Anda di halaman 1dari 77

MODUL PELATIHAN

PEMANFAATAN ARCGIS DALAM PEMBUATAN PETA


DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN ANALISIS DAERAH
RAWAN BANJIR DI KOTA SAMARINDA
(Studi Kasus : DAS Karangmumus)

TIM PENYUSUN :

ADITYA YUDHA PRATAMA


ARYANTHA YUNSA AL FATTAH
NURMILA
MOCHAMAD ARDI SAPUTRA

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA
2023
MODUL I
PENGANTAR

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi Sistem Informasi Geografis sekarang ini telah memberikan manfaat
pada berbagai bidang di antaranya pariwisata, pendidikan, transportasi, bahkan pengawasan
bencana. Sistem Informasi Geografis sebagai pengawasan bencana dilakukan guna
meminimalisir dampak dari bencana tersebut.

Banjir merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia, salah satu contohnya adalah Kota
Samarinda. Dikarenakan faktor kemiringan lereng, penggunaan lahan, jenis tanah, dan curah
hujan di Kota Samarinda menjadi faktor-faktor terjadinya banjir. Sistem Informasi Geografis
yang dihasilkan dalam penelitian ini digunakan untuk menyajikan informasi tentang
pemetaan prediksi daerah rawan banjir di Kota Samarinda, sehingga informasi daerah banjir
dan indikator banjirnya dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengantisipasi dampak
bencana banjir yang ada di Kota Samarinda.

Informasi spasial direpresentasikan dalam bentuk gambar peta dari hasil perhitungan skoring
dan pembobotan dengan metode Overlay dengan Scoring dengan parameter-parameter banjir
yang telah disebutkan sebelumnya. Pengolahan data dilakukan secara digital menggunakan
ArcGIS. Di sini akan ada dua lokasi yang akan dibuat peta daerah rawan banjir, yang
berdasarkan Daerah Aliran Sungainya yaitu di DAS Manggis dan DAS Karang Mumus.

1.2 Sistem Informasi Geografi (SIG)

Menurut ESRI (1999), Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu alat berbasis komputer
untuk memetakan dan meneliti hal-hal yang ada dan terjadi di muka bumi. Sistem Informasi
Geografis mengintegrasikan operasi database umum seperti query dan analisa statistik dengan
visualisasi yang unik dan manfaat analisa mengenai ilmu bumi yang ditawarkan oleh peta.
Kemampuan ini menjadi penciri Sistem Informasi Geografis dari sistem informasi lainnya,
dan sangat berguna bagi suatu cakupan luas perusahaan swasta dan pemerintah untuk
menjelaskan peristiwa, meramalkan hasil, dan strategi perencanaan. Data dalam SIG terdiri
atas dua komponen yaitu data spasial yang berhubungan dengan geometri bentuk keruangan
dan data attribute yang memberikan informasi tentang bentuk keruangannya.

1.3 ArcGIS

ArcGIS merupakan kompilasi beberapa fungsi dari berbagai macam perangkat GIS seperti
ArcMap dan ArcScene. Perangkat lunak ini dirilis ESRI pada tahun 2000. ArcGIS
mempunyai kemampuan guna visualisasi, pembangunan database spasial, editing, memilih
(query), menciptakan desain peta, dan analisa terhadap data geografis.

1.4 Daerah Aliran Sungai (DAS)


Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggung-punggung gunung di
mana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung
tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama.

DAS termasuk suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-
anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal
dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan.

1.5 Data Spasial

Data spasial adalah data yang bereferensi geografis atas representasi obyek di bumi. Data
spasial pada umumnya berdasarkan peta yang berisikan interprestasi dan proyeksi seluruh
fenomena yang berada di bumi. Pada awalnya, semua data dan informasi yang ada di peta
merupakan representasi dari obyek di muka bumi.

Sesuai dengan perkembangan, peta tidak hanya merepresentasikan obyek-obyek yang ada di
muka bumi, tetapi berkembang menjadi representasi obyek di atas muka bumi (di udara) dan
di bawah permukaan bumi. Data spasial memiliki dua jenis tipe yaitu vektor dan raster.
Model data vektor menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan
menggunakan titik-titik, garis-garis atau kurva, atau poligon beserta atribut-atributnya. Model
data raster menampilkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks
atau piksel-piksel yang membentuk grid. Pemanfaatan kedua model data spasial ini
menyesuaikan dengan peruntukan dan kebutuhannya.
1.6 Data Digital Elevation Model (DEM)

Digital Elevation Model atau Model Elevasi Digital adalah grid raster yang mereferensikan
titik awal dari permukaan bumi. Pemodelan ini memungkinkan untuk mengeliminasi objek di
permukaan tanah seperti tanaman dan perumahan, model yang dihasilkan berupa model 3D
dengan permukaan yang halus. Bangunan (jaringan listrik, gedung dan menara) dan fitur
alam (pohon dan jenis vegetasi lainnya) tidak termasuk dalam DEM. Pemodelan ini berguna
untuk:
Hidrografi : Hidrologi menggunakan DEM untuk menggambarkan batas air,
menghitung akumulasi aliran dan arah aliran.
Stabilitas : berguna untuk merencanakan pembangunan jalan raya dan
Batuan pemukiman, kaitannya dengan daerah rawan longsoran dan daerah
lereng yang tinggi dengan vegetasi yang jarang.
Pemetaan Tanah : DEM membantu pemetaan jenis tanah berdasarkan pengamatan
terhadapap elevasi, kondisi geologi, faktor pendukung lainnya.

1.7 Data Shapefile

Format shapefile adalah format data vektor geospasial untuk perangkat lunak sistem
informasi geografis (SIG). Ini dikembangkan dan diatur oleh Esri sebagai spesifikasi terbuka
untuk interoperabilitas data antara Esri dan produk perangkat lunak GIS lainnya. Format
shapefile dapat menggambarkan fitur vektor secara spasial: titik, garis, dan poligon, yang
mewakili, misalnya, sumur air, sungai, dan danau. Setiap item biasanya memiliki atribut yang
menggambarkannya, seperti nama atau temperatur.
1.8 Data Citra Satelit

Citra satelit adalah gambaran permukaan bumi hasil perekaman satelit yang berada di luar
angkasa berjarak ratusan kilometer dari paras bumi. Satelit yang dimaksud di sini sendiri
yaitu satelit penginderaan jauh, yang berdasarkan misinya dibagi menjadi dua jenis yakni
satelit observasi bumi atau banyak juga yang menyebutnya sebagai satelit sumber daya alam
serta satelit cuaca/meteorologi.

1.9 Sistem Koordinat dalam ArcGIS

Dalam data Sistem Informasi Geografi (SIG) yang diolah dengan ArcGIS harus mempunyai
sistem koordinat untuk dapat dilakukan analisis spasial. Sistem koordinat dalam ArcGIS
secara umum dibagi dua yaitu Geographic Coordinate Systems (GCS) dan Projected
Coordinat Systems (PCS). Secara umum perbedaannya adalah pada sistem Geographic
Coordinate Systems menggunakan satuan derajat dan Projected Coordinat Systems
menggunakan satuan meter.

1.10 Analisis Kerawanan Banjir

Kerawanan banjir adalah keadaan yang menggambarkan mudah atau tidaknya suatu daerah
terkena banjir dengan didasarkan pada faktor-faktor alam yang mempengaruhi banjir antara
lain faktor meteorologi (intensitas curah hujan, distribusi curah hujan, frekuensi dan lamanya
hujan berlangsung) dan karakteristik daerah aliran sungai (kemiringan lahan/kelerengan,
ketinggian lahan, testur tanah dan penggunaan lahan). Berdasarkan faktor-faktor di atas,
dapat digunakan sebagai parameter umum untuk analisis kerawanan banjir, yaitu :
1. Kemiringan Lahan / Kelerengan
Kelerengan atau kemiringan lahan merupakan perbandingan persentase antara jarak
vertikal (tinggi lahan) dengan jarak horizontal (panjang lahan datar). Semakin landai
kemiringan lerengnya maka semakin berpotensi terjadi banjir, begitu pula sebaliknya.
Semakin curam kemiringannya, maka semakin aman akan bencana banjir.
2. Ketinggian Lahan / Elevasi
Ketinggian (elevasi) lahan adalah ukuran ketinggian lokasi di atas permukaan laut.
Ketinggian mempunyai pengaruh terhadap terjadinya banjir. Semakin rendah suatu daerah
maka semakin berpotensi terjadi banjir, begitu pula sebaliknya. Semakin tinggi suatu
daerah, maka semakin aman akan bencana banjir.
3. Jenis Tanah
Jenis tanah pada suatu daerah sangat berpengaruh dalam proses penyerapan air atau yang
biasa kita sebut sebagai proses infiltrasi. Infiltrasi adalah proses aliran air di dalam tanah
secara vertikal akibat adanya potensial gravitasi. Secara fisik terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi infiltrasi di antaranya jenis tanah, kepadatan tanah, kelembaban tanah dan
tanaman di atasnya, laju infiltrasi pada tanah semakin lama semakin kecil karena
kelembaban tanah juga mengalami peningkatan. Semakin besar daya serap atau
infiltrasinya terhadap air maka tingkat kerawanan banjirnya akan semakin kecil. Begitu
pula sebaliknya, semakin kecil daya serap atau infiltrasinya terhadap air maka semakin
besar potensi kerawanan banjirnya.
4. Curah Hujan
Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu.
Curah hujan yang diperlukan untuk perancangan pengendalian banjir adalah curah hujan
rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik yang
tertentu biasa disebut curah hujan wilayah/daerah. Semakin tinggi curah hujannya maka
semakin berpotensi terjadi banjir, begitu pula sebaliknya. Semakin rendah curah hujannya,
maka semakin aman akan bencana banjir.
5. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan akan mempengaruhi kerawanan banjir suatu daerah, penggunaan lahan
akan berperan pada besarnya air limpasan hasil dari hujan yang telah melebihi laju
infiltrasi. Lahan yang banyak ditanami oleh vegetasi maka air hujan akan banyak
diinfiltrasi dan lebih banyak waktu yang ditempuh oleh limpasan untuk sampai ke sungai
sehingga kemungkinan banjir lebih kecil daripada daerah yang tidak ditanami oleh
vegetasi.
6. Kerapatan Sungai
Kerapatan aliran adalah panjang aliran sungai per kilometer persegi luas DAS. Artinya,
semakin besar jumlah air larian total (semakin kecil infiltrasi) dan semakin kecil air tanah
yang tersimpan di daerah tersebut. Jika nilai kerapatan aliran lebih kecil dari 1 mil/mil2
(0,62 km/km2), DAS akan mengalami penggenangan, sedangkan jika nilai kerapatan aliran
lebih besar dari 5 mil/mil2 (3,10 km/km2), DAS sering mengalami kekeringan.
MODUL 2
PERSIAPAN DATA DAN ARCGIS

2.1. Persiapan Data

Ada dua data yang harus dipersiapkan untuk membuat peta DAS, yaitu data DEM (data
raster) dan data shapefile (data vektor). Data DEM dan shapefile sangat banyak tersebar di
internet. Namun kebanyakan data tidak cukup akurat karena memuat seluruh dunia dengan
resolusi yang kecil. Kini Badan Informasi Geospasial (BIG) telah menyediakan kedua data
tersebut secara akurat dan gratis. Sebelum mendapatkannya, diharuskan untuk mendaftar
terlebih dahulu di situsnya.

2.1.1 Persiapan Data DEMNAS

Berikut langkah-langkah yang diikuti untuk mendapatkan data DEMNAS dari BIG:
1. Kunjungi laman DEMNAS di https://tanahair.indonesia.go.id/demnas/#/
2. Buka tab Download, lalu klik menu DEMNAS.
3. Login. Jika belum mempunyai akun, registrasi akun terlebih dahulu dan dapatkan
verifikasi akun di email.
4. Zoom ke kota Samarinda. Lalu unduh ketiga data DEM dengan kode 1915-41, 1915-42,
dan 1915-13.
5. Simpan dalam satu folder yang sama.

2.1.2 Data Shapefile

Berikut cara untuk mendapatkan data Shapefile untuk Kota Samarinda.


1. Buka laman https://tanahair.indonesia.go.id/portal-web/.
2. Buka tab Download, lalu klik menu Peta Per Wilayah.
3. Gunakan akun yang sebelumnya untuk login.
4. Arahkan ke Kota Samarinda.
5. Klik kanan di Kota Samarinda, lalu pilih skala 50k, lalu unduh.

Namun, karena data yang diberikan kurang lengkap, maka akan diberikan data SHP tutupan
lahan yang cukup lengkap untuk Kota Samarinda.
2.2. Persiapan Template

Saat membuka ArcMap maka akan ada window New Document untuk dokumen baru. Secara
umum template adalah dokumen peta (.mxd) tempat dokumen baru dapat dibuat. Template
peta memudahkan untuk menggunakan kembali atau menstandarkan tata letak pada
serangkaian peta. Menggunakan template dapat menghemat waktu, karena tidak perlu
membuat lagi bagian peta secara manual. Untuk keperluan modul ini maka cukup memilih
template Blank Map pada bagian My Template. Namun, selanjutnya dapat membuat sendiri
layout peta agar mempercepat proses pembuatan peta.

2.3. Pengaturan Parallel Processing Factor

Parallel Processing Factor/Faktor Proses Paralel adalah banyaknya proses di mana alat itu
akan menyebarkan pekerjaannya. Nilainya dapat bervariasi, jika dikosongkan maka ArcGIS
akan menentukan sendiri berapa faktor yang akan digunakan. Nilai “0” berarti pekerjaannya
tidak dibagi menjadi beberapa proses. Nilai “n” berarti pekerjaannya terbagi menjadi n
proses. Sebaiknya untuk faktornya dimasukkan nilai “0” saja karena jika dimasukkan nilai
lain akan pekerjaan geoprocessing tidak bisa diselesaikan. Berikut cara mengganti faktornya:
1. Buka tab Geoprocessing lalu tekan menu Environments.
2. Buka bagian Parallel Processing, isi “0” pada menu Parallel Processing Factor, tekan
OK.

2.4. Input Data

Setelah mempersiapkan data-data yang diperlukan, selanjutnya perlu untuk memasukkan


data-data tersebut ke dalam ArcGIS untuk diolah. Langkah-langkah untuk menginput data
yaitu:
1. Klik Add Data.
2. Untuk menginput data, sambungkan folder tempat penyimpanan data-data yang telah
dipersiapkan dengan mengklik Connect to Folder.

3. Selanjutnya tinggal memilih folder tempat penyimpanan data-data tadi.


4. Setelah dikoneksikan maka semua data dalam folder tersebut bisa digunakan.
5. Masukkan data DEMNAS 1915-41 untuk studi kasus DAS Manggis, atau masukkan data
DEMNAS 1915-41 dan 1915-42 untuk studi kasus DAS Karang Mumus.

6. Jika terdapat window Create Pyramid, maka tinggal diklik Yes,

7. Maka akan muncul data DEM (DEMNAS 1915-41) sebagai berikut.


8. NOTE: Perhatikan jika skala yang tertera saat melihat data DEM secara keseluruhan
menunjukkan angka yang kecil (misal 1:1,5), maka data DEM perlu diperbaiki. Jika
skalanya besar seperti pada Gambar maka tidak perlu diubah lagi. Langkah perbaikan
data DEM ini dilihat pada subbab 2.7 Perbaikan Data DEM.

2.5. Konfigurasi Sistem Koordinat

Sebelum data diolah, perlu ada penyesuaian pada sistem koordinat yang dipakai oleh data
harus sama atau sesuai dengan sistem koordinat pada peta yang akan dibuat, jika tidak
dilakukan penyesuaian maka skala atau lokasi yang digunakan akan salah. Langkah-langkah
untuk mengonfigurasikan sistem koordinat di ArcGIS adalah sebagai berikut.
1. Klik kanan pada Data Frame Layer, lalu klik Properties.
2. Pilih tab Coordinate System => Projected Coordinate System => lalu UTM => WGS 1984
=> Southern Hemisphere => WGS 1984 UTM Zone 50S, lalu klik OK atau Apply.

2.6. ArcToolbox

Jendela ArcToolbox merupakan tempat utama di mana dapat menemukan, mengelola, dan
melaksanakan geoprocessing tool, yang juga dapat dikelola dan dijalankan dari ArcCatalog.
Jendela ArcToolbox berisi toolboxes (kotak peralatan), yang di dalamnya berisi tool dan
toolsets. Tools harus terkandung dalam toolbox dan tidak bisa eksis di luar Toolbox. Untuk
memudahkan pencarian jenis alat yang dapat digunakan juga menggunakan fitur search.
Langkah-langkah untuk membuka window ArcToolbox dapat dilihat di bawah ini.
1. Tekan ikon ArcToolbox.

2. Secara default, window ArcToolbox akan terbuka di sebelah kanan.

2.7. Perbaikan Data DEM

Langkah pada subbab ini dilakukan jika terdapat masalah mengenai skala pada langkah 8
pada Subbab 2.4 Input Data. Jika skala yang ditampilkan besar, maka langkah ini dilewati.
Langkah-langkah perbaikan data DEM adalah sebagai berikut:
1. Bukalah menu pada ArcToolbox => Data Management Tools => Projections and
Transformations => Raster => Define Projection.
2. Window Define Projection terbuka.

3. Di Input Raster, masukkan atau tarik data DEM yang ingin diperbaiki.
4. Di Output Coordinate System, klik button yang ada di sebelah kanannya.

5. Window Spatial Reference Properties terbuka, buka folder Projected Coordinate System
=> UTM => WGS 1984, lalu klik OK.

6. Tekan OK pada window Define Projection.


MODUL 3
PETA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

3.1. Penentuan Daerah Aliran Sungai

Untuk mendapatkan DAS yang sesuai untuk analisis daerah rawan banjir di Kota Samarinda,
maka perlu untuk mengetahui di mana saja letak banjir yang sering muncul di Samarinda.
Kali ini akan diperiksa banjir yang ada di daerah Air Hitam berada pada DAS Manggis dan
daerah Sempaja berada pada DAS Karang Mumus. Untuk memastikan daerah rawan banjir,
maka dapat memasukkan titik koordinat banjir atau memasukkan shapefile (misal jalan) yang
memudahkan identifikasi lokasi banjir.

3.2. Penggabungan Data DEMNAS

Data DEM perlu digabung jika DAS-nya cukup besar, misalnya DAS Karang Mumus yang
dapat memuat dua data DEM, yaitu DEMNAS 1915-41 dan DEMNAS 1915-42. Namun
DAS Manggis hanya memerlukan satu data DEM, yaitu DEMNAS 1915-41 sehingga tidak
perlu digabung. Langkah-langkah untuk menggabungkan kedua data DEM adalah sebagai
berikut.
1. Tambahkan kedua data DEM (contoh DEMNAS 1915-41 dan DEMNAS 1915-42) pada
Add Data, sehingga menghasilkan tampilan seperti di bawah ini.

2. Bukalah menu pada ArcToolbox => Data Management Tools => Raster => Raster
Dataset => Mosaic To New Raster.
3. Window Mosaic to New Raster terbuka, pada Input Rasters masukkan dua data DEM
tersebut,

4. Pada bagian Output Location, buka button yang ada di sebelah kanan, lalu tentukan di
mana data DEM yang digabung akan disimpan nantinya. Tekan folder yang telah
ditentukan lalu tekan Add,
5. Pada Raster Dataset Name with Extension, masukkan “2DEM.tif” (menyesuaikan, yang
penting formatnya adalah .tif).
6. Pada Pixel Type, ubah menjadi “32_BIT_FLOAT”.
7. Pada Number of Bands, masukkan nilai “1”.
8. Tekan OK.

3.3. Fill

Mengisi sinks di raster permukaan untuk menghilangkan ketidaksempurnaan kecil dalam


data. Maka langkah-langkah untuk melakukan geoprocessing Fill yaitu:
1. Buka menu ArcToolbox.
2. Pilih Spatial Analyst Tool => Hydrology => Fill.
3. Window Fill akan terbuka.
4. Pilih atau tarik data DEM ke Input Surface Raster.
5. Tekan OK.

3.4. Flow Direction

Membuat raster arah aliran dari setiap sel ke tetangganya yang menurun menggunakan
metode D8, Multiple Flow Direction (MFD), atau D-Infinity (DINF). Maka langkah-langkah
untuk melakukan geoprocessing Flow Direction yaitu:
1. Buka menu ArcToolbox.
2. Pilih Spatial Analyst Tool => Hydrology => Flow Direction.
3. Window Flow Direction akan terbuka.
4. Pada Input Surface Raster, isi dengan data hasil proses Fill.
5. Tekan OK.

6. Hasilnya akan terlihat di bawah ini.


3.5. Basin

Basin adalah alat pemroses geoprocessing yang membuat raster yang menggambarkan semua
cekungan drainase. Maka langkah-langkah untuk melakukan geoprocessing Basin yaitu:
1. Buka menu ArcToolbox.
2. Pilih Spatial Analyst Tool => Hydrology => Basin.
3. Window Basin akan terbuka.
4. Pada Input Flow Direction, isi dengan data hasil proses Flow Direction.
5. Tekan OK.

6. Hasilnya akan terlihat di bawah ini.


3.6. Mendapatkan Potongan DAS dari DEMNAS

Hasil pemrosesan Basin sebelumnya adalah dalam bentuk raster, maka perlu mengonversi ke
dalam bentuk polygon, ini dilakukan untuk dapat memilah daerah aliran sungai (basin) yang
akan digunakan dan mana yang tidak. Maka langkah-langkah untuk mengonversi hasil
pemrosesan Basin yaitu:
1. Buka menu ArcToolbox.
2. Pilih Conversion Tools => From Raster => Raster to Polygon.
3. Window Raster to Polygon akan terbuka.
4. Pada Input Raster, isi dengan data hasil proses Basin.
5. Tekan OK.

6. Hasilnya akan terlihat di bawah ini.

Untuk mendapatkan daerah aliran sungai Manggis maka kita perlu menghapusnya satu per
satu polygon selain polygon DAS Manggis. Maka langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah:
1. Matikan semua layer kecuali data hasil konversi.
2. Klik kanan pada data hasil konversi.
3. Pilih Edit Feature => Start Editing.

4. Pilih semua polygon kecuali polygon DAS Manggis atau DAS Karang Mumus, lalu
hapus men-select polygon lalu tekan delete di keyboard.
2

Keterangan:
[1] = DAS Manggis
[2] = DAS Karang Mumus

5. Untuk kali ini, DAS Karang Mumus yang akan digunakan. Maka hasilnya akan sebagai
berikut.

Simpan hasilnya dengan Editor => Stop Editing => klik Yes.
Selanjutnya, polygon DAS Karang Mumus ini perlu untuk diclip dengan data DEM sehingga
didapat data DEM dengan bentuk DAS Karang Mumus. Untuk itu lakukan langkah-langkah
berikut ini:
1. Klik kanan pada layer hasil proses sebelumnya yang berbentuk DAS yang didapat, lalu
klik Convert Feature to Graphics.

2. Window Convert Feature to Graphics terbuka. Pada bagian Conversion Conditions, pilih
Draw the converted graphics and draw the features, lalu klik OK.
3. Ini akan mengubah data polygon menjadi gambar. Tekan DAS, maka boundary box di
sekitar DAS akan muncul.

1) Tekan Windows => Image Analysis.


2) Window Image Analysis terbuka. Pada Image Analysis, klik DEM awal saat meginput
data, lalu pada tab Processing, klik ikon Clip (Pastikan untuk memilih data DEM asli
yang belum diproses sama sekali dan bukan hasil geoprocessing sebelumnya).

Tekan DAS (sama seperti langkah 3), lalu tekan delete di keyboard. Ini akan menghapus
gambar DAS dan memunculkan data DEM dengan bentuk DAS yang didapat. Data DEM
yang diclip dapat diganti namanya sesuai dengan nama DAS agar tidak membingungkan.

3.7. Proses Data Ulang


Karena sudah mendapatkan data raster hasil potongan DAS Karang Mumus, selanjutnya
adalah memproses ulang data raster potongan DAS dengan proses fill dan flow direction
sama seperti bagian 3.3 dan 3.4.

3.8. Flow Accumulation

Dalam proses simulasi limpasan, flow accumulation dibuat dengan menghitung arah aliran.
Untuk setiap sel, akumulasi aliran ditentukan oleh berapa banyak sel yang mengalir melalui
sel tersebut; semakin besar nilai akumulasi aliran maka daerah tersebut akan lebih mudah
membentuk limpasan. Maka langkah-langkah untuk melakukan geoprocessing Flow
Accumulation yaitu:
1. Buka menu ArcToolbox.
2. Pilih Spatial Analyst Tool => Hydrology => Flow Accumulation.
3. Window Flow Accumulation akan terbuka.
4. Pada Input Flow Direction Raster, masukkan data hasil proses Flow Direction.
5. Tekan OK.
6. Hasilnya akan terlihat di bawah ini.

3.9. Stream Link

Proses Stream Link menetapkan nilai unik ke bagian jaringan linier raster di antara
persimpangan. Maka langkah-langkah untuk melakukan geoprocessing Stream Link yaitu:
1. Buka menu ArcToolbox.
2. Pilih Spatial Analyst Tool => Hydrology => Stream Link.
3. Window Stream Link akan terbuka.
4. Pada Input Stream Raster, masukkan data hasil proses Flow Accumulation.
5. Pada Input Flow Direction Raster, masukkan data hasil proses Flow Direction.
6. Tekan OK.
6. Hasilnya akan terlihat di bawah ini.

3.10. Stream Order

Stream Order adalah proses untuk menetapkan urutan numerik dalam jaringan aliran. Urutan
ini adalah metode untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan jenis aliran berdasarkan
jumlah anak sungainya. Beberapa karakteristik aliran dapat disimpulkan hanya dengan
mengetahui urutannya. Proses Stream Order memiliki dua metode yang dapat Anda gunakan
untuk menetapkan urutan. Ini adalah metode yang diusulkan oleh Strahler (1957) dan Shreve
(1966). Maka langkah-langkah untuk melakukan geoprocessing Stream Order yaitu:
1. Buka menu ArcToolbox.
2. Pilih Spatial Analyst Tool => Hydrology => Stream Order.
3. Window Stream Order akan terbuka.
4. Pada Input Stream Raster, masukkan data hasil proses Stream Link.
5. Pada Input Flow Direction Raster, masukkan data hasil proses Flow Direction.
6. Gunakan metode Strahler saja.
7. Tekan OK.

6. Hasilnya akan terlihat di bawah ini.

3.11. Stream to Feature

Stream to Feature merupakan proses mengonversi raster yang mewakili jaringan linier
menjadi fitur yang mewakili jaringan linier. Maka langkah-langkah untuk melakukan
geoprocessing Stream to Feature yaitu:
1. Buka menu ArcToolbox.
2. Pilih Spatial Analyst Tool => Hydrology => Stream to Feature.
3. Window Stream to Feature akan terbuka.
4. Pada Input Stream Raster, masukkan data hasil proses Stream Order.
5. Pada Input Flow Direction Raster, masukkan data hasil proses Flow Direction.
6. Tekan OK.
7. Hasilnya akan terlihat di bawah ini.

3.12. Symbology

Tahap geoprocessing sudah selesai, selanjutnya symbology perlu diatur untuk dapat
menampilkan DAS dan garis sungai lebih akurat dan menarik. Langkah-langkah untuk
mengatur symbology adalah sebagai berikut:
1. Matikan semua layer kecuali data polygon DAS dan data hasil proses Stream to Feature,
sehingga akan terlihat seperti berikut.
3. Klik kanan pada layer data hasil proses Stream to Feature, lalu klik Properties.

4. Window Layer Properties terbuka. Klik tab Symbology => Quantities => Graduated
Symbols.
5. Pada field Value pilih “grid_code”, dan pada template pilih “River”, dan klik OK.

6. Maka bentuk DAS Karang Mumus dan garis sungainya menjadi seperti berikut ini.
3.13. Input Data Pendukung

Untuk melengkapi dan menambah informasi pada peta Daerah Aliran Sungai, perlu untuk
menambah data SHP yang dapat berupa lahan-lahan apa saja yang ada di daerah DAS
tersebut dan dapat juga luas daerah tutupan lahan dapat dihitung seberapa luas yang dapat
digunakan untuk perhitungan hidrologi.

Cara menginput/memasukkan data SHP sama seperti menginput data DEM. Seperti yang
dijelaskan pada subbab 2.3. Langkah-langkah menginput data pendukung adalah sebagai
berikut.
1. Klik Add Data, lalu buka folder di mana data SHP tersebut berada, pilih file SHP tutupan
lahan, dan setelahnya klik Add.

2. Atur layer poligon DAS di antara layer aliran sungai dengan layer tutupan lahan.
3. Makan tampilan pada layar terlihat seperti di bawah ini.

4. Pada layer poligon DAS, tekan kotak warna yang ada di bawahnya.

5. Maka window Symbol Selector muncul.


6. Pada Fill Color, pilih “No Color”.
7. Pada Outline Width, isi dengan “2”.
8. Pada Outline Color, pilih warna merah.
9. Klik OK. Sehingga tampilan pada layar seperti berikut.

10. Klik kanan pada layer Tutupan Lahan dan pilih Properties.
11. Window Layer Properties terbuka. Buka menu Symbology => Categories => Unique
Values.
12. Pada Value Field, pilih “Legenda”.
13. Tekan Add All Values.
14. Pada Color Ramp, pilih palet warna yang beragam, bukan yang gradasi.

15. Tekan OK atau Apply. Maka layer SHP berubah warna seperti pada gambar di bawah.

16. Maka masing-masing tutupan lahan sudah memiliki kode warna masing-masing. Jika
warna kurang menarik atau tidak terlihat, warna masing-masing tutupan lahan dapat
diubah sesuai selera. Contohnya dapat dilihat di bawah.
3.14. Clip

Karena data SHP belum di-clip dengan daerah DAS, perlu untuk memotong data SHP agar
berada di dalam data DAS saja. Namun ada kemungkinan error saat memproses clip. Untuk
yang memperbaiki masalahnya maka sebelumnya perlu melakukan hal ini.
1. Buka menu ArcToolbox => Data Management Tools => Features => Repair Geometry.

2. Pada Input Features, pilih layer SHP tutupan lahannya. Centang saja pada bagian Delete
Features with Null Geometry.
3. Klik OK.
Setelahnya, langsung clip data SHP tutupan lahan dengan data poligon DAS.
1. Buka window Geoprocessing, lalu pilih menu Clip.

2. Window Clip terbuka.


3. Pada Input Features, pilih data SHP Tutupan Lahan.
4. Pada Clip Features, pilih data polygon DAS.
5. Tekan OK.
6. Matikan layer Tutupan Lahan yang sebelum di-clip.
7. Ubah pengaturan symbology sama seperti subbab 3.13 hasilnya ada di bawah ini.

8. Dapat ditambahkan SHP jalan agar terlihat lebih menarik dan jelas. Letakkan layer SHP
jalan di atas layer aliran sungai dan layer SHP tutupan lahan.
3.15. Data Attribute

Data Attribute dapat digunakan dalam perhitungan hidrologi untuk menghitung luas DAS,
luas tutupan lahan, maupun menghitung panjang sungai utama atau keseluruhan. Sebelumnya
untuk mengganti sistem koordinat menjadi Projected Coordinate Systems. Cara untuk
menggantinya sebagai berikut.
1. Klik kanan pada Data Frame “Layer” => Properties.

2. Buka menu Coordinate System, lalu pilih koordinat sistem “WGS 1984 UTM Zone 50S”.
3. Klik OK atau Apply.
3.15.1 Luas DAS

1. Klik kanan pada layer poligon DAS lalu klik Open Attribute Table.

2. Window Table terbuka. Tekan ikon panah bawah di sebelah Table Options, pilih menu
Add Field.
3. Isi Name dengan “Luas_DAS”.
4. Pilih Type “Double”.
5. Tekan OK.

6. Kolom baru dengan judul “Luas_DAS” muncul pada tabel. Klik kiri pada judulnya, lalu
klik kanan, dan pilih Calculate Geometry.
7. Window Calculate Geometry terbuka. Pada Property, pilih “Area” dan pada Coordinate
System pilih yang kedua “Use coordinate system of the data frame”.
8. Pilih Units “Square Kilometers [sq km]”.
9. Klik OK.

10. Pada tabel, di kolom “Luas_DAS” tercantum nilai luas DAS Karang Mumus sebesar
315,316559 km2.
3.15.2 Luas Tutupan Lahan

1. Klik kanan pada layer SHP tutupan lahan lalu klik Open Attribute Table.

2. Window Table terbuka. Tekan ikon panah bawah di sebelah Table Options, pilih menu
Add Field.
3. Isi Name dengan “Luas_Lahan”.
4. Pilih Type “Double”.
5. Tekan OK.
6. Kolom baru dengan judul “Luas_Lahan” muncul pada tabel.
7. Tekan ikon panah bawah di sebelah Table Options, pilih menu Select by Attributes.

8. Window Select by Attributes terbuka. Pilih “Legenda”, lalu klik Get Unique Values.
Maka akan muncul berbagai tutupan lahan.
9. Pada text box isi dengan “Legenda = ‘Belukar”. Proses ini dapat ditulis manual atau
mengklik pada pilihan yang ada.
10. Klik Apply.

2
3

11. Klik kanan pada judul kolom “Luas_Lahan”, dan pilih Calculate Geometry.
12. Window Calculate Geometry terbuka. Pada Property, pilih “Area” dan pada Coordinate
System pilih yang kedua “Use coordinate system of the data frame”.
13. Pilih Units “Square Kilometers [sq km]”.
14. Klik OK.

15. Pada tabel, di kolom “Luas_DAS” tercantum beragam nilai luas tutupan lahan Belukar
untuk masing-masing poligon yang ter-select.
16. Untuk mencari luas keseluruhan Belukar, klik kanan pada judul kolom “Luas_Lahan”,
dan pilih Statistics.

17. Window Statistics terbuka. Jumlah luas tutupan lahan Belukar pada DAS Karang Mumus
dapat dilihat pada bagian Sum yaitu sebesar 154,699 km2.
18. Untuk menghitung luas tutupan lahan yang lain, ulangi langkah 9 – 17 dengan
menggunakan tutupan lahan yang lain saat Select by Attributes.

3.15.3 Panjang Aliran Sungai

1. Klik kanan pada layer SHP aliran sungai hasil geoprocessing lalu klik Open Attribute
Table.

2. Window Table terbuka. Tekan ikon panah bawah di sebelah Table Options, pilih menu
Add Field.
3. Isi Name dengan “Panjang_Sungai”.
4. Pilih Type “Double”.
5. Tekan OK.
6. Kolom baru dengan judul “Panjang_Sungai” muncul pada tabel.
7. Tekan ikon panah bawah di sebelah Table Options, pilih menu Select by Attributes.
8. Window Select by Attributes terbuka. Pilih “grid_code”, lalu klik Get Unique Values.
Maka akan muncul berbagai angka ordo sungai.

9. Pada text box isi dengan “grid_code >= 3”. Proses ini dapat ditulis manual atau mengklik
pada pilihan yang ada. Proses ini untuk memudahkan menyeleksi sungai utama tanpa
harus menyeleksi satu-satu.
10. Klik Apply.
11. Hampir semua sungai utama telah diseleksi. Berikutnya hilangkan atau tambah seleksi
dengan menekan tombol kanan + Control pada poligon maupun pada tabel. Lakukan dari
hulu sungai sampai hilir sungai.

12. Klik kanan pada judul kolom “Panjang_Sungai”, dan pilih Calculate Geometry.

13. Window Calculate Geometry terbuka. Pada Property, pilih “Length” dan pada
Coordinate System pilih yang kedua “Use coordinate system of the data frame”.
14. Pilih Units “Kilometers [km]”.
15. Klik OK.
16. Pada tabel, di kolom “Panjang_Sungai” tercantum beragam nilai panjang aliran sungai
DAS Karang Mumus untuk masing-masing line yang ter-select.

17. Untuk mencari panjang sungai utamanya, klik kanan pada judul kolom
“Panjang_Sungai”, dan pilih Statistics.
18. Window Statistics terbuka. Panjang sungai utama pada DAS Karang Mumus dapat
dilihat pada bagian Sum yaitu sebesar 39,016 km.
19. Untuk menghitung panjang sungai keseluruhan, seleksi semua sungainya lalu ulangi
langkah 12 – 18.
MODUL 4
ANALISIS TINGKAT KERAWANAN BANJIR

7.1. Parameter

Pembuatan kerawanan banjir dimaksudkan untuk melakukan mitigasi pencegahan bencana


banjir dan menjadi dasar dalam perencanaan tata kota di masa yang akan datang. Sebelum
melakukan identifikasi kerawanan daerah banjir di daerah das karangmumus maka diperlukan
beberapa data pendukung agar bisa terwujud, hal ini bisa didapatkan dari studi beberapa
artikel ilmiah yang terkait. Parameter jenis tanah tidak diperhitungkan dikarenakan sulit
mendapatkan data secara umum.

WARNING !!
Parameter di bawah bukanlah representasi yang sebenarnya, namun hanya berdasarkan
asumsi untuk mempermudah dalam analisis daerah rawan banjirnya.

a. Parameter Curah Hujan


Klasifikasi Skor Kelas
> 150 9 Tinggi
76 – 50 7 Agak Tinggi
41 – 75 5 Sedang
21 – 40 3 Agak Rendah
< 20 1 Rendah

b. Parameter Kemiringan Lereng


Klasifikasi Skor Kelas
< 8% 9 Tinggi
8 – 15% 7 Agak Tinggi
16 – 25% 5 Sedang
26 – 45% 3 Agak Rendah
>45% 1 Rendah

c. Parameter Ketinggian
Klasifikasi Skor Kelas
0 – 25 m 9 Rendah
26 – 50 m 7 Agak Rendah
51 – 75 m 5 Agak Tinggi
76 – 100 m 3 Tinggi
101 – 130 m 1 Sangat Tinggi

d. Parameter Tutupan Lahan


Klasifikasi Skor
Pertambangan 9
Pemukiman 8
Sawah 7
Kebun 6
Pertanian 5
Semak 4
Hutan 3
Tanah Terbuka 2

e. Parameter Buffer Sungai


Klasifikasi Skor
0 – 50 m 5
50 – 100 m 3
100 – 200 m 1

7.2. Pembobotan

Pembobotan adalah teknik pemberian nilai pada tiap cell peta berdasarkan masing- masing
parameter yang berpengaruh di sekitar dan di dalam cell tersebut. Untuk mendapatkan skor
total perlu adanya pemberian nilai dan bobot sehingga perkalian antara keduanya
menghasilkan total yang biasa disebut skor. Sedangkan pemberian bobot tergantung pada
pengaruh dari setiap parameter yang memiliki faktor paling besar dalam tingkat kerawanan
banjir (Matondang, J. P., 2013).

Dalam pembelajaran kali ini tidak memasukkan parameter curah hujan dalam pembobotan
dikarenakan data yang tidak terinterpolasi dengan baik sehingga akan diasumsikan wilayah
studi kasus karangmumus memiliki curah hujan yang sama di setiap titik.

Untuk pembelajaran maka akan digunakan pembobotan sebagai berikut


Parameter Bobot
Kemiringan Lahan 25%
Ketinggian Lahan 20%
Tutupan Lahan 20%
Buffer Sungai 35%

7.3. Pemberian Skor

Setelah data parameter sudah terbentuk semua maka dapat diberikan skorsing tiap data yang
sudah terbentuk berdasarkan tabel parameter yang ditentukan. Untuk memberikan skorsing
terhadap data ketinggian, sebagai contoh, maka lakukan hal ini :
1. Klik kanan pada data tersebut, pilih Open Attribute Table
2. Pilih table option dan but field baru, beri nama skortinggi, untuk menampung value
skokr tiap kelas
3. Dikarenakan data tersebut banyak maka tidak praktis jika dipilih satu persatu, untuk
mempersingkat pemilihan maka pilih table option > select by attributes
4. Pilih baris berdasarkan kelas pertama ketinggian yaitu 0 – 25 meter (gridcode 1), dengan
pilih “gridcode”, masukkan operator “=” dan angka 1 (angka gridcode). Tekan apply,
maka secara otomatis baris dengan gridcode 1 akan terpilih.
5. Setelah itu klik kanan pada kolom skortinggi, pilih field calculator.
6. Masukkan skor sesuai yang telah ditentukan pada 4.1.
7. Lakukan ini berulang kali untuk semua kelas data dan pastikan sebelum berganti kelas
clear selection agar tidak terjadi konflik data.
MODUL 5
PETA KEMIRINGAN LERENG

Peta kemiringan menyediakan representasi kemiringan yang diwarnai, dihasilkan secara


dinamis menggunakan fungsi kemiringan sisi server pada service Terrain. Tingkat kecuraman
lereng digambarkan dengan warna terang hingga gelap - permukaan datar berwarna abu-abu,
lereng dangkal berwarna kuning muda, lereng sedang berwarna jingga muda dan lereng
curam berwarna merah-coklat. Penskalaan diterapkan pada nilai kemiringan untuk
menghasilkan visualisasi yang sesuai pada setiap skala peta. Layanan ini sebaiknya hanya
digunakan untuk visualisasi, seperti lapisan dasar pada aplikasi atau peta.

1. Matikan semua layer kecuali data DEM yang terpotong berdasarkan DAS.

2. Buka menu ArcToolbox.


3. Pilih Spatial Analyst Tool => Surface => Slope.
4. Window Slope akan terbuka.
5. Pada Input Raster, masukkan data DEM yang terpotong DAS.
6. Pada Output Measurement pilih “PERCENT_RISE”.
7. Tekan OK.
8. Hasilnya akan terlihat di bawah ini.

9. Klik kanan pada layer hasil proses Slope, dan tekan Properties.
10. Buka Tab Symbology, pilih Classes sesuai keinginan.

11. Di Tabel, klik kiri pada judul kolom Label, dan tekan Format Table.
12. Window Number Format terbuka. Di menu Rounding, pilih “Number of decimal places”
dan cukup masukkan angka yang kecil untuk pembulatan. Klik OK.

13. Color Ramp dapat diubah sesuai keinginan.


14. Pada Tab Display, dapat diubah transparansi layer agar tidak terlalu mencolok. Klik OK
atau Apply.
15. Matikan layer DEM jika diperlukan. Maka hasil Slope adalah sebagai berikut.
MODUL 6
PETA KETINGGIAN LAHAN

Peta ketinggian lahan merupakan peta yang menyajikan informasi bentuk permukaan bumi
dengan perbedaan kelas ketinggian sehingga akan tampak jalur jalur sungai ataupun aliran
anak sungai serta banyak informasi yang dapat diperoleh dari peta ketinggian atau topografi
ini.

1. Klik kanan layer data DEM hasil potongan DAS dan tekan Properties.

2. Window Layer Properties akan terbuka.


3. Buka Tab Symbology, pilih Classified dan tentukan kelas sesuai keinginan.
4. Ubah Color Ramp juga sehingga didapat hasil yang lebih menarik.
5. Di Tabel, klik kiri pada judul kolom Label, dan tekan Format Table.
6. Window Number Format terbuka. Di menu Rounding, pilih “Number of decimal places”
dan cukup masukkan angka yang kecil untuk pembulatan. Klik OK.

7. Maka hasilnya adalah sebagai berikut.


MODUL 7
PETA BUFFER SUNGAI

Buffer sungai adalah daerah sekitar sungai. Semakin dekat dengan daerah sungai maka
semakin besar kemungkinan terjadinya banjir. Untuk menghasilkan data buffer sungai maka :
1. Menentukan sungai yang akan ditentukan buffernya (dapat mengeliminasi ordo sungai
kecil)
2. Pilih tools multiple ring buffer
3. Masukkan kelas distance yang ingin terbentuk sesuai parameter yang telah ditentukan
4. Pastikan unit terpasang adalah meter
MODUL 8
PETA KONTUR

Peta kontur terdiri dari garis kontur yang merupakan garis imajiner yang menghubungkan
titik-titik dengan ketinggian yang sama. Garis-garis seperti itu digambar pada denah suatu
area setelah menetapkan level yang dikurangi dari beberapa titik di area tersebut. Garis
kontur di suatu area digambar dengan menjaga perbedaan elevasi antara dua garis yang
berurutan tetap konstan.

1. Matikan semua layer kecuali data DEM yang terpotong berdasarkan DAS.

2. Buka menu ArcToolbox.


3. Pilih Spatial Analyst Tool => Surface => Contour.
4. Window Contour akan terbuka.
5. Pada Input Raster, masukkan data DEM yang terpotong DAS.
6. Pada Contour Interval, tentukan interval kontur yang ingin digunakan.
7. Tekan OK.
8. Hasilnya akan terlihat di bawah ini.

9. Klik kanan pada layer data hasil proses Contour, lalu klik Properties.
10. Window Layer Properties terbuka. Klik tab Symbology => Quantities => Graduated
Colors.

11. Pada field Value pilih “Contour” dan klik OK.

12. Maka bentuk kontur DAS Karang Mumus menjadi seperti berikut ini.
13. Untuk memunculkan nilai kontur pada garis kontur, buka Properties lalu pilih Tab
Labels.
14. Pada bagian Label Field, ganti menjadi “Contour” dan klik OK.
15. Klik kanan sekali lagi pada layer kontur, dan tekan Label Features.
MODUL 9
PETA HILLSHADE

Relief berbayang, atau hillshading, adalah teknik di mana efek pencahayaan ditambahkan ke
peta berdasarkan variasi ketinggian dalam lanskap. Ini memberikan gambaran topografi yang
lebih jelas dengan meniru efek matahari (pencahayaan, bayangan dan bayangan) di
perbukitan dan ngarai.

1. Matikan semua layer kecuali data DEM yang terpotong berdasarkan DAS.

2. Buka menu ArcToolbox.


3. Pilih Spatial Analyst Tool => Surface => Hillshade.
4. Window Hillshade akan terbuka.
5. Pada Input Raster, masukkan data DEM yang terpotong DAS.
6. Pada Azimuth, ganti menjadi “360”.
7. Tekan OK.
8. Hasilnya akan terlihat di bawah ini.

9. Color Ramp dapat diubah sesuai keinginan. Dan hasilnya seperti di bawah ini.
MODUL 10
PETA ASPEK

Peta aspek menunjukkan aspek (arah) dan derajat (kemiringan) kemiringan untuk medan
(atau permukaan kontinu lainnya). Kategori aspek dilambangkan dengan menggunakan hue
(misalnya, merah, jingga, kuning, dll.) dan kelas derajat kemiringan dipetakan dengan
saturasi (atau kecemerlangan warna) sehingga lereng yang lebih curam menjadi lebih terang.
Ini akan menghasilkan peta yang memiliki warna yang ditampilkan di sebelah kanan.

1. Matikan semua layer kecuali data DEM yang terpotong berdasarkan DAS.

2. Buka menu ArcToolbox.


3. Pilih Spatial Analyst Tool => Surface => Aspect.
4. Window Aspect akan terbuka.
5. Pada Input Raster, masukkan data DEM yang terpotong DAS.
6. Tekan OK.
7. Matikan layer data DEM. Hasilnya akan terlihat di bawah ini.

Anda mungkin juga menyukai