TINJAUAN PUSTAKA
7
2.2 Analisis Hidrologi
2.2.1 Pengisian Data Kosong
Data curah hujan yang hilang disebabkan oleh beberapa hal, seperti alat
ukur rusak, pengamat berhalangan, dan data pencatatan hilang. Untuk data dari
stasiun (selain stasiun yang datanya hilang) terdapat pencatatan hujan jangka
panjang, maka dapat dicari dengan metode Normal Ratio dengan rumus sebagai
berikut (Soewarno, 2000) :
1 Ra Ra R R
ra r1 r2 a r3 .... a rn (2.1)
n R1 R2 R3 Rn
dengan :
ra = Data hujan yang akan dicari
Ra = Jumlah hujan tahunan normal pada stasiun yang datanya hilang
R1…Rn = Jumlah hujan tahunan pada stasiun 1 s/d n
r1…rn = Hujan pada saat yang sama dengan hujan yang akan dicari dari
stasiun 1 s/d n
n = Jumlah stasiun hujan disekitar stasiun yang akan dicari
8
Wischmeier, et. al. (1971) mengembangkan persamaan matematis yang
menghubungkan karakteristik tanah dengan tingkat erodibilitas tanah seperti di
bawah ini (Asdak, 2004 : 361) :
K 2,71x10 4 12 OM .M 1,14 3,25 S 2 2,5
P 3
(2.11)
100
dengan :
K = Erodibilitas tanah
OM = Persen unsur organik
M = Persentase ukuran partikel (% debu + pasir sangat halus) x (100 - %
liat)
S = Kode klasifikasi struktur tanah (granular, platy, massive, dll)
P = Permeabilitas tanah
Kelas Keterangan
1 Granuler sangat halus
2 Granuler halus
3 Granuler sedang – kasar
4 Massif kubus, lempeng
Sumber : Utomo, W. H., 1994
Berikut adalah beberapa grafik hubungan antara SDR dengan luas DAS
(catchment area), dan rasio panjang relief (relief – lenght ratio).
Gambar 2.6 Grafik Hubungan Antara SDR Dan Luas DAS (Ouyang, Da.,1997)
2.3 Model Pendugaan Erosi
9
2.3.1 ArcView SWATX (Soil and Water Assessment Tool)
Suatu model yang berbasiskan Sistem Informasi Geografis (SIG)
merupakan sistem yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi
informasi-informasi geografi, yang dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan,
dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan
karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis.
Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat
kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografis yaitu masukan,
manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), analisis dan manipulasi
data, serta keluaran.
SWAT adalah singkatan dari Soil and Water Assessment Tool, yaitu suatu
lembah sungai (river basin), atau DAS (watershed), model skala yang
dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold untuk USDA Agricultural Research Service
(ARS). SWAT dikembangkan untuk memprakirakan dampak dari pengaturan tata
guna lahan terhadap limpasan air, sedimen dan bahan kimia agrikultur di DAS
yang kompleks besar dengan lahan yang bervariasi, kondisi-kondisi manajemen
dan penggunaan lahan dalam periode waktu yang lama (NEITSCH, S.L., et al,
2005).
Aplikasi SWAT dapat digunakan untuk menirukan atau mensimulasi DAS
tunggal atau suatu sistem dari berbagai hidrologi DAS. Masing-Masing DAS yang
pertama dibagi menjadi subbasins dan kemudian ke dalam Hydrologic Response
Units (HRUs) yang didasarkan pada distribusi lahan dan penggunaan lahan.
Prosedur dari aplikasi SWAT ini adalah :
a) Mengisi atau memilih AVSWATX extension
b) Menggambarkan DAS dan menggambarkan HRUs
c) (Opsional) Mengedit database SWAT
d) Menggambarkan data cuaca
e) Memasukkan input file dari user
f) (Opsional) Mengedit file masukan
g) Set up (memerlukan spesifikasi periode simulasi, metoda kalkulasi PET –
Presipitasi dan Evapotranspirasi Potensial, dll.) dan run SWAT
10
h) (Opsional) Memasukkan nilai kalibrasi
i) (Opsional) Analyze, plot dan output grafik SWAT
11
Gambar 2.11 Proses dan Display ArcView SWATX (Di Luzio, M., 2002)
y
n 2
i yi
(2.62)
RMSE i 1
12
RMSE
NRMSE (2.63)
Standart Deviation of Observed Data
COE 1
RMSE 2
(2.64)
1 n
yi yi
2
n i 1
dengan :
yi = Data target
yi = Data prediksi
n = Jumlah node
Pada dasarnya sebuah model yang baik adalah model yang mampu
”menirukan” perilaku DAS sedekat mungkin. Ukuran kedekatan ini berbeda untuk
setiap tujuan pembuatan model, yang dapat diukur dalam besaran volume,
variabilitas waktu, bentuk hidrograf atau besaran yang lain. Model dapat disusun
dengan memanfaatkan rumus-rumus (teori-teori) yang ada atau dengan
mengembangkan sendiri rumus yang digunakan dalam satu atau lebih komponen
proses. Dalam setiap pengembangan model, akan dijumpai parameter-parameter
yang tidak diketahui secara pasti sifatnya atau ada besaran tertentu yang tidak
dapat ditemukan datanya. Oleh sebab itu untuk dapat menyakinkan bahwa model
yang disusun dapat memberikan hasil yang baik, maka harus dilakukan proses
kalibrasi.
Kalibrasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, baik cara manual (trial
and error), otomatik (automatic calibration) atau gabungan antara keduanya.
Kalibrasi manual dilakukan dengan mencoba besaran parameter dalam model agar
dicapai hasil yang baik. Apabila terdapat lebih dari satu parameter yang akan
dikalibrasi, diperlukan ketelitian dalam penentuan parameter yang peka dan besar
pengaruhnya terhadap hasil akhir model. Kalibrasi otomatis sebenarnya sama,
13
hanya perubahan parameternya dilakukan secara otomatis oleh komputer (sesudah
diberikan besaran awalnya) dan kepekaan parameter dilakukan dengan mencari
kombinasi dari semua kemungkinan yang memberikan hasil terbaik. Kalibrasi
gabungan dilakukan dengan menggabungkan kedua cara sebelumnya, misalnya
memberikan besaran-besaran tertentu pada parameter tertentu dan selebihnya
kalibrasi dilakukan secara otomatis.
Parameter yang digunakan dalam proses kalibrasi ini adalah berupa data
debit banjir yang diperoleh dari AWLR (Automatic Water Level Recorder). Yang
akan dicek dengan nilai debit banjir yang dihasilkan oleh perhitungan AVSWATX.
Semakin kecil nilai sebarannya, maka semakin baik kualitas permodelan yang
telah dilakukan.
Penggunaan parameter hasil kalibrasi, merupakan parameter yang layak
dan dapat digunakan sebagai masukan model pada kejadian hujan yang lain,
sehingga akan menghasilkan aliran permukaan (run off).
Untuk mengetahui nilai dari kalibrasi koefisien determinan menggunakan
persamaan Kriteria NASH (KN) yang dirumuskan sebagai berikut :
2
Q pi Qmi
n
i 1
dengan :
KN = Koefisien Deterministik Nash
Qpi = Debit Observasi ke i (m3/dt)
Qmi = Debit Model ke i (m3/dt)
Qp = Debit Observasi rata-rata (m3/dt)
Keterangan :
14
o Jika modelnya sempurna, maka nilai (Qpi – Qmi)2 mendekati nol, maka nilai
R2 mendekati 1.
o Jika R2 < 0, model menghasilkan simulasi yang jelek dan jauh berbeda dari
nilai rata-rata Qp.
Apabila dalam tahap ini model menunjukkan hasil yang baik, maka dapat
diharapkan model dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.
15
(Halaman Sengaja Dikosongkan)
16