PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tahun terakhir ini. Sebagai suatu bentuk informasi, ketepatan dan ketelitian
penyimpanan, serta pengkajian datanya. Oleh karena itu, guna memperoleh informasi
yang tepat dan akurat, semua komponen tersebut perlu dikembangkan secara terpadu
dalam suatu sistem yang dikenal dengan nama sistem informasi geografis (SIG).
pengolahan data Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis spasial juga dapat
data dari perspektif keruangan. Semua teknik atau pendekatan perhitungan matematis
yang terkait dengan data keruangan (spasial) dilakukan dengan fungsi analisis spasial
tersebut. Pengelolaan data spasial merupakan hal yang penting dalam pengelolaan
data Sistem Informasi Geografi, dimana salah satu contoh pengolahan data spasial
kedalam tampilan 3D (tiga dimensi). Ada banyak cara untuk memperoleh data DEM,
44
interferometri SAR (Synthetic Aperture Radar) merupakan salah satu algoritma
untuk
45
45
membuat data DEM. Data citra SAR atau citra radar yang digunakan dalam proses
interferometri dapat diperoleh dari wahana satelit atau pesawat. DEM khususnya
Pada praktikum ini, analisis data DEM yang dilakukan adalah analisis
ketinggian yang digunakan untuk mengukur ketinggian suatu titik di atas permukaan
laut. Selain itu, analisis lain yang dilakukan adalah analisis kemiringan lereng yang
B. Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui dan memahami data Digital Elevation Model (DEM) dan
analisis yang dapat dilakukan dengan data Digital Elevation Model (DEM).
2. Untuk mengetahui dan memahami analisis pada data Digital Elevation Model
masing.
C. Manfaat Praktikum
1. Manfaat Praktis
telah dipelajari dalam beberapa waktu. Bagi mahasiswa Fakultas Ilmu dan Teknologi
2. Manfaat Teoritis
D. Batasan Masalah
2. Metode analisis data yang digunakan yaitu reclassify, analisis slope, inverse
distance weighted
3. Interval kelas kemiringan yang digunakan yaitu 3%, 8%, 15%, 30% dan lebih
dari 30%.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Analisis Slope
permukaan tanah yang lebih tinggi dengan permukaan tanah yang lebih rendah.
Lereng dapat terbentuk secara alami dan dapat juga dibuat oleh manusia. Dalam
1. Lereng alam, yaitu lereng yang terbentuk karena proses-proses alam, misalnya
2. Lereng yang dibuat dengan tanah asli, misalnya apabila tanah dipotong untuk
3. Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan, sebagai tanggul untuk jalan atau
bendungan tanah.
Pada ketiga jenis lereng ini kemungkinan untuk terjadi longsor selalu ada,
karena dalam setiap kasus tanah yang tidak rata akan menyebabkan komponen
gravitasi dari berat memiliki kecenderungan untuk menggerakkan massa tanah dari
pertama kali dipublikasikan oleh Neil Bar dan Nick Barton pada tahun 2015 dan
merupakan pengembangan dari klasifikasi Q-System (Barton et all, 1974) yang telah
banyak diaplikasikan untuk klasifikasi massa batuan pada konstruksi dan tambang
bawah tanah. Penilaian metode Q-Slope berdasarkan terhadap enam parameter utama
untuk mengetahui peringkat klasifikasi massa batuan yakni RQD (Rock Quality
47
48
(tingkat alterasi bidang diskontinu), Jw (faktor air pada bidang diskontinu), dan SRF
bidang diskontinu (O-Factor) sesuai dengan potensi longsor batuan (Akbar, 2020).
faktor keamanan dari lereng tersebut. Nilai dari faktor keamanan lereng merupakan
hasil perbandingan antara kekuatan yang diperlukan dalam menahan dengan gaya
dorong yang ada Perhitungan faktor keamanan lereng ini dilakukan dengan
menggunakan program Slope/W untuk kemiringan lereng 40°, 45°, 50°, 55°, dan 60°
lereng yang dikaitkan dengan geometri lereng dan diskontinuitas. Pembobotan nilai
SMR didasarkan pada pers. Berdasarkan Romana, 1985. Untuk lereng yang sangat
stabil akan mengasilkan nilai SMR >80. Untuk SMR range 60-80 termasuk dalam
kelas stabil dengan kemungkinan bisa terjadi longsoran berupa blok yang
probalitasnya 20%. Untuk SMR range 40-60 termasuk dalam kelas sedang atau
sebagian stabil yang dimana probalitas longsornya 40% yang dikontrol oleh adanya
kekar atau baji kecil. Untuk SMR range 20-40 masuk kategori tidak stabil dengan
probalitas 60% yang kemungkinan terjadi longsoran bidang atau baji besar. Adapun
untuk lereng yang sangat tidak stabil memiliki nilai SMR 0-20 dengan probalitas
longsor 90% dengan jenis longsoran bidang atau seperti keruntuhan material lepas
B. Kemiringan Lereng
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling
dalam derajat atau persen. Kecuraman lereng 100 persen sama dengan kecuraman 45
derajat. Selain memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curam lereng juga
angkut air. Selain itu dengan makin miringnya lereng, maka butir-butir tanah yang
terpecik kebawah oleh tumbukan butir hujan semakin banyak. Dengan demikian jika
lereng permukaan tanah lebih curam maka kemungkinan erosi akan lebih besar
persatuan luas. Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak
vertikal) suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat
(derajat). Bentuk lereng yang dilihat dari permukaan tanahnya dapat berbentuk
satu parameter dalam menentukan tingkat kesesuaian lahan suatu tanaman tertentu.
Kemiringan lereng juga merupakan salah satu faktor terjadinya erosi dan longsor di
lahan pegunungan. Peluang terjadinya erosi dan longsor makin besar dengan makin
miringnya suatu lereng. Tingkat erosi permukaan yang terjadi pada lahan dengan
kemiringan lereng landai lebih tinggi 38.4%, pada lereng agak miring lebih tinggi
63.6% dan pada lereng miring lebih tinggi 69.1% dibanding besarnya erosi
permukaan yang terjadi pada lahan datar. Ketinggian tempat tidak dapat diubah
50
perumahan, karena pada area datar akan semakin mudah membangun rumah
besar kemiringan lereng, maka daya dukung yang dihasilkan akan semakin menurun.
Lahan yang miring juga rawan terjadi longsor saat musim hujan tiba. Pada saat
lereng terlalu curam, terdapat bidang peluncur di bawah permukaan tanah yang
kedap air serta terdapat cukup air dalam tanah di atas lapisan bidang luncur sehingga
Informasi laju erosi di suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) diperlukan untuk
pengelolaan sumberdaya lahan secara lestari. Informasi laju erosi untuk keperluan
persamaan umum pendugaan laju erosi dengan Metode USLE (Universal Soil Loss
Equation), RUSLE (Revised Universal Soil Loss Equation,) dan MUSLE (Modified
Universal Soil Loss Equation). Salah satu parameter dalam USLE, RUSLE maupun
tempat yang terletak di permukaan bumi, pengetahuan mengenai posisi dimana suatu
dirangkai dalam suatu sistem yang disebut Sistem Informasi Geografis atau yang
lebih dikenal dengan istilah SIG. Dengan SIG akan lebih mudah untuk
2. Memasukkan citra DEMNAS Kota Bau-Bau dengan cara mengklik add file
3. Setelah itu melakukan proses slope dengan cara mengeklik menu pencarian di
ArcGIS.
4. Setelah muncul fitur pencarian, mengetik slope kemudian memilih menu slope
(spatial analisyst) (tool) untuk membuat kelas lereng pada data DEM yang sudah
di masukan sebelumnya.
52
53
melakukan slope.
54
9. Membagi kelas klassifikasi menjadi 5 (lima) dengan cara mengubah value pada
classes menjadi 5 dan pada break values mengeklik symbol percent (%) seperti
11. Data yang dihasilkan ini tentu masih belum tersimpan di penyimpana pada
laptop sehingga perlu melakukan export data dengan cara mengeklik kanan pada
12. Memilih lokasi penyimpanan serta member nama file DEM yang akan di export
Praktikum SIG Pemodelan acara 3 analisis data DEM dilaksanakan pada hari
Sabtu, 27 November 2021 pada pukul 10.00 sampai 15.00. Praktikum ini
Halu Oleo.
dengan Kota Bau-Bau, dan disebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Muna.
Kabupaten Buton memiliki luas wilayah daratan 2.488,71 km 2 dan wilayah perairan
B. Alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.
C. Bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.
56
57
58
D. Data Praktikum
1. Data Primer
2. Data Sekunder
pada praktikum ini adalah peta administrasi Kabupaten Buton dan Citra DEM
Sulawesi.
E. Tahapan Praktikum
1. Tahapan Persiapan
pertama menyiapkan alat dan bahan praktikum seperti pada Tabel 1 dan
Tabel 2.
2. Tahapan Literatur
lereng.
3. Tahapan Cropping
slope yaitu membuka membuka menu search dan mencari slope. Dengan
menggunakan analisis slope maka dapat diketahui ketinggian tiap titik pada
citra.
sesuai menjadi lima kelas yaitu 3%, 8%, 15%, 30%, dan lebih dari 30%.
Tahapan ini dimulai dengan memasukkan citra DEM yang telah di slope.
lereng.
peta, skala peta, mata angin, legenda, sumber peta, inset peta, serta nama
pembuat.
60
BAB VI
PEMBAHASAN
dan nilai plot tersebut akan semakin berkurang terhadap jarak. Pada praktikum ini
kemiringan lereng dengan luas yang bervariasi. Pada kelas kemiringan lereng
berwarna hijau muda dengan kemiringan 0-3 % memiliki luas 760,29 ha. Pada kelas
kemiringan lereng berwarna hijau tua dengan kemiringan 3-8 % memiliki luas
kemiringan 8-15 % memiliki luas 1006,90 ha.pada kelas kemiringan lereng berwarna
jingga memiliki kemiringan 15-30 % dengan luas 921,90 ha. Kelas kemiringan
61
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
2. Model Inverse Distance Weighted (IDW) memiliki asumsi bahwa setiap titik
input mempunyai pengaruh yang bersifat lokal adan berkurang terhadap jarak.
spasial pada lokasi tersampel untuk memproduksi nilai pada lokasi lain yang
tidak tersampel.
B. Saran
Untuk dosen terima kasih atas segala materi yang telah diberi sehingga
praktikan lebih bisa menguasai materi dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
62
63
Untuk praktikan sebaiknya tidak telat dan tepat waktu saat konsul.
Selain itu, sebaiknya praktikan agar lebih menguasai teori dan tidak hanya