Anda di halaman 1dari 40

Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

BAB II
HIDROLOGI
Bab ini berisikan perhitungan hidrologi dari pengumpulan data hujan yang telah dilakukan. Analisis
dan perhitungan hidrologi bertujuan untuk mengetahui hujan rancangan dan debit banjir rencana
yang akan digunakan untuk menentukan tipe dan detail bangunan pengendali sedimen.
2.1 Hidrologi
2.1.1 Data hujan
Data curah hujan yang ada di sekitar wilayah studi berasal dari Stasiun Meteorologi
Malikussaleh Aceh Utara berupa data curah hujan harian dari tahun 2006 - 2015. Untuk menghitung
debit banjir rancangan dan data curah hujan ( rainfall runoff method), harus dihitung terlebih dahulu
besarnya curah hujan rancangan (R T). Adapun kondisi curah hujan harian maksimum tahunan
disajikan pada gambar dan tabel berikut:

Tabel 2.1 Curah Hujan Maksimum Tahunan

1- 1

1
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Gambar 2.1 Curah Hujan Maksimum Tahunan

2.1.2 Curah Hujan Rancangan


Curah hujan rancangan adalah curah hujan terbesar tahunan yang terjadi pada periode
ulang tertentu. Hasil analisa hujan rancangan akan digunakan dalam analisa debit banjir rancangan
dengan berbagai periode ulang.
A. Pemilihan Metode Curah Hujan Rancangan

Pada daerah studi, pemilihan metode perhitungan hujan rancangan ditetapkan berdasarkan
parameter dasar statistiknya. Berikut perhitungan dasar statistik, sebagai berikut:

Nilai Rata rata Standar Deviasi


n

X
i =1
i 1- 2
X =
n

X
n
2
i -X
i=l
Sd =
n -1
Dengan : Dengan :
X = nilai rata-rata Sd = standar deviasi
Xi = nilai varian ke i X = nilai rata-rata
n = banyaknya data Xi = nilai varian ke i
n = banyaknya data

2
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Koefisien Skewness Koefisien Kurtosis


n
n
(n - 1) (n - 2) (X
i=l
i - X)3
Cs = 3
Sd

X
n
4
n2 i -X
i=l
Ck =
(n - 1) (n - 2) (n - 3) Sd 4

Dengan : Dengan:
Cs = Koefisien Skewness Ck = Koeffisien Kurtosis
Sd = Standar Deviasi Sd = Standar Deviasi
X = Nilai Rata-Rata X = Nilai Rata-Rata
Xi = Nilai Varian ke i Xi = Nilai Varian ke i

Untuk menentukan metode yang sesuai, maka terlebih dahulu harus dihitung besarnya parameter
statistik yaitu koefisien kepencengan (skewness) atau Cs dan koefisien kepuncakan (kurtosis) atau
Ck. Persyaratan statistik dari beberapa distribusi, sebagai berikut:
Distribusi Normal
Menurut Triatmodjo (2009), prakiraan curah hujan rencana untuk distribusi normal dihitung
berdasarkan rumus :
R = + KT.S
keterangan :
RT = curah hujan rencana untuk periode ulang T tahunan (mm);
= curah hujan rata-rata (mm);
KT = faktor frekuensi Gauss. 1- 3
Persyaratan untuk distribusi normal adalah adalah C s 0 . Hasil perhitungan data diperoleh C s =
0,66. Dengan demikian, periode ulang tahunan tidak bisa dihitung dengan metode distribusi normal.
Tabel 2.2 Analisa Curah Hujan Rancangan Menggunakan Distribusi Normal

Tabel 2.3 Perhitungan Hujan Rencana dengan Berbagai Kala Ulang

3
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Distribusi Log Normal


Distribusi log normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal, yaitu dengan
mengubah nilai varian X menjadi nilai logaritmik varian X. Distribusi ini mempunyai fungsi densitas
peluang (probability density function) dari variabel acak kontinyu X sebagai berikut (Soewarno,
1995: 148):

2
1 log X X
P' X
.eksp0,5*
log X * S * 2 S

Dimana:
P(X) = Log Normal
X = Nilai variant pengamatan
= Nilai rata-rata dari logaritmik variant X
S = Standart deviasi dari logaritmik variant X

Nilai kemencengan:

= (0,065)3 + 3 (0,065)
= 0,20
0,36 0,20 : nilai Cs tidak memenuhi persyaratan, maka periode ulang tahunan tidak bisa dihitung
dengan metode Log Normal. 1- 4
Tabel 2.4 Analisa Curah Hujan Rancangan Menggunakan Distribusi Log Normal

Tabel 2.5 Perhitungan Hujan Rencana dengan Berbagai Kala Ulang

4
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Distribusi Gumbel
Memiliki sifat khas yaitu nilai asimetisnya (skewness) Cs 1,1396 dan nilai kurtosisnya Ck
5,4002. Persamaan empiris untuk distribusi Gumbel Tipe I sebagai berikut:

X = X Sn.K
YT Yn
K = Sn
Tr 1
ln ln
YT = Tr
untuk T 20, maka Y = ln T
keterangan:
Sx = simpangan baku data X
X = nilai X untuk kala ulang tertentu
X = nilai rata-rata hitung data X
YT = nilai reduksi data dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode ulang
tertentu
Yn = nilai rata-rata dari reduksi data, nilainya tergantung dari jumlah data (n)
Sn = deviasi standar dari reduksi data, nilainya tergantung dari jumlah data (n)
CS = koefisien kemencengan
= memiliki syarat = 1,136 1- 5


n
n

3
Xi X
= persamaan hitung = CS = n 1 n 2 i 1
S3
S = deviasi standar dari sampel
X = rata-rata hitung dari data sampel
X i = data ke i
CK = koefisien kurtosis
= memiliki syarat = 5,4002

= persamaan hitung = CK = n i 1
1 n
Xi X 4

S4
Persyaratan untuk gumbel adalah C s = 1,136. Hasil perhitungan data diperoleh C s = 0,66. Dengan
demikian, periode ulang tahunan tidak bisa dihitung dengan metode distribusi gumbel.

5
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Tabel 2.6 Analisa Curah Hujan Rancangan Menggunakan Distribusi Gumbel

Tabel 2.7 Perhitungan Hujan Rencana dengan Berbagai Kala Ulang

Distribusi Log Pearson Tipe III


Tidak mempunyai sifat khas yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan jenis distribusi ini.
Distribusi Log Pearson Tipe III merupakan hasil transformasi dari distribusi Pearson Tipe III dengan
menggantikan data menjadi nilai logaritmik. Persamaan distribusi Log Pearson Tipe III dapat ditulis
sebagai berikut:

Log X = LogX G.S log X 1- 6



n. log X log X 3

CS =
n 1. n 2 . S log X
3


n 2 log X log X 4

n 1. n 2 . n 3. S log X
4
CK =
Dengan :
Log X = nilai logaritma data X yang diharapkan terjadi pada peluang atau periode ulang tertentu
LogX = rata-rata nilai logaritma data X hasil pengamatan
S log X = deviasi standar logaritma nilai X hasil pengamatan

CS = koefisien kemencengan
CK = koefisien kurtosis

Tabel 2.8 Analisa Curah Hujan Rancangan Menggunakan Distribusi Log Pearson III

6
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Parameter statistik dari data tidak ada yang sesuai untuk distribusi Normal, Log Normal dan
Gumbel, sehingga kemungkinan data yang ada mengikuti distribusi Log Pearson III.
Tabel 2.9 Perhitungan Hujan Rencana dengan Berbagai Kala Ulang

1- 7

Gambar 2.2 Grafik Curah Hujan Rencana dengan Menggunakan Log Pearson III

2.1.3 Pola Distribusi Hujan


Pada perencanaan sungai, untuk memperkirakan hidrograf banjir rancangan dengan cara
hidrograf satuan (unit hydrograph) perlu diketahui dahulu sebaran hujan jam-jaman dengan suatu
interval tertentu. Dalam studi ini perhitungan pola distribusi hujan digunakan rumus Mononobe,
sebagai berikut:

7
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

2
R24 t 3

RT = t * T

Dengan:
RT = intensitas curah hujan rerata dalam T jam
R24 = curah hujan dalam 1 hari (mm)
T = waktu konsentrasi hujan (jam)

2.1.4 Metode Rasional


Debit banjir rencana ditetapkan berdasarkan rumus rasional berikut:
QT = IT A
Besarnya I dhitung dari perumusan DR. Mononobe:
2
R 24 3
I t 24
24 TC
Besar Tc adalah:
L
TC (jam)
v
Dimana menurut DR. Rziha besarnya v adalah:
0, 6
H
v 72
L

Tabel 2.10 Perhitungan Debit Banjir Rencana dengan Metode Rasional (Kr. Peusangan)

1- 8

2.1.5 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

Rumus dari hidrograf satuan Nakayasu adalah:


A.R0
Qp
3,6.(0,3.T p T0, 3 )
Dengan :
Qp = Debit puncak banjir (m3/det)
R0 = Hujan satuan (mm)
Tp = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak sampai 30% dari debit
puncak

8
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

A = Luas daerah pengaliran sampai outlet


Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan rumus sebagai berikut :
Tp = tg + 0,8 tr
T0,3 = tg
Tr = 0,5 tg sampai tg
tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (jam). tg dihitung
dengan ketentuan sebagai berikut:
Sungai dengan panjang alur L 15 km : tg = 0,4 + 0,058 L
Sungai dengan panjang alur L 15 km : tg =0,21 L0,7
Dengan :
tr = Satuan Waktu hujan (jam)
= Parameter hidrograf, untuk :
= 2 => Pada daerah pengaliran biasa
= 1,5 => Pada bagian naik hydrograf lambat, dan turun cepat
= 3 => Pada bagian naik hidrograf cepat, turun lambat

Gambar Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu.1 Sketsa HSS Nakayasu


1- 9

9
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Pada waktu naik : 0 < t < Tp


t 2 ,4
Qp ( )
Tp
Dengan :
Q (t) = Limpasan sebelum mencari debit puncak (m 3/dt)
t = Waktu (jam)

Pada kurva turun ( decreasing limb )

a. Selang nilai : 0 t (Tp+T0,3)


( t Tp )
T0 , 3
Q( t ) Q p .0,3
b. Selang nilai : (Tp + T0,3) t (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)
( t Tp 0 , 5.T0 , 3 )
1, 5.T
Q(t ) Q p .0,3 0,3

c. Selang nilai : t > (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)


( t Tp 0 , 5.T0 , 3 )
2 , 0.T0 , 3
Q(t ) Q p .0,3

Debit banjir yang dihitung berada pada lokasi Kr. Peusangan, Catchment Area untuk Kr. Peusangan
adalah sebsar 2447,17 Km2 dan panjang sungai sepanjang 128 Km. Dengan data tersebut
didapatkan debit banjir sebagai berikut:
Debit kala ulang 50 tahun untuk Kr. Peusangan sebesar 6185,58 m 3/det
Debit kala ulang 100 tahun untuk Kr. Peusangan sebesar 6824,46 m 3/det

1- 10

Gambar Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu . 2 Sketsa HSS Nakayasu Kr. Peusangan

10
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

BAB III
Oceanografi dan Sedimentasi

3.1 Analisis Oseanografi

Analisa kondisi oseanografi yang akan dilakukan meliputi kawasan Perairan Kuala Ceurape
Kabupaten Bireuen yakni analisa perhitungan komponen harmonik pasang surut, rekapitulasi data
angin, prediksi kejadian gelombang, dan analisa gelombang yang diperhitungkan terhadap
konstruksi serta sedimentasi kawasan pantai. Untuk analisa pada Perairan Kuala Ceurape, data
klimatologi yang digunakan merupakan data klimatologi dari Stasiun BMKG Malikussaleh Aceh
Utara.
Gelombang laut dibangkitkan oleh tenaga angin, oleh karena itu dalam peramalan
gelombang diperlukan data angin. Dalam pengukuran ini tidak dilakukan pengukuran gelombang
mengingat kesulitan dan biaya yang sangat besar. Data angin yang digunakan merupakan hasil dari
pengukuran di daratan yang kemudian dikonversikan menjadi data angin laut. Penyajian data angin
laut tersebut merupakan data angin harian yang diubah menjadi data angin tahunan. Data angin
diplot berdasarkan arah tiupan dan kecepatan angin. Adapun yang diramalkan adalah tinggi dan
periode gelombang signifikan. Sebelumnya dihitung terlebih dahulu kecepatan angin dan faktor
tegangan angin, selanjutnya dihitung tinggi dan periode gelombang signifikan.
Angkutan sedimen sepanjang pantai ditimbulkan oleh arus sepanjang pantai yang
1- 11
dibangkitkan oleh gelombang pecah. Angkutan sedimen ini terjadi di surf zone dan sangat erat
hubungannya dengan arah datangnya gelombang dan arah angin dominan. Angkutan sedimen
sepanjang pantai menyebabkan erosi pantai dan juga pendangkalan alur pada muara. Dalam
prediksi angkutan sedimen sejajar pantai digunakan parameter tinggi, kedalaman dan sudut datang
gelombang pecah. Parameter ini telah dihitung pada analisis gelombang rencana dengan
menggunakan data angin rata-rata.

3.1.1 Pengolahan Data Pasang Surut

Data pasang surut yang diperoleh dari pengukuran di lapangan. Pengamatan pasut

11
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

dilakukan pada lokasi yang representatif dengan lama pengamatan 30 x 24 jam. Pengamatan dapat
dilakukan dengan cara manual yaitu dengan memasang alat duga muka air/rambu ukur ( peilschaal)
yang dibaca setiap 60 menit. Metode yang digunakan dalam melakukan perhitungan pasang surut
erat kaitannya dengan tujuan yang ingin didapatkan, yaitu untuk mengetahui komponen pasang
surut baik untuk perencanaan dan data masukan pada pemodelan. Dalam hal ini digunakan Metode
Least Square untuk perhitungan komponennya. Data hasil pengamatan pasang surut dapat dilihat
pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Data pengukuran pasang surut selama 30x24 Jam di Perairan Kuala Ceurape

1- 12

Metode least square merupakan metode perhitungan pasang surut dimana metode ini
berusaha membuat garis yang mempunyai jumlah selisih (jarak vertikal) antara data dengan regresi
yang terkecil. Pada prinsipnya metode least square meminimumkan persamaan elevasi pasut,

12
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

sehingga diperoleh persamaan simultan. Kemudian, persamaan simultan tersebut diselesaikan


dengan metode numerik sehingga diperoleh konstanta pasut. Analisa dari metode least square
adalah menentukan apa dan berapa jumlah parameter yang ingin diketahui. Pada umumnya, jika
data yang diperlukan untuk mengetahui tipe dan datum pasang surut diperlukan 9 konstanta
harmonis yang biasa digunakan. Cukup aman untuk mengasumsikan bahwa konstanta yang sama
mendominasi sifat pasang surut pada lokasi yang baru sama seperti pada lokasi yang sebelumnya
untuk daerah geografis yang sama. Hasil perhitungan pasang surut dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan
Gambar 4.1 yang juga berkaitan dengan komponen pasang surut untuk nilai batas ( boundary
condition) pada pemodelan.

3.1.2 Pengolahan Data Angin

Data angin yang diperoleh dari hasil pencatatan Stasiun Meteorologi Malikussaleh Aceh
Utara dikonversikan menjadi data angin permukaan laut yang kemudian ditrasnformasikan menjadi
data gelombang. Untuk perencanaan konstruksi pada pekerjaan ini digunakan data kejadian angin
maksimum, yaitu data angin yang 10 knot. Karakteristik angin pada daerah tinjauan dapat dibaca
dengan cepat dari Tabel atau Gambar mawar angin. Data angin yang digunakan untuk analisa
gelombang yang dipilih yang nilainya lebih besar () dari 10 knot dapat disajikan pada format
penyajian frekuensi jumlah data dan kecepatan angin. Tabel format penyajian frekuensi jumlah data
dan kecepatan angin dapat dilihat pada Tabel 4.4 selain itu untuk memudahkan penyajian juga
dapat dibuat dalam bentuk Wind Rose seperti pada Gambar 4.3.
1- 13
3.1.3 Daerah Pembangkit Gelombang ( Fetch )

Berdasarkan analisis Mawar Angin, maka arah angin atau gelombang dominan di sekitar
kawasan Perairan Kuala Ceurape adalah dari arah Barat Laut, Utara, dan Timur Laut. Selanjutnya,
analisis panjang fetch (jarak pembangkitan gelombang oleh angin) dilakukan dalam tiga arah
dominan tersebut, yaitu arah Barat Laut, Utara, dan Timur Laut. Gambar Fetch untuk kedua arah
dominan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1, 3.2, dan 3.3, sedangkan Hasil analisis fetch untuk
Perairan Kuala Ceurape dapat dilihat pada Tabel 4.5 sampai Tabel 4.7 pada Bab IV.

13
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Gambar 3.1 Analisis panjang fetch untuk daerah sekitar Perairan Kuala Ceurape berdasarkan
arah angin dominan Barat Laut (diolah)

1- 14

Gambar 3.2 Analisis panjang fetch untuk daerah sekitar Perairan Kuala Ceurape berdasarkan
arah angin dominan Utara (diolah

14
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Gambar 3.3 Analisis panjang fetch untuk daerah sekitar Perairan Kuala Ceurape berdasarkan
arah angin dominan Timur Laut (diolah)

3.1.4 Prediksi kejadian gelombang


3.1.4.1 Prediksi tinggi gelombang (H s) dan periode gelombang (T s) signifikan

Tinggi dan periode gelombang untuk perencanaan konstruksi didasarkan pada data angin
maksimum harian selama 10 tahun (2006 2015). Hasil seleksi data berdasarkan partial series
dan mencari nilai signifikan data yaitu nilai rata-rata 33% jumlah data terbesar. Hasil prediksi tinggi
1- 15
gelombang (Hs) dan periode gelombang (Ts) dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Selanjutnya dengan memasukkan nilai Fetch, gravitasi dan kecepatan angin akan diperoleh
tinggi gelombang dan periode gelombang signifikan pada setiap tahun pengamatan. Hasil
perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan menurut arah angin dominan dapat dilihat pada
Tabel 4.5 sampai Tabel 4.7.

3.1.4.2 Tinggi dan periode gelombang rencana

Tinggi dan periode gelombang rencana dihitung untuk periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, dan
100 tahun. Dengan menggunakan persamaan 2.8-2.10 untuk arah Barat Laut, Utara, dan Timur
Laut, Hasil perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan dapat dilihat pada Tabel 4.8.

15
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Periode ulang gelombang untuk perencanaan dipilih pada tingkat kerusakan yang kurang dari 10%.
Tingkat kerusakan yang terjadi pada konstruksi pelindung pantai/muara di kawasan Perairan Kuala
Ceurape belum terdata karena belum ada konstruksi yang berumur cukup lama. Hasil
perhitungannya adalah seperti Tabel 4.

3.1.5 Deformasi Gelombang


3.1.5.1 Hasil perhitungan cepat rambat gelombang (Co) dan panjang gelombang (Lo) pada
laut dalam

Dengan menggunakan persamaan 2.11 diperoleh perhitungan cepat rambat gelombang


(Co) dan panjang gelombang (Lo) untuk periode ulang 25 tahun, pada kedalaman 10 m, untuk arah
angin dari Barat, Barat Daya, dan Selatan.

3.1.5.2 Perhitungan koefisien shoaling (K s) dan refraksi (K r)

Untuk menghitung koefisien shoaling (K s) dan koefisien refraksi (Kr) digunakan persamaan
2.12 dan 2.13. Perhitungan dilakukan berdasarkan arah datang gelombang dari Barat Laut (BL)
dengan sudut gelombang datang = 48.64 dari garis pantai, Utara (U) dengan sudut gelombang
datang = 3.64 dari garis pantai, dan arah gelombang dari Timur Laut (TL) dengan sudut datang
gelombang = 41.37.

3.1.6 Perhitungan Gelombang pecah


1- 16

Perhitungan gelombang pecah (Hb) dihitung dengan menggunakan persamaan 2.15.


perhitungan gelombang pecah berdasarkan nilai m sesuai dengan kontur dasar laut. Hasil
perhitungan gelombang pecah dapat dilihat pada Tabel 4.14.

3.2 Skenario Pemodelan Numerik

Metode numerik merupakan salah satu metode penyelesaian matematika yang biasa
digunakan untuk mengestimasi solusi dari masalah yang berhubungan dengan waktu atau jarak.
Dalam hidrodinamika, model numerik kerap menggunakan beberapa jenis skema penyelesaian

16
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

numerik untuk jenis persamaan turunan parsial, yaitu dengan metode beda hingga, metode
karakteristik, dan metode elemen hingga. Dalam kajian ini, pemodelan bidang horizontal dua
dimensi (Model 2DH) digunakan untuk menyelesaikan persamaan kontinuitas dan persamaan
momentum arus. Turunan persamaan Navier Stokes 2 Dimensi (arah x dan y) diselesaikan dengan
menggunakan skema penyelesaian metode beda hingga. Simulasi dilakukan atas 3 skenario utama
dari perencanaan konstruksi Jetty dan konstruksi tambahan lainnya. Ketiga skenario tersebut dapat
dilihat pada Tabel 3.2. berikut ini

Tabel 3.2 Skenario Pemodelan Numerik Kuala Ceurape Kabupaten Bireuen


`No Skenario Kondisi
Konstruksi Jetty Muara Ceurape, Jetty
1 Skenario I Muara Pawon dan Jetty Peusangan
Hasil Perencanaan Sebelumnya
Konstruksi Jetty Muara Ceurape, Jetty
Muara Pawon dan Jetty Peusangan
2 Skenario II Hasil Perencanaan Sebelumnya
Tambahan Groin Pada Kuala Ceurape
dan Kuala Pawon
Konstruksi Jetty Muara Ceurape, Jetty
Muara Pawon dan Jetty Peusangan
3 Skenario III Hasil Perencanaan Sebelumnya
Tambahan Offshore Breakwater pada
Kuala Ceurape dan Kuala Pawon
Konstruksi Jetty Muara Ceurape, Jetty
Muara Pawon dan Jetty Peusangan
4 Skenario IV Hasil Perencanaan Sebelumnya
Tambahan Revetment pada Kuala
Ceurape dan Kuala Pawon
1- 17

3.2.1 Persiapan Domain Model

Persiapan model merupakan tahap awal untuk membangun model yang akan dimasukkan
data berupa parameter-parameter dari Delft3D untuk melakukan pemodelan, persiapan model ini
terdiri dari pembuatan grid dan pemasukan data kedalaman.
Untuk mendapatkan bentuk dasar dari pesisir pantai dan muara maka perlu ditentukan solid
boundary atau land boundary dari bidang pemodelan. Land boundary diartikan sebagai batas
daratan suatu kawasan atau pulau. Dalam pemodelan ini, proses digitasi land boundary memakai
modul QuantumGIS. Sumber online Google Earth dengan Citra tahun 2017 digunakan sebagai
referensi land boundary dan berfungsi untuk mendapatkan garis pantai yang terbaru selanjutnya

17
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

modul QuantumGIS berfungsi untuk mendigitasi daerah yang akan dimodelkan. Peta ini nantinya
akan didapatkan koordinat dalam geografis WGS_1984 dalam bentuk X dan Y selanjutnya di ekspor
ke notepad dan disimpan dalam ekstensi *.ldb. Setelah mendapatkan koordinat melalui bantuan
software GIS, selanjutnya Delft3D-RGFGRID berfungsi untuk membuka file yang telah disimpan
dalam ekstensi .*ldb tersebut sehingga land boundary akan terbentuk. Gambar 3.4 memperlihatkan
hasil digitasi land boundary yang dibentuk dengan modul Delft3D-RGFGRID.

Gambar 3.4 Citra satelit Kuala Ceurape existing.


Sumber: Google Earth diakses November 2017
1- 18

18
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Gambar 3.5 Land boundary Kuala Ceurape Skenario I

1- 19

Gambar 3.6 Land boundary Kuala Ceurape Skenario II

19
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Gambar 3.7 Land boundary Kuala Ceurape Skenario III

1- 20
Gambar 3.8 Land boundary Kuala Ceurape Skenario IV

Pada pemodelan Delft3D ini, menggunakan grid dalam bentuk coordinate cartessian
berbentuk persegi. Pembutan grid ini dengan menggunakan program Delft3D-RGFGRID, tujuan
program ini adalah untuk membuat grid, memodifikasi, dan menvisualisasikan ortogonal untuk
Delft3D-FLOW dan Delft3D-WAVE (Anonim, 2007c). Pada kajian ini mengklasifikasikan grid
kedalam dua model ukuran berdasarkan faktor yang ditinjau, yakni jarak grid (x dan y) satu sama
lain di daerah pantai sebesar 20 x 20 m, dan di daerah laut lepas sebesar 40 x 40 m. Pembagian
ukuran grid tersebut dipakai untuk membuat hasil pemodelan lebih rinci di daerah yang ditinjau. Grid
pemodelan melingkupi garis pantai sepanjang pantai dimana gelombang akan merambat. seperti

20
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9 Grid yang digunakan dalam Pemodelan

Ukuran total dari wilayah yang dimodelkan sekitar 5 km sejajar pantai dan 1 km tegak lurus
pantai. Setelah pembuatan grid selesai dilakukan, selanjutnya pada setiap grid tersebut diberikan
nilai kedalaman dengan menggunakan modul Delft3D-QUICKIN. Untuk input data kedalaman di laut
diasumsikan dengan tanda positif sedangkan input data elevasi di darat diasumsikan dengan tanda
negatif. Proses tersebut disimpan dalam atribut *.dep yang menjadi masukan untuk pemodelan arus
1- 21
dan gelombang. Data masukan berupa hasil pengukuran topografi dan batimetri yang sudah
dilakukan, untuk selanjutnya hasil dari visualisasi batimetri dari Skenario I (konstruksi jetty Muara
Ceurape, jetty Muara Pawon dan jetty Peusangan hasil perencanaan sebelumnya ) dapat dilihat pada
Gambar 3.10 dan 3.11 berikut ini

21
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Gambar 3.10 Nilai kedalaman yang digunakan dalam Pemodelan sebelum interpolasi

1- 22

Gambar 3.11 Nilai kedalaman yang digunakan dalam Skenario I setelah interpolasi

Setelah proses input kedalaman pada skenario I selesai, dilakukan modifikasi untuk
memodelkan skenario II, skenario III dan skenario IV. Pada Skenario II, direncanakan konstruksi jetty
Muara Ceurape, jetty Muara Pawon dan jetty Peusangan hasil perencanaan sebelumnya serta tambahan
Groin di pantainya. Hasil visualisasi batimetri untuk skenario II dapat dilihat pada Gambar 3.12.

22
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Gambar 3.12 Nilai kedalaman yang digunakan dalam Skenario II

Sedangkan untuk Skenario III direncanakan konstruksi jetty Muara Ceurape, jetty Muara Pawon
dan jetty Peusangan hasil perencanaan sebelumnya serta tambahan konstruksi Offshore Breakwater . Hasil
dari visualisasi batimetri untuk Skenario III dapat dilihat pada Gambar 3.13.

1- 23

Gambar 3.13 Nilai kedalaman yang digunakan dalam Skenario III

Selanjutnya untuk Skenario IV direncanakan konstruksi jetty Muara Ceurape, jetty Muara Pawon
dan jetty Peusangan hasil perencanaan sebelumnya serta tambahan konstruksi revetment di sepanjang
pantai. Hasil dari visualisasi batimetri untuk Skenario IV dapat dilihat pada Gambar 3.14.

23
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Gambar 3.14 Nilai kedalaman yang digunakan dalam Skenario IV

3.2.2 Kondisi Batas

Pemodelan ini menggunakan dua tipe kondisi batas, yaitu kondisi batas bidang terbuka
(open boundary) dan kondisi batas bidang tertutup ( solid boundary). Pada bidang terbuka
menggunakan kondisi batas dirichlet boundary, yaitu kondisi batas yang ditentukan langsung untuk
pemodelan. Kondisi batas tersebut dimasukkan dua batasan yaitu nilai batas pasang surut dan nilai
batas gelombang. Sedangkan bidang tertutup ( solid boundary) dianggap nol.
Untuk nilai pasang surut digunakan data komponen pasang surut yang telah dihitung, yaitu
komponen diurnal dan komponen semi-diurnal. Beberapa komponen ini dianggap telah dapat
memenuhi satu siklus pasang surut purnama atau perbani di wilayah ini. Komponen pasang surut
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1 pada Bab IV. Nilai komponen tersebut digunakan sebagai open 1- 24
boundary pada grid atau area pemodelan numerik terluar. Kondisi batas untuk pasang surut
diletakkan seperti pada Gambar 3.15 berikut ini.

24
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Gambar 3.15 Kondisi batas pasang surut yang diletakkan pada setiap skenario pemodelan.

Untuk nilai batas gelombang, dimasukkan rerata tinggi gelombang signifikan dan periode
gelombang signifikan pada arah barat, barat daya dan selatan. Ketiga arah ini dianggap relevan
dengan posisi garis pantai di lokasi simulasi yang membentang pada sumbu barat laut hingga
tenggara. Jumlah waktu pemodelan mengikuti persentasi arah angin menurut wind-rose wilayah ini
yang diolah dari Data Angin stasiun pemantau cuaca BMKG Malikussaleh. Nilai gelombang untuk
kondisi batas pemodelan ini dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3 Nilai Rerata Tinggi Gelombang dan Periode Gelombang Open Boundary
PERSENTASE PERSENTASE
ARAH ANGIN Hs (m) Ts(det)
ANGIN (%) GELOMBANG (%)
BL 0.83 30.00 1.25 5.47
1- 25
U 0.98 36.00 0.94 4.92

TL 0.94 34.33 1.00 4.97

3.2.3 Faktor Morfologi

Pemodelan numerik pada kajian ini dilaksanakan selama 30 hari pemodelan. Namun, untuk
memperkirakan hasil pemodelan dalam satu tahunan maka pemodelan numerik ini menggunakan
angka faktor morfologi (Morfologi Factor/Morfac) yang berbeda-beda menurut persentase arah angin
yang diperoleh dari Wind-Rose seperti pada Gambar 4.3.

25
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Pemodelan dilakukan untuk estimasi 1 tahun dengan menggunakan data awal pengukuran
batimetri yang dilakukan pada bulan Agustus 2016 maka digunakan data angin dari 3 arah dominan
yang terjadi pada wilayah tersebut yaitu angin arah Barat Laut (30.00%), Utara (36.00%), dan Timur
Laut (34.00%), yang masing-masing kondisi akan dipemodelan selama 30 hari. Nilai persentase
kejadian angin dan lama pemodelan yang dilakukan pada masing-masing arah tersebut digunakan
untuk menentukan nilai Morfac yang digunakan pada pemodelan. Sehingga untuk memodelkan
perubahan morfologi pantai untuk satu tahun kedepan digunakan nilai morfac sebagai berikut 3.63,
4.26, dan 4.11, masing-masing untuk arah Barat Laut, Utara, dan Timur Laut secara berurutan
seperti pada Tabel 3.6. Selengkapnya perhitungan morfac dapat dilihat pada penjabaran berikut ini:

Perhitungan Nilai Morphology Factor (Morfac)


Simulasi 30 hari = 1 bulan
Persentase kemunculan gelombang keseluruhan = 30,00 + 36,00 + 34,00 = 100,00
Morfac simulasi selama 1 tahun = 12 bulan / 1 bulan = 12

Untuk arah Barat Laut = 30,00 %


Morfac = 30 % x 12 = 3,63

Untuk arah Utara = 36,00 %


Morfac = 36 % x 12 = 4,26

Untuk arah Timur Laut = 34,00 % 1- 26


Morfac = 34 % x 12 = 4,11

Tabel 3.4 Perhitungan nilai morfac

Arah Angin Persentase Gelombang (%) Morfac


Barat Laut 30,00 3,63
Utara 36,00 4,26
Timur Laut 34,00 4,11
100,00 12,00

3.3 Perhitungan Transpor sedimen

26
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Angkutan sedimen sejajar pantai dipengaruhi oleh tinggi gelombang pecah (H b) dan sudut
gelombang pecah (ab) dengan menggunakan persamaan 2.21-2.22. Hasil dari perhitungan sedimen
sejajar pantai dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.14. Perhitungan sedimen sejajar pantai
dilakukan untuk semua arah yang berasal dari laut dan selanjutnya dihitung besarnya sedimen
budget tahunan.

1- 27

BAB IV
27
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini disajikan perhitungan analisa hidro-oseanografi dan sedimentasi berdasarkan
teori dan rumus-rumus pada Bab II dan metodologi perhitungan yang sesuai pada Bab III.
Pembahasan didasarkan teori yang disajikan pada tinjauan kepustakaan pada Bab II.

4.1 Hasil Analisis Oseanografi

Hasil analisa oseanografi diperoleh setelah melakukan survey maupun pengolahan data.
Analisa oseanografi menggunakan persamaan pada Bab II dan metodologi pada Bab III.

4.1.1 Pengolahan Data Pasang Surut

Data pasang surut selama 30x24 Jam diolah dengan metode least square, menghasilkan
besaran amplitude (A) dan beda fase (g) untuk 9 komponen pasut seperti M2, S2, N2, K1, O1, M4,
MS4, K2, dan P1 serta S0 muka air laut. Nilai untuk komponen pasang surut tersebut dibuatkan
kedalam Tabel 4.1. Simbol-simbol komponen sebagai konstanta pasang surut ini mewakili
sekelompok komponen penting yang dapat menggambarkan bagaiman keadaan suatu perairan 1- 28
berkaitan dengan air tinggi tertinggi, rendah terendah dan sebagainya yang berkaitan dengan naik
turunnya muka air laut suatu perairan. Lima konstituen pertama adalah yang menjadi komponen
utama yang menentukan jenis pasang ataupun surut pada suatu daerah titik pengamatan. Jika
amplitudo untuk M2 , S2 , dan N2 lebih besar dibandingkan dengan amplitudo untuk K1 dan O1
sehingga tipe pasang surut di wilayah ini akan menjadi tipe semidiurnal.
Selanjutnya fluktuasi pasang surut tersebut juga disajikan dalam grafik seperti pada Gambar
4.1. Dari data ini dapat dilihat bahwa pasang surut terjadi 2 kali dalam sehari. Hal ini menunjukkan
bahwa komponen semi diurnal yang dipengaruhi bulan lebih dominan daripada komponen diurnal
yang dipengaruhi matahari.
Tabel 4.1 Komponen pasang surut untuk perairan di Muara Perairan Kuala Ceurape

28
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Period A B go H=Amplitude
No Simbol Keterangan
(Jam) (rad/hour) phase (m)

0. Z0 - - 1.037
1. M2 12.42 0.51 0.43 -0.15 353.6 0.344
2. S2 12.00 0.52 0.16 0.00 1.5 0.158
semi diurnal
3. N2 12.66 0.50 -0.07 -0.08 183.0 0.091
4. K2 11.97 0.53 0.08 -0.08 315.4 0.014
5. K1 23.93 0.26 -0.04 -0.05 203.7 0.066
6. O1 diurnal 25.82 0.24 0.00 0.04 14.6 0.042
7. P1 24.07 0.26 0.03 0.02 32.5 0.128
8. M4 6.21 1.01 0.03 -0.02 351.8 0.031
quarterly
9. MS4 6.10 1.03 0.00 0.00 358.1 0.047

Gambar 4.1 Grafik pengamatan pasang surut di Perairan Kuala Ceurape 1- 29

Tabel 4.2 Nilai elevasi penting diikatkan terhadap MSL


Keterangan Elevasi (m)
Highest High Water Level (HHWL) 0.90
Mean High Water Level (MHWL) 0.60
Mean Sea Level (MSL) 0.00
Mean Low Water Level (MLWL) -0.60
Lowest Low Water Level (LLWL) -0.90

Tabel 4.3 Nilai elevasi penting diikatkan terhadap LLWL

29
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Keterangan Elevasi (m)


Highest Water Spring (HHWL) 1.647
Mean High Water Level (MHWL) 1.539
Mean Sea Level (MSL) 1.037
Mean Low Water Level (MLWL) 0.534
Lowest Low Water Level (LLWL) 0.426

4.1.2 Pengolahan Data Angin

Data angin yang diperoleh dari hasil pencatatan Stasiun Meteorologi Malikussaleh Aceh
Utara dikonversikan menjadi data angin permukaan laut yang kemudian ditransformasikan menjadi
data gelombang. Untuk perencanaan konstruksi pada pekerjaan ini digunakan data kejadian angin
maksimum, yaitu data angin yang 10 knot. Karakteristik angin pada daerah tinjauan dapat dibaca
dengan cepat dari Tabel atau Gambar mawar angin. Data angin yang digunakan untuk analisa
gelombang yang dipilih yang nilainya lebih besar () dari 10 knot dapat disajikan pada format
penyajian frekuensi jumlah data dan kecepatan angin. Data angin diambil yang berkecepatan diatas
10 knot karena pada kecepatan tersebut angin telah dapat membangkitkan gelombang. Tabel format
distribusi kecepatan angin dapat dilihat pada Tabel 4.4, selain itu untuk memudahkan penyajian juga
dapat dibuat dalam bentuk diagram Wind Rose seperti pada Gambar 4.2.

Tabel 4.4 Distribusi kecepatan angin maksimum Sta. BMKG Malikussaleh Tahun 2006 2015

Arah Distribusi Kejadian (%) 1- 30


Total (%)
Angin <10 11 - 14 15-18 19-22 >22
U 0.65 0.29 0.04 0.00 0.98
TL 0.40 0.25 0.22 0.07 0.94
T 1.81 0.76 0.07 0.04 2.68
TG 1.38 0.29 0.07 0.00 1.74
89.42
S 0.25 0.25 0.14 0.04 0.69
BD 0.69 0.54 0.04 0.07 1.34
B 0.80 0.18 0.25 0.14 1.38
BL 0.58 0.25 0.00 0.00 0.83
Total 89.42 6.56 2.83 0.83 0.36
Sumber : Sta. BMKG Malikussaleh, Kab. Aceh Utara (diolah)

30
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Untuk memudahkan pembacaan, data angin dapat ditampilkan dalam bentuk mawar angin,
dalam hal ini penyajiannya diberikan dalam bentuk persen kejadian angin maksimum, seperti yang
disajikan dalam Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Mawar Angin Stasiun BMKG Malikussaleh Tahun 2006 2015
Sumber : Sta. BMKG Malikussaleh, Aceh Utara (diolah)

4.1.3 Daerah Pembangkit Gelombang ( Fetch )

Angin yang mempunyai daerah pembangkit gelombang adalah arah Barat Daya dan
Selatan. Hasil analisa Fetch untuk Perairan Kuala Ceurape adalah seperti Tabel berikut:
1- 31
Tabel 4.5 Analisis fetch efektif Perairan Kuala Ceurape arah Barat Laut

Arah Barat Laut


Alpha (o) Cos Alpha Xi Xi Cos Alpha
42 0.7431 87.90 65.32
36 0.8090 104.00 84.14
30 0.8660 127.00 109.98
24 0.9135 174.00 158.95
18 0.9511 368.00 350.00
12 0.9781 388.00 379.50
6 0.9945 463.00 460.45
0 1.0000 500.00 500.00

31
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Arah Barat Laut


Alpha (o) Cos Alpha Xi Xi Cos Alpha
6 0.9945 500.00 497.25
12 0.9781 500.00 489.05
18 0.9511 500.00 475.55
24 0.9135 500.00 456.75
30 0.8660 500.00 433.00
36 0.8090 500.00 404.50
42 0.7431 500.00 371.55
13.5106 5236.00
F eff 387.55

Tabel 4.6 Analisis fetch efektif Perairan Kuala Ceurape arah Utara

Arah Utara
Alpha (o) Cos Alpha Xi Xi Cos Alpha
42 0.7431 500.00 371.55
36 0.8090 500.00 404.50
30 0.8660 500.00 433.00
24 0.9135 500.00 456.75
18 0.9511 500.00 475.55
12 0.9781 500.00 489.05
6 0.9945 500.00 497.25
0 1.0000 500.00 500.00
6 0.9945 500.00 497.25 1- 32
12 0.9781 500.00 489.05
18 0.9511 500.00 475.55
24 0.9135 375.00 342.56
30 0.8660 317.00 274.52
36 0.8090 375.00 303.38
42 0.7431 355.00 263.80
13.5106 6273.76
F eff 464.36

Tabel 4.7 Analisis fetch efektif Perairan Kuala Ceurape arah Timur Laut

32
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Arah Timur Laut


Alpha (o) Cos Alpha Xi Xi Cos Alpha
42 0.7431 368.00 273.46
36 0.8090 383.00 309.85
30 0.8660 388.00 336.01
24 0.9135 336.00 306.94
18 0.9511 300.00 285.33
12 0.9781 371.00 362.88
6 0.9945 359.00 357.03
0 1.0000 346.00 346.00
6 0.9945 364.00 362.00
12 0.9781 327.00 319.84
18 0.9511 343.00 326.23
24 0.9135 426.00 389.15
30 0.8660 498.00 431.27
36 0.8090 500.00 404.50
42 0.7431 500.00 371.55
13.5106 5182.02
F eff 383.55

4.1.4 Prediksi kejadian gelombang


4.1.4.1 Prediksi tinggi gelombang (H s) dan periode gelombang (T s) signifikan

Hasil seleksi data berdasarkan partial series dan mencari nilai signifikan data yaitu nilai
rata-rata 33% jumlah data terbesar, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
1- 33

Tabel 4.8 Distribusi kecepatan angin signifikan


Kecepatan Angin (Knot)
Tahun
BL U TL
2006 15.17 12.08 9.36
2007 9.00 8.95 8.88
2008 9.77 8.53 10.00
2009 9.09 9.95 9.04
2010 10.25 9.21 8.50
2011 11.33 9.85 15.36
2012 10.29 8.82 9.59
2013 9.10 7.67 8.24
2014 15.09 8.02 8.47

33
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

2015 13.12 7.66 8.76


Sumber : Sta. BMKG Malikussaleh, Aceh Utara (diolah)

Hasil perhitungan tinggi dan periode gelombang signifikan menurut arah angin dominan
arah Barat Laut, Utara, dan Timur Laut dapat dilihat pada Tabel 4.9 sampai Tabel 4.11 berikut :

Tabel 4.9 Hasil prediksi tinggi dan periode gelombang arah Barat Laut
UL 28 UL 10 Uw Fetch
Tahun (Knot) (Knot) RL Uw (m/s) Ua Hs (m) Ts (s)
(Knot) (Km)
2006 15.17 13.09 1.20 18.27 9.40 11.17 387.55 2.49 6.59
2007 9.00 7.77 1.41 12.71 6.54 7.15 387.55 1.21 4.80
2008 9.77 8.43 1.38 13.46 6.92 7.67 387.55 1.36 5.06
2009 9.09 7.85 1.41 12.80 6.58 7.21 387.55 1.22 4.83
2010 10.25 8.85 1.36 13.91 7.16 7.99 387.55 1.45 5.21
2011 11.33 9.78 1.32 14.92 7.67 8.71 387.55 1.67 5.54
2012 10.29 8.88 1.36 13.95 7.18 8.02 387.55 1.46 5.22
2013 9.10 7.86 1.41 12.81 6.59 7.22 387.55 1.23 4.83
2014 15.09 13.03 1.21 18.20 9.37 11.12 387.55 2.48 6.57
2015 13.12 11.33 1.26 16.52 8.50 9.87 387.55 2.05 6.05
Sumber : Sta. BMKG Malikussaleh, Aceh Utara (diolah)

Tabel 4.10 Hasil prediksi tinggi dan periode gelombang arah Utara
UL 28 UL 10 Uw Fetch
Tahun (Knot) (Knot) RL Uw (m/s) Ua Hs (m) Ts (s)
(Knot) (Km)
2006 15.17 13.09 1.29 15.60 8.02 9.20 464.36 1.89 5.91
2007 9.00 7.77 1.41 12.66 6.51 7.12 464.36 1.23 4.89
2008 9.77 8.43 1.44 12.25 6.30 6.83 464.36 1.14 4.74 1- 34
2009 9.09 7.85 1.37 13.63 7.01 7.79 464.36 1.43 5.24
2010 10.25 8.85 1.40 12.92 6.64 7.29 464.36 1.28 4.98
2011 11.33 9.78 1.37 13.53 6.96 7.72 464.36 1.41 5.20
2012 10.29 8.88 1.42 12.53 6.45 7.03 464.36 1.20 4.85
2013 9.10 7.86 1.48 11.37 5.85 6.24 464.36 0.98 4.42
2014 15.09 13.03 1.46 11.73 6.04 6.48 464.36 1.04 4.55
2015 13.12 11.33 1.48 11.36 5.85 6.23 464.36 0.98 4.42
Sumber : Sta. BMKG Malikussaleh, Aceh Utara (diolah)

Tabel 4.11 Hasil prediksi tinggi dan periode gelombang arah Timur Laut
UL 28 UL 10 Uw Fetch
Tahun (Knot) (Knot) RL Uw (m/s) Ua Hs (m) Ts (s)
(Knot) (Km)

34
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

2006 9.36 8.08 1.40 13.06 6.72 7.39 383.55 1.27 4.91
2007 8.88 7.67 1.42 12.59 6.48 7.07 383.55 1.18 4.75
2008 10.00 8.63 1.37 13.68 7.04 7.82 383.55 1.40 5.12
2009 9.04 7.81 1.41 12.75 6.56 7.18 383.55 1.21 4.81
2010 8.50 7.34 1.44 12.22 6.28 6.81 383.55 1.11 4.62
2011 15.36 13.26 1.20 18.43 9.48 11.29 383.55 2.53 6.62
2012 9.59 8.28 1.39 13.28 6.83 7.55 383.55 1.32 4.99
2013 8.24 7.11 1.45 11.96 6.15 6.63 383.55 1.06 4.53
2014 8.47 7.31 1.44 12.19 6.27 6.79 383.55 1.10 4.61
2015 8.76 7.56 1.42 12.47 6.42 6.99 383.55 1.16 4.71
Sumber : Sta. BMKG Malikussaleh, Aceh Utara (diolah)

Terlihat bahwa rerata tinggi (Hs) dan periode gelombang (Ts) signifikan untuk arah Barat
Laut lebih besar dari arah Utara dan Timur Laut. Besarnya Hs dan Ts dari arah Barat Laut adalah
masing-masing 1.25 m dan 5.47 detik, sementara dari arah Utara adalah masing-masing 0.94 m
dan 4.92 detik, serta dari arah Timur Laut adalah masing-masing 1.00 m dan 4.97 detik.
Tabel 4.12 Persentase kejadian gelombang per Tahun

Kejadian Gelombang
Arah Persentase Angin
(Arah / Total)

BL 0.83 30%
U 0.98 36%
TL 0.94 34%
Total 2.75 1- 35

Terlihat bahwa berdasarkan tiga arah angin dominan terhadap garis pantai, gelombang
yang datang dapat dipersentasekan masing-masingnya yakni Barat Laut sebesar 30 %, Utara 36%,
dan Timur Laut 34%.

4.1.5 Deformasi Gelombang


4.1.5.1 Hasil perhitungan cepat rambat gelombang (Co) dan panjang gelombang (Lo) pada
laut dalam

Dengan menggunakan persamaan 2.57 dan 2.59 diperoleh perhitungan cepat rambat
gelombang (Co) dan panjang gelombang (Lo) pada kedalaman 10 m, untuk arah angin dari Barat

35
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Laut, Utara dan Timur Laut.

4.1.5.2 Perhitungan koefisien shoaling (K s) dan refraksi (K r)

Perhitungan dilakukan berdasarkan arah datang gelombang dari Barat Laut (BL) dengan
sudut gelombang datang = 48.64 dari garis normal, Utara (U) dengan sudut gelombang datang
= 3.64 dari garis normal dan arah gelombang dari Timur Laut (TL) dengan sudut datang gelombang
= 41.37.

4.2 Pemodelan Arus

Berdasarkan hasil pemodelan maka diperoleh sebaran vektor kecepatan arus di sekitar
Perairan Kuala Ceurape pada satu siklus pasang surut. Vektor kecepatan arus pada saat pasang
dan surut dapat dilihat pada Gambar 4.3 sampai Gambar 4.6. vektor ini memperlihatkan bahwa
kecepatan dan arah arus di area Perairan Kuala Ceurape yang disebabkan oleh arus pasang dan
surut, maupun arus karena adanya kombinasi gelombang barat laut, utara, dan timur laut.

1- 36

Gambar 4.3 Vektor arus (Skenario I)

36
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Gambar 4.4 Vektor arus (Skenario II)

1- 37

Gambar 4.5 Vektor arus (Skenario III)

37
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Gambar 4.6 Vektor arus (Skenario IV)

Untuk keseluruhan skenario, hasil pemodelan arus menunjukkan kecepatan yang bervariasi
dari 0 sampai 1.4 m/s. Untuk di daerah Kuala Ceurape, Kecepatan arus tertinggi adalah sebesar 1.2
sampai 1.4 m/s. Dan kecepatan terendah sebesar 0,003 sampai 0,053 m/s. Kecepatan arus paling
kuat terletak di Muara Peusangan yaitu berkisar antara 0.7 0,9 m/s yang terjadi pada setiap
skenario. Dari hasil analisis arus permukaan khususnya daerah dekat pantai menunjukkan pola arus
permukaan relatif sama dengan pola arah angin dominan yang bertiup di daerah tersebut yaitu
berarah barat laut. Hal ini menunjukkan bahwa selain akibat fluktuasi muka air (pasang surut),
1- 38
pengaruh gelombang cukup berperan dalam pembentukan pola arus di daerah ini, faktor lain yang
yang mempengaruhi pola arus daerah kajian adalah sirkulasi massa air akibat adanya sungai yang
bermuara di daerah ini.

4.3 Pemodelan Gelombang

Distribusi tinggi gelombang dapat dilihat pada Gambar 4.7. Pada saat musim Barat Laut
bertiup, maka tinggi gelombang dapat mencapai 0.1 hingga 0.9 m. Kondisi tersebut terjadi terhadap
semua skenario simulasi.

38
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Gambar 4.7 Kondisi gelombang pada setiap skenario

4.4 Prediksi Perubahan Garis Pantai

Perubahan garis pantai yang terjadi secara alamiah (gelombang, badai, dan kenaikan paras
muka laut) dan non-alamiah (aktifitas manusia: penambangan pasir, reklamasi pantai dan lain-lain)
1- 39
akan berpengaruh negatif baik ditinjau dari aspek strategis atau lingkungan. Aspek strategis salah
satunya adalah perubahan luasan wilayah di suatu kawasan pantai, sedangkan aspek lingkungan
adalah hilangnya/bertambahnya habitat, sedimentasi dan lain-lain. Perubahan garis pantai pada
umumnya karena terdapat proses abrasi, akresi dan kenaikan tinggi muka laut global. Abrasi pantai
adalah mundurnya garis pantai ke arah darat dan akresi adalah majunya garis pantai ke arah laut,
sedangkan kenaikan paras laut akan menyebabkan perubahan garis pantai ke arah darat yang
disebabkan oleh meningkatnya volume air laut global atau sea level rise.
Dengan didukung data pengukuran dan hasil transformasi gelombang yang terdiri dari
tinggi, kedalaman dan sudut datang gelombang pecah serta presentase kejadian gelombang dari
arah Barat laut, Utara, dan Timur Laut, maka dapat dihitung transpor sedimen dengan pemodelan.

39
Laporan Hidro-Oseanografi dan Sedimentasi

Pemodelan dapat melakukan prediksi nilai longshore dan onshore sediment transport yang pada
akhirnya akan digunakan didalam melakukan prediksi garis pantai. Asumsi dasar yang digunakan
dalam perhitungan adalah menganggap bahwa :
Profil pantai memiliki bentuk yang konstan.
Transport sedimen di sepanjang pantai disebabkan oleh gelombang pecah;
Detail struktur di sekitar nearshore dapat diabaikan;
Panjang garis pantai yang disimulasi antara 5 km dengan jarak antar grid 30x30 m;
Periode simulasi selama 12 bulan;
Interval perhitungan setiap 30 detik
Interval data gelombang yang digunakan 20 menit
Hanya meramalkan perubahan garis pantai yang diakibatkan oleh Coastal Structure, dan
perubahan akibat Gelombang
Untuk debit air sungai hanya memakai debit rata-rata / tidak memperhitungkan debit banjir;
Tidak menghitung perubahan akibat terjadinya badai;
Tidak memperkirakan kenaikan muka air laut karena sea level rise.
Hasil simulasi model dinamika morfologi pada daerah memiliki variasi nilai erosi dan
sedimentasi. Dengan menggunakan software surfer, dapat dilihat berapa total sedimen dan erosi
yang terjadi dari setiap skenario simulasi seperti yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.13 Hasil Sedimentasi Kuala Ceurape
NO. Skenario Hasil Sedimen Setelah Simulasi 1 Tahun
1. Skenario I 244.488,457 m3/tahun
2. Skenario II 530.115,495 m3/tahun
3. Skenario III 669.642,502 m3/tahun
4. Skenario IV 185.615,73 m3/tahun

Dari hasil di atas dapat konsultan dapat mengambil kesimpulan bahwa, untuk mengatasi
permasalahan pantai di daerah Kuala Ceurape, Konsutlan merekomendasikan skenario III sebagai 1- 40

solusi alternatif. Dengan dibangunnya konstruksi Jetty pada Muara Ceurape dan Muara Pawon,
Serta tambahan konstruksi Offshore Breakwater dapat menghasilkan sedimen yang lebih banyak di
bandingkan dengan ketiga skenario lainnya.

40

Anda mungkin juga menyukai