Anda di halaman 1dari 6

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN PENDEKATAN SISTEM

INFORMASI GEOGRAFIS DI KELURAHAN LEMPAKE KEC. SAMARINDA


UTARA, SAMARINDA

Adjie Zunaid Tualeka


Jurusan Teknik Geologi FT Universitas Mulawarman
e-mail : adjie344@gmail.com

Abstrak
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya longsor adalah curah hujan, penggunaan
lahan, jenis tanah, dan kemiringan lahan. Penelitian pendugaan rawan longsor bertujuan untuk
mengetahui besarnya tingkat kerawanan longsor di Desa Lempake. Analisa data dilakukan metode
pembobotan menggunakan skala bogardus berdasarkan sistem penilaian bobot dan skor Pemberian
nilai bobot dan skor untuk setiap parameter dilakukan berdasarkan kekontinuan data dimana terdapat
parameter yang memiliki skor yang lebih rendah dan lebih tinggi. Penelitian ini menunjukkan bahwa
36,7% luas wilayah Desa lempake merupakan daerah rawan longsor dengan katagori menengah.

Kata kunci : Longsor

1. Pendahuluan Kalimantan Timur merupakan salah satu


Bencana tanah longsor merupakan salah Provinsi di Negara Indonesia yang memiliki
satu jenis bencana alam yang banyak iklim tropika basah dengan curah hujan yang
menimbulkan korban jiwa dan kerugian cukup tinggi sekitar 1500 – 4500 mm.tahun-
material yang sangat besar. Bencana alam 1 (Dinkes, 2012). Hal ini merupakan salah
tanah longsor sering terjadi di daerah yang satu pengaruh terjadinya beberapa bencana
memiliki derajat kemiringan tinggi, yang alam seperti banjir dan tanah longsor.
diperburuk oleh penataan penggunaan lahan Samarinda, merupakan salah satu kota
yang tidak sesuai. Tanah longsor umumnya yang sering mengalami bencana banjir dan
terjadi pada musim basah dimana terjadi tanah longsor akibat salah satu faktor alam
peningkatan curah hujan. tersebut.
Pengertian tanah longsor itu sendiri Oleh karena faktor tersebut maka
adalah perpindahan material pembentuk dilakukan pemetaan daerah risiko tanah
lereng berupa batuan, bahan rombakan, longsor dengan pemanfaatan Sistem
tanah, atau material campuran tersebut, Informasi Geografis (SIG) yang bertujuan
bergerak ke bawah atau ke luar lereng (SNI untuk memberikan informasi lokasi-lokasi
13-7124-2005). Tanah longsor terjadi kerena yang memiliki risiko bencana tanah longsor
ada gangguan kestabilan pda tanah/ batuan khusnya pada kelurahan Lempake kecamatan
penyusun lereng. Gangguan kestabilan samarinda utara.
lereng tersebut dapat dikontrol oleh kondisi Perkembangan Sistem Informasi
morfologi (terutama kemiringan lereng), Geografis (SIG) mampu menyediakan
kondisi batuan/tanah penyusun lereng, dan informasi data geospasial seperti obyek
kondisi hidrologi atau tata air pada lereng. dipermukaan bumi secara cepat, sekaligus
Secara umum kejadian longsor disebabkan menyediakan sistem analisis keruangan yang
oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan akurat. Sehingga dapat dilakukan upaya
faktor pemicu. Faktor pendorong adalah mitigasi bertujuan mencegah risiko yang
faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi berpotensi menjadi bencana atau mengurangi
material sendiri, sedangkan faktor pemicu efek dari bencana ketika bencana itu terjadi
adalah faktor yang menyebabkan (Faizana, dkk. 2015)
bergeraknya material tersebut.
1
2. Metode penelitian Gambar 1. Diagram alir penelitian
Secara garis besar tahapan dalam
Berikut adalah penjelasan mengenai
analisis spasial untuk pembuatan peta rawan
tahapan penelitian: longsor terdiri dari 4 tahap, yaitu (a) tahap
Tahap Awal dilakukan identifikasi terhadap overlay data spasial, (b) tahap editing data
masalah yang ada yaitu mengenai tanah atribut, (c) tahap analisis tabuler, dan (d)
longsor, kemudian dilakukan studi literatur. presentasi grafis (spasial) hasil analisis
Pengumpulan Data; berupa peta parameter (Kumajas, 2006 dalam taufik Q, dkk, 2012).
penyusun ancaman bencana tanah longsor Metode yang digunakan dalam analisis
tabuler adalah metode pembobotan
meliputi peta curah hujan 5 tahun terakhir
menggunakan skala bogardus berdasarkan
dari tahun 2012 hingga tahun 2017, peta sistem penilaian bobot dan skor. Berikut
lereng, peta jenis tanah dan peta penggunaan persamaan untuk menentukan nilai tingkat
lahan. Data tersebut diperoleh dari hasil olah kerawanan bencana alam berdasarkan metode
data menggunakan arcgis 10.3, website skala bogardus. ( Mutia, 2011 dalam taufik Q,
tanahair.indonesia.go.id dan BMKG Kota dkk, 2012 ).
samarinda.
Pengolahan Data yang diperoleh kemudian
Pemberian nilai bobot dan skor untuk setiap
diolah dan dilakukan editing agar dapat
parameter dilakukan berdasarkan kekontinuan
dilakukan analisa. Peta parameter penyusun
data dimana terdapat parameter yang memiliki
bencana yang diperoleh dalam bentuk
skor yang lebih rendah dan lebih tinggi.
jpg/bmp dibuat ulang dalam bentuk shp agar
Parameter bencana yang paling berpengaruh
dapat dilakukan analisis spasial.
akan mendapat bobot lebih besar daripada
Analisis Data menggunakan pendekatan
parameter yang kurang berpengaruh ( BAPEDA,
spasial dengan unit lahan sebagai satuan
2008).
analisisnya. Analisis spasial dilakukan
Dalam menentukan tingkat kerawanan
dengan menumpangsusunkan (overlay)
longsor diperlukan suatu kelas yang
beberapa data spasial (parameter penentu
menggambarkan tingkat kerawanan. Dinas
rawan longsor) untuk menghasilkan unit
ESDM membagi zona kerentanan gerakan tanah
pemetaan baru (unit lahan) yang akan
menjadi empat yaitu: sangat rendah, rendah,
digunakan sebagai unit analisis. Proses
menengah dan tinggi (Sulistiarto dan Cahyono,
analisis spasial untuk penentuan rawan
2010 )
longsor menggunakan software ArcView
Untuk mengklasifikasikan hasil
GIS dengan bantuan ekstensi Geoprocessing
overlay ke dalam tingkat kerawanan longsor
Secara garis besar, tahapan dari maka diperlukan suatu interval kelas. Interval
penelitian dapat di lihat dalam diagram alir tersebut dihitung dengan rumus (Sulistiarto
sebagai berikut : dan Cahyono, 2010):

Keterangan; i : interval kelas, k : jumlah


kelas yang diinginkan.

2
Peta Peta Curah Peta Peta Jenis
Kemiringan Hujan (3) Penggunaan Tanah (1)
Lereng (4) lahan (2)

0 – 8 % (1) 0 – 100 mm/bln (1) Rawa, tubuh air (1) Histosol (1)
9 – 15 % (2) 0 – 100 mm/bln (2) Semak belukar (2) entisol (2)
16 – 25 % (3) 0 – 100 mm/bln (3) hutan (3) Inceptisol (3)
26 – 45 % (4) 0 – 100 mm/bln (4) Sawah, ladang, Alfisol (4)
> 45 % (5) tegalan, perkebunan Ultisol (5)
(4) Oxisol (6)
Pemukiman (5)

Overlay

Pembobotan dan penskoringan:


1. Nilai = ∑ (Bobot x Skor)
2. Klasifikasi tingkat kerawanan

Peta Rawan
Longsor

Gambar 2. Diagram alir analisis data spasial (Taufik Q, 2012).

3. Hasil dan Pembahasan

3
Gambar 3. Peta rawan longsor Desa Lempake
Berdasarkan peta daerah rawan longsor (Gambar dengan tingkat rawan terhadap kejadian
3), dapat dilihat bahwa Desa lempake longsor masih dalam keadaan menengah Hal
merupakan tempat yang memiliki kecenderungan ini terlihat dari hasil analisis yang
rawan terhadap kejadian longsor. Berdasarkan dilaksanakan dalam penelitian ini dan
hasil proyeksi peta parameter longsor, masing- menunjukkan bahwa luas wilayah dengan
masing peta menunjukkan bahwa : tingkat menengah rawan terhadap longsor
a. Rata-rata curah hujan tahunan di Desa merupakan daerah yang terluas yaitu 13,702
Lempake cukup tinggi sehingga Ha (36,7%). Sedangkan daerah yang sangat
mempengaruhi peluang terjadinya longsor rendah terhadap longsor memiliki luasan
b. Penggunaan lahan di Desa Lempake mencapai 5,000 Ha (13,5%); daerah dengan
sebagian besar berupa belukar, persawahan tingkat rendah rawan terhadap longsor
dan daerah pemukiman yang menyebabkan memiliki luasan mencapai 13,411 Ha (36%);
daerah serapan air hujan menjadi tidak daerah dengan tingkat menengah rawan
maksimal terhadap longsor memiliki luasan mancapai
c. Derajat kemiringan lahan di Desa Lempake 13,702 Ha (36,7%); dan daerah yang sangat
cenderung curam hingga terjal, sehingga tinggi terhadap rawan longsor hanya sedikit
daerah-daerah dengan derajat kemiringan dengan perbandingan luas hampir sama
curam hinnga terjal cenderung berpotensi dengan daerah dengan tingkat kerawanan
longsor sangat rendah dengan luas 5,150 Ha (13,8%).
d. Tekstur tanah di Desa Lempake didominasi
dengan jenis Kandiudults, Paleudults, Daftar pustaka
Dystropepts menurut USDA 1990 atau bisa
di katagorikan jenis tanah pasir sehingga BAPPEDA, 2008, Metode Pemetaan Risiko
menyebabkan kurang optimalnya tanah Bencana Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
menyerap air hujan sehingga tanah dapat 2008, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta, Yogyakarta
menjadi jenuh dan mudah terjadi longsor.
BMKG, 2018, Data curah hujan tahunan di
Berdasarkan penjabaran di atas, sebaran Daerah Samarinda, Badan Meteorologi
daerah rawan longsor berdasarkan luas Kimatologi dan Geofisika, Samarinda.
wilayah Desa Lempake dapat di lihat pada
tabel 1. Dinkes. 2012. Profil Kesehatan Provinsi
Kalimantan Timur Tahun 2012. Dinas Kesehatan
Tabel 1. Luas wilayah tingkat kerawanan longsor Provinsi Kalimantan Timur. Samarinda
Luas
Tingkat Persentase Faizana, F., Nugraha, A.L., dan Yuwono, B.D.,
wilayah
kerawanan luas (%) 2015, Pemetaan Risiko Bencana tanah longsor
(ha)
Kota Semarang, Undip, Semarang.
Sangat rendah 5,000 13,5
Rendah 13,411 36 Halimah, N., 2013, Pemetaan daerah rawan
Menengah 13,702 36,7 banjir dengan pendekataan sistem
Tinggi 5,150 13,8 informasiberbasis web di Kota Samarinda,
Unmul, Samarinda
Jumlah 37,000 100
Sulistiarto, B., dan Cahyono, A.B., 2010, Studi
4. Kesimpulan Tentang Identifikasi Longsor dengan
Berdasarkan penelitian yang telah Menggunakan Citra Landsat dan Aster (Studi
Kasus: Kabupaten Jember), ITS, Surabaya.
dilaksanakan dan hasil serta pembahasan
yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan Taufik Q, Firdaus. 2012. Pemetaan Ancaman
bahwa Desa Lempake merupakan daerah Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Konawe.
Kendari : Fisika FMIPA Universitas Haluoleo.

http://tanahair.indonesia.go.id/portal-
web/download/perwilayah, di akses 4
05/04/2018
Lampiran

5
6

Anda mungkin juga menyukai