Anda di halaman 1dari 21

PLANO MADANI

SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN


SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)
(Studi Kasus : Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa)

Muhammad Fadel Nur1, A. Idham AP2, Fadhil Surur3


Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar, Indonesia
E-mail: muhfadelp7@gmail.com

ABSTRAK
Kecamatan Tombolo Pao merupakan wilayah yang banyak memiliki
dataran tinggi yang menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, sehingga memiliki
potensi tingkat rawan longsor dari yang rendah, sedang dan tinggi. Penentuan
tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Tombolo Pao dilakukan melalui proses
overlay peta. Dalam proses overlay dilakukan proses skoring, yang dilakukan
dengan proses perhitungan perkalian antara nilai bobot dan skor pada setiap
variabel yang digunakan dalam penentuan kelas kerawanan longsor. Adapun
variabel yang diberi skoring yakni variabel kemiringan lereng, curah hujan,
batuan, jenis tanah dan penggunaan lahan. Berdasarkan hasil skoring diperoleh
tiga tingkat kerawanan yaitu tingkat kerawanan tinggi dengan luas wilayah 127,
072 Ha, tingkat kerawanan sedang dengan luas wilayah 82, 135 Ha, dan tingkat
kerawanan rendah dengan luas wilayah 0,789 Ha. Kemudian dilakukan analisis
kesesuaian rencana pola ruang terhadap kerawanan bencana longsor di
Kecamatan Tombolo Pao untuk mengetahui kesesuaian tata guna lahan dalam
meminimalkan intensitas resiko bencana longsor pada masing-masing fungsi
kawasan. Berdasarkan analisis keterkaitan pola ruang dan kerawanan bencana
longsor didapatkan klasifikasi kelas rendah dengan total luasan 0,91 Ha (0,43%)
terdapat pada pemanfaatan pola ruang Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas
dan Lahan Kering. Untuk kelas kerawanan kedua yaitu rawan sedang seluas
81,47 Ha (38,89%) terdapat pada pemanfaatan pola ruang terluas yaitu Hutan
lindung dengan total luasan 36,121 Ha. Selanjutnya untuk kelas kerawanan
ketiga seluas 127 Ha (60,67%) terdapat pola pemanfaatan ruang terluas Hutan
Lindung dengan luasan 33,779 Ha.

Kata Kunci: longsor, mitigasi, sistem informasi geografis.

1
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

A. PENDAHULUAN
Bencana ialah sebuah peristiwa yang disebabkan oleh alam maupun ulah
manusia, termasuk di dalamnya merupakan akibat dari kesalahan teknologi yang
memicu respon dari masyarakat, komunitas, individu maupun lingkungan untuk
memberikan antusiasme yang bersifat luas (Parker, 1992). Adapun longsor adalah
suatu proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa
tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah.
Pergerakan tersebut terjadi karena adanya faktor pada bidang tanah yang tidak
rata atau disebut juga dengan lereng. Kemudian, massa tanah di sepanjang lereng
tersebut dipengaruhi oleh kedudukan muka air tanah, sifat fisik tanah, dan sudut
dalam tahanan geser tanah yang bekerja di sepanjang bidang luncuran (Sutikno,
1994).
Hal yang berpengaruh terhadap terjadinya longsor yaitu intensitas curah
hujan yang tinggi, jenis tanah, faktor geologi, penutupan lahan dan kemiringan
lereng. Selain faktor alam, juga disebabkan oleh faktor aktivitas manusia yang
mempengaruhi suatu bentang alam, seperti kegiatan pertanian, pemotongan lereng
dan penambangan (Hardiyatmo, 2006).
Kecamatan Tombolo Pao memiliki luas sekitar 209,996 km², merupakan
wilayah yang banyak memiliki dataran tinggi yang menjadi ciri khas wilayah
tersebut, sehingga Tombolo Pao memiliki potensi tingkat rawan longsor dari yang
rendah, sedang, dan tinggi. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kabupaten Gowa terdapat beberapa desa di Kecamatan Tombolo Pao
yang rawan bencana longsor salah satunya yaitu Desa Tabbinjai, tercatat dalam
lima tahun terakhir korban sebanyak 11 orang dan fasilitas umum mengalami
kerusakan yang sangat parah yaitu Jembatan Limpas Pattalassang yang
menghubungkan desa Tabbinjai dengan tiga dusun lainnya, Jembatan Gantung
Tallisi yang terjadi pada tahun 2019 dan akses Jalan Poros Tombolo Pao menuju
Sinjai Barat yang terjadi pada tahun 2018 karena disebabkan oleh curah hujan
yang cukup tinggi.
Arahan pemanfaatan ruang di Kabupaten Gowa yaitu Kecamatan Tombolo
Pao merupakan kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi, yang mana
hutan lindung berperan menjaga kelestarian sungai-sungai yang mengalir di
Kabupaten Gowa untuk mendukung dan melindungi kawasan budidaya potensial
yang ada di bawahnya, dan untuk menjaga kelestarian ragam hayati. Sedangkan
kawasan hutan produksi dilakukan dengan pemanfaatan hutan dan pelestarian
hasil (kayu dan non kayu), sehingga diperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan
ekologi yang maksimal bagi masyarakat yang tinggal atau di sekitar kawasan
hutan.
Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang
selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer
yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis
(Aronoff, 1989). Penerapan teknologi SIG dapat membantu upaya mitigasi
bencana alam dengan melakukan identifikasi lokasi serta pengkajian masalah
yang berkaitan dengan dampak tanah longsor. Upaya mitigasi untuk mengurangi
atau meminimalisir dampak akibat tanah longsor (mitigasi) dilakukan dengan cara
membuat suatu model penyusunan SIG, yakni dengan menganalisis beberapa

2
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

tema peta sebagai variabel untuk memperoleh kawasan yang rentan terhadap
bahaya dan risiko tanah longsor. Selain itu, citra satelit dapat pula dimanfaatkan
secara tidak langsung dalam penentuan potensi tanah longsor, menggambarkan
permukaan suatu wilayah, dan struktur geologi (Suhendar, 1994). Untuk
mengurangi serta mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh bencana longsor di
Kecamatan Tombolo Pao maka peneliti perlu mengangkat judul skripsi yaitu
“Pemetaan Daerah Rawan Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi
Geografis (SIG) (Studi Kasus : Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten
Gowa)”.
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Gowa,
yang terdiri dari 9 (sembilan) desa/lelurahan yaitu Desa Kanreapia, Desa Tonasa,
Kelurahan Tamaona, Desa Tabbinjai, Desa Pao, Desa Mamanpang, Desa
Erelembang, Desa Bolaromang dan Desa Ballasuka.
Sedangkan, data yang digunakan terbagi atas 2 (dua) yakni data primer dan
sekunder. Data primer dalam penelitian ini meliputi kondisi eksisting terkait
penggunaan lahan. Untuk data sekunder antara lain data aspek fisik dasar (jenis
tanah, curah hujan, penggunaan lahan dan topografi), karakteristik longsor dan
peta-peta pendukung penelitian. Adapun variabel yang digunakan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Penggunaan lahan meliputi klasifikasi dan intensitas penggunaan lahan
(permukiman, sawah, perkebunan, sungai, dll).
2. Kemiringan lereng
3. Curah hujan
4. Jenis tanah
5. Jenis Batuan
Analisis data yang digunakan ada 3 (tiga) yakni analisis deskriptif/kualitatif,
analisis pembobotan dan analisis overlay, dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Analisis Deskriptif/Kualitatif
Analisis deskriptif yang sesuai dengan tujuan dari penelitian yaitu
menggambarkan atau menguraikan secara detail atau jelas kondisi yang
terjadi di lokasi tempat penelitian dan untuk lebih akurat dalam
menginterpretasi digunakan instrumen berupa peta-peta.
2. Analisis Pembobotan
Pembobotan ialah pemberian bobot pada peta digital masing-masing
parameter yang berpengaruh terhadap longsor, dengan didasarkan pada
pertimbangan pengaruh masing-masing parameter terhadap longsor.
Pembobotan yang dimaksud ialah sebagai pemberian bobot pada masing-
masing peta tematik (parameter). Penentuan bobot untuk masing-masing
peta tematik didasarkan atas pertimbangan, seberapa besar kemungkinan
terjadi longsor dipengaruhi oleh setiap parameter geografis yang akan
digunakan dalam analisis Sistem Informasi Geografis atau SIG (Suhardiman,
2012).
3. Analisis Overlay

3
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

Analisis overlay ini digunakan untuk menentukan daerah tingkat


kerawanan longsor dengan didasarkan pada beberapa aspek fisik dasar yaitu
curah hujan, jenis tanah, geologi, kemiringan lereng serta penggunaan lahan
pada suatu daerah yang didasarkan pada pengharkatan dan pembobotan.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


Penentuan lokasi pada penelitian ini ditetapkan dengan pertimbangan karena
belum adanya penelitian yang bersinggungan dengan Pemetaan Daerah Rawan
Longsor dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Untuk lebih
jelasnya terkait lokasi penelitian, dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian


1. Kondisi Fisik Dasar Kecamatan Tombolo Pao
a. Topografi
Kondisi topografi adalah studi tentang bentuk permukaan bumi dan objek
lain seperti planet, satelit alami (bulan dan sebagainya), dan asteroid. Kondisi
topografi wilayah Kecamatan Tombolo Pao ditinjau dari tingkat ketinggian
daerahnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Topografi/Ketinggian di Kecamatan Tombolo Pao

No Tinggi Luas (Ha) Persentase (%)


1 300-500 0.517 0.246
2 500-1000 40.512 19.292
3 1000-1500 138.356 65.885
4 1500-2000 22.768 10.842
5 2000-2500 5.648 2.690
6 >2500 0.145 0.069
Total 209.996 100

4
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

Sumber : RTRW Kabupaten Gowa 2012-2032


Sumber data yang diperoleh dan hasil analisa GIS, menujukkan keadaan
topografi Kecamatan Tombolo Pao sangat bervariasi, topografi terendah yaitu
>2500 dengan luas 0.145 Ha. Sedangkan topografi tertinggi yaitu antara 1000-
1500 dengan luas 138.356 Ha.
b. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relatif terhadap
bidang datar yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat. Untuk
data kemiringan lereng di Kecamatan Tombolo Pao dapat dilihat pada Tabel 2
berikut :
Tabel 2. Kemiringan Lereng di Kecamatan Tombolo Pao
No Kemiringan Luas (Ha) Persentase (%)
1 0-5% 5.752 2.73
2 10-15% 67.740 32.26
4 25-30% 104.419 49.72
5 >30 32.085 15.28
Total 209.996 100
Sumber : RTRW Kabupaten Gowa 2012-2032

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kemiringan lereng yang


mendominasi Kecamatan Tombolo Pao yaitu kemiringan 25-30% dengan luas
104.419 Ha dan kemiringan lereng yang kurang mendominasi yaitu
kemiringan 0-5% dengan luas 5.752 Ha.
c. Jenis Tanah
Tanah merupakan salah satu material yang di dalamnya mengandung
butiran mineral padat yang tersedimentasi dan berasal dari pelapukan bahan
organik serta berisi zat cair dan gas yang mengisis ruang-ruang pada partikel
padat. Jenis tanah di Kecamatan Tombolo Pao yaitu Lempung Berpasir dan
Lempung Liat, dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Jenis Tanah di Kecamatan Tombolo Pao

No Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase (%)

1 Lempung Berpasir 184.822 88.01


2 Lempung Liat 25.174 11.99
Total 209.996 100
Sumber : RTRW Kabupaten Gowa 2012-2032

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa di Kecamatan Tombolo


Pao didominasi oleh jenis tanah lempung berpasir yang merupakan tanah yang
cukup subur dengan luas 184.822 Ha.
d. Geologi/Batuan

5
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

Dalam ilmu geologi batuan adalah benda padat yang terbuat secara
alami dari mineral dan atau mineraloid. Adapun jenis batuan di Kecamatan
Tombolo Pao yaitu batuan sedimen, batuan malihan dan batuan beku.

Tabel 4. Jenis Batuan di Kecamatan Tombolo Pao

No Geologi Luas (Ha) Perserntase (%)

1 Batuan Sedimen 65.981 31.42


2 Batuan Beku 144.016 68.58
Total 209.996 100
Sumber : RTRW Kabupaten Gowa 2012-2032

Berdasarkan Tabel 4 di atas, dapat dilihat bahwa Kecamatan Tombolo


Pao didominasi oleh jenis batuan beku dengan luas 144.016 Ha.
e. Kondisi Curah Hujan/Klimatologi
Klimatologi adalah kondisi cuaca yang dirata-ratakan selama periode
waktu yang panjang. Curah hujan adalah banyaknya hujan yang turun di suatu
daerah dalam jangka waktu tertentu yang diukur dengan menampung air hujan
dalam tabung dan dihitung dari volume air yang dapat ditampung dibagi
dengan luas tabung. Adapun Kecamatan Tombolo Pao memiliki dua musim
atau iklim, yaitu musim hujan dan musim kemarau dengan curah hujan
sebagai berikut:
Tabel 5. Curah Hujan di Kecamatan Tombolo Pao
Persentase
No Curah Hujan Luas (Ha)
(%)
1 3000-4000 mm 64.292 30.62
2 >4000 mm 145.704 69.38
Total 209.996 100
Sumber : RTRW Kabupaten Gowa 2012-2032

Untuk lebih jelasnya, aspek fisik dasar di Kecamatan Tombolo Pao dapat
dilihat pada Gambar 2, Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5 dan Gambar 6 berikut ini:

6
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

Gambar 2. Peta Topografi Kecamatan Tombolo Pao

Gambar 3. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Tombolo Pao

7
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

Gambar 4 Peta Jenis Tanah Kecamatan Tombolo Pao

Gambar 5. Peta Jenis Batuan Kecamatan Tombolo Pao

8
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

Gambar 6. Peta Curah Hujan Kecamatan Tombolo Pao

2. Analisis Tingkat Kerawanan Longsor


Untuk menyusun tingkat kerawanan longsor di Kecamatan Tombolo Pao
dilakukan proses overlay peta. Dimana nantinya akan menghasilkan tiga tingkat
kerawanan yaitu tingkat kerawanan tinggi, tingkat kerawanan sedang dan tingkat
kerawanan rendah. Dalam proses overlay dilakukan proses skoring. Yang
dilakukan dengan proses perhitungan perkalian antara nilai bobot dan skor pada
setiap variabel yang digunakan dalam penentuan kelas kerawanan longsor.
Adapun variabel yang diberi skoring yakni variabel kemiringan lereng, curah
hujan, batuan, jenis tanah dan penggunaan lahan. Berikut proses pemberian skor
pada variabel diatas :
a. Curah Hujan
Dalam peta curah hujan Kecamatan Tombolo Pao, diketahui bahwa
daerahnya diklasifikasikan ke dalam dua daerah hujan yakni curah hujan 3000-
4000 mm/tahun dan >4000 mm/tahun. Untuk skor masing-masing curah
hujannya yakni : untuk kelas curah hujan 3000-4000 mm/tahun diberi skor 5
dan kelas curah hujan >4000 diberi skor 6.
b. Kemiringan Lereng
Menurut data topografi dalam peta kemiringan lereng Kecamatan Tombolo
Pao, diketahui bahwa daerahnya diklasifikasikan ke dalam lima kelas
kemiringan lereng yakni lereng 0-5%, 5-10%, 15-20%, 25-30% dan lebih dari
30%. Untuk skor masing-masing kelas kemiringan lerengnya yakni : untuk
kelas kemiringan lereng 0-5% diberi skor 1, kelas kemiringan lereng 5-10%
diberi skor 2, kelas kemiringan lereng 15-20% diberi skor 4, kelas kemiringan
lereng 25-30% diberi skor 6 dan kelas kemiringan lereng lebih dari 30% diberi
skor 7.
c. Jenis Tanah
Dalam peta jenis tanah Kecamatan Tombolo Pao, diketahui bahwa
daerahnya diklasifikasikan dalam dua jenis tanah yakni jenis tanah lempung
berpasir dan lempung liat. Untuk skor masing-masing jenis tanahnya yakni:
jenis tanah lempung berpasir diberi skor 6 dan jenis tanah lempung liat diberi
skor 3.
d. Jenis Batuan
Menurut data geologi dalam peta geologi Kecamatan Tombolo Pao,
diketahui bahwa daerahnya di klasifikasikan kedalam tiga pengelompokan
yang kompleks. Yaitu sedimen, malihan dan beku. Untuk skor masing-masing
jenis batuannya yakni : untuk jenis batuan sedimen diberi skor 1 dan jenis
batuan beku diberi skor 3.

9
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

e. Penggunaan Lahan
Dalam peta penggunaan lahan Kecamatan Tombolo Pao, diketahui bahwa
daerahnya diklasifikasikan kedalam 6 (enam) jenis penggunaan lahan yaitu
hutan, semak/belukar, kebun campuran, sawah, kawasan budidaya dan
Kawasan terbangun. Skor masing-masing penggunaan lahannya yakni : hutan
diberi skor 2, semak/belukar diberi skor 3, kawasan budidaya diberi skor 4,
kebun campuran diberi skor 5, sawah diberi skor 6, dan Kawasan terbangun
diberi skor 7.

Dari proses skoring diatas, maka diperoleh klasifikasi tingkat kerawanan


longsor dengan skoring nilai terendah dan tertinggi seperti pada metode
sebelumnya.

Berdasarkan hasil analisis diatas, dengan pendekatan Sistem Informasi


Geografis. Maka diperoleh data wilayah Kecamatan Tombolo Pao dengan
tingkat kerawanan longsor yang dibagi kedalam tiga tingkat kerawanan yaitu :
a. Tingkat Kerawanan Tinggi
Daerah dengan tingkat kerawanan tinggi merupakan daerah yang sangat
rawan terhadap kejadian longsor. Daerah ini memiliki luas wilayah 127.072
Ha. Dilihat dari aspek fisiknya daerah ini merupakan daerah dengan dominasi
kemiringan lereng antara 20-25% dan >30% yaitu kemiringan lereng yang
dikategorigan sebagai daerah terjal, dimana daerah dengan kemiringan ini
memiliki gaya pendorong yang besar terhadap kejadian longsor. Dari
intentitas curah hujannya diketahui daerah dengan tingkat kerawanan tinggi
merupakan daerah dengan dominasi curah hujan tahunan 3000 dan 4000 mm
per tahun, merupakan jenis curah hujan yang tinggi. Menurut Permen PU
tahun 2007 mengenai pedoman penataan ruang daerah rawan longsor curah
hujan antara dari 3000 - >4000 mm pertahun merupakan curah hujan yang
tinggi dan perlu diwaspadai terhadap kejadian longsor jika didukung oleh
kondisi fisik wilayah lainnya. Dilihat dari jenis tanahnya daerah ini
didominasi oleh jenis tanah lempung berpasir, jenis tanah dengan tingkat
permeibilitas tinggi. Artinya jenis tanah ini tidak mampu mengalirkan air
dengan cepat keluar lereng, dapat meresap ke dalam tanah dengan baik hingga
menembus batu induknya sehingga tanah mudah terlepas keluar dari batuan
induknya. Dari segi batuannya daerahnya merupakan dominasi batuan, jenis
batuan dengan tingkat pelapukan yang cukup tinggi. Batuan yang banyak
mengalami pelapukan akan menyebabkan berkurangnya kekuatan batuan yang
pada akhirnya membentuk lapisan batuan lemah dan tanah residu yang tebal.
Apabila hal ini terjadi pada lereng maka lereng akan menjadi kritis.
b. Tingkat Kerawanan Sedang
Daerah dengan tingkat kerawanan sedang merupakan daerah yang tidak
begitu rawan terhadap kejadian longsor. Daerah ini memiliki luas wilayah
82.135 Ha. Dilihat dari aspek fisiknya daerah ini merupakan daerah dengan
dominasi kemiringan lereng antara 0-5%, 5-10%, 10- 15% dan >30% yaitu
kemiringan lereng yang dikategorigan sebagai datar hingga terjal. Dari

10
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

intentitas curah hujannya daerah dengan tingkat kerawanan sedang merupakan


daerah dengan curah hujan tahunan dari 3000 hingga >4000 mm per tahun,
artinya memiliki daerah dengan intentitas curah hujan yang juga tinggi.
Dilihat dari jenis tanahnyapun daerah ini juga didominasi oleh jenis tanah
yang beragam dari jenis dengan tingkat permeibilitas yang rendah dan sedang.
Sedangkan dari segi batuannya daerahnya merupakan dominasi batuan
sedimen, jenis batuan dengan tingkat pelapukan yang cukup tinggi.
Dari aspek pengunaan lahannya daerahnya merupakan dominasi
pengunaan lahan berupa hutan. Jenis pengunaan lahan seperti ini di
Kecamatan Tombolo Pao merupakan pengunaan lahan yang sangat baik
terhadap kejadian longsor karena pengunaan lahan ini memiliki sistem
perakaran yang baik dalam mengikat tanah. Sehingga daerah dengan
penggunaan lahan hutan dengan kemiringan lereng tinggi perlu dijaga dan
pengunaan lahan sawah, perkebunan dan permukiman. Jenis pengunaan lahan
seperti ini di pengunaan lahan yang banyak dijumpai pada daerah dataran
Kecamatan Tombolo Pao. Merupakan pengunaan lahan yang sesuai dengan
kondisi topografinya, jadi daerah ini aman terhadap kejadian longsor tatapi
daerah dengan pengunaan lahan bisa berubah menjadi daerah dengan tingkat
kerawanan tinggi apabila daerahnya berubah menjadi pengunaan lahan dengan
fungsi yang lain.
c. Tingkat Kerawanan Rendah
Daerah dengan tingkat kerawanan rendah merupakan daerah yang aman
terhadap kejadian longsor, artinya tidak memiliki potensi terhadap terjadinya
longsor. Daerah ini memiliki luas wilayah 0.789 Ha, sangat sedikit dibanding
daerah dengan kerawanan lain. Dilihat dari aspek fisiknya daerah ini
merupakan daerah dengan dominasi kemiringan lereng antara 0-5% dan 5-
10% yaitu daerah yang dikateorikan sebagai daerah dataran. Dari intensitas
curah hujannya daerah dengan tingkat kerawanan tinggi merupakan daerah
dengan curah hujan tahunan dari 3000 sampai >4000 mm/tahun, artinya
memiliki daerah dengan intensitas curah hujan yang beragam. Dilihat dari
jenis tanahnya daerah didominasi oleh jenis tanah lempung jenis tanah yang
tersebar pada pegunungan. Sedangkan dari segi batuannya daerahnya
merupakan dominasi batuan beku, jenis batuan dengan tingkat pelapukan yang
tinggi namun derahnya berada pada kemiringan yang tinggi jadi sangat
berpengaruh.
Berdasarkan hasil analisis 5 (lima) parameter, diperoleh 3 (lima) kriteria
kerawanan longsor yaitu Kerawanan Tinggi, Kerawanan Sedang dan
Kerawanan Rendah. Tingkat kerawanan longsor yang tersebar di Kecamatan
Tombolo Pao terbentuk setelah penggabungan (overlay) semua parameter.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 7 berikut.
Tabel 6. Kelas Kerawanan Longsor di Kecamatan Tombolo Pao

No. Kelas Kerawanan Luas (Ha) Presentase (%)

1. Kerawanan Tinggi 127.072 60.51

11
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

2. Kerawanan Sedang 82.135 39.11

3. Kerawanan Rendah 0.789 0.37

Jumlah 209.996 100.00

Sumber : Hasil Analisis, 2020

Gambar 7. Peta Analisis Tingkat Kerawanan Longsor

3. Arahan Pola Ruang Terhadap Tingkat Kerawanan Bencana Longsor


Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah setelah bergulirnya Undang-
Undang Otonomi Daerah, telah memberikan pengaruh yang cukup besar bagi
perkembangan suatu wilayah khususnya di Kabupaten Gowa. Salah satu
implikasinya adalah kewenangan pemerintah daerah yang luas untuk mengatur
dan mengurus daerahnya dalam hal perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan
tata ruang serta perencanaan dan pengendalian pembangunan. Wilayah Kabupaten
Gowa ditetapkan sebagai kawasan Mamminasata yang mencakup Kota Makassar,
Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Maros. Strategi pengembangan kawasan
Mamminasata adalah pembangunan dengan menitikberatkan pada pertumbuhan,
pembangunan dengan menitikberatkan pada pemerataan dan pembangunan
dengan menitikberatkan pada pertumbuhan serta pemerataan. Namun di sisi lain,
upaya untuk menciptakan ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan dirasa
masih menghadapi tantangan yang berat. Penyebabnya antara lain adanya

12
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

pandangan dan perilaku antroposentris yang telah menyebabkan degradasi


lingkungan dan bahkan bencana lingkungan, pembangunan kota yang
mengabaikan rencana tata ruang, kelemahan dalam proses perencanaan dan
pengelolaan tata ruang dan lingkungan hidup serta proses perencanaan tata ruang
sering kali tidak mencantumkan secara jelas proses diagnosis lingkungan.
Hal tersebut telah berdampak pada peningkatan frekuensi dan cakupan
bencana khususnya tanah longsor yang disebabkan oleh alih fungsi lahan yang
memiliki fungsi lindung, pertanian dan perkebunan menjadi kawasan
permukiman, industri dan kawasan terbangun lainnya serta potensi lahan kritis
yang tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Gowa. Kondisi tersebut telah
mengarahkan pada perlunya pertimbangan potensi longsor dalam proses penataan
ruang baik pada tingkat nasional, Provinsi atau kabupaten/kota. Untuk itu
diperlukannya analisis arahan rencana pola ruang pada kawasan rawan bencana
longsor untuk melihat potensi kerawanan longsor pada rencana pola ruang RTRW
Kabupaten Gowa. Dari hasil (overlay) antara peta rencana pola ruang dengan peta
rawan bencana longsor dapat dilihat wilayah yang berpotensi rawan longsor pada
rencana pola ruang yang telah disusun untuk selanjutnya dievaluasi sesuai dengan
tingkat kerawanannya. Rencana Pola ruang Kecamatan Tombolo Pao ditetapkan
berdasarkan kondisi eksisting penggunaan lahan, kriteria kesesuaian lahan, dan
kebijakan strategis daerah Kabupaten Gowa. Pola ruang Kecamatan Tombolo Pao
dapat dilihat pada tabel 7 berikut:
Tabel 7. Pola Ruang Kecamatan Tombolo Pao berdasarkan RTRW Kabupaten Gowa
Tahun 2012-2032
No Pola Ruang Luas (Ha)
I Kawasan Lindung 71,768
1. Hutan Konservasi 1,669
2. Hutan Lindung 70,098
II Kawasan Budidaya 138,228
3. Hutan Produksi Terbatas 62,295
4. Hutan Produksi Tetap 0,785
5. Lahan Basah 27,889
6. Lahan Kering 45,112
7. Permukiman 0,976
8. Sungai 1,169
Total 209,996
Sumber: RTRW Kabupaten Gowa Tahun 2012-2032

13
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

Gambar 8. Peta Pola Ruang Kecamatan Tombolo Pao

Berdasarkan Tabel 7, Pola Ruang Kecamatan Tombolo Pao terdiri


dari kawasan budidaya yang didominasi oleh hutan produksi terbatas seluas
62, 295 ha dan kawasan lindung berupa hutan lindung seluas 70,098 ha.
Keterkaitan rencana pola ruang Kecamatan Tombolo Pao ditinjau dari
potensi kerawanan longsor ditunjukkan oleh hasil integrasi antara peta rawan
longsor dengan peta rencana pola ruang RTRW Kabupaten Gowa. Analisis
kesesuaian rencana pola ruang terhadap kerawanan bencana longsor di
Kecamatan Tombolo Pao merupakan analisis yang dilakukan untuk
mengetahui kesesuaian tata guna lahan dalam meminimalkan intensitas resiko
bencana longsor pada masing-masing fungsi kawasan. Berdasarkan analisis
keterkaitan pola ruang dan kerawanan bencana longsor didapatkan klasifikasi
kelas rendah dengan total luasan 0,91 Ha (0,43%) terdapat pada pemanfaatan
pola ruang Hutan Lindung, Hutan Produksi Terbatas dan Lahan Kering.
Untuk kelas kerawanan kedua yaitu rawan sedang seluas 81,47 Ha (38,89%)
terdapat pada pemanfaatan pola ruang terluas yaitu Hutan lindung dengan
total luasan 36,121 Ha. Selanjutnya untuk kelas kerawanan ketiga seluas 127
Ha (60,67%) terdapat pola pemanfaatan ruang terluas Hutan Lindung dengan
luasan 33,779 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Distribusi Pola Ruang terhadap Kelas Rawan Bencana Longsor
Kecamatan Tombolo Pao
Klafisikasi Rawan Persentase
No Arahan Pola Ruang Luas (Ha)
Longsor (%)
Hutan Lindung 0,199 0,095
1. Rendah Hutan Produksi Terbatas 0,589 0,281
Lahan Kering 0,196 0,058
Total 0,91 0,434
Hutan Konservasi 0,461 0,220
Hutan Lindung 36,121 17,245
Hutan Produksi Terbatas 29,083 13,408
Hutan Produksi Tetap 0,499 0,238
2. Sedang
Lahan Basah 0,985 0,470
Lahan Kering 13,886 6,630
Permukiman 0,366 0,175
Sungai 1,065 0,508
Total 81,465 38,895
3. Tinggi Hutan Konservasi 1,209 0,577

14
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

Hutan Lindung 33,779 16,128


Hutan Produksi Terbatas 32,624 15,576
Hutan Produksi Tetap 0,287 0,137
Lahan Basah 26,904 12,845
Lahan Kering 31,225 14,908
Permukiman 0,939 0,448
Sungai 0,104 0,050
Total 127 60,67
Grand Total 209,996 100
Sumber: Hasil Analisis, 2021

Berdasarkan hasil analisis tingkat kerawanan longsor terhadap pola


ruang dapat diketahui pembagian zona daerah rawan longsor berdasarkan
tingkat kerawanannya dibagi atas tiga zona yaitu zona dengan kategori daerah
dengan tingkat kerawanan tinggi, zona dengan tingkat kerawanan sedang, dan
zona dengan tingkat kerawanan rendah.

Gambar 9. Peta Distribusi Kerawasanan Rendah Bencana Longsor terhadap


Peruntukan Pola Ruang Kecamatan Tombolo Pao

15
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

Gambar 10. Peta Distribusi Kerawasanan Sedang Bencana Longsor terhadap


Peruntukan Pola Ruang Kecamatan Tombolo Pao

Gambar 11. Peta Distribusi Kerawasanan Tinggi Bencana Longsor terhadap


Peruntukan Pola Ruang Kecamatan Tombolo Pao

Arahan pemanfaatan ruang wilayah dilakukan berdasarkan tingkat


kerawanan wilayahnya terhadap longsor. Arahan pemanfaatan ruangnya
ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22 Tahun
2007 dalam Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor.
Pola ruang zona berpotensi longsor dengan tingkat kerawanan tinggi
di utamakan sebagai kawasan lindung (tidak layak untuk pembangunan fisik).
Kegiatan-kegiatan penggunaan ruang pada zona ini harus dihindari (tidak
diperbolehkan), karena dapat mengakibatkan dampak yang tinggi pada fungsi
lindungnya.

Tabel 9. Arahan Peruntukan Pola Ruang Berpotensi Longsor Berdasarkan


Tingkat Kerawanan Tinggi

16
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

Tingkat Kerawanan Tinggi


Arahan Pola Ruang Luas Peruntukkan
Keterangan
(Ha) Fungsi Kawasan
Pola ruang sesuai
Hutan Konservasi 1,209 Untuk Kawasan
dengan peruntukkannya
lindung (Mutlak
Pola ruang sesuai
Hutan Lindung 33,779 dilindungi)
dengan peruntukkannya
Pola ruang sesuai
Hutan Produksi Terbatas 32,624
dengan peruntukkannya
Pola ruang sesuai
Hutan Produksi Tetap 0,287
dengan peruntukkannya
Untuk Kawasan
Pola ruang sesuai
Lahan Basah 26,904 Budidaya Terbatas
dengan peruntukkannya
(Dapat Dibangun/
Pola ruang sesuai
Lahan Kering 31,225 Dikembangkan
dengan peruntukkannya
Bersyarat)
Pola ruang tidak sesuai
Permukiman 0,939
dengan peruntukkannya
Pola ruang sesuai
Sungai 0,104
dengan peruntukkannya
Sumber: Hasil Analisis, 2021

Peruntukan pola ruang zona berpotensi longsor dengan tingkat


kerawanan sedang diutamakan sebagai kawasan lindung (tidak layak untuk
pembangunan fisik), sehngga mutlak harus dilindungi. Pada prinsipnya
kegiatan budidaya yang berdampak tinggi pada fungsi lindung tidak
diperbolehkan.

Tabel 10. Arahan Peruntukan Pola Ruang Berpotensi Longsor Berdasarkan


Tingkat Kerawanan Sedang
Tingkat Kerawanan Sedang
Arahan Pola Ruang Luas Peruntukkan
Keterangan
(Ha) Fungsi Kawasan
Pola ruang sesuai
Hutan Konservasi 0,461 Untuk Kawasan
dengan peruntukkannya
lindung (Mutlak
Pola ruang sesuai
Hutan Lindung 36,121 dilindungi)
dengan peruntukkannya
Pola ruang sesuai
Hutan Produksi Terbatas 29,083
dengan peruntukkannya
Pola ruang sesuai
Hutan Produksi Tetap 0,499
dengan peruntukkannya
Untuk Kawasan
Pola ruang sesuai
Lahan Basah 0,985 Budidaya Terbatas
dengan peruntukkannya
(Dapat Dibangun/
Pola ruang sesuai
Lahan Kering 13,886 Dikembangkan
dengan peruntukkannya
Bersyarat)
Pola ruang tidak sesuai
Permukiman 0,366
dengan peruntukkannya
Pola ruang sesuai
Sungai 0,065
dengan peruntukkannya
Sumber: Hasil Analisis, 2021

17
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

Peruntukan ruang zona berpotensi longsor dengan tingkat kerawanan


rendah tidak layak untuk kegiatan industri, namun dapat untuk kegiatan
kegiatan hunian, pertambangan, hutan produksi, hutan kota, perkebunan,
pertanian, perikanan, peternakan, pariwisata, dan kegiatan lainnya, dengan
persyaratan yang sama dengan persyaratan pada zona berpotensi longsor
dengan tingkat kerawanan sedang.

Tabel 11. Arahan Peruntukan Pola Ruang Berpotensi Longsor Berdasarkan


Tingkat Kerawanan Rendah
Tingkat Kerawanan Rendah
Arahan Pola Ruang Luas Peruntukkan
Keterangan
(Ha) Fungsi Kawasan
Pola ruang sesuai
Hutan Lindung 0,199 Untuk Kawasan
dengan peruntukkannya
Budidaya Terbatas
Pola ruang sesuai
Hutan Produksi Terbatas 0,589 (Dapat Dibangun/
dengan peruntukkannya
Dikembangkan
Pola ruang sesuai
Lahan Kering 0,196 Bersyarat)
dengan peruntukkannya
Sumber: Hasil Analisis, 2021

Berdasarkan analisis tingkat kerawanan bencana longsor diatas, maka


perlu diambil langkah-langkah penanganan sebagai upaya mitigasi bencana
longsor, khususnya pada daerah dengan tingkat kerentanan tinggi. Strategi
penanganan ini diberikan sebagai langkah awal dalam melakukan mitigasi
bencana longsor. Strategi mitigasi/penanganan untuk bencana longsor
menurut Hamida, 2019 adalah sebagai berikut:
1. Pengurangan aktivitas penduduk pada kawasan dengan risiko bencana
tinggi
2. Penentuan jalur dan tempat evakuasi
3. Melakukan pola penanaman campuran seperti tanaman pertanian serta
pepohonan berakar dalam
4. Penyediaan informasi yang relevan terkait bencana yang dapat diakses
oleh semua pemangku kepentingan
5. Pembuatan bangunan penahan supaya tidak terjadi pergerakan tanah
penyebab longsor

Warning system atau teknologi peringatan bencana longsor dengan


menciptkan alat-alat pendeteksi pergerakan tanah yang berisiko akan longsor
di daerah-dareh longsor. Peringatan sebelum longsor bisa dilakukan kepada
warga untuk melakukan tindakan mitigasi bencana.

4. KESIMPULAN
a. Berdasarkan hasil analisis dengan metode Solle dkk, (2013), diperoleh tiga
kelas kerawanan longsor di Kecamatan Tombolo Pao yaitu kelas
kerawanan tinggi dengan luas 127.072 Ha (60.51%), kelas kerawanan

18
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

sedang dengan luas 82.135 Ha (39.11%), kelas kerawanan rendah dengan


luas 0.789 Ha (0.37%).
b. Berdasarkan Hasil overlay antara peta pola ruang Kabupaten Gowa dan
peta tingkat kerawanan longsor Kecamatan Tombolo Pao menerangkan
bahwa kawasan permukiman berada pada daerah dengan tingkat
kerawanan longsor tinggi, sehingga tidak tepat dijadikan sebagai kawasan
permukiman. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.22
Tahun 2007 dalam Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana
Longsor, pola ruang zona berpotensi longsor dengan tingkat kerawanan
tinggi di utamakan sebagai kawasan lindung (tidak layak untuk
pembangunan fisik). Kegiatan-kegiatan penggunaan ruang pada zona ini
harus dihindari (tidak diperbolehkan), karena dapat mengakibatkan
dampak yang tinggi pada fungsi lindungnya.

DAFTAR PUSTAKA
Akbar, (2013) Arahan Pengendalian Banjir Berbasis GIS di Kecamatan Sinjai
Utara Kabupaten Sinjai. Tinjauan terhadap buku Tuntunan Penyusunan
Karya Ilmiah, oleh Nana Sudjana. Bandung: Sinar Baru, 1991
Aronof, S. (1989). Gis A Management Perspective. WDL Publication. Ottawa
Arsyad, S. (1980). Pengawetan Tanah. Bogor: IPB.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Gowa. (2019). Informasi Kebencanaan
Kabupaten Gowa tahun 2019.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Gowa. (2020). Informasi Kebencanaan
Kabupaten Gowa.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kecamatan Tombolo Pao dalam Angka Tahun 2019
Caine, (1980). The Rainfall Intensity–Duration Control Of Shallow Landslides
And Debris Flows, Geografiska Annaler, Vol. 62A.
Cruden dan Varnes (1992) dalam Hariyatmo, H, C. (2006). Penanganan Tanah
Longsor & Erosi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Cruden dan Varnes, DJ. (1996). Landslide Types And Processes. In Special
Report 247:Landslides: Investigation and Mitigation, Transportation
Research Board, Washington D.C.
Guntara, I., (2013). Pengertian Overlay Dalam Sistem Informasi Geografi.
http://www.guntara.com/2013/01/pengertian- overlay-dalam-sistem.html.
Sampangkab.go.id. Diakses pada tanggal 20 Mei 2016.
Hardiyatmo. (2006) Penanganan Tanah Longsor & Erosi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Jaya, I. N. S. (2002). Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Kehutanan.
Laboratorium Inventarisasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Bogor.
Karnawati. (2004). Bencana Gerakan Massa Tanah/ Batuan di Indonesia; Evaluasi
Dan Rekomendasi, Dalam Permasalahan, Kebijakan Dan Penanggulangan
Bencana Tanah Longsor di Indonesia. Jakarta: P3 - TPSLK BPPT Dan
HSF.
Karnawati. (2005). Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya
Penanggulangannya. Yogyakarta: Jur. Geologi FT UGM.

19
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

Kementrian Agama. Al-Qur'an dan Terjemahannya. (2017).


Kusnaedi. (2011). Sumur Resapan. Jakarta: Penebar Swadaya.
Lasera, M., (2016). Penentuan Lokasi Berpotensi Longsor Dengan Menggunakan
Metode Analytycal Hierarchy Process (AHP) Di Kecamatan Kulawi
Kabupaten Sigi. Universitas Tadulako. Palu.
Lillesand, T. M. dan R. W. Kiefer. (1990). Remote Sensing and Image
Interpretation. University of Wisconsin Madison.
Lillesand, T. M, Kiefer R. W., (1994). Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Mubekti, & Alhasanah, F. (2008). Mitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor
Menggunakan Teknik Pemodelan Sistem Informasi Geografis. Jurnal J.
Tek. Ling Vol. 9, No. 2, Hlm.121-129, Jakarta.
Mujabuddawat, A. M. (2016). Perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam
Penelitian Dan Penyajian Informasi Arkeologi. Ambon: Kapata Arkeologi.
Nana Nudjana. (1988). Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung: Sinar
Baru, hlm. 25.
Nandi. (2007). Longsor. Bandung: Jurusan Pendidikan Geografi FPIPS UPI.
Paimin, Sukresno, Pramono, Irfan Budi. (2009). Teknik Mitigasi Bencana Banjir
dan Tanah Longsor. Balikpapan : Tropenbos Internasional Indonesia
Programme. www.forda-mof.org/files/ mitigasi banjir dan tanah
longsor.pdf, (diakses pada tanggal 6 April 2017).
Parker, (1992). Pencegahan dan Manajemen Bencana. http://socialstudies17.
blogspot.com/2012/11/recognize-pencegahan-bencana-dan.html. Diakses
tanggal 13 September 2013.
Peraturan Daerah Kabupaten Gowa No. 15 Tahun 2012. (2012-2032). Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Gowa.
Rahim SE. (2000). Pengendalian Erosi Tanah. Jakarta: .Bumi Aksara.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Gowa tahun 2012-2032
Sarya, G., & Ridho, A. (2014). Intensitas Curah Hujan Memicu Tanah Longsor
Dangkal Di Desa Wonodadi Kulon. Surabaya: Jurnal Pengabdian LPPM.
Solle, M.S., M. Mustafa, S. Baja, A.M. Imran. (2013). Landslide Susceptibility
Zonation Model On Jenenberang Watershed Using Geographichal
Information System and Analytical Hierarchy Process: International
Journal of Engineering and Innovative Technology (IJEIT) Vol.2 No.7,
174-179 pp.
Suhardiman. (2012). Zonasi Tingkat Kerawanan Banjir dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG) pada Sub DAS Walanae Hilir. Universitas Hasanuddin
Makassar.
Suhendar, R. (1994). Terrain Maping Approach for Slope Instability Hazard and
Risk Assessment Using Remote Sensing Techniques and GIS; A Case
Study of North East Bandung and Lembang, West Java, Indonesia
[Thesis]. ITC, Enscede, The Netherlands.
Suryolelono, K. B. (2005). Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu.UGM
Press.

20
PLANO MADANI
SENGAJA DIKOSONGKAN
© 2017 P ISSN 2301-878X - E ISSN 2541-2973

Sutikno. (1994). Pendekatan Geomorfologi untuk Mitigasi Bencana Alam Akibat


Gerakan Massa Tanah atau Batuan. Proceeding di UGM, 16-17
September. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.
Undang-Undang Republik Indonesia. (No : 24 Tahun 2007). Penanggulangan
Bencana

21

Anda mungkin juga menyukai