Anda di halaman 1dari 22

BAB III

DASAR TEORI

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori yang dijadikan
referensi untuk melakukan berbagai tahapan serta proses penelitian skripsi.
Penjelasan tersebut meliputi konsep oil potensial unit, simulasi reservoir secara
umum, pengolahan data.
3.1. Oil Potential Unit
Peta OPU merupakan peta dari overlay perkalian isoporositas
isopermeabilitas, isosaturaasi dan ketebalan lapisan hingga diperoleh peta yang
mempersentasikan potensi minyak yang terkandung.
3.1.1. Peta Isosaturasi
Perencanaan letak sumur infill harus mempertimbangkan dari peta
isosaturasi. Peta isosaturasi merupakan peta yang menghubungkan garis-garis
kontur yang menunjukkan tempat-tempat dengan harga saturasi yang sama. Letak
sumur infill yang diharapkan adalah daerah yang memiliki angka saturasi minyak
yang tinggi.
3.1.2. Peta Isoporositas
Peta isoporositas merupakan peta yang menggambarkan garis-garis
kesamaan porositas, dimana pembuatannya mengikuti pola ketebalan lapisan
produkstifnya. Letak sumur infill yang diharapkan adalah daerah yang memiliki
angka porositas yang tinggi. Kombinasi peta isosaturasi dengan peta isoporositas
dikenal dengan peta distribusi minyak.
3.1.3. Peta Isopermeabilitas
Area dengan minyak yang tinggi belum tentu mampu mengalirkan fluida ke
lubang sumur dengan baik pula. Oleh karena itu dibutuhkan peta isopermeabilitas.
Peta isopermeability merupakan peta yang garis-garis konturnya menunjukkan
tempat-tempat yang memiliki harga permeabilitas yang sama. Semakin besar angka
permeabilitas maka pada daerah yang bersangkutan batuannya semakin bagus
dalam mengalirkan fluida ke sumur produksi. Diharapkan perencanaan letak sumur
infill pada daerah yang memiliki angka peremabilitas yang tinggi, karena harga
permeabilitas berbanding lurus dengan kemampuan suatu reservoir untuk
mengalirkan fluida. Semakin besar harga permeabilitas maka semakin baik
kemampuan reservoir untuk mengalirkan fluida.Simulasi reservoir didefinisikan
sebagai proses pemanfaatan model buatan yang menggambarkan kelakuan
reservoir yang sebenarnya, sehingga dapat digunakan untuk mempelajari,
mengetahui ataupun memperkirakan kinerja aliran fluida pada sistem reservoir
tersebut.
3.2. Simulasi Reservoir
3.2.1 Pengertian Simulasi Reservoir
Simulasi reservoir didefinisikan sebagai proses pemanfaatan model buatan
yang menggambarkan kelakuan reservoir yang sebenarnya, sehingga dapat
digunakan untuk mempelajari, mengetahui ataupun memperkirakan kinerja aliran
fluida pada sistem reservoir tersebut. Suatu model sifat-sifatnya diasumsikan
menggambarkan keadaan reservoir.
Tahapan-tahapan dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu simulasi reservoir
adalah sebagai berikut:
1. Persiapan data meliputi model geologi, karakteristik batuan dan fluida, data
produksi
2. Pembuatan dan input model.
3. Validasi model.
4. Peramalan.
Berdasarkam aliran fluidanya, perpindahan panas dan massa, sehingga jenis
simulator dapat dibedakan menjadi :
1. Black Oil Simulator
Model black oil adalah simulator yang digunakan untuk kondisi isothermal,
aliran simultan dari minyak, gas, dan air yang melibatkan gaya kapilaritas, gravitasi
dan viskositas. Black oil digunakan pada jenis cairan adalah homogendan tidak
memerhatikan komposisi kimiawinya walaupun kelarutan gas dalam minyak dan
air diperhitungkan. Berdasarkan fasa fluida yang mengalir simulator black oil dapat
dibedakan menjadi single phase (hanya gas atau minyak yang mengalir), two phase
(minyak-air, minyak-gas atau gas-air yang mengalir), dan three phase (gas-minyak-
air yang mengalir). Simulator ini juga dapat dibedakan berdasarkan arah alirannya,
yaitu 1-Dimensional Linear atau Radial (fluida mengalir dalam satu arah), 2-
Dimensional Areal atau Cross-Sectional (fluida mengalir dalam arah x-y, x-z dan
r-z), dan 3-Dimensional (fluida yang mengalir dalam arah x-y-z).
2. Compositional Simulator
Model compositional memperhitungkan variasi komposisi fasa berdasarkan
tekanan dalam hubungannya dengan aliran berbagai fasa tersebut. Model ini sering
digunakan untuk reservoir volatile oil dan gas kondensat.
3. Thermal Simulator
Thermal Simulator banyak digunakan untuk studi aliran fluida, perpindahan
panas maupun reaksi kimia. Simulasi ini banyak digunakan untuk studi injeksi
thermal pada proses perolehan minyak tahap lanjut (Enhanched Oil Recovery).
Simulator ini digunakan untuk mensimulasikan steam-flood dan in-situ combustion.
Dalam melakukan suatu perencaan simulasi reservoir, ada beberapa tahapan
yang perlu dilakukan, yaitu secara garis besarnya adalah :
1. Persiapan data, pengumpulan data, pengolahan data dan validasi data
2. Pembuatan dan penentuan static model yang akan digunakan
3. Input data fluida dan batuan (Dynamic Model)
4. Inisialisasi dan history matching model reservoir yang akan digunakan
5. Melakukan peramalan produksi (Production Forecasting)
6. Perencanaan skenario simulasi yang ingin diprediksi
3.2.2 Langkah-Langkah Pengerjaan Simulasi Reservoir
Pada dasarnya langkah-langkah pekerjaan simulasi reservoir meliputi :

3.2.2.1 Persiapan Data


Persiapan data bertujuan untuk mendapatkan data yang valid dan sesuai
kebutuhan didasarkan pada tujuan simulasi. Persentase keakuratan hasil simulasi
yang dilakukan, ditentukan oleh validitas data yang digunakan, sehingga tanpa data
yang valid akan memberikan prediksi yang menyesatkan.
Data yang dibutuhkan untuk melakukan simulasi dapat diperoleh dari
berbagai sumber data yang memungkinkan. Data tersebut tidak dapat langsung
dipakai, tetapi memerlukan proses pengolahan sehingga dihasilkan data yang siap
pakai. Pemilihan sumber data serta pengolahan juga sangat berpengaruh terhadap
kesiapan data itu sendiri, yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap hasil
simulasi secara keseluruhan. Data data yang perlu disiapkan antara lain: Model
geologi, karakteristik batuan, karakteristik fluida, data produksi.

3.2.2.2 Model Geologi


Model geologi yang digunakan pada studi simulasi Lapangan “LALA”
ini merupakan jenis grid 3-dimensi dengan tipe Cartesian. Dari model geologi
tersebut, akan didapatkan persebaran berbagai properties statis seperti: porositas,
net to gross dan permeabilitas. Persebaran property tersebut dikontrol berdasarkan
persebaran fasiesnya.

Gambar 3. 1. Model 3-Dimensi


(H.B. Crichlow, 1997)
3.2.2.3 Karakteristik batuan
Data data karakteristik batuan bisa didapatkan dari analisa core, baik
routine core maupun special core. Data-data core tersebut kemudian diolah agar
dapat dimasukan kedalam Simulator dengan cara:
 Penetuan End-Point
End-point ini merupakan nilai batas data yang diketahui dari pengujian
special core. Nilai End-Point yang diolah antara lain:
 Swc  Kro@Sor
 Sor  Krw@Swc
 Slr  Krg@Slr
 Normasilasi
Pada umumnya kurva relatif permeabilitas mempunyai bentuk yang
berbeda pada suatu lapangan, untuk menentukan bentuk kurva yang
mewakili seluruh data dapat dilakukan dengan cara normalisasi.
 Denormalisasi
Setelah normasilasi selesai, maka dilakukan rekonstruksi SCAL dengan
cara mengembalikan data tersebut ke End-Point yang kita olah
sebelumnya.
 Penentuan Rock Region
Rock Region didalam model simulasi diperlukan untuk membagi atau
memisahkan antara property yang bagus dan property yang jelek,
sehingga dapat dikelompokan daerah yang memiliki performance
produksi yang sama. Dari penentuan rock region diharapkan dapat
membantu mempercepat proses inisialisasi dan history matching.
3.2.2.4 Karakteristik Fluida
Data-data karakteristik fluida didapatkan dari uji PVT dari sampel yang
didapat dari DST. Dari setiap hasil uji sampel DST per kedalaman, dapat dilihat
apakah Buble Point pressure merupakan fungsi kedalaman.
Gambar 3. 2. Buble Point pressure merupakan fungsi kedalaman
(Slide Workshop SKK Migas, 2013)
Apabila data Buble Point pressure merupakan fungsi kedalaman, maka
perlu membuat korelasi sifat fisik fluida vs kedalaman. Setelah itu dapat ditentukan
karakteristik fluida pada kedalaman datum reservoir.
3.2.2.5 Data Produksi
Dalam mengolah data produksi, hal-hal yang perlu dipersiapkan adalah:
 Data Sumuran: Total jumlah dan status sumur.
 Sejarah komplesi: Tanggal dan kedalaman dibuka perforasi.
 Data Rate Produksi: Qo, Qg, Qw, Water Cut, GOR.
 Data Uji Sumur: Tekanan, PI, Kh, skin.
Selain mengolah rate produksi sumur, perlu juga menentukan Key Well,
dengan kriteria sebagai berikut:
 Total kumulatif produksi minimal 75% dari produksi lapangan.
 Memiliki data-data yang lengkap (well test, logging, dan coring)
 Sumur tidap pernah mengalami problem (Kepasiran, kebocoran packer
atau tubing).
3.2.2.6 Input Data
Data input yang dibutuhkan dalam simulasi reservoir adalah sebagai
berikut:
1. Model Simulasi: Black Oil
2. 3D Model Property hasil permodelan statis: Dimensi Grid, Active Cell,
Porositas, NTG, dan Permeabilitas.
3. Rock Properties: Rock Compressibility, Permeabilitas Relatif, dan Tekanan
Kapiler.
4. Rock Region berdasarkan distribusi permeabilitas.
5. Fluid Properties: Tekanan Reservoir, Temperatur, Pb, Viskositas, Densitas,
Kelarutan Gas dan Faktor Volume Formasi.
6. Data Produksi: Lokasi Sumur, Kedalaman Perfo, Oil Rate, Gas Rate, Water
Rate, dan Tubing Head Pressure.
3.2.2.7 Validasi Model
Validasi dilakukan untuk mendapatkan model yang sesuai. Secara garis
besar proses validasi data dapat dikelompokkan menjadi 3 tahap, yaitu:
3.2.2.7.1 Inisialisasi
Inisialisasi bertujuan untuk menyamakan kondisi awal reservoir
(inplace dan tekanan) dengan modelnya. Inplace awal hasil simulasi dengan
inplace volumetrik tidak boleh melebihi 5%. Jika lebih maka konsultasikan
kembali model geologinya. Jika inplace awal telah kurang dari 5%, maka lakukan
inisialisasi inplace dan inisialisasi tekanannya. Hal yang dapat dilakukan pada saat
inisialisasi:
 Cek model, mungkin ada zona transisi sehingga perlu dipasang Pc
 Pemakaian data PVT belum tepat.
 Pembagian Rock Region perlu didetilkan.
 Korelasi End-Point belum tepat.
3.2.2.7.2 History Matching
History matching merupakan proses memodifikasi parameter yang
digunakan dalam pembuatan model, agar tercipta keselarasan antara model dengan
kondisi nyata, yang didasarkan pada data parameter terukur selama periode waktu
tertentu. Proses ini dilakukan untuk membuat kondisi dan kinerja model reservoir
hasil simulasi menyerupai kondisi dan kinerja reservoir sesungguhnya. Data
lapangan menunjukkan kondisi dan kinerja sesungguhnya. Keselarasan
ditunjukkan dengan grafik tekanan terhadap waktu dan produksi terhadap waktu.
Suatu model dinyatakan selaras apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
 Perbedaan kumualtif produksi liquid model terhadap aktual <1%
 Perbedaan kumualtif produksi minyak model terhadap aktual <5%
 Perbedaan kumualtif produksi air model terhadap aktual <10%
 Perbedaan kumualtif produksi gas model terhadap aktual <20%
Apabila penyelarasan belum berhasil, maka parameter yang dapat diubah
adalah:
 Memasang Aquifer apabila terdapat kontak antara air dan minyak.
 Transmissibility
 Bentuk kurva permeabilitas relatif.
 Rock region
 PVT
 Data sumuran (PI, BHP, Skin, Dll)
 Batas fluida (WOC, GOC)
3.2.2.7.3 PI Matching
Setelah dilakukan history matching, dilakukan PI matching yang
bertujuan untuk menyamakan tren produksi minyak dan air pada 3 s/d 6 bulan
terakhir sebelum melakukan prediksi. Ketentuan PI Matching adalah sebagai
berikut:
 Dilakukan pada Key Well yang masih berproduksi hingga akhir history
matching.
 Data produksi diambil 3 s/6 bulan terakhir.
 Parameter yang diselaraskan adalah laju produksi minyak dan air.
 Menggunakan liquid rate sebagai konstrain.
 Memasang Vertical Lift Performance (VLP).
 Menggunakan batas keekonomian: Qo min, Wc max, dan BHP min.
3.2.2.7.4 Peramalan / Prediksi
Tahap ini bertujuan untuk mengetahui atau menentukan letak titik sumur
infill dengan melihat pada peta OPU (oil potensial unit) dan persebaran saturasi
yang masih tinggi karena penentuan menggukan peta OPU dianggap lebih akurat
dibandingkan yang lain. Penentuan dengan peta OPU ini melihat persebaran
porositas, permeabilitas dan ketebalan yang masih tinggi sehingga dianggap lebih
akurat dibandingkan dengan bouble map. Model reservoir yang telah selaras
dengan keadaan reservoir sebenarnya dapat digunakan untuk peramalan perilaku
reservoir untuk skenario produksi seperti yang dapat diterapkan pada reservoir yang
sebenarnya di lapangan.
Sebelum melakukan prediksi, parameter constrain harus dimasukan
didalam simulasi. Parameter tersebut antara lain:
 Minimum oil rate per sumuran dan per lapangan.
 Maksimum water cut.
 Maksimum GOR untuk lapangan miyak dengan gas cap.
 Minimum BHP untuk sumur artificial lift.
 Minimum WHP dan tabel VLP untuk sumur natural flow.
Dalam melakukan prediksi, terdapat beberapa skenario yang dilakukan
yaitu:
1 Basecase
Pada basecase, prediksi dilakukan dengan meneruskan produksi sumur-
sumur yang masih berpoduksi saat akhir history matching.
2 Case 1
Pada skenario optimasi produksi dilakukan pemasangan artificial lift
dengan metode gas lift.
3 Case 2
Pada skenario pressure maintenance dilakukan simulasi injeksi air pada
zona aquifer dengan pola injeksi dari sumur yang sudah ada (existing well).
4 Case 3
Pada skenario pressure maintenance dilakukan simulasi injeksi air pada
zona aquifer dengan pola injeksi peripheral dari sumur baru.
5 Case 4
Pada skenario pressure maintenance dilakukan simulasi injeksi air pada
zona aquifer dengan injeksi Pettern dari sumur baru.
6 Case 5
Pada skenario pressure maintenance dilakukan simulasi injeksi air pada
zona aquifer dengan menggabungkan pola injeksi sumur existing dan sumur
baru.
Dari berbagai pola injeksi pada Case 2, Case 3, Case 4, dan Case 5
(skenario pressure maintenance) dilakukan sensitivitas terhadap rate dan tekanan
injeksi guna mengetahui rate dan tekanan injeksi yang optimum untuk masing
masing skenario.
3.3. Pengolahan Data
Hasil simulasi reservoir sangat ditentukan oleh kelengkapan data yang
tersedia serta bagaimana dalam pengolahan data tersebut, terutama pengolahan data
sifat fisik batuan dan fluida reservoir serta data produksi. Tujuan dari pengolahan
data ini adalah untuk memaksimalkan data yang terbatas dengan pengolahan data
secara detail sehingga akan menghasilkan model simulasi reservoir yang sesuai
dengan kondisi reservoir yang sebenarnya.
3.3.1. Data Cadangan Konvensional
Dalam penentuan cadangan terdapat 3 metode yaitu metode volumetrik,
metode matrial balance, dan metode decline curve. Pada skripsi ini hanya
menggunakan metode volumetrik untuk menentukan inplace awal dan metode
decline curve dalam penentuan cadangan sisa. Metode volumetrik didasarkan pada
persamaan volume, data-data menunjang dalam perhitungan cadangan ini adalah
porositas dan saturasi hidrokarbon. Persamaan yang digunakan dalam metode
volumetrik adalah OOIP (Original Oil in Place).
𝑉𝑏 𝑥 ∅ 𝑥 (1−𝑆𝑤𝑖 )
𝑂𝑂𝐼𝑃 = 7758 𝑥 .......................................................... (3-1)
𝐵𝑜𝑖

Keterangan:
A = Luas Area (Acres)
h = Ketebalan Rata-Rata Formasi (ft)
∅ = Porositas Batuan (%)
Swi = Saturasi Air Awal (%)
Boi = Faktor Volume Formasi Minyak Awal (bbl/STB)
Metode decline curve memperkirakan besarnya cadangan minyak
berdasarkan data – data produksi setelah selang waktu tertentu. Syarat utama
pemakaian metode ini adalah laju produksi telah menurun yang disebabkan oleh
keadaan reservoir bukan oleh turunnya kemampuan alat produksi. Penurunan laju
produksi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti mekanisme pendorong reservoir,
tekanan, sifat fisik batuan, dan fluida reservoir. Pada dasarnya perkiraan cadangan
dengan metode decline curve adalah memperkirakan hasil ektrapolasi yang
diperoleh dari suatu kurva yang dibuat berdasarkan plotting antara data produksi
atau produksi kumulatif dengan waktu produksinya. Terdapat beberapa syarat
dalam menganalisa kurva decline antara lain jumlah sumur yang aktif harus
konstan, tidak ada perubahan choke atau perubahan kapasitas dan mekanisme
pengangkatan, tidak ada masalah di lubang sumur (problem produksi), dan tidak
ada masalah dengan fasilitas atau gangguan dari surface.Secara umum decline dapat
dibagi menjadi 3 jenis yaitu exponential decline, hyperbolic decline dan harmonic
decline berdasarkan harga exponen declinenya (b). Harga b berkisar 0 hingga 1.
Penentuan tipe decline dapat ditentukan sebelum melakukan perkiraan jumlah
cadangan sisa dan umur dari reservoir yang akan dikaji berproduksi sampai 1 limit.
Berdasarkan nilai b (eksponen decline), penentuan tipe decline curve yaitu
menggunakan metode Loss Ratio, Trial Error dan X2 – Chisquare Test.
Langkah-langkah untuk menentukan jenis decline curve dengan metode
ekstrapolasi kurva fit ini adalah sebagai berikut:
1. Buat tabulasi bentuk spreadsheet harga laju produksi (q) dan waktu (t)
2. Plot data laju produksi vs t pada grafik dan menentukan tanggal analisa DCA
dengan kriteria laju produksi turun dan jumlah sumur tetap.
3. Tentukan harga Di,dimana :
Exponential
  qi 
ln  
q  …………………..…...…………………………………… (3-2)
D 
t
Hyperbolic
b
 qi 
   1
D 
q
…………………………….……………………………….(3-3)
bt
Harmonic
 qi 

 q 
 1
D   ……………………………….…………………………..... (3-4)
t

4. Berdasarkan harga Di tentukan harga q pada waktu t, dimana:


Exponential
q  qi e  Dt ………………………………………………………….….... (3-5)

Hyperbolic
q  qi 1  bDi t 
1 / b
…...……………………………..……………….…......(3-6)
Harmonic
qi ………………………………………………………..………..(3-7)
q
1  Di t

5. Tentukan jenis kurva dengan menggunakan chi-square test, suatu test untuk
mengetahui perbedaan data perkiraan terhadap data aktual, dimana persamaan
chi-square test tersebut adalah:
 ValueOfObs erved  ValueOfExpected 2    fi  Fi 2  ......................(3-8)
X 2      
 ValueOfExpected   Fi 

6. Memilih harga X2 yang paling kecil menunjukkan derajat kesalahan yang paling
kecil dari aktualnya.
3.3.2. Penentuan Jenis Drive mechanism
Dalam menentukan jenis drive mechanism Lapangan “DS” digunakan 2
metode yaitu metode Ganesh Thakur dan metode MBAL dengan tujuan terdapat
validasi hasil dan penentuan drive mechanism. Metode Ganesh Thakur
menggunakan plot antara recovery efficiency (%) dan tekanan reservoir (%) yang
kemudian di analisa secara kualitatif dibandingkan dengan Gambar III – 1.
Gambar 3. 3.
Primary Recovery dengan Plot Recovery Efficiency dan Tekanan Reservoir
(Thakur, Ganesh C., 1994)
Persamaan yang digunakan dalam plot grafik metode Ganesh Thakur yaitu
𝑁𝑝
Recovery Efficiency = 𝑂𝑂𝐼𝑃 x 100 % ............................................................. (3-9)
𝑃
Recovery Pressure = 𝑃𝑖 x 100 % ................................................................. (3-10)

Selain menggunakan metode Ganesh Thakur, penentuan drive mechanism


juga dapat ditentukan dengan metode Material Balance (Tarek, Ahmed, .
Persamaan 3 – 11 hingga Persamaan 3 – 13 adalah persamaan yang digunakan
dalam penentuan drive mechanism dengan metode Material Balance
A = Np (Bt + (Rp – Rsi) Bg) .......................................................................... (3-11)
𝑁(𝐵𝑡−𝐵𝑡𝑖)
DDI = .............................................................................................. (3-12)
𝐴

Dalam reservoir, pengaruh beberapa drive mechanism dinyatakan dalam persamaan


berikut:
DDI + WDI = 1 .............................................................................................. (3-13)
Keterangan:
N = cadangan minyak mula – mula, STB
Bt = faktor volume formasi 2 fasa, scf/STB
Bti = faktor volume formasi 2 fasa pada tekanan inisial, scf/STB
Bg = faktor volume formasi gas, cuft/scf
Rp = net kumulatif produksi GOR, scf/STB
Rsi = kelarutan gas dalam minyak pada tekanan inisial, scf/STB
DDI = depletion drive index
SDI = solution drive index
WDI = water drive index
3.3.3. Penentuan Rock Region
Rock Region didalam model simulasi diperlukan untuk membagi atau
memisahkan antara property yang bagus dan property yang jelek, sehingga dapat
dikelompokan daerah yang memiliki performance produksi yang sama. Dari
penentuan rock region diharapkan dapat membantu mempercepat proses inisialisasi
dan history matching.
1. Mengurutkan data permeabilitas absolut dari nilai yang kecil ke besar,
usahakan untuk membagi berdasarkan reservoir/formasi/facies,
2. Membuat plot permeabilitas vs number of sample (cumulative data),
3. Menentukan setiap interval yang mempunyai trend yang sama. Tiap-tiap
interval dianggap mewakili satu rock region, seperti ditunjukan pada Error!
Reference source not found..
4. Menentukan permeabilitas dari setiap rock region dengan cara mengambil
rata-rata harga permeabilitas pada tiap interval,
5. Menentukan Swc tiap rock region dengan menggunakan korelasi hubungan
Swc vs permeabilitas.

Gambar 3. 4. Penentuan Rock Region


(Dadang Rukmana-BPMigas, 2013)
3.3.4. Penetuan End-Point SCAL
Pengolahan data SCAL dimulai dari pengumpulan data yang ada serta end-
point, kemudian menentukan korelasi hubungan parameter satu dengan parameter
yang lain. Nilai End-Point yang diolah antara lain:
 Swc vs Permeabilitas (log)  Swc vs Slr
 Swc vs Sor  Slr vs Kro@Swc
 Swc vs Kro@Sor  Slr vs Krw@Slr
 Swc vs Krw@Swc

Gambar 3. 5. Contoh Plot Swc vs K, Sgr vs Swc, Krg@Swc vs Swc, Krw@Sgr vs Swc
(Dadang Rukmana-BPMigas, 2013)
3.3.5. Permeabilitas Relatif
Pengolahan data permeabilitas relatif bertujuan untuk mendapatkan faktor
perolehan dan perilaku aliran pada media berpori reservoir. Data yang diperoleh
merupakan hasil dari Special Core Analysis (SCAL). Pengolahan data
permeabilitas dari berbagai sampel core dilakukan dengan metode normalisasi-
denormalisasi. Prosuder pengolahan datanya adalah sebagai berikut :
3.3.3.1 Sistem Minyak - Air
1. Menyiapkan tabulasi data hasil SCAL.
2. Menentukan (Swc)avg, (Sor)avg, (Kro@Swc)avg, dan (Krw@Sor)avg.
3. Menentukan harga S*w (normalisasi) pada tiap core dengan persamaan:
𝑆 −𝑆𝑤𝑐
𝑆 ∗ 𝑤 = 1−𝑆𝑤 ................................................................................ (3-1)
𝑤𝑐 −𝑆𝑜𝑟

Keterangan:
S*w = Normalisasi saturasi air (fraksi),
Sw = Saturasi air (fraksi),
Swc = Connate water saturation (fraksi),
Sor = Residual oil saturation (fraksi).
4. Menghitung k*ro dan k *rw (normalisasi) dengan persamaan:
𝑘𝑟𝑤
𝑘 ∗ 𝑟𝑤 = (𝑘 ................................................................................... (3-2)
𝑟𝑤 )𝑆𝑜𝑟

𝑘𝑟𝑜
𝑘 ∗ 𝑟𝑜 = (𝑘 ................................................................................... (3-3)
𝑟𝑜 )𝑆𝑤𝑐

Keterangan:
K*ro = Normalisasi permeabilitas relatif minyak (fraksi),
Kro = Permeabilitas relatif minyak (fraksi),
(Kro)Swc =Oil relative permeability at connate water saturation (fraksi),
K*rw = Normalisasi permeabilitas relatif air (fraksi),
Krw = Permeabilitas relatif air (fraksi),
(Krw)Sor = Water relative permeability at residual oil saturation (fraksi).
5. Melakukan Normalisasi dengan langkah:
 Buat tabulasi perhitungan S*w, K*ro, dan K*rw
 Plot gambar gabungan S*w vs K*ro dan K*rw krw*
 Buat trendline gabungan core seperti Error! Reference source not
found. dan tentukan persamaan trendline nya, kemudian hitung hasil
S*w, K*ro, dan K*rw dengan persamaan trendline tersebut.
Gambar 3. 6. Trendline Normalisasi Kurva Permeabilitas Relatif pada Sistem
Minyak-Air
(Joko Pamungkas, 2011)
6. Membuat perhitungan de-normalisasi kurva permeabilitas (Swc, kro, dan krw)
dengan persamaan:
𝑆𝑤 = 𝑆 ∗ 𝑤 (1 − 𝑆𝑤𝑐 − 𝑆𝑜𝑟 ) + 𝑆𝑤𝑐 ....................................................... (3-4)
𝑘𝑟𝑤 = 𝑘 ∗ 𝑟𝑤 (𝑘𝑟𝑤 )𝑆𝑜𝑟 ......................................................................... (3-5)
𝑘𝑟𝑜 = 𝑘 ∗ 𝑟𝑜 (𝑘𝑟𝑜 )𝑆𝑤𝑐 ........................................................................... (3-6)
Keterangan:
Sw = Water saturation denowmalization,
Krw = Water relative permeability denormalization.
Kro = Oil relative permeability denormalization,
3.3.3.2 Sistem Gas - Minyak
1. Menyiapkan tabulasi data hasil SCAL.
2. Menentukan (Sgc)avg, (Sgor)avg, (Kro@Sgc)avg, dan (Krg@Sgor)avg.
3. Menentukan harga Sg* (normalisasi) pada tiap core dengan persamaan:
𝑆𝑔 −𝑆𝑔𝑐
𝑆 ∗𝑔 = 1−𝑆 .................................................................................. (3-7)
𝑔𝑐 −𝑆𝑜𝑟

Keterangan:
S*g = Normalisasi saturasi gas (fraksi),
Sw = Saturasi gas (fraksi),
Swc = Critical gas saturation (fraksi),
Sor = Residual oil saturation (fraksi).
4. Menghitung K*ro dan K*rg (normalisasi) dengan persamaan:
𝑘𝑟𝑔
𝑘 ∗ 𝑟𝑔 = (𝑘 .................................................................................... (3-8)
𝑟𝑔 )𝑆
𝑜𝑟

𝑘𝑟𝑜
𝑘 ∗ 𝑟𝑜 = (𝑘 .................................................................................... (3-9)
𝑟𝑜 )𝑆𝑔𝑐

Keterangan:
K*ro = Normalisasi permeabilitas relatif minyak (fraksi),
Kro = Permeabilitas relatif minyak (fraksi),
(Kro)Sgc =Oil relative permeability at critical gas saturation (fraksi),
K*rg = Normalisasi permeabilitas relatif gas (fraksi),
Krg = Permeabilitas relatif gas (fraksi),
(Krg)Sor = Gas relative permeability at residual oil saturation (fraksi).
5. Melakukan Normalisasi dengan langkah:
 Buat tabulasi perhitungan S*g, K*ro, dan K*rg
 Plot gambar gabungan S*g vs K*ro, dan K*rg
 Buat trendline gabungan core seperti Error! Reference source not
found. dan tentukan persamaan trendline nya, kemudian hitung rata-rata
S*g, K*ro, dan K*rg dengan persamaan trendline tersebut.

Gambar 3. 7. Trendline Normalisasi Kurva Permeabilitas Relatif pada Sistem


Gas-Minyak
(Joko Pamungkas, 2011)
6. Membuat perhitungan de-normalisasi kurva permeabilitas (Sg, kro, dan krw)
dengan persamaan:
𝑆𝑔 = 𝑆 ∗𝑔 (1 − 𝑆𝑔𝑐 − 𝑆𝑜𝑟 ) + 𝑆𝑔𝑐 ........................................................ (3-10)
𝑘𝑟𝑔 = 𝑘 ∗ 𝑟𝑔 (𝑘𝑟𝑔 )𝑆𝑜𝑟 ........................................................................ (3-11)
𝑘𝑟𝑜 = 𝑘 ∗ 𝑟𝑜 (𝑘𝑟𝑜 )𝑆𝑔𝑐 ......................................................................... (3-12)
Keterangan:
Sg = Gas saturation denowmalization,
Krg = Gas relative permeability denormalization.
Kro = Oil relative permeability denormalization,
3.4. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada
antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau cairan-gas)
sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan kedua fluida
tersebut. Besarnya tekanan kapiler dipengaruhi oleh tegangan permukaan, sudut
kontak antara minyak–air–zat padat dan jari-jari kelengkungan pori. Data distribusi
tekanan kapiler penting untuk mengetahui tebal zona transisi dari zona free water
level. Data ini juga bermanfaat untuk memodifikasi proses inplace matching ke
depannya. Prosedur pengolahan data tekanan kapiler dari berbagai sampel core
adalah sebagai berikut :
1. Membuat tabulasi hasil SCAL untuk tiap core
2. Menghitung harga Pc reservoir dengan persamaan:
𝜎
𝑃𝑐𝑟𝑒𝑠 = 𝑃𝑐𝑙𝑎𝑏 𝜎𝑟𝑒𝑠 ........................................................................... (3-13)
𝑙𝑎𝑏

3. Membuat normalisasi dengan menggunakan persamaan Laverett J-Function


𝑃𝑐 𝐾
𝐽(𝑆𝑤 ) = 0,21645 √𝜑 .................................................................. (3-14)
𝜎

J(Sw) = Leverett J-Function,


Pc = Tekanan kepiler (Psi),
𝜎 = Surface tension (dynes/cm),
K = Permeabilitas absolut (mD),
Φ = Porositas (fraksi). .

4. Membuat tabulasi hasil perhitungan semua sampel core, kemudian plot kurva
J(Sw) vs Sw (Normalisasi)
5. Buat trendline gabungan core dan tentukan persamaan trendline nya,
kemudian hitung nilai pc avg dengan persamaan trendline tersebut
6. Membuat tabulasi J(Sw) vs Sw hasil perhitungan dengan persamaan trendline
7. Menghitung Pc de-normalisasi dengan persamaan:
𝐽(𝑆𝑤 )𝜎
𝑃𝑐 = 𝐾
............................................................................... (3-15)
(0,21645√ )
𝜑

Gambar 3. 8. Kurva Tekanan Kapiler Sistem Air- Minyak


(Ahmed, T., 2001)
3.5. Pengolahan Data PVT
Sifat-sifat fisik dari fluida reservoir (khususnya minyak) yang penting untuk
diperhatikan dalam simulasi reservoir antara lain adalah kelarutan gas dalam
minyak (Rs), faktor volume formasi (Bo), dan viskositas minyak (μo). Kelarutan
gas dalam minyak (Rs) dan faktor volume formasi (Bo) akan berpengaruh terhadap
jumlah minyak mula-mula, sedangkan viskositas minyak (μo) akan mempengaruhi
besar-kecilnya laju produksi minyak.
Idealnya diagram fasa didapatkan dari analisa laboratorium, namun untuk
mendapatkan sebuah diagram fasa ideal membutuhkan puluhan bahkan ratusan titik
hasil pengukuran sehingga waktu dan biaya yang tidak sedikit, oleh karenanya
untuk membuat diagram tersebut biasanya digunakan persamaan matematis, pada
Simulator Eclipse menggunakan PVTi.
Gambar 3. 9. Kurva Viskositas Minyak (µo) vs Tekanan
(Amyx J.W., 1960)

Gambar 3. 10. Kurva Kelarutan Gas dalam Minyak (Rs) vs Tekanan


(Ahmed, T., 1989)

Gambar 3. 11. Kurva Faktor Volume Formasi Minyak (Bo) vs Tekanan


(Ahmed, T., 1989)
3.6. Sejarah Produksi
Mengolah dan menganalisa data produksi dengan baik akan menentukan
waktu penyelesaian dalam proses simulasi. Hasil analisa data produksi dapat
untuk memvalidasi model geologi, sebagai masukan simulasi, dan membantu
dalam mempercepat proses history matching running. Prosedur pengolahan data
produksi adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan dan membuat tabulasi data antara lain:
 Data sumuran (total jumlah dan status sumur),
 Sejarah komplesi tiap sumur,
 Data produksi per sumur; lapisan; lapangan,
 Data tes sumur dan ringkasan hasil analisa well testing,
 Data tekanan, dan
 Well report masalah teknis/produksi dan lift sumur.
2. Membuat grafik sejarah produksi:
 Perilaku laju dan kumulatif produksi vs waktu,
 Perilaku laju dan jumlah sumur produksi vs waktu,
 Perilaku produksi per jumlah sumur dan jumlah sumur produksi vs
waktu,
 Perilaku laju produksi dan water cut serta GLR vs waktu,
 Perilaku kumulatif produksi dan tekanan serta recovery factor vs waktu,
 Perilaku kumulatif produksi dan kumulatif water cut serta GLR vs waktu,
 Perilaku produksi minyak, water cut, dan jumlah sumur aktif vs waktu,
 Perilaku produksi fluida, GLR, dan tekanan vs waktu,
 Perilaku produksi minyak dan laju injeksi vs waktu, dan
 Membuat analisa dari masing-masing grafik.

Anda mungkin juga menyukai