PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tahun terakhir ini. Sebagai suatu bentuk informasi, ketepatan dan ketelitian
penyimpanan, serta pengkajian datanya. Oleh karena itu, guna memperoleh informasi
yang tepat dan akurat, semua komponen tersebut perlu dikembangkan secara terpadu
dalam suatu sistem yang dikenal dengan nama sistem informasi geografis (SIG).
pengolahan data Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis spasial juga dapat
data dari perspektif keruangan. Semua teknik atau pendekatan perhitungan matematis
yang terkait dengan data keruangan (spasial) dilakukan dengan fungsi analisis spasial
tersebut. Pengelolaan data spasial merupakan hal yang penting dalam pengelolaan
data Sistem Informasi Geografi, dimana salah satu contoh pengolahan data spasial
kedalam tampilan 3D (tiga dimensi). Ada banyak cara untuk memperoleh data DEM,
proses interferometri dapat diperoleh dari wahana satelit atau pesawat. DEM
Pada praktikum ini, analisis data DEM yang dilakukan adalah analisis
ketinggian yang digunakan untuk mengukur ketinggian suatu titik di atas permukaan
laut. Selain itu, analisis lain yang dilakukan adalah analisis kemiringan lereng yang
B. Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui dan memahami data Digital Elevation Model (DEM) dan
analisis yang dapat dilakukan dengan data Digital Elevation Model (DEM).
2. Untuk mengetahui dan memahami analisis pada data Digital Elevation Model
masing-masing.
C. Manfaat Praktikum
1. Manfaat Praktis
dipelajari dalam beberapa waktu. Bagi mahasiswa Fakultas Ilmu dan Teknologi
2. Manfaat Teoritis
Praktikum ini bermanfaat untuk mengetahui langkah-langkah melakukan
D. Batasan Masalah
Betoambari.
2. Metode analisis data yang digunakan yaitu reclassify dan analisis slope.
3. Interval kelas ketinggian yang digunakan yaitu 50 mdpl, 100 mdpl, 150 mdpl,
lebih dari 45 %.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ArcGIS
ArcGIS adalah perangkat yang sangat populer dan andal dalam melakukan
tugas-tugas Sistem Informasi Geografis (GIS). Keandalan ArcGIS tidak saja dalam
hal membuat peta, melainkan yang lebih utama adalah membantu praktisi SIG
melakukan analisis, pemodelan, dan pengelolaan data spasial secara efektif dan
efisien. Salah satu bentuk data yang dapat diolah oleh ArcGIS adalah data DEM yang
bahkan gratis, tetapi ArcGIS masih menjadi perangkat lunak GIS yang utama.
Keandalan ArcGIS tidak saja dalam hal membuat peta, melainkan yang lebih utama
adalah membantu praktisi SIG melakukan analisis, pemodelan, dan pengelolaan data
ArcGIS memiliki kemapuan visualisasi data baik data spasial maupun data
tabular. Selain itu juga kemampuan dari ArcGIS dapat mengelola, menganalisa dan
menampilkan informasi pada peta yang ada pada GIS. ArcGIS pertama kali
digunakan pada tahun 2000-an dengan perangkat pendukung geo database. Dengan
dukungan geo database tersebut ArcGIS dapat membuat GIS skala besar sesuai
dengan kebutuhan pengguna. ArcGIS juga dapat melakukan berbagai hal pada sebuah
GIS diantaranya adalah preview tampilan peta sebelum di-published, published hasil
peta dan melakukan deployment ke dalam bentuk mds file. ArcGIS memiliki dua
versi yaitu versi dekstop dan web. Versi dekstop adalah ArcGIS yang pertama kali
dikembangkan dan hanya dapat berjalan pada stay alone saja sedangkan versi web
adalah pengembangan dari ArcGIS versi dekstop dan memiliki fitur yang lebih
interaktif dan dapat diakses melalui web browser. ArcGIS juga dapat
dikombinasikan. dengan Google Maps dalam pengembangan GIS yaitu pada proses
pembuatan peta dengan tahapan file kml dari Google Maps (Earth) dikonversi ke file
Digital Elevation Model (DEM) atau disebut dengan model elevasi digital
(x,y) dan elevasi (z) pada setiap pikselnya. Selain DEM, DSM (Digital Surface
Model) dan DTM (Digital Terrain Model) juga berisikan informasi mengenai
ketinggian. DEM yang diunduh dari beberapa website tersebut merupakan DEM
global dengan resolusi menengah sampai kecil. Sebagai contoh, SRTM (Shuttle
Radar Topography Mission) mempunyai resolusi DEM 1 arc second (30 m) pada
ekuator di United States dan 3 arc second (90 m) di seluruh dunia. Data DEM yang
dihasilkan oleh SRTM mempunyai standar deviasi yang lebih besar dibandingkan
dengan data DEM yang dihasilkan oleh peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) (Iswari dan
Anggraini, 2018).
Data DEM dapat diperoleh dari ekstraksi data citra satelit. Penggunaan citra
satelit beresolusi tinggi menjadi salah satu alternatif untuk mendapatkan produk peta
skala besar dalam waktu singkat. Dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki oleh
Satelit Pleiades kemudian menjadi salah satu alternatif pilihan yang dapat
dipertimbangkan. Digital Elevation Model (DEM) dapat digunakan dalam berbagai
perencanaan sipil, orthorektifikasi citra satelit dan airbone. DEM dapat diperoleh
melalui berbagai macam teknik seperti stereo fotogrametri dari survey foto udara,
LiDAR, IFSAR, dan survey pemetaan. Metode lain yang dapat digunakan dalam
pembuatan DEM misalnya RTK-GPS, block adjustment dari citra satelit dan peta
Penggunaan DEM sering kita temui pada banyak aplikasi penginderaan jauh,
seperti pembuatan peta dasar, pembuatan peta relief, ekstraksi paramater terrain
permukaan bumi, render dari visualisasi 3 dimensi, analisis dari line of sight,
pemantauan pertanian dan kehutanan yang akurat, desain rekayasa infrastruktur, dan
DEM Nasional dibuat dari beberapa sumber data meliputi data IFSAR
(resolusi 5m), TERRASAR-X (resolusi 5m) dan ALOS PALSAR (resolusi 11.25m),
Keunggulan data DEMNAS ini yaitu mempunyai resolusi spasial yang lebih
tinggi 0.27 arc-second dibandingkan dengan resolusi data DEM internasional yang
adanya data DEMNAS yang telah dirilis oleh BIG diharapkan mampu mengatasi
kelemahan dari data DEM yang diunduh dari website penyedia data DEM
DEMNAS adalah data DEM kontinyu seluruh Indonesia yang dihasilkan oleh
BIG. DEMNAS dihasilkan dari proses data blending menggunakan data DSM
(Digital Surface Model) dari beberapa data DEM (TerraSAR-X, IFSAR, Radarsat,
dan ALOS PALSAR) dan trusted mass point dari hasil stereo plotting dengan
0,27 arc-second serta RMSE 2,79 meter dengan bias error -0,13 meter, sehingga
secara kualitas DEMNAS dapat digunakan untuk pemetaan topografi pada skala
D. Analisis Ketinggian
tertentu (datum). Umumnya, datum yang digunakan mengacu pada tinggi permukaan
air laut yang sering dinyatakan sebagai ketinggian di atas permukaan laut (dpl).
Datum mengacu pada titik benchmark, yang elevasinya sudah ditentukan dengan
hal yang sangat penting di dalam analisis geospasial. Data elevasi tersebut umumnya
disimpan dalam bentuk Digital Elevation Model (DEM). Data ketinggian (elevasi)
merupakan data ketinggian suatu titik pada permukaan bumi yang diukur dari atas
permukaan laut. Informasi mengenai ketinggian suatu tempat merupakan hal yang
sangat penting dan dibutuhkan dalam berbagai bidang, antara lain pemetaan sumber
daya lahan, pemetaan jaringan sungai, pemodelan dan simulasi banjir, simulasi luas
genangan debris flow, dan lain-lain. Pada awalnya, data elevasi disimpan dalam
bentuk peta analog dan garis-garis kontur secara manual (Rustan dan Purqon, 2017).
E. Analisis Kelerengan
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling
dalam derajat atau persen. Kecuraman lereng 100 persen sama dengan kecuraman 45
derajat. Selain memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curam lereng juga
angkut air. Selain itu dengan makin miringnya lereng, maka butir-butir tanah yang
terpecik kebawah oleh tumbukan butir hujan semakin banyak. Dengan demikian jika
lereng permukaan tanah lebih curam maka kemungkinan erosi akan lebih besar
persatuan luas. Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak
vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat
(derajat). Bentuk lereng yang dilihat dari permukaan tanahnya dapat berbentuk
satu parameter dalam menentukan tingkat kesesuaian lahan suatu tanaman tertentu.
Kemiringan lereng juga merupakan salah satu faktor terjadinya erosi dan longsor di
lahan pegunungan. Peluang terjadinya erosi dan longsor makin besar dengan makin
miringnya suatu lereng. Tingkat erosi permukaan yang terjadi pada lahan dengan
kemiringan lereng landai lebih tinggi 38.4%, pada lereng agak miring lebih tinggi
63.6% dan pada lereng miring lebih tinggi 69.1% dibanding besarnya erosi
permukaan yang terjadi pada lahan datar. Ketinggian tempat tidak dapat diubah
lahan perumahan, karena pada area datar akan semakin mudah membangun rumah
besar kemiringan lereng, maka daya dukung yang dihasilkan akan semakin menurun.
Lahan yang miring juga rawan terjadi longsor saat musim hujan tiba. Pada saat
lereng terlalu curam, terdapat bidang peluncur di bawah permukaan tanah yang
kedap air serta terdapat cukup air dalam tanah di atas lapisan bidang luncur sehingga
A. Analisis Ketinggian
2. Memasukkan data yang akan diolah yaitu DEM Sulawesi Tenggara dan shapefile
3. Memotong DEM Sulawesi sesuai dengan wilayah kajian yaitu mengklik menu
DEM dengan cara mengklik menu search kemudian mencari reclassify dan
classify.
7. Pada classes memilih angka lima, kemudian untuk break values memasukkan
nilai kelas ketinggian secara berurut yaitu 50, 100, 150, 200 dan kelas kelima
gridcode dan untuk color ramp memilih warna yang mulai dari hijau ke merah.
10. Melakukan layout pada peta dengan cara mengklik layer layout kemudian
2. Memasukkan data yang akan diolah yaitu data DEM Sulawesi Tenggara, dan peta
mengklik menu search kemudian mencari clip, dan memilih clip (data
management) (tools).
4. Melakukan analisis slope, yaitu mencari slope pada menu search kemudian
5. Pada input raster memasukkan data DEM wilayah yang akan dianalisis,
mengklik ok.
6. Melakukan pengkelasan ulang hasil analisis slope dengan cara mengklikk menu
(Tools).
7. Untuk input raster memasukkan hasil yang telah dislope, kemudian mengklik
classify.
8. Pada classes memilih angka lima kemudian untuk break values memasukkan
nilai kelas kemiringan secara berurut 8%, 15%, 25%, 45%, dan kelas kelima
gridcode dan untuk color ramp memilih warna yang mulai dari hijau ke merah.
11. Melakukan layout pada peta dengan cara mengklik layer layout kemudian
Praktikum SIG Pemodelan acara 3 analisis data DEM dilaksanakan pada hari
Sabtu, 27 November 2021 pada pukul 10.00 sampai 15.00. Praktikum ini
Halu Oleo.
Selatan dan 122º35’37.78” Bujur Timur. Secara geografis disebelah utara berbatasan
dengan Kabupaten Buton, selatan berbatasan dengan Kabupaten Buton Selatan, timur
berbatasan dengan Kabupaten Buton dan sebelah barat berbatasan dengan Selat
dan 122º35’58.13” Bujur Timur. Secara geografis disebelah utara berbatasan dengan
Kecamatan Murhum memiliki jumlah penduduk sebesar 20.021 jiwa (BPS, 2021).
Selatan dan 122º35’44.14” Bujur Timur. Secara geografis disebelah utara berbatasan
dengan Selat Buton, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Wolio, sebelah
selatan berbatasan dengan Kecamatan Murhum dan sebelah barat berbatasan dengan
(BPS, 2021).
dan 122º38’20.58” Bujur Timur. Secara geografis disebelah utara berbatasan dengan
dengan Kecamatan Murhum. Jumlah penduduk Kecamatan Wolio yaitu 43.342 jiwa
(BPS, 2021).
Sorawolio, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Wolio dan sebelah barat
berbatasan dengan Selat Buton. Jumlah penduduknya yaitu sebesar 20.992 jiwa
(BPS, 2021).
Selatan dan 122º39’21.61” Bujur Timur. Secara geografis disebelah utara berbatasan
dengan Selat Buton, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bungi, sebelah
selatan berbatasan dengan Selat Buton dan sebelah barat berbatasan dengan Selat
C. Bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.
D. Data Praktikum
1. Data Primer
Data primer adalah data pertama kali yang dikumpulkan oleh peneliti melalui
upaya pengambilan data di lapangan langsung. Karena hal inilah data primer disebut
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan berbagai informasi yang telah ada sebelumnya dan
kebutuhan data penelitian. Data sekunder yang digunakan pada praktikum ini adalah
E. Tahapan Praktikum
1. Tahapan Persiapan
menyiapkan alat dan bahan praktikum seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2.
2. Tahapan Literatur
Pada praktikum ini literatur yang digunakan yaitu jurnal yang dipublish 5
tahun terakhir. Jurnalnya yaitu mengenai ArcGIS, Digital Elevation Model (DEM),
3. Tahapan Cropping
Pada tahapan ini yaitu memotong data DEMNAS Sulawesi Tenggara sesuai
DEM yang telah dipotong dengan menggunakan lima kelas yaitu 50, 100, 150, 200,
membuka membuka menu search dan mencari slope. Dengan menggunakan analisis
menjadi lima kelas yaitu 8%, 15%, 25%, 45%, dan lebih dari 45%. Tahapan ini
dimulai dengan memasukkan citra DEM yang telah di slope. Setelah ini mencari
komposisi peta yang memuat informasi-informasi peta berupa judul peta, skala peta,
mata angin, legenda, sumber peta, inset peta, serta nama pembuat.
BAB V
HASIL
Selatan dan 122º35’37.78” Bujur Timur. Secara geografis disebelah utara berbatasan
dengan Kabupaten Buton, selatan berbatasan dengan Kabupaten Buton Selatan, timur
berbatasan dengan Kabupaten Buton dan sebelah barat berbatasan dengan Selat
jumlah penduduk 22.434 jiwa. Sebaran perumahan penduduk yang padat dan terletak
dan 122º35’58.13” Bujur Timur. Secara geografis disebelah utara berbatasan dengan
perumahan penduduk yang padat dan terletak di daerah pantai, sehingga sebagian
pedagang.
Gambar 17. Peta Ketinggian Kecamatan Murhum
Kecamatan Batupoaro secara astronomis terletak di 5º27’47.47” Lintang
Selatan dan 122º35’44.14” Bujur Timur. Secara geografis disebelah utara berbatasan
dengan Selat Buton, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Wolio, sebelah
selatan berbatasan dengan Kecamatan Murhum dan sebelah barat berbatasan dengan
Sebaran perumahan penduduk yang padat dan terletak di daerah pantai, sehingga
adalah pedagang.
Gambar 19. Peta Ketinggian Kecamatan Batupoaro
Kecamatan Wolio secara astronomis terletak di 5º29’00.46” Lintang Selatan
dan 122º38’20.58” Bujur Timur. Secara geografis disebelah utara berbatasan dengan
dengan Kecamatan Murhum. Jumlah penduduk Kecamatan Wolio yaitu 43.342 jiwa.
Sebaran perumahan penduduk yang padat dan terletak di daerah pantai, sehingga
adalah pedagang.
Gambar 20. Peta Ketinggian Kecamatan Wolio
Kecamatan Kokalukuna secara astronomis terletak pada 5048’-5043’ Lintang
Sorawolio, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Wolio dan sebelah barat
berbatasan dengan Selat Buton. Jumlah penduduknya yaitu sebesar 20.992 jiwa.
Sebaran perumahan penduduk yang padat dan terletak di daerah pantai, sehingga
adalah pedagang.
Gambar 22. Peta Ketinggian Kecamatan Kokalukuna
Kecamatan Lea-Lea secara astronomis terletak pada 5º22’11.64” Lintang
Selatan dan 122º39’21.61” Bujur Timur. Secara geografis disebelah utara berbatasan
dengan Selat Buton, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bungi, sebelah
selatan berbatasan dengan Selat Buton dan sebelah barat berbatasan dengan Selat
Buton. Jumlah penduduknya yaitu 8.519 jiwa. Sebaran perumahan penduduk yang
padat dan terletak di daerah pantai, sehingga sebagian besar masyarakatnya bermata
A. Analisis Ketinggian
Betoambari. Berdasarkan hasil analisis dihasilkan lima kelas yaitu kelas pertama 50
mdpl merupakan wilayah berwarna hijau hijau tua dengan ketinggian yang sangat
rendah dengan luas 673.15 Ha, kelas kedua 100 mdpl merupakan wilayah berwarna
hijau muda dengan ketinggian rendah seluas 575.74 Ha, kemudian kelas ketiga 150
mdpl merupakan wilayah dengan ketinggian sedang berwarna kuning seluas 572.73
Ha, selanjutnya kelas keempat 200 mdpl merupakan wilayah dengan ketinggian yang
tinggi berwarna jingga seluas 676.80 Ha, dan kelas terakhir yaitu lebih dari 200 mdpl
merupakan wilayah yang sangat tinggi berwarna merah seluas 722.09 Ha.
Berdasarkan hasil analisis dihasilkan empat kelas yaitu kelas pertama 50 mdpl
merupakan wilayah dengan ketinggian yang sangat rendah berwarna hijau tua dengan
luas 246.10 Ha, kelas kedua 100 mdpl merupakan wilayah dengan ketinggian rendah
berwarna hijau muda seluas 129.40 Ha, kemudian kelas ketiga 150 mdpl merupakan
wilayah dengan ketinggian sedang berwarna jingga seluas 118.52 Ha, dan kelas
terakhir 200 mdpl merupakan wilayah dengan ketinggian yang tinggi berwarna
yang dipotong sesuai dengan peta administrasi kecamatan. Berdasarkan hasil analisis
dihasilkan lima kelas yaitu kelas pertama 50 mdpl merupakan wilayah dengan
ketinggian yang sangat rendah berwarna hijau tua dengan luas 22.97 Ha, kelas kedua
100 mdpl merupakan wilayah dengan ketinggian rendah berwarna hijau muda seluas
40.34 Ha, kemudian kelas ketiga 150 mdpl merupakan wilayah dengan ketinggian
sedang berwarna kuning seluas 57.14 Ha, selanjutnya kelas keempat 200 mdpl
merupakan wilayah dengan ketinggian yang tinggi berwarna jingga seluas 49.35 Ha,
dan kelas terakhir yaitu lebih dari 200 mdpl merupakan wilayah yang sangat tinggi
yang dipotong sesuai dengan peta administrasi Kecamatan Wolio. Berdasarkan hasil
analisis dihasilkan lima kelas yaitu kelas pertama 50 mdpl merupakan wilayah
dengan ketinggian yang sangat rendah berwarna hijau tua dengan luas 291.85 Ha,
kelas kedua 100 mdpl merupakan wilayah dengan ketinggian rendah berwarna hijau
muda seluas 305.01 Ha, kemudian kelas ketiga 150 mdpl merupakan wilayah dengan
ketinggian sedang berwarna kuning seluas 647.01 Ha, selanjutnya kelas keempat 200
mdpl merupakan wilayah dengan ketinggian yang tinggi berwarna jingga seluas
837.52 Ha, dan kelas terakhir yaitu lebih dari 200 mdpl merupakan wilayah yang
Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil analisis dihasilkan lima kelas yaitu kelas
berwarna hijau tua dengan luas 428.59 Ha, kelas kedua 100 mdpl merupakan wilayah
dengan ketinggian rendah berwarna hijau muda seluas 285.20 Ha, kemudian kelas
ketiga 150 mdpl merupakan wilayah dengan ketinggian sedang berwarna kuning
seluas 338.11 Ha, selanjutnya kelas keempat 200 mdpl merupakan wilayah dengan
ketinggian yang tinggi berwarna jingga seluas 240.04 Ha, dan kelas terakhir yaitu
lebih dari 200 mdpl merupakan wilayah yang sangat tinggi berwarna merah seluas
295.01 Ha.
Tenggara. Berdasarkan hasil analisis dihasilkan lima kelas yaitu kelas pertama 50
mdpl merupakan wilayah dengan ketinggian yang sangat rendah berwarna hijau tua
dengan luas 1508.62 Ha, kelas kedua 100 mdpl merupakan wilayah dengan
ketinggian rendah berwarna hijau muda seluas 671.994 Ha, kemudian kelas ketiga
150 mdpl merupakan wilayah dengan ketinggian sedang berwarna kuning seluas
431.17 Ha, selanjutnya kelas keempat 200 mdpl merupakan wilayah dengan
ketinggian yang tinggi berwarna jingga seluas 421.69 Ha, dan kelas terakhir yaitu
lebih dari 200 mdpl merupakan wilayah yang sangat tinggi berwarna merah seluas
71.13 Ha.
dipotong sesuai dengan wilayah yang akan dianalisis. Berdasarkan hasil analisis
dengan kemiringan landai berwarna hijau tua seluas 2042.93 Ha, kelas kedua 15%
merupakan wilayah dengan kemiringan datar berwarna hijau muda seluas 864.77 Ha,
kemudian kelas ketiga 25% merupakan wilayah dengan kemiringan agak curam
berwarna kuning seluas 274.85 Ha, selanjutnya kelas keempat 45% merupakan
wilayah dengan kemiringan curam berwarna jingga seluas 23.51 Ha, dan kelas
terakhir lebih dari 45% merupakan wilayah dengan kemiringan yang sangat curam
Tenggara yangd dipotong sesuai dengan wilayah yang akan diolah. Berdasarkan hasil
wilayah dengan kemiringan landai berwarna hijau tua seluas 358.73 Ha, kelas kedua
15% merupakan wilayah dengan kemiringan datar berwarna hijau muda seluas
155.64 Ha, kemudian kelas ketiga 25% merupakan wilayah dengan kemiringan agak
curam berwarna jingga seluas 63.36 Ha, selanjutnya kelas keempat 45% merupakan
yaitu kelas pertama 8% berwarna hijau tua, kelas kedua 15% berwarna hijau tua,
kelas ketiga 25% berwarna kuning, kelas keempat 45% berwarna jingga, dan kelas
hijau tua seluas 1211.26 Ha, kelas kedua 15% merupakan wilayah dengan
kemiringan datar berwarna hijau muda seluas 1050.0536 Ha, kemudian kelas ketiga
25% merupakan wilayah dengan kemiringan agak curam berwarna kuning seluas
741.91 Ha, selanjutnya kelas keempat 45% merupakan wilayah dengan kemiringan
curam berwarna jingga seluas 106.53 Ha, dan kelas terakhir lebih dari 45%
merupakan wilayah dengan kemiringan yang sangat curam berwarna merah seluas
786 Ha.
Sulawesi Tenggara yang dipotong sesuai dengan wilayah yang akan dianalisis.
Berdasarkan hasil analisis kelerengan di dapatkan lima kelas yaitu kelas pertama 8%
merupakan wilayah dengan kemiringan landai berwarna hijau tua seluas 635.76 Ha,
kelas kedua 15% merupakan wilayah dengan kemiringan datar berwarna hijau muda
seluas 492.13 Ha, kemudian kelas ketiga 25% merupakan wilayah dengan
kemiringan agak curam berwarna kuning seluas 357.02 Ha, selanjutnya kelas
keempat 45% merupakan wilayah dengan kemiringan curam berwarna jingga seluas
82.67 Ha, dan kelas terakhir lebih dari 45% merupakan wilayah dengan kemiringan
Tenggara yang dipotong sesuai dengan wilayah yang akan dianalisis. Berdasarkan
hasil analisis kelerengan di dapatkan empat kelas yaitu kelas pertama 8% merupakan
wilayah dengan kemiringan landai berwarna hijau tua seluas 1871.05 Ha, kemudian
kelas kedua 15% merupakan wilayah dengan kemiringan datar berwarna hijau muda
seluas 718.46 Ha, selanjutnya kelas ketiga 25% merupakan wilayah dengan
kemiringan agak curam berwarna jingga seluas 388.52 Ha, dan kelas terakhir 45%
merupakan wilayah dengan kemiringan curam berwarna merah seluas 101.03 Ha.
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Digital Elevation Model (DEM) atau disebut dengan model elevasi digital
wilayah.
2. Analisis ketinggian akan menghasilkan data ketinggian yang terbagi atas lima
kelas yaitu 50 mdpl, 100 mdpl, 150 mdpl, 200 mdpl, dan lebih dari 200 mdpl.
Pada praktikum ini dari total enam kecamatan yang dianalisis terdapat satu
kecamatan yang hanya memiliki empat kelas hasil ketinggian yaitu Kecamatan
Murhum. Sedangkan pada hasil analisis kelerengan terdapat dua kecamatan yang
Kecamatan Lea-Lea.
B. Saran
Untuk dosen terima kasih atas segala materi yang telah diberi sehingga
praktikan lebih bisa menguasai materi dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
2. Saran untuk Asisten
Untuk praktikan sebaiknya tidak telat dan tepat waktu saat konsul. Selain itu,
sebaiknya praktikan agar lebih menguasai teori dan tidak hanya sekedar lancar di
praktikum saja.