Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem informasi

berbasiskan komputer untuk menyimpan, mengelola dan menganalisis, serta

memanggil data bereferensi geografis yang berkembang pesat pada lima

tahun terakhir ini. Sebagai suatu bentuk informasi, ketepatan dan ketelitian

bergantung pada teknik dalam melaksanakan pengumpulan pengaturan, pengolahan,

penyimpanan, serta pengkajian datanya. Oleh karena itu, guna memperoleh informasi

yang tepat dan akurat, semua komponen tersebut perlu dikembangkan secara terpadu

dalam suatu sistem yang dikenal dengan nama sistem informasi geografis (SIG).

Karakteristik utama Sistem Informasi Geografi adalah kemampuan

menganalisis sistem seperti analisa statistik dan overlay yang disebut analisa spasial.

Analisa dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi yang sering digunakan

dengan istilah analisa spasial, tidak seperti sistem informasi yang lain yaitu dengan

menambahkan dimensi ‘ruang (space)’ atau geografi. Kombinasi ini menggambarkan

attribut-attribut pada bermacam fenomena seperti umur seseorang, tipe jalan, dan

sebagainya, yang secara bersama dengan informasi seperti dimana seseorang tinggal

atau lokasi suatu jalan. Analisa Spasial dilakukan dengan mengoverlay dua peta yang

kemudian menghasilkan peta baru hasil analisis

Metode Overlay adalah suatu sistem informasi dalam bentuk grafis yang

dibentuk dari penggabungan berbagai peta individu (memiliki informasi/database

yang spesifik). Overlay peta dilakukan minimal dengan 2 jenis peta yang berbeda

125
126

secara teknis dikatakan harus adat polygon yang terbentuk dari 2 jenis peta yang

dioverlaykan.

B. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui dan memahami tujuan overlay berdasarkan proses analisis

bencana banjir.

2. Untuk mengetahui dan memahami fungsi dari metode kuantitatif berjenjang dan

berjenjang tertimbang dalam analisis overlay bencana banjir.

C. Manfaat Praktikum

Adapun manfaat dari praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat Praktis

Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dalam mengamalkan ilmu yang telah

dipelajari dalam beberapa waktu. Bagi mahasiswa Fakultas Ilmu dan Teknologi

Kebumian diharapkan bisa tersalurkan ke pembaca lainnya.

2. Manfaat Teoritis

Praktikum ini bermanfaat untuk mengetahui tentang analisis overlay,

langkah-langkah melakukan overlay, serta data dan tahapan apa saja dalam

melakukan analisis overlay.

D. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Wilayah Kajian praktikum berada di Kecamatan Baruga, Kecamatan Kambu dan

Kecamatan Poasia.

2. Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis overlay.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Analisis Overlay

Metode Overlay adalah suatu sistem informasi dalam bentuk grafis yang

dibentuk dari penggabungan berbagai peta individu (memiliki informasi/database

yang spesifik). Overlay peta dilakukan minimal dengan 2 jenis peta yang berbeda

secara teknis dikatakan harus adat polygon yang terbentuk dari 2 jenis peta yang

dioverlaykan (Rachmah dkk, 2018)

Overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas grafis

peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot. Secara

singkatnya, overlay menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain

beserta atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki

informasi atribut dari kedua peta tersebut. Overlay merupakan proses penyatuan data

dari lapisan layer yang berbeda. Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi

visual yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik

(Darmawan dkk., 2017).

Overlay adalah bagian penting dari analisis spasial. Overlay dapat

menggabungkan beberapa unsur spasial menjadi unsur spasial yang baru. Dengan

kata lain, overlay dapat didefinisikan sebagai operasi spasial yang menggabungkan

layer geografik yang berbeda untuk mendapatkan informasi baru. Overlay dapat

dilakukan pada data vektor maupun raster (Larasati dkk., 2017).

127
128

B. Berjenjang

Overlay berjenjang adalah suatu metode penilaian dengan cara

mengoverlaykan dua data terlebih dahulu kemudian gabungan kedua data

tersebut dioverlay dengan data selanjutnya hingga data terakhir (Rupaka dkk.,

2016).

Pembobotan berjenjang memberikan nilai yang sama untuk setiap

komponen yang digunakan dalam analisisnya. Setiap komponen diberikan

harkat yang sama untuk analisisnya, dengan asumsi bahwa setiap komponen

mempunyai pengaruh yang sama pada objek yang dianalisis (Apdal dkk.,

2018).

Metode Kuantitatif Berjenjang yaitu: pendekatan dengan metode ini

akan menghasilkan nilai yang sama untuk setiap komponen yang dianalisis

dan tetap terdapat faktor pembatas untuk setiap parameternya (Septian dkk.,

2020).

C. Berjenjang Tertimbang

Metode weighted overlay merupakan analisis data spasial dengan

menggunakan teknik overlay beberapa peta raster yang berkaitan dengan

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penilaian kerentanan suatu masalah.

Salah satu fungsi dari metode ini adalah untuk menyelesaikan masalah yang

memiliki banyak kriteria seperti pemilihan lokasi yang optimal atau

pemodelan kesesuaian. Weighted Overlay dapat mengkombinasikan berbagai

macam input dalam bentuk peta grid dengan pembobotan dari metode

Analitycal Hieararchy Process (AHP).


129

Metode weighted overlay merupakan analisis spasial dengan

menggunakan teknik overlay beberapa peta yang berkaitan dengan faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap penilaian kerentanan. Salah satu fungsi dari

weighted overlay ini adalah untuk menyelesaikan masalah multikriteria

seperti pemilihan lokasi optimal atau pemodelan kesesuaian. Weighted

Overlay merupakan salah satu fasilitas yang ada dalam ArcGIS 9.3 yang

mengkombinasikan berbagai macam input dalam bentuk peta grid dengan

pembobotan (weigted factor) dari AHP expert. Dalam penggunaannya metode

ini menggunakan data raster yang memiliki satuan terkecil berupa pixel

sehingga dapat dilakukan skoring dan pembobotan dari setiap pixel yang

memiliki nilai masing-masing. Overlay beberapa raster menggunakan skala

pengukuran umum dan bobot masing-masing sesuai dengan kepentingannya

(Adininggar dkk., 2016).

Dalam penggunaan weighted overlay, semua raster yang diinputkan

harus berbentuk integer. Raster floating-point harus terlebih dahulu

dikonversi ke raster bilangan bulat sebelum dapat digunakan dalam weighted

overlay. Tetapkan tingkat baru untuk setiap tingkat dalam raster masukan

berdasarkan tingkat evaluasi. Setiap raster masukan diberi bobot atau

dinyatakan sebagai persentase menurut kepentingannya, dan jumlah efek

persentase bobot harus 100. Mengubah rasio evaluasi atau efek persentase

akan mengubah hasil analisis overlay berbobot (Ukhti dkk., 2021).

D. ArcGis
130

ArcGIS adalah perangkat yang sangat populer dan andal dalam

melakukan tugas-tugas Sistem Informasi Geografis (GIS). Keandalan ArcGIS

tidak saja dalam hal membuat peta, melainkan yang lebih utama adalah

membantu praktisi SIG melakukan analisis, pemodelan, dan pengelolaan data

spasial secara efektif dan efisien. Salah satu bentuk data yang dapat diolah

oleh ArcGIS adalah data DEM yang mampu menggambarkan geometri muka

bumi (Indraswari dkk, 2018).

Meskipun cukup banyak perangkatnlunak alternatif yang lebih murah

dan bahkan gratis, tetapi ArcGIS masih menjadi perangkat lunak GIS yang

utama. Keandalan ArcGIS tidak saja dalam hal membuat peta, melainkan

yang lebih utama adalah membantu praktisi SIG melakukan analisis,

pemodelan, dan pengelolaan data spasial secara efektif dan efisien (Putranto

dan Alexander, 2017).

ArcGIS memiliki kemapuan visualisasi data baik data spasial maupun

data tabular. Selain itu juga kemampuan dari ArcGIS dapat mengelola,

menganalisa dan menampilkan informasi pada peta yang ada pada GIS.

ArcGIS pertama kali digunakan pada tahun 2000-an dengan perangkat

pendukung geo database. Dengan dukungan geo database tersebut ArcGIS

dapat membuat GIS skala besar sesuai dengan kebutuhan pengguna. ArcGIS

juga dapat melakukan berbagai hal pada sebuah GIS diantaranya adalah

preview tampilan peta sebelum di-published, published hasil peta dan

melakukan deployment ke dalam bentuk mds file. ArcGIS memiliki dua versi

yaitu versi dekstop dan web. Versi dekstop adalah ArcGIS yang pertama kali
131

dikembangkan dan hanya dapat berjalan pada stay alone saja sedangkan versi

web adalah pengembangan dari ArcGIS versi dekstop dan memiliki fitur yang

lebih interaktif dan dapat diakses melalui web browser. ArcGIS juga dapat

dikombinasikan. dengan Google Maps dalam pengembangan GIS yaitu pada

proses pembuatan peta dengan tahapan file kml dari Google Maps (Earth)

dikonversi ke file shp agar dapat diolah pada ArcGIS (Ependi, 2017).

Struktur data yang digunakan adalah data raster dan data vektor. Data

grafis yang disimpan dalam rangkaian bujursangkar yang disimpan sebagai

pasangan angka menyatakan baris dan kolom dalam suatu matriks. Resolusi

dari data raster ditentukan oleh ukuran grid-cell. Data digital yang disimpan

dalam rangkaian koordinat (x,y). Resolusi data vektor tergantung dari jumlah

titik yang membentuk garis. Format data atau file yang dapat digunakan yaitu

SHP sebagai file utama, SHX sebagai file index, dan DBF sebagai file table

attribute (Mango, 2017).

E. Bencana Banjir

Banjir adalah salah satu bentuk daya rusak air yang merupakan

fenomena alam karena tingginya curah hujan dan tidak cukupnya kapasitas

badan air (sungai atau saluran drainase) untuk menampung dan mengalirkan

air. Secara umum penyebab terjadinya banjir dapat dikategorikan menjadi dua

hal yaitu karena sebab-sebab alami dan karena tindakan manusia (Fitriani

dkk., 2019).

Banjir terjadi ketika ruang untuk meresapnya air limpasan hujan

berkurang atau tidak ada lagi sehingga sungai tidak lagi mampu menampung
132

air limpasan hujan dan menggenangi berbagai wilayah seperti permukiman,

jalan, dan berbagai tempat yang bukan tempatnya air seharusnya mengalir.

Jika dilihat dari tujuan penataan ruang terlihat bahwa munculnya banjir di

berbagai wilayah terjadi karena adanya ketidakharmonisan antara lingkungan

alam dengan lingkungan buatan sehingga pelindungan fungsi ruang dan

pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang

tidak terwujud (Qodariyatun., 2020).

Banjir merupakan peristiwa atau keadaan suatu daerah atau daratan

terendam karena peningkatan volume air. Dampak yang ditimbulkan dari

banjir dapat berupa adanya masalah kesehatan fisik dan mental, korban jiwa,

kerusakan fasilitas umum, dan kerugian harta benda. Upaya-upaya untuk

mengurangi dampak bencana tersebut dapat dilakukan dengan manajemen

bencana yang baik (Setiawati dkk., 2020).

Banjir merupakan bencana alam paling sering terjadi, baik dilihat dari

intensitasnya pada suatu tempat maupun jumlah lokasi kejadian dalam

setahun yaitu sekitar 40% di antara bencana alam yang lain. Bahkan pada

tempat-tempat tertentu, banjir merupakan rutinitas tahunan. Lokasi

kejadiannya bisa perkotaan atau pedesaan, negara sedang berkembang atau

negara maju sekalipun. Diantara lokasi-lokasi tersebut dapat dibedakan

berdasarkan dampak dari banjir itu sendiri. Dampak banjir pada wilayah

perkotaan pada umumnya adalah pemukiman sedangkan di pedesaan dampak

dari banjir disamping pemukiman juga daerah pertanian yang bisa berdampak
133

terhadap ketahanan pangan daerah tersebut dan secara nasional terlebih jika

terjadi secara besar-besaran pada suatu negara (Darmawan dkk., 2017).


BAB III
PROSEDUR KERJA

A. Data Ketinggian

1. Membuka Software ArcGIS 10.8

2. Memasukkan data pada add data, kemudian memasukan titik ketinggian

3. Melakukan interpolasi metode kriging, setalah muncul tampulah menu kriging

pada input point feature memasukkan titik ketinggian kemudian ok. Dan

hasilnya akan muncul seperti gambar dibawah

134
135

4. Mencari reclassify pada menu search. Setelah itu mengklik reclassify spatial

analyst tool pada input raster memasukkan data kriging kemudian masukkan

angka interval titik ketinggian yaitu 67 m, 92 m, 117 m, 142 m, dan >142 m dan

mengganti values sesuai dengan parameter yang diberikan kemudian ok

5. Kemudian hasil dari reklasifikasi diubah ke bentuk polygon dengan cara

mengklik search kemudian mencari raster to polygon kemudian memilih menu

raster to polygon, setelah itu input data yang ketinggian yang sudah di reclass

kemudian mengklik ok.


136

B. Data Kemiringan lereng

1. Dari hasil analisis kriging kemudian melakukan analisis kemiringan lereng

dengan cara mengklik mencari slope pada menu search, kemudian memilih slope

spatial analyst tool. Setelah itu menginout hasil kriging kemudian ok.

2. Melakukan reklasifikasi pada hasil slope dengan cara yang sama pada saat

mereklasifikasi data ketinggian. Yang membedakan hanya pada kemiringan

lereng ini menggunakan persen sehingga pada saat mengisi break values terlebih

dahulu mengekli simbol persen. Nilai pada break values sesuai dengan tabel

scoring yaitu 3 %, 8 %, 15 %, 30 %, dan >30 %. Dan juga pada New values

nilainya di sesuaikan pada tabel scoring.


137

3. maka hasilnya akan muncul seperti gambar dibawah

C. Analisis Buffer Jaringan Sungai

1. Memasukkan shp jaringan sungai dengan cara add data

2. Selanjutnya mengunakan teknik multiple ring buffer dengan cara membuka

menu search, kemudian mencari multiple ring buffer, setelah itu mengklik

multiple ring buffer analysis tool.

3. selanjutnya memasukkan interval jarak sungai sesuai pada tabel scoring yaitu
142 m, 242 m, 542 m, 742 m, dan 1042 m. Kemudian ok.
138

4. Maka hasilnya akan muncul seperti gambar dibawah

D. Curah Hujan

1. Memasukkan data curah hujan dengan cara add data

2. Melakukan reklasifikasi data curah hujan dengan cara yang sama pada saat

mereklasifikasi data ketinggian dan kemiringan lereng dan memasukkan nilai


139

intervalnya yaitu 542, 1042, 1542, 2042, dan 2542, kemudian mengganti vaues

sesuai dengam skor yang telah di berikan kemudian mengklik ok

3. maka hasilnya akan muncul seperti gambar dibawah

4. Selanjutnya ubah data curah hujan menjadi poligon dengan menggunakan menu
raster to polygon

5. Memotong hasil analisis ketinggian, kemiringan lereng, curah hujan, dan hasil

buffer sungai sesuai dengan wilayah administrasi dengan cara terlebih dahulu
140

memasukkan shp administrasi kemudian mengeklik geoprocessing setelah itu

mengeklik clip lalu mengklik ok

E. Pola Pemukiman, Penggunaan Lahan Dan Jenis Tanah

1. Meningput data jenis tanah, penggunaan lahan, dan pola pemukiman.

2. Klik kanan pada data jenis tanah lalu open atribute table kemudian add field

kemudian menulis nama filenya lalu ok

3. Kemudian mengisi kolom yang telah dibuat berdasarkan bobot dari parameter

yang telah diberikan, hasilnya akan muncul seperti gambar dibawah


141

4. Kemudian klasifikasi pola permukiman berdasarkan skoring berjenjang dengan

cara mengklik kanan pada nama data lalu field calculator. Lakukan pemberian

skoring lakukan hal yang sama pada pola pemukiman, curah hujan, jarak dari

sungai, analisis ketinggian dan analisis kemiringan

5. Kemudian klasifikasi penggunaan lahan berdasarkan skoring berjenjang dengan

cara mengklik kanan pada nama data lalu field calculator. Lakukan pemberian
142

skoring lakukan hal yang sama pada pola pemukiman, curah hujan, jarak dari

sungai, analisis ketinggian dan analisis kemiringan.

F. Union
1. Menglik geoprocessing lalu union lalu input data titik ketinggian, kemiringan,

jarak dari sungai, pemukiman, jenis tanah, penggunaan lahan dan curah hujan.
143

2. Selanjutnya klik kanan pada data hasil union lalu menambahkan 3 kolom yaitu

kolom hasil, interval dan keterangan dengan cara add field untuk kolom hasil

dan interval mempunyai type long integer dan keterangan type text.

3. Selanjutnya select by atributes lalu klik dua kali pada s_LU2 lalu get unique

value (=0)

4. Selanjutnya field calculator lalu klik dua kali pada S_LU2 Lalu (=1). Lakukan

hal yang sama pada pola pemukiman, curah hujan, jarak dari sungai, analisis

ketinggian dan analisis kemiringan.


144

6. Untuk mendapatkan nilai pada kolom hasil klik pada field calculator lalu

masukan rumus (skor*bobot) lalu ok

7. Untuk mendapatkan nilai pada kolom interval klik pada field calculator lalu

masukan rumus (maks-min/5) lalu ok

6. Untuk mendapatkan hasil pada kolom keterangan klik pada field calculator lalu

lakukan penilaian berdasarkan skoring berikut


145

7. Maka hasil dari metode union akan muncul seperti pada gambar dibawah

G. Intersect
1. Untuk intersect klik pada menu geoprocessing lalu intersect kemudian input data

union dan administrasi wilayah kajian


146

2. Setelah intersect lakukan dissolve dengan cara klik menu geoprocessing lalu

dissolve kemudian input data hasil intersect, setelah itu mencentang keterangan,

nama kecamatan dan nama kelurahan kemudian mengklik ok.


BAB IV
METODOLOGI

A. Waktu dan Lokasi Praktikum

Praktikum SIG Pemodelan acara 4 analisis overlay dilaksanakan pada hari

Sabtu, 4 Desember 2021 pada pukul 10.00 sampai 15.00. Praktikum ini dilaksanakan

di Laboratorium Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Universitas Halu Oleo.

Kecamatan Baruga secara astronomis terletak pada 3o59’47” – 4o5’01”

Lintang Selatan dan 122o26’37” – 122o32’57” Bujur Timur. Secara geografis di

sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Wua-Wua, sebelah selatan berbatasan

dengan Kabupaten Konawe Selatan, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan

Timur, dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Konawe Selatan. Kecamatan

Baruga memiliki jumlah penduduk sebesar 33.288 jiwa (BPS, 2021).

Kecamatan Kambu secara astronomis terletak pada 3o58’39” – 404’45”

Lintang Selatan dan 122o30’39” – 122o33’42” Bujur Timur. Secara geografis

Kecamatan Kambu di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Mandonga,

sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Baruga dan Kecamatan Poasia,

sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Poasia, dan sebelah barat berbatasan

dengan Kecamatan Kadia, Kecamatan Wua-Wua, dan Kecamatan Baruga.

Kecamatan Kambu memiliki jumlah penduduk sebesar 29.403 jiwa (BPS, 2020).

Kecamatan Poasia secara astronomis terletak pada 3o58’59” – 40º5’05”

Lintang Selatan dan 122o32’01” – 122o36’04” Bujur Timur. Kecamatan Poasia secara

geografis di sebelah utara berbatasan dengan Teluk Kendari, sebelah selatan

berbatasan dengan Kabupaten Konawe Selatan, sebelah timur berbatasan dengan

147
148

Kecamatan Abeli, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kambu, dan

Kecamatan Baruga. Jumlah penduduk pada Kecamatan Poasia sebesar 37.817 jiwa

(BPS, 2020).

148
Gambar 26. Peta Lokasi Kecamatan Baruga, Kambu, dan Poasia
149
150

B. Alat Praktikum

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.

Tabel 10. Alat praktikum dan kegunaan


No. Alat Kegunaan
1. Komputer Sebagai tempat mengolah data
2. Flashdisk Untuk menyalin data praktikum
3. Software ArcMap 10.8 Sebagai aplikasi pengolah data

C. Bahan Praktikum

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.

Tabel 11. Bahan praktikum dan kegunaan


No. Bahan Kegunaan
1. Data curah hujan Sebagai data yang diolah
2. Data jenis tanah Sebagai data yang diolah
3. Data ketinggian Sebagai data yang diolah
4. Data kemiringan lereng Sebagai data yang diolah
5. Peta administrasi Kota Kendari Sebagai data yang diolah

D. Data Praktikum

1. Data Primer

Data primer adalah data pertama kali yang dikumpulkan oleh peneliti melalui

upaya pengambilan data di lapangan langsung. Karena hal inilah data primer disebut

data pertama atau data mentah.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan berbagai informasi yang telah ada sebelumnya dan

dengan sengaja dikumpulkan oleh peneliti yang digunakan untuk melengkapi

kebutuhan data penelitian. Data sekunder yang digunakan pada praktikum ini adalah

peta administrasi kecamatan Kota Bau-Bau dan Citra DEM Sulawesi.


151

E. Tahapan Praktikum

1. Tahapan Persiapan

Tahapan persiapan yang dilakukan dalam praktikum ini adalah pertama

menyiapkan alat dan bahan praktikum seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2.

2. Tahapan Literatur

Pada praktikum ini literatur yang digunakan yaitu jurnal yang dipublish 5

tahun terakhir. Jurnalnya yaitu mengenai ArcGIS, Digital Elevation Model (DEM),

DEM Nasional, analisis ketinggian, dan analisis kelerengan.

3. Tahapan Kriging

Pada tahapan ini yaitu data ketinggian yang telah dimasukkan dilakukan

analisis interpolasi yaitu dengan menggunakan metode kriging. Dimana data

ketinggian yang digunakan berbentuk point.

4. Tahapan Reclassify Ketinggian

Hasil analisis kriging direklasifikasi ulang menjadi lima kelas yaitu 41, 66,

91,116, dan lebih dari 116.

5. Tahapan Analisis Slope

Analisis slope dilakukan pada data ketinggian hasil kriging untuk

mendapatkan data kemiringan lereng.

6. Tahapan Reclassify Kelerengan

Hasil analisis slope diklasifikasikan ulang menjadi lima kelas yaitu 19, 24,

31, 46, dan lebih dari 46 dengan menggunakan satuan persen (%).
152

7. Tahapan Multiple Ring Buffer Sungai

Tahapan ini dilakukan dengan menggunakan menu arctoolbox kemudian pada

menu analyst tools, proximity. Pada tahapan ini digunkan data jaringan jalan,

jaringan sungai dan garis pantai dengan interval 142 m, 242, m, 542 m, 742 m dan

1042 m.

8. Tahapan Reclassify Curah Hujan

Tahapn ini dilakukan dengan memasukkan data curah hujan kemudian

melakukan reklasifikasi pada menu arctoolbox, spatial analyst tools, reclass, dan

reclassify. Setelah itu memasukkan nilai reklasifikasi yaitu 542, 1042, 1542, 2042

dan 2542 dengan satuan mm/thn.

9. Tahapan Skoring

Tahapn ini dilakukan dengan memasukkan nilai bobot yang telah diberikan

sesuai dengan parameter yang telah diberikan pada atributte table masing-masing

parameter.

10. Tahapan Overlay

Tahapan overlay yang digunakan yaitu Union. Tahapan ini dilakukan pada

menu geoprocessing dengan memasukkan seluruh parameter yang telah dilakukan

skoring.

11. Tahapan Layout Peta

Tahapan layout peta dilakukan setelah tahapan reklasifikasi selesai, dimana

tahapan ini dilakukan untuk membuat gambaran serta informasi yang ada di dalam

peta. Informasi yang ada seperti judul peta, legenda, skala peta, hingga sumber peta.
153
BAB V
HASIL

Gambar 27. Peta Ketinggian Kecamatan Baruga, Kambu dan Poasia


154
155

Gambar 28. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Baruga, Kambu dan Poasia
156

Gambar 29. Peta Jarak dari Sungai Kecamatan Baruga, Kambu dan Poasia
157

Gambar 30. Peta Curah Huja Kecamatan Baruga, Kambu dan Poasia
158

Gambar 31. Peta Jenis Tanah Kecamatan Baruga, Kambu dan Poasia
159

Gambar 32. Peta Pola Permukiman Kecamatan Baruga, Kambu dan Poasia
160

Gambar 33. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Baruga, Kambu dan Poasia
161

Gambar 34. Peta Rawan Bencana Banjir Kecamatan Baruga, Kambu dan Poasia
BAB VI
PEMBAHASAN

A. Ketinggian

Metode Kriging mengasumsikan bahwa nilai tengah (mean) pada populasi

sampel adalah konstan, tetapi tidak diketahui. Metode ini memiliki parameter

hubungan spasial yang membantu menginterpolasi antar data pada daerah penelitian.

Metode ini umumnya digunakan untuk menginterpolasi data udara seperti suhu

udara, lapisan ozon, maupun curah hujan pada penelitian. Gambar kedua

menjelaskan analisis ketinggian dengan menggunakan metode interpolasi kriging

dengan wilayah yang digunakan yaitu Kecamatan Baruga, Kambu dan Poasia Kota

Kendari. Praktikum kali ini membagi kelas titik ketinggian menjadi 5 kelas dengan

nilai ketinggian 41 mdpl yaitu wilayah sangat rendah warna hijau tua dengan luas

pada wilayah kajian 1673.19 Ha , kelas kedua dengan ketinggian 66 mdpl yaitu

wilayah rendah warna hijau muda dengan luas 256.76 Ha, kelas ketiga dengan

ketinggian 91 mdpl yaitu wilayah sedang warna kuning dengan luas 756.63 Ha, kelas

keempat dengan ketinggian 116 mdpl yaitu wilayah dengan ketinggian tinggi warna

orange dengan luas 1744.94 Ha dan kelas terakhir dengan ketinggian >116 mdpl

yaitu wilayah yang sangat tinggi warna merah dengan luas 6912.60 Ha

B. Kemiringan

Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relatif terhadap

bidang datar yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat.Gambar ketiga

menjelaskan analisis kemiringan lereng dengan menggunakan metode interpolasi

kriging dengan wilayah yang digunakan yaitu Kecamatan Baruga, Kambu dan Poasia

162
163

Kota Kendari. Praktikum kali ini membagi kelas titik ketinggian menjadi 5 kelas

yaitu kelas pertama berwarna hijau dengan kemiringan 19% berwarna hijau tua

memiliki luas sebesar 10069.51 Ha, kelas kedua berwarna hijau muda dengan

kemiringan 24% memiliki luas sebesar 426.39 Ha, kelas ketiga berwarna kuning

kelas kemiringan sedang yaitu 31% dengan luas sebesar 466.40 Ha, kelas keempat

berwarna jingga kelas kemiringan terjal yaitu 46% seluas 351.73 Ha, dan kelas

kemiringan terakhir berwarna merah sangat terjal yaitu lebih dari 46% memiliki luas

sebesar 25.57 Ha.

C. Sungai

Sungai adalah air tawar dari sumber alamiah yang mengalir dari tempat yang

lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah dan menuju atau bermuara ke laut, danau

atau sungai yang lebih besar. Secara alami, sungai mengalir sambil melakukan

aktivitas yang satu sama lain saling berhubungan. Gambar keempat menjelaskan

analisis sungai dengan menggunakan analisis multiple ring buffer pada wilayah Kota

Kendari Kecamatan Baruga, Kambu dan Poasia. Dalam analisis multiple ring buffer

interval kelas yang digunakan yaitu 116 m dengan luas 2073.42 Ha, 216 m dengan

luas 1684.46 Ha, 516 m dengan luas 4036.18 Ha, 716 m dengan luas 1652 Ha dan

1016 m dengan luas 1069.69 Ha.

D. Curah Hujan

Curah hujan adalah jumlah air hujan yang jatuh selama periode waktu tertentu

yang pengukurannya menggunakan satuan tinggi di atas permukaan tanah horizontal

yang diasumsikan tidak terjadi infiltrasi, run off, maupun evaporasi. Gambar Kelima

menjelaskan curah hujan pada Kota Kendari Kecamatan Baruga, Kambu dan Poasia.
164

Pada peta tersebut menjelaskan hanya ada satu kelas curah hujan yaitu wilayah

dengan curah hujan tinggi dengan luas 11339.37 Ha.

E. Jenis Tanah

Tanah merupakan salah satu material yang di dalamnya mengandung butiran

mineral padat yang tersedimentasi dan berasal dari pelapukan bahan organik serta

berisi zat cair dan gas yang mengisi ruang – ruang pada partikel padat. Pada gambar

6 (enam) menjelaskan jenis tanah pada wilayah Kota Kendari Kecamatan Baruga,

Kecamatan Kambu dan Kecamatan Poasia. Pada praktikum ini jenis tanah terbagi

menjadi 6 jenis tanah di Kecamatan Baruga, Kambu dan Poasia yaitu Kambisol

dengan luas 702.59 Ha, Litosol dengan luas 1945.28 Ha, Aluvial seluas 1746.86 Ha,

Mediteran seluas 438.78 Ha, Podsolik seluas 6088.95 Ha, dan Gleisol seluas 421.71

Ha.

F. Pola Permukiman

Pola permukiman adalah tempat manusia bermukim dan melakukan aktivitas

sehari-hari. Bentuk penyebaran penduduk dapat dilihat berdasarkan kondisi alam dan

aktivitas penduduk. Gambar ketujuh menjelaskan pola pemukiman pada wilayah

Kota Kendari Kecamatan Baruga, Kambu dan Poasia. Pada praktikum kali ini pola

pemukiman dibagi menjadi tiga bagian yaitu kurang teratur dengan luas 932.64 Ha,

pola teratur dengan luas 255.97 Ha dan pola tidak teratur dengan luas 297.17 Ha.

G. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan adalah segala campur tangan manusia, baik secara

permanen maupun secara siklus terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan

sumber daya buatan secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk
165

mencukupi kebutuhan-kebutuhannya baik secara kebendaan maupun spiritual

ataupun dua-duanya. Gambar kedelapan menjelaskan penggunaan lahan pada

wilayah Kota Kendari Kecamatan Baruga, Kambu dan Poasia. Pada praktikum kali

ini penggunaan lahan pada Kecamatan Baruga, Kambu dan Poasia dibagi menjadi 10

penggunaan lahan yaitu diantaranya air laut seluas 7.66 Ha, air tambak seluas 282.94

Ha, air tawar sungai seluas 40.92 Ha, hutan rimba seluas 5655.54 Ha, padang rumput

seluas 3.33 Ha, perkebunan seluas 1937.02 Ha, permukiman dan tempat kegiatan

seluas 1485.79 Ha, sawah seluas 663.40 Ha, semak belukar atau alang-alang seluas

123.91, tanah kosong seluas 110.48 Ha, dan tegalan atau ladang seluas 1033.96 Ha.

H. Peta Rawan Bencana Banjir

Banjir merupakan peristiwa atau keadaan suatu daerah atau daratan terendam

karena peningkatan volume air. Dampak yang ditimbulkan dari banjir dapat berupa

adanya masalah kesehatan fisik dan mental, korban jiwa, kerusakan fasilitas umum,

dan kerugian harta benda. Upaya-upaya untuk mengurangi dampak bencana tersebut

dapat dilakukan dengan manajemen bencana yang baik. Gambar kesembilan

menjelaskan peta rawan bencana banjir pada wilayah Kota Kendari Kecamatan

Baruga, Kecamatan Kambu dan Kecamatan Poasia dengan menggunakan metodee

analisis overlay berjenjang dan berjenjang tertimbang pada data titik ketinggian,

kemiringan curah hujan, sungai, pola permukiman, penggunaan lahan dan jenis

tanah. Pada praktikum ini membagi kelas rawan bencana banjir menjadi lima kelas

yaitu tidak berpotensi dengan warna hijau tua dengan luas 772.09 Ha, bahaya rendah

dengan warna hijau muda dengan luas 2641.03 Ha, bahaya sedang dengan warna
166

kuning dengan luas 4434.61 Ha, bahaya tinggi dengan warna jingga dengan luas

2804.95 Ha dan bahaya sangat tinggi dengan warna merah dengan luas 692.43 Ha..
BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Metode Overlay adalah suatu sistem informasi dalam bentuk grafis yang dibentuk

dari penggabungan berbagai peta individu (memiliki informasi/database yang

spesifik). Overlay peta dilakukan minimal dengan 2 jenis peta yang berbeda

secara teknis dikatakan harus adat polygon yang terbentuk dari 2 jenis peta yang

dioverlaykan.

2. Analisis overlay dengan metode berjenjang menganggap setiap unit dalam satu

tema memiliki nilai atau harkat yang disesuaikan dengan kontribusi terhadap

penentuan hasil dari modelnya, sedangkan untuk berjenjang tertimbang yaitu

setiap unit dalam satu tema memiliki nilai atau harkat yang disesuaikan dengan

kontribusi terhadap penentuan hasil dari modelnya. Dari hasil kedua metode ini

didapatkan peta rawan bencana yang merupaka penggabungan dari berbagai hasil

analisis parameter.

B. Saran

Adapun saran dari praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Saran untuk Dosen

Untuk dosen terima kasih atas segala materi yang telah diberi sehingga

praktikan lebih bisa menguasai materi dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

167
168

2. Saran untuk Asisten

Saran untuk asisten diharapkan kedepannya dalam menjelaskan agar

lebih jelas dan tidak terburu-buru.

3. Saran untuk Praktikan

Untuk praktikan sebaiknya tidak telat dan tepat waktu saat konsul.

Selain itu, sebaiknya praktikan agar lebih menguasai teori dan tidak hanya

sekedar lancar di praktikum saja.

Anda mungkin juga menyukai