 1 bagian.
Harga n (beda tinggi) yang dicari dapat dibaca pada skala 1 bagian kiri tersebut
Di samping itu paralak dapat pula dinyatakan dengan formula:

fB
H=
H − ha

Pada gambar 8.19.3, beda tinggi antara titik A dan titik C sebesar hA - hC. Beda
paralaknya merupakan selisih pA – PC yang pada foto sebesar pa - pc. Titik C
merupakan titik control yang ketinggiannya diatas bidang rujukan diketahui.
Dengan demikian maka titik A dapat diketemukan setelah beda tingginya terhadap
titik C diperoleh dari formula beda tinggi.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 211


Pemrosesan Citra

Gambar 8.19.3 Beda tinggi berdasarkan beda paralak (Wolf, 1983)

Di dalam mengukur paralak dengan paralak bar, mula-mula pasangan foto disetel
dibawah pengamatan stereoskopis. Kemudian titik apung kiri diletakkan pada foto
kiri dan titik apung kanan pada foto kanan, dengan posisi yang memungkinkan
gerak kaca apung ke kiri dan ke kanan sama besar. Setelah posisi ini tercapai,
sekrup batang paralak dimatikan dan titik apung kiri diusahakan tetap tempatnya
pada titik kiri yang diukur paralaknya. Dengan demikian maka apabila sekrup
milimeter diputar, hanya tanda apung kanan saja yang bergerak. Kemudian dicari
angka tetap batang paralak (C) yang besarnya tetap bagi satu penyetelan
stereoskopik. Untuk menentukan besarnya angka tetapan ini, marilah kita
perhatikan gambar 8.19.4 berikut ini.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 212


Pemrosesan Citra

Gambar 8.19.4 Gambar batang paralak dan penempatannya (Wolf, 1983)

Untuk penyetelan stereoskopik pada gambar diatas maka jarak antara dua titik
utama tetap (D). Setelah tanda apung kiri (tanda tetap) dimatikan, jarak antara
tanda tetap dan tanda indek juga tetap panjangnya (K).
Besarnya paralak titik A pada foto ialah:
Dimana:
D–K=C
Ra: besarnya paralak berdasarkan pembacaan dengan batang paralak, sehingga:
pa = C + ra

Menurut Wolf (1983) formula ini berlaku bagi pembacaan ke depan (forward
reading) yaitu pembacaan paralak makin besar bagi titik yang lebih tinggi.
Pembacaan sebaliknya disebut pembacaan ke belakang (Backward reading).
Untuk menghitung angka tetapan C, maka: C = p – r
Besarnya angka tetapan C ditentukan berdasarkan pengukuran paralak
berdasarkan sumbu X -nya dikurangi hasil pembacaan dengan batang paralak.
Untuk mencapai ketelitianya yang lebih baik, pada umumnya C ditentukan
berdasarkan nilai rata – rata bagi dua titik sembarang. Untuk maksud ini akan lebih
baik diambil nilai C bagi dua titik utama pasangan foto yang bersangkutan karena
besarnya paralak titik utama foto kiri sama denqan basis foto kanan dan sebaliknya
atau: Po1 = b` dan po2 = b
Ca = b`-ro1 dan C2 = b – ro1

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 213


Pemrosesan Citra

Sehingga

C1 + C2
C=
2

Beda paralak antara titik A dan titik C pada foto adalah:

fB (hA − hC)
Pa − Pc =
(H − hA) x (H − hC)
P (H − hC)
hA = hC +
pa

8.14.3 Pengukuran paralak secara monoskopik


Pengukuran secara monoskopik disebut juga pengukuran secara manual karena
dalam melakukan pengukuran tidak menggunakan alat yang disebut batang
paralak (parallaxbar), melainkan hanya dengan menggunakan penggaris biasa.
Prosedur pengukurannya adalah sabagai berikut:

1. Siapkan sepasang foto udara, kemudian letakkan plastic transparan diatasnya


dan dicellotype dengan spidol hitam dan cari center pointnya. Setelah itu
dengan menggunakan spidol biru cari dan tentukan base foto.

2. Base foto dianggap sebagai sumbu x, lalu tarik garis tegak lurus sumbu x
melalui center point sehingga ke bagian tepi foto, garis ini dianggap sebagai
sumbu y.
Amati pasangan foto tersebut dengan pengamatan stereoskopik

Gambar 8.19.5 Pengukuran paralak secara monoskopik.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 214


Pemrosesan Citra

4. Tentukan beberapa titik dengan ketinggian yang berbeda untuk diukur beda
paralaknya (tandai titik tersebut dengan spidol hitam pada plastik transparan).
Usahakan titik-titik tersebut relative sejajar dengan sumbu y. Selanjutnya cari
komplementer titik-titik tersebut pada foto pasangannya.
5. Tariklah sebuah garis yang menghubungkan titik - titik yang ditentukan diatas
tadi.
6. Dengan menggunakan spidol hijau, tariklah garis yang berasal dari titik – titik
pengukuran tersebut tegak lurus garis sayatan ke arah sumbu y. Beri tanda
garis – garis tersebut dengan a, b, c dan seterusnya seperti (Gambar 8.19.5).
7. Dengan menggunakan penggaris biasa (gunakan satuan cm) ukurlah masing-
masing panjang garis a, b, c dan seterusnya, lalu lanjutkan dengan mangukur
panjang garis a ', b', c' dan seterusnya.
8. Nilai panjang garis tersebut dinamakan harga paralak. p1 = a-a' , P2= b-b' dan
seterusnya.
9. Kemudian cari harga beda paralaknya,dengan rumus p1 - P2; P2 - P3; P3 - P4
dan seterusnya

8.14.4 Perhitungan jurus (strike) dan kemiringan (dip)


Jarak horizontal antara titik up-dip dan down-dip (lihat gambar), perbedaan elavasi
dapat memberikan parameter yang dapat digunakan untuk perhitungan sudut dip
dari hubungan trigonometri berikut:

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑣𝑒𝑟𝑡𝑖𝑘𝑎𝑙 (ℎ)


= 𝑇𝑔 𝑠𝑢𝑑𝑢𝑡 𝑑𝑖𝑝
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐻𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 (𝑑)

H: [H/(b+p)]p
d: Jarak ekivalen dilapangan (dihitung dari foto) antara 2 titik
pada dip slope.

Setelah disubstitusikan, maka persamaan diatas menjadi:


Tg sudut dip = H. p / d (b + p)

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 215


Pemrosesan Citra

Contoh:
Suatu foto udara diketahui tinggi terbang 10.000 ft, jarak ekivalen dilapangan antara
2 titik pada dip slope adalah 580 ft, perbedaan paralak antara 2 titik adalah 1,0 mm,
base foto 99 mm. Tentukan besarnya dip lapisan batuan tersebut.
Tg sudut dip = 10.000 x 1,0 / 580 (99 + 0,1) = 0,18544 = 9o dibulatkan 10o
Strike dapat ditentukan dengan mudah dari pengamatan stereoskopik dengan
menandai 2 titik yang berada pada ketinggian yang sama pada lapisan yang
bersangkutan.

8.14.5 Menenentukan tebal lapisan batuan


Singkapan lapisan batuan yang baik akan menguntungkan dalam pengukuran
paralak untuk menentukan tebal lapisan batuan. Dalam kasus yang sederhana
misalnya dijumpai perlapisan yang nyaris horizontal, maka ketebalan lapisan dapat
ditentukan dengan mengukur beda paralak antara top dan bottom lapisan tersebut.
Penentuan tinggi terbang diatas permukaan bidang harus hati – hati agar diperoleh
ketebalan lapisan yang relatif benar.

Apabila bidang perlapisan sedikit miring atau miring ketebalan dapat ditentukan
dengan menghitung dip lapisan, kemudian ditentukan perbedaan paralak antara 2
titik, yaitu pada bagian top dan bagian bottom lapisan. Akhirnya dapat dihitung
ketebalan seperti yang ditunjukkan pada gambar 8.20.

Gambar 8.20. Pengukuran tebal lapisan batuan (Verstapen, 1963).

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 216


Pemrosesan Citra

Ketebalan ditentukan dengan rumus :


t = h/cos + d/sin δ
Dimana:
t: tebal lapisan

h: beda tinggi, dapat dicari dengan persamaan


h=H(b+p)p

d: jarak horizontal antara titik top dan bottom

δ: sudut dip.

Dalam kasus yang lain perhitungan ketebalan lapisan untuk dip yang lebih besar
dapat dilakukan dengan memilih lokasi dalam model stereoskopik pada tempat
dimana dapat dilakukan pengukuran dengan baik. Titik yang satu ditempatkan pada
top lapisan titik kedua pada bottom lapisan (Gambar 8.23.)

Gambar 8.21 Pengukuran tebal lapisan batuan untuk dip yang besar.

8.14.6 Pelaporan

1. Perhitungan/pengukuran paralak secara monoskopik dan stereoskopik.


2. Perhitungan skala foto, tinggi terbang, harga paralak, beda paralak, dan beda
tinggi.
3. Menentukan jurus, kemiringan dan tebal lapisan batuan.

Laboratorium Geologi Penginderaan Jauh - 217

Anda mungkin juga menyukai