PEMODELAN SPASIAL :
NPM : 1713034044
PEMODELAN SPASIAL :
OVERLAY PETA DENGAN GEOPROCESSING
I. Tujuan
1. Melakukan analisis Arahan Fungsi Lahan di Provinsi Lampung
2. Membuat Layout Peta Arahan Fungsi Lahan di Provinsi Lampung
3. Menghitung Luas Masing-masing Kelas Arahan Fungsi Lahan per Kabupaten
di Provinsi Lampung.
Maka, hasil overlay dari ketiga peta diatas (peta tanah, peta lereng
dan peta curah hujan) dapat direpresentasikan sebagai berikut:
Gambar 1.5 Peta Penampalan tanah, lereng, dan curah hujan
Terdapat beberapa macam kategori overlay, namun dua yang paling
penting adalah intersect dan union. Intersect adalah penggabungan dua
layer dengan hanya menyisakan bagian yang overlap dari kedua layer
tersebut sebagai keluarannya. Sedangkan, Union adalah penggabungan dua
layer dengan tetap menyisaan seluruh bagian dari kedua layer masukan.
B. Overlay
Calculator. Caranya adalah klik kanan pada judul field Skor_Total kemudian
pilih Field Calculator. Rumus Skor Total adalah Skor_L + Skor_T +
Skor_CH
8. Setelah nilai skor total diperoleh, klasifikasikanlah skor total tersebut
menjadi kelas Arahan Fungsi Lahan menggunakan kriteria seperti pada
Tabel berikut:
10. Gunakan bahasa logika berikut untuk memilih kriteria pada masing-masing
kelas Arahan Fungsi Lahan.
11. Untuk mengisikan keterangan pada field Arahan gunakan fasilitas Field
Calculator 12.Setelah semua kelas arahan diperoleh, berikan simbol warna
pada masing-masing kelas arahan fungsi lahan dan buatlah layout petanya.
12. Hitung luas masing-masing kelas arahan fungsi lahan per kabupaten di Provinsi
Lampung.
13. Untuk menghitungnya, lakukan overlay peta arahan dengan peta kabupaten se-
Provinsi Lampung dengan ArcToolBox à Analysis Tools à Overlay à Intersect.
14. Tunggu hingga proses overlay selesai. Buka atribut pada peta hasil, buatlah
field baru dengan nama Luas, type: Double, Precision = 10, dan Scale = 2.
16. Pilihlah unit luas (satuan) untuk perhitungan, dalam hektar (Ha) atau km2
(square kilometers). Jika Units tidak aktif, lakukan proses Define Projection
pada peta hasil overlay antara arahan dan kabupaten, dengan menggunakan
ArcToolBox à Data Management Tools à Projections and Transformations à
Define Projection
17. Pilih peta hasil overlay arahan dan kabupaten sebagai Input Dataset, kemudian
klik pada tombol di bagian kanan Coordinate System dan setting sebagai
Projected Coordinat System à UTM à WGS 1984 à Southern Hemisphere à
GCS WGS 1984 Zone 48 S.
18. Jika angka luasan sudah diperoleh, buka data atribut (.dbf) peta hasil overlay
arahan dan kabupaten melalui microsoft excel.
19. Buka program microsoft excel à klik File à Open à Pilih direktori penyimpanan
peta overlay dan pilih tipe file berupa dBase Fileà kemudian buka nama file
peta hasil overlay arahan dan kabupaten dengan format .dbf
20. Begitu tabel atribut peta overlay terbuka, segera simpan (Save As) ke dalam
bentuk format excel (.xlsx) agar data asli tidak rusak dan beri nama dengan
Tabel Luas Arahan Fungsi Lahan Kabupaten Lampung.
21. Buatlah pivot table dengan cara pilih menu Insert à Pivot Table à Pivot Table
dan ketika muncul jendela create pivot table klik OK.
22. Aturlah pivot table dengan drag nama kabupaten pada kotak sebelah kiri
bawah, kelas arahan pada kotak kanan atas dan luas pada kotak kanan bawah,
sehingga terbentuk tabel seperti berikut ini:
23. Aturlah tabel sedemikian rupa agar mudah dibaca dan dipahami.
24. Buatlah pembahasan tentang hasil analisis arahan fungsi lahan di Provinsi
Lampung.
V. Hasil Praktikum
VI. Pembahasan
Pada praktikum kedua ini yakni membahas mengenai salah satu
permodelan geospasial yakni overlay dengan geoprocessing. Dalam teknik
overlay kali ini menggunakan peta-peta tematik parameter yaitu Peta Curah
Hujan, Peta Jenis Tanah, dan Peta Kemiringan Lereng wilayah Provinsi
Lampung. Setaip jenis peta tersebut dilakukan klasifikasi berdasarkan skor serta
diberi bobot kemudian ditumpangsusunkan (overlay).
Berdasarkan pengolahan hasil skoring dan overlay ketiga kriteria penentu
yang telah dilakukan dalam penelitian ini, arahan fungsi kawasan di Provinsi
Lampung terdiri atas empat fungsi kawasan yaitu arahan kawasan lindung,
kawasan penyangga, kawasan budidaya tanaman tahunan, dan kawasan budidaya
tanaman semusim serta permukiman. Hasil arahan fungsi kawasan yang
mendominasi di Provinsi Lampung adalah kawasan dengan fungsi budidaya
tanaman semusim dan permukiman dengan luas mencapai 1227,32 km2 atau
lebih setengah dari luas daerah penelitian dengan persentase 77,67%. Kawasan
kedua yang mendominasi adalah penyangga dengan luas mencapai 244,06 km 2
atau sekitar 15,44% dari daerah penelitian. Kawasan ketiga yang mendominasi
adalah budidaya tanaman tahunan dengan luas 66,17 km 2 atau sekitar 4,19% dari
daerah penelitian. Kawasan yang memiliki daerah paling sempit di antara tiga
kawasan adalah lindung dengan luas 42,68 km 2 atau sekitar 2,70% dari daerah
penelitian.
Pada analisis daya dukung lahan Provinsi Lampung, digunakan overlay
dari shapefile curah hujan, jenis tanah, dan kelerengan serta melakukan skoring
total dari skor yang ada di ketiga shape file tersebut untuk menentukan fungsi
kawasan di Provinsi Lampung. Berdasarkan hasil praktikum, menunjukkan
bahwa Provinsi Lampung memiliki 3 fungsi utama kawasan yang tersebar di
beberapa bagian, yakni kawasan budidaya, kawasan penyangga, dan kawasan
lindung. Berdasarkan analisis daya dukung lahan, kawasan dengan total skor
kurang dari 125 yaitu kawasan budidaya di Provinsi Lampung memiliki luas
mencapai 91.561,05 hektar yang tersebar di hampir semua wilayah Provinsi
Lampung. Sebagian besar dari kawasan budidaya di Provinsi Lampung ini
digunakan oleh penduduk sebagai pemukiman, tegalan, sawah dan juga
perkebunan. Kawasan dengan total skor 125 sampai dengan 175, yaitu kawasan
penyangga di Provinsi Lampung memiliki luas mencapai 8.939,5. Kawasan
penyangga adalah kawasan yang berfungsi seperti buffer yang ditetapkan untuk
menopang keberadaan kawasan lindung sehingga fungsi lindungnya tetap terjaga
atau perbatasan antara kawasan lindung dengan kawasan budidaya. Untuk
kawasan lindung dengan total skor lebih dari 175 memiliki luas mencapai 267,9
hektar.
Penggunaan lahan yang sudah sesuai dengan arahan fungsi pemanfaatan
lahan harus dipertahankan. Pengawasan serta penjagaan dilakukan agar tidak
terjadi alih fungsi lahan yang nantinya dapat mengganggu dan bahkan merusak
keseimbangan. Kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat harus
diciptakan guna menjaga kelestarian lingkungan. Penggunaan lahan yang
tidaksesuai dengan fungsi kawasan dapat berpotensi pada beberapa dampak
negatif, seperti rusaknya lingkungan serta produktifitas lahan yang tidak optimal.
Semua itu berpengaruh pada permukiman yang berada pada kawasan-kawasan
rentan seperti kawasan lindung, maupun penyangga. Hal yang ditakutkan adalah
terjadinya longsor akibat ketidakmampuan sifat lahan dalam menopang
penggunaan di atasnya. Mayoritas ketidaksesuaian terhadap arahan fugsi kawasan
yang ada di daerah penelitian ini, disebabkan karena penggunaan lahan yang ada
tidak sesuai dengan karakteristik fisik setiap fungsi kawasan. Secara ekologi
dilihat dari arahan kawasan, daerah-daerah yang tidak sesuai ini masuk dalam
kategori penyangga atau bahkan lindung yang aktivitasnya seharusnya dibatasi
dengan pengolahan tanah minim, namun dilihat dari aspek lain daerah ini
merupakan tempat bergantungnya masyarakat untuk memenuhi kelangsungan
hidup mereka. Hal yang dikhawatirkan dari ketidaksesuaian tersebut adalah
ketidakmampuan fisik setiap kawasan menopang berbagai jenis penggunaan
lahan yang ada, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi lingkungan dan
masyarakat, bahkan dapat berpotensi bencana. Perlunya tindakan atau
memberikan solusi untuk merelokasi penggunaan lahan yang ada bagi pemerintah
daerah sangat dibutuhkan. Solusi yang dapat diberikan untuk menanggapi
ketidaksesuaian tersebut adalah dengan tetap memperhatikan pengelolaan
penggunaan lahan yang sudah ada, serta membatasi aktivitas yang dinilai
merugikan lingungan dan dapat mengurangi keseimbangan ekologi. Pencegahan
agar ketidaksesuaian lahan tersebut tidak memberikan dampak yang lebih buruk
baik bagi alam itu sendiri maupun masyarakat. Informasi kepada masyarakat
tentang arahan fungsi kawasan dan kaitannya dengan penggunaan lahan juga bisa
dilakukan. Hal tersebut diharapkan dapat membuka atau meningkatkan kesadaran
masyarakat, bahwa tidak semua lahan dapat menopang segala jenis penggunaan
lahan. Kesadaran itulah yang nantinya akan menciptakan dan membentuk suatu
kepedulian masyarakat, sehingga mereka menjaga lingkungan yang ia tempati,
dan berusaha melakukan pengolahan serta pengelolaan yang tepat agar
lingkungan tidak rusak. Pada dasarnya masyarakat memiliki ketergantungan
(simbiosis) terhadap lingkungannya, jika lingkungannya rusak atau bahkan
sampai terjadi bencana, maka produktivitas yang dihasilkan masyarakatpun juga
akan menurun.
VII. Kesimpulan
Overlay merupakan proses tumpang susun beberapa buah peta tematik
dalam rangkaian kegiatan pengambilan kesimpulan secara spasial. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa overlay peta sebagai proses tumpang susun peta yang akan
menghasilkan unit peta analisa baru. Overlay digunakan sebagai pemandu
berbagai indikator yang berasal dari peta tematik hingga menjadi peta analisa
baru. Peta analisa baru ini pada akhirnya akan digunakan sebagai dasar penarikan
kesimpulan untuk suatu kasus. Untuk dapat melakukan overlay, maka peta-peta
tematik itu harus mempunyai satu patokan dan sistem koordinat yang sama,
sehingga peta tematik baru dihasilkan dengan baik. Terdapat beberapa macam
kategori overlay, namun dua yang paling penting adalah intersect dan union.
Intersect adalah penggabungan dua layer dengan hanya menyisakan bagian yang
overlap dari kedua layer tersebut sebagai keluarannya. Sedangkan, Union adalah
penggabungan dua layer dengan tetap menyisaan seluruh bagian dari kedua layer
masukan.
Metode yang digunakan dalam pembuatan peta kerawanan bencana
tanah longsor ini, dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan
berjenjang tertimbang. Pengharkatan (scoring) merupakan proses memberi nilai
pada masing-masing variable yang terdapat pada tiap parameter. Dari parameter-
parameter penyebab tanah longsor (Peta Curah Hujan, Peta Kemiringan Lereng,
dan Peta Jenis Tanah) menghasilkan overlay peta sebagai berikut (Terbagi
kedalam 3 Zona): Kerawanan (Bencana Tanag Longsor) Rendah memiliki tingkat
kemiringan lereng yaitu berkisar 0-2% dan 3-15%, dan memiliki curah hujan
rata-rata yaitu 10002500mm/tahun. Kerawanan (Bencana Tanag Longsor) Sedang
memiliki tingkat kemiringan lereng antara 3 – 15% dan 16 – 40% dan memiliki
rerata curah hujan (intensitas) antara 1.501 – 2.000 mm/tahun dan 2.001 – 2.500
mm/tahun. Kerawnan (Bencana Tanag Longsor) Tinggi memiliki tingkat
kemiringan lereng diatas 40%, memiliki curah hujan dominan sebesar lebih dari
2500 mm/tahun, sedangkan untuk tanahnya yaitu kompleks mediteran coklat
kemerahan dan litosol serta asos andosol coklat dan regosol kelabu.