Anda di halaman 1dari 12

BAB I.

PENDAHULUAN

1. 1 Latar belakang
Sumber daya alam utama yaitu tanah dan air pada dasarnya merupakan sumber
daya alam yang dapat diperbaharui, namun mudah mengalami kerusakan atau
degradasi. Kerusakan tanah dapat terjadi oleh kehilangan unsur tanah dan bahan
organik di daerah perakaran, terkumpulnya garam di daerah perakaran, penjenuhan
tanah oleh air, dan erosi. Kerusakan tanah tersebut menyebabkan berkurangnya
kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman.
Lereng adalah penampakan alam yang disebabkan karena adanya beda tinggi di
dua tempat. Kemiringan lereng (Slope) merupakan salah satu unsur topografi dan
sebagai faktor terjadinya erosi melalui proses runoff. Semakin curam lereng semakin
besar laju dan jumlah aliran permukaan, semakin besar pula erosi yang terjadi. Derajat
kemiringan lereng dan panjang lereng merupakan sifat tofografi yang dapat
mempengaruhi besarnya erosi tanah. Semakin curam dan semakin panjang lereng
maka makin besar pula aliran permukaan dan bahaya erosi semakin tinggi. Oleh karena
itu, penting bagi kita untuk mengetahui sudut kemiringan lereng agar dapat
mengantisipasi kemungkinan erosi yang terjadi, sehingga tidak berdampak pada
pengelolaan lahan pertanian yang kita usahakan.
Tingginya curah hujan mengakibatkan terjadinya limpasan pemukaan. Limpasan
permukaan yang menghasilkan erosi terjadi kerena tanah tidak dapat lagi mampu
menahan air yang mengalir di atas permukaan tanah, dan yang terjadi yaitu pelepasan
partikel-partikel tanah pada permukaan tanah dan bahkan dapat menyebabkan
hilangnya top soil. Kehilangan hara dari permukaan tanah merupakan salah satu akibat
utama dari terjadinya erosi.

1. 2 Tujuan (point)
a. Mahasiswa mengetahui cara pengambilan sampel tanah dengan menggunakan
Auger Soil Sampel
b. Mahasiswa mampu menentukan besarnya kemiringan lahan dan mengukur
ketinggian lahan dengan menggunakan alat Abney Level dan Clinometers
c. Mahasiswa mampu membandingkan hasil pengukuran sudut lereng dengan berbagai
alat
d. Mahasiswa mampu menghitung indeks erodibilitas tanah dengan rumus K
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Pengertian Kemiringan Lereng (3 sitasi)


Kemiringan lereng adalah sudut yang dibentuk oleh perbedaan tinggi permukaan
lahan (relief), yaitu antara bidang datar tanah dengan bidang horizontal dan pada
umumnya dihitung dalam persen (%). Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan dan
volume limpasan permukaan. Kemiringan lereng dapat dihitung dari peta topografi/rupa
bumi. Kemiringan lereng dibagi menjadi beberapa kelas yaitu datar (0-8%), landai (8-
15%), curam (24-45%), dan sangat curam (≥ 45%). Lahan yang diperbolehkan untuk
berdirinya kawasan permukiman adalah lahan yang memiliki topografi datar sampai
bergelombang yakni lahan yang memiliki kemiringan lereng 0-25%. Untuk
mengklasifikasikan kelas kemiringan lereng diperlukan suatu informasi geografis (Syafri,
2015).
Kemiringan lereng adalah sudut yang dibentuk oleh perbedaan tinggi permukaan
lahan (relief). Kemiringan lereng yaitu antara bidang datar tanah dengan bidang
horizontal. Kemiringan lereng pada umumnya dihitung dalam persen (%) atau derajat
(o). Kemiringan suatu lahan adalah tingkat kecuraman lereng permukaan suatu lahan
yang dapat dinyatakan dalam satan persen atau derajat. Satuan persen adalah satuan
yang biasanya digunakan untuk menyatakan kemiringan atau lereng suatu lahan yang
menunjukan perbandingan antara beda tinggi dengan jarak mendatar dari dua titik yang
diukur tingkat kemiringannya (Manusawai, 2015).
Kemiringan Lereng adalah penampakan alam yang disebabkan karena adanya
beda tinggi di dua tempat. Kemiringan lereng (Slope) merupakan salah satu unsur
topografi dan sebagai faktor terjadinya erosi melalui proses runoff. Semakin curam
lereng semakin besar laju dan jumlah aliran permukaan, semakin besar pula erosi yang
terjadi. Bentuk lereng tergantung pada proses erosi, gerakan tanah, dan pelapukan.
Sedangkan, kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi di berbagai
tempat yang disebabakan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen. Hal inilah
yang mengakibatkan perbedaan letak ketinggian titik-titik diatas permukaan bumi
(Maulana, 2015).

2. 2. Prinsip Kerja Abney Level Dan Clinometers (2 sitasi)


Abney level adalah alat yang digunakan untuk mengukur kemiringan lereng secara
kasar. Ada tiga komponen dalam alat ini, yakni air raksa, busur, dan batang penampung
air raksa dan penyangga busur. Air raksa memiliki gelembung (buble level) sebagai
penanda posisi tingkat kedataran alat. Komponen busur berfungsi sebagai penunjuk
besaran sudut kemiringan. Ada dua satuan dalam alat ini yakni satuan derajat (0-360°)
dan satuan persen. Kedua satuan ini tertera pada busur karena kemiringan lereng dapat
dinyatakan dengan derajat dan persen (Zakaria, 2009).
Klinometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tinggi tajuk suatu
vegetasi. Didalam alat ini ada roda yang berputar bebas dan mempunyai dua skala yang
berbeda. Skala pada sebelah kanan menunjukkan satuan pengukuran sudut vertikal
dalam %, sedang sebelah kiri mencantumkan satuan sudut dalam derajat. Sudut di atas
bidang horizontal diberi tanda + , sedang sudut dibawah bidang tersebut diberi tanda -
Pemberian tanda ini merupakan hal penting yang seringkali dilupakan oleh para
pengukur pemula. Satuan sudut vertikal dalam % menggambarkan perbandingan antara
jarak vertikal (beda tinggi) dengan jarak datar dalam persen. Contohnya kemiringan 24%
berarti perbandingan antara jarak vertikal dengan jarak datar adalah 0.24 . Kalau jarak
datar diketahui 100 m, maka beda tingginya 24 m. Sebagaimana derajat, semakin besar
persen kemiringan suatu lereng maka semakin curam lerengnya (Alaydrus, 2013).
2. 3. Pengertian Erodibilitas tanah (3 sitasi)
Erodibilitas merupakan ketahanan tanah terhadap pelepasan dan pengangkutan.
Erodibilitas dipengaruhi oleh kondisi tanah seperti tekstur tanah (terutama kadar debu
dan pasir halus), struktur tanah, kandungan bahan organik, bahan tanah, dan
permeabilitas tanah. Sehingga tanah yang memiliki erodibilitas tinggi akan mudah
mengalami erosi tinggi di banding tanah yang memiliki erodibilitas rendah Erodibilitas
tanah tidak hanya ditentukan oleh faktor sifat tanah, namun ditentukan pula oleh faktor
erosi yang lain yaitu erosivitas, topografi (kemiringan lereng), vegetasi dan aktivitas
manusia (Munadi, 2008)
Erodibilitas tanah merupakan kepekaan tanah untuk tererosi, semakin tinggi nilai
erodibilitas suatu tanah semakin mudah tanah tersebut tererosi. Erodibilitas tanah
dipengaruhi oleh tekstur tanah, struktur tanah, bahan organik, dan permeabilitas. Faktor
erodibilitas tanah menunjukkan resistensi partikel tanah terhadap pengelupasan dan
transportasi partikel-partikel tanah oleh adanya energi kinetik air hujan. Aktivitas
manusia dapat mempengaruhi erodibilitas tanah melalui perlakuan tanah pada suatu
penggunaan lahan tertentu. Perlakuan tanah pada suatu penggunaan lahan seperti
pembukaan lahan dengan sistem tebas bakar dapat mempengaruhi tingkat infiltrasi
tanah yang menyebabkan tanah lebih peka terhadap erosi (Ashari,2013).

2. 4. Metode Pengambilan Sampel Tanah (2 sitasi)


Menurut Team tanah UPN (2012), Secara umum teknik pengambilan contoh tanah
dapat dibedakan dalam tiga kelompok sebagai berikut :
a. Grid survey : tempat yang ditentukan lokasinya pada interval yang teratur sepanjang
garis lurus, biasanya dihubungkan dengan arah kompas. Interval antar tempat
ditentukan oleh skala survey dan keadaan medan. Metode ini umumnya digunakan
untuk studi detail dan sangat detail.
b. Free Survey : metode ini dilakukan dengan bantuan data interpretasi foto udara.
Bentang alam dibaca dalam satuan peta yang didasarkan pada karakteristik rekaan.
Tanah dan lokasi pengamatan dibuat dalam tiap unit berdasarkan pertimbangan
pakar tanah, keputusannya akan dibuat oleh kompleksitas ekologi, waktu dan hal-hal
lain yang berpengaruh.
c. Transect survey : didalam kerapatan savana, hutan, atau tanah pendekatan dengan
potong kompas masih dimungkinkan, dapat dilakukan pengamatan pada interval
yang teratur atau sekehendak hati menurut keadaan alamnya
Pengambilan contoh tanah dapat dilakukan dengan 2 teknik dasar yaitu
pengambilan contoh tanah secara utuh/tak terusik dan pengambilan contoh tanah tak
utuh atau terusik. Untuk mencari dan atau mengetahui sifat fisik tanah, kita dapat
menggunakan pengambilan contoh tanah dengan tiga cara, yaitu. Contoh tanah tidak
terusik, yang diperlukan untuk analisis penetapan berat isi atau berat volume, agihan
ukuran pori, dan untuk permeabilitas. tanah tak terusik diperlukan untuk analisis
penetapan berat jenis atau berat volum, agihan ukuran pori dan permeabilitas. Contoh
tanah terusik, yang diperlukan untuk penetapan kadar lengas, tekstur, tetapan atterberg,
kenaikan kapiler, sudut singgung, kadar lengas kritik, indeks patahan,konduktivitas
hidroulik tak jenuh, luas permukaan, erodibilitas tanah menggunakan hujan tiruan.
Tanah terusik diperlukan untuk penetapan kadar lengas, tekstur, tetapan
Atterberg,kenaikan kapiler, sudut singgung, kadar lengas kritik, indeks patahan,
konduktifitas hidroulik tak jenuh, luas permukaan, erodibilitas tanah menggunakan hujan
tiruan (Wicaksono, 2015).
2. 5. Metode Perhitungan Indeks Erodibilitas Tanah (2 sitasi)
Erodibilitas tanah dapat dihitung dengan persamaan Wischmeier dan Smith) yaitu
: 100 K= 2,1 M 1,14 (10-4)(12-a) + 3,25 (b-2)+ 2,5 (c-3),dimana K adalah nilai erodibilitas
tanah, M adalah ukuran partikel (% debu + % pasir sangat halus) x (100 - % liat), a
adalah kandungan bahan organik (%), b adalah kelas struktur tanah dan c adalah kelas
permeabilitas tanah (cm/jam). Faktor LS adalah faktor panjang lereng (L) dan faktor
kemiringan lereng (S), dihitung berdasarkan persamaan Wischmeier dan Smith (1978
dalam Arsyad, 2010) yaitu LS = √L (0,0136 + 0,00965 S + 0,00138 S2). Nilai CP adalah
faktor tanaman yang didapat dari pengamatan langsung di lapangan dengan
pendekatan antara keadaan di lapangan dengan nilai CP yang dibuat oleh Pusat
Penelitian Tanah (Dewi, 2012).
Erodibilitas tanah ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut: K=1,29 [2,1.M.1,14 (10-4) (12-a) + 3,25 (b-2) 2,5 (c-3)] / 100 dengan, M adalah
persentase pasir sangat halus ditambah jumlah debu dikalikan selisih antara total pasir
dengan persentase liat, a adalah persentase bahan organik, b adalah kode struktur
tanah yang dipergunakan dalam klasifikasi tanah, dan c adalah kelas permeabilitas
tanah. Besarnya erosi diprediksi dengan metode USLE dengan persamaan sebagai
berikut: A = R K L S C P dengan A adalah besarnya tanah yang terkikis dan terhanyutkan
dalam ton/ha/tahun, R adalah nilai indeks erosivitas hujan, K adalah faktor erodibilitas
tanah, LS adalah faktor topografi yaitu panjang lereng dan kemiringan lereng, C adalah
faktor sistem pengelolaan tanaman, dan P adalah faktor tindakan atau perlakuan petani
dalam pengawetan tanah. Nilai R atau indeks erosivitas hujan dihitung dengan
menggunakan rumus Lenvain (1989) yaitu : R=2,21 (Rain)1.36 dengan Rain adalah angka
curah hujan bulanan (Sutarno, 2017).

2. 6. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kemiringan Lereng (2 sitasi)


Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakstabilan lereng hampir sama dengan
faktor-faktor penyebab lereng rawan longsor. Meliputi faktor internal (dari tubuh lereng
sendiri) maupun faktor eksternal (dari luar lereng), antara lain: kegempaan, iklim (curah
hujan), vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi setempat, tingkat kelembaban
tanah (moisture), adanya rembesan, dan aktifitas geologi seperti patahan (terutama
yang masih aktif), rekahan dan liniasi. Proses eksternal penyebab longsor diantaranya
adalah pelapukan (fisika, kimia, biologi), erosi, penurunan tanah, deposisi (fluvial,
glasial, dan gerakan tanah), getaran dan aktivitas seismik, jatuhan tepra, perubahan
rejim air (Zakaria, 2009).
Menurut Virginia (2013), menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kestabilan lereng yaitu antara lain jenis dan keadaan lapisan tanah / batuan pembentuk
lereng, bentuk geometris peampang lereng (misalnya tinggi serta kemiringan lereng),
penambahan kadar air dalam tanah (adanya rembesan atau infiltrasi hujan), berat dan
distribusi beban, getaran dan gempa, soil propertis. Struktur batuan yang sangat
mempengaruhi kemantapan lereng adalah bidang-bidang sesar, perlapisan dan
rekahan. Struktur batuan tersebut merupakan bidang lemah dan sekaligus sebagai
tempat merembesnya air, sehingga batuan lebih mudah longsor. Bobot isi, porositas,
dan kandungan air, kuat tekan, kuat tarik, kuat geser dan sudut geser dalam batuan
merupakan sifat mekanik batuan yang berpengaruh terhadap kemantapan lereng.
Lereng dengan kemiringan, material dan geologi yang sejenis dapat berperilaku yang
berbeda bergantung aspek-aspek topografinya. Faktor ini mempengaruhi laju erosi dan
pengendapan serta menentukan arah aliran air permukaan dan air tanah. Hal ini
disebabkan karena untuk daerah yang curam, kecepatan aliran air permukaan tinggi dan
mengakibatkan pengikisan lebih intensif dibandingkan pada daerah yang landai. Air
tanah merupakan faktor yang penting dalam kestabilan lereng, air tanah dapat
mempengaruhi lereng dengan lima cara: mengurangi kekuatan, merubah kandungan
mineral melalui proses alterasi dan pelarutan, mengubah densitas, menimbulkan
tekanan air pori dan menyebabkan erosi. Muka air tanah yang ada menjadikan lereng
sebagian besar basah dan batuannya mempunyai kandungan air yang tinggi

2. 7. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Erodibilitas Tanah (2 sitasi)


Adapun yang mempengaruhi erodibilitas tanah adalah tekstur tanah, struktur
tanah, permeabilitas tanah, dan bahan organic. Struktur Tanah adalah sifat fisik tanah
yang menggambarkan susunan keruangan partikel – partikel tanah yang tergabung
dengan satu dengan yang lain membentuk agregat. Dalam tinjauan morfologi , struktur
tanah diartikan sebagai susunan partikel-partikel primer menjadi suatu kelompok yang
disebut agregat yang dapat dipisah-pisahkan kembali serta mempunyai sifat yang
berbeda dari sekumpulan partikel primer yang tidak teragregasi. Tekstur tanah
merupakan sifat yang menunjukkan sifat halus atau kasarnya butiran tanah , yang di
tentukan oleh kandungan debu, pasir dan liat yang terdapat dalam permukaan tanah.
Teksktur tanah yang terlibat dalam butiran berjarak 200 mikron sampai ukuran 0,01
mikron. Butiran-butiran liat yang lebih kecil dari ukuran 0,01 mikron wujudnya dalam
bentuk koloid. Permebilitas tanah adalah kecepatan air menembus tanah pada periode
tertentu dan dinyatakan dalam cm / jam . Dan bahan organic dimana, C – organic akan
mempengaruhi kandungan bahan organic tanah , semakin tinggi kandungan C- maka
akan semakin meningkat kandungan bahan organic (Widya, 2010 ) .
Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat tanah, yakni sifat fisik,
mekanik, hidrologi, kimia, reologilitologi, mineralogy dan biologi, termasuk karakteristik
profil tanah seperti kedalaman tanah dan sifat-sifat dari lapisan tanah bahwa erodibilitas
bukan hanya ditentukan oleh sifat-sifat tanah, namun ditentukan pula oleh faktor- faktor
erosi lainnya, yakni erosivitas, topografi, vegetasi, fauna dan aktivitas manusia. Selain
sifat fisik tanah, faktor pengelolaan atau perlakuan terhadap tanah sangat berpengaruh
terhadap tingkat erodibilitas suatu tanah. Pada prinsipnya sifat-sifat yang mempengaruhi
erodibilitas tanah adalah sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi,
permeabilitas dan kapasitas tanah menahan air. Lalu sifat-sifat tanah yang
mempengaruhiketahanan struktur tanah terhadap dispersi, dan pengikisan oleh butir-
butir air hujan dan aliran permukaan. Sifat-sifat tanah tersebut mencakup tekstur,
struktur, bahan organik, kedalaman tanah, sifat lapisan tanah dan tingkat kesuburan
tanah (Maulana, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Alaydrus, Ismail S. 2013. Pengenalan Alat-alat Praktikum Ekologi Terrestrial. Jakarta:


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Ashari, Arif. 2013. Kajian Tingkat Erodibilitas Beberapa Jenis Tanah Di Pegunungan
Baturagung Desa Putat Dan Nglanggeran Kecamatan Patuk Kabupaten
Gunungkidul. INFORMASI, No. 1, XXXIX
Dewi, I Gusti Ayu Surya Utami. Dkk. 2012. Prediksi Erosi Dn Perencanaan Konservasi
Tanah Dan Air Pada Daerah Aliran Sungai Saba. Bali : Universitas Udayana
Manusawai, Jacob. 2015. Potensi dan Strategi Pengolahan Hutan Lindung Wosi Redani.
Yogyakarta: Deepublish
Maulana, Muhammad Hilda Rizki. 2015. Hubungan antara Kemiringan dan Posisis Lereng
dengan Tekstur Tanah, Permeabilitas dan Erodibilitas Tanah pada Lahan Tegalan di
Desa Gunungsari, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya. Bandung:
Universitas Padjajaran
Munadi, Djarot. 2008. Erodibilitas Tanah di Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen Propinsi
Jawa Tengah. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Sutarno. 2017. Nilai Indeks Erodibilitas dan Tingkat Erosi Tanah dengan Tanaman Jagung di
Kawasan Hutan jati di Desa Prawoto, Sukolilo Pati.Surakarta : Universitas Sebelas
Maret
Syafri, S.H. 2015. Identifikasi Kemiringan Lereng di Kawasan Pemukiman Kota Manado
Berbasis SIG. Skripsi. Manado: Universitas Sam Ratulangi
Team Tanah Universitas Pembangunan Nasional. 2012. Paduan Praktikum Survai Tanah dan
Evaluasi Lahan. Surabaya: Universitas Pembangunan Nasional
Virginia, Turangan dkk. 2013. Analisa Kestabilan Lereng Metode Slice (Metode Janbu).
Manado: Universitas Nusantara Manado
Wicaksono, Halim. Dkk. 2015. Kesesuaian Tanaman Ganyong (Canna indica L.), Suweg
(Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson), dan Ubi Kayu (Manihot esculenta
Crantz) pada Agroforestri Perbukitan Menoreh. Jakarta: UI
Widya, Lenny. 2010. Penetapan Tingkat Erodibilitas Tanayh Berdasarkan Kemiringan Lereng
di Kecepatan Pancur Batu dengan Berbagai Metode. Medan. USU
Zakaria, Zulfialdi. 2009. Analisis Kestabilan Lereng Tanah. Bandung : Universitas Padjajaran
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai