Analisis Sebaran Daerah Rawan Longsor Menggunakan Remote Sensing dan Analytical
Hierarchy Process (AHP) di Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah
*
Aisyah Nur Isneni1 , Thomas Triadi Putranto1, Devina Trisnawati1
1
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Abstrak
Kabupaten Magelang merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki intensitas longsor
tinggi. Selama tahun 2017-2019 terjadi tanah longsor sebanyak lebih dari 500 kejadian di Kabupaten
Magelang. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini berupaya untuk memberikan gambaran persebaran
daerah rawan longsor pada Kabupaten Magelang. Penelitian ini menggunakan 4 parameter penyebab
terjadinya tanah longsor yaitu parameter kelerengan, parameter litologi, parameter curah hujan, dan
parameter tutupan lahan. Parameter tersebut didapatkan dari beberapa metode yang meliputi:
pengolahan data citra penginderaan jauh, pengolahan data sistem informasi geografis, dan validasi
lapangan. Hasil dari tiap parameter kemudian diberikan bobot dengan menggunakan metode Analytical
Hierarchy Process (AHP) untuk mendapatkan hasil akhir berupa peta rawan longsor. Berdasarkan hasil
pengolahan yang dilakukan, diketahui sebanyak 10 kecamatan pada Kabupaten Magelang memiliki
kelas rawan longsor tinggi, 5 kecamatan termasuk pada kelas sedang, dan 6 kecamatan lainnya termasuk
dalam kelas rendah. Tahap validasi dilakukan dengan membandingkan hasil analisis peta dengan data
kejadian tanah longsor Kabupaten Magelang 3 tahun terakhir menggunakan matriks konfusi. Hasil dari
validasi peta sebaran daerah rawan longsor memiliki akurasi 80,95%, yang artinya tingkat akurasi antara
data hasil analisis peta dengan data validasi lapangan baik.
Kata kunci: Analytical Hierarchy Process (AHP); Kabupaten Magelang; penginderaan jauh; tanah
longsor.
Abstract
Magelang Regency is one of the regions in Indonesia that has a high landslide intensity. During 2017-
2019 there were more than 500 landslides in Magelang Regency. Based on this matter, this study aims
to analyze the distribution of landslide hazard areas in Magelang Regency. This study uses 4 parameters
including slope parameter, lithology parameter, rainfall parameter, and land cover parameter. These
parameters are resulted from several methods including: processing remote sensing image data,
processing geographic information system data, and field validation. The results of each parameter are
weighted using the Analytical Hierarchy Process (AHP) method to get the final result of a landslide
hazard map. Based on the results of the data processing, it can be seen that: 10 sub-districts in Magelang
Regency have high landslide hazard classes, 5 sub-districts are included in the middle class, and 6 other
sub-districts are included in the low class. Validation is generated by comparing the results of map
analysis with data on the occurrence of landslides in Magelang Regency in few 3 years later using a
confusion matrix. The results of the validation, the map of the distribution of landslide hazard areas has
an accuracy of 80.95%, which means that the level of accuracy between the data from the map analysis
and the field validation data is accurate.
Keywords: Analytical Hierarchy Process (AHP); Magelang Regency; remote sensing; landslides.
*
Korespondensi: isneniaisyah@gmail.com
Jurnal Geosains dan Teknologi
Volume 3 no. 3, November 2020
150
Jurnal Geosains dan Teknologi
Volume 3 no. 3, November 2020
CHIRPS (Climate Hazard group Infrared menggunakan sistem AHP terdapat 4 prinsip
Precipitation with Station) dikembangkan untuk dasar yang harus dipahami yaitu: Dekomposisi
mendukung Badan FEWS NET, U.S. CHIRPS masalah, comparative judgement (perbandingan
menggunakan Tropical Rainfall Measuring berpasangan), synthesis of priority (menentukan
Mission Multi-satellite Precipitation Analysis prioritas), dan logical consistency (perhitungan
versi 7 (TMPA 3B42 v7) untuk mengkalibrasi konsistensi).
perkiraan curah hujan berbasis Cold Cloud Dalam AHP, penetapan prioritas kebijakan
Duration (CCD) (Funk dkk., 2015). CHIRPS dilakukan dengan menangkap secara rasional
memiliki resolusi tinggi yaitu 0,05˚ x 0,05˚ atau persepsi orang, kemudian mengkonversi faktor-
sekitar 5 km. faktor yang intangible (yang tidak terukur) ke
Digital Elevation Model (DEM) merupakan dalam aturan yang biasa, sehingga dapat
representatif relief dari permukaan serta dibandingkan. Dalam proses penilaian
informasi ketinggian dari permukaan bumi tanpa pembobotan akhir yang dilakukan terdapat aturan
ada fitur alam maupun buatan manusia (ASPRS, nilai CR (Consistency Ratio) harus memiliki nilai
2007). Dalam rangka memenuhi kebutuhan kurang dari 10% atau 0,1 (Saaty, 1994).
DEM di Indonesia, Badan Informasi Geospasial
telah meluncurkan DEM Nasional (DEMNAS). Matriks Konfusi
DEMNAS dibentuk dari berbadai jenis sumber Matriks Konfusi (Confusion matrix) adalah suatu
data, yaitu IFSAR (resolusi 5m), TERRASAR-X metode yang digunakan untuk melakukan
(resolusi 5m) dan ALOS PALSAR (resolusi perhitungan akurasi pada konsep data mining,
11,25m), dengan menambahkan data Masspoint contoh dapat dilihat pada Tabel 1 (Kohavi dan
hasil stereo-plotting. Resolusi spasial DEMNAS Provost, 1998 dalam Bayuaji, 2016). Pada
adalah 0,27-arcsecond, dengan menggunakan dasarnya matriks konfusi mengandung informasi
datum vertikal EGM 2008 (Badan Informasi yang membandingkan hasil klasifikasi yang
Geospasial, 2008) dilakukan oleh sistem dengan hasil klasifikasi
yang seharusnya (Solichin, 2017).
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Pada dasarnya sistem AHP dirancang untuk
menghimpun secara rasional persepsi orang yang
Tabel 1. Matriks Konfusi (Bayuaji, 2016).
berhubungan sangat erat dengan permasalahan
tertentu melalui suatu prosedur untuk sampai
pada suatu skala preferensi di antara berbagai
alternatif (Saaty, 1980). Dalam penyelesaian
151
Jurnal Geosains dan Teknologi
Volume 3 no. 3, November 2020
152
Jurnal Geosains dan Teknologi
Volume 3 no. 3, November 2020
Gambar 2. Model hirarki parameter penyebab tanah longsor dan tingkat kerawanannya.
Batasan nilai yang mengacu pada aturan sungai, terdapat tiga aliran sungai besar pada
pengolahan AHP oleh Saaty (1994) yaitu Kabupaten Magelang yaitu Kali Elo, DAS Progo,
mendapatkan nilai CR atau rasio konsistensi yang dan DAS Bogowonto.
lebih rendah dari 0,1 atau 10%. Apabila nilai CR
lebih besar dari 0,1 artinya data yang dihasilkan Kemiringan Lereng
tidak konsisten. Penilaian bobot tiap parameter Hasil klasifikasi kemiringan pada Kabupaten
menggunakan metode AHP kemudian akan Magelang (Gambar 4) menunjukkan dominasi
menjadi acuan dalam proses overlay peta sebaran kemiringan lereng datar dengan tingkat
daerah rawan longsor Kabupaten Magelang. persentase kemiringan 0%-8% persebarannya
berada pada Kecamatan Mertoyudan, Mungkid,
Validasi Peta Hasil Analisis Muntilan, Srumbung, dan Ngluwar, dengan luas
Hasil peta rawan longsor Kabupaten Magelang totalnya sebesar 33.883 ha.
divalidasi dengan menggunakan data lapangan Sementara itu, daerah yang memiliki persen
yang diperoleh dari BPBD Kabupaten Magelang kelerengan sebesar 8%-15% dengan tingkatan
tahun 2017 - 2019. Data lapangan ini berupa landai meliputi Kecamatan Mertoyudan,
riwayat kejadian bencana tanah longsor di tiap Candimulyo, Tegalrejo, Dukun, Borobudur, dan
kecamatan. Uji akurasi dilakukan dengan Secang dengan persebaran totalnya seluas 31.158
menggunakan matriks konfusi. Dari uji akurasi ha. Daerah yang yang memiliki persen
ini dapat diketahui apakah analisis peta rawan kelerangan sebesar 15%-25% dengan tingkatan
longsor Kabupaten Magelang menggunakan agak curam meliputi Kecamatan Grabag,
metode AHP sudah sesuai dengan kondisi Sawangan, Dukun, Tempuran, Salaman, dan
sebenarnya di lapangan. Borobudur yang umumnya mendekati daerah
lereng dan kaki gunung, dengan persebaran
HASIL totalnya seluas 22.632 ha. Daerah yang
Tutupan Lahan memiliki persen kelerangan sebesar 25%-45%
Hasil klasifikasi tutupan lahan pada Kabupaten dengan tingkatan curam meliputi kecamatan
Magelang (Gambar 3) menunjukkan dominasi Bandongan, Tempuran, Sawangan, Grabag,
oleh hutan yang tersebar hampir diseluruh Srumbung, dan Dukuh dengan persebaran
wilayah Kabupaten Magelang. Selain itu totalnya seluas 18.433 ha. Daerah yang memiliki
sawah/perkebunan juga banyak ditemukan persen kelerengan sebesar >45% dengan
diseluruh wilayah Kabupaten Magelang dan tingkatan sangat curam meliputi Kecamatan
biasanya berasosiasi dengan hutan. Lahan Windusari, Kaliangkrik, Kajoran, Tempuran,
terbangun terpusat pada daerah dengan topografi Salaman, Borobudur, Dukuh, Sawangan,
datar dan landai dan umumnya semakin banyak Ngablak, Pakis, dan Grabag dengan persebaran
pada wilayah yang mendekati perkotaan. Lahan totalnya seluas 8.528 ha. Daerah dengan
terbuka tidak banyak ditemukan dalam kemiringan lereng sangat curam pada umumnya
interpretasi tutupan lahan ini, persebarannya yang merupakan daerah pegunungan dan perbukitan.
sedikit berada pada Kecamatan Dukuh,
Srumbung, dan Borobudur. Tubuh air pada Curah Hujan Tahunan
Kabupaten Magelang secara umum berupa Curah hujan tahunan Kabupaten Magelang
diperoleh dari pengolahan data CHIRPS yang
153
Jurnal Geosains dan Teknologi
Volume 3 no. 3, November 2020
154
Jurnal Geosains dan Teknologi
Volume 3 no. 3, November 2020
155
Jurnal Geosains dan Teknologi
Volume 3 no. 3, November 2020
Tabel 6. Bobot Parameter Penyebab Tanah Longsor Berikut merupakan penjelasan tiap kelas
Menggunakan Metode AHP rawan longsor dengan persebarannya di wilayah
No Parameter Nilai Bobot Kabupaten Magelang.
1 Kemiringan lereng 36,6% 1. Daerah Rawan Longsor Rendah
2 Litologi 17,4% Daerah dengan kelas rawan longsor rendah
3 Curah hujan 32,9%
berada pada umumnya daerah ini berada pada
4 Tutupan Lahan 13,1%
wilayah dengan topografi datar hingga landai,
kemiringan lereng berkisar antara 0%-15%.
Magelang. Hasil kombinasi dari keseluruhan
Di samping itu, kecamatan dengan tingkat
responden yang memiliki nilai CR < 0,1
rawan longsor rendah ini juga tersusun oleh
ditampilkan pada Gambar 7. nilai bobot setiap
batuan vulkanik serta alluvium, dan memiliki
parameter penyebab tanah longsor menggunakan
curah hujan tahunan sebesar 2.041-2.585
penilaian AHP disajikan pada Tabel 6.
mm/tahun. Tutupan lahan pada daerah ini
secara keseluruhan berupa tubuh air, hutan,
Potensi Tanah Longsor Kabupaten Magelang
lahan terbangun, dan sawah/perkebunan. Pada
Potensi tanah longsor Kabupaten Magelang
peta sebaran rawan longsor daerah dengan
didapatkan dari hasil overlay peta parameter
tingkatan rendah ditandai dengan warna hijau.
dengan pembobotan menggunakan metode AHP
menghasilkan peta yang ditunjukan pada Gambar
2. Daerah Rawan Longsor Sedang
8.
Daerah dengan kelas rawan longsor sedang
berada pada pada wilayah topografi landai
hingga curam, dengan kemiringan lereng
156
Jurnal Geosains dan Teknologi
Volume 3 no. 3, November 2020
berkisar antara 8%-40%. Di samping itu, pada daerah penelitian yang didapatkan dari BPBD
kecamatan dengan kelas rawan longsor Kabupaten Magelang tahun 2017-2019.
sedang ini umumnya tersusun oleh batuan Beberapa dokumentasi lapangan berdasarkan
vulkanik, dan memiliki curah hujan tahunan titik kejadian longsor tersebut dapat dilihat pada
sebesar 2.041-2.585 mm/tahun. Tutupan lahan Gambar 9. Hasil verifikasi kedua data tersebut
pada daerah ini secara keseluruhan berupa dihitung dengan menggunakan perhitungan
lahan terbangun, sawah/ perkebunan, dan matriks konfusi pada Tabel 7. Selanjutnya
hutan, Pada peta sebaran rawan longsor dihitung nilai akurasi keseluruhan data analisis
daerah dengan tingkatan sedang ditandai peta rawan longsor. Nilai akurasi keseluruhan =
dengan warna kuning. ((7+4+6)/21) x 100% = 80,95%.
157
Jurnal Geosains dan Teknologi
Volume 3 no. 3, November 2020
Gambar 9. Dokumentasi Kejadian Longsor di Lapangan (A) Kecamatan Windusari, (B) Kecamatan Kaliangkrik,
(C) Kecamatan Salaman, (D) Kecamatan Borobudur.
A B
C D
Gambar 10. Titik Kejadian Longsor (A dan B) Kecamatan Dukun, (C dan D) Kecamatan Srumbung (Sumber:
BPBD Kabupaten Magelang)
ketinggian tempat atau topografi yang biasanya tinggi karena terdiri dari Pegunungan, berupa
dihitung dengan persamaan regresi linier. Selain Gunung Merapi, Gunung Merbabu, dan Gunung
itu, pada umumnya pada bagian terluar Sumbing. Hal ini menyebabkan pada wilayah
Kabupaten Magelang memiliki kelerengan yang tersebut umumnya tersusun oleh batuan vulkanik
158
Jurnal Geosains dan Teknologi
Volume 3 no. 3, November 2020
yang merupakan produk dari gunung api yang Mungkid, Mertoyudan, Salam, dan Srumbung.
mengelilingi Kabupaten Magelang tersebut. Zona rawan longsor sedang mencakup
Berdasarkan hasil validasi dengan Kecamatan Bandongan, Candimulyo, Dukuh,
membandingkan antara peta rawan tanah longsor Secang, dan Tegalrejo. Zona rawan longsor tinggi
hasil analisis dengan riwayat kejadian longsor di mencakup Kecamatan Borobudur, Grabag,
Kabupaten Magelang tahun 2017-2019 terdapat Kajoran, Kaliangkrik, Ngablak, Pakis, Salaman,
sedikit error, yaitu terdapat beberapa titik Sawangan, Tempuran
kejadian longsor pada wilayah dengan tingkat
rawan longsor yang rendah. Ketidaksesuaian ini UCAPAN TERIMAKASIH
dapat ditemukan pada sebagian Kecamatan Terimakasih kepada PUSFATJA LAPAN, BPBD
Srumbung dan Dukun yang termasuk dalam Kabupaten Magelang, dan Pusat Survey Geologi
wilayah dengan tingkat rawan longsor rendah dan yang menyediakan keperluan data terkait
ditandai dengan warna hijau. Pada umumnya penelitian ini.
tanah longsor pada titik tersebut terjadi ketika
banjir dan tebing sungai mengalami erosi DAFTAR PUSTAKA
(Gambar 10) sedangkan tutupan lahan berupa ASPRS. 2007. Digital Elevation Model Technologies
tubuh air memiliki nilai kelas 1 atau dianggap and Aplication : The DEM Users Manual. 2nd
paling aman dalam terjadinya tanah longsor Edition (red)David F.maune. Bethesdha:
dibandingkan dengan tutupan lahan yang lainnya Maryland.
(Puslitanak, 2004). Selain itu pada wilayah Badan Informasi Geospasial. 2011. DEMNAS
Kabupaten Magelang dan sekitarnya, dari
kejadian ini secara umum termasuk dalam
(http://tides.big.go.id/DEMNAS/)
kelerengan dengan kelas 1-2, curah hujan kelas 1- Badan Informasi Geospasial. 2008. DEMNAS
2, dan litologi berupa batuan vulkanik (nilai kelas Seamless Digital Elevation Model (DEM) dan
2). Batimetri Nasional, dari
Selanjutnya secara keseluruhan, dari hasil http://tides.big.go.id/DEMNAS/ (diakses pada 13
perhitungan validasi dengan menggunakan Maret 2020)
metode matriks konfusi menunjukan hasil tingkat BDPJN LAPAN. 2018. Deskripsi Dataset – SPOT 6.
akurasi 80,95%. Nilai ini menunjukan bahwa Jakarta (http://bdpjn-
hasil analisis peta sebaran rawan longsor sudah catalog.lapan.go.id/catalog/help/bdpjn-
cukup sesuai dengan data lapangan. Hal ini deskripsi.html)
Bera, S., Guru, B., dan Ramesh, V. 2018. Evaluation
berarti pemilihan metode penginderaan jauh dan
pf landslides susceptibility models: a comparative
pembobotan menggunakan AHP memiliki study on the part of Western Ghat Region,India.
tingkat akurasi yang baik. Hal ini juga dibuktikan Remote Sensing Applications: Society and
oleh Yalcin (2008) yang melaksanakan penelitian Environment
mengenai pemetaan daerah rawan longsor BNPB, 2012. Peraturan Kepala Badan Nasional
menggunakan penginderaan jauh, AHP dan Penanggulangan Bencana nomor 02 tahun 2012
bivariat statistik. Namun, penggunaan metode tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko
AHP dianggap lebih akurat dibandingkan metode Bencana
bivariat statistik. Selain itu Zhang dkk (2016) BPBD Kabupaten Magelang, 2020. Histori Kejadian
juga melakukan perbandingan antara metode Longsor Kabupaten Magelang tahun 2017-2019.
(http://sikk.bpbdmagelang.id/)
AHP dengan faktor pembobotan untuk
CHC (Climate Hazard Center), 2020. CHIRPS
menganalisis daerah rawan longsor. Hasilnya (Climate Hazards Group InfraRed Precipitation
menunjukkan bahwa penggunaan metode AHP with Station) 2.0 tahun 2015-2019. UC Santa
memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi Barbara.
dibandingkan faktor pembobotan. Direktorat Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan,
1986. Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi
Lahan dan Konservasi Tanah. Jakarta:
KESIMPULAN Departemen Kehutanan.
Persebaran daerah rawan longsor Kabupaten Febrianti, N., Pasaribu, J. Mo., dan Sulma, S., 2015.
Magelang dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu Analisis Ruang Terbuka Hijau di DKI Jakarta
rawan longsor rendah, rawan longsor sedang, dan Menggunakan Data SPOT 6. Prosiding Pertemuan
Ilmiah Tahunan Masyarakat Ahli Penginderaan
rawan longsor tinggi. Zona rawan longsor rendah
Jauh Indonesia XXII.
mencakup Kecamatan Ngluwar, Muntilan,
159
Jurnal Geosains dan Teknologi
Volume 3 no. 3, November 2020
Funk, C., Peterson, P., Landsfeld, M., Pedreros, D., Magelang Jawa Tengah skala 1 : 50.000.
Verdin, J., Shukla, S., Husak, G., Rowland, J., Bandung: Pusat Survei Geologi
Harrison, L., Hoell, A., dan Michaelsen, J., 2015. Temesgen, B., Mohammed, M.U., dan Korme. T.
The Climate Hazards Infrared Precipitation with 2001. Natural Hazard Assessment Using GIS and
Station - a New Environmental Record For Remote Sensing Methods, with Particular
Monitoring Extremes. Earth System Science Data, Reference to the Landslides in the Wondogenet
2:150066. Area, Ethiopia. Physics and Chemistry of the Earth
Gorum, T., Fan, X., van Westen, C.J., Huang, R.Q., (C), 26(9), hal. 665-615
Xu, Q., Chuan, T., dan Wang, G., 2011. Yalcin, A. 2008. GIS-based landslide susceptibility
Distribution Pattern of Earthquake-Induced mapping using analytical hierarchy processand
Landslides triggered by the 12 May 2008 bivariate statistics in Ardesen (Turkey):
Wenchuan Earthquake. Geomorphology 133, 152- Comparisons of results and confirmation. Catena
167. 72, hal.1-12.
Gorum, T., Korup, O., van Westen, C.J., van der Zhang, G., Cai, Y., Zheng, Z., Liu, Y., dan Huang, K.
Meijede, M., Xu, C., dan van der Meer, F.D., 2014. 2016. Integration of the Statistical Index Method
Why so few? Landslides triggered by the 2002 and the Analytic Hierarchy Process technique for
Denali earthquake, Alaska. Quaternary Science the assessment of landslide susceptibility in
Review 95, hal.80-94. Huizhou, China. Catena 142, hal.233-244.
Kayastha, P., Dhital, M.R., dan Smedt, F.D., 2019.
Application of the analytical hierarchy process
(AHP) for landslide susceptibility mapping: A case
study from the Tinau watershed, west Nepal.
Computers & Geosciences 52, hal.398-408.
LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional). 2018. Citra SPOT 6 Pan Sharpening
daerah Kabupaten Magelang dan Sekitarnya.
Lodhi, M.A. 2011. Earhtquake-induced landslides
mapping in the western Himalays using medium
resolution ASTER imagery. International Journal
of Remote Sensing 32(19), hal.5331-5346.
Owen, L.A., Kamp, U., Khattak, G.A., Harp, E.L.,
Keefer, D.K., dan Bauer, M.A. 2008. Landslides
triggered by the October 8, 2005, Kashmir
earthquake. Geomorphology 94, hal.1–9.
Permen PU No.22/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Penataan Ruang Kawasan Bencana Tanah
Longsor. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Penataan Ruang.
Pradhan, B. 2010. Remote sensing and GIS-based
landslide hazard analysis and cross-validation
using multivariate logistic regression model on
three test areas in Malaysia. Advances in Space
Research 45, hal. 1244–1256
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat. 2004. Laporan Akhir Pengkajian
Potensi Bencana Kekeringan, Banjir dan Longsor
di Kawasan Satuan Wilayah Sungai Citarum-
Ciliwung, Jawa Barat Bagian Barat Berbasis
Sistem Informasi Geografi. Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat.
Rafi’i. 1995. Meteorologi dan Klimatologi. Bandung:
Penerbit Angkasa.
Saaty, T.L. 1994. The Fundamental of Decision
Making and Priority Theory With the Analytic
Hierarchy Process. Pitssburgh: RWS Publications.
Surono. 2013. Peta Geologi Hasil Interpretasi Citra
Inderaan Jauh Ambarawa, Purworejo dan
160