TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Cadangan
Menurut Mc. Kelvey (1973) yang dimaksud dengan cadangan adalah bagian
dari sumber daya terindikasi dari suatu komoditas mineral yang dapat diperoleh
secara ekonomis dan tidak bertentangan dengan hukum dan kebijaksanaan
pemerintah pada saat itu. Suatu cadangan mineral biasanya digolongkan
berdasarkan ketelitian dari eksplorasinya. Klasifikasi cadangan di Indonesia
menurut SNI sebagai berikut :
1. Cadangan Terkira (Probable Reserve) adalah sumber daya mineral terunjuk
dan sebagian sumberdaya mineral terukur yang tingkat keyakinan geologinya
masih lebih rendah, yang berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor
yang terkait telah terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara
ekonomi.
2. Cadangan Terbukti (Proved Reserve) adalah sumber daya mineral terukur yang
berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang terkait telah
terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomi
Keterangan :
d = Jarak titik yang ditaksir
k = Pangkat power
N = Banyaknya data
Zi = Titik data
Wi = Faktor pembobotan
N
Tidak bias : ∑ Wi=1 (2.3)
i
N
Hasil taksiran :Zo=∑ Wi . Zi (2.4)
i
Keterangan:
N = Banyaknya Data
Zi = Titik Data
Wi= Faktor pembobotan (Ghafarunnisa, 2020)
i=1,2,3 , … n (2.6)
∑ λi=1 (2.7)
i
Keterangan :
Ẑ(V) = Nilai estimasi pada Blok
λi = Faktor pembobot
Ẑxi = Nilai kadar pada sampel titik bor (Conoras dan Tabaika, 2019).
2.3 Sequence
2.3.1 Rancangan Sequence
Rancangan push back penambangan yang dimaksudkan sebagai bagian dari
proses perancangan tambang yang terkait dengan masalah pencapaian target
produksi. Rancangan Sequence penambangan merupakan salah satu faktor penting
dalam suatu kegiatan penambangan, terutama untuk memberikan informasi
mengenai hal-hal yang terkait dengan rencana kemajuan tambang pada suatu
periode waktu tertentu. Selain memberikan gambaran mengenai rencana kemajuan
tambang, perancangan Sequence penambangan juga menjadi pedoman
pelaksanaan suatu kegiatan penambangan
2.3.2 Sequence
Sequence penambangan merupakan bentuk-bentuk penambangan yang
menunjukkan bagaimana suatu pit akan ditambang dari tahap awal hingga tahap
akhir rancangan tambang (pit limit). Tujuan dari pembuatan sequence yaitu untuk
membagi seluruh volume yang ada dalam pit limit ke dalam unit-unit perencanaan
yang lebih kecil sehingga lebih mudah ditangani (Parlan Prambahan dan
Marliantoni, 2020).
Perencanaan desain sequence ini akan dipakai sebagai dasar acuan untuk
melakukan kegiatan sebenarnya di lapangan yang meliputi rancangan batas akhir
tambang, tahapan penambangan (mining sequence), penjadwalan produksi dan
material buangan (waste). Rancangan rekayasa tersebut dapat dibagi menjadi
rancangan bulanan, mingguan dan harian.
Tahapan pertama dalam penerapan proses perencanaan sequence design
adalah untuk mendapatkan keseluruhan cadangan pada pit dengan perencanaan
yang lebih teratur. Dalam tahapan sequence design ini akan dibuat desain pit,
ramp, disposal, jalan, dan drainase pada setiap sequence-nya. Data yang
dibutuhkan untuk membuat tahapan penambangan, berupa data geologi, data
geoteknik, data morfologi, dan nilai BESR yang akan digunakan sebagai dasar
untuk menentukan stripping ratio disetiap tahapan penambangan(Haryono, et al ,
2017)
Rock type 1 merupakan tanah penutup yang harus dibongkar, dan rock
type 2 merupakan waste yang akan terambil apabila kegiatan penambangan
dilakukan. Dalam perancangan akan dapat diketahui volume dari rock type 1 dan
rock type 2 yang akan terbongkar setelah perancangan push back dilakukan lihat
Gambar 2.
3. Stripping Ratio
Stripping Ratio atau nisbah pengupasan adalah perbandingan antara volume
tanah penutup yang harus dipindahkan terhadap satu ton bijih yang ditambang.
Hasil suatu perancangan pit akan menentukan jumlah tonase bahan galian dan
volume tanah penutup yang berada di pit tersebut. Perbandingan antara tanah
penutup dan bahan galian tersebut akan memberikan nisbah pengupasan rata-rata
suatu open pit.
4. Metode Penambangan
Metode penambangan secara terbuka untuk bijih terdiri dari beberapa
metode penambangan. Penentuan metode penambangan tersebut akan dipengaruhi
oleh kondisi topografi lokasi penambangan, kondisi bijih serta ketebalan
overburden. Beberapa metode tambang terbuka bijih, antara lain :
1. Open pit/Opem Mine Merupakan penambangan yang dilakukan dengan
permukaan yang relatif datar menuju ke arah bawah dimana bijih tersebut
berada.
2. Open Cast/Open Cut Merupakan penambangan bijih yang dilakukan pada
suatu lereng bukit. Pada umumnya metode ini diterapkan apabila bijih yang
akan ditambang berbentuk bukit atau bijih terletak pada suatu daerah
pegunungan, misalnya pada tambang bijih Nikel di Halmahera Timur, Maluku
Utara.
5. Geometri Jenjang
Perancangan jenjang meliputi panjang, lebar, dan tinggi jenjang. Tinggi
jenjang berhubungan dengan kemampuan alat gali/muat, yaitu pada ketinggian
berapa alat dapat bekerja efektif. Lebar jenjang berhubungan dengan penentuan
ukuran minimal dimana alat dapat beroperasi dengan baik. Panjang jenjang
berguna dalam penghitungan produksi sebab produksi merupakan hasil perkalian
antara panjang, lebar, dan tinggi jenjang. Geometri jenjang (tinggi, lebar dan
kemiringan) bergantung pada peralatan yang digunakan, yang digali dan kondisi
kerja. Tinggi jenjang yang sesuai dengan ukuran excavator menjamin keselamatan
dan efisiensi kerja yang tinggi, dimana peralatan dapat bekerja secara optimal dan
dapat memindahkan material sesuai dengan kemampuannya. Dalam operasi di pit,
pengontrolan sudut lereng biasanya dilakukan dengan menandai lokasi pucuk
jenjang (crest) yang diinginkan menggunakan bendera kecil. Operator Excavator
akan menggali sampai mangkuknya diposisi bendera tesebut. Komponen dasar
pada pit adalah jenjang lihat Gambar 3 Bagian jenjang adalah
Bagian-bagian jenjang
Keterangan :
L = lebar minimum jalan angkut pada kondisi lurus (meter)
n = jumlah jalur
Wt = lebar alat angkut (meter)
Lebar Jalan Angkut Dua Lajur pada Jalan Lurus
Keterangan :
Wmin = Lebar minimum jalan angkut pada tikungan (meter)
U = lebar jejak roda (meter)
Fa = lebar juntai (overhang) depan (meter)
Fb = lebar juntai belakang (meter)
Z = lebar bagian tepi jalan (meter)
C = jarak antara alat angkut saat berpapasan (meter)
Keterangan
Wmin = Lebar minimum lereng
Y = Lebar yang disediakan untuk pemboran
Wt = Lebar yang disediakan untuk alat angkut
Ls = Panjang power shovel
G = floor cutting radius power shovel
Keterangan :
B = Lebar lereng, m
Ro = Digging radius alat muat, m
L = Jarak antara sisi lereng dengan rel 3-4 m
L1 = Lebar lori, 1,75 – 3 m
L2 = Jarak untuk menjaga agar tidak terjadi runtuhan
3. Melinkov dan Chevnokov (Safety in Open Cast Mining)
Vr = A+C+C1+L+B (2.13)
Keterangan :
Vr = Lebar lereng, m A
A = Lebar untuk broken material, m3 C
C = Jarak sisi timbunan ke sisi tengah rel, m C1
C1 = 0,5 lebar lori, 2 – 3 m L
L = Lebar yang disediakan untuk menjamin extraction dari endapan
pada jenjang di bawahnya.
B = Lebar endapan yang diledakkan, 6 – 12 m (Abdillah, et al, 2017).
Keterangan :
I = intensitas hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan rencana (mm/hari) tc
t = waktu turun hujan 2/3 (Khusairi, et al , 2020)
Keterangan :
Xt = Perkiraan nilai curah hujan rencana (mm/hari)
X́ = Curah hujan maksimum rata-rata (mm/hari)
S = Simpangan baku (standart deviation)
Sn = Standar deviasi dari reduced variate, nilai tergantung dari
jumlah data
Yt = Nilai reduced variate dari variabel pada periode ulang
tertentu
Yn = Koreksi rata-rata (reduce mean)
Keterangan :
Q = Debit Air Limpasan (m3 /detik)
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
C = Koefisien Limpasan
A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)
Koefisien Limpasan
Kemiringan Jenis lahan Koefisisen Limpasan
Sawah, rawa 0,2
< 3% (datar) Hutan, perkebunan 0,3
Perumahan 0,4
Hutan, perkebunan 0,4
3% - 15% Perumahan 0,5
(sedang) semak-semak agak jarang 0,6
Lahan terbuka 0,7
Hutan 0,6
Perumahan 0,7
>15% (curam)
Semak-semak agak jarang 0,8
Lahan terbuka daerah tambang 0,9
(Sumber, Rudy Sayoga Gautama 1995 )
Keterangan:
Q = Debit air tanah (m3 /s)
h = Kenaikan permukaan air tanah (m)
L = Luas permukaan (m2 )
∆H = Waktu pengamatan perubahan air (jam)
X=
∑ xi (2.18)
n
Keterangan :
Xi = Jumlah data curah hujan harian maksimum
n = Jumlah data
b. Standar Deviasi (S)
∑ ( xi−x) ²
S=
√ n−1
Keterangan :
Xi = Jumlah curah hujan maksimum
X = Rata-rata curah hujan
n = Jumlah data
c. Reduksi Standar Deviasi (Sn)
∑ (Yn−Yn) ² (2.19)
Sn=
√ n−1
Keterangan :
n = Jumlah data
Yn = Variasi reduksi dari jumlah data
d. Reduced Variate (Yr)
Yr=−¿¿ (2.20)
Keterangan :
Tr = Periode ulang hujan (berapa tahun)
e. Reduced Mean (Yn)
Yn=−¿ ¿ (2.21)
Keterangan :
n = Jumlah data
m = nomor urut data
f. Reduced Mean (Yn)
∑ Yn (2.22)
Yn =
n
Keterangan :
Σyn = Hasil pejumlahan Yn
n = Jumlah data (Parhusip,et al,
2021)
2.5.9 Sumuran
Sump berfungsi sebagai tempat penampung air sementara dan sebagai
tempat pengendapan lumpur sebelum air dipompakan kekolam pengendapan.
Desain bentuk dan geometri kolam penampungan (sump) dihitung berdasarkan
jumlah air yang masuk . Jumlah air yang masuk ke dalam sump merupakan total
debit air limpasan. Sehingga volume sump yang diperlukan dirumuskan sebagai
berikut
Vol=QT (2.23)
Keterangan :
Vol = volume sump yang diperlukan (m3)
QT = debit maksimum air limpasan (m3/jam) (Hario,et al,2021).
2.5.10 Pompa
Pompa adalah peralatan mekanis untuk mengubah energi mekanik dari
mesin penggerak pompa menjadi energi tekan fluida yang dapat membantu
memindahkan fluida ke tempat yang lebih tinggi elevasinya. Pompa berfungsi
untuk mengeluarkan air dari tambang. Sesuai dengan prinsip kerjanya, pompa
dibedakan atas:
1. Reciprocating Pump
Bekerja berdasarkan torak maju mundur secaran horizontal di dalam silinder.
Keuntungan jenis ini adalah efisien untuk kapasitas kecil dan umumnya dapat
mengatasi kebutuhan energi (julang) yang tinggi. Kerugiannya adalah beban
yang berat serta perlu perawatan yang teliti. Pompa jenis ini kurang sesuai
untuk air berlumpur karena katup pompa akan cepat rusak. Oleh karena itu
jenis pompa ini kurang sesuai untuk digunakan di tambang.
2. Centrifugal Pump.
Pompa ini bekerja berdasarkan putaran impeller di dalam pompa. Air yang
masuk akan diputar oleh impeller, akibat gaya sentrifugal yang terjadi air akan
dilemparkan dengan kuat ke arah lubang pengeluaran pompa. Pompa jenis ini
banyak digunakan di tambang, karena dapat melayani air berlumpur,
kapasitasnya besar dan perawatannya lebih muda.
3. Axial Pump
Pada pompa aksial, zat cair mengalir pada arah aksial (sejajar poros) melalui
kipas. Umumnya bentuk kipas menyerupai baling-baling kapal. Pompa ini
dapat beroperasi secara vertikal maupun horizontal. Jenis pompa ini digunakan
untuk julang yang rendah.
Keterangan:
Ht = Head total (m)
Hs = Head statis (m)
Hv = Head kecepatan (m)
Hf1 = Head gesekan (m )
Hf2 = Head belokan (m)
Keterangan :
Q = Debit (m3 /detik)
R = Jari-jari hidrolik = A/P (m)
S = Gardien (%) A = Luas penampang basah (m2 )
n = Koefisien kekasaran Manning
Dalam sistem penyaliran terdapat beberapa bentuk penampang saluran
terbuka yang digunakan. Bentuk penampang saluran terbuka tersebut diantaranya
adalah bentuk persegi panjang, segitiga, dan trapesium.
Penampang Saluran Terbuka bentuk Persegi Panjang
(Sumber : Suripin,2004)
Penampang Saluran Terbuka bentuk Segitiga Panjang
(Sumber : Suripin,2004)
Penampang Saluran Terbuka bentuk Trapesium
(Sumber : Suripin,2004)
Saluran terbuka berfungsi untuk menampung air limpasan permukaan pada
suatu daerah dan mengalirkannya ke kolam pengendapan. Saluran terbuka yang
dibuat harus tahan terhadap gerusan aliran air, sehingga tidak menimbulkan erosi
pada dinding saluran. Saluran yang digunakan dalam jangka waktu tertentu akan
memberikan dampak yang mengakibatkan saluran tersebut tidak dapat berfungsi
secara optimal karena adanya erosi. Dan juga dasar saluran terbuka harus dibuat
miring supaya aliran air tidak menyisakan endapan di dasar saluran.
2.5.13 Kolam Pengendapan
Kolam pengendapan bertujuan untuk mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan pada sungai dan danau. Kolam pengendapan berfungsi untuk
mengendapkan dan menampung air limpasan yang mengandung material padatan
atau lumpur sehingga sebelum dialirkan ke sungai dan danau sudah jernih selain
itu hal ini juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pendangkalan sungai.
Disamping tempat pengendapan, kolam pengendapan juga dapat berfungsi sebagai
tempat pengontrol kualitas dari air yang akan dialirkan keluar kolam
pengendapan, baik itu kandungan materialnya, tingkat keasaman ataupun
kandungan material lain yang dapat membahayakan lingkungan.
Luas kolam pengendapan dapat dihitung dengan beberapa parameter yaitu
debit air limpasan, kecepatan pengendapan dan luas daerah tangkapan hujan.
Kecepatan pengendapan adalah waktu yang dibutuhkan suatu partikel untuk
mengendap. Kecepatan pengendapan harus diketahui untuk menentukan luas dari
kolam pengendapan. Nilai kecepatan pengendapan dapat diketahui dengan
melakukan uji laboratorium berupa spesific gravity dan hidrometer.
Penentuan letak kolam pengendapan yang akan dibuat harus memperhatikan
hal – hal sebagai berikut:
1. Harus berada diluar area penambangan.
2. Harus berada di dalam IUP perusahaan.
3. Terletak di lokasi yang memiliki elevasi lebih rendah.
4. Terletak di daerah yang relatif stabil.
5. Relatif dekat dengan badan-badan air di permukaan tanah, seperti sungai, rawa,
danau, dan laut .
Bentuk kolam pengendapan biasanya hanya digambarkan secara sederhana,
yaitu berupa kolam berbentuk persegi panjang, tetapi sebenarnya bentuk kolam
pengendapan di lapangan dapat bermacam–macam, disesuaikan dengan keperluan
dan keadaaan lapangannya. Walaupun bentuknya bermacam–macam, namun pada
setiap kolam pengendapan akan selalu ada 4 zona penting yang terbentuk karena
proses pengendapan material padatan. Keempat zona tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Zona Masukan.
Merupakan tempat masuknya aliran air berlumpur ke dalam kolam
pengendapan dengan anggapan campuran antara padatan dan cairan
terdistribusi secara merata.
2. Zona Pengendapan
Merupakan tempat partikel akan mengendap. Material padat akan mengalami
proses pengendapan di sepanjang saluran masing-masing.
3. Zona Endapan Lumpur
Merupakan tempat dimana partikel padatan dalam cairan mengalami
sedimentasi dan terkumpul pada bagian bawah saluran pengendap.
4. Zona Keluaran
Merupakan tempat keluarnya buangan cairan yang relatif bersih, zona ini
terletak pada akhir saluran.
Bentuk dari kolam pengendapan agar dapat berfungsi lebih efektif harus
memenuhi beberapa persyaratan teknis yaitu sebaiknya bentuk kolam
pengendapan dibuat berkelok–kelok (zig–zag) agar kecepatan aliran air relatif
rendah sehingga partikel padatan cepat mengendap dan geometri kolam
pengendapan biasanya disesuaikan dengan ukuran alat berat yang digunakan
untuk membuat atau melakukan perawatan kolam pengendapan (Dwinda, 2021).
Zona Zona Kolam Pengendapan
Bottom loading
(Sumber : Indonesianto 2013)
Keterangan :
CTE = waktu siklus atau cycle time excavator (detik)
DgT = waktu penggalian atau digging time excavator (detik)
SLT = waktu ayun bermuatan atau swing load time excavator (detik)
Dpt = waktu penumpahan material atau passing time excavator
(detik)
SET = waktu ayun kosong atau swing empty time excavator (detik)
2. Waktu Siklus Dump truck
Waktu siklus alat angkut pada umumnya terdiri dari waktu menunggu alat
untuk dimuat, waktu diisi muatan, waktu mengangkut muatan, waktu dumping,
waktu kembali kosong. Persamaan waktu siklus alat angkut adalah sebagai
berikut:
CT DT =¿+ HLT + SDT + DT + RT +WT + SLT (2.27)
Keterangan :
CTDT = waktu siklus atau cycle time dump truck (detik)
LT = waktu pemuatan material atau load time dump truck (detik)
HLT = waktu pergi bermuatan atau hauling load time dump truck (detik)
SDT = waktu manuver sebelum menumpah (detik)
DT = waktu menumpahkan material atau dumping time dump truck (detik)
RT = waktu kembali tanpa muatan atau returning time dump truck (detik)
QT = waktu antri sebelum pemuatan (detik)
SLT = waktu manuver sebelum dimuati (detik)
Keterangan :
Q = Produktivitas perjam alat muat (Bcm/jam)
q = Produksi alat muat persiklus (m3)
q1 = Kapasitas Bucket (m3)
k = Faktor Bucket
E = Efesiensi Kerja
SF = Swell Factor (Husean dan Maiyudi, 2018).
2.6.7 Produksi Alat Gali Muat (Excavator) dan Alat Angkut (Dump truck)
Informasi tentang target produksi dan produksi alat berat per unit akan
menentukan kebutuhan jumlah alat yang dierlukan sesuai dengan kapasitas, jenis
material yang akan ditangani, dan tingkat kemudahan pengoperasian serta
perawatannya.
Kemampuan produksi excavator dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
60
P= x Cb x Ff x Ek x Sf (2.30)
Ctm
Keterangan :
P = Produksi alat muat (BCM/jam)
Ctm = Waktu siklus alat muat (menit)
Cb = Kapasitas bucket (m3)
Ff = Bucket fill factor (%)
Ek = Efisiensi kerja (%)
Sf = Swell factor
Kemampuan produksi dump truck dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
60
P= x n x Cb x Fb x N x Ek x Sf (2.31)
CT DT
Keterangan :
P = Produksi dump truck (BCM/jam)
CTDT = Waktu siklus dump truck (menit)
Cb = Kapasitas bucket, (m3)
N = Banyaknya curah
Fb = Bucket fill factor (%)
Ek = efisiensi kerja (%)
N = jumlah dump truck (unit)
Sf = Swell factor (Prasmoro dan Hasibuan,
2018).
2.6.8 Waktu Edar
Waktu edar adalah waktu yang diperlukan oleh alat mekanis untuk
menyelesaikan sekali putaran kerja, dari mulai kerja sampai dengan selesai dan
bersiap- siap memulainya kembali.
1. Waktu edar alat gali-muat
Merupakan total waktu pada alat muat, yang dimulai dari pengisian bucket
sampai dengan menumpahkan muatan ke dalam alat angkut dan kembali
kosong. Waktu edar alat gali-muat dapat dirumuskan sebagai berikut:
CTm=Bt + Stf + Dt+ Ste (2.32)
Keterangan :
Ctm = Waktu edar alat gali-muat, detik
Bt = Waktu menggali material, detik
Stf = Waktu putar dengan bucket terisi, detik
Dt = Waktu menumpahkan muatan, detik
Ste = Waktu putar dengan bucket kosong, detik
2. Waktu edar alat angkut
Waktu edar alat angkut (dump truck) pada umumnya terdiri dari waktu
menunggu alat untuk dimuat, waktu mengatur posisi untuk dimuati, waktu diisi
muatan, waktu mengangkut muatan, waktu dumping, dan waktu kembali
kosong. Waktu edar alat angkut dapat dirumuskan sebagai berikut :
Cta=STl +¿+TTf + STd+ DT +TTe (2.33)
Keterangan :
Cta = Waktu edar alat angkut, menit
STl = Waktu mengambil posisi untuk dimuati, menit
LT = Waktu diisi muatan, menit
TTf = Waktu tempuh mengangkut muatan, menit
STd = Waktu mengambil posisi untuk penumpahan, menit
DT = Waktu pengosongan muatan, menit
TTe = Waktu kembali kosong, menit (Khaerul Nujum, 2020).
Keterangan :
W = Beban setiap ban (lb/ban)
F = RR pada 1 ban (lb/ban)
a = Amblesan (inch)
r = Jari-jari ban (inch)
RR = Rolling resistance (lb/ton) (Wicaksana dan Erusani, 2021) .
Persamaan rimpull sebagai berikut :
Rimpull (lbs)=((375 x HP x Efisiensi))/ (Speed (Mph)) x 100 % (2.40)
Keterangan :
HP = Kekuatan mesin, HP
EM = Efisiensi mekanis
V = Kecepatan truk, mph
Keterangan :
We = Waktu kerja efektif (menit)
Wt = Waktu kerja tersedia (menit)
Whd = Waktu hambatan dapat dihindari (menit)
Wtd = Waktu hambatan tidak dapat dihindari (menit)
Ek = Efisiensi kerja (%)
Keterangan :
K = Jumlah alat angkut
M = Tahap-tahap dalam antrian
2. Probabilitas keadaan antrian putaran
Bila ada 4 tahap dengan K alat angkut dapat dihitung dengan rumus :
μk−n 1
1
P ( n1 , n2 , n3 , n4 )= 2 3 4 P(0,0,0) (2.44)
n2 ! μ n2 μn3 n 4 ! μ n4
Keterangan :
μ = tingkat pelayanan alat muat, unit /jam
n = jumlah alat angkut pada suatu waktu, unit(Octavia, et al, 2020).
2.8.1 Peramalan
Menurut Supranto, ramalan merupakan suatu dugaan atau perkiraan yang
dilakukan terhadap suatu kejadian atau peristiwa yang akan terjadi di masa depan.
Menurut Saputro dan Asri Peramalan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu : peramalan
kualitatif yaitu, peramalan yang didasarkan atas hasil observasi, seperti pendapat
dari seorang sales, rating yang diberikan seorang sales manajer, pendapat para ahli
dan penilaian kepuasan konsumen melalui pengisian kuisoner. Sedangkan
peramalan kuantitatif yaitu, peramalan yang didasarkan data statistik, baik itu
angka penjualan, angka jumlah permintaan dan indeks harga saham gabungan
(IHSG). Metode peramalan yang tepat sangat bergantung pada data apa yang
tersedia untuk dilakukan prediksi (Ashyrofi dan Panday, 2021).
Keterangan :
y’ = variabel dependen
a = konstanta
b = koefisien variabel x
x = variabel independen
Konstanta a dan b diperoleh dari persamaan
y= á−b x́ (2.46)
n ∑ xiyi−∑ xi ∑ yi
b= (2.47)
n ∑ (xi )2−¿ ¿
x dan y diperoleh dari data-data sebelumnya yang dijadikan dalam bentuk
tabel sampel. Ketepatan garis regresi dapat dilihat apabila semua sebaran titik
mendekati garis regresi. Penyebaran dan penyimpangan titik-titik tersebut dari
garis regresi disebut dengan standart error of estimate (Nafi’iyah, 2016).
2. Exponential Smoothing
Metode single exponential smoothing adalah metode yang menunjukkan
pembobotan menurun secara eksponensial terhadap nilai observasi. Nilai yang
lebih baru diberikan bobot yang relatif lebih besar dibanding nilai observasi yang
lebih lama. Metode ini memberikan sebuah pembobotan eksponensial rata-rata
bergerak dari semua nilai observasi sebelumnya. Pada metode ini tidak
dipengaruhi oleh trend maupun musim .
Rumusnya adalah :
F T+1 =a × X t + ( 1−a ) . F t (2.48)
Keterangan :
F T+1 = Peramalan waktu periode berikutnya
Xt = Permintaan untuk periode t.
F t= Nilai Peramalan untuk periode t
α = Konstanta pemulusan antara 0 dan 1
Bobot nilai α lebih tinggi diberikan kepada data yang lebih baru, sehingga
nilai parameter α yang sesuai akan memberikan ramalan yang optimal dengan
nilai kesalahan (error) terkecil. Untuk mendapatkan nilai α yang tepat pada
umumnya dilakukan dengan trial and error untuk menentukan nilai kesalahan
terendah. Nilai α dilakukan dengan membandingkan menggunakan interval
pemulusan antar 0 < α < 1, yaitu α (0,1 sampai dengan 0,9). Metode ini hanya
mampu memberikan ramalan satu periode ke depan dan cocok untuk data yang
mengandung unsur stationer. Karena jika diterapkan pada serial data yang
memiliki trend yang konsisten, ramalan yang dibuat akan selalu berada
dibelakang trend. Selain itu, metode eksponensial ini juga memberikan bobot
yang relatif lebih tinggi pada nilai pengamatan terbaru dibanding nilai-nilai
periode sebelumnya (Putra dan Maulud, 2020).
3. Regresi polinomial
Regresi polinomial merupakan model regresi linier yang dibentuk dengan
menjumlahkan pengaruh masing-masing variabel prediktor (X) yang
dipangkatkan meningkat sampai orde ke-k. Secara umum, model regresi
polinomial ditulis dalam bentuk :
Y =b0 +b1 X +b 2 X 2+ …+bk X K + ɛ (2.49)
Keterangan :
Y = Variabel respons
b0 = Intersep
b1,b2,…,bk = Koefisien-koefisien regresi
X = Variabel prediktor
ɛ = Faktor pengganggu regresi (Malensang, et al, 2013).
2.8.4 Pengukuran Hasil Peramalan
Ukuran akurasi hasil peramalan yaitu kriteria ketepatan peramalan
merupakan ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan apa
yang sebenarnya terjadi. Ada beberapa ukuran yang biasa digunakan yaitu:
1. Rata-rata Deviasi Mutlak (Mean Absolute Deviation = MAD)
MAD merupakan rata–rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa
memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan
kenyataannya. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut .
MAD=
∑|ei| (2.50)
n
Keterangan:
|ei|=¿Absolut dari Forecast errors
n ¿Jumlah data
Keterangan :
ei = Forecast errors
n = Jumlah data
Keterangan :
Xt = Data Aktual
Ft = Data Forcast
n = Jumlah data (Putra dan Maulud, 2020).
2.8.7 Biaya
Proses produksi untuk menghasilkan suatu produk, perusahaan biasanya
mengeluarkan berbagai macam biaya. Biaya yang beraneka ragam tersebut dapat
dikelompokkan menjadi tiga golongan dasar, yakni: bahan langsung, tenaga kerja
langsung, dan over head pabrik. Dalam membicarakan biaya sebenarnya diketahui
ada 2 istilah atau terminologi biaya yang perlu mendapat perhatian, yaitu sebagai
berikut :
1. Biaya (cost) yang dimaksud dengan biaya disini ialah semua pengorbanan yang
dibutuhkan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang diukur dengan nilai
uang.
2. Pengeluaran (expence) yang dimaksud dengan expence ini biasanya yang
berkaitan degan sejumlah uang yang dikeluarkan atau dibayarkan dalam rangka
mendapatkan suatu hasil yang diharapkan.
2.8.10 Bunga
Bunga (interest) adalah sejumlah uang yang dibayarkan akibat pemakaian
uang yang dipinjam sebelumnya. Penarikan bunga pada dasarnya merupakan
kompensasi dari penurunan nilai uang selama waktu peminjaman sehingga
besarnya bunga relatife sama besarnya dengan penurunan nilai uang tersebut.
Oleh karena itu, seseorang yang membungakan uangnya sebesar tingkat
penurunan nilai uang (inflasi), tidak akan mendapat keuntungan ekonomis
terhadap uang yang dibungakan itu, tetapi hanya meminjamkan nilai kekayaan
yang bersangkutan relatife tetap dan stabil. Ada dua macam bunga, yaitu bunga
biasa (simple interest) dan bunga yang menjadi berlipat (compound interest).
Sedangkan untuk laju/tingkat bunga juga ada dua, yaitu laju/tingkat nominal
(nominal interest Rates) dan laju/tingkat bunga efektif (effective interst rates).
Bunga=i× P × n (2.53)
Keterangan :
i = Suku Bunga
P = Pinjaman semula
n = Jumlah periode peminjaman (Bakhsindha, et al, 2020)
2.8.11 Depresiasi
Depresiasi adalah penyusutan atau penurunan nilai asset bersamaan
dengan berlalunya waktu sebagaimana diketahui pengertian asset mencakup
current asset dan fixed asset, namun asset yang terkena depresiasi hanya fixed
asset (asset tetap) yang pada umumnya bersifat fisik, seperti bangunan, mesin atau
peralatan, armada, dan lain- lain.
Klasifikasi umum jenis depresiasi yang digambarkan dalam persyaratan
meliputi depresiasi fisik, depresiasi fungsional dan kecelakaan. Depresiasi aset
karena keausan atau kerusakan aset dikenal sebagai depresiasi fisik. Depresiasi
fungsional dihasilkan bukan dari kemunduran kemampuan aset untuk melayani
tujuan yang diharapkan, tetapi dari perubahan permintaan atas jasa yang dapat
dihasilkan aset itu.
2.8.12 Pajak
Pajak dikenakan terhadap penghasilan kotor yaitu penghasilan yang didapat
dari income yang dikurangi dengan biaya-biaya operasional setelah didapat gross
profit, kemudian dikurangi dengan pajak yang dikenakan. Sebetulnya ada banyak
jenis pajak yang dikenakan pada sebuah perusahaan, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Pajak pendapatan, yaitu pajak yang dipungut sebagai fungsi dari pendapatan
usaha ataupun perorangan, yang besarnya dihitung sebagai presentase dari
pendapatan bersih perusahaan atau perorangan.
2. Pajak kekayaan yang dibebankan oleh pemerintah pada pemilik tanah,
bangunan, mesin atau peralatan, barang inventaris, dan lain-lain sesuai dengan
peraturan.
3. Pajak penjualan yang ditetukan sebagai fungsi dari pembelian barang ataupun
pemberian pelayanan dan tidak ada kaitanmya dengan pendapatan bersih atau
keuntungan perusahaan.
Keterangan :
NPV = Net Present Value
(C) t = Aliran kas masuk tahun ke 1
(Co)t= Aliran kas keluar tahun ke-t
n = Umur investasi (tahun)
t = tahun
i = Suku Bunga
Apabila hasil NPV positif (NPV>0), maka invesatsi diterima dan jika
sebaiknya NPV negative (NPV<0), investasi ditolak. Dengan menggunakan
kriteria penilaian NPV dalam analisis finansial ini akan diperoleh beberapa
kelebihan, yaitu:
1. Telah memasukan faktor nilai waktu dari uang
2. Telah mempertimbangkan semua aspek aliran kas proyek
3. Dilakukan perhitungan besaran absolut (bukan relatif).
Keterangan :
ir = Suku bunga rendah
it = Suku bunga tinggi
(C)t = Aliran kas masuk tahun ke-t
(Co)t = Aliran kas keluar tahun ke-t
i = Suku bunga
n = Umur Investasi
Dalam menganalisis investasi dengan IRR ini ditentukan aturan sebagai berikut:
1. IRR > (lebih besar) dari pada laju pengembalian (i) yang diinginkan (Required
Rate Of Return - ROR), maka proyek investasi diterima.
2. IRR < (lebih kecil) dari pada laju pengembalian (i) yang diinginkan (Required
Rate Of Return - ROR), maka proyek investasi ditolak.
Keterangan :
PBP = Payback periode (tahun)
Ft = Total Aliran kas selama n periode
I = Laju pengembalian bunga (Cahaya, et al, 2020).
DAFTAR PUSTAKA