Anda di halaman 1dari 52

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan adalah penentuan persyaratan teknik pencapaian sasaran


kegiatan dan urutan teknik pelaksanaan dalam berbagai macam anak kegiatan
yang harus dilaksanakan untuk mencapai sasaran dan tujuan kegiatan. Masalah
perencanaan tambang merupakan masalah yang kompleks karena merupakan
problem geometrik tiga dimensi yang selalu berubah dengan waktu dan akan
menjadi fokus utama. Untuk itulah diperlukan perencanaan yang matang sebelum
melakukan kegiatan penambangan untuk meminimalkan berbagai masalah yang
akan terjadi. Perencanaan tambang (mine planning) merupakan suatu tahapan
penting dalam studi kelayakan dan rencana operasi penambangan.
Perencanaan suatu tambang terbuka yang moderen memerlukan model
komputer dari sumberdaya yang akan ditambang.

Fungsi perencanaan tergantung dari jenis perencanaan yang


digunakan dalam sasaran yang dituju, tetapi secara umum fungsi perencanaan
yaitu Sebagai pengarahan kegiatan (pedoman kegiatan), Perkiraan terhadap
masalah pelaksanaan, kemampuan, harapan, hambatandan kegagalannya
mungkin terjadi, sebagai usaha untuk mengurangi ketidakpastian ,sebagai
kesempatan untuk memilih kemungkinan terbaik, dan penyusunan urutan
kepentingan tujuan serta sebagai alat pengukur atau dasar ukuran dalam
pengawasan dan penilaian

Ada berbagai macam perencanaan tambang antara lain:


a. Perencanaan jangka panjang, yaitu suatu perencanaan kegiatan yang jangka
waktunya lebih dari 5 tahun secara berkesinambungan.
b. Perencanaan jangka menengah, yaitu suatu perencanaan kerja yang jangka
waktu antara 1 – 5 tahun.
c. Perencanaan jangka pendek, yaitu suatu perencanaan aktifitas untuk jangka
waktu kurang dari setahun demi kelancaran perencanaan jangka menengah dan
panjang.
d. P e r e n c a n a a n p e n y a n g g a a t a u a l t e r n a t i f , merupakan perencanaan
sampingan jika kemudian hari terjadi hal-hal tak terduga atau ada
perubahan data dan informas i s ehingga dapat menyebabkan
kegagalan.

2.1 Pemodelan Dan Perhitungan Cadangan


Pemodelan merupakan tahap awal untuk melakukan estimasi kadar yang
berlanjut ke estimasi sumberdaya. hasil dari estimasi sumberdaya tersebut akan
dapat dijadikan sebagai cadangan jika memenuhi beberapa ketentuan metode
perhitungan yang digunakan harus memberikan hasil yang dapat diuji ulang atau
diverifikasi. pemodelan dan perhitungan cadangan bertujuan untuk
mengidentifikasi, menentukan suatu gambaran geologi dan mendeliniasi secara
rinci mengenai ukuran, bentuk, sebaran, kualitas dan kuantitas badan bijih dalam
bentuk 3D yang didapatkan dari data-data percontohan dalam kegiatan eksplorasi.
Data- data yang diperlukan dari data eksplorasi untuk melanjutkan dalam
pengimputan dan pengolahan adalah data koordinat titik bor (collar),data litologi,
kadar (essay/geology), data arah lubang bor, dip dan azimuth (survey). Sehingga
dapat ditentukan perencanaan tambang (mine plane) yang selanjutnya.
Pentingnya pemodelan dan perhitungan cadangan sebab bermanfaat untuk
hal-hal berikut ini:
1. Memberikan besaran kuantitas (tonase) dan kualitas terhadap suatu endapan
bahan galian.
2. Memberikan perkiraan bentuk 3D dari endapan bahan galian serta distribusi
ruang (spatial) dari nilainya. Hal ini penting untuk menentukan sumberdaya ke
tahap cadangan dan selanjutnya Perencanaan untuk menentukan urutan/tahapan
penambangan, yang ada gilirannya akan mempengaruhi pemelihan peralatan.
3. Jumlah sumberdaya menetukan umur tambang setelah diklasifikasikan ke
cadangan. Hal ini penting dalam perancangan pabrik pengolahan dan
kebutuhan infrastruktur lainnya.
4. Batas-batas kegiatan penambangan (pit limit) ke tahap cadangan dibuat
berdasarkan besaran sumberdaya (Wawan AK Conoras, et al, 2020)

2.2 Cadangan
Menurut Mc. Kelvey (1973) yang dimaksud dengan cadangan adalah bagian
dari sumber daya terindikasi dari suatu komoditas mineral yang dapat diperoleh
secara ekonomis dan tidak bertentangan dengan hukum dan kebijaksanaan
pemerintah pada saat itu. Suatu cadangan mineral biasanya digolongkan
berdasarkan ketelitian dari eksplorasinya. Klasifikasi cadangan di Indonesia
menurut SNI sebagai berikut :
1. Cadangan Terkira (Probable Reserve) adalah sumber daya mineral terunjuk
dan sebagian sumberdaya mineral terukur yang tingkat keyakinan geologinya
masih lebih rendah, yang berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor
yang terkait telah terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara
ekonomi.
2. Cadangan Terbukti (Proved Reserve) adalah sumber daya mineral terukur yang
berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang terkait telah
terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomi

Metode yang digunakan untuk memperkirakan jumlah sumberdaya mineral


dan cadangan adalah sebagai berikut:
2.2.1 Metode Inverse Distance Wieghting (IDW)
Metode ini merupakan suatu cara penaksiran yang telah memperhitungkan
adanya hubungan letak ruang (jarak), merupakan kombinasi linear atau harga rata-
rata tertimbang (weighting average) dari titik-titik data yang ada di sekitarnya.
Metode seperjarak ini mempunyai batasan pada jarak saja dan belum
memperhatikan efek pengelompokan data, sehingga data dengan jarak yang sama,
namun mempunyai pola sebaran yang berbeda masih akan memberikan hasil yang
sama atau dengan kata lain metode ini belum memberikan korelasi ruang antara
titik data dengan titik data yang lain.
Rumus yang digunakan untuk metode inverse distance weight adalah
sebagai berikut:
1
d1k
Untuk ID pangkat n:Wi= (2.1)
1
∑ d1k
N
Maka hasil taksiran :Zo=∑ Wi . Zi (2.2)
i

Keterangan :
d = Jarak titik yang ditaksir
k = Pangkat power
N = Banyaknya data
Zi = Titik data
Wi = Faktor pembobotan

2.2.2 Metode Nearest Neighbor Point (NNP)


Metode Nearest Neighbour Point (NNP) adalah metode estimasi
sumberdaya yang memperhitungkan nilai di suatu blok didasari oleh nilai titik
yang paling dekat dengan blok tersebut. Dalam kerangka model blok, dikenal
jenis penaksiran poligon dengan jarak titik terdekat (rule of nearest point), yaitu
nilai hasil penaksiran hanya dipengaruhi oleh nilai conto yang terdekat, atau
dengan kata lain titik (blok) terdekat memberikan nilai pembobotan satu untuk
titik yang ditaksir, sedangkan titik (blok) yang lebih jauh memberikan nilai
pembobotan nol (tidak mempunyai pengaruh).
Metode ini dikenal juga sebagai interpolasi Sibson atau “Area-Stealing”.
Sifat dasar metode interpolasi ini adalah lokal, dimana hanya menggunakan
sampel yang berada di sekitar titik yang ingin diinterpolasi, dan hasil yang
diperoleh akan mirip dengan ketinggian titik sampel yang digunakan sebagai nilai
masukan proses interpolasi.

N
Tidak bias : ∑ Wi=1 (2.3)
i
N
Hasil taksiran :Zo=∑ Wi . Zi (2.4)
i
Keterangan:
N = Banyaknya Data
Zi = Titik Data
Wi= Faktor pembobotan (Ghafarunnisa, 2020)

2.2.3 Metode Kriging


Ordinary kiging adalah metode paling sederhana yang terdapat pada
geostatistik. Pada metode ini diasumsikan bahwa rata-rata (mean) tidak diketahui
dan bernilai konstan. Ada berapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan
data dengan metode ordinary kriging antara lain:
Mencari nilai rata-rata di seluruh block. Bila harga taksiran suatu kadar Z
dari suatu volume Blok adalah Ẑ(v) maka taksiran kadar dapa dihitung melalui
pembobotan kadar-kadar conto Ẑ (xi).
n
z ( V )=∑ λi . z( x i ¿ )¿ (2.5)
i=1

i=1,2,3 , … n (2.6)

Mempertimbangkan kondisi tak bias dengan menentukan jumlah faktor


pembobotan sama dengan satu.
n

∑ λi=1 (2.7)
i

Keterangan :
Ẑ(V) = Nilai estimasi pada Blok
λi = Faktor pembobot
Ẑxi = Nilai kadar pada sampel titik bor (Conoras dan Tabaika, 2019).

2.3 Sequence
2.3.1 Rancangan Sequence
Rancangan push back penambangan yang dimaksudkan sebagai bagian dari
proses perancangan tambang yang terkait dengan masalah pencapaian target
produksi. Rancangan Sequence penambangan merupakan salah satu faktor penting
dalam suatu kegiatan penambangan, terutama untuk memberikan informasi
mengenai hal-hal yang terkait dengan rencana kemajuan tambang pada suatu
periode waktu tertentu. Selain memberikan gambaran mengenai rencana kemajuan
tambang, perancangan Sequence penambangan juga menjadi pedoman
pelaksanaan suatu kegiatan penambangan

2.3.2 Sequence
Sequence penambangan merupakan bentuk-bentuk penambangan yang
menunjukkan bagaimana suatu pit akan ditambang dari tahap awal hingga tahap
akhir rancangan tambang (pit limit). Tujuan dari pembuatan sequence yaitu untuk
membagi seluruh volume yang ada dalam pit limit ke dalam unit-unit perencanaan
yang lebih kecil sehingga lebih mudah ditangani (Parlan Prambahan dan
Marliantoni, 2020).
Perencanaan desain sequence ini akan dipakai sebagai dasar acuan untuk
melakukan kegiatan sebenarnya di lapangan yang meliputi rancangan batas akhir
tambang, tahapan penambangan (mining sequence), penjadwalan produksi dan
material buangan (waste). Rancangan rekayasa tersebut dapat dibagi menjadi
rancangan bulanan, mingguan dan harian.
Tahapan pertama dalam penerapan proses perencanaan sequence design
adalah untuk mendapatkan keseluruhan cadangan pada pit dengan perencanaan
yang lebih teratur. Dalam tahapan sequence design ini akan dibuat desain pit,
ramp, disposal, jalan, dan drainase pada setiap sequence-nya. Data yang
dibutuhkan untuk membuat tahapan penambangan, berupa data geologi, data
geoteknik, data morfologi, dan nilai BESR yang akan digunakan sebagai dasar
untuk menentukan stripping ratio disetiap tahapan penambangan(Haryono, et al ,
2017)

2.3.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penentuan Sequence


1. Kondisi Bahan Galian
Bentuk bahan galian akan mempengaruhi proses penentuan Sequence.
Rancangan Sequence untuk bahan galian yang datar atau relatif datar akan
berbeda dengan yang berbentuk singkapan termasuk dalam hal ini mempengaruhi
penentuan geometri lerengnya lihat Gambar 1

Sumberdaya Hipotetik untuk Studi awal penentuan rancangan Sequence.

Rock type 1 merupakan tanah penutup yang harus dibongkar, dan rock
type 2 merupakan waste yang akan terambil apabila kegiatan penambangan
dilakukan. Dalam perancangan akan dapat diketahui volume dari rock type 1 dan
rock type 2 yang akan terbongkar setelah perancangan push back dilakukan lihat
Gambar 2.

Bentuk rancangan Push Back Sumberdaya Hipotetik

2. Ultimate Pit Limit


Faktor pertimbangan teknis yaitu kemiringan / batas luar tambang yang
tetap stabil dan menguntungkan. Dengan demikian, akan berhubungan dengan
geometri lereng yang direncanakan. Hal ini berarti menentukan besar cadangan
bijih yang akan ditambang (tonase dan kualitas bijih) yang akan memaksimalkan
nilai bersih total dari bijih tersebut. Ultimate pit slope ini juga berpengaruh pada
eksplorasi lanjut, tahap evaluasi dan tahap persiapannya didasarkan pada :
1. Sifat fisik dan mekanik batuan.
2. Struktur geologi (sesar, kekar, bidang geser).
3. Air tanah, unsur kimia batuan dan waktu yang dibutuhkan.

3. Stripping Ratio
Stripping Ratio atau nisbah pengupasan adalah perbandingan antara volume
tanah penutup yang harus dipindahkan terhadap satu ton bijih yang ditambang.
Hasil suatu perancangan pit akan menentukan jumlah tonase bahan galian dan
volume tanah penutup yang berada di pit tersebut. Perbandingan antara tanah
penutup dan bahan galian tersebut akan memberikan nisbah pengupasan rata-rata
suatu open pit.

4. Metode Penambangan
Metode penambangan secara terbuka untuk bijih terdiri dari beberapa
metode penambangan. Penentuan metode penambangan tersebut akan dipengaruhi
oleh kondisi topografi lokasi penambangan, kondisi bijih serta ketebalan
overburden. Beberapa metode tambang terbuka bijih, antara lain :
1. Open pit/Opem Mine Merupakan penambangan yang dilakukan dengan
permukaan yang relatif datar menuju ke arah bawah dimana bijih tersebut
berada.
2. Open Cast/Open Cut Merupakan penambangan bijih yang dilakukan pada
suatu lereng bukit. Pada umumnya metode ini diterapkan apabila bijih yang
akan ditambang berbentuk bukit atau bijih terletak pada suatu daerah
pegunungan, misalnya pada tambang bijih Nikel di Halmahera Timur, Maluku
Utara.

5. Geometri Jenjang
Perancangan jenjang meliputi panjang, lebar, dan tinggi jenjang. Tinggi
jenjang berhubungan dengan kemampuan alat gali/muat, yaitu pada ketinggian
berapa alat dapat bekerja efektif. Lebar jenjang berhubungan dengan penentuan
ukuran minimal dimana alat dapat beroperasi dengan baik. Panjang jenjang
berguna dalam penghitungan produksi sebab produksi merupakan hasil perkalian
antara panjang, lebar, dan tinggi jenjang. Geometri jenjang (tinggi, lebar dan
kemiringan) bergantung pada peralatan yang digunakan, yang digali dan kondisi
kerja. Tinggi jenjang yang sesuai dengan ukuran excavator menjamin keselamatan
dan efisiensi kerja yang tinggi, dimana peralatan dapat bekerja secara optimal dan
dapat memindahkan material sesuai dengan kemampuannya. Dalam operasi di pit,
pengontrolan sudut lereng biasanya dilakukan dengan menandai lokasi pucuk
jenjang (crest) yang diinginkan menggunakan bendera kecil. Operator Excavator
akan menggali sampai mangkuknya diposisi bendera tesebut. Komponen dasar
pada pit adalah jenjang lihat Gambar 3 Bagian jenjang adalah

Bagian-bagian jenjang

6. Metode Panel, Strip dan Blok


Tahapan-tahapan penambangan yang dirancang dengan baik akan
memberikan akses ke semua daerah kerja dan menyediakan ruang kerja yang
cukup untuk operasi peralatan kerja tambang secara effisien. Salah satu hal
terpenting adalah untuk memperlihatkan minimal satu jalan angkut pada setiap
tahapan penambangan. Jika suatu akses jalan akan dimasukkan pada suatu tahapan
penambangan, lebar awal di sebalah atas harus ditambah untuk memberikan
ruangan ekstra. Metode panel, strip dan block dijumpai pada rancangan
penambangan endapan bahan galian. Daerah penambangan dibagi menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil, yaitu pit (tambang), panel, strip dan block.
Berikut adalah penjelasan mengenai metode panel, strip dan block pada rancangan
Sequence.
1. Pit, penambangan dibagi menjadi beberapa pit untuk memudahkan
pelaksanaan operasi penambangan. Pembagian pit (tambang) terutama
didasarkan pada pencapaian target produksi dari bahan galian yang akan
ditambang.
2. Panel, masing-masing pit dibagi menjadi panel-panel yang melintang misalnya
dari arah barat ke timur. Lebar tiap panel umumnya adalah 100 m. Penomoran
untuk panel 1 adalah P1, panel 2 adalah P2, dan seterusnya.
3. Strip, setiap panel dibagi lagi menjadi srip-strip yang dibuat tegak lurus garis
panel. Lebar setiap strip adalah 100 m atau setengahnya dengan jarak
melintang dari arah selatan ke utara. Penomoran untuk Strip 1 adalah S1, Strip
2 adalah seterusnya pada masing-masing panel.
4. Block, merupakan perpotongan antara panel dan strip. Bentuk akhir dari block
adalah bujursangkar dengan ukuran 100 m × 100 m ataupun 100 m ×50 m.
penomoran untuk block adalah gabungan dari panel dan strip. (Waterman,
2010).

2.4 Jalan Bench


2.4.1 Geometri Jalan Angkut
Rancangan jalan angkut baik konstruksi maupun geometri disesuaikan
dengan kapasitas (berat dan daya) alat angkut yang akan digunakan. Lebar jalan
dipengaruhi jumlah jalur dan lebar alat angkut yang digunakan, rancangan
tikungan dipengaruhi oleh sifat membelok alat angkut sedangkan kelandaian jalan
(grade) akan dipengaruhi oleh daya alat angkut itu sendiri. Dengan rancangan
teknis jalan angkut yang sesuai dengan karakteristik alat angkut, maka diharapkan
fungsi dan umur jalan dapat maksimum. Selain dari kapasitas alat yang bervariasi,
kecepatan alat angkut juga mempunyai pengaruh didalam rancangan teknis yaitu
pada tikungan dan jarak pandang. Kecepatan rencana yang dipilih merupakan
kecepatan tertinggi dimana alat angkut dapat berjalan dengan aman.
Penentuan lebar jalan angkut minimum untuk jalan lurus didasarkan pada
“rule of thumb” yang dikemukakan “Aashto Manual Rural Highway Design”,
yaitu bahwa jumlah jalur dikalikan dengan lebar alat angkut dump truck ditambah
setengah lebar dump truck untuk masing-masing tepi kiri, kanan dan jarak antara
dua dump truck yang sedang bersilangan.
1. Perhitungan lebar jalan lurus
Persamaan yang digunakan untuk menentukan lebar minimum jalan angkut
pada kondisi lurus adalah:
Lmin=(n x Wt )+(n+1) x( ½Wt ) (2.8)

Keterangan :
L = lebar minimum jalan angkut pada kondisi lurus (meter)
n = jumlah jalur
Wt = lebar alat angkut (meter)
Lebar Jalan Angkut Dua Lajur pada Jalan Lurus

Sumber : Wahyu Rijal Waskito Putra (2019)


2. Lebar jalan angkut pada tikungan
Lebar jalan angkut pada tikungan selalu dibuat lebih besar daripada jalan
lurus. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya penyimpangan lebar alat
angkut yang disebabkan oleh sudut yang dibentuk oleh roda depan dengan badan
truk saat melintasi tikungan. Untuk jalur ganda, lebar minimum jalan pada
tikungan dihitung berdasarkan Lebar jejak roda, lebar overhang (juntai atau
tonjolan) alat angkut bagian depan dan belakang pada saat membelok, jarak antar-
alat angkut saat bersimpanga dan jarak alat angkut terhadap tepi jalan.
perhitungan untuk lebar jalan minimun pada belokan adalah sebagai berikut:
Wmin=n x (U + Fa+ Fb+ Z )+C (2.8)
Z=½(U + Fa+ Fb) (2.9)
C=½( U + Fa+ Fb) (2.10)

Keterangan :
Wmin = Lebar minimum jalan angkut pada tikungan (meter)
U = lebar jejak roda (meter)
Fa = lebar juntai (overhang) depan (meter)
Fb = lebar juntai belakang (meter)
Z = lebar bagian tepi jalan (meter)
C = jarak antara alat angkut saat berpapasan (meter)

Lebar Jalan Angkut Dua Lajur pada Tikungan

Sumber : Wahyu Rijal Waskito Putra (2019)


3. Cross Slope
Cross slope adalah bentuk yang dibuat oleh dua sisi permukaan jalan
terhadap bidang horizontal yang pada umumnya jalan angkut mempunyai bentuk
penampang melintang cembung. Dibuat dengan demikian tujuannya untuk
memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau sebab lain, maka air yang ada
dipermukaan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan angkut, tidak berhenti atau
menggenang pada permukaan jalan. Hal ini penting karna air menggenang pada
permukaan jalan angkut akan membahayakan kendaraan yang lewat dan akan
mempercepat kerusakan jalan (Putra dan Anaperta, 2019).

2.4.1 Geometri bench


Dalam menentukan geometri jenjang (bench) terdapat beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan, antara lain, sasaran produksi harian dan tahunan, ukuran
alat mekanis yang digunakan, sesuai dengan ultimate pit slope, dan sesuai dengan
kriteria slope stability. Elemen-elemen suatu jenjang terdiri dari tinggi, lebar dan
kemiringan yang penentuan dimensinya dipengaruhi oleh alat-alat berat yang
dipakai (terutama alat gali dan angkut), kondisi geologi, sifat fisik batuan,
selektifitas pemisahan yang diharapkan antara bijih dan buangan, laju produksi
dan iklim. Tinggi jenjang adalah jarak vertikal diantara level horisontal pada pit;
lebar jenjang adalah jarak horisontal lantai tempat di mana seluruh aktifitas
penggalian, pemuatan dan pengeboran-peledakan dilaksanakan; dan kemiringan
jenjang adalah sudut lereng jenjang. Batas ketinggian jenjang diupayakan sesuai
dertgan tipe alat muat yang dipakai agar bagian puncaknya terjangkau oleh boom
alat muat. Disamping itu batas ketinggian jenjang pun harus mempertim-bangkan
aspek kestabilan lereng, yaitu tidak longsor karena getaran peledakan atau akibat
hujan.
Geometri bench adalah tinggi bench (H), lebar bench (Sb) dan panjang
bench (L). Kemudian bagian-bagian lain adalah puncak bench (crest), kaki bench
(toe), muka bench (bench face), sudut lereng (α) dan bank width.
Bagian-Bagian Dari Bench

Sumber : (Hustrulid.W. & Kuchta.M.)


Geometri bench tergantung pada produksi yang diinginkan dan alat-alat
mekanis yang menunjang kegiatan penambangan. Peritungan lebar minimum
bench dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu:
1. Head Quarter Departement of the Army (USA)
W min= y+ Wt+ Ls +G+Wb( feet ) (2.11)

Keterangan
Wmin = Lebar minimum lereng
Y = Lebar yang disediakan untuk pemboran
Wt = Lebar yang disediakan untuk alat angkut
Ls = Panjang power shovel
G = floor cutting radius power shovel

Wb = Lebar untuk broken material


2. L. Shevvakov (Mining of Mining Deposite) Untuk material lunak.
B=(1,00−1,50)Ro+ L+ L 2+ L 2 (2.12)

Keterangan :
B = Lebar lereng, m
Ro = Digging radius alat muat, m
L = Jarak antara sisi lereng dengan rel 3-4 m
L1 = Lebar lori, 1,75 – 3 m
L2 = Jarak untuk menjaga agar tidak terjadi runtuhan
3. Melinkov dan Chevnokov (Safety in Open Cast Mining)
Vr = A+C+C1+L+B (2.13)

Keterangan :
Vr = Lebar lereng, m A
A = Lebar untuk broken material, m3 C
C = Jarak sisi timbunan ke sisi tengah rel, m C1
C1 = 0,5 lebar lori, 2 – 3 m L
L = Lebar yang disediakan untuk menjamin extraction dari endapan
pada jenjang di bawahnya.
B = Lebar endapan yang diledakkan, 6 – 12 m (Abdillah, et al, 2017).

2.5 Sistem Penyaliran


Sistem penyaliran tambang adalah suatu upaya yang diterapkan pada
kegiatan penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau mengalirkan air
yang masuk ke bukaan tambang. Upaya ini dimaksudkan untuk mencegah
terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang
berlebihan, terutama pada musim hujan (Syarifuddin, et al, 2017).
Pada tambang terbuka air dapat menyebabkan beberapa permasalahan
diantaranya ialah pertama, air yang cenderung menghambat pergerakan dan
kontrol alat sehingga dapat menimbulkan penurunan tingkat produksi. Kedua,
masalah kestabilan lereng yang dalam hal ini air dapat mengurangi efektifitas
kekuatan material pada lereng sehingga menyebabkan berkurangnya faktor
keamanan. Faktor kendala dalam kegiatan penambangan salah satunya ialah
tingginya curah hujan, yang disebabkan oleh garis khatulistiwa yang
mengakibatkan terjadinya musim penghujan serta kemarau. Sumber air tambang
antara lain air hujan, air limpasan, dan air tanah. Menurut penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya air limpasan yang masuk ke area tambang merupakan hal
yang tidak dapat diabaikan. Jika tidak memperoleh perlakuan yang tepat, air
limpasan dapat menjadi masalah dalam aktivitas produksi, terlebih lagi masalah
lingkungan (Cahyadi, et al, 2019).
Penanganan masalah air dalam suatu tambang terbuka dapat dibedakan
menjadi dua yaitu :
1. Mine Drainage
Merupakan upaya untuk mencegah masuknya air ke daerah penambangan. Hal
ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan air yang berasal dari
sumber air permukaan.
2. Mine Dewatering
Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke daerah
penambangan. Upaya ini terutama untuk menangani air yang berasal dari air
hujan (Khusairi,et al, 2020).

2.5.1 Curah Hujan


Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh pada luasan wilayah
tertentu. Satuan curah hujan adalah mm (millimeter), yang berarti pada luas 1 m2
jumlah air hujan yang jatuh sebanyak 1 liter. Pengukuran curah hujan dapat
dilakukan dengan menggunakan alat penakar curah hujan.
Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam sistem penyaliran,
karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi besar kecilnya debit air
tambang yang harus di atasi. Besar curah hujan dapat dinyatakan sebagai volume
air hujan yang jatuh pada area tertentu, oleh karena itu besarnya curah hujan
dinyatakan dalam meter kubik per satuan luas, secara umum dinyatakan dalam
tinggi air (mm). Hujan merupakan air yang jatuh ke permukaan bumi dan
merupakan uap air di atmosfir yang terkondensasi dan jatuh dalam bentuk tetesan
air. Sistem penyaliran tambang dewasa ini lebih ditujukan pada penanganan air
permukaan, (Dwinda, 2021).

2.5.2 Intensitas curah hujan


Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan yang jatuh dalam area tertentu
dalam jangka waktu yang relatif singkat, dinyatakan dalam mm/detik, mm/menit,
atau mm/jam. Untuk mengetahui nilai intensitas curah hujan di suatu tempat,
maka digunakan alat pencatat curah hujan. Intensitas curah hujan biasanya
dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam, yang artinya tinggi/kedalaman
yang terjadi adalah sekian mm dalam periode waktu 1 jam. Keadaan curah hujan
dapat didefinisikan dalam tabel sebagai berikut :
Keadaan Dan Intensitas Curah Hujan
Curah Hujan (mm)
Keadaan Curah Hujan 1 Jam 24 Jam
Hujan Ringan <1 <1
Hujan Ringan 1-5 5-10
Hujan Normal 5-10 10-50
Hujan Deras 10-20 50-100
Hujan Sangat Deras >20 >100
(Sumber : Suwandi A. 2004)
Penentuan intensitas curah hujan dimaksudkan untuk mendapatkan kurva
durasi yang nantinya akan digunakan sebagai dasar perhitungan air limpasan.
Pengolahan data curah hujan dimaksudkan untuk mendapatkan kurva durasi yang
nantinya akan digunakan sebagai dasar perhitungan air limpasan di daerah
penelitian. Metode yang dipakai dalam pengolahan Intensitas curah hujan adalah
metode Analisa Monnonobe, yaitu:
R 24 2
(2.14)
I = 24
24 t( ) 3

Keterangan :
I = intensitas hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan rencana (mm/hari) tc
t = waktu turun hujan 2/3 (Khusairi, et al , 2020)

2.5.3 Periode Ulang Hujan.


Curah hujan biasanya terjadi menurut pola tertentu dimana curah hujan
tertentu biasanya akan berulang pada periode tertentu yang dikenal dengan
periode ulang hujan. Periode ulang hujan didefinisikan sebagai waktu dimana
curah hujan dengan besaran tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam
jangka waktu tertentu. Misalnya periode ulang hujan 10 tahun, maka peristiwa
yang bersangkutan (hujan, banjir) akan terjadi rata-rata sekali setiap periode 10
tahun. Terjadinya peristiwa tersebut tidak harus 10 tahun, melainkan rata-rata
sekali setiap periode 10 tahun, misal 10 kali dalam periode 100 tahun, 25 kali
dalam periode 250 tahun dan seterusnya. Menurut Suwandhi Periode ulang ini
memberikan gambaran bahwa semakin besar periode ulang semakin tinggi curah
hujannya. Penetapan periode ulang hujan sebenarnya lebih ditekankan pada
masalah kebijaksanaan yang perlu diambil sesuai dengan perencanaan.
Pertimbangan dalam penentuan periode ulang hujan tersebut adalah risiko yang
dapat ditimbulkan bila curah hujan melebihi curah hujan rencana.

2.5.4 Curah Hujan Rencana


Perancangan sistem penyaliran untuk air permukaan pada suatu tambang,
hujan rencana merupakan suatu kriteria utama. Hujan rencana adalah hujan
maksimum yang mungkin terjadi selama umur dari sarana penirisan tersebut.
Menurut Suwandhi Hujan rencana ini ditentukan dari hasil analisa frekuensi data
curah hujan, dan dinyatakan dalam curah hujan dengan periode ulang tertentu.
Salah satu metode dalam analisa frekuensi yang sering digunakan dalam
menganalisa data curah hujan adalah metode distribusi ekstrim, atau juga dikenal
dengan metode distribusi Gumbel
Xt = X̅ +S /Sn( Yt−Yn) (2.15)

Keterangan :
Xt = Perkiraan nilai curah hujan rencana (mm/hari)
X́ = Curah hujan maksimum rata-rata (mm/hari)
S = Simpangan baku (standart deviation)
Sn = Standar deviasi dari reduced variate, nilai tergantung dari
jumlah data
Yt = Nilai reduced variate dari variabel pada periode ulang
tertentu
Yn = Koreksi rata-rata (reduce mean)

Periode Ulang Hujan Rencana


Keterangan Periode Ulang Hujan
Daerah terbuka 0,5
Sarana tambang 2 -5
Lereng – lereng tambang dan penimbunan 5-10
Sumuran utama 10-25
Penyaliran keliling tambang 25
Pemindahan aliran sungai 100
(Sumber : Dwinda, 2021)
2.5.5 Debit air limpasan
Besarnya air limpasan tergantung dari banyak faktor, sehingga tidak semua
air yang berasal dari curah hujan akan menjadi sumber bagi sistem penyaliran.
Dari banyak faktor, yang paling berpengaruh yaitu kondisi penggunaan lahan,
kemiringan lahan dan perbedaan ketinggian daerah
Faktor-faktor ini digabung dan dinyatakan oleh suatu angka yang disebut
koefisien air limpasan. Penentuan besarnya debit air limpasan maksimum
ditentukan dengan menggunakan rumus metode rasional, yaitu:
Q=0,00278 x C x I x A (2.16)

Keterangan :
Q = Debit Air Limpasan (m3 /detik)
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
C = Koefisien Limpasan
A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)
Koefisien Limpasan
Kemiringan Jenis lahan Koefisisen Limpasan
Sawah, rawa 0,2
< 3% (datar) Hutan, perkebunan 0,3
Perumahan 0,4
Hutan, perkebunan 0,4
3% - 15% Perumahan 0,5
(sedang) semak-semak agak jarang 0,6
Lahan terbuka 0,7
Hutan 0,6
Perumahan 0,7
>15% (curam)
Semak-semak agak jarang 0,8
Lahan terbuka daerah tambang 0,9
(Sumber, Rudy Sayoga Gautama 1995 )

2.5.6 Debit Air Tanah


Pengukuran debit air tanah dilakukan menggunakan alat total stations untuk
mendapatkan elevasi awal air dan elevasi akhir air dan perhitungan luas bukaan
dihitung dengan mengunakan software tambang dengan memasukan data
perbedaan elevasi pada saat pompa dimatikan (Khusairi,et al, 2020)
Perhitungan debit air tanah biasanya dilakukan pada kondisi pengontrolan
air tanah yang sulit diatasi. Untuk menghitung debit air tanah adalah sebagai
berikut:
L (2.16)
Q=h×
∆H

Keterangan:
Q = Debit air tanah (m3 /s)
h = Kenaikan permukaan air tanah (m)
L = Luas permukaan (m2 )
∆H = Waktu pengamatan perubahan air (jam)

2.5.7 Catchment Area


Daerah tangkapan hujan (Catchment area) merupakan suatu areal atau
daerah tangkapan hujan dimana batas wilayah tangkapannya ditentukan dari titik-
titik elevasi tertinggi sehingga akhirnya merupakan suatu poligon tertutup yang
mana polanya disesuaikan dengan kondisi topografi, dengan mengikuti
kecenderungan arah gerak air
Dengan pembatasan catchment area maka diperkirakan setiap debit hujan
yang tertangkap akan terkonsentrasi pada elevasi terendah pada catchment area
tersebut. Pembatasan catchment area biasa dilakukan pada peta topografi dan
untuk perencanaan sistem penyaliran dianjurkan dengan menggunakan peta
rencana penambangan dan peta situasi tambang.

2.5.8 Distribusi Gumbel


Distribusi Gumbell adalah suatu metode yang didasarkan atas distribusi
normal (distribusi harga ekstrim). Gumbell beranggapan bahwa distribusi
variabel-variabel hidrologis tidak terbatas, sehingga harus digunakan distirbusi
dari harga-harga yang terbesar (harga maksimal). Distribusi Gumbell dianggap
paling tepat karena dilengkapi dengan curah hujan maksimum setiap hari untuk
berbagai periode waktu dan periode hujan yang berulang (Fiering, 2020).
Persamaan Gumbell sebagai berikut:
δx
Xr= X + (Yr – Yn) (2.17)
δn
Keterangan:
Xr = Hujan harian maksimum dengan periode ulang tertentu (mm)
X = Curah hujan rata-rata (mm)
δx = Standar deviasi nilai curah hujan dari data
δn = Standar deviasi dari reduksi variat, tergantung dari jumlah data (n)
Yr = Nilai reduksi variat dari variabel yang diharapkan terjadi pada PUH
Yn = Nilai rata-rata dari reduksi variat, tergantung dari jumlah data
a. Curah hujan rata-rata (X)

X=
∑ xi (2.18)
n

Keterangan :
Xi = Jumlah data curah hujan harian maksimum
n = Jumlah data
b. Standar Deviasi (S)

∑ ( xi−x) ²
S=
√ n−1

Keterangan :
Xi = Jumlah curah hujan maksimum
X = Rata-rata curah hujan
n = Jumlah data
c. Reduksi Standar Deviasi (Sn)

∑ (Yn−Yn) ² (2.19)
Sn=
√ n−1

Keterangan :
n = Jumlah data
Yn = Variasi reduksi dari jumlah data
d. Reduced Variate (Yr)
Yr=−¿¿ (2.20)

Keterangan :
Tr = Periode ulang hujan (berapa tahun)
e. Reduced Mean (Yn)
Yn=−¿ ¿ (2.21)

Keterangan :
n = Jumlah data
m = nomor urut data
f. Reduced Mean (Yn)
∑ Yn (2.22)
Yn =
n

Keterangan :
Σyn = Hasil pejumlahan Yn
n = Jumlah data (Parhusip,et al,
2021)

2.5.9 Sumuran
Sump berfungsi sebagai tempat penampung air sementara dan sebagai
tempat pengendapan lumpur sebelum air dipompakan kekolam pengendapan.
Desain bentuk dan geometri kolam penampungan (sump) dihitung berdasarkan
jumlah air yang masuk . Jumlah air yang masuk ke dalam sump merupakan total
debit air limpasan. Sehingga volume sump yang diperlukan dirumuskan sebagai
berikut
Vol=QT (2.23)

Keterangan :
Vol = volume sump yang diperlukan (m3)
QT = debit maksimum air limpasan (m3/jam) (Hario,et al,2021).

2.5.10 Pompa
Pompa adalah peralatan mekanis untuk mengubah energi mekanik dari
mesin penggerak pompa menjadi energi tekan fluida yang dapat membantu
memindahkan fluida ke tempat yang lebih tinggi elevasinya. Pompa berfungsi
untuk mengeluarkan air dari tambang. Sesuai dengan prinsip kerjanya, pompa
dibedakan atas:
1. Reciprocating Pump
Bekerja berdasarkan torak maju mundur secaran horizontal di dalam silinder.
Keuntungan jenis ini adalah efisien untuk kapasitas kecil dan umumnya dapat
mengatasi kebutuhan energi (julang) yang tinggi. Kerugiannya adalah beban
yang berat serta perlu perawatan yang teliti. Pompa jenis ini kurang sesuai
untuk air berlumpur karena katup pompa akan cepat rusak. Oleh karena itu
jenis pompa ini kurang sesuai untuk digunakan di tambang.
2. Centrifugal Pump.
Pompa ini bekerja berdasarkan putaran impeller di dalam pompa. Air yang
masuk akan diputar oleh impeller, akibat gaya sentrifugal yang terjadi air akan
dilemparkan dengan kuat ke arah lubang pengeluaran pompa. Pompa jenis ini
banyak digunakan di tambang, karena dapat melayani air berlumpur,
kapasitasnya besar dan perawatannya lebih muda.
3. Axial Pump
Pada pompa aksial, zat cair mengalir pada arah aksial (sejajar poros) melalui
kipas. Umumnya bentuk kipas menyerupai baling-baling kapal. Pompa ini
dapat beroperasi secara vertikal maupun horizontal. Jenis pompa ini digunakan
untuk julang yang rendah.

2.5.11 Head (julang) Pemompaan


Head (julang) adalah energi yang harus disediakan untuk mengalirkan
sejumlah air seperti yang direncanakan. Head total pompa ditentukan dari kondisi
instalasi yang akan dilayani oleh pompa tersebut.
Head Total=Hs+ Hv+ H f 1+ H f 2 (2.24)

Keterangan:
Ht = Head total (m)
Hs = Head statis (m)
Hv = Head kecepatan (m)
Hf1 = Head gesekan (m )
Hf2 = Head belokan (m)

2.5.12 Saluran Penyaliran


Menurut asalnya saluran dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: saluran
penyaliran alami dan saluran penyaliran buatan.Untuk menghitung dimensi
saluran adalah dengan rumus Robert Manning:
1 (2.25)
Q= × R 2/3× S 1/2× A
n

Keterangan :
Q = Debit (m3 /detik)
R = Jari-jari hidrolik = A/P (m)
S = Gardien (%) A = Luas penampang basah (m2 )
n = Koefisien kekasaran Manning
Dalam sistem penyaliran terdapat beberapa bentuk penampang saluran
terbuka yang digunakan. Bentuk penampang saluran terbuka tersebut diantaranya
adalah bentuk persegi panjang, segitiga, dan trapesium.
Penampang Saluran Terbuka bentuk Persegi Panjang

(Sumber : Suripin,2004)
Penampang Saluran Terbuka bentuk Segitiga Panjang

(Sumber : Suripin,2004)
Penampang Saluran Terbuka bentuk Trapesium

(Sumber : Suripin,2004)
Saluran terbuka berfungsi untuk menampung air limpasan permukaan pada
suatu daerah dan mengalirkannya ke kolam pengendapan. Saluran terbuka yang
dibuat harus tahan terhadap gerusan aliran air, sehingga tidak menimbulkan erosi
pada dinding saluran. Saluran yang digunakan dalam jangka waktu tertentu akan
memberikan dampak yang mengakibatkan saluran tersebut tidak dapat berfungsi
secara optimal karena adanya erosi. Dan juga dasar saluran terbuka harus dibuat
miring supaya aliran air tidak menyisakan endapan di dasar saluran.
2.5.13 Kolam Pengendapan
Kolam pengendapan bertujuan untuk mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan pada sungai dan danau. Kolam pengendapan berfungsi untuk
mengendapkan dan menampung air limpasan yang mengandung material padatan
atau lumpur sehingga sebelum dialirkan ke sungai dan danau sudah jernih selain
itu hal ini juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pendangkalan sungai.
Disamping tempat pengendapan, kolam pengendapan juga dapat berfungsi sebagai
tempat pengontrol kualitas dari air yang akan dialirkan keluar kolam
pengendapan, baik itu kandungan materialnya, tingkat keasaman ataupun
kandungan material lain yang dapat membahayakan lingkungan.
Luas kolam pengendapan dapat dihitung dengan beberapa parameter yaitu
debit air limpasan, kecepatan pengendapan dan luas daerah tangkapan hujan.
Kecepatan pengendapan adalah waktu yang dibutuhkan suatu partikel untuk
mengendap. Kecepatan pengendapan harus diketahui untuk menentukan luas dari
kolam pengendapan. Nilai kecepatan pengendapan dapat diketahui dengan
melakukan uji laboratorium berupa spesific gravity dan hidrometer.
Penentuan letak kolam pengendapan yang akan dibuat harus memperhatikan
hal – hal sebagai berikut:
1. Harus berada diluar area penambangan.
2. Harus berada di dalam IUP perusahaan.
3. Terletak di lokasi yang memiliki elevasi lebih rendah.
4. Terletak di daerah yang relatif stabil.
5. Relatif dekat dengan badan-badan air di permukaan tanah, seperti sungai, rawa,
danau, dan laut .
Bentuk kolam pengendapan biasanya hanya digambarkan secara sederhana,
yaitu berupa kolam berbentuk persegi panjang, tetapi sebenarnya bentuk kolam
pengendapan di lapangan dapat bermacam–macam, disesuaikan dengan keperluan
dan keadaaan lapangannya. Walaupun bentuknya bermacam–macam, namun pada
setiap kolam pengendapan akan selalu ada 4 zona penting yang terbentuk karena
proses pengendapan material padatan. Keempat zona tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Zona Masukan.
Merupakan tempat masuknya aliran air berlumpur ke dalam kolam
pengendapan dengan anggapan campuran antara padatan dan cairan
terdistribusi secara merata.
2. Zona Pengendapan
Merupakan tempat partikel akan mengendap. Material padat akan mengalami
proses pengendapan di sepanjang saluran masing-masing.
3. Zona Endapan Lumpur
Merupakan tempat dimana partikel padatan dalam cairan mengalami
sedimentasi dan terkumpul pada bagian bawah saluran pengendap.
4. Zona Keluaran
Merupakan tempat keluarnya buangan cairan yang relatif bersih, zona ini
terletak pada akhir saluran.
Bentuk dari kolam pengendapan agar dapat berfungsi lebih efektif harus
memenuhi beberapa persyaratan teknis yaitu sebaiknya bentuk kolam
pengendapan dibuat berkelok–kelok (zig–zag) agar kecepatan aliran air relatif
rendah sehingga partikel padatan cepat mengendap dan geometri kolam
pengendapan biasanya disesuaikan dengan ukuran alat berat yang digunakan
untuk membuat atau melakukan perawatan kolam pengendapan (Dwinda, 2021).
Zona Zona Kolam Pengendapan

(Sumber :Partanto Prodjosumarto)


2.6 Peralatan Tambang
Peralatan tambang merupakan suatu hal yang paling penting dalam
melakukan penambangan, dalam perhitunganya kebutuhan alat penambangan
tersebut akan menjadi patokan utama dalam mencapai target produksi yang telah
ditetapkan oleh perusahaan. Kebutuhan peralatan tambang khususnya kebutuhan
alat mekanis yang kurang baik justru menimbulkan kesulitan dalam proses
penambangan. Prosedur dan sistematika yang baik dalam merencanakan
kebutuhan alat tambang harus direncanakan dari awal penambangan sebagai
patokan penentuan rencana produksi penambangan. Proses penerapan kebutuhan
alat tambang dilakukan berdasarkan kemampuan alat tambang untuk dapat
memenuhi target tersebut.

2.6.1 Pengertian Alat Berat


Alat berat merupakan alat yang digunakan untuk membantu menusia dalam
melakukan pekerjaan pembangunan suatu struktur bangunan. Alat berat
merupakan factor penting di dalam proyek, terutama proyek konstruksi maupun
pertambangan dan kegiatan lainnya dengan skala yang besar. Seperti Excavator,
Power Shovel, Dragline Back, Clam Shell Bucket, Backhoe, Wheel Loader,
Bucket wheel excavator dan Dump truck.
Tujuan dari penggunaan alat-alat berat tersebut adalah untuk memudahkan
manusia dalam mengerjakan pekerjaanya, sehingga hasil yang diharapkan dapat
tercapai dengan lebih mudah dengan waktu yang relatif lebih singkat (Oemiati
Rahmawati. Revisdah. Nurnilam, 2020).

2.6.2 Pemilihan Peralatan Mekanis


Dasar pemilihan dari peralatan mekanis adalah :
1. Adanya jaminan keselamatan kerja (safety) Maksudnya adalah jaminan
keselamatan kerja dari alat, yaitu apakah alat mekanis tersebut membahayakan
operatornya atau tidak.
2. Ongkos gali dan muat seminimum mungkin.
3. Sinkronisasi dengan alat mekanis lain (utamanya keserasian kerja antara alat
gali - muat dan alat angkut).
4. Penyesuaian dengan kondisi kerja Maksud penyesuaian dengan kondisi kerja
adalah agar dalam pemilihan alat gali dan muat disesuaikan dengan lokasi alat
tersebut akan dipakai, untuk menangani material berapa ton, fasilitas-fasilitas
kelengkapan lain, jenis material yang akan ditangani, dan kemampuan operator
(Sudrajat, et al , 2018).

2.6.3 Kondisi Tempat Kerja


Berkaitan dengan kondisi riil tempat kerja alat-alat mekanis yang
ditempatkan di lapangan. Secara rinci dijabarkan sebagai berikut:
1. Kekompakan Material
Material yang kompak akan lebih sukar untuk digali atau dikupas oleh alat
mekanis. Hal ini akan berpengaruh pada lamanya waktu edar alat mekanis,
sehingga dapat menurunkan produktivitas alat mekanis.
2. Pola Pemuatan
Untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan sasaran produksi maka pola
pemuatan juga merupakan faktor yang mempengaruhi waktu edar alat. Pola
pemuatan berdasarkan level penggalian antara alat gali -muat dan alat angkut
dapat dibedakan menjadi dua yaitu, Top Loading dan Bottom Loading.

Ilustrasi Top loading

(Sumber : Indonesianto 2013)

Bottom loading
(Sumber : Indonesianto 2013)

2.6.4 Alat Gali Muat


Excavator adalah salah satu alat gali muat yang arah galiannya ke belakang
(backhou). Digunakan pada saat melakukan penggalian tanah yang permukaannya
barada di bawahnya. Alat pengendalian excavator dapat berupa pengendalian
dengan kabel (cable controller) serta hidrolik (hydraulic controller). Pada saat ini
banyak yang di gunakan adalah pengendalian hidrolik (hydraulic controller).
Bagian – bagian excavator dapat berupa pengendalian dengan kabel (cable
controller) serta hidrolik (hydraulic controller). Bagian – bagian excavator terdiri
dari bucket, arm, boom, cabin, rotation pivot dan undercarriage.
1. Bucket berfungsi untuk melakukan penggalian tanah dan menampung tanah
sementara sebelum di tuang ke alat angkut.
2. Arm Berfungsi sebagai lengan yang menopang bucket yang panjang nya dapat
di ganti sesuai kebutuhan jangkauan kerja (working range).
3. Untuk ukuran Arm yang berbeda, ukuran Bucket yang mampu di topang
berbeda dan jangkauan kerjanya (working range) juga berbeda – beda sesuai
spesifikasi yang sudah di buat oleh pabrikan. Panjang Arm adalah dalam satuan
meter (m)
4. Boom adalah lengan utama dari excavator yang paling dekat kabin.
5. Cabin adalah ruangan untuk mengemudi atau operator dalam menjalankan dan
mengatur kerja excavator.
6. Rotation pivot : bagian bawah dari excavator yang berfungsi sebagai bumbu
putar excavator. Rotation pivot hanya terdapat pada excavator dengan under
carriage (roda) yang berupa (crawler mounted).
7. Under carriage : di sebut juga sebagai traveling unit adalah bagian bawah dari
excavator yang berfungsi untuk menggerakkan maju, swing dan berputar.
Jenisnya dapat berupa roda rantai (crawler mounting) atau roda karet (wheel
mounted).
2.6.5 Alat Angkut
Alat Angkut adalah alat yang digunakan untuk memindahkan material hasil
penambangan ke tempat penimbunan atau pengolahan Tipe alat angkut ini adalah
Dump truck tipe Hino FM 350 PD.
Pengangkutan merupakan suatu hal yang sangat mempengaruhi operasi
penambangan. Untung rugi suatu perusahaan tambang terletak juga pada lancar
tidaknya pengangkutan yang tersedia. Jenis alat angkutnya yaitu Hino FM 350
PD. Dump truck adalah alat angkut yang di gunakan untuk mengankut material
berupa tanah, pasir, kerikil dan sebagainya. Dalam pekerjaannya Dump truck (DT)
biasanya bekerja sama dengan excavator atau pun alat gali muat lainnya.Ukuran
Dump truck (DT) tergantung pada ukuran vessel (bak) yang ada di belakangnya.
Untuk mendapatkan waktu edar alat gali muat dan alat angkut dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut:
1. Waktu Siklus Excavator
Waktu siklus excavator terdiri dari menggali, mengayun bermuatan,
menumpah, mengayun dengan muatan kosong.
CT E=DgT + SLT + Dpt + SET (2.26)

Keterangan :
CTE = waktu siklus atau cycle time excavator (detik)
DgT = waktu penggalian atau digging time excavator (detik)
SLT = waktu ayun bermuatan atau swing load time excavator (detik)
Dpt = waktu penumpahan material atau passing time excavator
(detik)
SET = waktu ayun kosong atau swing empty time excavator (detik)
2. Waktu Siklus Dump truck
Waktu siklus alat angkut pada umumnya terdiri dari waktu menunggu alat
untuk dimuat, waktu diisi muatan, waktu mengangkut muatan, waktu dumping,
waktu kembali kosong. Persamaan waktu siklus alat angkut adalah sebagai
berikut:
CT DT =¿+ HLT + SDT + DT + RT +WT + SLT (2.27)

Keterangan :
CTDT = waktu siklus atau cycle time dump truck (detik)
LT = waktu pemuatan material atau load time dump truck (detik)
HLT = waktu pergi bermuatan atau hauling load time dump truck (detik)
SDT = waktu manuver sebelum menumpah (detik)
DT = waktu menumpahkan material atau dumping time dump truck (detik)
RT = waktu kembali tanpa muatan atau returning time dump truck (detik)
QT = waktu antri sebelum pemuatan (detik)
SLT = waktu manuver sebelum dimuati (detik)

2.6.6 Perhitungan Produktivitas Pemuatan


Pemuatan merupakan proses pemuatan material hasil galian oleh alat gali
muat yang dimuatkan pada alat angkut. Ukuran dan tipe dari alat muat tersebut
yang dipakai harus sesuai dengan kondisi lapangan dan keadaan alat angkutnya.
Perhitungan produktivitas alat mekanis dapat digunakan untuk menilai kinerja
dari alat mekanis. Semakin baik tingkat penggunaan alat maka semakin besar
produktivitas yang dihasilkan alat tersebut.
Faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah segala sesuatu yang
memungkinkan untuk mempengaruhi pengaruh kondisi kerja. Salah satu tolak
ukur yang dapat dipakai untuk mengetahui baik buruknya hasil kerja
(keberhasilan) suatu alat pemindahan tanah mekanis adalah besarnya produksi
yang dapat dicapai oleh alat berat yang digunakan. Oleh sebab itu usaha dan
upaya untuk dapat mencapai produksi yang tinggi selalu menjadi perhatian yang
khusus (serious).
Produktivitas alat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor dari
material, faktor pengembangan, faktor pengisian bucket, waktu edar, ketersediaan
alat mekanis, keadaan jalan angkut, efisiensi kerja, dan waktu kerja efektif.
q × 3600× E
Q= × SF (2.28)
Cm
q=q 1 × k (2.29)

Keterangan :
Q = Produktivitas perjam alat muat (Bcm/jam)
q = Produksi alat muat persiklus (m3)
q1 = Kapasitas Bucket (m3)
k = Faktor Bucket
E = Efesiensi Kerja
SF = Swell Factor (Husean dan Maiyudi, 2018).

2.6.7 Produksi Alat Gali Muat (Excavator) dan Alat Angkut (Dump truck)
Informasi tentang target produksi dan produksi alat berat per unit akan
menentukan kebutuhan jumlah alat yang dierlukan sesuai dengan kapasitas, jenis
material yang akan ditangani, dan tingkat kemudahan pengoperasian serta
perawatannya.
Kemampuan produksi excavator dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
60
P= x Cb x Ff x Ek x Sf (2.30)
Ctm

Keterangan :
P = Produksi alat muat (BCM/jam)
Ctm = Waktu siklus alat muat (menit)
Cb = Kapasitas bucket (m3)
Ff = Bucket fill factor (%)
Ek = Efisiensi kerja (%)
Sf = Swell factor
Kemampuan produksi dump truck dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
60
P= x n x Cb x Fb x N x Ek x Sf (2.31)
CT DT

Keterangan :
P = Produksi dump truck (BCM/jam)
CTDT = Waktu siklus dump truck (menit)
Cb = Kapasitas bucket, (m3)
N = Banyaknya curah
Fb = Bucket fill factor (%)
Ek = efisiensi kerja (%)
N = jumlah dump truck (unit)
Sf = Swell factor (Prasmoro dan Hasibuan,
2018).
2.6.8 Waktu Edar
Waktu edar adalah waktu yang diperlukan oleh alat mekanis untuk
menyelesaikan sekali putaran kerja, dari mulai kerja sampai dengan selesai dan
bersiap- siap memulainya kembali.
1. Waktu edar alat gali-muat
Merupakan total waktu pada alat muat, yang dimulai dari pengisian bucket
sampai dengan menumpahkan muatan ke dalam alat angkut dan kembali
kosong. Waktu edar alat gali-muat dapat dirumuskan sebagai berikut:
CTm=Bt + Stf + Dt+ Ste (2.32)

Keterangan :
Ctm = Waktu edar alat gali-muat, detik
Bt = Waktu menggali material, detik
Stf = Waktu putar dengan bucket terisi, detik
Dt = Waktu menumpahkan muatan, detik
Ste = Waktu putar dengan bucket kosong, detik
2. Waktu edar alat angkut
Waktu edar alat angkut (dump truck) pada umumnya terdiri dari waktu
menunggu alat untuk dimuat, waktu mengatur posisi untuk dimuati, waktu diisi
muatan, waktu mengangkut muatan, waktu dumping, dan waktu kembali
kosong. Waktu edar alat angkut dapat dirumuskan sebagai berikut :
Cta=STl +¿+TTf + STd+ DT +TTe (2.33)

Keterangan :
Cta = Waktu edar alat angkut, menit
STl = Waktu mengambil posisi untuk dimuati, menit
LT = Waktu diisi muatan, menit
TTf = Waktu tempuh mengangkut muatan, menit
STd = Waktu mengambil posisi untuk penumpahan, menit
DT = Waktu pengosongan muatan, menit
TTe = Waktu kembali kosong, menit (Khaerul Nujum, 2020).

2.6.9 Tahanan Kemiringan (Grade resistance)


Tahanan kemiringan adalah gaya berat yang melawan atau membantu gerak
kendaraan karena kemiringan jalan yang dilalui oleh alat angkut. Tahanan
kemiringan akan melawan gerak dari kendaraan dan memperbesar rimpull yang
diperlukan jika jalur yang dilalui menanjak (kemiringan positif). Sebaliknya,
tahanan kemiringan akan membantu gerak kendaraan dan memperkecil rimpull
yang dibutuhkan jika jalan yang dilalui menurun (kemiringan negatif).
GR=%k × GVW (2.34)
Keterangan:
GR = Tahanan Kelandaian
k = Faktor Kelandaian %
GVW = Berat total alat (Pratama dan Anaperta, 2020).

2.6.10 Rolling resistance dan Rimpull


Tahanan gulir ( Rolling resistance ) dapat didefinisikan sebagai jumlah dari
gaya-gaya luar (external force) yang berlawanan dengan arah gerak kendaraan
yang berjalan di atas jalur jalan atau permukaan tanah (Pratama & Anaperta,
2020).
Rolling resistance merupakan tahanan gelinding atau tahanan gulir yang
terdapat pada roda yang sedang bergerak akibat adanya gaya gesek antara roda
dengan permukaan tanah yang arahnya selalu berlawanan dengan arah gerak
kendaraan. Faktor yang paling penting dalam menentukan besar dari rolling
resistance adalah jenis tanah dari jalan. Untuk menentukan nilai dari rolling
resistance perlu dilakukan perhitungan amblasan pada jalan dengan menggunakan
penggaris dan dan rumus perhitungan rolling resistance.
Rumus Perhitungan RR :
Berat isi ( lb ) (2.35)
W=
Jumlah Ban
Wxa (2.36)
F=
r
W total=F x Jumlah Ban (2.37)
W total
RR= (2.38)
Berat isi(ton)
20 lb /ton=1 % RR (2.39)

Keterangan :
W = Beban setiap ban (lb/ban)
F = RR pada 1 ban (lb/ban)
a = Amblesan (inch)
r = Jari-jari ban (inch)
RR = Rolling resistance (lb/ton) (Wicaksana dan Erusani, 2021) .
Persamaan rimpull sebagai berikut :
Rimpull (lbs)=((375 x HP x Efisiensi))/ (Speed (Mph)) x 100 % (2.40)

Keterangan :
HP = Kekuatan mesin, HP
EM = Efisiensi mekanis
V = Kecepatan truk, mph

2.6.11 Efisiensi kerja


Efisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu kerja produktif dengan
waktu kerja yang tersedia, dinyatakan dalam persen (%). Efisiensi kerja ini akan
mempengaruhi kemampuan produksi dari suatu alat. Persamaan yang dapat
digunakan untuk menghitung efisiensi kerja adalah sebagai berikut :
We=Wt – (Wtd +Whd) (2.41)
Ek=(We/Wt )x 100 % (2.42)

Keterangan :
We = Waktu kerja efektif (menit)
Wt = Waktu kerja tersedia (menit)
Whd = Waktu hambatan dapat dihindari (menit)
Wtd = Waktu hambatan tidak dapat dihindari (menit)
Ek = Efisiensi kerja (%)

2.7 Teori Antrian


Teori antrian adalah teori yang menyangkut studi matematis dari antrian
atau baris penungguan. Teori antrian berkenaan dengan seluruh aspek dari situasi
pelanggan (baik orang maupun barang) harus antri untuk mendapatkan suatu
layanan. Sistem antrian adalah suatu himpunan pelanggan, pelayan, dan aturan
yang mengatur kedatangan para pelanggan. Keadaan sistem menunjuk pada
jumlah pelanggan yang berada dalam suatu fasilitas pelayanan, termasuk dalam
antriannya. Tujuan penggunaan teori antrian adalah untuk merancang fasilitas
pelayanan, dalam mengatasi permintaan pelayanan yang berfluktuasi secara
random dan menjaga keseimbangan antara biaya (waktu menganggur) pelayanan
dan biaya (waktu) yang diperlukan selama antrian.

Sumber : Siagian, 2006


2.7.1 Perhitungan Teori Antrian
1. Penentuan Jumlah Kemungkinan Keadaan
Untuk perluasan model antrian putaran tiap-tiap tahap dapat dianggap sama,
seperti keadaan untuk seluruh sistem putaran yang dapat ditunjukkan dengan
(n1, n2,…,nM) dimana, n1 unit alat angkut pada tahap 1, ada n2 unit alat
angkut dalam tahap 2 dan seterusnya hingga tahap M.
(2.43)
( K + MK −1)= (( KM+−1M −1 )!
)! K !

Keterangan :
K = Jumlah alat angkut
M = Tahap-tahap dalam antrian
2. Probabilitas keadaan antrian putaran
Bila ada 4 tahap dengan K alat angkut dapat dihitung dengan rumus :
μk−n 1
1
P ( n1 , n2 , n3 , n4 )= 2 3 4 P(0,0,0) (2.44)
n2 ! μ n2 μn3 n 4 ! μ n4

Keterangan :
μ = tingkat pelayanan alat muat, unit /jam
n = jumlah alat angkut pada suatu waktu, unit(Octavia, et al, 2020).

2.7.2 Truck And Loader Productivity Analysis And Costing (TALPAC)


TALPAC atau Truck And Loader Productivity Analysis And Costing adalah
sebuah software yang digunakan untuk menghitung besarnya produktivitas alat
serta biaya ekonomis system pengangkutan yang disesuaikan dengan situasi jalan
yang ada dilapangan. Program TALPAC dapat digunakan untuk menghitung
waktu tempuh alat angkut pada suatu simulasi profil pengangkutan,
memperkirakan kemampuan produksi untuk study perencanaan jangka pendek dan
jangka panjang, memperkirakan dan membandingkan produktivitas dengan
beberapa metode pemuatan guna menentukan teknik pemuatan yang optimal,
memperkirakan biaya pada suatu perencanaan profil pengangkutan serta sampai
dengan memperkirakan penggunaan bahan bakar. Sistem pengangkutan di dalam
program TALPAC merupakan sistem yang terdiri dari beberapa komponen
penyusunnya yakni jenis material (material types), shift kerja (work roaster)
menunjukan jumlah shift tiap hari kerja dan lama waktu tiap shift kerjanya, data
alat muat (loading unit), dan data alat angkut (Hauling Unit) serta jumlahnya
dalam 1 fleet. Dalam penelitian ini aplikasi TALPAC adalah free demo yang
berasal dari developer software tersebut yaitu RPM Global (Runge Pincock
Minarco).
Penggunaan aplikasi TALPAC bertujuan untuk mengetahui model simulasi
persentase perbaikan jalan/perbaikan rolling resistance. Jadi angka-angka yang
nanti disebutkan dalam simulasi dengan menggunakan TALPAC ini akan
digunakan untuk mencari pengaruh besar persentase perubahan dari simulasi
perbaikan jalan yang dilakukan dengan target perbaikan rolling resistance sebesar
5% (Wicaksana and Erusani, 2021).
Tampilan aplikasi Talpac

2.8 Analisis Kelayakan Ekonomi


Tahapan penambangan merupakan salah satu bagian penting dalam
perencanaan suatu pekerjaan tambang, karena menyangkut aspek teknis dan
ekonomis suatu proyek penambangan. Salah satu hal yang harus direncanakan
dengan baik dalam melakukan kegiatan penambangan yaitu aspek teknis, ekonomi
maupun lingkungan. Hal ini dikarenakan dalam pengerjaannya, kegiatan
penambangan membutuhkan modal yang sangat besar, mulai dari tahap
eksplorasi, pengembangan (development), penambangan, hingga pasca tambang
sehingga perencanaan finansial harus dilakukan dari awal. Perencanaan finansial
yang baik akan membuat kemunginan kerugian menjadi lebih kecil dan besaran
keuntungan serta pengembalian modal dapat di perkirakan. maka perlu adanya
proses study kelayakan dalam bidang ekonomi.

2.8.1 Peramalan
Menurut Supranto, ramalan merupakan suatu dugaan atau perkiraan yang
dilakukan terhadap suatu kejadian atau peristiwa yang akan terjadi di masa depan.
Menurut Saputro dan Asri Peramalan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu : peramalan
kualitatif yaitu, peramalan yang didasarkan atas hasil observasi, seperti pendapat
dari seorang sales, rating yang diberikan seorang sales manajer, pendapat para ahli
dan penilaian kepuasan konsumen melalui pengisian kuisoner. Sedangkan
peramalan kuantitatif yaitu, peramalan yang didasarkan data statistik, baik itu
angka penjualan, angka jumlah permintaan dan indeks harga saham gabungan
(IHSG). Metode peramalan yang tepat sangat bergantung pada data apa yang
tersedia untuk dilakukan prediksi (Ashyrofi dan Panday, 2021).

2.8.2 Tujuan dari peramalan


Peramalan atau forecasting memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mengkaji kebijakan perusahaan yang berlaku saat ini dan di masa lalu, serta
melihat sejauh bagaimana pengaruh kebijakan tersebut di masa depan.
2. Perkiraan diperlukan karena adanya time lag atau delay pada saat suatu
kebijakan perusahaan ditetapkan atau saat implementasi kebijakan
3. Perkiraan merupakan dasar penyusunan perencanaan bisnis pada suatu
perusahaan, sehingga perusahaan dapat meningkatkan efektivitas suatu rencana
bisnis

2.8.3 Metode Peramalan


1. Regresi Linier
Regresi Linier merupakan analisis statistika yang memodelkan hubungan
beberapa variabel menurut bentuk hubungan persamaan linier eksplisit.
Persamaan linier bentuk eksplisit adalah persamaan linier yang menempatkan
suatu peubah secara tunggal pada salah satu persamaan. Metode regresi
merupakan salah satu teknik analisis statistika yang digunakan untuk
menggambarkan hubungan antara satu variabel respon dengan satu atau lebih
variabel penjelas.
Metode regresi terdapat dua macam yaitu: Regresi Linear dan Regresi Non
Linear. Regresi linear mempunyai model dengan 1 variabel bebas dan model
dengan >1 variabel bebas (regresi linear berganda). Sedangkan regresi non linear
mempunyai model persamaan exponensial (ln) dan model persamaan berpangkat
(log).
Dalam metode regresi linear sederhana mempunyai data yang nantinya
digunakan sebagai bahan untuk membentuk persamaan regresi. persamaan garis
regresi seperti:
y ’=a+bx (2.45)

Keterangan :
y’ = variabel dependen
a = konstanta
b = koefisien variabel x
x = variabel independen
Konstanta a dan b diperoleh dari persamaan
y= á−b x́ (2.46)
n ∑ xiyi−∑ xi ∑ yi
b= (2.47)
n ∑ (xi )2−¿ ¿
x dan y diperoleh dari data-data sebelumnya yang dijadikan dalam bentuk
tabel sampel. Ketepatan garis regresi dapat dilihat apabila semua sebaran titik
mendekati garis regresi. Penyebaran dan penyimpangan titik-titik tersebut dari
garis regresi disebut dengan standart error of estimate (Nafi’iyah, 2016).

2. Exponential Smoothing
Metode single exponential smoothing adalah metode yang menunjukkan
pembobotan menurun secara eksponensial terhadap nilai observasi. Nilai yang
lebih baru diberikan bobot yang relatif lebih besar dibanding nilai observasi yang
lebih lama. Metode ini memberikan sebuah pembobotan eksponensial rata-rata
bergerak dari semua nilai observasi sebelumnya. Pada metode ini tidak
dipengaruhi oleh trend maupun musim .
Rumusnya adalah :
F T+1 =a × X t + ( 1−a ) . F t (2.48)

Keterangan :
F T+1 = Peramalan waktu periode berikutnya
Xt = Permintaan untuk periode t.
F t= Nilai Peramalan untuk periode t
α = Konstanta pemulusan antara 0 dan 1
Bobot nilai α lebih tinggi diberikan kepada data yang lebih baru, sehingga
nilai parameter α yang sesuai akan memberikan ramalan yang optimal dengan
nilai kesalahan (error) terkecil. Untuk mendapatkan nilai α yang tepat pada
umumnya dilakukan dengan trial and error untuk menentukan nilai kesalahan
terendah. Nilai α dilakukan dengan membandingkan menggunakan interval
pemulusan antar 0 < α < 1, yaitu α (0,1 sampai dengan 0,9). Metode ini hanya
mampu memberikan ramalan satu periode ke depan dan cocok untuk data yang
mengandung unsur stationer. Karena jika diterapkan pada serial data yang
memiliki trend yang konsisten, ramalan yang dibuat akan selalu berada
dibelakang trend. Selain itu, metode eksponensial ini juga memberikan bobot
yang relatif lebih tinggi pada nilai pengamatan terbaru dibanding nilai-nilai
periode sebelumnya (Putra dan Maulud, 2020).

3. Regresi polinomial
Regresi polinomial merupakan model regresi linier yang dibentuk dengan
menjumlahkan pengaruh masing-masing variabel prediktor (X) yang
dipangkatkan meningkat sampai orde ke-k. Secara umum, model regresi
polinomial ditulis dalam bentuk :
Y =b0 +b1 X +b 2 X 2+ …+bk X K + ɛ (2.49)

Keterangan :
Y = Variabel respons
b0 = Intersep
b1,b2,…,bk = Koefisien-koefisien regresi
X = Variabel prediktor
ɛ = Faktor pengganggu regresi (Malensang, et al, 2013).
2.8.4 Pengukuran Hasil Peramalan
Ukuran akurasi hasil peramalan yaitu kriteria ketepatan peramalan
merupakan ukuran tentang tingkat perbedaan antara hasil peramalan dengan apa
yang sebenarnya terjadi. Ada beberapa ukuran yang biasa digunakan yaitu:
1. Rata-rata Deviasi Mutlak (Mean Absolute Deviation = MAD)
MAD merupakan rata–rata kesalahan mutlak selama periode tertentu tanpa
memperhatikan apakah hasil peramalan lebih besar atau lebih kecil dibandingkan
kenyataannya. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut .

MAD=
∑|ei| (2.50)
n

Keterangan:
|ei|=¿Absolut dari Forecast errors
n ¿Jumlah data

2. Rata-rata Kuadrat Kesalahan (Mean Square Error = MSE)


MSE dihitung dengan menjumlahkan kuadrat semua kesalahan peramalan
pada setiap periode dan membaginya dengan jumlah periode peramalan. Secara
matematis dirumuskan sebagai berikut :
∑ ei2
MSE= =∑ ¿¿ ¿
n (2.51)

Keterangan :
ei = Forecast errors
n = Jumlah data

3. Mean Absolute Precentage Error (MAPE)


MAPE merupakan ukuran kesalahan relatif, biasanya lebih berarti bila
dibandingkan dengan MAD karena MAPE menyatakan persentase kesalahan hasil
peramalan terhadap hasil permintaan aktual selama periode tertentu yang akan
memberikan informasi presentase kesalahan terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :
n
MAPE=∑ ¿1 ¿ ¿ ¿ (2.52)
i

Keterangan :
Xt = Data Aktual
Ft = Data Forcast
n = Jumlah data (Putra dan Maulud, 2020).

2.8.5 LME (London Metal Exchange)


Harga pasar nikel dunia saat ini masih mengacu pada LME (London Metal
Exchange), yang merupakan pusat perdagangan logam dunia yang bertempat di
Inggris. Hampir seluruh dunia yang melakukan perdagangan di dunia
pertambangan, menggunakan LME (London Metal Exchange) sebagai patokan
harga untuk penjualan maupun pembelian. Sebanyak 80% produk metal
diperjualbelikan di LME (London Metal Exchange), mulai dari perdagangan
tembaga, timah, seng, nikel, aluminium, aluminium alloy hingga kobalt. LME
(London Metal Exchange) sendiri adalah bursa perdagangan logam nonferrous
terbesar & tertua di dunia yang didirikan pada 1877. LME (London Metal
Exchange) dinilai memiliki pengaruh penting pada nilai tukar dan inventarisasi
produksi serta penjualan logam non-ferrous dunia. Mekanisme kerja LME
(London Metal Exchange) pada perdagangan logam harus dilakukan oleh anggota
bursa LME. Harga dibentuk pada sesi perdagangan paling likuid, sehingga
mencerminkan permintaan dan penawaran.
Harga resmi adalah pada saat kontrak terjadi yang ditentukan oleh harga
pada penawaran terakhir sebelum penutupan perdagangan. LME (London Metal
Exchange) nantinya akan menerima renminbi sebagai jaminan untuk
diperdagangkan di platform antara bank dan broker, langkah terakhir dalam proses
globalisasi mata uang. Mata uang yang saat ini diterima oleh bursa LME (London
Metal Exchange) adalah US Dollar, Euro, Sterling dan Yen. Dengan adanya LME
(London Metal Exchange), investor sekaligus pengusaha yang bergumul di dunia
logam akan mendapatkan manfaat seperti mendapat perlindungan dari fluktuasi
harga yang merugikan, mengunci margin dan menawarkan harga tetap jangka
panjang kepada pelanggan, meningkatkan perkiraan anggaran, mengubah
persediaan menjadu uang tunai dan jaminan keuangan, melindungi persediaan
fisik terhadap penurunan harga, dan melindungi nilai pembelian fisik pada saat
kesulitan produksi.

2.8.6 Harga Patokan Nikel (HPM)


HPM Logam adalah harga batas bawah dalam penghitungan kewajiban
pembayaran iuran produksi oleh pemegang IUP OP Mineral Logam dan IUPK OP
Mineral Logam. HPM Logam untuk masing-masing jenis komoditas mineral
logam secara berkala ditetapkan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara atas
nama Menteri ESDM. Penetapan HPM Logam dihitung berdasarkan mata uang
Rupiah (Rp) atau Dolar Amerika ( US $). Konversi mata uang Rupiah ke Dolar
Amerika atau sebaliknya menggunakan nilai tengah kurs Bank Indonesia yang
berlaku pada tanggal dan periode yang disepakati bersama antara Pemerintah dan
badan usaha. HPM logam khusus untuk mineral nikel terdiri dari 8 jenis, yaitu
bijih nikel, feronikel, mixed hidroxyde presipitate, nikel meral shot, nikel pig iron,
ingot nikel, dan nikel matte. HPM logam inilah yang digunakan dalam
perhitungan besaran royalti untuk komoditas nikel dan turunannya. HPM logam
ini dapat ditinjau secara berkala setiap 6 bulan sekali atau sewaktu-waktu apabila
diperlukan. Untuk menentukan nilai HPM tersebut dapat menggunakan
persamaan di bawah ini (Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Energi
dan Sumberdaya Mineral. 2017)

2.8.7 Biaya
Proses produksi untuk menghasilkan suatu produk, perusahaan biasanya
mengeluarkan berbagai macam biaya. Biaya yang beraneka ragam tersebut dapat
dikelompokkan menjadi tiga golongan dasar, yakni: bahan langsung, tenaga kerja
langsung, dan over head pabrik. Dalam membicarakan biaya sebenarnya diketahui
ada 2 istilah atau terminologi biaya yang perlu mendapat perhatian, yaitu sebagai
berikut :
1. Biaya (cost) yang dimaksud dengan biaya disini ialah semua pengorbanan yang
dibutuhkan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang diukur dengan nilai
uang.
2. Pengeluaran (expence) yang dimaksud dengan expence ini biasanya yang
berkaitan degan sejumlah uang yang dikeluarkan atau dibayarkan dalam rangka
mendapatkan suatu hasil yang diharapkan.

2.8.8 Modal Tetap


Modal tetap (capital cost), adalah meliputi dana yang dikeluarkan sebagai
akibat realisasi kegiatan dalam masa pra penambangan yang mencakup kegiatan
studi eksplorasi, studi kelayakan, studi AMDAL, biaya ganti rugi lahan, biaya
persiapan pengembangan daerah (development), biaya konstruksi infrastruktur
baru, pembelian atau pengadaan peralatan, dan lain-lain sampai kegiatan proyek
penambangan tersebut siap dilakukan.

2.8.9 Modal Kerja


Biaya modal kerja (working capital) adalah biaya yang harus disediakan
oleh perusahaan, untuk memenuhi biaya produksi penambangan, sampai dengan
masa dimana perusahaan dapat memperoleh pendapatan sendiri dari hasil
penjualan.

2.8.10 Bunga
Bunga (interest) adalah sejumlah uang yang dibayarkan akibat pemakaian
uang yang dipinjam sebelumnya. Penarikan bunga pada dasarnya merupakan
kompensasi dari penurunan nilai uang selama waktu peminjaman sehingga
besarnya bunga relatife sama besarnya dengan penurunan nilai uang tersebut.
Oleh karena itu, seseorang yang membungakan uangnya sebesar tingkat
penurunan nilai uang (inflasi), tidak akan mendapat keuntungan ekonomis
terhadap uang yang dibungakan itu, tetapi hanya meminjamkan nilai kekayaan
yang bersangkutan relatife tetap dan stabil. Ada dua macam bunga, yaitu bunga
biasa (simple interest) dan bunga yang menjadi berlipat (compound interest).
Sedangkan untuk laju/tingkat bunga juga ada dua, yaitu laju/tingkat nominal
(nominal interest Rates) dan laju/tingkat bunga efektif (effective interst rates).
Bunga=i× P × n (2.53)

Keterangan :
i = Suku Bunga
P = Pinjaman semula
n = Jumlah periode peminjaman (Bakhsindha, et al, 2020)

2.8.11 Depresiasi
Depresiasi adalah penyusutan atau penurunan nilai asset bersamaan
dengan berlalunya waktu sebagaimana diketahui pengertian asset mencakup
current asset dan fixed asset, namun asset yang terkena depresiasi hanya fixed
asset (asset tetap) yang pada umumnya bersifat fisik, seperti bangunan, mesin atau
peralatan, armada, dan lain- lain.
Klasifikasi umum jenis depresiasi yang digambarkan dalam persyaratan
meliputi depresiasi fisik, depresiasi fungsional dan kecelakaan. Depresiasi aset
karena keausan atau kerusakan aset dikenal sebagai depresiasi fisik. Depresiasi
fungsional dihasilkan bukan dari kemunduran kemampuan aset untuk melayani
tujuan yang diharapkan, tetapi dari perubahan permintaan atas jasa yang dapat
dihasilkan aset itu.

2.8.12 Pajak
Pajak dikenakan terhadap penghasilan kotor yaitu penghasilan yang didapat
dari income yang dikurangi dengan biaya-biaya operasional setelah didapat gross
profit, kemudian dikurangi dengan pajak yang dikenakan. Sebetulnya ada banyak
jenis pajak yang dikenakan pada sebuah perusahaan, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Pajak pendapatan, yaitu pajak yang dipungut sebagai fungsi dari pendapatan
usaha ataupun perorangan, yang besarnya dihitung sebagai presentase dari
pendapatan bersih perusahaan atau perorangan.
2. Pajak kekayaan yang dibebankan oleh pemerintah pada pemilik tanah,
bangunan, mesin atau peralatan, barang inventaris, dan lain-lain sesuai dengan
peraturan.
3. Pajak penjualan yang ditetukan sebagai fungsi dari pembelian barang ataupun
pemberian pelayanan dan tidak ada kaitanmya dengan pendapatan bersih atau
keuntungan perusahaan.

2.8.13 Cash Flow


Cash flow merupakan sebuah siklus keuangan perusahaan dimana
perusahaan dapat memanfaatkan uang untuk bida memperoleh sejumlah sumber
daya dalam kegiatannya. Dalam prakteknya berbagai sumber daya inilah yang
kemudian perusahaan manfaatkan kembali untuk kegiatan produksi dan
menghasilkan produk yang akan dijual kepada pelanggan, dari kegiatan penjualan
tersebut, perusahaan akan memperoleh hasil berupa keuntungan bagi perusahaan,
dan selanjutnya akan dibelanjakan kembali untuk membeli sumber daya, begitulah
siklus seharusnya (Safri, 2020).
Cash flow adalah tata aliran uang masuk dan keluar per periode waktu pada
suatu perusahaan. Cash flow terdiri dari :
1. Cash in (Uang Masuk), umumnya berasal dari penjualan produk atau manfaat
terukur (benefit).
2. Cash out (Uang keluar), merupakan kumulatif dari biaya-biaya (cost) yang
dikeluarkan.
Cash flow yang dibicarakan dalam ekonomi teknik adalah Cash flow
investasi yang bersifat estimasi / prediktif. Karena kegiatan evaluasi investasi
pada umumnya dilakukan sebelum investasi tersebut dilaksanakan, jadi perlu
dilakukan estimasi atau perkiraan terhadap Cash flow yang akan terjadi apabila
rencana investasi tersebut dilaksanakan. Dalam suatu investasi tersebut secara
umum,Cash flow akan terdiri dari 4 komponen utama, yaitu Investasi,
Operational cost, Maintenance cost dan Benefit (Samosir, et al , 2019).
2.8.14 Parameter Analisis Kelayakan Investasi Tambang
1. Net Present Value (NPV)
Menurut M. Giatman net present value adalah metode menghitung nilai
bersih (netto) pada waktu sekarang (present). Asumsi present yaitu menjelaskan
waktu awal peritungan bertepatan dengan saat evaluasi dilakukan atau pada
periode tahun ke-nol (0) dalam perhitungan Cash flow investasi.
Pada aliran kas proyek investasi penambangan bahan galian untuk
memperhitungkan NPV yang akan dikaji yaitu meliputi seluruh aspek penerimaan
kas dan seluruh aspek pengeluaran kas, yang secara matemastis dirumuskan
seperti persamaan berikut :
n
(C ) t
NPV =∑ ¿ ¿ ¿ (2.54)
t=0

Keterangan :
NPV = Net Present Value
(C) t = Aliran kas masuk tahun ke 1
(Co)t= Aliran kas keluar tahun ke-t
n = Umur investasi (tahun)
t = tahun
i = Suku Bunga
Apabila hasil NPV positif (NPV>0), maka invesatsi diterima dan jika
sebaiknya NPV negative (NPV<0), investasi ditolak. Dengan menggunakan
kriteria penilaian NPV dalam analisis finansial ini akan diperoleh beberapa
kelebihan, yaitu:
1. Telah memasukan faktor nilai waktu dari uang
2. Telah mempertimbangkan semua aspek aliran kas proyek
3. Dilakukan perhitungan besaran absolut (bukan relatif).

2. Metode Internal Rate of Return (IRR)


Metode ini menentukan apakah suatu usulan proyek investasi dianggap
layak atau tidak, dengan cara membandingkan antara tingkat keuntungan yang
diharapkan. Pada perhitungan IRR yang akan dicari adalah suku bunga disaat
NPV sama dengan nol(0). Cara untuk mencari IRR yaitu menggunakan rumus
persamaan sebagai berikut:
n
(C ) t (2.55)
IRR=∑ ¿ ¿ ¿
t =0

Keterangan :
ir = Suku bunga rendah
it = Suku bunga tinggi
(C)t = Aliran kas masuk tahun ke-t
(Co)t = Aliran kas keluar tahun ke-t
i = Suku bunga
n = Umur Investasi

Dalam menganalisis investasi dengan IRR ini ditentukan aturan sebagai berikut:
1. IRR > (lebih besar) dari pada laju pengembalian (i) yang diinginkan (Required
Rate Of Return - ROR), maka proyek investasi diterima.
2. IRR < (lebih kecil) dari pada laju pengembalian (i) yang diinginkan (Required
Rate Of Return - ROR), maka proyek investasi ditolak.

3. Metode Pay Back Period (PBP)


Menurut Abdul Choliq “pay back period dapat diartikan sebagai jangka
waktu kembalinya investasi yang telah dikeluarkan, melalui keuntungan yang
diperoleh dari suatu proyek yang telah direncanakan”. Kriteria yang digunakan
dalam metode ini adalah jika waktu yang dihasilkan oleh perhitungan metode ini
lebih pendek dari yang diharapkan, maka proyek dikatakan menguntungkan,
sedangkan jika lebih lama maka proyek ditolak. Metode analisis pay back period
bertujuan untuk mengetahui seberapa lama (periode) investasi akan dapat
dikembalikan saat terjadinya kondisi break even-point (jumlah arus kas masuk
sama dengan jumlah arus kas keluar).
Analisis pay back period dihitung dengan cara menghitung waktu yang
diperlukan pada saat total arus kas masuk sama dengan total arus kas keluar.
Penggunaan analisis ini hanya disarankan untuk mendapatkan informasi tambahan
guna mengukur seberapa cepat pengembalian modal yang diinvestasikan.
n
PBP=∑ Ft ¿ ¿ (2.56)
t=0

Keterangan :
PBP = Payback periode (tahun)
Ft = Total Aliran kas selama n periode
I = Laju pengembalian bunga (Cahaya, et al, 2020).
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Robi Alfaq; Purwanto, M. Singgih; Warnana, D. D. (2017)


‘Perancangan Desain Lereng Tambang Terbuka’.
Ashyrofi, F. M. and Panday, R. (2021) ‘Peramalan Harga Saham PT. Aneka
Tambang Tbk Menggunakan Trend Model’, Researchgate.Net, (January).
Available at:
Bakhsindha, Z. K. E. et al. (2020) ‘Analisis Studi Kelayakan Ekonomi Provinsi
Jawa Tengah’, Analisis Studi Kelayakan Ekonomi Penambangan
Batugamping Di Pt. Sinar Asia Fortuna Desa Tahunan Kecamatan Sale
Kabupaten Rembang Provinsi Jawa Tengah Zindu, 01(01), p. 116.
Cahaya Permai Hutahayan1*,Yoszi M.Anaperta,S.T, .M.T1 (2020) ‘Analisis
Kelayakan Investasi Menggunakan Metode Discounted Cash flow pada
Tambang Timah PT . Timah Tbk site TK Gemuruh Kecamatan Muntok ,
Kabupaten Bangka Barat ’, 6(5), pp. 58–67.
Cahyadi, T. A. et al. (2019) ‘Rancangan Sistem Penyaliran Pada Lokasi Disposal
Tambang Nikel: Rancangan Sistem Penyaliran Pada Lokasi Disposal
Tambang Nikel’, jurnal teknik : Media Pengembangan Ilmu dan Aplikasi
Teknik, 18(01), pp. 27–37.
Conoras, W. A. and Tabaika, M. (2019) ‘Dintek Volume 12 Nomor 1 Maret’,
Pemodelan Dan Estimasi Sumberdaya Nikel Laterit Site Pulau Pakal Pt.
Antam (Persero) Tbk Ubp Nickel Maluku Utara Menggunakan Metode
Inverse Distance Weight Dan Ordinary Kriging Wawan, 12, pp. 19–28.
Dwindra, R. (2021) ‘Rancang Bangun Sistem Penyaliran Pada Pit 1 Pt Bara’.
Fiering, T. (2020) ‘Menggunakan Distribusi Gumbell Dan Model’, 5(1), pp. 29–
36.
Ghafarunnisa, D. (2020) ‘Perhitungan Estimasi Sumberdaya Mineral Dengan
Membandingkan Metode Inverse Distance Weighting ( IDW ) Dan
Nearest Neighbour Point ( NNP).
Hario Januardus, Azwa Nirmala, H. S. (2020) ‘Kajian Teknis Sistem Penyaliran
Tambang Pada Wilayah Bukit 13 Di Pt. Antam Tbk-Ubp Bauksit Tayan
Kabupaten Sanggau Provinsi Kalimantan Barat Hario’, pp. 1–8.
Haryono, A. F., Eka, I. P. and Aprilianta, D. (2017) ‘Perencanaan Sequence
Penambangan Batubara pada Seam 16 Phase 2 di PT . KTC Coal Mining
& Energy , Kec . Palaran , Samarinda , Kalimantan Timur’, Prosiding
Seminar Nasional XII “Rekayasa Teknologi Industridan Informasi 2017
Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.
Husean, S., A, Y. M. and Maiyudi, R. (2018) ‘Optimalisasi Produksi Alat Muat
dan Alat Angkut dengan Metode Overall Equipment Effectiveness ( OEE )
Pada Pengangkutan Overburden Di Pit Barat PT . Artamulia Tata Pratama
Site Tanjung Belit , Kabupaten Muaro Bungo , Provinsi Jambi’, Jurnal
Bina Tambang, 4(3), pp. 154–164.
Khaerul Nujum, A. I. dan A. A. I. A. A. (no date) ‘Keserasian Kerja Alat Gali-
Muat Dan Alat Angkut Pada Kegiatan Pengambilan Lumpur Dan Tanah
Pucuk Di Pt. Newmont Nusa Tenggara Kabupaten Sumbawa Barat,
Provinsi Nusa Tenggara Barat’, pp. 289–296. Available at:
Khusairi, A. R., Kasim, T. and Yunasri (2020) ‘Kajian Teknis Sistem Penyaliran
Tambang pada Tambang Terbuka Batubara PT. Nusa Alam Lestari,
Kenagarian Sinamar, Kecamatan Asam Jujuhan, Kabupaten
Dharmasraya’, Jurnal Bina Tambang, 3(3), pp. 1202–1212.
Malensang, J. S., Komalig, H. and Hatidja, D. (2013) ‘Pengembangan Model
Regresi Polinomial Berganda Pada Kasus Data Pemasaran’, Jurnal Ilmiah
Sains, 12(2), p. 149. doi: 10.35799/jis.12.2.2012.740.
Nafi’iyah, N. (2016) ‘Perbandingan Regresi Linear , Backpropagation Dan Fuzzy
Mamdani Dalam Prediksi Harga Emas’, Seminar Nasional Inovasi dan
Aplikasi Teknologi di Industri, pp. 291–296.
Octavia, G. Y., Yosomulyono, S. and Herlambang, Y. (no date) ‘Muat Dan Alat
Angkut Di Tambang Andesit Pt . Bukit’, pp. 160–167.
Oemiati Rahmawati. Revisdah. Nurnilam (2020) ‘Analisa Produktivitas Alat Gali
Muat Dan Alat Angkut Pada Pengupasan Lapisan Tanah Penutup
(Overburden’, 06(03).
Parhusip, M., Ernawati, R. and Cahyadi, T. A. (2021) ‘Evaluasi Settling Pond
pada Area Run Of Mine ( ROM )’, 1(1), pp. 1–9.
Parlan Prambahan, Marliantoni, D. (2020) ‘Pit Limit , Monthly Sequence ’,
Rancangan Sequence Penambangan Batubara Untukmemenuhi Target
Produksi Batubara Pt. Barasentosa Lestari Site Belani Provinsi Sumatera
Selatan Parlan.
Prasmoro, A. V. and Hasibuan, S. (2018) ‘Optimasi Kemampuan Produksi Alat
Berat Dalam Rangka Produktifitas Dan Keberlanjutan Bisnis
Pertambangan Batubara: Studi Kasus Area Pertambangan Kalimantan
Timur’, Operations Excellence: Journal of Applied Industrial
Engineering, 10(1), pp. 1–16.
Pratama, A. W. and Anaperta, Y. M. (2020) ‘Analisis Hubungan Total Resistance
dan Kemiringan Jalan Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Dump truck Hino
500 FM 260 JD pada Kegiatan Penambangan Bauksit di PT. Bhakti Karya
Mandiri Site Teraju, Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan’, Bina
Tambang, 5(5), pp. 89–100.
Putra, G. and Maulud, A. R. (2020) ‘Peramalan Kebutuhan Batubara
Menggunakan Metode Single Exponential Smoothing di PT . Solusi
Bangun Andalas’, Jurnal optimalisasi, 6, pp. 131–141. Available at:
www.jurnal.utu.ac.id/joptimalisasi.
Putra, W. R. W. and Anaperta, Y. M. (2019) ‘Evaluasi Pengaruh Geometri Jalan
Angkut Batukapur Terhadap Produksi di Area 242 Bukit Tajarang PT.
SEMEN PADANG’, Jurnal Bina Tambang, 5(1), pp. 143–152.
SAFRI (no date) ‘Analisis Cash flow Ratio Untuk Mengukur Kinerja Keuangan
Serta Nilai Perusahaan Industri ( Studi Kasus Pt Xyz )’.
Samosir, O. I., Trides, T. and Dinna, F. (2019) ‘Analisis Investasi dan Kelayakan
Ekonomi Pada Kegiatan Penambangan Batubara PT Pinggan Wahana
Pratama Job Site PT Singlurus Pratama, Kecamatan Samboja, Kabupaten
Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur’, Jurnal Teknologi
Mineral FT UNMUL, 7(1), pp. 39–49.
Sudrajat, F. R., Purwoko, B. and Syafrianto., M. K. (2018) ‘Angkut Untuk
Mencapai Target Produksi Overburden Provinsi Kalimantan Timur’, pp.
169–178.
Sulistyana W, ( 2010 ), Kursus Singkat Dua Hari Permodelan Sumberdaya /
Cadangan di Bidang Geologi Pertambangan, Bandung
Syarifuddin, S., Widodo, S. and Nurwaskito, A. (2017) ‘Kajian Sistem Penyaliran
Pada Tambang Terbuka Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan
Selatan’, Jurnal Geomine, 5(2), pp. 84–89.
Wawan AK Conoras, Julhija Rasai, A. D. and 1Program (2020) ‘Pemodelan
Litologi dan Estimasi Sumberdaya Au Epithermal Daerah Loloda,
Halmahera Barat Dengan Pendekatan Metoda Estimasi Inverse Distance
Weight’, 13(1), pp. 28–38.
Wicaksana, P. D. and Erusani, A. S. (2021) ‘Peningkatan Produktivitas Alat
Angkut dengan Menurunkan Rolling resistance Jalan Angkut Berdasar
Hasil Simulasi Talpac 10 . 2’, 1(1), pp. 21–29.

Anda mungkin juga menyukai