Anda di halaman 1dari 52

PENDAHULUAN

1.1. DEBIT RENCANA


Agar dalam tahapan pelaksanaan proyek konstruksi bangunan sipil dapat berjalan lancar
dan hasilnya dapat memberikan manfaat yang seoptimal mungkin maka salah satu tahapan
kegiatan yang dilakukan adalah tahapan perencanaan teknis.
Perencanaan teknis suatu bangunan air (sungai) dapat ditinjau dari beberapa aspek,
diantaranya aspek struktur dan aspek hidrolis. Perencanaan dari aspek struktur dimaksudkan agar
bangunan air (sungai) kokoh terhadap gaya-gaya yang bekerja. Perencanaan dari aspek hidrolis
dimaksudkan agar bangunan air (sungai) mampu mengalirkan debit tertentu dengan aman tanpa
menimbulkan kerusakan pada bangunan air (sungai) yang bersangkutan.
Beberapa data yang diperlukan dalam perencanaan bangunan air (sungai) dari aspek
hidrolis adalah: data karakteristik daerah pengaliran (data topografi dan data tata guna lahan), data
iklim, data curah hujan, dan data debit. Data tersebut selanjutnya akan digunakan dalam
perhitungan debit rencana.
Besar-kecilnya nilai debit rencana akan menentukan besar-kecilnya dimensi hidrolis suatu
bangunan air (sungai).
Dimensi hidrolis suatu bangunan air (sungai) yang lebih besar akan lebih aman dalam
mengalirkan debit tertentu, namun dimensi yang lebih besar akan berdampak pada biaya yang
lebih mahal atau melampaui batas-batas ekonomis yang dapat dipertanggung jawabkan.
Sebaliknya dimensi hidrolis bangunan air (sungai) yang lebih kecil akan menjadi kurang
aman dalam mengalirkan debit tertentu. Oleh karena itu, perhitungan debit rencana menjadi bagian
yang sangat penting dalam tahap perencanaan teknis.
HUJAN RENCANA DAN INTESITASNYA
2.1. PENGERTIAN HUJAN RENCANA
1. Hujan rencana (XT) adalah hujan dengan periode ulang tertentu (T) yang diperkirakan
akan terjadi di suatu daerah pengaliran.
2. Periode ulang adalah waktu hipotetik dimana suatu kejadian dengan nilai tertentu,
hujan rencana misalnya, akan disamai atau dilampau 1 kali dalam jangka waktu
hipotetik tersebut. Hal ini tidak berarti bahwa hujan rencana akan berulang secara
teratur setiap periode ulang tersebut.

2.2. ANALISIS FREKUENSI


Analisis frekuensi bertujuan untuk mencari hubungan antara besarnya suatu kejadian
ekstrem (maksimum atau minimum) dan frekuensinya berdasarkan distribusi probabilitas.
Hubungan antara besarnya kejadian ekstrem dan frekuensinya atau peluang kejadiannya
adalah berbanding terbalik. Dengan kata lain dapat dirumuskan :
1
X (2.1)
P
Keterangan rumus:
X = Besarnya suatu kejadian.
P = Frekuensi atau peluang suatu kejadian.
Berdasarkan persamaan (2.1), dapat dilihat bahwa nilai X akan semakin besar jika nilai P
makin kecil. Artinya, misalkan X adalah hujan makin besar curah hujan maka frekuensi
kejadiannya makin kecil. Atau frekuensi hujan yang sangat lebat adalah lebih kecil dibandingkan
dengan frekuensi hujan yang bukan lebat.
Dalam analisis frekuensi sutau kejadian (hujan atau debit) diperlukan seri data (hujan atau
debit) selama beberapa tahun. Pengambilan seri data untuk tujuan analisis frekuensi dapat
dilakukan dengan 2 metode, yaitu:
a. Seri parsial (partial duration series)
Metode ini digunakan apabila data yang tersedia kurang dari 10 tahun runtut
waktu. Dalam metode ini, ditetapkan duku batas bawah sutau seri data. Kemudian
semua besaran data yang lebih besar dari batas bawah tersebut diambil menjadi bagian
seri data.
Pengambilan batas bawah dapat dilakukan dengan sistem peringatan. Caranya
adalah dengan mengambil semua besaran data yang cukup besar kemudian diurut dari
besar ke kecil. Data yang dambil untuk kepentingan analisis adalah sesuai dengan
panjang data dan diambil dari besaran yang paling besar.
Akibat dari metode pengambilan seri data parsial adalah dimungkinkannya
dalam satu tahun diambil data lebih dari satu, sementara pada tahun yang lain tidak
ada data yang diambil karena data yang tersedia di bawah batas bawah.
b. Data maksimum tahunan (annual maximum series)
Metode ini digunakan apabila data yang tersedia lebih dari 10 tahun runtut
waktu Dalam metode ini, hanya data maksimum yang diambil untuk setiap tahunnya,
atau hanya ada 1data setiap tahun.
Akibat dari metode pengambilan seri data maksimum tahunan adalah data
terbesar ke dua dalam suatu tahun yang lebih besar nilainya dari data terbesar pada
tahun yang lain menjadi tidak diperhitungkan dalam analisis.

2.3. PENGUJIAN SERI DATA


Beberapa rangkaian pengujian dilakukan terhadap seri data (data hujan atau data debit)
yang terkumpul sebelum digunakan sebagai data masukan dalam analisis frekuensi, 2 diantaranya
adalah uji konsistensi dan uji homogenitas.
a. Uji Konsistensi
Uji konsistensi data dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran data lapangan
yang dipengaruhi oleh beberapa faktor:
 Spesifikasi alat penakar berubah.
 Tempat alat ukur dipindah.
 Perubahan lingkungan di sekitar alat penakar.
Jika dari hasil pengujian ternyata data adalah konsisten artinya tidak terjadi perubahan
lingkungan dan cara penakaran, sebaiknya jika ternyata data tidak konsisten artinya
terjadi perubahan lingkungan dan cara penakaran.
Cara pengujian konsistensi data hujan dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya:
1. Metode Curve Massa Ganda
Dalam metode ini nilai kumulatif seri data yang diuji (stasiun A misalnya),
dibandingkan dengan nilai kumulatif seri data dari stasiun referensi (stasiun B
misalnya).Stasiun referensi dapat berupa rerata dari beberapa stasiun di dekatnya.
Nilai kumulatif seri data digambarkan pada grafik sistem koordinat
kartesius (X-Y). Kurva yang terbentuk kemudian diperiksa unutk melihat
perubahan kemiringan.
Jika kurvaberbentuk garis lurus artinya data A konsisten. Sebaliknya jika
terjadi perubahan/patahan kimiringan bentuk kurve, artinya data A tidak konsisten
dan perlu dilakukan koreksi (mengalikan atau membagi data sebelum atau sesudah
perubahan/patahan) dengan faktor sebagai koreksi:

(2.2)

Keterangan rumus:
β = Kemiringan kurve setelah patahan.
α =Kemiringan kurve sebelum patahan.

Gambar 2.1 Sketsa analisis kurve masa ganda Stasiun A dan B

2. Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS)


Dalam metode ini, konsistensi data hujan ditunjukkan dengan nilai
kumulatif penyimpangan terhadap nilai-niali rata-rata berdasarkan persamaan
berikut:

S k *   Yi  Y 
k
(2.3)
i 1

Y
Y i
(2.4)
N

Dengan k = 1, 2, ……… N; pada saat k = 0 maka S k = 0
Jika persamaan (2.3) dibagi dengan deviasi standar (Dy) maka akan diperoleh
Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS) atau dirumuskan sebagai berikut:
*
S
 k
**
Sk (2.5)
Dy

Dy  
2
N
Y
i  Y
2

(2.6)
i 1 N
Keterangan rumus (2.3) s.d. (2.6):
Sk* = Nilai kumulatif penyimpangannya terhadap nilai rata-rata.
Yi = Nilai data Y ke-i.
Y = Nilai Y rata-rata
N = Jumlah data Y.
Sk** = Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS).
Dy = Deviasi standar seri data Y.
Setelah nilai Sk** diperoleh untuk setiap k, tentukan nilai Q dan R terhitung dengan
rumus:

Q  S k maks atau R  S k maks  S k min


** ** **

Bandingkan, untuk jumlah data (N) dan derajat kepercayaan (α) tertentu, nilai-
nilai di bawah ini:
 Q terhitung dengan Qkritis
 R terhitung dengan Rkritis
Nilai Qkritis dan Rkritis dapat dilihat dalam Tabel ……
Jika:
 Q terhitung < Qkritis atau
 R terhitung < Rkritis
Maka seri data yang dianalisis adlah konsisten.

Perhitungan konsistensi seri data dengan Metode RAPS

 Nilai Y 
Y i

 Dy  
2
N
Y
i  Y
2

i 1 N
 Dy = (Dy2)0,5
 Kolom (3) = kolom (2) – Y
 Kolom (4) baris pertama = persamaan (2.3) pada saat k = 1 sehingga = kolom (3) baris
pertama.
 Kolom (4) baris ke tiga = kolom (4) baris ke dua + kolom (3) baris ke tiga.
 Kolom (4) baris ke empat = kolom (4) baris ke tiga + kolom (3) baris ke empat.
 Kolom (4) baris ke lima dan seterusnya, cara perhitungannya adalah sama.
 Kolom (5) = persamaan (2.5)
kolom (3) 2
= ; N adalah jumlah data = 12.
N
*
S kolom (4)
 Kolom (6) = S k **
 k 
Dy Dy

Berdasarkan Tabel ……didapat:

Q terhitung = Q  S k maks
**

Berdasarkan Tabel ……, jika jumlah data adalah …… dan derajat kepercayaan …… maka
nilai:
Q
  ......; atau Q kritis  ......  N
N
Oleh karena:
 Q terhitung < Qkritis
Maka seri data hujan pada Tabel …… adalah konsisten.

b. Uji Homogenitas

2.4. DISTRIBUSI PROBABILITAS


Dalam analisis frekuensi data hujan atau data debit guna memperoleh nilai hujan rencana
atau debit hujan rencana, dikenal beberapa probabilitas kontinu yang sering digunakan, yaitu:
Gumbel, Normal, Log Normal, dan Log Pearson Type III.
Penentuan jenis distribusi probabilitas yang sesuai dengan datadilakukan dengan
mencocokkan parameter data tersebut dengan syarat masing-masing jenis distribusi pada Tabel
……
Keterangan Tabel ……

n  X i  X 
i
3

 Koefisien kepencengan (Cs) = i 1


(2.7)
n  1n  2S3

n 2  X i  X 
i
4

 Koefisien kurtosis (Ck) = i 1


(2.8)
n  1n  2n  3S4
n

X
i 1
i
 X = nilai rata-rata dari X = (2.9)
n

 X  X 2
n

i
i 1
 Standar Deviasi (S) = (2.10)
n 1
 Xi = Data hujan atau debit ke-i.
 n = jumlah data
Di samping dengan menggunakan persyaratan seperti tercantum dalam Tabel ……,guna
mendapatkan hasil perhitungan yang meyakinkan, atau jika tidak ada yang memenuhi persyaratan
pada Tabel …… maka penggunaan suatu distribusi probabilitas biasanya diuji dengan metode Chi-
Kuadrat atau Smirnov Kolmogorov.
a. Distribusi Probabilitas Gumbel
Jika data hujan yang dipergunakan dalam perhitungan adalah berupa sampel
(populasi terbatas), maka perhitungan hujan rencana berdasarkan Distribusi
Probabilitas Gumbel dilakukan dengan rumus-rumus berikut:
XT  X  S  K (2.11)
Keterangan rumus:
XT = Hujan rencana atau debit dengan periode ulang T.
X = Nilai rata-rata data hujan (X).
S = Standar deviasi dari data hujan (X).
Yt  Yn
K = Faktor Frekuensi Gumbel: K  (2.12)
Sn
T 1
Yt = Reduced variate =  Ln  Ln (2.13)
T
Sn = Reduced standard deviasi
Yn = Reduced mean
Perhitungan Distribusi Probabilitas Gumbel
1. Perhitungan parameter statistik data seperti Tabel ……
a. Harga rata-rata ( X ):
n

X
i 1
i
X =
n
b. Standar Deviasi (S:

 X  X 2
n

i
i 1
S =
n 1
2. Hitung K
Dengan jumlah data (n) = …… maka didapat:
Yn =
Sn =
Dengan periode ulang (T) = …… didapat:
T 1
Yt =  Ln  Ln
T
Dengan Yn, Sn, dan Yt yang sudah didapat di atas maka nilai K adalah:
Yt  Yn
K =
Sn
3. Hitung nilai hujan rencana periode ulang …… tahun (X…):
X… = X  S  K

b. Distribusi Probabilitas Normal


Perhitungan hujan rencana berdasarkan Distribusi Probabilitas Normal, jika
data yang dipergunakan adalah berupa sampel, dilakukan dengan rumus-rumus
berikut.
X T  X  K TS (2.14)
Keterangan rumus:
XT = Hujan rencana dengan periode ulang T tahun.
X = Nilai rata-rata dari hujan (X) mm.
S = Standar deviasi dari data hujan (X) mm.
KT = Faktor frekuensi, nilainya bergantung dari T.
Perhitungan Distribusi Probabilitas Normal
1. Hitung parameter statistik data (lihat Tabel ……), diperoleh:
a. Harga rata-rata ( X ):
n

X
i 1
i
X =
n
b. Standar Deviasi (S):

 X  X 2
n

i
i 1
S =
n 1
2. Hitung nilai KT
Nilai KT dihitung berdasarkan nilai T dari Tabel ……, didapat untuk T = ……
maka nilai KT = ……
3. Hitung hujan rencana dengan periode ulang …… (X……)
X T  X  K TS

c. Distribusi Probabilitas Log Normal


Perhitungan hujan rencana berdasarkan Distribusi Probabilitas Log Normal,
jika data yang dipergunakan adalah berupa sampel, dilakukan dengan rumus-rumus
berikut:

Log XT = LogX  K T  SLogX (2.15)


Keterangan rumus:
Log XT = Nilai logaritmis hujan rencana dengan periode ulang T.
n

 LogX
i 1
i
LogX = Nilai rata-rata dari log X = (2.16)
n
S Log X = Deviasi standar dari Log X.

 LogX 
n
20 ,5
i  LogX
i 1
= (2.17)
n 1
KT = Faktor Frekuensi, nilainya bergantung dari T.
Perhitungan Distribusi Probabilitas Log Normal
1. Hitung parameter statistik data (lihat Tabel ……), diperoleh:

a. Berdasarkan Tabel …… diperoleh ( LogX )


n

 LogX
i 1
i
LogX =
n
b. Berdasarkan Tabel …… diperoleh S Log X:

 LogX 
n
20 ,5
i  LogX
i 1
S Log X =
n 1
2. Hitung nilai KT
Nilai KT dihitung berdasarkan nilai T dari Tabel ……, didapat untuk T = ……
maka nilai KT = ……
3. Hitung hujan rencana dengan periode ulang …… (X……)

Log X…… = LogX  K T  SLogX

d. Distribusi Probabilitas Log Pearson Type III


Perhitungan hujan rencana berdasarkan Distribusi Probabilitas Log Pearson
Type III, jika data yang dipergunakan adalah berupa sampel, dilakukan dengan rumus-
rumus berikut:

Log XT = LogX  K T  SLogX (2.18)


Keterangan rumus:
Log XT = Nilai logaritmis hujan rencana dengan periode ulang T.
n

 LogX
i 1
i
LogX = Nilai rata-rata dari log X = (2.19)
n
S Log X = Deviasi standar dari Log X.

 LogX 
n
20 ,5
i  LogX
i 1
= (2.20)
n 1
KT = Variabel standar, besarnya bergantung koefisien kepencengan (Cs atau
G), lihat Tabel ……
Perhitungan Distribusi Probabilitas Log Pearson Type III
1. Hitung parameter statistik data (lihat Tabel ……), diperoleh:

a. Berdasarkan Tabel …… diperoleh ( LogX )


n

 LogX
i 1
i
LogX =
n
b. Berdasarkan Tabel …… diperoleh S Log X:

 LogX 
n
20 ,5
i  LogX
i 1
S Log X =
n 1
2. Hitung nilai KT
Nilai KT dihitung berdasarkan nilai T dan nilai Cs atau G dari Tabel ……, didapat
untuk T = …… dan Cs = …… maka nilai KT = ……
3. Hitung hujan rencana dengan periode ulang …… (X……)

Log X…… = LogX  K T  SLogX

2.5. UJI DISTRIBUSI PROBABILITAS


Uji distribusi probabiliast dimaksudkan untuk mengetahui apakah persamaan
distribusi probabilitas yang dipilih dapat mewakili distribusi stastistik sampel data yang
dianalisis.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa terdapat dua metode pengujian
distribusi probabilitas, yaitu Metode Chi-Kuadrat (  2 ) dan Metode Smirnov-Kolmogorof.

a. Metode Chi-Kuadrat (  2 )
Rumus yang digunakan dalam perhitungan dengan Metode Uji Chi-Kuadrat
adalah sebagai berikut:
n
O f  Ef 
2

 = 2
i 1 Ef
(2.21)

Keterangan rumus:
 2 = Paramter Chi-Kuadrat terhitung.
Ef = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya.
Of = Frekuensi yang diamati pada kelas yang sama.
n = Jumlah sub kelompok.
Derajat nyata atau derajat kepercayaan (α) terhitung yang sering diambil adalah
5%. Derajat kebebasan (Dk) dihitung dengan rumus:
Dk = K  p  1 (2.22)
K = 1  3,3 log n (2.23)
Keterangan rumus:
Dk = Derajat kebebasan.
P = Banyaknya parameter, untuk Chi-Kuadrat adalah 2.
K = Jumlah kelas distribusi.
n = Banyaknya data.
Selanjutnya distribusi probabilitas yang dipakai untuk menentukan curah hujan
rencana adalah distribusi probabilitas yang mempunyai simpangan maksimum terkecil
dan lebih kecil dari simpangan kritis, atau dirumuskan sebagai berikut:
 2   Cr
2
(2.24)
Dengan rumus:
2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung.

 Cr = Parameter Chi-Kuadrat Kritis (lihat Tebel ……)


Prosedur perhitungan dengan menggunakan Metode Uji Chi-Kuadrat adalah
sebagai berikut:
1. Urutkan data dari besar ke kecil atau sebaliknya.
2. Menghitung jumlah kelas.
3. Menghitung derajat kebebasan (Dk) dan  2Cr .
4. Menghitung kelas distribusi.
5. Menghitung interval kelas.
6. Perhitungan nilai  2 .

7. Bandingkan nilai  2 terhadap  2Cr .

Perhitungan Metode Chi-Kuadrat


1. Data huja diurutkan dari besar ke kecil.
2. Menghitung jumlah kelas.
 Jumlah data (n) = 10.
 Kelas distribusi (K) = 1  3,3 log n

3. Menghitung derajat kebebasan (Dk) dan  2Cr .

 Parameter (p) = ……
 Derajat kebebasan (Dk) = K  p  1

 Nilai  2Cr dengan jumlah data (n) = ……, α = …… dan Dk = …… adalah =

…… (lihat Tabel ……)


4. Menghitung kelas distribusi.
1
 Kelas distribusi =  100% = 20 %, interval distribusi adalah = 20 %; 40 %;
5
60 %; 80 %
1 1
 Persentase 20 % : P(x) = diperoleh T = = = 5 tahun
P( x ) 0,2

1 1
 Persentase 40 % : P(x) = diperoleh T = = = 2,5 tahun
P( x ) 0,4

1 1
 Persentase 60 % : P(x) = diperoleh T = = = 1,67 tahun
P( x ) 06

1 1
 Persentase 80 % : P(x) = diperoleh T = = = 1,25 tahun
P( x ) 0,8
5. Menghitung interval kelas.
a. Distribusi Probabilitas Gumbel.
Dengan jumlah data (n) = …… maka didapatkan nilai:
Yn = ……
Sn = ……
T 1
Yt =  Ln  Ln
T
Yt  Yn
K =
Sn
Sehingga:
 T = 5; Yt = …… maka K = ……
 T = 2,5; Yt = …… maka K = ……
 T = 1,67; Yt = …… maka K = ……
 T = 1,25; Yt = …… maka K = ……
Nilai X = ……
Nilai S = ……
Maka interval kelas:
XT = X  S  K
Sehingga: XTR = X  SK
 X5 = ……
 X2,5 = ……
 X1,67 = ……
 X1,25 = ……
b. Distribusi Probabilitas Normal.
Nilai KT berdasarkan nilai T dari Tabel ……, didapat:
 T = 5; maka KT = ……
 T = 2,5; maka KT = ……
 T = 1,67; maka KT = ……
 T = 1,25; maka KT = ……
Nilai X = ……
Nilai S = ……
Interval kelas: XT = X  KT  S
Sehingga:
 X5 = ……
 X2,5 = ……
 X1,67 = ……
 X1,25 = ……
c. Distribusi Probabilitas Log Normal.
Nilai KT berdasarkan nilai T dari Tabel ……, didapat:
 T = 5; maka KT = ……
 T = 2,5; maka KT = ……
 T = 1,67; maka KT = ……
 T = 1,25; maka KT = ……

Nilai LogX = ……
Nilai S Log X = ……
Interval kelas: Log XT = LogX  K T  SLogX
Sehingga:
 X5 = ……
 X2,5 = ……
 X1,67 = ……
 X1,25 = ……
d. Distribusi Probabilitas Log Pearson Type III.
Nilai KT dihitung berdasarkan nilai Cs atau G = 0,0686 dan Nilai T untuk
berbagai periode ulang (lihat Tabel ……) adalah:
 T = 5; maka KT = ……
 T = 2,5; maka KT = ……
 T = 1,67; maka KT = ……
 T = 1,25; maka KT = ……
Nilai LogX = ……
Nilai S Log X = ……

Interval kelas: Log XT = LogX  K T  SLogX


Sehingga:
 X5 = ……
 X2,5 = ……
 X1,67 = ……
 X1,25 = ……
6. Perhitungan nilai  2

a. Perhitungan nilai  2 untuk distribusi Normal

b. Perhitungan nilai  2 untuk distribusi Log Normal

c. Perhitungan nilai  2 untuk distribusi Gumbel

d. Perhitungan nilai  2 untuk distribusi Log Pearson Type III

7. Rakapitulasi nilai  2 dan  2Cr untuk 4 distribusi probabilitas

8. Berdasarkan Tabel …… semua distribusi probabilitas memiliki nilai  2   Cr


2
,
maka dapat disimpulkan bahwa semua distribusi tersebut dapat diterima, namun
yang paling baik untuk menganalisis seri data hujan adalah Distribusi Probabilitas
……

b. Metode Smirnov-Kolmogorof (secara analitis)


Pengujian distribusi probabilitas dengan Metode Smirnov-Kolmogorof
dilakukan dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut:
1. Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya.
2. Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut P(Xi)
dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya.
n 1
P(Xi) = (2.25)
i
Keterangan rumus:
n = Jumlah data;
i = Nomor urut data (setelah diurut dari besar ke kecil atau sebaliknya).
3. Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah diurut tersebut P'(Xi)
berdasarkan persamaan distribusi probabilitas yang dipilih (Gumbel, Normal, dan
sebagainya).
4. Hitung selisih ( Pi ) antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data yang
sudah diurut:
Pi = P(X i )  P' (X i ) (2.26)
5. Tentukan apakah Pi  Pkritis , jika “tidak” artinya Distribusi Probabilitas yang
dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya.
6. Pi kritis lihat Tabel ……
Perhitungan Metode Smirnov-Kolmogorof Distribusi Probilitas Normal (analitis)
 Kolom (1) = Nomor urut data.
 Kolom (2) = Data hujan dari besar ke kecil (mm).
 Kolom (3) = Peluang empiris (dihitung dengan persamaan Weibull).
 Kolom (4) = untuk Distribusi Probilitas Normal

XT = X  K T S; sehingga

XT  X X X
KT = ; atau KT = T ;
S S
Dimana KT = f(t).
Nilai X = ……
Nilai S = ……
Demikian seterusnya untuk baris berkutnya cara perhitungannya
adalah sama.
 Kolom (5) = Peluang teoritis = 1 – luas di bawah kurve normal sesuai dengan
nilai f(t), yang ditentukan dengan Tabel ……
Demikian seterusnya untuk baris berikutnya cara perhitungannya
adalah sama.
 Kolom (6) = ( Pi ) = kolom (5) – kolom (3).
Berdasarkan Tabel …… dapat dilihat bahwa:
 Simpangan maksimum ( Pmaksimum ) = ……
 Jika jumlah data …… dan α (derajat kepercayaan) adalah 5% maka dari Tabel
…… didapat Pkritis = ……
 Jadi Pmaksimum  Pkritis .
Oleh karena itu, Distribusi Probabilitas Normal dapat diterima untuk menganalisis
data hujan.
Perhitungan Metode Smirnov-Kolmogorof Distribusi Probilitas Log Normal (analitis)
 Kolom (1) = Nomor urut data.
 Kolom (2) = Data log hujan diurut dari besar ke kecil (mm).
 Kolom (3) = Peluang empiris (dihitung dengan persamaan Weibull).
 Kolom (4) = untuk Distribusi Probilitas Log Normal

Log XT = LogX  K T  SLogX ; sehingga

LogX T  LogX LogX T  X


KT = ; atau KT = ;
SLogX SLogX
Dimana KT = f(t).
Nilai Log X = ……
Nilai S Log X = ……
Demikian seterusnya untuk baris berkutnya cara perhitungannya
adalah sama.
 Kolom (5) = Peluang teoritis = 1 – luas di bawah kurve normal sesuai dengan
nilai f(t), yang ditentukan dengan Tabel ……
Demikian seterusnya untuk baris berikutnya cara perhitungannya
adalah sama.
 Kolom (6) = ( Pi ) = kolom (5) – kolom (3).
Berdasarkan Tabel …… dapat dilihat bahwa:
 Simpangan maksimum ( Pmaksimum ) = ……
 Jika jumlah data …… dan α (derajat kepercayaan) adalah 5% maka dari Tabel
…… didapat Pkritis = ……
 Jadi Pmaksimum  Pkritis .
Oleh karena itu, Distribusi Probabilitas Log Normal dapat diterima untuk
menganalisis data hujan.
Perhitungan Metode Smirnov-Kolmogorof Distribusi Probilitas Log Pearson Type III
(analitis)
 Kolom (1) = Nomor urut data.
 Kolom (2) = Data log hujan diurut dari besar ke kecil (mm).
 Kolom (3) = Peluang empiris P(X) (dihitung dengan persamaan Weibull).
 Kolom (4) = untuk Distribusi Probilitas Log Pearson Type III
Log XT = LogX  K T  SLogX ; sehingga

LogX T  LogX LogX T  X


KT = ; atau KT = ;
SLogX SLogX
Dimana KT = f(t).
Nilai Log X = ……
Nilai S Log X = ……
Cs = ……
Demikian seterusnya untuk baris berkutnya cara perhitungannya
adalah sama.
 Kolom (5) = Ditentukan berdasarkan nilai Cs dan Nilai KT atau f(t) pada Tabel
……
Demikian seterusnya untuk baris berikutnya cara perhitungannya
adalah sama.
 Kolom (6) = ( Pi ) = kolom (5) – kolom (3).
Berdasarkan Tabel …… dapat dilihat bahwa:
 Simpangan maksimum ( Pmaksimum ) = ……
 Jika jumlah data …… dan α (derajat kepercayaan) adalah 5% maka dari Tabel
…… didapat Pkritis = ……
 Jadi Pmaksimum  Pkritis .
Oleh karena itu, Distribusi Probabilitas Log Pearson Type III dapat diterima untuk
menganalisis data hujan.
Perhitungan Metode Smirnov-Kolmogorof Distribusi Probilitas Gumbel (analitis)
 Kolom (1) = Nomor urut data.
 Kolom (2) = Data hujan diurut dari besar ke kecil (mm).
 Kolom (3) = Peluang empiris (dihitung dengan persamaan Weibull).
 Kolom (4) = untuk Distribusi Probilitas Gumbel

XT = X  S  K; sehingga

XT  X X X
K = ; atau KT = T ;
S S
Dimana K = f(t).
Nilai X = ……
Nilai S = ……
Demikian seterusnya untuk baris berkutnya cara perhitungannya
adalah sama.
 Kolom (5) = Ditentukan berdasarkan nilai Yn, Sn, dan K atau f(t) pada
persamaan (2.12) dan (2.13). Kemudian berdasarkan persamaan
(2.13) atau interpolasi berdasarkan Kertas Probabilitas Gumbel,
sehingga dapat dihitung selanjutnya peluang teoritis P'(X) = 1/T.
Demikian seterusnya untuk baris berikutnya cara perhitungannya
adalah sama.
 Kolom (6) = ( Pi ) = kolom (5) – kolom (3).
Berdasarkan Tabel …… dapat dilihat bahwa:
 Simpangan maksimum ( Pmaksimum ) = ……
 Jika jumlah data …… dan α (derajat kepercayaan) adalah 5% maka dari Tabel
…… didapat Pkritis = ……
 Jadi Pmaksimum  Pkritis .
Oleh karena itu, Distribusi Probabilitas Gumbel dapat diterima untuk
menganalisis data hujan.

c. Metode Smirnov-Kolmogorof (secara grafis)


Selain dengan cara analitis yang telah diuraikan di atas, pengujian Distribusi
Probabilitas dengan Metode Smirnov-Kolmogorof juga dapat dilakukan secara grafis
dengan langkah-langkah berikut:
1. Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya.
2. Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut tersebut P(Xi)
dengan rumus tertentu, rumus Weibull misalnya.
n 1
P(Xi) = (2.27)
i
Keterangan rumus:
n = Jumlah data.
i = Nomor urut data (setelah diurut dari besar ke kecil atau sebaliknya).
3. Plot masing-masing nilai P(Xi) di atas Kertas Probabilitas sebagai absis dan nilai
Xi sebagai ordinat yang sudah diskala sedemikian rupa sehingga menjadi titik-titik
koordinat.
4. Kemudian di atas sebaran titik-titik koordinata tersebut ditaik kurve atau garis
teoritis. Persamaan garis teoritis merupakan persamaan Distribusi Probabilitas
yng telah dihitung.
5. Hitung nilai peluang teoritis P'(Xi) untuk masing-masing data (Xi). Caranya adalah
dengan menarik garis horizontal dari setiap titik koordinat menuju ke garis teoritis.
6. Hitung selisih ( Pi ) antarapeluang empiris P(Xi) dan teoritis P'(Xi) untuk setiap
data (Xi) yang sudah diurut:
Pi = P(X i )  P' (X i ) (2.28)
7. Tentukan Pi yang paling maksimum.
8. Tentukan apakah Pmaksimum  Pkritis , jika “tidak” artinya Distribusi
Probabilitas yang dipilih tidak dapat diterima, demikian sebaliknya. Pkritis lihat
Tabel ……

2.6. INTENSITAS HUJAN RENCANA


Data hujan rencana yang diperlukan dalam perhitungan debit rencana dapat berupa:
a. Intensitas hujan rencana di suatu titik waktu.
b. Ketinggian hujan rencana yang terdistribusi dalam hujan jam-jaman (heitograf hujan
rencana).
Kurve yang ditunjukkan dalam Gambar …… sering disebut Curve IDF (Intensity-
Duration-Frequency Curve). Kurve ini menggambarkan hubungan antara intensitas hujan, durasi
atau lama hujan, dan frekuensi hujan atau periode ulang.
Nilai intensitas hujan rencana yang diperoleh dari Curve IDF diperlukan dalam metode
perhitungan debit rencana non hidrograf, contohnya Metode Rasional.
Intensitas hujan atau intensitas hujan rencana dapat dikatakan sebagai ketinggian atau
kederasan hujan per satuan waktu, biasanya dalam satuan (mm/jam) atau (cm/jam).
Jika volume hujan adalah tetap, maka intensitas hujan akan makin tinggi seiring dengan
durasi hujan yang makin singkat, sebaliknya intensitas hujan makin rendah seiring dengan durasi
hujan yang makin lama.
Di samping itu, berkaitan dengan intensitas hujan rencana, tinggi intensitas hujan rencana
akan makin besar seiring degan periode ulang yang makin besar.
Data yang diperlukan untuk menurunkan Curve IDF terukur adalah data hujan jangka
pendek, seperti hujan 5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit, dan data hujan jam-jaman. Kemudian
persamaan regresinya dapat didekati dengan beberapa rumus seperti rumus Talbot, Ishiguro, dan
Sherman.
Jika data hujan jangka pendek tidak tersedia, dan yang tersedia adalah data hujan harian
maka persamaan regresinya Curve IDF dapat diturunkan dengan Metode Mononobe.
Selain itu, metode Van Breen juga dapat digunakan untuk menurunkan Curve IDF yang
didasarkan pada hujan harian. Namun, dalam penentuan persamaan regresinya,metode Van Breen
memerlukan Curve IDF terukur, disarankan dari daerah pengaliran terdekat, sebagai pembanding
bentuk curve.
Grafik yang ditunjukkan dalam Gambar …… adalah ketinggian hujan yang terdistribusi
sebagai fungsi waktu, misalnya dalam bentuk hujan jam-jaman atau disebut dengan hietograf
hujan.
Data hietograf hjan rencana diperlukan bila debit rencana dihitung dengan Metode
Hidrograf.
Jika yang tersedia adalah data hujan harian atau hujan rencana maka hietograf dapat
disusun dengan Model Seragamdan Model Segitiga. Sedangkan jika yang tersedia adalah data
intensitas hujan maka hietograf hujan dapat disusun dengan model Alternating Block Method
(ABM)
a. Curve IDF Terukur
b. Rumus Van Breen
c. Rumus Mononobe
Kurve intensitas hujanrencana, jika yang tersedia adalah hujan harian, dapat
ditentukan dengan Rumus Mononobe. Bentuk umum dari Rumus Mononobe adalah:
X 24 24 2 / 3
I=  (2.29)
24 t
Keterangan rumus:
I = Intensitas hujan rencana (mm).
X24 = Tinggi hujan maksimum atau hujan rencana (mm).
t = Durasi hujan atau waktu konsentrasi (jam).
Perhitungan intensitas hujan rencana dengan rumus Mononobe
1. Persamaan kurve intensitas hujan rencana ……
X 24 24 2 / 3
I…… = 
24 t
2. Berdasarkan persamaan (2.29) selanjutnya dapat dihitung intensitas hujan untuk
berbagai durasi hujan seperti yang ditunjukkan dalam Tabel …… dan Gambar
……
d. Model Hietograf Hujan Rencana Seragam
e. Model Hietograf Hujan Rencana Segita
f. Alternating Block Method
Hietograf hujan rencana yang dihasilkan oleh model ini adalah berupa
distribusi tinggi hujan rencana dalam n rangkaian interval waktu dengan durasi t
selama waktu t (jadi t = n  t ).
Data yang digunakan untuk menyusun model ini adalah data intensitas hujan.
Cara perhitungan hietograf dengan Model Alternating Block Method langsung
dijelaskan berikut.
Perhitungan hietograf dengan metode Alternating Block Method
1. Perhitungan intensitas hujan rencana dengan rumus Mononobe (persamaan 2.29),
hasil perhitungan dicantumkan dalam kolom (3) Tabel ……
2. Perhitungan kedalaman hujan X pada kolom (4) Tabel ……
3. Perhitungan selisih kedalaman hujan rencana berurutan ( X ) pada kolom (5)
Tabel ……
4. Hitung persentase selisih kedalaman hujan berurutan ( X ) pada kolom (6) Tabel
……
5. Buat hietograf (kolom 7 dan 8) dengan cara berikut:
 Pada kolom (7):
o Ambil nilai paling besar dari kolom (6) kemudian taruh di kolom (7) pada
baris tengah dalam hal ini baris (4). Angka yang dimaksud adalah ……
o Di bawah angka …… letakkan angka dari kolom (6) yaitu ……
o Di atas angka …… letakkan angka dari kolom (6) yaitu ……
o Demikian seterusnya semua angka di kolom (6) diambil dan diletakkan
di kolom (7) secara selang-seling.
 Kolom (8) = kolom (7) × hujan rencana.
6. Untuk menjadi perhatian:
 Jumlah angka pada kolom (5) = baris (7) kolom (4) = ……
 Jumlah persentase pada kolom (6) dan (7) adalah100%.
 Jumlah hietograf pada kolom (8) = hujan rencana periode ulang ……
HIDROGRAF SATUAN
3.1. PENGERTIAN HIDROGRAF
Sebelum mempelajari lebih lanjut mengenai hidrograf, terlebih dahulu disajikan beberapa
pengertian yang berhubungan dengan hidrograf, sebagai berikut:
1. Hidrograf adalah penyajian secara grafis hubungan salah satu unsur aliran misalnya
debit (Q) terhadap waktu (t). Istilah selanjutnya yang disebut dengan hidrograf ini
adalah hubungan antara debit dan waktu.
2. Komponen pembentuk hidrograf berasal dari: limpasan atau aliran permukaan/aliran
langsung dan aliran dasar (dibentuk oleh aliran antara dan aliran bawah tanah).
3. Hidrograf terdiri dari 3 (tiga) bagain yaitu: lengkung konsentrasi/lengkung naik,
bagian puncak, dan lengkung resesi. (lihat pada Gambar ……)
Gambar 3.1 Bagian-bagian hidrograf

3.2. PENGERTIAN HIDROGRAF SATUAN


1. Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung (limpasan permukaan) yang
dihasilkan oleh hujan satuan.
2. Hujan satuan adalah hujan efektif yang terjadi merata di seluruh Daerah Aliran Sungai
(DAS) dan dengan intensitas tetap selama satu satuan waktu yang ditetapkan.
3. Satuan waktu yang ditetapkan untuk hujan satuan adalah yang lamanya sama atau lebih
pendek dari periode lengkung naik hidrograf.
4. Anggapan dan karakteristik hidrograf satuan:
 Sistem yang berlaku pada DAS adalah linear time invariant artinya keluaran
berbanding lurus dengan masukan dan tidak berubah terhadap waktu.
 Tidak terdapat perubahan karakteristik DAS akibat perubahan musim.
 Hujan efektif yang jauh pada DAS bersifat merata pada intensitas dan waktu
tertentu.
 Bersifat khusus untuk suatu DAS, oleh karena itu penggunaan hidrograf satuan
suatu DAS pada DAS lain harus dilakukan secara hati-hati.
5. Hidrograf satuan dapat dipergunakan antara lain untuk:
 Memperkirakan banjir rencana pada suatu DAS atau sub-DAS.
 Menurunkan hidrograf satuan DAS atau sub-DAS lain khususnya yang
mempunyai kemiripan karakter.
 Penggunaan hidrograf satuan harus memperhatikan luas DAS atau sub-DAS.
 Dalam Linsley (1989) dijelaskan bahwa penggunaan hidrograf satuan tidak boleh
lebih dari 5.000 km2, kecuali diperkenankan pengurangan akurasi. Dalam Chow
(1988) dijelaskan bahwa penggunaan hidrograf satuan diperbolehkan untuk luas
DAS 30 s/d 30.000 km2.
6. Terdapat 3 dalil yang harus diperhatikan dalam hidrograf satuan:
 Dalil I (lebar dasar sama)
Hidrograf satuan (UI) yang dihasilkan oleh hujan efektif (i) yang durasinya
(ti) sama, akn mempunyai lebar dasar (tb) yang sama. (lihat Gambar ……)
 Dalil II (linieritas)
Besarnya limpasan langsung linier dengan tinggi hujan efektif (i), artinya
makin besar nilai i maka nilai U makin besar (lihat Gambar ……)
 Dalil III (penjumlahan/superposisi)
Limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif yang berurutan
dapat ditentukan dengan menjumlahkan limpasan langsung yang dihasilkan oleh
masing-masing hujan efektif tersebut.
7. Ditinjau dari data yang dipergunakan dalam menurunkan hidrograf satuan (UI), maka
terdapat 2 kelompok hidrograf satuan, yaitu: hidrograf satuan nyata dan hidrograf
satuan sintetis
Gambar 3.2 Hubungan t dengan tb serta hubungan i dengan U
Gambar 3.3 Prinsip superposisi hidrograf

3.3. HIDROGRAF SATUAN NYATA


3.4. DEKONVOLUSI HIDROGRAF SATUAN
3.5. PERUBAHAN DURASI HIDROGRAF SATUAN
3.6. HIDROGRAF SATUAN SINTETIS
Jika tidak cukup tersedia data huja dan data debit maka penurunn hidrograf satuan suatu
DAS dilakukan dengan cara sintetis. Hasilnya disebut dengan Hidrograf Satuan Sintetis (HSS).
HSS adalah hidrograf satuan yang diturunkan berdasarkan data sungai pada DAS yang
sama atau DAS terdekat tetapi memiliki karakteristik yang sama.
Terdapat beberapa model HSS, diantaranya: HSS Snyder, HSS Nakayasu, HSS SCS, dan
HSS Gama.
Masing-masing model HSS, pada dasarnya hanya berlaku di DAS tertentu, yakni di DAS
di mana HSS tersebut secara empiric diteliti atau dirumuskan.
Oleh karena itu, penurunan HSS suatu DAS dengan mengunakan model-model HSS yang
sudah ada atau yang disebutkan di atas, harus dilakukan melalui langkah-langkah kalibrasi dan
verifikasi yang semestinya sehingga model HSS yang diperoleh sedapat mungkin dapat
menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
a. HSS Nakayasu
b. HSS Snyder
Snyder (1938) mendapatkan dan mengembangkan hidrograf satuan DAS di
Amerika Serikat yang berukuran 30 sampai 30.000 km2 dengan menghubungkan
unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik DAS akibat hujan 1 cm.
Unsur-unsur hidrograf satuan yang dimaksud adalah:
 Debit puncak (Qp, m3/dt).
 Waktu dasar (Tb, jam).
 Durasi hujan (tp, jam).
Kataktersitik DAS yang dimaksud adalah:
 Luas DAS (A, km2).
 Panjang aliran utama (L, km).
 Jarak antara titik berat DAS dengan outlet yang diukur di sepanjang aliran utama
(Lc, km).
Gambar 3.4 Posisi L dan Lc pada suatu DAS
Gambar 3.5 Hidrograf satuan Snyder Standar (tp = 5,5 tr)
Gambar 3.6 Hidrograf satuan Snyder jika tp ≠ 5,5 tr
Rumus-rumus dalam Hidrograf Satuan Snyder adalah sebagai berikut:
1. Jika tp = 0,5t r (jam) atau hidrograf satuan standar:

 = 0,75C t L  L c 
0, 3
tp (jam) (3.1)

 tr = t p / 5,5 (jam) (3.2)

 Tp = 0,5t r  t p (jam) (3.3)

 qp = 2,75  (C p / t p ) (m3/detik/km2cm) (3.4)

 Qp = qp  A (m3/detik/cm) (3.5)

 Tb = 72  3  t p (jam) (3.6)

 W75% = 1,22  q p R 1,08 (jam) (3.7)

 W50% = 2,14  q p R 1,08 (jam) (3.8)

Harga L dan Lc diukur dari peta DAS.


Cp dan Ct koefisien yang bergntung dari karaktersitik DAS.
Cp = 0,9 s.d. 1,4.
Ct = 0,75 s.d. 3.
A = Luas DAS (km2)
2. Jika tp ≠ 5,5 tr (jam) maka hidrograf satuan yang diperlukan rumus-rumusnya:
 = 0,75C t L  L c 
0, 3
tp (jam) (3.9)

 tp R = t p  tR  t r  / 4 (jam) (3.10)

 TpR = 0,5tR  t p R (jam) (3.11)

 qp = 2,75  C p / t p  (m3/detik/km2cm) (3.12)

 qpR = q p  t p  / t p R (m3/detik/km2cm) (3.13)

 Qp R = q p R  A (m3/detik/cm) (3.14)

 Tb = 5,56 / q p R (jam) (3.15)


 W75% = 1,22  q p R 1,08 (jam) (3.16)

 W50% = 2,14  q p R 1,08 (jam) (3.17)

Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetis Snyder


 = 0,75C t L  L c 
0, 3
tp

 tr = t p / 5,5

 tp R = t p  tR  t r  / 4

 TpR = 0,5tR  t p R

 qp = 2,75  (C p / t p )

 qpR = q p  t p  / t p R

 Qp R = q p R  A

 Qp = qp  A

 W75% = 1,22  q p R 1,08

 W50% = 2,14  q p R 1,08

 Tb = 5,56 / q p R

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, selanjutnya dapat dibuat gambar sebagai


berikut:
Gambar 3.7 HSS Snyder
LIMPASAN PERMUKAAN DAN HIDROLOGI SUNGAI
4.1. BATASAN-BATASAN
Jika intensitas curah hujan maupun laju lelehan salju melebihi laju infiltrasi, maka
kelebihan air mulai berakumulasi sebagai cadangan permukaan. Bila kapasitas cadangan
permukaan dilampaui (merupakan fungsi depresi permukaan dan gaya tegangan muka), limpasan
permukaan mulai sebagai suatu aliran lapisan yang tipis. Pada akhirnya, lapisan aliran air ini
berkumpul ke dalam saluran sungai yang diskrit. Dalam artian yang umum, air yang mengalir pada
saluran-saluran yang kecil ini, parit-parit, sungai-sungai, dan aliran-aliran merupakan kelebihan
curah hujan terhadap evapotranspirasi, cadangan permukaan dan air bawah tanah.
Dalam kepustakaan kata-kata yang berlainan seperti limpasan, aliran sungai, debit sungai
digunakan untuk mengartikan sesuatu yang sama (Chow, 1964 dan Ward, 1967). Untuk mengatasi
sebagian kesulitan tersebut terminologi berikut digunakan disini.
1. Limpasan: Bagian presipitasi (juga kontribusi-kontribusi permukaan dan bawah
permukaan) yang terdiri atas gerakan gravitasi air dan nampak pada saluran permukaan
dari bentuk permanen maupun terputus-putus.
2. Aliran murni: Limpasan yang tidak dipengaruhi oleh pengaliran buatan, simpanan,
maupun pada daerah aliran sungai (Chow, 1964).
3. Limpasan permukaan: Bagian limpasan yang di atas permukaan tanah menuju saluran
sungai.
4. Limpasan bawah permukaan (limpasan hujan bawah permukaan, aliran bawah
permukaan): Limpasan ini merupakan sebagian dari limpasan permukaan yang
disebabkan oleh bagian presipitasi yang berinfiltrasi ke tanah permukaan dan bergerak
secara lateral melalui horizon-horizon tanah bagian atas menuju sungai (Chow, 1964).
5. Limpasan permukaan langsung: Bagian limpasan permukaan memasuki sungai secara
langsung setelah curah hujan maupun lelehan salju. Limpasan ini sama dengan:
kehilangan presipitasi (= intersepsi + infiltrasi + evapotranspirasi + cadangan
permukaan). Limpasan permukaan langsung adalah hujan efektif jika hanya hujan
yang terlibat dalam membentuk limpasan permukaan. Kelebihan presipitasi (atau
kelebihan curah hujan) adalah sama dengan kontribusi kontribusi presipitasi terhadap
limpasan permukaan. Presipitasi, dalam setiap bentuk, jatuh di atas vegetasi, batuan
gundul,tanah, permukaan, permukaan air, dan saluran sungai (selanjutnya disebut
presipitasi saluran). Air yang jatuh di atas vegetasi diintersepsi (yang kemudian
berevaporasi dan/atau mencapai permukaan tanah) selama suatu waktu maupun secara
langsung jatuh di atas tanah (khususnya pada kasus dengan hujan-hujan berintensitas
tinddi dan lama). Bagian hujan yang pertama membasahi permukaan tanah dan
vegetasi. Selnjutnya, lapisan tipis air dibentuk di atas permukaan tanah yang disebut
dengan detensi permukaan. Jika lapisan air ini menjadi lebih besar (atau lebih dalam),
maka aliran air mulai berbentuk laminer. Namun, jika kecepatan aliran meningkat
maka turbulensi juga meningkat. Aliran ini disebut limpasan permukaan. Air yang
mengalir ini akhirnya mencapai saluran sungai dan menambahkan debit sungai.
Selama perjalanan limpasan permukaan (Qs) air disimpan di atas permukaan tanah
sebagai cadangan depresi. Air yang berinfiltrasi yang hilang dari presipitasi dapat
memberikan kontribusi terhadap debit saluran melalui limpasan.
Gambar 4.1 Tipe-tipe limpasan
Gambar 4.2 Korelasi pengaruh ketinggian tempat dan presipitasi orografis
Gambar 4.3 Agihan kawasan curah hujan. Dua hujan pada kawasan dan jumlah yang
sama menyebabkan hidrograf limpasan yang berlainan (Ward, 1967)
Gambar 4.4 Agihan kawasan curah hujan bila kemiringan lahan pada daerah aliran
sungai diagihkan secara seragam
Gambar 4.5 Arah gerakan hujan dan limpasan yang dihasilkan. Dua hujan dengan
jumlah yang sama menyebabkan hidrograf limpasan yang berlainan
Gambar 4.6 Bentuk hidrograf daerah aliran sungai dan limpasan (curah hujan
dianggap diagihkan secara seragam pada kawasan drainase total)
Sebagaimana terlihat dari penjelasan singkat daur limpasan ini, rangkaian air yang
memberikan kontribusi kepada debit sungai dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Presipitasi (atau saluran) langsung
2. Limpasan permukaan
3. Limpasan bawah permukaan
4. Debit air tanah
5. Lelehan salju
Satuan debit adalah volume per waktu (m3/detik, liter/hari, m3/tahun, dan lain-lain).

4.2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LIMPASAN


1. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume total limpasan
a. Faktor-faktor iklim:
1) Banyaknya presipitasi.
2) Banyaknya evapotranspirasi.
b. Faktor-faktor DAS:
1) Ukuran daerah aliran sungai.
2) Tinggi tempat rata-rata daerah aliran sungai (pengaruh orografis).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi agihan waktu limpasan
a. Faktor-faktor meteorologis:
1) Presipitasi: a) tipe, b) intensitas, c) lama preseipitasi, d) agihan kawasan, e)
agihan waktu, f) arah gerakan hujan, g) frekuensi terjadinya, h) presipitasi
yang mendahulukan.
2) Faktor-faktor meteorologis (radiasi matahari, suhu, kelembapan, kecepatan
angina, tekanan atmosfer, dan lain-lain), yang mempengaruhi
evapotranspirasi.
b. Faktor-faktor daerah aliran sungai
1) Topografi: a) bentukdaerah aliran sungai, b) kemiringan daerah aliran sungai,
c) gatra daerah lairan sungai.
2) Geologi (permeabilitas dan kapasitas akifer).
3) Tipe tanah.
4) Vegetasi.
a) Penutupan vegetasi di atas permukaan lahan.
b) Pertumbuhan tanaman pada saluran (Petryk, 1975).
5) Jaringan drainase (urutan/tatanan sungai dan kerapatan drainase).
c. Faktor-faktor manusiawi
1) Struktur hidrolik
2) Teknik-teknik pertanian
3) Urbanisasi
Pada Tabel …… disajikan pengaruh umum beberapa peubah aliran sungai dan iklim
terhadap limpasan.

4.3. KERAGAMAN STOKASTIK DALAM LIMPASAN


Keragaman-keragaman stokastik dalam limpasan diamati sebagai keragaman waktu dan
ruang karena faktor-faktor yang dijelaskan pada sub 6.2. Pada kebanyakan negara, peta-peta
seperti pada Gambar …… dipersiakan untuk menunjukkan keragaman geografi limpasan. Peta
semacam itu semata-mata tergantung pada data yang tersedia.
Keragaman waktu yang penting dalam limpasan diamati sebagai keragaman musiman.
Keragaman pada debit-debit sungai ini, meskipun dipengaruhi oleh banyak faktor, terutama
merupakan fungsi dari iklim kawasan tersebut (neraca presipitasi dan evaporasi). Pola aliran
sungai yang diamati setahun sekali dikenal sebagai rezim sungai. Beberapa contoh ditunjukkan
pada Gambar …… Misalnya, sungai-sungai ekuatorial cenderung untuk mempunyai rezim yang
cukup teratur dan sungai-sungai tropis menunjukkan perbedaan yang nyata antara musim kemarau
dan musim penghujan, Keragaman waktu jangka pendek dalam limpasan dijelaskan pada sub bab
4.4. dan 4.5.

4.4. PENGUKURAN LIMPASAN


4.4.1. Pemilihan Lokasi Penakar Limpasan
Dengan bantuan bekerjanya stasiun-stasiun pengamat arus sungai pengukuran tinggi air
dan debit (kecepatan dan jeluk) dapat tercapai. Tinggi air diberi batasan sebagai tinggi permukaan
air sungai nisbi terhadap suatu datum.
Gambar 4.7 Relief DAS dan hidrograf limpasan (curah hujan diduga diagihkan secara
seragam di atas kawasan total)
Gambar 4.8 Pengaruh lapisan yang sangat permeabel terhadap limpasan permukaan.
Gambar 4.9 Hidrograf debit 2 kawasan: (A) Tidak berhutan, (B) Berhutan (Ward, 1967)
Gambar 4.10 Permukaan air yang dipengaruhi (A) dan tidak dipengaruhi (B) oleh gulma
air (Leerinbeekgebied, Colenbrander, 1970)

Tabel 4.1 Keragaman-keragaman dalam banjir, aliran minimum dan produksi air (semua
diyatakan dalam debit-debit khusus) sebagai fungsi peubah-peubah daerah
aliran sungai dan iklim (dikutip dari Dan, 1973)
Debit Khusus (Debit/Luas) dari
Variabel Debit total per
Banjir Aliran minimum
tahun (produksi)
Daerah BESAR KURANG LEBIH TAK ADA BEDA
Aliran (jeluk
Sungai presipitasi
(DAS) rata-rata
kurang dan
waktu lebih)
KECIL LEBIH KURANG
Bentuk MEMAN- KURANG LEBIH (hanya untuk TAK ADA BEDA
DAS JANG (waktu DAS besar waktu
perjalanan perjalanan mempu-
lebih) nyai efek)
BULAT LEBIH KURANG
Lereng DAS TERJAL LEBIH KURANG (karena LEBIH (karena
(karena kurang infiltrasi dan kurang infiltrasi,
Variabel Daerah Aliran Sungai

kurang waktu kurang pengisian kurang evapo-


perjalanan tanah) transpirasi)
dan kurang
infiltrasi)
LANDAI KURANG LEBIH KURANG
Vegetasi TERTUTUP KURANG Vegetasi di satu pihak KURANG (lebih
(lebih banyak menyebabkan lebih banyak evapo-
infiltrasi dan banyak infiltrasi transpirasi)
lebih banyak tetapi di lain pihak
waktu menaikkan evapo-
perjalanan) transpirasi yang juga
tergantung pada arah
air tanah. Adanya
pengisian air tanah
juga penting
GUNDUL LEBIH LEBIH
Tata Guna DITANAMI KURANG LEBIH (lebih banyak KURANG (lebih
Lahan (Lebih air diterima dari ari banyak infiltrasi)
banyak tanah)
infiltrasi dan
perjalanan
lebih
panjang)
KOTA LEBIH KURANG LEBIH
Persentase ADA KURANG LEBIH (lebih banyak KURANG (lebih
kolan dan (lebih banyak simpanan permukaan) banyak evaporasi)
danau simpanan
permukaan)
TAK ADA LEBIH KURANG LEBIH
Kerapatan TINGGI LEBIH (lama KURANG (debit air Tergantung atas
Variabel DAS

drainase perjalanan tanah lebih cepat) air tanah


kurangdan (evaporasi)
rekasi air
tanah cepat)
RENDAH KURANG LEBIH
Permeabi- TINGGI LEBIH KURANG (debit air Tergantung arah
litas (karena tanah lebih cepat) air tanah
komponen air (evaporasi)
tanah)
RENDAH KURANG
Besarnya TINGGI LEBIH LEBIH
presipitasi
tahunan RENDAH KURANG KURANG
Besarnya TINGGI LEBIH LEBIH (karena
presipitasi evaporasi kurang)
Variabel Iklim

tiap hujan RENDAH KURANG KURANG


Agihan TERPUSAT LEBIH KURANG LEBIH
presipitasi TERSEBAR KURANG LEBIH KURANG
tahunan
Arah HULU LEBIH TAK ADA TAK ADA
gerakan HULIR KURANG BEDA BEDA
huhan
Evaporasi TINGGI Tak ada KURANG KURANG
pengaruh
RENDAH LEBIH LEBIH

Melalui sauatu irisan melintang adalam satuan waktu. Dalam hubungan ini, sebutan hidrometri
digunakan untuk memberi batasan ilmu pengukuran air (Horst, 1971). Stasiun hidrometi berkaitan
dengan stasiun dimana pengukuran air. Terdapat 4 tolak ukur didirikannya stasiun hidrometri,
yakni:
1. Mudah dicapai (aksesibilitas)
2. Ketelitian: lokasi terpilih tergantung pada tipe dan macam peralatan
3. Kemantapan: hubungan tinggi air-debit harus sedikit berubah dengan waktu
4. Kesenimbungan: peralatan hidrometri tidak boleh terganggu dengan waktu.
Pada umumnya pengukuran-pengukuran tinggi air dan debit harus ditetapkan pada lokasi
berikut:
1. Pengukuran tinggi air
a. Di dekat masukan air anak sungai di dekat titik-titik dimana sungai bercabang atau
bergabung. Akan tetapi, stasiun harus berjauhan dari pertemuan sungai,
sedemikian rupa untuk menghindari dari pengaruh air yang membalik dari anak-
anak sungai.
b. Di dekat masukan air sungai ke dalam laut atau ke danau.
c. Pada sisi-sisi bagian hulu dan hilir dari struktur hidrolik (bendungan, sumbatan,
dan lain-lain).
d. Pada batas-batas negara.
e. Pada kota-kota utama.
f. Pada tempat-tempat yang mudah dicapai seperti jembatan.
g. Dalam suatu jangkauan langsung dimana debit dapat diukur secara tepat.
h. Pada lokasi dimana dasar saluran adalah mantap.
2. Pengukuran debit (atau kecepatan)
a. Kecepatan air pada semua tempat adalah sejajar dengan yang lainnya dan tegak
lurus pada bagian melintang sungai (Gambar ……)
b. Kurva-kurva agihan kecepatan dalam bagian, adalah teratur pada bidang-bidang
vertikal dan horizontal (Gambar ……)
c. Kecepatan lebih besar dari 10 sampai 15 cm/detik.
d. Dasar saluran adalah mantap.
e. Jeluk aliran lebih besar dari 30 cm.
f. Tidak terdapat limpasan tepi sungai pada periode banjir.
g. Tidak terdapat tumbuhan air
Pada Tabel …… disajikan kerapatan minimum jaringan hidrometri. Jaringan utama di
negeri Belanda (Van der Made, 1972) terdiri atas
Gambar 4.11 Agihan limpasan tahunan rata-rata di seluruh dunia (angka perkiraan
berdasarkan atas data periode yang panjang dan interpolasi, Ward, 1967)
Gambar 4.12 Contoh-contoh rezim sungai. Skala vertikal menunjukkan nisbah debit
dengan nilai tahunan rata-ratanya.
136 penakar pencatat dan 77 penakar tongkat. Agihan di seluruh negeri ditunjukkan pada Tabel
……
Tentuya salah satu faktor yang paling penting di balik pemasangan dan pengoperasian
stasiun hidrometri adalah biaya. Tiap tipe alat pada tiap lokasi dipilih menurut kemungkinan-
kemungkinan keuangan. Adalah sulit sekali untuk memberikan perkiraan biaya pengukuran arus
sungai yang pasti. Secara kasar, biaya penempatan suatu penakar pencatat dapat berkisar antara
10.000 dan 30.000 dollar AS (Van der Made, 1972). Didasarkan atas harga-harga1971, biaya
operasional tahunan rat-rata mendekati 2.000 dollar AS.
4.4.2. Periode Pengamatan
Frekuensi pengamatan bergantung pada besarnya etelitian yang diinginkan. Ketelitian
peralatan dibatasi sekitar registrasi jeluk sedalam 2 mm. Terdapat beberapa peralatan dengan
ketelitian yang lebih tinggi, tetapi juga dengan biaya yang lebih tinggi. Untuk memperoleh
ketelitian yang diinginkan, suatu frekuensi pengamatan tertentu harus diambil. Untuk suatu
arusaliran dengan keragaman harian dalam debit yang cukup besar, maka besarsuatu daerah
tangkapan dan makin lebih permeabel permukaan, makin kurang penting pengamatan secara terus-
menerus.
4.4.3. Alat-alat Pengukur Tinggi Air
1. Pengukur tinggi air tidak merekam
a. Untuk pengamatan berkala
1) Mistar duga: Ini hanyalah lempeng berskala, dipasang di dasar, atau di tepi
sungai atau pada suatu bangunan (penyangga jembatan, dan lain-lain).
a) Mistar duga vertikal: untuk sungai-sugai yang kecil.
b) Mistar duga bertingkat: sutau rangkaian mistar duga yang diletakkan
pada sungai-sungai yang lebih besar dimana terjadi gerakan horizontal
tepi air dengan meningkatnya tinggi air (Gambar ……).
c) Mistar duga miring (juga disebut mistar conong atau landai): merupakan
suatu alternatif untuk mistar duga bertingkat.
2) Mistar duga menggantung
a) Mistar bobot-kawat (juga disebut mistar kontak permukaan): kawat
dikaitkan pada suatu drum kecil dan jarak dari suatu permukaan acuan ke
permukaan air diukur dengan menghitung putaran drum dengan suatu
penghitung. Suatu rangkaian listrik dengan suatu sinar maupun lonceng
listrik digunakan untuk menunjukkan bila bobot menyentuh permukaan
air (Gambar ……)
b) Cara-cara sederhana lainnya dengan menggantungkan suatu rantai pita
atau kawat dapat juga digunakan.
b. Untuk permukaan air maksimum
Alat pengukur puncak adalah suatu tabung berongga, lebih disukai yang
tembus cahaya,yang dipasang secara vertikal dalam air. Permukaan-permukaan
air yang maksimum ditunjukkan di samping tabung dengan suatu pelampung yang
tak dapat kembali, sejumlah kecil potongan gabus yang melekat pada dinding
tabung bagian dalam, dan lain-lain. Tiga tipe yang paling umum dipergunakan
adalah (Gambar ……)
1) Alat pengukur Griffin
2) Alat pengukur tipe pelampung, dan
3) Alat ukur tipe botol
2. Pengukur tinggi air pencatat
Dengan tipe alat ini tinggi muka air yang tercatat diplotkan pada grafik,
“diplong” pada pita kertas, dicatat pada pita magnetik, dan lain-lain di lapangan
maupun diteletransmisikan ke pusat-pusat. Alat ini jauh lebih mahal (10-20 kali)
dibandingkan mistar duga, lebih mudah rusak dan membutuhkan personil yang lebih
terampil untuk pemasangan, pengoperasian, dan pemeliharaannya.
a. Penakar pencatat dengan tipe kontak
1) Pencatat tipe pelampung: Gerakan vertikal pelampung (Gambar ……),
dengan mengikuti perubahan-perubahan tinggi muka air, dicatat pada suatu
grafik. Pelampung ditempatkan pada suatu sumur penenang untuk mencegah
gerakan-gerakan gelombang dan sampah. Untuk pemeriksaan bekerjanya
pelampung yang teliti mistar duga harus diletakkan pada sisi dalam dan sisi
luar sumur penenang.
2) Pencatat tipe tekanan (juga disebut pencatat pneumatik): Prinsip cara kerja
tipe ini didasarkan atas tekanan yang disebabkan oleh bobot kolom air pada
suatu membran dan bola karet. Pencatat tekanan ini tidak memiliki kepekaan
seperti pencatat tipe pelampung.
Tabel 4.2 Kerapatan minimum jaringan-jaringan hidrometri (WMO, 1970)
Tipe Wilayah Kisaran norma- Kisaran norma-norma
norma untuk sementara yang
jaringan minimum diperbolehkan dalam kondisi
(luas dalam km2 yang sulit (luas dalam km2
untuk 1 stasiun) untuk 1 stasiun)
I. Wilayah datar pada mintakat-
mintakat sedang, mediteran, 1.000 – 2.500 3.000 – 10.000
dan tropika
II. Wilayah bergantung pada
mintakat-mintakat sedang,
mediteran,dan tropika
1.000 – 5.000
(Untuk kondisi-kondisi yang
Kepulauan-kepulauan 300 – 1.000
sangat sulit dapat diperbanyak
berpegunungan yang kecil
sampai 10.000)
dengan presipitasi yang sangat
tidak beraturan, jaringan aliran
sangat rapat.
III. Mintakat-mintakat arid dan
kutub (tidak termasuk gurun 5.000 – 20.000
yang luas)

Tabel 4.3 Distribusi (agihan) penakar-penakar sungai di Negeri Belanda (Made, 1972)
Wilayah Penakar Otomatis Mistar Dua Batang
Pantai 31 3
Kawasan delta (bagian sebelah Utara) 41 15
Kawasan delta (bagian sebelah Selatan) 21 10
Sungai-sungai 21 49
Danau-danau 22 -
Total 136 77

Gambar 4.13 Hidrograf yang dijabarkan dari pencatatan kontinu (A) dan pengamatan harian (B)
(Leerinbeekgebied, Colenbrader, 1970)
Gambar 4.14 Contoh-contoh mistar duga
Gambar 4.15 Tipe-tipe pengukur tinggi muka air (atau puncak)
Gambar 4.16 Stasiun pencatat tinggi muka air sungai
Dan menyebabkan lebih banyk gangguan. Dibandingkan dengan tipe
pelampung, alat tersebut lebih mudahdipasang, namun lebih mahal dan
membutuhkan personil yang lebih terampil. Tetapi, dalam beberapa hal
(misalnya pada pantai-pantai) keadaan setempat tidak memungkinkan untuk
mendirikan suatu rumah pelindung dan sumur tenang begitu mendekati air
sehingga kisaran keragaman tinggi muka air seluruhnya dapat diliput dengan
suatu pencatat tipe pelampung. Maka, dipilihlah suatu penakar pneumatik.
b. Sistem pencatat penakar indera jauh (pengindera jauh)
Berkasr cahayan warna biru dan hijau (dalam kawasan spektrum yang
tampak) dan film berwarna normal dan lapisan pembentuk biru pada film infra-
merah membuktikan bahwa sistem ini sangat berharga bagi analisis jeluk air.
Penggunaan skenner multispektrum telah menunjukkan suatu ketelitian
sebesar 80% didalam menentukan jeluk air hingga 8-5 meter (Seyhan, 1972).
Dengan menggunakan foto udara konvensional dimungkinkan untuk mengukur
tinggi muka air dengan analisis gelombang (danau dan gelombang laut). Hal ini
dapat diperoleh dengan menggunakan foto tunggal (nisbah panjang gelombang
rata-rata gelombang air yang dalal (Lo)) atau dengan menggunakan dua foto udara
yang diambil pada interval waktu yang pendek ( t ) (kecepatan gelombang yang
terhitung digunakan untuk menentukan jeluk tinggi yang dangkal).
4.4.4. Pengukuran Irisan-Melintang Saluran
Karena volume debit pada suatu irisan tertentu merupakan hasil kali kecepatan rata-rata
aliran dan luas irisan melintang saluran, Q = V  A, keduanya harus ditentukan secara terpisah.
Pengukuran jeluk dan lebar (Gambar ……) dapat dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal
berikut:
1. Jeluk air ditentukan pada beberapa vertikal (5 vertikal seperti yang ditunjukkan pada
Gambar ……). Jarak antara 2 vertikal (b1, b2, ……, bn) tidak boleh lebih besar dari
1/20 lebar total (B), dan debit antara 2 vertikal (luasan yang diarsir pada Gambar ……)
tidak boleh melebihi

Gambar 4.17 Pencatat tinggi air sepanjang cabang utama sungai Rhein di Negeri Belanda (Made,
1972)
Gambar 4.18 Irigasi melintang saluran irigasi

10% dari debit total. Di negeri Belanda jarak 5 cm dipergunakan untuk sungai-sungai
yang besar.
2. Jika dasar saluran sungai seragam, maka 10 interval vertikal sudah memadai.
3. Jeluk (d1, d2, ……, dn) dapat dibaca.
a. Dengan cepat dari suatu tongkat berskala.
b. Dengan menggunakan suatu bobot padasuatu kawat. Untuk kecepatan aliran yang
tinggi, sudut antara kawat dan vertikal tidak boleh melebihi 30o. Berdasarkan atas
sudut pengamatan (θ) dan jarak dari permukaan air ke titik suspense kawat, jeluk
(d) yang benar dan jeluk (miring) (d') yang diamati dihubungkan sebagai berikut:
d = d'xsec   11  k 
dimana k merupakan faktor koreksi dan diberi batasan sebagaimana disajikan
pada Tabel …… Suatu busur derajat digunakan untuk mengukur sudut θ.
c. Dengan menggaung gema.
d. Lebar saluran dan jarak antara tiap-tiap vertikal ditentukan dari kawat bermanik
yang direntangkan melintang sungai atau dari tanda-tanda pada suatu jembatan
atau suatu kawat yang digantungkan.
4.4.5. Pengukuran Kecepatan Aliran
Pendugaan debit sungai yang teliti bergantung pada penentuan kecepatan aliran rata-rata
yang tepat pada suatu irisan melintang tertentu. Kecepatan tidak sama pada setiap titik (Gambar
……) dari irisan melintang karena geseran antara air dan dasar sungai serta tepi sungai. Idealnya,
kecepatan rata-rata ditetapkan dari kisi pengamatan yang berjarak rapat. Tetapi, baik waktu
maupun biaya tidak memungkinkan pengamatan yang demikian terinci, yang barangkali tidak
lebih teliti daripada sejumlah pengukuran tertentu. Pada paragraf berikut diberikan metode-metode
pengukuran kecepatan aliran yang paling sering digunakan:
1. Pengukur arus: Alat ini merupakan pengukur yang berputar yang dipasang dalam air
pada jeluk yang diinginkan, dengan menghubungkan pengukur pada suatu tongkat
(untuk air yang dangkal) atau dengan menggantungkan pada suatu kawat, jembatan
maupun kapal. Terdapat dua tipe pengukur arus (Gambar ……) yaitu:
a. Pengukur arus tipe mangkok: Tipe ini hanyalah suatu anemometer air. Tipe ini
berputar pada sumbu vertikal. Tipe ini banyak dipergunakan di Amerika Serikat
dan Inggris.
b. Pengukur arus tipe baling-baling: Tipe ini (disebut juga pengukur arus sekrup)
merupakan suatu bilah tipe sekrup yang berputar pada suatu sumbu horizontal.
Perputaran pengukur (juga untuk tipe mangkok) secara manual maupun otomatis
dicatat pada penghitung. Untuk air yang turbulen, tipe baling-baling lebih disukai
berhubung tipe mangkok bereaksi dengan aliran air terlepas dari arah alirannya.
Tetapi, pada umumnya kedua tipe ini tersebut cukup dapat dipercaya. Karena
pengukuran dengan pengukur digantungkan pada suatu kabel dan terjadi suatu
deviasi sudut terhadap vertikal (θ), suatu koreksi diperlukan (Horst, 1971).
Banyakanya titik pada suatu vertikal (lihat paragraf 4.3.4.) dimana kecepatan
diukur, tergantung pada ketelitian yang diinginkan.
Kecepatan rata-rata pada suatu vertikal (= vv) dapat ditentukan dengaN
menggunakan salah satu dari beberapa metode yang disajikan di bawah ini:
1) Metode satu-titik: Metode ini digunakan untuk jeluk air yang kecil (< 80 cm)
dan untuk pengukuran yang cepat. Metode ini memberikan hasil-hasil yang
baik agihan kecepatan yang normal (parabolik, Gambar ……).
vv = v0,6 dimana v0,6 = kecepatan pada jeluk 0,6 dari vertikal
Jadi dipergunakan vv = 0,96 v 0,5

vv = 0,88v 0, 2 (digunakan oleh USGS untuk banjir yang

tinggi)
2) Metode dua-titik: Metode ini memberikan hasil-hasil yang baik bagi agihan
kecepatan yang normal. Metode ini digunakan untuk jeluk-jeluk yang lebih
besar dari 60 cm.

vv = 1 v 0,8  v 0, 2 
2
3) Metode tiga-titik: Metode ini digunakan untuk agihan kecepatan yang tidak
normal (non-parabolik). Metode ini memberikan hasil-hasil yang baik untuk
aliran-aliran dengan pertumbuhan tanaman air maupun yang tertutup dengan
es.

Gambar 4.19 Agihan kecepatan aliran dengan jeluk


Gambar 4.20 Tipe-tipe pengukur kecepatan arus (Horst, 1971)

vv = 1 v 0,15  v 0,5  v 0,85  (baik untuk penutup tanamana maupun penutup


3
es)

vv = 1 v 0, 2  v 0,6  v 0,8 
3

vv = 1 v 0, 2  v 0,6  v 0,8 
4
4) Metode lima-titik: Metode ini digunakan untuk agihan kecepatan yang tidak
normal dimana agihan kecepatan vertikal adalah sangat tidak beraturan.

vv = 1 v S  3v 0, 2  2v 0,6  3v 0,8  v b 
10
Dimana: vs = Kecepatan pada permukaan air
vb = Kecepatan pada dasar air.
5) Metode Terpadu: Pengukur arus digerakkan dengan suatu kecepatan yang
konstan (tetap) melalui vertikal dan diperolah suatu integrasi langsung dari
agihan kecepatan. Pengukur arus tipe baling-baling harus dipergunakan.
Metode ini tidak dianjurkan untuk jeluk-jeluk yang kurang dari 1 meter.
Metode ini membutuhkan peralatan yang mahal, membutuhkan banyak waktu
untuk jeluk-jeluk yang besar (gerakan vertikal adalah sekitar 2 cm/detik di
negeri Belanda) dan agihan kecepatan tidak diketahui (debit secara langsung
ditentukan). Sebaliknya, debit dihitung secara cepat dan pekerjaan kantor
berkurang cukup banyak.
6) Metode semi-integrasi: Sepanjang vertikal dilakukan pengukuran pada setiap
20 cm.
2. Pelampung: Pengukuranglobal kecepatan aliran dilakukan dengan mengukur
waktupelampung melewati jarak yang terukur. Pelampung digunakan bila pengukuran
dengan pengukuran arus tidak dapat dilakukan (karena sampah, ketidakmungkinan
melintasi sungai, bila pengukuran membahayakan karena banjir yang sangat tinggi
maupun pada kecepatan yang sangat rendah). Pada Gambar ……beberapa tipe
pelampung ditunjukkan dengan harga-harga k (koefisien pelampung).
Kecepatan rata-rata aliran tersebut disajikan dengan rumus:
v = k v pelampung 

Pelampung merupakan metode yang murah dan sederhana, namun hanya merupakan
perkiraan saja (10-25% kurang teliti dibandingkan dengan metode pengukur arus).
3. Tabung Pitot (juga disebut pitometer): Tabung ini dalam bentknyayang paling
sederhana (Gambar ……) merupakan peralatan untuk mengubah energi kinetik arus
(aliran air) menjadi energi tekanan, Kenaikan yang dihasilkan berkaitan dengan
kecepatan air seperti ditunjukkan pada Gambar …… Metode ini sering kali digunakan
pada pipa-pipa, saluran-saluran percobaan dan laboratorium, dan kurang sesuai untuk
arus alami. Metode ini dapat digunakan pada sungai-sungai yang kecil, juga pada
kasus-kasus liat berat dan sampah. Metode ini dapat digunakan untuk kecepatan-
kecepatan antara 0,5 hingga 2,5 m/detik, dan presentase ralat adalah minimum, yaitu
sebesar 3-10%.
4. Badul pengukur (juga disebut tubuh tahanan): Suatu tubuh tahanan digantungkan pada
suatu kabel, defleksi diukur dan kecepatan aliran dibaca dari grafik-grafikkalibrasi.
Kisaran penggunaan adalah di antara 0,05 dan 3,5 m/detik. Ini merupakan alat yang
sederhana dan karena bagian yang mahal dari alat tersebut tetap di atas air (tidak
demikian pada pengukuran arus), maka alat ini lebih aman. Tetapi, alat ini
membutuhkan personil yang terampil dan penggantian tubuh-tubuh tahanan pada
kecepatan yang berbeda-beda. Bandul pengukur yang khusus dibuat di Laboratorium
Hidrolika Delft dan disebut Planeta.
5. Metode gelembung udara: Metode ini (dikembangkan di Jerman) didasarkan atas
pengukuran jarak horizontal (Gambar ……) yang ditempuh oleh gelembung udara dari
dasar ke permukaan suatu aliran (Horst, 1971).
6. Pengukur aliran ultrasonik: Pengukur aliran menggunakan dua transuder ultrasonik (A
dan B) yang direndam di dalam kanal yang terbuka (Schuster, 1975). Pulsa-pulsa
energi ultrasonik dari transmitter merambat melalui air dan mencapai si penerima pada
sisi yang lain. Bila ditransmisikan pada arah hilir (dari A ke B), kecepatan air (v v)
meningkatkan kecepatan pulsa ultrasonik, mengurangi waktu transmisi. Bila
ditransmisikan kea rah hulu (dari B ke A), pulsa tersebut ditentang oleh gerakan air
dan waktu transmisi naik. Perbedaaan frekuensi di antara ke dua tingkat tersebut,
adalah sebanding dengan kecepatan air.

Gambar 4.21 Berbagai tipe pelampung (Hosrt, 1971)


Gambar 4.22 Berbagai alat pengukur kecepatan aliran

Lc 2 tan f 
vw =
2bf o2
dimana: vw = kecepatan aliran (kaki per detik)
L = panjang jalur air (kaki)
c = kecepatan suara dalam air (kaki/detik)
β = sudut lancip jalur suara dengan garis tengah kanal
f = perbedaan frekuensi (cm/detik)
fo = frekuensi pada air yang tenang (cm/detik)
b = lebar kanal (kaki)
Beberapa kesimpulan penting dari pengkajian yang telah dilakukan sampai sekarang
mengenai teknik pengukuran kecepatan aliran ini adalah:
1. Metode ini baik bagi penaksiran debit.
2. Persentase kesehatan untuk 0,08  Q  0,31 m3/detik adalah sebesar 3,4%.
3. Pengukuran titik tunggal (pada 0,6 h) tidak mencukupi untuk penentuan kecepatan
rata-rata. Untuk agihan kecepatan simetrik, pengukuran dua-titik adalah lebih baik.
Tetapi, teknik integrasi adalah yang terbaik.
4.4.6. Penentuan dan Pengukuran Debit
1. Metode kecepatan-luas: Metode ini didasarkan atas data kecepatan yang diperoleh
pada titik-titik yang berbeda pada beberapa vertikal pada suatu penampang melintang
aliran. Debit dapat diperoleh dalam 2 cara:
a. Secara aritmatik bila kecepatan pada satu atau dua titik pada vertikal tersebut
diketahui.
b. Secara grafis bila keceoatan pada lebih banyak titik diketahui.
1) Metode aritmatik
a) Metode penampang rata-rata
 
qn = b n v v n 1  v v n d n 1  d n 

Q = q1  q 2  ...  q n  ...
Dimana: qn = Debit antara vertikal-vertikal n dan n – 1 (m3/detik)
bn = Jarak antara vertikal n dan n – 1 (meter)
v v n 1 = Kecepatan rata-rata pada vertikal ke (n – 1) (m/detik)

v v n = Kecepatan rata-rata pada vertikal ke-n (m/detik)

d n 1 = Jeluk vertikal ke (n – 1) (meter)


Q = Debit total pada penampang melintang (m3/detik)
b) Metode penampang tengah-tengah: Lebih sering digunakan.

qn =
dn
2
 
v v n b n  b n 1 ; Q  q 1  q 2  ...  q n  ...

2) Metode grafik
a) Metode integrasi jeluk-kecepatan: Kecepatan yang terukur pada tiap-tiap
vertikal diplotkan (Gambar ……) dan luas di dalam kurva agihan
kecepatan ditentukan sebagai:

qn = v v n 1 d n 
Ada dua metode di dalam menghitung debit total (Q). Dalam metode
Harlacher, harga qn yang dihitung di atas diplotkan (Gambar ……) dan
luas yang berada di bawah kurva dihitung dengan planimeter, yaitu:

Q= q n dx

Pada metode Treviranus, yang paling berguna bila penampang jeluk dan
kecepatan ditentukan secara terpisah, baik penampang jeluk maupun
penampang kecepatan rata-rata diplotkan. Luas-luas di antara setiap dua
qn
vertikal dari kecepatan rata-rata (vn =
d n ) ditentukan sebagai qn.
Debit total adalah:
in
Q=  q
1 n
n dn 

b) Metode kecepatan-kontur: Suatu penampang luas-kecepatan massa


diplotkan dengan menggunakan kontur-kontur kecepatan yang sama.
Luas di bawah kurva luas-kecepatan massa adalah sama dengan debit
total (Gambar ……), yaitu:

Q=  vdA 
Metode ini terbaik, namun tergantung pada data yang tersedia dan
membutuhkan banyak tenaga.

Gambar 4.23 Penghitungan debit dengan metode kecepatan luas.

2. Metode perahu yang bergerak: Pada tahun 1969 Smoot dan Novak mendemonstrasikan
pendekatan baru tang revolusioner yang memberikan ketelitian yang besar dan yang
menghemat waktu berjam-jam hingga bermenit-menit (Harp, 1974). Metode ini
sebenarnya merupakan suatu varian dari metode kecepatan-luas dan dikembangkan
untuk digunakan pada sungai-sungai yang besar dan aliran air dimana perahu dapat
beroperasi. Kecepatan aliran hanya ditentukan pada satu-titik dari setiap vertikal.
Tetapi, banyaknya vertikal yang diambil adalah besar.
Harp (1974) menyajikan metode perahu bergerak yang diperluas yang dapat mengukur
arus-arus berukuran sedang. Dengan menganggap bahwa kecepatan rata-rata kurang
lebih sebesar 85% dari kecepatan permukaan, dia menganggap bahwa pengukuran
aliran akan dilakukan pada suatu penampang melintang sungai dimana terdapat jalan
kabel atau jembatan. Sebagaimana ditunjukkan pada bagan di samping ini, anggap
bahwa pengukur kecepatan aliran bergerak melintasi arus dari A ke B pada kecepatan
yang tetap (vm) dan mengukur secara kontinu kecepatan air permukaan yang nisbi
terhadap pengukur tersebut (vwm), ketika alat ini melintasi jarak s. Selanjutnya,
kecepatan air permukaan (vw) dapat ditentukan dalam 2 cara yang mungkin, yaitu:
a. Mengukur vwm dan karena vm diketahui, maka hitung sudut δ
vm
cos δ = dan tentukan vw dengan menggunakan rumus
v wm
vw
sin δ =
v wm
b. Mengukur (dengan menggunakan suatu alat pengindera arah) sudut δ saja. Karena
vm diketahui, maka dihitung vwm dengan cos δ = v m / v wm dan tentukan vw dengan

menggunakan sin δ = v w / v wm .
Dengan menentukan penampang melintang arus secar terpisah, maka debit dapat
ditentukan dari kecepatan yang dihasilkan hasil kali luas.
3. Metode pelacak (juga disebut metode pengenceran): Metode ini didasarkan atas
penentuan derajat pengenceran oleh air yang mengalir terhadap suatu larutan pelacak
yang ditambahkan. Pelacak dapat merupakan pelacak bahan kimia (NaCL, bahan
pewarna rhodamine, dan lain-lain) maupun suatu pelacak radioaktif (WMO, 1970).
Metode ini dianjurkan pada tempat-tempat dimana metode konvensional tidak dapat
digunakan berhubung jeluk yang dangkal, kecepatan sangat tinggi atau turbulensi yang
belebihan.
Terdapat dua metode pengukuran yang dipergunakan untuk aliran-aliran alami, yaitu:
a. Metode injeksi dengan laju konstan: Pada suatu titik tertentu pada suatu aliran
ditambahkan suatu pelacak dengan konsentrasi (Ct) yang telah diketahui dengan
laju (q) yang konstan ke dalam air, dengan konsentrasi mula-mula (dengan
pelacak yang sama) Co. Pada suatu titik di hilir konsentrasi diukur pada waktu
yang berlainan dan harga yang tetap (tidak berubah dengan waktu) ditentukan
(Cw), sehingga diperoleh debit sebagai berikut:
 C  Cw 
Q = q t 
Cw  Co 
Teori metode injeksi yang kontinu mensyaratkan bahwa debit arus konstan selama
pengukuran. Kesalahan sistematik yang disebabkan oleh berubahnya debit
(Gilman, 1975) adalah terbesar pada permulaan limpasan hujan angina dan dapat
melampui 60% dari debit untuk hidrograf yang meningkat secara tajam.
Pengukuran adalah teliti bila dilakukan pada cabang yang menurun pada hidrigraf.
Titik hilir harus cukup jauh untuk menjamin suatu pencampuran lengkap dari
pelacak yang melintasi arus. Jarak ini akan menjadi:

 0,7C  B   B 2 
L = 0,13C  h 
 g  
Dimana: L = Jarak antara titik injeksi dan titik pengukuran (m)
C = Koefisien kekasaran Chezy
B = Lebar permukaan aliran rata-rata (meter)
g = Percepatan gravitasi (meter/detik2)
h = Jeluk aliran rata-rata (meter)
b. Metode injeksi tiba-tiba (juga disebut metode integrasi): Pada suatu titik tertentu
pada aliran dimasukkan suatu pelacak dengan konsentrasi (Ct) yang diketahui dan
volume (Vt) secara seketika itu juga. Pada suatu titik hilir, konsentrasi diukur (Cw)
pada waktu yang berlainan (Horst, 1971), sehingga didapatkan debit sebagai
berikut:
C t Vt
Q= 

 C
0
w  C o dt

4. Sekat-sekat dan saluran-saluran (Weirs and flumer): Bila pengukuran aliran tidak
mungkin dengan menggunakan pengukur arus, debit pada aliran yang kecil ditentukan
dengan bantuan bangunan fisik, seperti sekat-sekat saluran-saluran, venturimeter,
lubang=lubang, pintu-pintu, dan lain-lain. Untuk aliran alami, pengukuran aliran
umumnya dibatasi pada sekat-sekat dan saluran-saluran yang merupakan bangunan
hidrolik yang bertujuan menciptakan pengendalian buatan atas aliran (sungai).
Bangunan tersebut harus didirikan secara tepat menurut spesifikasinya.
a. Sekat-sekat:Terdapat dua tipe sekat yang umum.
1) Sekat dengan bagian atas tajam: Bentuk-bentuk bukaan yang paling umum
digunakan adalahsekat persegi panjang segi-tiga (juga disebut sekat kepala-
V atau sekat Thompson), trapezoidal (juga disebut sekat Cipoletti), sekat
majemuk, dan lain-lain. Pada Gambar …… ditunjukkan beberapa sekat
dengan rumus-rumusnya yang sesuai.
2) Sekat dengan bagian atas lebar: Pada tipe sekat ini, bagian atas dibuat lebih
besar.
b. Saluran: Suatu saluran adalah suatu bangunan khusus yang menciptakan suatu
penurunan pada permukaan (tinggi muka) air pada bagian yang menyempit
(penampang tenggorokan) dan suatu lompatan hidrolik. Ada beberapa tipe yang
dibuat misalnya saluran Parshal, saluran berbentuk-V, saluran-H, dan saluran
dengan jeluk kritis (Gambar ……)
5. Persamaan teoretis: Pada kanal yang terbuka aliran air juga ditentukan dengan
persamaan-persamaan empiris. Dua persamaan yang terkenal disajikan di bawah ini.
Kedua persamaan mengandaikan suatu penampang melintang yang seragam,
kekasaran dasar sungai yang tidak berubah dan menggunakan alira tetap yang seragam.
a. Persamaan Chezy:

Q = AC RS dan v = C RS
Dimana: Q = Debit (m3/detik)
v = Kecepatan aliran rata-rata (m/detik)
A = Luas penampang melintang basah (m2)

C = Koefisien kekasaran Chezy = 18 log 12R  


 k  2 / 7

R = Radius hidrolik = A (m)


P
= Jeluk air (= h) untuk sungai yang besar
k = Panjang kekasaran dasar sungai yang setara (diameter butiran)
δ = Ketebalan lapisan aliran laminer (m)
S = Kemiringan garis energi (untuk aliran yang seragam adalah sama
dengan kemiringan dasar kanal)
Konstanta Chezy, C, bukanlah merupakan konstanta dan terdapat harga-harga
perkiraan tertabulasi yang dapat diperoleh pada banyak buku-buku teks.
b. Persamaan Manning

Q = 1 AR 2 / 3S1 / 2 dan v = 1 R 2 / 3S1 / 2


n n
Dimana: n = Koefisien kekasaran Manning
Kedua persamaan tersebut terbatas, berhubung suatu arus jarang sekali seragam
dan koefisien-koefisien kekasaran (C dan n) sangat tidak mantap. Meskipun
demikian, persamaan tersebut merupakan rumus-rumus utama rekayasa hidrolika.

4.5. HUBUNGAN TINGGI AIR-DEBIT


Debit yang ditaksir dengan berbagai metode, sebagai suatu fungsi dari jeluk air, hanya
mengenai pengukuran yang dilakukan pada saat itu. Untuk waktu pengamatan yang lain jeluk dan
besarnya debit mungkin berbeda sama sekali.

Gambar 4.24 Tipe-tipe sekat berkepala tajam (untuk keterangan terinci lihat Water Management
Manual, 1971; Grey, 1973)
Gambar 4.25 Sekat berkepala lebar dan saluran air

Berhubungan kebutuhan akan catatan yang kontinu dalam bentuk grafik, kurva tinggi air-debit (Q
– h) diplotkan. Kurva tinggi air-debit merupakan suatu grafik (Gambar ……) yang
menggambarkan hubunganantara tinggi air suatu aliran pada suatu penampang melintang tertentu
dengan debit yang sesuai pada penampang itu. Dengan cara ini, untuk memungkinkan seorang
pengamatyang tidak terampil untuk menentukan debit tanpa kesulitan dari kurva tinggi air-debit.
Kurva yang ditentukan demikian itu dapat diperluas untuk menaksir tingkat debit yang
sesuai dengan tinggi muka air yang tinggi. Untuk ekstrapolasi tersebut terdapat 4 (empat) metode
yang mungkin:
1. Ekstrapolasi grafis.
2. Ekstrapolasi logarithmik.

3. Ekstrapolasi A h Stevens.
4. Metode ekstrapolasi faktor conveyance (pembaca).
Teknik ekstrapolasi grafis hanyalah merupakan perluasan secara tangan bebas dari kurva
lengkung kalibrasi yang diplotkan. Hal ini dilakukan jika perluasannya adalah kecil dan jika bagian
atas dari kurva lengkung kalibrasi diberi batasan secara baik. Ekstrapolasi logarithmik
membutuhkan pengeplotan tinggi muka air (h) terhadap debit (Q) pada suatu kertas log-log dan
pada kertas linear. Dari plot pada kertas linear, tinggi muka air yang bersesuaian dengan debit nol
ditentukan sebagai ho. Jika plot log-log dengan Q tidak merupakan garis lurus, maka log (h – ho)
dicobakan dengan log Q. Jika garis yang diplotkan masih belum merupakan garis lurus, maka
harga-harga ho yang berbeda dicobakan hingga garis lurus, maka harga-arga ho yang berbeda
dicobakan hingga garis lurus yang mempunyai persamaan sebagai: Q = a h  h o  dapat
b

ditentukan. Dengan menggunakan persamaan ini atau memperpanjang garis lurus yang akhirnya
diperoleh, tingkat debit untuk tinggi muka air yang tinggi dapat ditentukan.

Metode ekstrapolasi A h Stevens menggunakan persamaan Chezy dan penampang


melintang lembah pada tingkat-tingkat banjir. Metode faktor conveyance (pembawa)
menggunakan persamaan Manning dan penampang melintang lembah, meluaskan kurva lengkung
kalibrasi secara logarithmik.
Tetapi, harus disadari, bahwa kurva tinggi air-debit seperti pada Gambar …… tidak tetap
permanen dengan waktu. Berhubung dengan faktor-faktor seperti sedimentasi (pelumpuran), erosi,
pertumbuhan vegetasi air, berkembangnya es, dan lain-lain, penampang melintang kanal berubah
yang menyebabkan pergeseran kurva tinggi air-debit (Chow, 1964). Kerumitan selanjutnya
(Gambar ……) timbul dari kenyataan bahwa kemiringan permukaan air cenderung menjadi lebih
curam selama meningkatnya tinggi muka air daripada selama menurunnya tinggi muka air. Hal ini
mengakibatkan kecepatan aliran (akhirnya debit) menjadi lebih besar pada suatu muka air tertentu
selama suatu periode bertambahnya tinggi muka air. (Wilson, 1969). Hal ini disebut sebagai
pengaruh simpul.
Tabel 4.4 Kesesuaian struktur-struktur hidrolik untuk pengukuran debit (Colenbrader, 1970)
KARAKTERISTIK-KARAKTERISTIK ALIRAN
Kapasitas Debit < 1 m3/detik Kapasitas Debit > 1 m3/detik
STRUKTUR Kemiringan > Kemiringan < Kemiringan > Kemiringan <
HIDROLIK 0,3-,05% 0,3-0,5% 0,3-0,5% 0,3-0,5%
Bnyk Sdikit Bnyk Sdikit Bnyk Sdikit Bnyk Sdikit
Smph Smph Smph Smph Smph Smph Smph Smph
Sekat dengan bagian
atas tajam ● ■
Sekat V dengan bagian
atas lebar ● ● ● ●
Saluran-H ■ ● ● ●
Saluran Parshall ▲ ▲ ▲ ▲
Saluran yang
kedalamannya/jeluknya ■ ■ ● ●
kritik
● Sesuai ■ Kurang Sesuai ▲ Kurang Sesuai Jika Aliran Bervariasi Banyak

Tabel 4.5 Perbandingan pada alat-alat pengukur aliran (Horst, 1971)


TIPE ALIRAN
Alat
KECIL SEDANG BESAR
Pengukur
Derajat Turbulensi Derajat Turbulensi Derajat Turbulensi
Aliran
Tinggi Sedang Kecil Tinggi Sedang Kecil Tinggi Sedang Kecil
Pengukur
arus
▬ ● ● ● ● ● ● ● ●
Pelampung ▬ ● ● ● ● ● ● ● ●
Bandul
pengukur
▬ ▬ ▬ ● ● ● ● ● ●
Pelacak ● ● ● ● ● ▬ ● ▬ ▬

Sekat dan
Saluran ● ● ● ● ● ● ▬ ▬ ▬

▬ Kurang Sesuai ● Sesuai ● Dapat Digunakan Pada Kondisi Tertentu

4.6. KERAGAMAN LIMPASAN


Di dalam suatu periode yang panjang umumnya limpasan akan menunjukkan keragaman-
keragaman tertentu sekitar suatu harga rata-rata. Hal ini dikaji dengan baik dengan metode
statistik. Pembahasan umum disajikan pada sub bab 4.8. Pada sub bab ini dibahas tiga dari
beberapa prosedur yang digunakan dalam mengkaji keragaman limpasan, khususnya untuk
pengkajian-pengkajian reservoir.
1. Kurva lama aliran: Kurva ini menunjukkan persentase waktu bahwa suatu harga debit
tertentu disamai atau dilampaui (Gambar ……). Bila harga-harga debit yang ada diatur
dengan urutan besaran yang menurun persentase waktu tiap-tiap besaran yang disamai
atau dilampaui, dapat dihitung. Misalnya, pada Gambar …… debit yang disamai atau
dilampaui 40% dari waktu adalah Q1. Secara umum, kurva yang datar menunjukkan
suatau sungai dengan sedikit banjir secara ekstensif dipasok dari air tanah. Kurva-
kurva yang curam menunjukkan suatu sungai dengan periode banjir dan kekeringan
yang sering, yang memiliki sedikit aliran air air tanah dan dipasok terutama dari
limpasan permukaan (Chow, 1964).
2. Kurva aliran massa: Jika volume limpasan diplotkan dengan waktu, dengan
menambahkan tiap-tiap harga limpasan harian (atau bulanan dan lain-lain) pada total
sebelumnya, maka diperoleh suatu kurva aliran massa limpasan (Gambar ……)
.kurva-kurva massa (juga disebut kurva-S) sangat berguna dalam pengkajian
rancangan reservoir karena kurva-kurva tersebut memberikan cara-cara penentuan
kapasitas cadangan (C pada Gambar ……) yang perlu bagi kebutuhan air (Q pada
Gambar ……)
3. Kurva massa-rangkap

Gambar 4.26 Kurva-kurva tinggi muka air dan debit


Gambar 4.27 Tahun kalender dan tahun air
Gambar 4.28 Tahun kalender dan tahun air
Gambar 4.29 Hubungan curah hujan-limpasan pada mintakat basah

4.7. HUBUNGAN CURAH HUJAN DENGAN LIMPASAN


Dalam mengkaji hubungan curah hujan dengan limpasan, penting sekali
mempertimbangkan pembagian tahun yang baru. Tahun-air lebih baik dari pada tahun kalender,
karena pembagian didasarkan atas awal dan akhirtahun pada suatu waktuk ketika aliran sungai
berada pada keadaan yang terendah (Gambar ……). Ini lebih baik karena pasokan dari tahun
sebelumnya adalah serendah mungkin dan cadangan di antara awal dan akhir tahun-air adalah
minuman. Di negeri Belanda tahun-air berada di antara 1 Oktober dan 30 September.
Sekarang jelaslah bahwa hubungan antara curah hujan dan limpasan tidaklah langsung. Di
antara keduanya, evaporasi, intersepsi, cadangan depresi, cadangan salju dan infiltrasi bekerja
sebagaimana diatur oleh karakteristik-karakteristik dari ukuran, kemiringan, bentuk, ketinggian,
tata guna lahan, geologi daerah aliran sungai, dan lain-lain. Sehubungan dengan kenyataan ini,
suatu plotting langsung dari curah hujan dengan limpasan untuk hujan angin individual biasanya
tidak menghasilkan korelasi yang memuaskan. Sekalipun demikian, adalah mungkin untuk
membuat suatu hubungan empiris untuk suatu daerah aliran sungai tertentu yang didasarkan atas
jumlah-jumlah dalam tahun-air. Pada iklim-iklim sedang dan tropis, iklim basah, umumnya
diperoleh suatu hubungan garis lurus (Gambar ……). Rumus empiris dari tipe tersebut, Q =
cP  L , memberikan hubungan itu. Sebaran titik tahunan di sekitar garis lurus disebabkan oleh
keragaman tahunan, yaitu: a) evapotranspirasi, b) tinggi muka air tanah pada tahun sebelumnya,
c) agihan presipitasi tahunan dan musiman, dan lain-lain. Pada kawasan arid, karena agihan
presipitasi yang sangat tak teratur dari tahun ke tahun, maka suatu penyajian grafis yang serupa
dengan Gambar …… adalah tidak mungkin.
Hubungan curah hujan dengan limpasan atas dasar bulan adalah jauh lebih
rumitdibandingkan atas dasar tahunan. Hal ini disebabkan karena kondisi sebelumnya memainkan
peranan yanglebih penting dalam mengatur limpasan. Kerapkali hubungan tersebut tidak jelas.
Hubungan curah hujan dan limpasan dapat lebih diperbaiki bila faktor-faktor lainnya seperi selang
tahun (minggu dalam setahun), lamanya hujan angin, jeluk hujan, dan indeks presipitasi
sebelumnya diperhitungkan. Metode analisis polifaktor ini dijelaskan pada sub bab berikutnya dan
Gambar ……

Gambar 4.30 Komponen-komponen hidrograf periode pendek

4.8. KONSEP HIDROGRAF


4.8.1. Proses Limpasan dan Komponen-komponen Hidrograf
Hidrograf adalah suatu grafik yang menunjukkan keragaman limpasan (dapat juga tinggi
muka air, kecepatan, beban sedimen, dan lain-lain) dengan waktu. Hidrograf periode pendek terdiri
atas cabang naik, puncak (maksimum) dan cabang turun. Bentuk umum hidrograf ini dikendalikan
oleh faktor-faktor meteorologis (jumlah dan intensitas curah hujan, dan lain-lain), agihan (agihan
areal dan waktu curah hujan) dan tanah. Karena itu, hidrograf merupakan salah satu tanggapan
aliran sungai terhadap masukan curah hujan.
Anggaplah proses limpasan sebagai hasil dari curah hujan yang diagihkan secara seragam
(dalam waktu dan luas) pada suatu tangkapan, sebagaimana disajikan dalam Gambar 4.30. Proses
ini dapat dilakukan dalam 5 (lima) tahapan, yaitu:
Tahapan I: Periode tak hujan
1. Air tanah memberikan air terhadap sungai sebagai aliran dasar dan karena itu muka iar
tanah menurun, yang menyebabkan meringannya mintakat tak jenuh.
2. Evapotranspirasi menambah meningkatnya defisiensi lengas tanah (kapasitas lapangan
minus kandungan air aktual).
3. Hidrograf hanya merupakan suatu kurva deplesi dan limpasan sungai adalah 100% dari
air tanah.
Tahapan II: Periode hujan awal
1. Sebagian curah hujan ditahan oleh intersepsi.
2. Sebagian dari hujan ditahan sebagai cadangan depresi.
3. Hampir tidak terdapat limpasan permukaan. Air hanya digunakan untuk membatasi
tanah.
4. Hidrograf berubah dari kurva deplesi ke cabang naik.
Tahapan III: Kesimpulan hujan
1. Cadangan depresi berada pada kapasitas maksimum
2. Infiltrasi mulai.
3. Limpasan permukaan tanah (Qs) dan menyebabkan peningkatan yang terus menerus
pada tinggi muka air sungai.
4. Defisiensi lengas tanah menurun. Diduga bahwa perkolasi belum berlangung. Oleh
karena itu, muka air tanah tetap pada tinggi muka air yang sama karena tidak terdapat
pengisian kembali.
Tahapan IV: Berhentinya hujan
1. Air yang masih tersisa di atas tanah mengalir sebagai limpasan permukaan ke sungai.
2. Infiltrasi berlanjut.
3. Limpasan sebagai disebabkan oleh air dalam kanal, cadangan kanal (R), dan menurun
dengan waktu.
4. Pada titik Z, cadangan kanal adalah nol dan limpasan sungai disebabkan oleh air yang
dipasok oleh air tana. Hal ini juga merupakan akhir dari limpasan permukaan.
Tahapan V: Periode tak hujan yang baru
1. Lengas tanah berada pada kapasitas lapangan.
2. Akifer diiisi kembali (lihat Gambar ……). Karena itu, air tanah mulai menambah
limpasan sungai.
3. Kurva deplesi yang baru berlanjut.
Debit yang diukur di suatu sungai terdiri atas dua komponen, yaitu:
Q = limpasan permukaan + limpasan air tanah (aliran dasar)
Pada Gambar ……, misalnya:
Q1 = Aliran dasar.
Q2 = Aliran dasar + limpasan permukaan.
Q3 = Aliran dasar (termasuk pengisian kembali air tanah) + limpasan permukaan.
Bila dibandingkan curah hujan dengan hidrograf, maka:
Volume hujan yang dipresipitasikan = i(A) t d
Dimana: i = Intensitas curah hujan
A = Luas daerah alian sungai
td = Lama curah hujan
iAt d = Kehilangan + Limpasan permukaan + Pengisian kembali air tanah
Kehilangan = Defisiensi lengas tanah + Intersepsi + Cadangan depresi + Evapotranspirasi
Curah hujan efektif = Limpasan permukaan
Pada umumnya adalah sebagai berikut:

iAt d = Kehilangan +  Q s dt   Q g dt

Gambar 4.31 Komponen-komponen limpasan


Gambar 4.32 Hidrograf jangka panjang
Gambar 4.33 Empattipe curah hujan tambahan menaikkan limpasan

Untuk hidrograf-hidrograf jangka panjang (misalnya 1 tahun) prinsip-prinsip proses


limpasan yang dibahas di atas tetap sama. Tiga tipe utama hidrograf jangka panjang dibedakan
sebagai berikut (Ward, 1967):
1. Hidrograf bergigi: Baik karena curah hujan yang berintensitas tinggi maupun kapasitas
infiltrasi yang rendah, laju curah hujan yang berlebihan (menjadi limpasan permukaan)
sering kali dijumpai menyebabkan fluktuasi kecil, karena limpasan permukaan, pada
suatu keragaman limpasan di seluruh musim (Gambar ……). Kontribusi air tanah
selalu dapat ditentukan dengan menghubungkan titik-titik yang rendah pada hidrograf
dengan kurva yang halus.
2. Hidrograf halus: Baik karena curah hujan yang berintensitas rendah maupun kapasitas
infiltrasi yang tinggi,air tanah yang mengisi sungai menjadi dominan. Hidrograf yang
dihasilkan adalah halus dan menunjukkan maksimum setelah musim hujan, yang
secara berangsur-angsur menurun hingga akhir periode musim kemarau.
3. Tipe hidrograf yang ketiga adalah apa yang sering ditunjukkan oleh sungai-sungai
yang besar. Selama musim penghujan debit terutama disebabkan oleh limpasan
permukaan. Pada bulan-bulan sisanya, hidrograf mengambil bentuk kurva deplesi air
yanah yang sederhana.
Adalah jelas bahawa sebagian besar pertambahan hidrograf yang besar disebabkan oleh
limpasan permukaan. Kenaikan ini tergantung pada hubungan antara intensitas curah hujan (i) dan
kapasitas infiltrasi (fc). Horton (1933) menguraikan 4 tipe peningkatan limpasan yang disebabkan
oleh curah hujan. Tipe-tipe ini disajikan pada Gambar …… di bawah ini:
1. i  fc
F  d.l.t , dimana: i = Intensitas curah hujan
P = Jeluk curah hujan
fc = Kapasitas infiltrasi
d.l.t = Defisiensi lengas tanah
a. Tidak terdapat limpasan permukaan ( i  f c )
b. Semua air yang diinfiltrasi tetapi pada mintakat tak jenuh (P < Defisiensi lengas
tanah)
2. i  fc : Tidak terdapat limpasan permukaan

F  d.l.t : Pengisian kembali air tanah dengan jumlah yang sama dengan P –
(defisiensi lengas tanah).
3. i  fo : Limpasan permukaan.

F  d.l.t : Tidak terdapat pengisian kembali air tanah.


4. i  fo : Limpasan permukaan.

F  d.l.t : Pengisian kembali air tanah.


4.8.2. Pemisahan Aliran Dasar
Belum ada metode yang dikembangkan utuk memisahkan aliran dasar secukupnya dari
limpasan permukaan. Semua teknik pada dasarnya merupakan alat-alat analitik untuk memperoleh
suatu pembagian yang mendekati. Tidak ada cara pada saat ini untuk menentukan mana diantara
metode-metode yang berbeda itu paling dapat diterapkan (lihat juga Gray, 1973).
1. Dari catatan beberapa tahun
a. Metode kurva deplesi utama digunakan untuk menentukan aliran dasar selama
musim kemarau.
b. Untuk hidrograf yang kompleks yang disebabkan oleh dua atau lebih kejadian
curah hujan yang berjarak lebih dekat, di samping pemisahan aliran dasar,
pemisahan pengaruh kejadian-kejadian carah hujan menjadi perlu (Grey, 1973).
Prosedur tersebut dijelaskan dengan menggunakan gambar berikut ini:

1) Gambarkan garis-garis vertikal EE' dan FF' melalui titik-titik puncak.


2) Dengan menggunakan hubungan tersebut, n = A 0, 2 , tentukan n dan
gambarkan garis-garis vertikal GG dan HH'. Dapatkan titik Z.
Gambar 4.34 Berbagai metode pemisahan aliran dasar

Gambar 4.35 Penjabaran satuan hidrograf

Gambar 4.36 Parameter satuan hidrograf

3) Tentukan titik-titik A dan B dengan pengamatan visual, dan dengan


memperpanjang kurva-kurva deplesi, dapatkah titik-titik C dan D.
4) Gambarkan garis CD.
5) Jika titik D turun sebelum puncak yang kedua, maka gambarlah DJ dengan
menggunakan kurva deplesi utama. Sesuadah itu, gambarlah garis lurus di
antara titik-titik J dan Z.
6) Jika titik D turun setelah puncak yang kedua (yang biasanya demikan), maka
gambarlah garis lurus di antara titik Z dan suatu titik langsung ke bawah
puncak ke 2 pada garis BD yang diperpanjang.
2. Dari catatan-catatan hidrograf tunggal
a. Tarik suatu garis lurus di antara permulaan limpasan permukaan (titik K pada
Gambar ……) dan titik lengkungan yang terbesar, yang menggambarkan akhir
limpasan permukaan (titik Z pada Gambar …… dan ……), pada cabang yang
menurun. Titik Z dengan mudah dapat ditentukan dari plot semi-logaritmik dari
log Q terhadap waktu.
b. Kurva deplesi sebelum curah hujan diekstrapolasikan hingga waktu debit
maksimum (titik pada Gambar ……). Dari titik (P) ini, suatu garis lurus ditarik
hingga titik Z (Gambar ……) yang menggambarkan akhir limpasan permukaan.
Pada kedua metode ini dan metode sebelumnya, bila lokasi titik Z belum bisa
ditentukan, maka posisinya dapat ditentukan dengan hubungan empiris (Linsley,
1968).
n = A 0, 2
Dimana: n = Jumlah hari setelah maksimum dimana limpasan pada dasarnya
berakhir
A = Luas daerah aliran sungai (mil persegi)
Beberapa harga n dengan menggunakan rumus ini dapat ditentukan dan
disajikan di bawah ini:

LUAS DAERAH ALIRAN SUNGAI (km2) n (hari)


250 2
1.250 3
5.000 4
12.500 5
25.000 6

Harga-harga ini harus dikurangi untuk kawasan bergunung dan


ditambahkan (kadang-kadang sebesar 50%) untuk kawasan yang datar (Dam,
1966). n lebih baik ditaksir dengan melihat beberapa hidrograf untuk daerah aliran
sungai tersebut.
c. Kurva deplesi yang terjadi setelah hujan angina diperluas kembali di bawah
hidrograf (garis ZM pada Gambar ……). Untuk mengerjakan ini, kurva deplesi
utama (lihat sub bab 4.4) harus digunakan. Bila kurva deplesi yang diamati
ditumpang-tindihi dengan kurva deplesi utama yang ditaksir, titik permulaan dari
kurva tersebut akan menggambarkan titik Z. Garis KM, cabang naik dari kurva air
tanah, ditentukan secara bebas (Gray, 1973). Kerapkali, segmen hidrograf seperti
ditunjukkan di bawah ini.

Untuk kasus-kasus tersebut, suatu garis vertikal ditarik melewati titik


infleksi (titik belok) pada cabang turun dari hidrograf dan titik R ditentukan.
Segmen MR Digambar untuk menghubungkan segmen KM dan ZR yang
diperpanjang.
Dianjurkan untuk menentukan kontribusi air tanah yang terlalu banyak
daripada yang terlalu kecil dan memilih panjang dasar yang lebih pendek daripada
yang lebih besar. Untuk hidrograf yang rumit prosedur pemisahan aliran dasar
yang lebih banyak dijelaskan dalam kepustakaan (Linsley, 1958).
Bila banjir melewati suatu bagian kanal yang sangat kedap, maka sebagian
air diserap oleh tepi-tepi kanal yang permeabel (Gambar ……) dalam bentuk
cadangan tepi. Dengan demikian, terdapat keluaran air dari sungai ke tepi-tepi
sungai. Hal ini tampak pada hidrograf yang dihasilkan (Gambar ……) sebagai
debit yang berarti keluaran dari sungai.
4.8.3. Hidrograf Satuan
Setelah memperoleh hidrograf limpasan permukaan dengan metode-metode yang dibahas
pada sub bab 4.8.5., ditarik korelasi hidrograf ini dengan curah hujan efektif yang
menyebabkannya. Metode untuk mengerjakan ini merupakan pendekatan semi-empiris yang
disebut analisis hidrograf satuan. Prinsip hidrograf satuan (atau unitgraph), semula dikembangkan
oleh Sherman (1932) dan diberi batasan sebagai hidrograf limpasan hujan angin (limpasan
permukaan) pada titik tertentu yang akan dihasilkan dari kejadian curah hujan efektif mutlak yang
terjadi didalam satu satuan waktu (1 jam, 6 jam, dan lain-lain) dan terbesar secara seragam di atas
daerah aliran sungai yang berkontribusi dengan satu satuan jeluk (1 cm, 1 inchi atau 5 cm).
Hidrograf satuan yangdiperoleh tidak hanya menyatakan karakteristik-karakteristik daerah aliran
sungai saja (luas, bentuk, kemiringan, pola drainase, dan lain-lain), namun juga karakteristik hujan.
Bentuk hidrograf satuan yang benar untuk DAS tertentu dapat diperkirakan dengan suatu rata-rata
dari sejumlah hidrograf satuan (hidrograf satuan utama) yang diperoleh untuk DAS yang sama
atau dengan hidrograf satuan tunggal dari suatu hujan badai yang hebat, yang terpusatkan dan
diagihkan dengan baik (Banes, 1952; Gray, 1973).
Sesudah hidrograf satuan ditentukan untuk suatu lokasi tertentu, adalah mungkin untuk
menaksir limpasan permukaan dari suatu curah hujan dengan berbagai lama hujan dan intensitas.
Ini diketahui dengan a) jeluk satuan yang diambil dan b) lama curah hujan efektif yang ditentukan.
Pada Gambar …… diberikan suatu contoh yang disederhanakan mengenai penjabaran hidrograf
satuan. Konsep hidrograf satuan sintetik diciptakan karena keperluan untuk mensintesasikan
hidrograf dari DAS terukur dan menggunakannya untuk DAS yang tak terukur. Snijder (1938)
membentuk kembali teori hidrograf satuan sintetik yang telah ada (mula-mula disarankan oleh
McCarthy pada tahun 1938) dan membuatnya terkenal. Dia mengembangkan (Gambar ……):
tp = c t L ca L b  1,8  c t  2,2
0, 3

 640 
Qp = c q  A

0,56  c q  0,69
t
 p 
 tp 
T = 3  3 
 24 
Dimana: tp = Tenggang waktu (Gambar ……) = waktu (dalam jam) dari tengah-tengah
massa curah hujan efektif ke puncak hidrograf limpasan.
Lca = Jarak dalam mil titik pelepasan (outlet) ke suatu titik pada sungai yang terdekat
dengan pusat gravitasi DAS.
Lb = Panjang kanal utama dari pelepasan batas DAS dalam mil.
c1, cq = Koefisien yang dikembangkan secara lokal untuk Dataran Tinggi Appalachian.
Qp = Debit maksimum (Gambar ……) dari hidrograf satuan.
A = Luas daerah aliran sungai (mil kuadrat).
T = Panjang dasar hidrograf satuan (hari).
Persamaan-persamaan ini mengacu pada hidrograf satuan yang dihasilkan oleh curah hujan
tp
efektif . Untuk hujan angin dengan lama hujan ainnya, katakan td, tenggang waktu yang
5,5
disesuaikan, t'p, dapat ditentukan sebagai:
 tp 
t'p = c t L ca L b   t d  0,25
0,3

 5,5 
Harga ini selanjutnya harus digunakan untuk menentukan Qp dan T yang disajikan di atas.
Persamaan-persamaan ini dan persamaan hidrograf satuan sintetik yang serupa (Gray,
1973) dibuat secara empiris dengan data yang diperoleh pada tempat-tempat lokal. Karena itu,
persamaan tersebut terbatas pada kawasan geografis yang serupa dengan kawasan dimana
persamaan tersebut diperoleh.
Pengembangan teori hidrograf satuan adalah konsep hidrograf satuan seketika yang
merupakan hidrograf satuan dari limpasan permukaan

Anda mungkin juga menyukai